You are on page 1of 19

LAPORAN PBL SISTEM REPRODUKSI

MODUL 1 TIDAK HAID

OLEH KELOMPOK II
SUPRAPTO ( 10542 0134 10 ) IVANA YUSUF ( 10542 0166 10) NUR INDAH PRATIWI ( 10542 0169 10 ) NUR FAUZIAH AGUSSALIM ( 10542 0176 10 ) SYAMSIAH ( 10542 0201 10 ) MIFTAHULHAQ ( 10542 0182 10 ) LUTHFI ACHMAD ( 10542 0160 10 ) DIYAH SASMIKURNIA ( 10542 0252 10 ) HARYONO ( 10542 0241 10 )

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


2012

Skenario Nn. Ani, 15 tahun, datang ke klinik dengan keluhan belum mendapat haid. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkembangan payudara (+). Kata kunci Nn. Ani 15 tahun. Keluhan belum mendapat haid Perkembangan payudara (+) Pertanyaan Jelaskan Anatomi, histology, fisiologi yang terkait dengan kasus Jelaskan Fisiologi dari haid Jelaskan Patomekanisme tidak haid /Amenore Bagaimana Langkah diagnosis darikasus Sebutkan, jelaskan Diferential diagnosis

Jawaban 1. Anatomi dan histology system reproduksi GENITALIA FEMININA


UTERUS

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah alvokad atau buah pir sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25cm, dan tebal 2,5cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar melalui saluran (kanalis servicalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supra vaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri. Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Disitu Tuba Fallopi kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga ; lapisan otot bagian luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam berjalan sirkuler, diantara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling beranyaman. Miometrium dalam keseluruhanya dapat berkontraksi dan berelaksasi.

Umumnya uterus pada perempuan dewasa terletak di sumbu tulang panggul dalam anterversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 120-130 dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Perbandigan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam perkembangan tubuh seorang perempuan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1 : 2, sedangakan pada perempuan dewasa 2 : 1. Di bagian luar, uterusdilapisi oleh lapisan serosa (peritoneum viseral). Dengan demikian, dari luar ke dalam dinding korpus uteri akan dilapisi oleh serosa atau peritoneum, miometrium, dan endometrium. Uterus mendapatkan darah dari arteria uterina ( cabang dari arteri iliaka interna) dan dari arteri ovarika.

Tuba Fallopii Tuba Fallopii ialah saluran telur yang berasal ( seperti juga uterus ) dari Duktus Mulleri. Rata-rata panjang Tuba 11-14cm. Bagian Tuba yang berada di dinding uterus dinamakan Pars Interstisialis, lateral dari itu ke arah ujung Tuba ( 3-6cm) terdapat Pars Ismika yang masih sempit ( 2-3mm), dan lebih ke arah distal lagi disebut pars ampularis yang lebih lebar ( diameter 4-10 mm ). Tuba mempunyai ujung yang terbuka menyerupai anemon yang disebut Infundibulum dan Fibria yang merupakan tangan-tangannya. Bagian luar Tuba diliputi oleh Peritoneum Viseral, yang menyerupakan bagian dari ligamentum latum. Otot polos dinding Tuba terdiri atas dua lapis ( dari luar ke dalam ) yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler lebih ke dalam lagi terdapat mukosa yang berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat di temukan di bagian Ampula. Mukosa Tuba terdiri dari epitel selapis kubik sampai silindrik, yang pada permukaanya mempunyai bagian-bagian seperti rambut yang bergetar (silia) dan bagian yang bersekresi. Permukaan yang bersekresi mengeluarkan getah sedangkan yang berambut dengan getarannya menimbulkan suatu arus ke arah kavum uteri.

Ovarium Indung telur pada seoranfg dewasa kira-kira sebersar ibu jari tangan. Terletak di kiri dan di kanan Uterus, dekat pada dinding pelvis di Fossa Ovarika. Ovarium di hubungkan dengan uterus melalui ligamentum ovari propium. Arterika Ovarika berjalan menuju Ovarium melalui Ligamentum Suspensorium ovari ( Ligamentum Infundibulopelvikum). Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Sebagian kecil ovarium berada di dalam ligamnetum latum disebut hilus ovari. Pada bagian siklus ini masuk pembuluh darah dan saraf ke ovarium. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesovarium. Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh epitel selapis kubiksilindrik, disebut epitelium germinativum. Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru di temukan lapisan tempat folikel-folikel primordial. Folikelfolikel ini merupakan bagian ovarium terpenting dan dapat ditemukan di korteks dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel saja sampai folikel de Graaf matang. Folikel yang matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, dan siap untuk berovulasi. Vulva Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh labia mayor (bibir besar) yang ke arah belakang menyatu membentuk kommissura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris.. medial dari bibirbesar ditemukan bibir kecil ( labia minora ) yang ke arah perineum menjadi satu dan membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini terletka fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tempat saluran kedua glandula Bartholini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Di bawah prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris terdaoat orivisium urethra externum (lubang kemih). Di kanan kiri lubang kemih

ini terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu (ductus parauretralis atau ductus skene). Vagina Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus vagina tertutup sebagian oleh himen (selaput dara), suatu lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih utuh, dan lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking. Pada koitus pertama, himen umumnya akan robek di beberapa tepat dan sisanya dinamakan karunkula mirtiformes. Bentuk lain yang ditemukan pada himen ialah klibriformis (menunjukkan beberapa lubang), himen septus, dan sebagainya; kadangkadang himen tertutup sama sekali (himen imperforatus). Besarnya lubang himen tidak menentukan apakah perempuan tersebut masih virgo atau tidak. Hal ini baik diketahui oleh bidang kedokteran kehakiman. Di Indonesia keutuhan selaput dara pada seorang gadis/virgo masih di hargai sekali; maka selayaknya para dokter memperhatikan hal ini. Pada seorang gadis yang memerlukan pemeriksaan ginekologik sebaiknya dilakukan pemeriksaan rektal. Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan di belakang 9,5, sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke promontorium. Arah ini penting diketahui jika memasukkan jari ke dalam vagina pada pemeriksaan ginekologik. Selama pertumbuhan janin dalam uterus, secara embriologis 2/3 bagian atas vagina berasal dari duktus Mulleri (asal dari endoterm), sedangkan 1/3 bagian bawahnya berasal dari lipatan-lipatan ektoderm. Hal ini penting diketahui dalam menghadapi kelainan-kelainan bawaan. Epitel vagina terdiri epitel skuamosa. Lapisan ini terdiri dari beberapa lapisan epitel gepeng tak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar, tetapi dapat mengadakan transudasi. Pada anak kecil epitel itu sangat tipis sehingga mudah terkena infeksi, khususnya oleh gonokokkus.

Mukosa vagina berlipat-lipat horizontal; lipatan itu dinamakan ruga; di tengah-tengah bagian depan dan di belakang ada bagian yang lebih mengeras disebut kolumna rugarum. Ruga-ruga jelas dapat dilihat pada 1/3 bagian distal vagina pada seorang virgo atau nullipara, sedang pada seorang multipara lipatan-lipatan ini untuk sebagian besar menghilang. Di bawah epitel vagina terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darag. Di bawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang serupa dengan susunan otot usus. Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan berkurang elastisitasnya pada perempuan yang lanjut usianya. Di sebela depan dinding vagina bagian bawah terdapat uretra sepanjang 2,5 4 cm. Bagian atas vagina berbatasan dengan kandung kemih sampai ke forniks vagina anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang dan kedua forniks itu dikenal pula forniks lateralis sinistra dan dekstra. 2. Fisiologi Haid

Haid adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang

memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis).
Haid normal adalah haid yang panjang, lama dan jumlah perdarahannya dalam batas normal. Panjang siklus haid normal adalah 28 7 hari (21-35 hari). Darah mesntruasi biasanya tidak membeku. Jumlah kehilangan darah tiap siklus berkisar dari 60-80 ml. Siklus Ovarium (Fase Folikular) Siklus diawali dengan hari ini pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium. FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Umumnya, hanya satu yang terus berkembang dan menjadi folikel deGraaf dan yang lainnya berdegerasi. Folikel terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang mengelilinginya. Lapisan dalam, yaitu sel-sel granulosa menyintesis progesteron yang disekresi ke dakan cairan folikular selama paruh pertama siklus menstruasi, dan bekerja sebagai prekursor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya. Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka interna. Jalur biosintesis estrogen berlangsung dari progesteron dan pregnenolon melalui 17-hidroksilasi turunan dari androstenedion, testosteron, dan estradiol. Kandungan enzim aromatisasi yang tinggi pada sel-sel ini mempercepat perubahan androgen menjadi estrogen. Di dalam folikell, oosit primer mulai menjalani proses pematangannya. Pada wkatu yang sama, folikel yang sedang berkembang menyekresi estrogen lebih banyak menyebabkan pelepasan LHR melalui mekanisme umpan balik positif. Fase Luteal LH merangsang ovulasi dari oosit yang matang. Tepat sebelum ovulasi, oosit primer selesai menjalani pembelahan meiosis pertamanya. Kadar estrogen yang tinggi kini menghambta produksi FSH. Kemudia kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel deGraaf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung pembuluh darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus menyekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin lama makin meningkat.

Siklus endometrium (fase proliferasi) Segera setelah menstruasi, ensdometrium dalam keadaan tipis dan dalam staidum istirahat. Stadium ini berlangsung kira0kira 5 hari. Kadar estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akang merangsang stroma endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, ke;enjar-kelenjar menjadi hipertrofi dan berpoliferasi, dan pembuluh darah menjadi banyak sekali. Kelenjar kelenjar menjadi dan stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin bertambah panjang tetapi tetap lurus dan b erbentuk tubulus. Ep[itel kelenjar berbentuk toraks dengan sitoplasma eosinofilik yang seragam dengan inti di tengah. Stroma cukup padat pada lapisan basal lapisan tetapi makin ke permukan semakin longgar. Pembuluh darah akan mulai berbentuk spiral dan lebih kecil. Lamanya fase proliferasi sangat berbeda-beda pada tiap orang, dan berakhir pada saat terjadinya ovulasi. Fase sekresi Setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium menebal dan menjadi seperti beludru. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok-kelok, dan epitel kelenjar menjadi berlipat-lipat, sehingga memberikan gambaran seperti gigi gergaji. Inti bergerak ke bawah, dan permukaan epitel tampak kusut. Stroma menjadi edematosa. Terjadi pula infiltrasi leukosit yang banyak, dan pembuluh darah menjadi makin berbentuk spiral dan melebar. Lamanya fase sekresi sama pada setiap perempuan yaitu 14 hari. Fase Menstruasi Korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke-23 atau 24 pada siklus 28 hari, dan kemudian mulai bergresi. Akbiiatnya terjadi penurunan progesteron perangsangan pada endometrium. Perubahan iskemik terjadi pada arteriola dan diikuti dengan menstruasi.

3. Patomekanisme tidak haid/amenorea Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-

hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat (lihat artikel menstruasi). Amenorea sendiri terbagi dua, yaitu : Amenorea primer Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia 16 tahun. Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksi Amenorea sekunder Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea<jumlah darah menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 5% Secara umum Amenorhae disebabkan oleh : KompartemenI :kelainanterletakpada organ target uterus atauoutflow tract KompartemenII :kelainanpadaovarium. KompartemenIII :kelainanpadapituitri anterior KompartemenIV :kelainanpadasistemsyarafpusat (hipotalamus).

Penyebab tersering dari amenorea primer adalah: Pubertas terlambat Kegagalan dari fungsi indung telur Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina) Gangguan pada susunan saraf pusat Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal

Penyebab terbanyak dari amenorea sekunder adalah: kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi disingkirkan, maka penyebab lainnya adalah: Stress dan depresi Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan, obesitas Gangguan hipotalamus dan hipofisis Gangguan indung telur Obat-obatan Penyakit kronik dan Sindrom Asherman

Dari kasus diatas maka bisa disimpulkan bahwa remaja ini masuk dalam Amenorhea Primer yang disebabkan oleh gangguan pada Agenesis uterovaginal atau Gangguan Kompartemen 1 dan kompartemen II kelainan pada ovarium.

GANGGUAN PADA KOMPARTEMEN I

Agenesis duktus Mulleri Terhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-KusterHauser syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea primer dan tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relative sering sebagai

penyebab amenorea primer, lebih sering daripada insensitifitas androgen congenital dan lebih jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma initi dakada vagina atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak mempunyai saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya rudimenter, bikornu. Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat mengeluh adanya nyeri abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan beberapa tipe pseudo hermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk menunjukkan kariotipe yang normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau kadar progesterone perifer. Pertumbuhan dan perkembangan penderita normal.
1,4

Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur uterus tersebut. Bila gambaran anatomi sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan lebih murah serta tidak invasive bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasisisa duktus Mulleri tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti berkembangnya uterine fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi simptomatis ke dalam kanalis inguinalis.
1,9

Karena berbagai kesulitan dan komplikasi yang terjadi pada pembedahan, maka bila memungkinkan Speroff dkk lebih memilih alternative untuk melakukan konstruksi bedah dengan membuat vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff menganjurkan penggunaan dilatasi yang progresif seperti yang mula-mula diperkenalkan oleh Frank dan kemudian oleh Wabrek dkk. Mula-mula ke arah posterior vagina, dan kemudian setelah 2 minggu diubah ke arah atas dari aksis vagina, tekanan dengan dilator vagina dilakukan selama 20 menit setiap hari. Dengan menggunakan dilator yang ditingkatkan makin besar, vagina yang fungsional dapat terbentuk kurang lebih dalam 6-12 minggu. Terapi operatif ditujukan bagi penderita yang tidak dapat dilakukan penanganan dengan metode Frank, atau gagal, atau bila terdapat uterus yang terbentuk baik dan fertilitas masih mungkin untuk dipertahankan. Penderita seperti ini dapat diidentifikasi dengan adanya symptom retained menstruation. Ada juga yang merekomendasikan untuk melakukan laparotomi inisial yang gunanya untuk mengevaluasikan alis servikalis; jika serviks atresia, uterus harus diangkat.
1,2

Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan kanalisasi sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi urin. Septum transversalis dapat dibedakan dari hymen imperforate dengan kurang-nya distensi introitus pada maneuver Valsava.
1,2

Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal merupakan satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan emergensi. Keterlambatan dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi infertilitas sebagai akibat perubahan peradangan dan endometriosis. Pembedahan definitive harus dilakukan sesegera mungkin. Diagnostik dengan aspirasi menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan hematokol pos berubah menjadi pyokol pos.

Etiologi Mayer-Rokitansky- Kster-Hauser syndrome, yaitu:

13

1. Produksi faktor regresi Mulleri yang tidak sesuai pada gonad embrio wanita 2. Tidak adanya atau kurangnya reseptor estrogen yang terbatas pada saluran Muller bawah

3. Terhentinya perkembangan saluran Muller oleh bahan teratogenik. 4. Defek sel mesenkhim 5. Mutasi gen secara sporadis Knab percaya bahwa bahan teratogrnik dan gen mutan merupakan faktor etiologi yang paling mendekati.

Susan M. Carter dan Susan J. Gross memberikan panduan diagnosis penderita dengan agenesis vagina ( Mayer-Rokitansky Syndrome) secara sistematis, mulai dari anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:

1. Riwayat perjalanan penyakit a. Keluhan yang paling sering ditemukan adalah amenorhoe primer dan nyeri abdomen. Pasien mengalami masa pubertas dengan masa telarche yang normal. Karena ovarium berfungsi secara normal, penderita mengalami perubahan-perubahan pada tubuhnya sesuai dengan siklus menstruasi. b. Tidak dapat melakukan hubungan seksual, dikarenakan tidak adanya liang vagina. Tingkatan aplasia vagina dapat bervariasi dari tidak ada sama sekali vagina hingga saluran vagina yang berupa cekungan. c. Malformasi ginjal yang paling sering ditemukan adalah tidak adanya ginjal atau ginjal ektopik. Beberapa penderita mengeluh kesulitan berkemih atau infeksi saluran kemih berulang d. Kelainan tulang vertebra, tetapi temuan pada tulang ini umumnya tidak mempunyai kemaknaan klinis

2. Pemeriksaan fisik a. Pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder normal dan timbulnya setelah masa pubertas, sama seperti wanita normal lainnya. b. Tinggi badan normal c. Pemeriksaan vagina dengan spekulum tidak mungkin atau mengalami kesulitan tergantung tingkat agenesis vagina.

3. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan kromosom perlu dilakukan untuk menyingkirkan kelainan kariotipe kromosom X (misalnya sindroma Turner) b. Gangguan kromosome lainnya mungkin termasuk kariotipe 46,XY, yaitu bentuk dari sindroma insentisasi androgen (Androgen Insesitivity Syndrome/AIS) c. Kadar hormon hCG, LH dan FSH dalam sirkulasi normal, menunjukkan fungsi ovarium yang normal. 4. Pemeriksaan pencitraan a. Ultrasonografi USG merupakan pemeriksaan sonografi agenesis vagina yang baik karena tidak menimbulkan radiasi noninvasif dan tidak mahal. USG dapat dengan mudah menentukan batas atas vagina dan panjangnya. USG juga dapat mengidentifikasi kelainan uterus dan obstruksi tuba. Pemeriksaan ginjal dan vesika urinaria juga dapat dilakukan dengan USG. b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI dapat memberikan pencitraan yang terbaik dari jaringan seperfisial dan jaringan yang lebih dalam. MRI dapat mengklarifikasi hasil pemeriksaan USG mengenai cavum uterus, dan dapat memeriksa struktur subperitoneal serta dapat mendeteksi adanya serviks uteri. c. Laparoskopi Laparoskopi hanya dapat memberikan pemeriksaan cvum uteri secara tidak langsung. Tindakan laparoskopi lebih dipilih bila didapatkan sisa uterus atau ada endometriosis yang menyebabkan nyeri pelvis memerlukan eksisi. d. Pyelografi, dilakukan untuk memeriksa struktur ginjal e. Radiologi, dilakukan pemeriksaan foto rontgen spinal untuk mengetahui kelainan vertebra

TERAPI 1. Teknik Modifikasi McIndoe dan Bannister Teknik ini menggunakan selaput amnion. Selaput amnion yang akan digunakan sebagai graft dipisahkan dari plasenta segera setelah plasenta lahir. Darah ibu dan pencemar lain dibuang dengan mencucinya pada larutan saline steril sampai bersih.

Selaput amnion kemudian disimpan pada suhu 4 C dalam cairan yang mengandung 80 mg gentamisin per 100 ml larutan saline steril selama 48 jam sampai 72 jam sebelum digunakan untuk operasi. Selaput amnion dipasang pada cetakan vagina dari karet sedemikian rupa sehingga permukaan mesenkim amnion dapat kontak langsung dengan jaringan penderita. Penderita dalam narkose umum dan dalam posisi litotomi. Insisi oblik dibuat pada ruang rektovesical secara hati-hati jangan sampai melukai vesika urinaria dan rektum. Liang vagina dibuat dengan diseksi secara tumpul sedalam 14 sampai 16 cm dan diameter 3-4 cm. Setelah dilakukan hemostasis, cetakan vagina yang terbungkus dengan lapisan amnion dimasukkan. Dua sampai tiga jahitan dengan silk pada labia mayora untuk menjaga agar cetakan pada posisinya. Ikatan pada labia diangkat pada hari ke-8 dan cetakan dikeluarkan. Pasien diberitahu cara menggunakan dilator vagina yang dilapisi kondom dan dianjurkan untuk memasukkan dua sampai tiga kali sehari selama 10 menit. Setelah tiga minggu, penderita dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual, jika mungkin, atau melanjukkan menggunakan dilator selama satu minggu lagi. Setelah 60 hari post operasi dilakukan pemeriksaan sampel pada selaput amnion dan didapatkan terjadi perubahan epitel amnion menjadi epitel skuamosa matang yang menunjukkan epitelisasi yang lengkap. Sel-sel tersusun dengan lapisan yang sama seperti epitel vagina normal yaitu lapisan superfisial, intermediat dan lapisan dalam.

2. Flap fasciocutaneous pudenda Flap pudendal merupakan flap fasciocutaneus dengan serabut syaraf sensoris dengan dasar cabang akhir arteri perineal superfisial, cabang dari arteri pudenda interna. Beberapa peneliti melaporkan bahwa penggunaan flap ini secara bilateral untuk merekonstruksi vagina terutama pasien dengan atresia kongenital. Tehnik ini sederhana, aman dan realibel dan tidak perlu menggunakan dilator setelah operasi. Sudut inklinasi vagina fisiologis dan alami, bagian donor dapat ditutup secara primer dan meninggalkan scar linier yang tak terlihat dan vagina yang baru mempunyai sensasi dengan potensi erogen seperti perineum dan paha atas. Penderita dalam posisi semi-litotomi, sehingga memungkinkan pendekatan abdominal dan perineal yang simultan. Laparotomi dilakukan menggunakan insisi pfannenstiel

untuk memisahkan ruang anterior antara vesika urinaria dan uterus, dan ruang posterior antara uterus dan rektum. Secara bersamaan, ruang antara vesica urinaria dan rektum dibuat dengan diseksi secara tajam dan tumpul. Diseksi dilanjukkan sampai ruangan cukup besar sehingga tiga jari dapat masuk dan diseksi anterior dan posterior yang dilakukan pada laparotomi dapat dicapai. Kemudian flap fasciocutaneous pudendal dengan ukuran 14,5-16,5 cm x 5-6 cm dimasukkan pada daerah lipat paha Insisi dimulai pada ujung anterior flap, kemudian diperdalam melalui jaringan kulit dan subkutan pada fascia sebelah dalam pada kedua sisi, kecuali pada ujung posterior flap. Fascia dalam dijahit pada kulit bagian naterior, dan flap diankat dengan fascia dalam dan epimisium memalui bagian proksimal otot adduktor. Pada bagian posterior, kulit dan jaringan subkutan diinsisi sepanjang 1,5 cm dan dibuat terowongan sejajar kulit. Dengan cara ini flap dapat dibuat terowongan pada arah medial labia.

3. Penggunaan Kolon Sigmoid (Metode Wagner)

Penggunakan graft dengan usus untuk operasi agenesisi vagina diperkenalkan 100 tahun yang lalu oleh Baldwin. Karena morbiditasnya tinggi, penggunaan usus dalam sejarah tidak digunakan sebai terapi pilihan pertama. Tetapi keuntungan tehnik ini memberikan hasil anatomis yang baik. Dengan peningkatan tehnik anastomosis colorektal, persiapan usus yang baik, dan penggunaan antibiotik prophilaksis sehingga sekarang ini penggunaan graft sigmoid menjadi terapi pilihan pertama.

Persiapan mekanis usus (dengan polyethylene glycol dan enema rektal) dimulai 36 jam sebelum operasi. Antibiotik diberikan selama operasi dan dilanjutkan tiga-empat hari setelah operasi. Prosedur operasi dengan tehnik insisi Pfannenstiel. Setelah memeriksa anatomi organ genitalia interna dan mobolitas dan panjang kolon, tanduk ueterus yang rudimenter dan bagian atas septum fibromuskuler dibuang.

Kemudian, sebuah saluran dibuat antara vesika urinaria dan rektum, dari kavum Dauglas ke perineum. Perlukaan vesika urinaria dan rektum dicegah dengan memasukkan ruang vestibular dengan dilator transparan yang bercahaya dari perineum.

Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan kolon sigmoid secara Champeau. Setelah pengangkatan kolon sogmoid, 15-20 cm di atas rectosigmoid junction. Kemudian segmen kolon dibawa ke perineum melalui saluran antara vesica urinaria dan rektum. Dilakukan anastomosis colovestibular dengan benang polyglactine 3/0 secara terputus. Ujung neovagina dijahit pada fascia promontorium dengan benang polyester. Tindakan diakhiri dengan penutupan mesosigmoid dan rongga abdomen abdomen.

4. Metode Vecchietti A. Insensitifitas androgen (Feminisasitestikuler) Insensitifitas androgen komplit (sindromafeminisasitestikuler) merupakan diagnosis yang paling mungkin bilamana terjadi kanalis vaginalis yang buntu dan uterus tidakada. Kelainan ini merupakan penyebab amenorea primer yang ketiga setelah disgenesis gonad dan agenesis mullerian. Penderita dengan feminisasi testikuler merupakan pseudo hermafrodit pria. Kata pria di sini, didasarkan pada gonad yang dimiliki penderita; jadi individu ini memiliki tes tes dan kariotipe XY. Pseudo hermafrodit artinya bahwa alat genitalnya berlawanan dengan jenis gonad-nya; jadi, individu tersebut secara fenotif wanita tetapi dengan tidak ada atau sangat kurangnya rambut kemaluan dan ketiak.

Pseudo hermafrodit pria adalah genetic dan gonad yang dimilikinya pria dengan kegagalan virilisasi. Kegagalan dalam perkembangan pria dapat meliputi suatu spectrum dengan bentuk insensitifitas androgen yang inkomplit. Transmisi kelainan ini melalui X1

linked recessive gene yang bertanggung-jawab terhadap reseptor androgen intraseluler.


4

Diagnosis klinik harus dipertimbangkan pada keadaan berikut: anak perempuan dengan hernia inguinal karena testes sering kali mengalami parsial descensus - penderita dengan amenorea primer dan tidak ada uterus - penderita tanpa bulu-bulu di tubuh.

Penderita kelihatan normal pada saat lahir kecuali mungkin adanya hernia inguinal, dan penderita tidak dibawa ke dokter sampai usia pubertas. Pertumbuhan dan perkembangan normal. Payudara abnormal dimana didapatkan jaringan kelenjar tidak cukup, putting susu kecil, dan areola mammae pucat. Lebih dari 50% dengan hernia inguinalis, labia minora biasanya kurang berkembang, dan blind vagina kurang dalam daripada normal.

Tuba fallopi yang rudimenter terdiri dari jaringan fibromuskuler kadang kala dengan hanya selapis epitel. Karena penderita ini sudah merasakan dirinya sebagai seorang wanita, maka kadang-kadang tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Testis yang berada intra abdominal perlu dilakukan tindakan pengangkatan karena 10% dari kasus dengan testis intra abdominal dapat menjadi ganas. Bila telah diputuskan untuk mengangkat testis, maka perlu diberikan pengobatan substitusi hormon.

GANGGUAN PADA KOMPARTEMEN II

Sindroma ovarium resisten

Sindrom aovarium resisten Salah satu keadaan yang menarik dari factor ovarium yang menimbulkan gangguan haid ialah sindroma ovarium resisten gonadotropin, yang dikenal pula dengan istilah sindroma ovarium insensitive atau ovarium hiposensitif gonadotropin. Penyebab yang pasti dari kelainan ini belum seluruhnya terungkap. Kini yang banyak diperbincangkan adalah adanya gangguan pembentukan reseptor-reseptor gonadotropin di ovarium akibat proses autoimun. Dugaan kearah diagnosis dari sindroma ovarium resisten gonadotropin ditegakkan baik secara klinis maupun secara laboratories dan histopatologis. Secara klinis kelainan ini ditandai dengan sindroma yang terdiri dari gangguan haid berupa oligomenorea sampai amenorea, sedangkan secara laboratories dijumpai hipergonadotropin dan hipoestrogen. Secara histologist pada kelainan ini masih dijumpai struktur jaringan ovarium yang normal dengan folikel primordial yang masih utuh.

Jarang terjadi penderita amenorea disertai peningkatan kadar gonadotropin walaupun terdapat folikel-folikel ovarium normal dan tidak ada bukti penyakit autoimun. Laparotomi diperlukan untuk sampai pada diagnosis yang benar dengan menghasilkan evaluasi histologis ovarium yang adequat. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya folikel-folikel tetapi tidak adanya infiltrasi limfositik dengan penyakit autoimun. Karena kelainan ini jarang dan kesempatannya sangat kecil untuk dapat hamil bahkan dengan pemberian gonadotropik eksogen dosis tinggi, Speroff berpendapat bahwa tidak ada manfaat untuk melakukan laparotomi untuk biopsi ovarium pada setiap penderita amenorea, gonadotropin tinggi, dan normal kariotipe.

Karena penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, maka pengobatannya lebih bersifat simptomatis. Banyak peneliti menganjurkan pemberian substitusi siklik estrogen dan progesteron.

You might also like