You are on page 1of 19

IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD DALAM ERA DESENTRALISASI/OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Oleh: Dian Imanina Burhany ABSTRACT Public administration reform which started with the new public management (NPM) had shifted public sector management paradigm from administrative to managerial values. Now public sector can be managed as private sector or we can name it private sector solution to the public sector problem. Balanced scorecard (BSC) which before only used at the private sector now can be used at the public sector too. In decentralization or autonomy era in Indonesia now, BSC implementation as strategic management tool and performance measurement tool which use both financial and non-financial perspective is very proper because it can help the government manager to focus to their objectives based on the strategies they have formulated. Key words: The new public management, reinventing government, balanced scorecard, desentralisasi, otonomi daerah

PENDAHULUAN Pada awal tahun 1990-an, suatu pendekatan baru terhadap administrasi publik mulai dilakukan di Amerika Serikat. Pendekatan ini merupakan reformasi untuk meningkatkan kinerja sektor publik yang dari waktu ke waktu menunjukkan penurunan. Hasil survey menunjukkan bahwa pada tahun 1963 sebanyak 76% publik percaya bahwa pemerintah federal di Amerika Serikat akan melakukan hal yang tepat bagi rakyatnya, namun di tahun 1993 kepercayaan itu turun menjadi hanya 20% (Rosenbloom dan Kravchuck, 2005:20). The New Public Management (NPM) merupakan reformasi administrasi publik yang mengubah dan menggeser paradigma pengelolaan sektor publik dari sekedar administrasi menjadi manajemen. Penggagas NPM yang sangat terkenal adalah David Osborne dan Ted Gaebler yang memperkenalkan Reinventing Government pada tahun 1992. Gagasan utama konsep reinventing government adalah mengelola pemerintahan sebagaimana layaknya mengelola bisnis atau perusahaan dengan cara memasukkan prinsip-prinsip enterpreneurship dalam pemerintahan. Ada sepuluh prinsip yang dimaksud oleh Osborne dan Gaebler yaitu:

1. Customer-driven government, yaitu pemerintah harus mendekatkan diri dan memberikan kepuasan kepada pelanggannya yaitu warga negaranya. 2. Mission-driven government, yaitu pemerintah harus menjalankan kegiatannya berdasarkan misi yang telah ditetapkan sejak awal. 3. Anticipatory government, yaitu prinsip yang dikembangkan dari paradigma lebih baik mencegah dari pada mengobati dengan cara memberikan edukasi untuk mencegah masalah dan bukan hanya menunggu masalahnya terjadi lalu diatasi. 4. Result-oriented government, yaitu pemerintah harus menentukan hasil yang ingin dicapai dan mengukurnya untuk mengetahui tingkat keberhasilannya. 5. Competitive government, yaitu pemerintah harus berani bersaing dengan swasta dan menghilangkan monopoli untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 6. Enterprising government, yaitu pemerintah yang berjiwa wirausaha yang dapat menghasilkan uang serta membelanjakannya untuk kepentingan masyarakat. 7. Decentralized government, yaitu bentuk pemerintahan yang memberikan otonomi kepada unit pemerintahan sampai kepada unit terkecil agar keputusan dapat diambil secara lebih cepat sehingga pemerintahan menjadi lebih efektif, fleksibel dan produktif. 8. Community-owned government, yaitu prinsip di mana pada masyarakat ditumbuhkan rasa memiliki pemerintahan sehingga diberikan partisipasi dan bahkan wewenang untuk ikut menjalankan fungsi-fungsi pelayanan seperti keamanan lingkungan, pemeliharaan jalan, dan sebagainya. 9. Catalytic government, yaitu pemerintah harus lebih berperan sebagai pengarah dengan melibatkan secara aktif masyarakat dan swasta dalam kegiatan publik. 10. Market-oriented government, yaitu pemerintah harus memperhatikan penawaran, permintaan, aksesibilitas, informasi, dan peraturan yang ada di pasar dalam menjalankan fungsinya.

Indonesia yang telah memasuki era reformasi sejak tahun 1997, tidak ketinggalan melakukan reformasi di sektor publik yang tidak dapat dilepaskan dari reformasi politik yang dilakukan terlebih dahulu. Salah satu bentuk reformasi sektor publik terpenting yang telah dilakukan Indonesia adalah penerapan desentralisasi terhadap pemerintahan daerah di seluruh Indonesia atau yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah, yaitu melalui Undangundang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004) dan Undang-undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004). Reformasi pengelolaan sektor publik atau pemerintahan dengan sudut pandang enterprise atau bisnis juga telah membuka wawasan pelaksana pemerintahan untuk mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan bisnis modern dalam pemerintahan. Landasan berpikirnya adalah bahwa jika bisnis atau sektor privat bisa sukses dengan suatu prinsip, praktek, metode atau pendekatan, tentu sektor publik juga bisa. Intinya adalah, sektor publik dikelola secara profesional sebagaimana halnya sektor privat atau private sector solution to the public sector problem.

BALANCED SCORECARD Suatu praktek yang sangat populer dalam bisnis saat ini adalah apa yang dikenal sebagai Balanced Scorecard (BSC). BSC merupakan suatu sistem manajemen strategik yang menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam sejumlah pengukuran kinerja yang terpadu dan seimbang (balanced) dengan melengkapi perspektif keuangan dengan perspektif non-keuangan. Konsep ini diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1990-an sebagai salah satu gagasan bisnis yang paling berpengaruh sejak 75 tahun terakhir ini. Definisi BSC dikemukakan oleh Blocher, Chen, Cokins dan Lin (2005:44) sebagai: A performance report based on a broad set of both financial and nonfinancial measures.

The balanced scorecard consist of four perspectives or grouping of critical success factors: (1) the financial perspective includes financial performance measures such as operating income and cash flow, (2) the customer perspective includes measures of customer satisfaction, (3) the internal process perspective includes measures of productivity and speed, among others, and (4) learning and innovation includes such measures as employee training hours and the number of new patent or new products. Sementara Garrison dan Noreen (2003:445) mengemukakan: A balanced scorecard consist of an integrated set of performance measures that are derived from the companys strategy and that support the companys strategy throughout the organization. Dengan maksud yang sama, Dess dan Lumpkin (2003:93) menguraikan bahwa: A balanced scorecard is a set of measures that provide top managers with a fast but comprehensive view of the business. It includes financial measures that reflect the results of actions already take, but it complements these indicators with operational measures of customer satisfaction, internal processes, and the organizations innovation and improvement activities-operational measures that drive future financial performance. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa BSC pada dasarnya merupakan ukuran kinerja yang mendobrak ukuran kinerja tradisional yang hanya berorientasi pada indikator atau perspektif keuangan menjadi ukuran kinerja yang juga memasukkan perspektif non-keuangan. Hanya mengandalkan perspektif keuangan sebagai ukuran kinerja membuat manajer terlalu berorientasi keuangan yang sifatnya jangka pendek dan cenderung mengabaikan tujuan jangka panjang yang justru sangat penting dalam menciptakan keunggulan bersaing perusahaan. Keempat perspektif dalam BCS selengkapnya adalah: 1. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (The Learning and Growth Perspective) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Tujuan perspektif ini adalah menyediakan

infrastruktur bagi pencapaian tujuan perspektif lainnya. Inilah sebenarnya yang menjadi titik awal yang harus dicapai dari ketiga perspektif yang lainnya. Perspektif ini berfokus pada kapabilitas personil/karyawan perusahaan karena dengan tingginya kapabilitas atau kemampuan karyawanlah perspektif lainnya dapat ditingkatkan. Ukuran yang biasanya digunakan dalam perspektif ini adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan, dan produktivitas karyawan. 2. Perspektif Proses Bisnis Internal (The Internal Business Process Perspective) Perspektif ini mengidentifikasikan proses-proses yang penting bagi organisasi untuk melayani pelanggan (perspektif pelanggan) dan pemilik organisasi (perspektif keuangan). Terdapat hubungan kausal yang erat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan perspektif proses bisnis internal ini. Karyawan yang melakukan pekerjaannya dengan baik tentu akan meningkatkan proses bisnis. Ada 3 komponen utama dalam proses bisnis internal yaitu: (a) Proses inovasi, yang dapat diukur dari jumlah produk baru yang dihasilkan, waktu penyerahan produk ke pasar, dan lain-lain. (b) Proses operasional, yang diukur dari peningkatan kualitas produk, waktu proses yang lebih singkat, dan lain-lain. (c) Proses pelayanan, yang diukur dari pelayanan purna jual, waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan, dan lain-lain. 3. Perspektif Pelanggan (The Customer Perspective) Perspektif pelanggan menggambarkan pelanggan dan segmen pasar di mana organisasi berkompetisi. Dengan kata lain, fokus perspektif ini adalah bagaimana organisasi harus melihat pelanggannya agar organisasi dapat mencapai kesuksesan. Keberhasilan perspektif ini merupakan hasil dari keberhasilan proses bisnis internal. Ukuran yang sering digunakan adalah kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, pangsa pasar, dan

profitabilitas pelanggan. 4. Perspektif Keuangan (The Financial Perspective) Perspektif keuangan di satu sisi menggambarkan kinerja keuangan atau finansial yang dicapai oleh organisasi atas aktivitas yang dilakukan dalam ketiga perspektif lainnya. Di sisi lain, organisasi biasanya merumuskan tujuan keuangannya terlebih dahulu sebagai dasar bagi ketiga perspektif lainnya dalam menetapkan tujuan, aktivitas dan ukurannya. Secara menyeluruh, kinerja keuangan menggambarkan apakah implementasi strategi organisasi memberikan kontribusi atau tidak terhadap keberhasilan finansial organisasi. Kinerja keuangan juga menjadi sarana bagi pihak eksternal untuk menilai keberhasilan organisasi perusahaan. Ukuran yang sering digunakan dalam perspektif ini adalah return on asset (ROA), return on equity (ROE), economic value added (EVA), dan lain-lain. Pada awalnya BSC memang digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kinerja perusahaan, namun selanjutnya peran BSC lebih diperdalam lagi yaitu sebagai suatu sistem untuk menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam ukuran kinerja dari keempat perspektif tersebut. Secara tegas Garrison dan Noreen mengatakan bahwa ukuran kinerja dalam BSC diambil dari strategi perusahaan dan sekaligus digunakan untuk merumuskan strategi itu sendiri. Dengan maksud yang sama, Blocher, Chen, Cokins dan Lin (2005:45) mengibaratkan BSC sebagai a two way street. BSC merupakan alat untuk membantu penerapan strategi (Strategy BSC) dan juga merefleksikan strategi (BSC Strategy), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Penerapan atau implementasi BSC dalam suatu organisasi harus dimulai dengan merumuskan visi, misi dan strategi organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya berdasarkan visi, misi dan strategi tersebut dirumuskanlah tujuan (objectives), ukuran (measures), target (targets) dan inisiatif (initiatives) pada setiap perspektif dalam BSC. Dengan menerjemahkan strategi ke dalam tindakan-tindakan nyata tersebut akan lebih mudah bagi para personil

perusahaan untuk mengarahkan tindakan-tindakannya ke arah pencapaian tujuan. Pada akhirnya, penilaian kinerja juga menjadi lebih objektif karena apa yang diukur adalah apa yang telah dilakukan (lihat Gambar 2).

Performance Measures
Financial Has our financial performance improved? What are Our financial goals? What customers do we want to serve and how are we going to win and retain them?

Customer Do customers recognize that we are delivering more value?

Vision and Strategy

Internal Business Processes Have we improved key business processes so that we can deliver more value to customers?

What internal business processes are critical to providing value to customers?

Learning and Growth Are we maintaining our ability to change and improve?

Gambar 1. From Strategy to Performance Measures: The Balanced Scorecard


Sumber: Garrison dan Noreen (2003:447)

Gambar 2. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action


Sumber: Kaplan dan Norton (1996) dalam Amin Widjaja Tunggal (2001:6)

Dess dan Lumpkin (2003:27) menguraikan arti dari istilah tersebut sebagai berikut: Visi (vision) adalah suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang. Biasanya diciptakan melalui konsensus yang memberikan arah dan fokus bagi suatu organisasi. Misi (mission) adalah suatu pernyataan yang memberikan dasar untuk pembuatan keputusan tentang alokasi sumber daya dan penetapan tujuan yang diterjemahkan dari visi. Strategi (strategy) adalah suatu pernyataan tentang apa yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mencapai visi dan misi, berupa sekumpulan tindakan terintegrasi yang konsisten dengan suatu struktur biaya yang memungkinkan pencapaian hasil yang unggul dan berkelanjutan. Tujuan (objectives) adalah operasionalisasi dari misi pada berbagai perspektif . Ukuran (measures) adalah indikator yang mengarahkan pencapaian tujuan. Target (targest) adalah suatu tingkat kinerja yang diharapkan atau peningkatan yang diperlukan di masa mendatang. Inisiatif (inisiatives) adalah program-program atau proyek-proyek utama yang harus dilaksanakan agar memenuhi satu atau lebih tujuan-tujuan strategis. Berdasarkan skema itu, Rohm (2003) mengemukakan enam tahapan untuk membangun BSC yaitu: 1. Menilai fondasi organisasi Penilaian fondasi organisasi meliputi analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman organisasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT atau benchmarking terhadap organisasi lainnya. Berdasarkan penilaian fondasi ini organisasi menentukan apa yang menjadi visi dan misi organisasi, termasuk mengidentifikasi kebutuhan dan faktor-faktor yang mendukung organisasi untuk mencapai misinya.

2.

Membangun strategi bisnis Dalam membangun strategi, organisasi harus mempertimbangkan pendekatan apa saja yang bisa digunakan untuk menjalankan strategi tersebut, termasuk di dalamnya apakah strategi tersebut bisa dijalankan, berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan dan apakah strategi tersebut mendukung pencapaian misi organisasi.

3.

Membuat tujuan organisasi Tujuan organisasi merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan oleh organisasi serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Tujuan harus dinyatakan dalam bentuk yang spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil dan memiliki batas waktu pencapaian.

4.

Membuat peta strategi (strategic map) bagi strategi bisnis Peta strategi atau strategic map dapat dibangun dengan menghubungkan strategi dan tujuan ke dalam empat perspektif dari unit-unit dengan menggunakan hubungan sebabakibat (cause-effect relationship).

5.

Menentukan ukuran kinerja Ukuran atau indikator kinerja harus ditetapkan sesuai dengan tujuan-tujuan strategis. Dalam setiap perspektif dinyatakan tujuan-tujuan strategis yang ingin dicapai, maka untuk setiap tujuan strategis harus ditetapkan paling sedikit satu ukuran kinerja.

6.

Menyusun inisiatif Inisiatif adalah program-program yang harus dilakukan untuk memenuhi salah satu atau berbagai tujuan strategis. Inisiatif ditetapkan dengan berdasarkan pada target yaitu tingkat kinerja yang diinginkan. Manfaat utama BSC adalah membantu perusahaan dalam mengimplementasikan

strategi yang telah ditetapkan ke dalam tindakan-tindakan nyata yang dibagi ke dalam empat perspektif yang meliputi perspektif keuangan dan non-keuangan, namun selain itu BSC juga

memberikan manfaat-manfaat lainnya. Selengkapnya, Blocher, Chen, Cokins dan Lin (2005:45) memberikan empat manfaat kunci dari BSC sebagai berikut: 1. Membantu implementasi strategi dengan mengarahkan perhatian manajer pada faktor kritis sukses (critical success factor) yang relevan dan cara mencapainya. 2. Menentukan sifat dan arah dari perubahan yang harus dilakukan dalam

pengimplementasian strategi. 3. Menjadi dasar yang obyektif bagi perusahaan dalam penilaian kinerja dan penentuan kompensasi manajemen. 4. Menjadi suatu kerangka kerja bagi seluruh personil perusahaan dalam melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan.

BALANCED SCORECARD PADA SEKTOR PUBLIK Walaupun pada awalnya dimaksudkan untuk organisasi yang berorientasi laba atau sektor privat, kerangka kerja universal dari BSC juga dapat diterapkan pada organisasi sektor publik. Dalam BSC, kebingungan mengenai misi dan tujuan organisasi dapat berkurang karena strategi dijelaskan dan diukur. Bila scorecard pada setiap level dikomunikasikan dengan jelas ke seluruh organisasi, individu dalam organisasi dapat menyesuaikan aktivitas sehari-hari dengan strategi dan secara otomatis akan membantu organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya. Hal ini relevan bukan hanya bagi organisasi sektor privat tetapi juga bagi organisasi sektor publik termasuk organisasi pemerintahan. Blocher, Chen, Cokins dan Lin (2005:50) memberikan contoh, pada organisasi sektor publik BSC dapat digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja organisasi pada perspektif proses internal (misalnya: jumlah sampah yang diangkut), kepuasan pelanggan (publik dan pemimpin politik sebagai pelanggan), keuangan (misalnya: tingkat kredit, saldo dana) dan pada perspektif lainnya. Namun secara umum, terdapat perbedaan-perbedaan

10

perspektif BSC yang diterapkan pada organisasi bisnis (sektor privat) yang berorientasi laba dan pada organisasi pemerintah (sektor publik) yang berorientasi pelayanan pada publik. Tabel berikut ini memaparkan perbedaan-perbedaan perspektif utama antara kedua jenis organisasi tersebut: Tabel. Perbedaan Perspektif pada Sektor Privat dan Sektor Publik
Perspektif Finansial/ Efisiensi Operasional Pelanggan Organisasi Bisnis (Sektor Privat) Bagaimana kita melihat/ memandang dan memberikan nilai kepada pemegang saham? Bagaimana pelanggan melihat atau memandang dan mengevaluasi kinerja kami? Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai kepada pelanggan, pemegang saham, karyawan, manajemen serta organisasi? Apa yang harus diunggulkan dari proses dan produk kami? Organisasi Pemerintah (Sektor Publik) Bagaimana kita melihat/memandang dan memberikan nilai kepada masyarakat dan atau pembayar pajak? Bagaimana orang-orang yang menggunakan jasa/pelayanan publik memandang dan mengevaluasi kinerja kami? Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai bagi masyarakat/pembayar pajak, aparatur dan pejabat pemerintah, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder)? Apakah program-program pembangunan yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan?

Pembelajaran dan Pertumbuhan

Proses dan Produk

Sumber: Gaspersz (2002)

Fokus utama organisasi pemerintah bukan hanya pada pencapaian tujuan finansial tetapi pada pencapaian tujuan yang berfokus pada pelanggan, yang dalam konteks ini adalah masyarakat pembayar pajak. Dengan demikian, perspektif pelanggan menjadi pengendali ukuran scorecard organisasi pemerintah. Keberhasilan organisasi pemerintah selayaknya diukur melalui efektivitas dan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat pembayar pajak. Untuk menciptakan perspektif pelanggan, para manajer atau pejabat pemerintahan dapat memulai mendefinisikan segmen masyarakat yang akan mereka layani dan kemudian memilih tujuan dan ukuran kinerja untuk segmen masyarakat ini. Pernyataan visi, misi dan strategi harus diterjemahkan ke dalam tujuan spesifik yang berorientasi masyarakat dan dikomunikasikan ke seluruh organisasi pemerintah. Selanjutnya, berdasarkan fokus untuk memberikan nilai bagi segmen-segmen masyarakat, para manajer yang mengelola organisasi pemerintah harus mengidentifikasi perspektif proses internal organisasi pemerintah itu. Kinerja proses internal yang paling 11

kritis untuk mencapai tujuan pemberian pelayanan berkualitas kepada masyarakat harus diidentifikasi, diukur, dianalisis, dan ditingkatkan secara terus menerus. Kunci perspektif proses internal dalam organisasi pemerintah adalah mengidentifikasi proses kunci, mengukur dan menganalisis, menentukan target kinerja, dan melaksanakan inisiatif atau program peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan utama yaitu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, tujuannya adalah sebagai pengendali (driver) untuk mencapai keunggulan hasil dalam perspektif yang lain terutama perspektif pelanggan. Hal ini berkaitan dengan pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang bekerja dalam organisasi pemerintah, kemampuan sistem infomasi untuk pembuatan keputusan, peningkatan motivasi dan pemberdayaan karyawan (aparatur pemerintah) dan kesesuaian serta kesalingterkaitan di antara hal-hal tersebut. Investasi yang tepat dalam area ini akan memberikan posisi yang lebih baik kepada organisasi pemerintah untuk menjamin tercapainya misi dan tujuan jangka panjang yaitu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Adapun perspektif keuangan diarahkan pada penggunaan anggaran yang efektif dan efisien serta perolehan pendapatan yang penggunaannya pada akhirnya ditujukan untuk kepentingan publik. Dengan kata lain, perspektif ini bukanlah tujuan akhir tapi merupakan alat untuk mencapai tujuan pada perspektif pelanggan. Jadi, penerapan BSC pada organisasi pemerintah memerlukan beberapa penyesuaian. Menurut Gaspersz (2002), hal ini disebabkan oleh karena: 1. Fokus utama organisasi pemerintah adalah masyarakat (publik) dan kelompok tertentu. 2. Tujuan utama organisasi pemerintah bukan maksimalisasi hasil finansial tetapi keseimbangan pertanggungjawaban finansial (anggaran) melalui pelayanan kepada pihakpihak yang berkepentingan (stakeholder) sesuai dengan visi dan misi organisasinya.

12

3. Mendefinisikan

ukuran

dan

target

dalam

perspektif

pelanggan

(stakeholder)

membutuhkan pandangan dan kepedulian yang tinggi, sebagai konsekuensi dari peran kepengurusan organisasi pemerintah, dan membutuhkan definisi yang jelas serta hasil strategis yang diinginkan. Berikut adalah contoh kerangka BSC untuk organisasi pemerintah:

Perspektif Pelanggan Pelayanan publik berkualitas yang dilakukan oleh profesional yang berpengetahuan Indikator-indikator kinerja Target-target Program-program Perspektif Proses Internal Pertumbuhan bisnis, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan lainlain Indikator-indikator kinerja Target-target Program-program Perspektif Pembelajaran Organisasi Kompetensi/kemampuan beradaptasi, pegawai yang bermotivasi, dan lain-lain Indikator-indikator kinerja Target-target Program-program

Visi dan Strategi

Perspektif Finansial Neraca pembayaran (APBN, APBD), Pendapatan asli daerah (PAD), produk domestik bruto (PDB), pendapatan per kapita, dan lain-lain Indikator-indikator kinerja Target-target Program-program

Gambar 3. Contoh Balanced Scorecard pada Organisasi Pemerintah


Sumber: Gaspersz (2002)

IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD DALAM ERA DESENTRALISASI/ OTONOMI DAERAH DI INDONESIA Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004) dan Undang-undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004) menjadi tonggak dimulainya otonomi daerah di Indonesia. Inti dari otonomi daerah adalah pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah itu sendiri. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pada pasal 1 ayat (3)

13

diberikan pengertian mengenai daerah otonom sebagai berikut: Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintah Daerah terdiri atas gubernur, bupati, walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Implikasi utama dan terpenting dari diberlakukannya otonomi daerah adalah terdesentralisasinya penyelenggaraan keuangan kepada pemerintah daerah. Hal ini juga ditindaklanjuti dengan dilakukannya reformasi di bidang akuntansi yaitu dengan terbitnya Standar Akuntansi Pemerintahan yang merubah paradigma pencatatan akuntansi

pemerintahan dari cash basis menjadi cash toward accrual, dengan mengaplikasikan prinsipprinsip akuntansi di sektor privat (bisnis) ke dalam organisasi pemerintahan di Indonesia. Namun sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemberlakuan otonomi daerah ini juga membuka peluang bagi para manajer/pimpinan pemerintah daerah untuk lebih leluasa menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern dalam mengelola daerahnya, bukan saja dari aspek keuangan tapi juga dalam berbagai aspek lainnya. Pendekatan BSC dalam hal ini juga relevan untuk diimplementasikan di pemerintahan daerah (provinsi, kota dan kabupaten). Hilton, Maher dan Selto (2000:918) mengakui bahwa implementasi BSC membutuhkan waktu yang tidak singkat, berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun. Lebih jauh lagi, ini merupakan proses yang berjalan terus karena target, ukuran kinerja dan bahkan strategi dapat berubah sewaktu-waktu. Orang-orang di pemerintahan yang sudah merasa nyaman dengan satu atau sedikit ukuran kinerja mungkin akan frustasi dengan BSC. 14

Namun hal itu harus diatasi karena penggunaan BSC memberikan gambaran yang lebih realistis bagi organisasi di mana ukuran finansial bukanlah segala-galanya, terutama bagi organisasi pemerintah yang orientasi atau fokus utamanya adalah pelayanan publik. Implementasi BSC pada sektor publik bukanlah suatu hal yang mustahil. Yang dibutuhkan sebenarnya adalah kemauan dan komitmen dari pemerintah untuk

menerapkannya. Contoh implementasi BSC pada sektor publik atau pemerintahan yang sukses adalah pada City of Charlotte di Amerika Serikat. Sebagaimana digambarkan oleh Kaplan dalam Garrison dan Noreen (2003:46), manajer City of Charlotte menyatakan bahwa BSC merupakan sistem komunikasi, informasi dan pembelajaran bagi kota mereka. BSC membantu manajer kota untuk menghubungkan apa yang dilakukan dengan apa yang ingin dicapai sehingga mereka dapat mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan. Secara kongkrit, implementasi BSC pada pemerintahan daerah di Indonesia pada era desentralisasi/otonomi daerah sangat konsisten dan sejalan dengan kebijakan pengembangan Rencana Strategik (Renstra) yang mengarahkan organisasi pemerintah untuk merumuskan rencana-rencana strategis di organisasinya masing-masing. Penyusunan Renstra merupakan langkah perencanaan strategik yang dilakukan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi organisasi pemerintahan. BPKP menyatakan bahwa BSC dapat dipilih sebagai alternatif dalam penyusunan dan pengembangan Renstra karena teknik ini berguna untuk: Memetakan strategi yang sudah ada atau yang akan ada Mengenali outcome yang akan dihasilkan dan kinerja pencapaian beserta driver-nya Melakukan pemilihan strategi dan mengevaluasi kinerja Alat analisis dan evaluasi yang komprehensif karena melihat dari berbagai perspektif. Karena suatu strategi pada dasarnya disusun untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka untuk mengetahui apakah strategi tersebut berhasil atau tidak maka dilakukan pengukuran terhadap hasil dari implementasi strategi tersebut. Oleh karena itu, dalam

15

pengembangan Renstra sudah dilakukan langkah pengidentifikasian indikator kinerja. Indikator kinerja dalam Renstra mengacu pada laporan yang disusun sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah kepada publik yaitu Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Dengan demikian, sebagai suatu sistem strategi, BSC diaplikasikan pada saat penyusunan Renstra dan sebagai suatu alat pengukuran kinerja indikator-indikator kinerja BSC diaplikasikan pada LAKIP. Gambar 4 menyajikan skema yang menggambarkan kaitan antara pengembangan Renstra dan peyusunan LAKIP di mana BSC dapat diaplikasikan di dalamnya. Dari skema tersebut terlihat konsistensi pengembangan Renstra yang merumuskan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi dengan BSC yang juga berangkat dari visi dan misi untuk merumuskan tujuan, sasaran dan strategi. Dengan demikian, BSC dapat diimplementasikan dengan mengaplikasikan keempat perspektif BSC pada saat pengembangan Renstra tersebut. Di sisi lain, indikator kinerja yang dituangkan dalam LAKIP dengan sendirinya juga mengacu pada keempat perspektif BSC.

VISI (VISION)

MISI (MISION) VALUE LINGKUNGAN CSF TUJUAN (GOAL)

SASARAN (OBJECTIVES)

LAKIP

Aktivitas RENOP

STRATEGY

PERFORMANCE (KINERJA)

Gambar 4. Pengembangan Renstra dan LAKIP


Sumber: Tim AKIP BPKP (2003:40)

Salah satu pemerintah daerah yang sudah mengimplementasikan BSC adalah

16

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Dengan mengambil prinsip-prinsip utama BSC, Pemprov Kaltim menerjemahkan misi dan strateginya ke dalam tindakan nyata berupa program dan indikator untuk mencapai kinerja pada empat perspektif BSC. Berikut ini diberikan contoh implementasi BSC ke dalam strategi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang dituangkan dalam LAKIP.

Misi

Memanfaatkan keanekaragaman SDA secara lestari dengan memperhatikan aspek sosial dan budaya setempat Tujuan : Mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan rakyat Sasaran 1 : Pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan penciptaan lapangan kerja Tujuan/ No. Perspektif Indikator Sasaran Strategis 1. Pelanggan/ Stakeholder % kenaikan GDP (Gross Domestic Product)

Pertumbuhan ekonomi

2.

Proses Internal

Pengembangan ekspor non migas

Perluasan kesempatan kerja

Peningkatan ekspor non migas (%) Tenaga pemasaran yang terlatih

Pengembangan ekspor hasil hutan

Pendataan dan negosiasi lowongan kerja

Pengembangan Kawasan industri

Seleksi tenaga kerja

Monitoring

Sistem informasi tenaga kerja

3.

Inovasi dan Pembelajaran

Peningkatan kualitas tenaga kerja

Tersedianyan tenaga pelatih

Pelatihan tenaga kerja

Pendapatan SDM

4.

Keuangan
Sumber dana yang dibutuhkan

Efisiensi dan efektivitas

Gambar 5. BSC Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur


Sumber: Tim AKIP BPKP (2003:62)

17

KESIMPULAN BSC yang merupakan salah satu konsep dan pendekatan manajemen modern yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton merupakan suatu sistem manajemen strategik yang menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam sejumlah pengukuran kinerja yang terpadu dan seimbang (balanced) dengan melengkapi perspektif keuangan tradisional dengan perspektif non-keuangan lainnya yaitu kepuasan konsumen, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Konsep BSC dapat diimplementasikan pada sektor publik dengan beberapa penyesuaian mengingat fokus sektor publik yang berbeda dengan sektor privat. Fokus sektor privat adalah finansial sedangkan fokus sektor publik atau organisasi pemerintahan adalah pelanggan yaitu publik yang dilayani oleh pemerintah. Implementasi BSC dalam era desentralisasi/otonomi daerah di Indonesia sangat konsisten dan sejalan dengan kebijakan pengembangan Rencana Strategik (Renstra) yang merupakan langkah perencanaan strategik yang dilakukan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi organisasi pemerintahan. BSC dapat diimplementasikan dengan mengaplikasikan keempat perspektif BSC pada saat pengembangan Renstra tersebut termasuk pada saat penetapan indikator kinerja yang dituangkan dalam LAKIP yang dengan sendirinya juga mengacu pada keempat perspektif BSC. Provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi atau pemerintahan daerah yang telah mulai menerapkan BSC di era

desentralisasi/otonomi daerah di Indonesia saat ini. Dengan mengambil prinsip-prinsip utama BSC, Pemprov Kaltim menerjemahkan misi dan strateginya ke dalam tindakan nyata berupa program dan indikator untuk mencapai kinerja pada empat perspektif BSC.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Widjaja Tunggal. 2001. Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard. Jakarta. Harvarindo.

18

Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Balanced Penerapannya pada Organisasi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta.

Scorecard,

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2003. Pengembangan Renstra: Suatu Pengantar. Jakarta. Blocher, Edward J., Chen, Kung H., and Lin, Thomas W. 2005. Cost Management: A Strategic Emphasis. 3rd Edition. McGraw Hill. Dess, Gregory G. and Lumpkin G.T. 2003. Strategic Management, Creating Competitive Advantages. McGraw Hill. Fleming, Jenny & Lafferty, George. 2000. New management techniques and restructuring for accountability in Australian police organisations. Policing: An International Journal of Police Strategies and Management. Vol. 23 No. 2. pp. 154-168. Garrison, Ray H. & Noreen, Eric W. 2003. Managerial Accounting. 10th Edition. McGraw Hill. Gaspersz, Vincent. 2002. Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Gramberg, Bernadine Van & Teicher, Julian. 2000. Managerialism in local government Victoria, Australia. The International Journal of Public Sector Management, Vol. 13 No. 5, pp. 476-492. Hilton, Ronald W., Maher, Michael W. and Selto, Frank H. 2000. Cost Management, Strategies for Business Decisions. Irwin McGraw-Hill. Ho, Shih-Jen Kathy & Chan, Yee-Ching Lilian. 2004. Performance measurement and adoption of balanced scorecard, A survey of municipal governments in the USA and Canada. The Journal of Government Financial Management. Vol. 51. Iss. 4. pp. 110. Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto. 2003. Sistem Akuntansi Sektor Publik: Konsep untuk Pemerintah Daerah. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Rohm, Howard. 2004. Improve Public Sector Results with A Balanced Scorecard. http:\\www.balancedscorecard.org. Rosenbloom, David H. & Kravchuk, Robert S. 2005. Public Administration: Understanding Management, Politics, and Law in The Public Sector. 6th edition. McGraw Hill. International Edition. Dokumen Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

19

You might also like