You are on page 1of 18

POPULASI DEKOMPOSER Nama : Renny Ambar P

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi dekomposer merupakan banyaknya sebaran jumlah spesies suatu mikroorganisme pengurai yang mampu menguraikan sisa bahan organik di alam yang diantaranya serasah. Populasi yang tersebar dilingkungan berupa materi makroskopis yang dapat terlihat dengan jelas adalah cacing. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah. Kehidupan hewan sangat bergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah tersebut. Dengan kata lain keberadaan suatu daerah sangat bergantung dari faktor lingkungannya, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik (Sarwono, 2007). Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang mengandung banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat

dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur. Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, keasaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Keseimbangan lingkungan akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia. Maka dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut. Hardjowigeno (2007) menjelaskan bahwa suatu perubahan bahan organik kasar menjadi humus hanya terjadi karena adanya organisme hidup di dalam atau diatas tanah dan saling berhubungan satu sama lain dengan lingkungan dalam pem bentukan humus tumbuhan yang merupakan produsen utama. Sisa-sisa tanaman itu menjadi sumber makanan bagi organisme yang menjadi konsumen utama, begitu seterusnya menjadi humus. 1.2. Tujuan Penelitian Mengamati jenis-jenis cacing tanah berdasarkan tempat hidupnya. Menentukan kualitas tanah dengan menggunakan cacing tanah sebagai bioindikator. Menaksir kerapatan populasi cacing tanah yang dinyatakan dalam keratan biomassa. Menentukan pola penyebaran individu cacing tanah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah (dekomposer) Salah satu organisme tanah yaitu cacing. Cacing tanah tergolong ke dalam kelompok Invertebrata, Filum Annelida, Ordo Oligochaeta. Terdapat 7.000 spesies yang tersebar diseluruh dunia. Spesies yang paling umum diataranya adalah : Holodrillus caliginosus (cacing kebun), Holodrillus foetidus (cacing merah) dan sejenisnya ini tersebar di seluruh dunia (Suin, 2006). Identifikasi cacing tanah (Oligochaeta) secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya (morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen (Suin,2006). Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh

darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Handayanto,2009). Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam tanah dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah (Handayanto,2009). Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik untuk organisme. Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral. Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit (Handayanto, 2009). Pada ekosistem tanah, cacing merupakan salah satu dekomposer utama yang berperan dalam siklus nutrisi tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe epigeik, cacing tanah tipe epigeik hidup di permukaan tanah. Umumnya cacing ini ditemukan pada serasah-serasah daun di lantai hutan. Tipe endogeik, cacing tanah tipe endogeik hidup didalam tanah pada kedalaman 0 10 meter. Cacing tanah ini paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator kerusakan tanah. Tipe anecigeik, cacing tanah tipe anecigeik hidup didalam tanah pada kedalaman 10 -20 cm dan terkadang naik ke permukaan untuk melakukan sekresi. 2.2. Tanah Tanah merupakan hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme (vegetasi hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Pengaruh organisme dalam tanah khususnya dalam proses pembentukan struktur tanah yang stabil sangat oleh kegiatan organisme dalam tanah, khususnya cacing tanah yang bersimbiosis dengan tanaman atau serasah daun yang dapat memberikan kesuburan.

a. b.

1. 2. 3.

Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Sarwono, 2007) Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu : Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya, matahari dan sebagainya. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia. Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator (Sarwono,2007). Cacing tanah dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah, yaitu dengan menghitung kerapatan populasinya pada tanah yang menjadi habitatnya. Populasi hewan dihitung sebagai jumlah indivudu per satuan ruang tempat hidup (satuan luas, satuan volume atau satuan berat medium). Dengan demikian, bila diketahui luas area tempat hidup hewan, kepadatan populasi absolut dapat dihitung. Untuk berbagai spesies hewan yang memperlihatkan ukuran tubuh yang bervariasi, ukuran populasi dapat lebih bermakna apabila dinyatakan dalam kerapatan biomassa (berat per satuan ruang dan bukan jumlah individu per satuan ruang). Berdasarkan nilai kerapatan bioassa cacing, dapat ditentukan kualitas tanah dengan kategori sebagai berikut : Tanah subur atau belum tercemar : kerapatan biomassa cacing tanah > 60 gr/m2. Tanah tercemar ringan : kerapatan biomassa cacing tanah 30 60 gr/m2. Tanah tercemar berat : kerapatan biomassa cacing tanah < 30 gr/m2. 2.3. Pola penyebaran Dalam suatu populasi, individu-individu penyusun populasi dapat tersebar dengan berbagai pola penyebaran Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relatif terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak, penyebaran secara mengelompok, dan penyebaran merata. Pola penyebaran suatu populasi terbagi menjadi 3, yaitu : 1. Acak (random)

Pada penyebaran pola acak, setiap indivudu memiliki probabilitas yang sama untuk ditemukan dimana saja pada suatu luasan area. 2. Mengelompok (contagious/clumped) Pada penyebaran pola mengelompok, individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik-titik tertentu pada suatu luasan area. 3. Seragam (uniform/regular) Pada penyebaran pola seragam, setiap individu terpisah satu sama lain pada jarak yang seragam pada suatu luasan area. 2.4. Metode Hand Sorting Metode hand sorting merupakan salah satu metode penyortiran dengan tangan. Dimana metode ini menggunakan tangan untuk mengambil atau meneliti suatu sampel. Metode ini cukup praktis namun kelemahan dari metode ini untuk meneliti sampel dibutuhkan waktu yang lama karena sampel yang diteliti harus satu persatu dan secara detail sehingga bisa memakan waktu yang cukup lama. Pada metode ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan luas dan kedalamannya, dan tanah itu diletakkan diatas sebuah alas dan tanah dan langsung disortir.

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan Lokasi Pengamatan Dibawah pohon depan halaman Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu Pengamatan Rabu, 12 Oktober 2011 3.2. Alat dan Bahan Alat : Alat gali Penggaris Plastik/kertas koran Label Soil tester Core Sampler Kayu/ranting

Timbangan analitik Desikator Oven Crucible Cawan porselen Tali Rafia Kertas isap/tisu

Termometer Bahan Tanah Aquadest 3.3. Cara Kerja Dua area sampling dipilih secara acak dan plot kuadrat ukuran 20 cm x 20 cm diletakkan pada area tersebut. Serasah penutup tanah dibersihkan pada plot kuadrat yang akan diamati. Substrat dicuplik di dalam plot kuadrat pada tiga kedalaman tanah, yaitu 0 5 cm, 5 10 cm dan 10 20 cm. Seluruh sampel tanah per kedalaman dipindahkan ke atas bentangan alas plastik atau koran. Dilakukan penyortiran dengan tangan (hand sorting method) untuk mencari cacing tanah pada sampel tanah yang telah anda kumpulkan di atas alas plastik tersebut. Dihitung jumlah individu cacing tanah yang bertipe epigeik, endogeik dan anecigeik. Semua cacing yang ditemukan dibersihkan dari partikel tanah, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Dari cuplikan tanah, diambil segenggam tanah dan dibersihkan dari serasah dan perakaran. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung sampel. Dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik tanah dan kondisi mikroklimat tanah dan udara. 3.4. Analisis Data Kerapatan Biomassa Kerapatanbiomassa =

Pola Penyebaran Individu Kandungan Air Tanah Kandungan air tanah (%) = x 100 %

Kandungan Organik Tanah Kandungan organik tanah (%) =

x 100 %

Kandungan Mineral (Anorganik) Tanah

Kandungan mineral tanah (%) =

x 100 %

Bobot Isi (bulk density)

Bulk density =

Total Porositas x 100%

Total Porositas (%) = 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Tabel lingkungan abiotik pada lokasi pengamatan Kandungan Kandungan Kelembaban Suhu Kandungan Organik Anorganik pH Tanah Tanah Air Tanah Kelompok Tanah Tanah tanah (%) (C) (%) (%) (%) 1 NonVegetasi 3 5 2 Vegetasi 4 6,8 6,8 6,5 6,8 6,9 2% 1% 3% 2% 3% 27C 29C 29,5C 26C 26C 26,56% 17,37% 27,57% 38,82% 26,37% 13,15% 11,93% 12,36% 15,62% 13,80% 86,84% 88,06% 87,64% 84,37% 86,17%

Lokasi

Bobot Isi (gr/cm3) 0,65 gram/cm3 1,224 gram/cm3 0,977 gram/cm3 0,87 gram/cm3 0,81 gram/cm3

Porositas (%) 75,9% 55% 35,19% 66,8% 69,67%

Pada tabel diatas, hasil pengukuran abiotik pada tempat yang bervegetasi dan non vegetasi, pH tanahnya lebih tinggi pada lokasi vegetasi dengan rata-rata pH tanahnya 6,8 dibandingkan pH tanah pada lokasi non vegetasi dengan rata-rata pH tanahnya 6,7. Kelembaban tanah lebih tinggi ada pada lokasi vegetasi. Hal ini dikarenakan pada lokasi vegetasi di bawah pohon banyak menghasilkan oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit.

Kulit cacing tanah memerlukan kelembaban cukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15C-25C (Handayanto,2009). Suhu lebih tinggi ada pada lokasi non vegetasi dikarenakan di tempat yang bervegetasi ditutupi oleh pohon, sehingga suhunya lebih teduh/rendah dibandingkan dengan lokasi non vegetasi. Kandungan air lebih tinggi pada daerah vegetasi, adanya pepohonan di lokasi vegetasi juga berarti kandungan organik dan anorganiknya lebih besar dibandingkan pada lokasi non-vegetasi karena banyak serasah-serasah daun yang juga mempengaruhi pH tanah. Cacing yang didapat pada lokasi bervegetasi ukurannya lebih besar (tipe epigeik dan endogeik) dan jumlahnya lebih banyak di temukan pada permukaan tanah. Karena di lokasi yang bervegetasi terdapat banyak serasah-serasah yang akan menjadi makanan untuk cacing tanah. Sedangkan pada lokasi non vegetasi cacing yang didapat lebih sedikit, hal ini dikarenakan pada tempat non vegetasi tidak terdapat pepohonan dan serasah sebagai makanan tanah sehingga suhunya lebih tinggi dan tanahnya pun tidak lembab Tabel 2. Kepadatan Biomassa Cacing Tanah Rata-rata Biomassa Kerapatan Kerapatan Kelompok Total/plot Biomassa Biomassa (gr) (gr/m2) (gr/m2) 0,0343 1 0,8575 gr/m2 gram 0,55 3 0 gram 0 gr/m2 gr/m2 0,0318 5 0,795 gr/m2 gram 2 4 0,029 gram 0,1408 gram 0,74 gr/m2 3,52 gr/m
2

Tempat NonVegetasi

Kualitas Tanah

Tercemar berat

Vegetasi

2,13 gr/m2

Tercemar berat

Pada Tabel 2 terlihat bahwa cacing tanah lebih banyak ditemukan pada lokasi vegetasi dengan rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gr/m2 dibandingkan pada lokasi non vegetasi rata-rata kepadatan biomassanya adalah 0,55 gr/m2. Hal ini terjadi karena pada lokasi yang bervegetasi pH nya lebih tinggi, suhu lebih teduh/rendah, dan kelembabannya lebih tinggi di bandingkan pada lokasi non vegetasi, sehingga lebih banyak cacing yang mungkin pada tempat tersebut. Kualitas tanah pada lokasi bervegetasi dan non vegetasi sama-

sama tercemar. Dikarenakan tanah mengandung bahan organik dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. \ Komposisi tanah bergantung pada proses pembentukan tanah. Pencemaran menyebabkan susunan tanah mengalami perubahan sehingga mengganggu kehidupan jasad yang hidup di dalam dan di permukaan tanah. (Kemas, 2005). Pencemaran tanah dapat terjadi karena penggunaan pupuk secara berlebihan, pembuangan limbah yang tidak dapat dicerna seperti plastik. Pencemaran tanah juga dapat terjadi melalui air dan udara yang mengandung bahan polutan yang merubah susunan kimia tanah (Sarwono,2007). Tabel 3. Pola Penyebaran Cacing Tanah Rata-rata Kerapatan Kerapatan Pola Tempat Kelompok Biomassa S2 Biomassa Penyebaran (gr/m2) 2 (gr/m ) 0,8575 1 gr/m2 3 0 gr/m2 2,13 gr/m2 0,622 1,13 Mengelompok Non0,795 vegetasi 5 gr/m2 2 0,74 gr/m2 0,55 gr/m2 3,864 1,814 Mengelompok Vegetasi 4 3,52 gr/m2 Pada tabel diatas didapat pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan non vegetasi adalah sama-sama mengelompok. Hal ini dikarenakan pada lokasi yang bervegetasi dan non vegetasi suhu indeks dipersial nya lebih dari satu. Sehingga individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik tertentu pada suatu luasan daerah/lokasi. Pola penyebaran disebabkan oleh adanya karakteristik sumber daya lingkungan. Pola penyebaran mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis organisme, habitat yang ditempati dan luas area. BAB V KESIMPULAN pH tanah pada lokasi vegetasi lebih tinggi dibandingkan pada lokasi non vegetasi. Kelembaban tanah lebih tinggi pada tanah yang lokasinya bervegetasi. Suhu pada lokasi non vegetasi lebih tinggi dibanding lokasi vegetasi. Kandungan air lebih tinggi pada lokasi vegetatif.

Cacing tanah lebih banyak ditemukan pada tempat bervegetasi dengan rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gram/m2. Kualitas tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi sama-sama tercemar. Pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi adalah pola penyebaran mengelompok (contagious/clumped).

DAFTAR PUSTAKA

Suin, N.M.2006.Ekologi Hewan Tanah.Jakarta: Bumi Aksara. Handayanto, E. Hiriah, K. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Adipura. Hardjowigeno, Sarwono.2007.Ilmu Tanah.Jakarta : Akademika Pressindo. Hanafiah, Kemas.2005.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Djamal Irwan, Zoeraini.2007.Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.

LAMPIRAN LOKASI NON-VEGETASI Kelompok 1 Kandungan Air dalam Tanah Berat segar tanah = 5 gram Berat cawan = 32,2495 gram Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) berat cawan = 35,9212 gram 32,2495 gram = 3,6717 gram Kandungan air tanah (%) = = = = 26,56% x 100% x 100% x 100%

Kandungan Organik dan Mineral Tanah Berat cawan = 32,2495 gram Berat kering tanah = 3,6717 gram Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) berat cawan = 35,4383 gram 32,2495 gram = 3,1888 gram Kandungan organik tanah (%) = = = = 13,15% Kandungan mineral tanah (%) = = = 86,84% Bobot Isi (bulk density) Volume core sampler = 159,7980 cm3 Berat cawan = 58,4213 gram Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) berat cawan = 162,5069 gram 58,4213 gram = 104,0856 gram Bulk density =

x 100% x 100% x 100%

x 100% x 100%

= 0,65 gram/cm3 Porositas x 100% =1 =1 = 0,759 x 100% = 75,9 % x 100% x 100%

Total porositas = 1

Kelompok 3 Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah Berat cawan Berat kering tanah

= 5 gram = 31,7389 gram = (berat kering tanah + berat cawan) berat cawan = 35,8624 gram 31,7389 gram = 4,1135 gram x 100% x 100% x 100%

Kandungan air tanah (%) = = = = 17,37 % Kandungan Organik dan Mineral Tanah Berat cawan = 31,7389 gram Berat kering tanah = 4,1135 gram Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) berat cawan = 35,3644 gram 31,7389 gram = 3,6255 gram Kandungan organik tanah (%) = = = = 11,93 % Kandungan mineral tanah (%) = = x 100% = 88,06% Bobot Isi (bulk density) Volume core sampler = 111,7816 cm3 Berat cawan = 58,3975 gram Berat kering tanah = (berat kering tanah + cawan) berat cawan = 195,1765 gram 58,3975 gram = 136,779 gram x 100% x 100%

x 100% x 100%

Bulk Density = = = 1,224 gram/cm3 Porositas Total porositas (%) = 1 =1 = 1 (0,453) x 100% = 0,55 x 100% = 55% Kelompok 5 Kandungan Air dalam Tanah Berat segar tanah : 5 gram Berat kering tanah : 3,6217 gram Kandungan air tanah (%) = = = = 27,57 % x 100% x 100% x 100%

x 100% x 100%

Kandungan Organik dan Mineral Tanah Berat kering tanah = 3,6217 gram Berat abu tanah = 3,1741 gram Kandungan organik tanah (%) = = = = 12,36 % Kandungan mineral tanah (%) = = x 100% x 100% x 100% x 100% x 100%

= 87,64 % Bobot Isi Volume core sampler : 120,5514 cm3 Berat kering tanah : 117,80 gram Bulk density =

=
= 0,977 gr/cm3

Porositas x 100% x 100%

Total porositas = 1 =1 = 35,19 % LOKASI VEGETASI Kelompok 2

Kandungan Air dalam Tanah

Berat segar tanah = 5 gram Berat cawan = 31,4784 Berat kering tanah = (berat cawan + berat tanah)- berat cawan = 34,5373 31,4784 = 3,0589 Kandungan air tanah (%) = = 5 gram 3,0589 gram x 100% 5 gram = 38,82 % x 100%

Kandungan Organik dan Mineral Tanah Berat kering tanah = 3,0589 gram Berat abu tanah = 2,5809 gram

Kandungan organik tanah (%) = =

x 100%

3,0589 gram 2,5809 gram x 100% 3,0589 gram = 15,62 % Kandungan mineral tanah % = x 100%

= 2,5809 gram x 100% 3,0589 gram = 84,37% Bobot Isi Volume Core Sampler Berat cawan porselen Berat kering tanah

= 117,32 cm3 = 52,8694 gram = (berat cawan + tanah) berat cawan porselen = 155,9893 gram 52,8694 gram = 103,1190 gram

Bulk Density

= = 103,1190 gram 117,32 gram = 0,8789 gram

Porositas Total Porositas =1 = 1 - [ 0,8789 ] x 100% 2,65 = 66,8 % x 100%

Kelompok 4 Kandungan Air dalam Tanah Berat segar tanah = 5 gram Berat cawan = 32,4092 gram Berat kering tanah = (berat cawan + berat kering tanah) berat cawan = 36.0906 32,4092 = 3,6814 gram Kandungan air tanah (%) = = 5 gram 3,6814 x 100% x 100%

5 gram = 26,37% Kandungan Organik dan mineral Tanah Berat kering tanah = 3,6814 gram Berat cawan crussible = 32,4092 gram Berat abu = 3,1723 gram Kandungan organik tanah (%) = = 3,6814 3,1723 x 100% 3.6814 = 13.8% Kandungan mineral tanah (%) = = 3,1723 x 100% 3,6814 = 86.17% x 100% x 100%

Bobot isi Volume core sampler Berat kering tanah Berat cawan porselen Berat kering tanah

= 121.64 gram = 194.9918 gram = 53,7364 gram = Berat oven 105 derajat berat cawan porselen = 153.3355 53.7364 = 99.5991 gram

Bulk Density = = 99.5991 121.64 Porositas Total porositas (%) = 1 = 1- (0.8188) x 100% 2,7 = 0.6967 x 100 % = 69.67 % KEPADATAN BIOMASSA LOKASI VEGETASI

= 0,8188 gram

x 100%

Kerapatan Biomassa Cacing Tanah

Kerapatan biomassa =

Kerapatan biomassa plot 2 = Kerapatan biomassa plot 4 =

= 0,74 gr/m2 = 3,52 gr/m2

Rata-rata kerapatan biomassa cacing tanah : = = = S2 S2 = S2 = S2 = 12,938 gr 9,0738 gr S2= 3,864 Indeks dipersial Pola penyebaran mengelompok karena >1 = 2,13 gr/m2 tercemar berat karena < 30 gr/m2

LOKASI NON-VEGETASI

Kerapatan Biomassa Cacing Tanah

Kerapatan biomassa = Kerapatan biomassa plot 1 = Kerapatan biomassa plot 3 = = 0,8575 gr/m2 = 0 gr/m2

Kerapatan biomassa plot 5 =

= 0,795 gr/m2

Rata-rata kerapatan biomassa cacing tanah : = = = = 0,55 gr/m2 S2 S2 S2 S2 = S2 = S2 = 0,622 = >1 = 1,13 pola penyebaran mengelompok tercemar berat < 30 gr/m2

You might also like