You are on page 1of 12

USULAN PENELITIAN

SUBTITUSI PELET BUATAN PABRIK DENGAN BEBERAPA MACAM PAKAN BUATAN MENGGUNAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA DALAM PEMBESARAN IKAN LELE LOKAL (Clarias batrachus)

Diusulkan oleh: Maryam Jamilah Azwar Abdul Aziz Anjar Astuti F Fat Khanatun Hervina Ayunissa 2010 (B1J010145) 2010 (B1J010151) 2010 (B1J010155) 2010 (B1J010129) 2010 (B1J010135)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012

I.

PENDAHULUAN

Lele (Clarias batrachus) termasuk keluarga Claridae, genus Clarias. Lele memiliki tubuh memanjang dengan kepala memipih horizontal (depresed), memiliki dua pasang sungut, bentuk ekor membulat. Lele memiliki sepasang patil, yaitu senjata beracun berbentukseperti jarum yang terletak di depan sirip dadanya (Hernowo, 2008). Clarias batrachus merupakan lele lokal yang umum dibudidayakan. Keberadaannya populer hampir di seluruh indonesia. Harganya yang relatif terjangkau dengan citarasa yang dapat diterima oleh berbagai kalangan membuat lele banyak dicari. Tingkat kepopuleran lele dapat dibuktikan dengan melihat banyaknya tempat makan yang menyediakan komoditas air tawar ini (Hernowo, 2008). Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia di berbagai daerah. Usaha-usaha makanan dengan berbahan dasar lele pun makin marak di masyarakat. Kegiatan pembudidayaan lele perlu ditingkatkan guna memenuhi permintaan pasar dan kebutuhan gizi masyarakat, tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan lele membuat peluang usahanya semakin terbuka. Mulai dari usaha pembenihan, pembesaran hingga usaha pengolahan. Ada beberapa keuntungan yang mendorong masyarakat untuk membudidayakan ikan lele: 1). dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar yang tinggi, 2). teknologi budidayanya mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah, dan 4). modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah (Yulinda, 2012). Protein merupakan 50 % bagian penyusun bobot kering sebagian besar sel. Protein menempati peran penting hampir di semua hal yang dilakukan oleh organisme. Protein dibutuhkan untuk ketahanan struktural, penyimpanan, transport substrat, pengiriman sinyal dari satu bagian ke bagian lain, pergerakan, dan pertahanan dari substansi asing. Selain itu, protein sebagai enzim mengatur metabolisme dengan mengkatalisis banyak reaksi sehingga reaksi kimiawi dalam sel dapat berlangsung lebih cepat (Campbell, 2002)

Semua jenis ikan membutuhkan zat gizi yang baik, biasanya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta energi untuk aktivitas (NRC, 1977). Kebutuhan nutrien ikan berubah-ubah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, ukuran, aktivitas ikan, macam makanan, serta faktor lingkungan seperti suhu air dan kadar oksigen terlarut (Halver, 1989). Ikan membutuhkan 10 jenis asam amino esensial untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal yaitu arginin, histidin, metionin, lisin, fenilalanin, isoleusin, leusin, treonin, triptofan, valin (NRC, 1983). Protein, lemak tertentu, mineral dan air digunakan sebagai bahan-bahan struktural. Karbohidrat, lemak dan protein digunakan antara lain sebagai sumber energi, sedangkan trace mineral dan vitamin yang larut dalam air berfungsi sebagai komponen esensial koensim pada sistem biokimia (Goddard, 1996). Ikan, seperti juga dengan hewan lainnya, tidak mempunyai kebutuhan protein yang pasti, tapi membutuhkan komposisi asam amino esensial dan non esensial yang seimbang. Tingkat protein yang optimal dalam pakan untuk ikan dipengaruhi oleh keseimbangan protein dengan energi total pakan, komposisi asam amino dan kecernaan protein. Kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh spesies, ukuran dan umur serta suhu air. Kebutuhan akan protein akan menurun seiring dengan peningkatan ukuran dan pertambahan umur dan meningkat seiring dengan peningkatan suhu (Halver dan Hardy 2002). Kebutuhan protein ikan salah satunya dipengaruhi oleh ukuran dan umur ikan. Kebutuhan protein kasar Clarias batrachus adalah 30% sedangkan untuk Clarias gariepinus adalah 40%, dengan energi total 18,6 kJ/g dan rasio energi protein 21,5 (mg/Kj) (Hasan 2000). Pembudidaya lele biasa menggunakan pelet buatan pabrik. Pelet pabrik seperti pelet komplit merk 781 merupakan salah satu makanan komplit butiran untuk masa pertumbuhan ikan lele yang sering digunakan dalam budidaya lele. Pakan ini diberikan pada lele yang sedang dalam masa pembesaran / pertumbuhan dengan berat 60-150 gram. Pelet ini mengandung protein 31 33 %, lemak 3 5 %, serat 4 6 %, abu 10 13 %, dan kadar air 11 13 % (Jefry, 2011). Pakan pabrik dalam bentuk pelet sebenarnya sangat efektif dalam pembesaran lele, namun harga pakan tersebut relatif mahal bila dibandingkan

dengan harga jual lele yang relatif murah. Untuk mengakali hal ini maka dapat diuji coba pakan tambahan buatan sendiri untuk meminimalisir penggunaan pelet pabrik yang relatif mahal (Jefry, 2011). Pertumbuhan ikan yang optimal, kebutuhan gizinya harus tercukupi. Gizi berupa pakan yang diberikan pada ikan digunakan untuk mempertahankan kondisi tubuhnya dan sisanya digunakan untuk pertumbuhan, jika gizi tidak tercukupi untuk melakukan fungsinya yang kedua, maka ikan akan lambat pertumbuhannya, itulah sebabnya pemenuhan gizi dalam bentuk pakan sangat penting dalam budidaya ikan. Kadar protein pakan yang dibutuhkan bagi ikan yang dibudidayakan adalah berkisar antara 20-40% dari pakan tersebut (Bappenas, 2000). Jenis pakan yang dikenal ada dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami yang biasa digunakan adalah chlorella, tetraselmis, dunaliella, diatomae, spirulina, brachionus, artemia, infusoria, kutu air, jentikjentik nyamuk, cacing tubifex atau cacing rambut, dan ulat hongkong. Sedangkan jenis pakan buatan diantaranya tepung udang, tepung kepala udang, tepung ikan, tepung bekicot, tepung jagung, tepung kedelai, dan lain-lain (Bappenas, 2000). Pakan alami lele merupakan hewan-hewan kecil yang hidup di lumpur maupun di air seperti cacing, siput, larva serangga, selain itu lele juga dapat memakan segala macam bentuk kotoran dan limbah rumah tangga maupun limbah industri bahan makanan, dan kotoran hewan (Mudjiman, 1995). Pakan buatan lele sebaiknya banyak mengandung protein hewani seperti daging bekicot, belatung, bangkai, dan sebagainya. Limbah pertanian umumnya seperti bungkil kedelai, dedak, dedaunan dapat digunakan sebagai pakan tambahan (Mudjiman, 1995). Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan. Bentuk pakan tersebut berdasarkan jenis ikan dan umur ikan adalah : a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30 hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya.

b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung halus diperoleh dari remah yang dihancurkan. c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80 hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan. d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung (berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi butiran kasar. e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat > 60-75 gram dan berumur > 120 hari. f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas (Bappenas, 2000). Pelet biasa digunakan sebagai salah satu bentuk pakan bagi ikan yang berukuran sedang. Bahan dasar pelet dapat berupa hewani yaitu ikan, tulang ikan, kepala udang, keong mas atau bekicot, maupun bahan nabati seperti kedele, jagung, dan ampas tahu (Hernowo, 2008). Bahan pembuat pelet atau pakan tambahan ikan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan, dari hewan contohnya adalah tepung ikan, tepung tulang, tepung kepiting, siput, dan lainnya. Sedangkan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan bungkil kelapa, ampas tahu, tepung kedelai, dan sebagainya (Bappenas, 2000). Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku untuk pakan ikan sekaligus sumber protein utama. Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan berasal dari ikan yang tidak dikonsumsi oleh manusia kemudian dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Tepung ikan mengandung keseimbangan Asam Ammino Essensial (AAE) dari sumber utama lisin dan metionin, yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan. Kualitas tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan dan pengolahannya. Tepung ikan yang mempunyai kandungan protein kasar 58-68%, air 5,5-8,5%, serta garam 0,5-3,0% (Boniran, 1999). Tepung bungkil kedelai merupakan limbah kedelai yang dihasilkan oleh industri minyak kedelai. Tepung kedelai memiliki kandungan protein dan

komposisi asam amino esensial yang lebih baik dibandingkan protein nabati lain untuk kebutuhan nutrisi ikan (Pongmaneerat dan Watanabe, 1992). Tepung keong mas dapat dijadikan sebagai sumber bahan pakan berpotensial dan tidak bersaing dengan manusia. Keong mas atau siput murbai (Pomaceae canaliculata) merupakan salah satu masalah hama utama dalam produksi padi. Namun nilai gizi yang tinggi sebagai bahan pangan dan pakan ternak dapat dijadikan keong mas sebagai altrnatif sumber protein. Berdasarkan hasil labortorium ilmu nutrisi dan pakan ternak , kandungan protein pada keong mas sebesar 51,8%. Selain itu mudah diperoleh, tersedia cukup banyak juga mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Tepung keong mas mengandung asam amino seperti histidin, threonine, arginine, valin methionine, phenylalanine, isoleucine, leucine, lysine (Sulistiono, 2006). Keong mas kini mulai banyak dikembangkan menjadi pakan untuk ikan lele, itik, dan ayam. Mengandung gizi yang tinggi, daging keong mas dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan pada bahan pakan hewan (Suharto, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui respon yang dihasilkan terhadap jenis pakan buatan dengan sumber protein berbeda 2. Mengetahui pakan uji dengan sumber protein berbeda yang dapat digunakan sebagai pakan pengganti buatan pabrik 3. Dapat memberikan alternatif pakan yang lebih ekonomis bagi masyarakat luas Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah perbedaan jenis pakan mempengaruhi pertambahan bobot dan panjang ikan lele. 2. Jenis pakan yang manakah yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot dan panjang ikan lele. Hipotesis yang dapat diambil berdasarkan uraian di atas adalah : 1. Jenis pakan yang diujikan memberikan pengaruh terhadap pertambahan panjang dan bobot tubuh ikan lele

Luaran yang Diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan alternatif pakan buatan sebagai pengganti pakan pabrik untuk ikan lele 2. Memaksimalkan produksi deengan meminimalkan biaya produksi dan efisiensi dalam produksi ikan lele 3. Mengetahui sumber protein yang paling baik digunakan sebagai pakan pembesaran ikan lele. Kegunaan 1. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknohgi pakan ikan, terutama dalam perkembangan bahan-bahan alami sebagai sumber protein pakan. 2. Meningkatkan keterampilan mahasiswa melalui penelitian. 3. Pemanfaatan bahan non ekonomi untuk tujuan ekonomi.

II.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Terapan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman selama 3 bulan. Ikan Ikan yang digunakan adalah ikan Lele lokal (Clarias batrachus) dewasa yang tidak dibedakan jenis kelaminnya. Ikan yang digunakan memiliki bobot awal berbeda dengan kisaran 60-75 gram dan umur berkisar antara 120-125 hari. Pemeliharaan Ikan dipelihara pada 4 akuarium berukuran panjang 75 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 45 cm. Volume air 2/3 dari volume total akuarium. Pada masingmasing akuarium ditebarkan 4 ekor ikan lele. Sebelum digunakan, air yang telah diisikan ke dalam akuarium di aerasi selama 24 jam untuk meningkatkan jumlah oksigen terlarut. Akuarium ditempatkan pada tempat yang cukup teduh sehingga temperatur air berkisar 2829 C. Sebelum dipelihara, ikan dipuasakan selama 24 jam, kemudian feses yang ada di sipon. Pellet diberikan 3 (tiga) kali sehari dengan dosis 3-5% bobot ikan per hari. Pemeliharaan berlangsung selama 3 bulan. Pengumpulan data Parameter yang diamati adalah bobot ikan (gram) dan panjang total ikan (cm). Penimbangan berat dan pengukuran dilakukan setiap 7 hari sekali pada pagi hari. Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar latin (RBSL) dengan 4 (empat) taraf percobaan dan 4 (empat) kali ulangan. Sehingga menghasilkan 16 unit percobaan. Tiap perlakuan menggunakan 4 ekor ikan. Perlakuan/ taraf yang digunakan adalah jenis pakan yang berbeda meliputi pelet dengan ikan sebagai sumber protein (P1), pelet dengan tepung keong sebagai sumber protein (P2), pelet dengan kedelai sebagai sumber protein (P3), dan pelet pabrik jenis 781 sebagai kontrol (P0).

Pembuatan pelet Bahan-bahan yang disiapkan adalah : Macam-macam sumber nutrisi pelet yang telah dibuat tepung

(kedelai/ikan/bekicot) sebanyak 500 gram, ampas tahu basah sebanyak 500 gram ,tepung tapioka sebanyak 100 gram, vitamin dan mineral mix sebanyak 10 gram (1%), air 1 sebanyak liter. 1. Pembuatan tepung ikan Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis) yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas. Ampasnya dikeringkan dan digiling sampai halus. 2. Pembuatan tepung kedelai Kedelai dimasak hingga setengah lunak, kemudian digiling sampai halus. 3. Pembuatan tepung keong mas Keong mas dipisahkan dari cangkangnya, kemudian dikeringkan atau dijemur hingga kering. Setelah kering keong mas digiling sampai halus. Pelet dibuat dengan mencampurkan masing-masing bahan baku pakan uji coba yang telah halus sebanyak 500 gram dengan ampas tahu basah 500 g, Tepung tapioka 100 g, Vitamin dan mineral mix 10 g. Tapioka terlebih dulu dibuat bubur dengan 1 lt air sambil dipanaskan. Bahan baku masing-masing pakan uji, ampas tahu, dan vitamin mineral diaduk kemudian dituangi bubur tapioka yang sudah dingin. Campuran diremas-remas hingga berbentuk adonan kental kemudian dicetak jadi pelet. Pelet dijemur hingga mengering dengan kandungan air tersisa +/- 15%, ditandai dengan pelet yang dapat berbentuk bila dikepal. Pelet dibuat setiap 2 minggu sekali, agar kondisinya masih segar pada saat diberikan kepada ikan.

Tabel 1. Rencana kegiatan penelitian Minggu keKegiatan 1 Pembuatan pelet Persiapan akuarium Persiapan ikan Pemeliharaan ikan Pemberian pelet Pengukuran panjang tubuh dan bobot ikan Penyiponan 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DAFTAR REFERENSI

Boniran, S. 1999. Quality control untuk bahan baku dan produk akhir pakan ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Campbell, Neeil A. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga, Jakarta Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. Chapman and Hall, New York. Halver JE dan Hardy RW, editor. 2002. Fish Nutrition. Third Edition. Academic Press, California, USA. Halver JE. 1989. Fish nutrition.University of Washington, Seatle. 798 pp. Hasan MR. 2000. Nutrition and Feeding for Sustainable Aquaculture Development in the Third Millenium. [Article]. Technical Proceedings of The Conference on Aquaculture in the Third Millenium, Bangkok, Thailand. Hernowo, Suyanto S.R. 2008. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah, dan Longyam. Penebar swadaya, Bogor. Jefry. 2011. Dunia Lele. http://www.dunialele.com/2011/09/pakan-buatan.html. diakses tanggal 20 Nopember 2012. Mudjiman, Ahmad. 1995. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. NRC (National Research Council). 1983. Nutrient requirements of warm water fishes and shellfishes. National Academy of Science, Washington D.C.. NRC] National Research Council. 1977. Nutrient requirements of warm water fishes. National Academy of Science, Washington D.C.78 pp. Pongmaneerat J, Watanabe T. 1992. Utilization of soybean meal as protein source in diets for rainbow trout. Nippon Suisan Gakkaishi, 58:1983-1990. Suharto, Hendarsih dan N. Kurniawati. 2010. Keong mas, dari Hewan peliharaan Menjadi Hama Utama Padi Sawah. Balai besar penelitian tanaman Padi. Sulistiono, Affandi,R., DS Sjafei, MF Rahardjo. 2008. Fisiologi Ikan. Pusat Antar universitas Ilmu Hayati IPB, Bogor. Yulinda, Eni. 2012. Analisi Finansial Usaha Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kelurahan Lembah Sari Kecamatan Rumbai

Pesisir Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan 17(1) : 38-55.

You might also like