You are on page 1of 20

CASE REPORT

PREEKLAMPSI DENGAN HELLP SYNDROME

OLEH : Ivana Utami Dewi (110.2005.131)

PEMBIMBING : dr. Aditiyo Januajie , Sp.OG, M.Kes dr. Iman SF Wirayat, Sp.OG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2012

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA Identitas Diri Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaaan Agama Alamat Tanggal Masuk : Ny. H : 40 Tahun : Perempuan : SMP : Ibu Rumah Tangga : Islam : Kp. Tutugan 4/3 Gelar Wangi : 6 November 2012, Pukul 17.20 WIB

No. Rekam Medis : 413835

Identitas Suami Nama Umur Pendidikan Pekerjaan : Tn. M : 45 Tahun : SMA : Buruh

II.

DATA DASAR Anamnesis Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 6 November 2012, pukul 17.30 WIB 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Tekanan darah tinggi :

G5P4A0 merasa hamil 8 bulan dirujuk oleh Bidan ke RSUD Soreang dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak sehari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), saat kontrol di Bidan tekanan darah 200/160 mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama kehamilan diakui. Selain itu ibu juga mengeluh nyeri kepala hebat, tetapi keluhan pandangan kabur dan nyeri ulu hati disangkal. Keluhan mulesmules dirasakan ibu tetapi jarang sejak 5 jam SMRS, disertai keluar lendir bercampur sedikit darah dari jalan lahir. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum dirasakan ibu. Gerakan janin dirasakan ibu. 1

3. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit hipertensi Penyakit jantung Penyakit ginjal Penyakit asma Riwayat alergi obat Riwayat DM

: diakui disangkal disangkal disangkal disangkal disangkal :

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi, asma, penyakit jantung disangkal 5. Riwayat Menstruasi Menarche Siklus haid Lama haid : 13 tahun : 28 hari : 7 hari :

6. Riwayat Keluarga Berencana : Tidak ada 7. Riwayat Obstetri I. : Lahir di Paraji / Spontan / BBL 2900 gr / Cukup bulan / / Usia saat ini 12 tahun II. Lahir di Paraji / Spontan / BBL 3100 gr / Cukup bulan / / Usia saat ini 10 tahun III. Lahir di Paraji / Spontan / BBL 2700 gr / Cukup bulan / / Usia saat ini 8 tahun IV. Lahir di Paraji / Spontan / BBL 3000 gr / Cukup bulan / / Usia saat ini 5 tahun V. Kehamilan saat ini :

8. Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali dengan suami sekarang pada usia 19 tahun dan usia suami 23 tahun. 9. Riwayat Tambahan HPHT TP TUK ANC Imunisasi : 5 Maret 2012 : 12 Desember 2012 : 35-36 minggu : Selama masa kehamilan ibu kontrol ke Bidan sebanyak 6 kali : Sudah di imunisasi TT sebanyak 1 kali 2 :

KB

: Ibu mengaku tidak memakai KB

III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital - Tekanan Darah - Nadi - Respirasi Kepala Mata : Tampak sakit sedang : Compos mentis : : 200/160 mmHg : 88 x/menit : 22 x/menit : Normocephal : Kelopak mata edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Leher Thoraks : Paru : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening : Vesikuler pada kedua lapangan paru, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing Jantung Abdomen : BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop : Perut cembung, lembut sesuai usia kehamilan, tampak striae gravidarum Ekstremitas : Akral hangat dan tampak edema di kedua tungkai kaki

Status Obstetri Pemeriksaan Luar Tinggi Fundus Uteri Lingkar Perut Letak Anak His BJJ : 34 cm : 85 cm : Puka : 1-2 x/10/20 : 135 x/menit

Pemeriksaan Dalam Vulva/vagina Portio Pembukaan Ketuban : Tidak ada kelainan : Tebal, lunak : 1-2 cm : (+) 3

Presentasi

: Kepala

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil laboratorium (6 November 2012) HEMATOLOGI Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit : 13,7 g/dL : 43 % : 19.000 /mm : 66.000 /mm (12 - 16) (37 43) (4.000 10.000) (150.000 400.000)

Golongan Darah Rhesus Faktor

:O : Positif

KIMIA KLINIK Glukosa Darah Sewaktu AST (SGOT) ALT (SGPT) Ureum Kreatinin : 72,4 mg/dL : 301,2 U/L : 228,2 U/L : 121,1 mg/dL : 2,36 mg/dL (< 180) (< = 31) (< = 31) (10 50) (0,5 1,3)

URINE Protein : Positif 2 (++) (negatif)

V.

RINGKASAN KASUS Seorang wanita usia 40 tahun dengan G5P4A0 35-36 minggu datang ke kamar bersalin RSUD Soreang pada tanggal 6 November 2012 pada pukul 17.30 WIB, pasien mengeluh tekanan darah tinggi sehari SMRS. Ibu merupakan rujukan dari Bidan ketika diketahui tekanan darah mencapai 200/160 mmHg saat kontrol kehamilan. Mules-mules yang semakin sering dan semakin kuat dirasakan oleh ibu 5 jam SMRS. HPHT 5 Maret 2012 dengan taksiran persalinan 12 Desember 2012. Sebelum hamil pasien sudah mempunyai riwayat tekanan darah tinggi dan meningkat pada saat memasuki kehamilan trimester III. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 200/160 mmHg dengan status obstetri TFU 34 cm, BJJ 135 x/menit. Pemeriksaan dalam didapatkan portio lunak, pembukaan 1-2 cm, 4

ketuban (+), presentasi kepala. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit : 19.000 /mm, Trombosit : 66.000 /mm, AST (SGOT) : 301,2 U/L, ALT (SGPT) : 228,2 U/L, Ureum : 121,1 mg/dL, Kreatinin : 2,36 mg/dL, Protein : Positif 2 (++).

VI.

DIAGNOSA KERJA G5P4A0 parturien 3536 minggu kala I fase laten + hipertensi kronis yang diperberat preeklampsia + HELLP Syndrome

VII.

RENCANA PENATALAKSANAAN Rencana partus spontan Informed concent MgSO4 20% 4 gram dalam 100 ml RL : Loading dose (15 menit), dilanjutkan MgSO4 20% 10 gram dalam 500 ml RL : 20 gtt/menit Dexametason 2x5 mg IM (2 hari) Metildopa 3x500 mg Nifedipine 3x10 mg Observasi KU, TTV, HIS, BJA Motivasi steril

VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad bonam

PEMBAHASAN
PRE EKLAMPSI DAN HELLP SYNDROME

Pre eklampsia penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, sedangkan eklampsia mempunyai gambaran klinik seperti preeklampsia, biasanya disertai kejang dan penurunan kesadaran (koma). Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan. Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu di samping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan dan eklampsia merupakan

penyebab dari 30-40% angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab kematian maternal utama. Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: syndrom Hellp, solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan edema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena adanya gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole spiralis. Syndrom HELLP merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita pre eklampsia berat (PEB) dan eklampsi yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit. Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivitas platelet intrvaskular.Karakteristik penderita pada sindroma HELLP lebih banyak ditemukan pada nullipara dan pada usia kehamilan yang belum aterm. Karena adanya mikroangiopati yang menyebabkan aktivasi dan konsumsi yang meningkat dari platelet, terjadi penumpukan fibrin di sinusoid hepar, maka gejala yang menonjol adalah rasa nyeri pada daerah epigastrium kanan, mual muntah, ikterus, nyeri kepala dan gangguan penglihatan serta tanda-tanda hemolisis. Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan PEB dengan sindroma HELLP, maka penanganan terutama diprioritaskan untuk stabilisasi kondisi ibu terutama tekanan darah, balance 6

cairan dan abnormalitas pembekuan darah. Dilakukan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. A. PRE EKLAMPSIA 1. Definisi Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yangdidapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu. Dulu, pre eklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya,misalnya pada mola hidatidosa. Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada kasus hipertensi karena kehamilan yang fulminan dapat terjadi eklampsia. Bentuk serangan kejangnya ada kejang grand mal dan dapat timbul pertama kali sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang yang timbul lebih dari 48 jam setelah persalinan lebih besar kemungkinannyadisebabkan lesi lain yang bukan terdapat pada susunan saraf pusa. Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah keotak, hipoksik otak atau edema otak. PEB dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia ditandai dengan adanya hiperrefleksi. Gejala subyektif dari pasien yaitu jika pasien merasa kepalanya pusing, muntah, atau adanya nyeri epigastrik. 2. Etiologi dan patofisiologi Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahuidengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalamkehamilan, tetapi tidak ada satu punteori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagai berikut : Teori kelainan vaskularisasi plasenta Tidak terjadinya invasi tropoblas pada arteri spiralis dan jaringan matriks di sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel 7

Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau oksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebu toxaemia. Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan disfungsi endotel dan berakibat sebagai berikut : o Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklinsebagai vasodilator kuat menurun o Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksitromboksan sebagai vasokonstriktor kuat o Perubahan endotel glomerolus ginjal o Peningkatan permeabilitas kapiler o Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitritoxide (NO) o Peningkatan faktor koagulasi Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan karena adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi tropoblas dari lisisoleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu invasi tropoblas pada jaringan desidua ibu. Pada penurunan HLA-G, invasi tropoblasterhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis. Teori adaptasi kardiovaskulatori genetik Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi untuk menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanya perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi vasokonstriksi. Teori Genetik Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu dengan preeklamsi memungkinkan 26% anak perempuannya juga mengalami preeklamsi. Teori Defisiensi Gizi Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya preeklamsi adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan menghambat terbentuknya tromboksan, aktivasi

trombosit dan vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi kalsium menurut penelitian jugamenurunkan insidensi preeklamsi. Teori Inflamasi Lepasnya debris tropoblas sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskanterjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga semakin banyak danterjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu. 3. Faktor Presdiposisi o Faktor predisposisi terjadinya preeklamsi adalah sebagai berikut : o Primigravida, primipaternitas o Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, DM, hidrops fetalis, bayi besar o Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun) o Riwayat keluarga preeklamsi-eklamsi o Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang didapatkan sebalumhamil o Obesitas 4. Klasifikasi Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Pre eklampsia ringan Definisi : Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusiorgan yang berakibat vasospasme pembuluh darah dan aktivasiendotel. Kriteria diagnostik : hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa udema setelah usia kehamilan 20 minggu. o Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg tidak dipakai sebagai kriteria preeklamsi. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 4 jam. 9

o Proteinuria kuantitatif 300 mg/24 jam ataui +1 dipstik ; pada urin kateter atau mid stream. o Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteriadiagnostik kecuali anasarka. b. Pre eklampsia berat Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam. Dibagi menjadi : o Preeklamsi berat dengan impending eklampsi o Preeklamsi berat tanpa impending eklampsi Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis. Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala : o Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastol 110mmHg atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS dan tirah baring. o Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4 dipstik. o Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam. o Kenaikan kreatinin serum. o Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur. o Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen karena teregangnya kapsula Glisson. o Terjadi oedema paru-paru dan sianosis. o Hemolisis mikroangiopatik. o Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT. o Pertumbuhan janin terhambat. o Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit dengan cepat. 10

o Sindroma Hellp.

5. Pencegahan Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya pre eklampsia pada wanita hamil yang mempunyai resiko terjadinya pre eklampsia. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsi dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi. Memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik. 6. Diagnosis Banding o Hipertensi kronik o Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi o Hipertensi gestasional o Eklamsi o Epilepsi 7. Penanganan Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organorgan vital, pengelolaan cairan dans aat yang tepat untuk melahirkan bayi dengan selamat. Pada pre eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu pengeluaran trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin. PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan / tindakannya. Perawatannya dapat meliputi : o Sikap terhadap penyakit berupa pemberian terapi medikamentosa o Sikap terhadap kehamilan yaitu:

11

a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Indikasi : Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini Ibu Kegagalan terapi pada perawatan konservatif : o Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten o Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,terjadi kenaikan desakan darah yang persisten. Janin Umur kehamilan lebih dari 37 minggu Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat(IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG Timbulnya oligohidramnion Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia Gangguan fungsi hepar Gangguan fungsi ginjal Dicurigai terjadi solutio plasenta Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

Laboratorium Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome. Pengobatan Medisinal : Segera masuk rumah sakit Tirah baring ke kiri secara intermiten Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500cc (60-125 cc/jam) Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi. Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis lanjutan Anti hipertensi diberikan bila tensi 180/110

12

Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung kongestif, edema anasarka Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

b. Perawatan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan, meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsi dengan keadaan janin baik. Pengobatan Medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan intravena cukup intramuskular saja(MgSO4 40% 8 gr IM). Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan : Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapatdiulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfasmagnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit Klorpromazin 50 mg IM Diazepam 20 mg IM Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapa toligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin. Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dansedativa lebih banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea ; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.

13

8. P r o g n o s i s Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2 48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.

14

B. SINDROMA HELLP

1. Definisi Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts, pertama kali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita PEB. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan trombositopeni. 2. Insiden Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Hal ini disebabkan karena onset sindroma ini sulit di duga, gambaran klinisnya sangat bervariasi dan perbedaan dalam kriteriadiagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar antara 2 12% dari pasien dengan PEB, dan berkisar 0,2 0, 6% dari seluruh kehamilan.

3. Patogenesis Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari pre eklampsia, maka etiopatogenesisnya sama dengan pre eklampsia. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti patogenesis preeklampsia atau sindroma HELLP. Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan normal dan preeklampsia, yaitu pada tekanan darah pada trimester II (kehamilan normal) menurun, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Lain halnya pada pre eklampsia, tekanan darah pada trimester II meningkat, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II dan prostasiklin menurun. Beberapa ahli menitik beratkan pada gangguan fungsi endotel atau trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan endotel. 4. Klasifikasi Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, Martin mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu : Kelas I : jumlah platelet 50.000/mm Kelas II: jumlah platelet 50.000 100.000/mm Kelas III: jumlah platelet 100.000 150.000/mm 15

Menurut Audibert dkk. (1996), dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindromaHELLP seperti hemolisis (H), elevate liver enzymes (EL) dan low platelets (LP) dan dikatakan sindroma HELLP murni jika dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut.

5. Gambaran Klinis Gejala klinis sindroma HELLP merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala sindroma HELLP memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas. Karena gejala dan tanda bervariasi maka sering kali terjadi salah diagnosis, sehingga ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu dari gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan enzim hepar serta tekanan darah ibu. 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan karena diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium, walaupun sampai saat ini belum ada batasan yang tegas tentang nilai batas untuk masing-masing parameter. Hemolisis Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran yang spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas dalam sistem retikulo endothelial akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan mengaktifkan proses eritropoesis,yangmengakibatkan beredarnya eritrosit imatur. Peningkatan kadar enzim hepar Serum aminotransferase yaitu aspartat aminotransferase (SGOT) dan glutamat piruvat transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada pre eklampsia, SGOT dan SGPT meningkat1/5 kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT. Pada sindroma HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi dari SGPT terutama pada fase akut dan progresivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPTdapat juga merupakan tanda terjadinya ruptur hepar.

16

Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggungjawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis. Jumlah platelet yang rendah Kadar platelet dapat bervariasi dan nilainya menjadi acuan untuk dikelompokkan dalam kelas yang berbeda. 7. Diagnosis Kriteria diagnosis sindroma HELLP menurut Sibai adalah sebagai berikut : (Cunningham, 1995) Hemolisis o Schistiosit pada apusan darah o Bilirubin1,2 mg/dl o Haptoglobin plasma tidak ada Peningkatan enzim hepar o SGOT > 72 IU/L o LDH> 600 IU/L o Trombosit< 100.000/mm Jumlah trombosit rendah o Trombosit< 100.000/mm

8. Penatalaksanaan Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka terdapat kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama adalah menstabilkan kondisi ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan darah. Tahap berikutnya adalah melihat kesejahteraan janin, keputusan segera apakah ada indikasi untuk dilahirkan atau tidak. Sebagian setuju untuk

melakukan perawatan secara konservartif sampai kematangan paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan. Sebagian lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan terminasi secepatnya apabila gangguan fungsi hati dan koagulasi diketahui. Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia

17

kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi yang definitif. Penanganan pertama sesuai dengan penanganan PEB. Kemudiandilakukan evaluasi dan koreksi kelainan faktor-faktor pembekuan. Untuk perawatan konservatif dianjurkan tirah baring total dengan infuse plasma albumin 5-25 %. Tujuannya untuk menurunkan hemokonsentrasi, peningkatan jumlah trombosit dan pengurangan beberapa gejala toksemia. Jika cervix memadai dapat dilakukan induksi oksitosin drip pada usia kehamilan 32 minggu. Apabila keadaan cervix kurang memadai, dilakukan elektif seksio Caesar. Apabila jumlah trombosit < 50.000/mm dilakukan transfuse trombosit.

9. Prognosis Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27 % untuk mendapatkan risiko sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan mempunyai risiko sampai 43 % untuk mendapat pre eklampsia pada kehamilan berikutya. Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi tergantung keparahan penyakit ibu. Anak yang menderita sindroma HELLP mengalami perkembangan yang terhambat (IUGR) dan sindroma kegagalan napas.

18

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PBPOGI, FKUI. Jakarta. Abdul Bari S., George andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Anonim. 1995. Protokol Penanganan Kasus Obstetri dan Ginekologi. RS dr.Moewardi. Surakarta. Budiono Wibowo. (1999). Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark, 1997, Williams Obstetrics20th Prentice-Hall International, Inc. Hariadi, R., 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : HimpunanKedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Haryono Roeshadi. (2004). Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya. Hidayat W., 1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2. Penerbit: SMF Obstetri dan GinekologiFakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr.Hasan Sadikin, Bandung. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalamKehamilan di Indonesia.,2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Neville, F. Hacker, J. George Moore. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates, Jakarta. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Rijanto Agung. (1995). Tinjauan Kepustakaan : Sindroma HELLP. FakultasKedokteran UNAIR. Surabaya. Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 1999. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta. Sastrawinata, S., 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

19

You might also like