You are on page 1of 212

PENGGUNAAN T KOMPUTER DALAM E ANALISIS SISTEM TENAGA K N I HENDRA MARTA YUDHA K

E L E K T R O

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

2008

1 2 3 4

a1 a2 a3 a4

b1 b2 b3 b4

5 6 7 8

GND 0

Sistem DG

PF1
Sistem A

PF2
Sistem C G Sistem G B

PF3 PF4

2008, Edisi ke 3, dipublikasikan oleh Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya TIDAK SATUPUN DARI BAGIAN BUKU INI DAPAT DIREPRODUKSI DALAM BENTUK APAPUN TANPA SEIZIN PENULIS

DITULIS OLEH ALAMAT

: Hendra Marta Yudha, Ir, MSc. : Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unsri Jl. Raya Prabumulih KM 32 Inderalaya OI 30662; Telp (0711) 580283- 318373 E-mail : hmymsc@yahoo.com hendra@unsri.ac.id Website : http://hendra.unsri.ac.id

KATA PENGANTAR Puji dan syukur tak lupa selalu kita panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, berkat rakhmat, hidayah dan hinayahNYA maka Diktat/CD interaktif ini dapat diselesaikan. Diktat/CD pembelajaran interaktif ini disusun dengan maksud memberikan suatu bahan acuan bagi mahasiswa jurusan Teknik Elektro, dan atau para peminat dalam bidang Komputasi Sistem Tenaga. Penggunaan komputer dalam analisis sistem tenaga adalah sebuah ilmu yang sedang dan akan terus berkembang selaras dengan kemajuan teknologi komputer maupun munculnya algoritma-algoritma baru. Beberapa buku rujukan yang tersedia, seperti buku Stagg dan Albiad [2], dan MA. Pai [3] yang tertua dan lengkap, maupun buku Gibson Sianipar [1] yang terbaru dan berisi algoritma-algoritma baru masih sangat sulit untuk dipahami dengan cepat, terutama bagi para mahasiswa. Untuk mencoba menjejaki kemajuan dan tetap memberikan kemudahan kepada mahasiswa maka dihadirkanlah Diktat/CD pembelajaran interaktif ini. Diktat/CD ini berisi program-program yang penulis anggap paling mudah dipelajari, namun usaha-usaha memasukkan algoritma-algoritma terbaru tetap diusahakan. Diktat/CD pembelajaran interaktif ini tersusun dari kumpulan babbab yang membahas aspek dari penggunaan komputer dalam analisis sistem tenaga, diawali dengan bab yang memberikan pengetahuan dasar mengenai dasar pemrograman, teknik programming, dasar-dasar operasi matriks, dan perumusan sistem jaringan, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai metoda penyelesaian Sistem Persamaan Linear. Aspek utama yang dibahas dalam buku ini yakni perhitungan dan pengaturan aliran beban. Diktat/CD pembelajaran interaktif ini akan mudah dipahami, terutama bagi mahasiswa atau peminat lainnya yang memiliki pengetahuan dasar tentang pemrograman dan bahasa pemrograman FORTRAN dan pemahaman tentang metoda numerik. Mudah-mudahan sumbangan ini dapat bermanfaat. Penulis, Hendra Marta Yudha, Ir, MSc.

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I Aljabar Matris 1.1. Pendahuluan 1.2. Konsep Dasar dan Definisi 1.3. Determinan 1.4. Operasi Matrik 1.5. Ketidakbebasan Linear dan Rank Matriks 1.6. Soal-Soal Bab I BAB II Penyelesaian Sistem Persamaan Linear 2. 1 Pendahuluan 2. 2 Metoda Langsung 2. 3 Metoda Iterasi Gauss-Seidel 2. 4 Perbandingan Antar Metoda 2. 5 Soal-Soal Bab II BAB III Matriks Jaringan dan Insidensi 3. 1 Pendahuluan 3. 2 Graph 3. 3 Matrik Insidendi 3. 4 Jaringan Primitif 3. 5 Pembentukan Matrik Jaringan Dengan Transformasi Singular 3. 6 Soal-Soal Bab III BAB IV Algoritma Pembentukan Matriks Ybus 4. 1 Pendahuluan 4. 2 Pembentukan Matriks Admitansi Bus 4. 3 Penghapusan Bus 4. 4 Matrik Impedansi Bus dan Perubahan Matrik ZBUS 4. 5 Pembentukan Matrik Impendansi Bus 4. 6 Soal-Soal Bab IV 73 73 77 78 82 88 56 56 59 65 66 72 26 26 51 54 55 1 1 7 10 23 24

iv

BAB V Perhitungan dan Penyesuaian Aliran Beban 5. 1 Pendahuluan 5. 2 Data Untuk Studi Aliran Beban 5. 3 Persamaan Performance Jaringan 5. 4 Metoda Gauss-Seidel 5. 5 Metoda Newton Raphson 5. 6 Metoda Fast Decoupled 5. 7 Soal-Soal Bab V BAB VI Penyesuaian Dalam Penyelesaian Aliran Beban 6. 1 Umum 6. 2 Pengendalian Tegangan Bus 6. 3 Representasi Transformator 6. 4 Pengendalian Jaringan Penghubung 6. 5 Perbandingan Antar Metoda 6. 6 Soal-Soal Bab VI DAFTAR PUSTAKA SOAL-SOAL PROGRAM 121 123 124 127 135 137 141 143 144 163 89 90 90 91 95 100

T E K N I K E L E K T R O

PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA

0 3 0 0 3 1 4 0 0 0 0
ALJABAR MATRIKS

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

hmymsc

BAB I ALJABAR MATRIKS

I. 1 PENDAHULUAN Dalam decade terakhir, penggunaan aljabar matriks dalam formulasi dan solusi masalah-masalah rekayasa enjinering yang komplek menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan penggunaan teknologi komputer dijital dalam perhitungan dan analisis sistem. Penggunaan notasi matriks memberikan perubahan yang signifikan dalam mengekspresikan banyak masalah. Penggunaan operasi-operasi matriks memberikan tingkatan logika proses yang dapat beradaptasi dengan baik dalam solusi persamaan simultan bagi sistem-sistem besar menggunakan komputer. I. 2 KONSEP DASAR DAN DEFINISI I. 2. 1 NOTASI MATRIKS Notasi matriks adalah suatu cara yang digunakan untuk memudahkan penulisan bentuk persamaan simultan. Matriks didefinisikan sebagai jajaran bilangan-bilangan yang disebut elemen, disusun secara khusus dalam bentuk m baris dan n kolom sehingga membentuk empat persegi panjang. Elemen-elemen ini dapat berupa bilangan riil atau komplek. Notasi subskrip ganda aij selalu dipergunakan untuk menunjukkan sebuah elemen matriks. Subskrip pertama i, menunjukkan baris dan subskrip kedua j, menunjukkan kolom dimana elemen tersebut terletak. Dalam suatu sistem persamaan berikut : a11 x1 + a12 x 2 + a13 x 3 = b1 a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 x 3 = b 2 (I.2-1)
a 31 x1 + a 32 x 2 + a 33 x 3 = b3

x1, x2, dan x3 variabel tidak diketahui a11 a12 a13..a33 adalah koefisienkoefisien dari variabel tidak diketahui, b1, b2, dan b3 parameter-parameter yang diketahui. Dalam bentuk matriks, koefisien, variabel, dan parameter dapat ditulis sebagai berikut :
a11 a12 a13 x1 b1 a (I.2-2) 21 a 22 a 23 x 2 = b 2 a 31 a 32 a 33 x 3 b3 Dalam notasi matriks, persamaan (I.2-2) diatas dapat ditulis Ax = b (I.2-3)

BAB 1 - PENGKOM

Matriks dengan jumlah baris m dan kolom n disebut matriks berdimensi m x n. Sebuah matriks dengan baris tunggal dengan lebih dari satu kolom disebut matrik baris atau vektor baris, sedangkan matriks dengan kolom tunggal dan lebih dari satu baris disebut matriks kolom atau vektor kolom, seperti dalam contoh berikut.

[a11 a12 ..a1n ]

a 11 a dan 21 ... a n1

I. 2. 2 TIPE MATRIKS Beberapa matriks dengan karakteristik khusus yang sangat berarti dalam operasi matriks, antara lain : A. MATRIKS BUJUR SANGKAR Apabila jumlah baris sama dengan jumlah kolom, m = n matriks tersebut disebut matriks kuadrat atau matriks bujur sangkar dengan orde sama dengan jumlah baris (atau kolom). Elemen-elemen matriks dalam sebuah matriks bujur sangkar, aij dimana i = j disebut elemen-elemen diagonal, sedangkan elemen-elemen dimana i j disebut elemen-elemen off-diagonal. a11 a12 a13 a14 a15 a a 22 a 23 a 24 a 25 21 a 31 a 32 a 33 a 34 a 35 Amxn = ....................................... a 51 a 52 ......................a nm

B. MATRIKS SEGITIGA ATAS Apabila elemen-elemen aij dari sebuah matriks bujur sangkar berharga Nol untuk i > j, matriks tersebut adalah matriks segitiga atas, seperti contoh berikut: u11 u12 u13 u 22 u 23 U = 0 0 0 u 33

hmymsc

C. MATRIKS SEGITIGA BAWAH Apabila elemen-elemen aij dari matriks bujur sangkar berharga Nol untuk i < j, matriks tersebut adalah matriks segitiga bawah, seperti contoh

l11 L = l 21 l 31

0 l 22 l 32

0 0 l 33

D. MATRIKS DIAGONAL Bilamana elemen-elemen off-diagonal dari suatu matriks bujur sangkar berharga Nol (aij = 0, untuk i j), matriks tersebut disebut matriks diagonal, seperti:

d 11 0 0 D = 0 d 22 0 0 0 d 33
E. MATRIKS KESATUAN ATAU MATRIKS IDENTITAS dan MATRIKS NOL Apabila semua elemen diagonal matriks bujur sangkar berharga Satu, dan elemen lainnya Nol (aij = 1, untuk i = j dan aij = 0, untuk i j), matriks tersebut disebut matriks satuan atau matriks identitas., sedangkan matriks nol adalah matriks bujur sangkar dimana semua elemen matriks berharga NOL, seperti: 1 0 0 0 0 0 0 1 0 dan O = 0 0 0 I = 0 0 1 0 0 0 F. TRANSPOSE MATRIKS Bilamana baris dan kolom matriks m x n saling dipertukarkan, maka resultannya matriks n x m adalah transpose dari matriks tersebut yang dinyatakan dengan AT, seperti

BAB 1 - PENGKOM

a11 a 21 a 31 a 12 a 22 a 32 AT = a a a 33 13 23 a14 a 24 a 24

a 41 a 42 a 34 a 44

G. MATRIKS SIMETRIS Bila elemen-elemen matriks bujur sangkar aij = aji , matriks tersebut disebut matriks simetris, seperti :

a 11 a 12 a 13 a 14 [ A] = dan a 21 a 22 a 23 a 24

a 11 a 21 T [ A] = a 31 a 41

a12 a 22 a 32 a 42

Transpose dari sebuah matriks simetris identik dengan matrik itu sendiri.

1 5 3 [A] = 5 2 6 dan 3 6 4
H. MATRIKS SKEW

1 5 3 [A]T = 5 2 6 3 6 4

Apabila dari suatu matriks bujur sangkar aij = -aij , untuk semua ij, tetapi tidak semua elemen aij = 0, matriks ini disebut matriks skew , seperti :

7 5 6 A = - 5 0 4 - 6 - 4 2
I. MATRIKS SKEW SIMETRI Bila suatu matriks bujur sangkar A = -AT, maka matriks A tersebut disebut matriks skew simetri. Hubungan antara elemen-elemen luar diagonal sama, tetapi berlawanan tanda(aij = -aij), dan elemen diagonal berharga Nol, seperti :

hmymsc

0 - 5 3 A = 5 0 6 - 3 6 0
J. MATRIKS ORTHOGONAL Jika AT A = U = A AT untuk suatu matriks bujur sangkar dengan elemen rill, matriks A disebut matriks orthogonal. K. MATRIKS KONJUGATE Jika semua elemen matriks dipertukarkan dengan konjugatenya (a + jb a jb), matriks tersebut disebut matriks konjugate dan ditulis dengan cara A*, seperti :

5 j3 A= 4 + j2 1 + j1
L. MATRIKS HERMITIAN

dan

5 - j3 A = 4 - j2 1 - j1
*

Bilamana suatu matriks bujur sangkar kompleks berlaku A = (A*)T, maka matriks A disebut matriks Hermitian dimana semua elemen diagonal adalah bilangan rill, seperti : 2 - j5 4 A= 5 2 + j3 M. MATRIKS SKEW-HERMITIAN

Bilamana berlaku A = -(A*)T , maka matriks A disebut matriks Hermitian Skew Simetri, dimana semua elemen diagonal berharga Nol, seperti : 2 - j3 0 A= 0 - 2 - j3
N. MATRIKS UNITARY (UNITER)

Sebuah matriks bujur sangkar A disebut juga matriks uniter bilamana transposenya sama dengan konjugate inversenya, seperti : (A*)T A = U = A (A*)T
5

BAB 1 - PENGKOM

O. MATRIKS PITA

Matrik pita adalah matrik bujur sangkar yang semua elemennya berharga NOL kecuali pada suatu pita berpusat pada diagonal. Lebar pita adalah maksimum elemen yang tidak NOL pada sebuah baris, sebagai berikut:
a 11 a 21 a 31 0 0 0 a 12 a 22 a 32 a 42 0 0 a 13 a 23 a 33 a 53 0 0 a 24 a 34 a 54 0 0 a 35 a 45 a 55 0 0 0 a 46 a 56 a 56

a 43 a 44

Lebar pita = 5, aij = 0, Untuk i-

a 54 a 55

j> 2

Matrik pita dengan lebar pita = 3, disebut dengan matrik TRIDIAGONAL, seperti contoh dibawah ini:
a 11 a 12 a 21 a 22 0 a 32 0 0 0 a 23 a 33 a 43 0 0 a 34 a 44

P. MATRIKS JARANG

Matrik jarang adalah matrik bujur sangkar dimana lebih dari 50% elemen matriks tersebut berharga sama dengan NOL, seperti contoh berikut:
a 11 a 12 a 21 a 22 a 31 0 0 0 0 0 0 0 a 13 0 a 33 a 43 0 0 0 0 a 34 a 44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 a 55 0 0 a 56 0

Q. MATRIKS SINGULAR DAN NON SINGULAR

Matriks singular adalah matriks yang nilai determinannya = 0, sedangkan matriks non singular adalah matriks yang nilai determinannya 0. Ringkasan tipe-tipe matriks khusus diberikan dalam Tabel I-1 berikut :

hmymsc

Tabel I-1. Ringkasan karakteristik tipe-tipe matriks Kondisi A=-A A = AT A = - AT A = A* A = - A* A = (A*)T A = (A*)T ATA = U (A*)TA = U Tipe Matriks Nol Simetris Skew Simetris Real Imajiner murni Hermitian Skew Hermitian Orthogonal Uniter

I. 3. DETERMINAN I. 3. 1 DEFINISI DAN SIFAT-SIFAT DETERMINAN

Penyelesaian dua persamaan simultan a11 x1 + a12 x 2 = b1 (I.3-1) a 21 x1 + a 22 x 2 = b 2 Dapat diselesaikan dengan cara mengeliminasi salah satu variabel. Menyelesaikan x2 kedalam x1 dari persamaan kedua dan mensubstitusikan ekspresi ini kedalam persamaan pertama, sebagai berikut : - dari pers. kedua :
b a a 21 x1 + a 22 x 2 = b 2 x 2 = 2 21 x1 a 22 a 22 a11 a 22 x1 + a12 b 2 - a12 a 21 x1 = a 22 b1 (a11 a 22 - a12 a 21 ) x1 = a 22 b1 - a12 b 2

a 22 b1 - a 21 b1 a11 a 22 - a12 a 21 Langkah berikutnya, substitusi harga x1 kedalam persamaan (I.3-1) akan diperoleh x1 =
x2 = a 22 b 2 - a 21 b1 a11 a 22 - a12 a 21

Ekspresi ( a11 a 22 - a12 a 21 ) adalah harga determinan dari koefisien matriks A, dimana A menunjukkan determinan
a 21 a 22 Penyelesaian persamaan (I.3-1) dengan cara determinan didapat : A= a11 a12

BAB 1 - PENGKOM

b1 a12 x1 =
Dan

b 2 a 21 a b -a b = 21 1 12 2 a11 a12 a11 a 22 - a12 a 21 a 21 a 22

a11 b1 a 21 b 2 a b -a b = 11 2 21 1 a11 a12 a11 a 22 - a12 a 21 a 21 a 22 Suatu determinan didefinisikan hanya untuk matriks bujur sangkar yang memenuhi satu harga. x2 =
I. 3. 2 MINOR DAN KOFAKTOR

Determinan diperoleh dengan cara mengeluarkan elemen-elemen baris i, kolom j disebut dengan Minor dari elemen aij , jadi :

a11 a12 a13 A = a 21 a 22 a 23 a 31 a 32 a 33


Minor a 21 =

a12 a13 a 32 a 33

Orde dari minor tersebut lebih kecil satu dari orde determinan asal. Dengan mengeluarkan dua baris dan kolom suatu minor dengan orde 2 lebih kecil dari asalnya. Determinan dapat dicari dengan cara berikut: Kofaktor dari suatu elemen adalah (-1)i+j (Minor dari aij) dimana orde dari minor aij adalah n-1. Kofaktor dari a21 dinyatakan dengan K21, yaitu:

K 21 = (-1)2 +1

a12 a13 a 32 a 33

=-

a12 a13 a 32 a 33

Secara ringkas determinan A adalah


DET A = a ij K ij
i =1 n

j = 1, 2, ....., n, untuk n > 1

Sedangkan kofaktor Kij dapat dicari dari minor Mij

hmymsc

K ij = (-1)i + j Mij

I. 3. 3 ADJOINT

Jika setiap elemen dari matriks bujur sangkar dipertukarkan dengan kofaktornya, lalu matriks tersebut ditranpose, hasilnya disebut matriks adjoint yang dinyatakan dengan A+, dimana: K11 K 21 K 31 A+ = K12 K 22 K 32 K13 K 23 K 33
CONTOH 1.1 Hitung determinan berikut ini: 7 1 -2 1 4 1 -2 1 7 Penyelesaian Dengan menggunakan aturan diatas, determinan dapat dihitung A = a 11 K 11 + a 21 K 21 + a 31 K 31 sebagai berikut: Didapat: 7 1 -2 4 1 1 -2 1 -2 1 4 1 =7 + 1(1) + (2) = 162 1 7 1 7 4 1 -2 1 7 I. 4 OPERASI MATRIKS I. 4. 1 MATRIKS SAMA

Bila A dan B adalah matriks berdimensi sama, bilamana elemenelemen aij = bij, maka kedua matriks disebut matriks sama, yaitu : A=B
I. 4. 2 OPERASI BARIS ELEMENTER (OBE)

Beberapa operasi baris elementer atau OBE yang sering dilakukan adalah: 1. Suatu baris dikalikan dengan konstanta 0 bi k b i 2. Pertukaran antar dua baris bi bj
9

BAB 1 - PENGKOM

3. Suatu baris ditambahkan dengan kelipatan baris lainnya bi bi + k bj


I. 4. 3 OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MATRIKS

Matriks berdimensi sama, dapat diperjumlahkan atau diperkurangkan. Penjumlahan atau pengurangan dua matriks berdimensi m x n, akan menghasilkan matriks baru C, dengan dimensi yang sama pula, sebagai berikut: A B=C Dimana masing-masing elemen matriks C adalah cij = aij bij. Aturan komutatif dan assosiatif berlaku bagi penjumlahan matriks sebagai berikut. A +B= B+A komutativ A + B + C = A + (B + C) = (A + B) + C assosiatif

I. 4. 4 PERKALIAN MATRIKS A. PERKALIAN MATRIKS DENGAN SKALAR

Bilamana sebuah matriks diperkalikan dengan skalar, elemen dari hasil perkalian tersebut sama dengan perkalian elemen-elemen asal matriks dengan skalar tersebut, misal : kA = B, dimana bij = k x aij untuk semua i dan j Perkalian matriks dengan skalar mengikuti aturan komutativ dan distributiv berikut : komutativ kA = B k (A + B) = kA + kB = (A + B) k distributiv
B. PERKALIAN MATRIKS DENGAN MATRIKS

Perkalian dua matriks AB = C hanya dapat dilakukan apabila jumlah kolom dari matriks A sama dengan jumlah baris dari matriks B, sebagai berikut : Am x n Bn x k = Cm x k Dalam bentuk umum dapat dituliskan

cij = a ik b kj
k =1

(I.3-2)

dengan : i = 1,2,..,m (Jml. Baris matrik A)


10

hmymsc

j = 1,2,...,k (Jml. Kolom matriks B) Sebagai contoh


a11 a12 (a11b11 + a12 b 21 ) a a b11 b12 = (a b + a b ) AxB = 21 22 22 21 21 11 b 21 b 22 (a b + a b ) a 31 a 32 31 11 32 21 (a11b12 + a12 b 22 ) (a 21b12 + a 22 b 22 ) (a 31b12 + a 32 b 22 )

Meski AB dimungkinkan, namun BA tidak dapat dilakukan, sehingga secara umum berlaku AB BA, kecuali untuk matriks bujur sangkar, karenanya aturan komutativ tidak berlaku. Jika matriks A, B, dan C memenuhi syarat dimensional untuk suatu perkalian dan penjumlahan matriks, maka berlaku sifat-sifat berikut :
A (B + C) = AB + BC aturan distributiv A (BC) = (AB) C = ABC aturan asosiatif

Namun demikian,
AB = 0, tidak menunjukkan bahwa A = 0 atau B = 0 CA = CB, tidak berarti A = B

Jika C = AB, dan transpose C sama dengan hasil perkalian transpose matriks A dan B, ini merupakan aturan reversal, dimana CT = BTAT. Program sederhana perkalian matriks disajikan dalam Gambar I-1 berikut. DO 30 I = 1, M DO 20 J = 1, L C(I,J) = 0 DO 10 K = 1, N C(I,J) = C(I,J) + A(I,K)*B(K,J) CONTINUE CONTINUE CONTINUE

10 20 30

Gambar I-1. Program perkalian matrik berdimensi (m x n) dan (n x l)


CONTOH 1.2 Hitung perkalian antara dua matrik berikut ini:

11

BAB 1 - PENGKOM

2 4 orde

1 1 3 6 c11 c12 c13 2 5 9 = c 1 0 21 c 22 c 23 0 1 0 2x3 3x3 2 x 3 3 sama

Penyelesaian
c11 = 2 x 1 + 3 x 2 + 6 x 0 = 8 c12 = 2 x 1 + 3 x 5 + 6 x 1 = 23 c13 = 2 x 3 + 3 x 9 + 6 x 0 = 33 c 21 = 4 x 1 + 1 x 2 + 0 x 0 = 6 c 22 = 4 x 1 + 1 x 5 + 0 x 1 = 9 c 23 = 4 x 3 + 1 x 9 + 0 x 0 = 21

Sehingga
1 1 3 6 8 2 5 9 = 6 1 0 0 1 0 8 23 33 [C ] = 6 9 21 2 4 3 23 9 33 21

C. INVERSE MATRIKS

Pembagian tidak dikenal dalam aljabar matriks, kecuali pembagian matriks dengan skalar. Operasi ini dilakukan dengan cara membagi semua elemen matriks dengan skalar. Namn demikian, tinjaulah suatu persamaan simultan berikut : a11 x1 + a12 x 2 + a13 x 3 = b1

a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 x 3 = b 2 a 31 x1 + a 32 x 2 + a 33 x 3 = b3 Atau dalam bentuk matriks Ax = b

(II.4-1)

Adalah dimungkinkan untuk menulis harga x1, x2, dan x3 sebagai fungsi b1, b2, dan b3, yaitu : x = Cb (II.4-2) Bila diperoleh penyelesaian yang unik bagi persamaan (II.4-1) artinya matriks C ada dan merupakan inverse dari matriks A yang dapat ditulis dengan notasi A-1, dan berlaku:

12

hmymsc

AA-1 = A-1A = U

Untuk menyelesaikan persamaan (II.4-2), kedua sisi dapat dikalikan dengan A-1, sehingga : Ax = b A-1Ax = A-1 b Ux = A-1 b x = A-1 b orde dari kesemua matriks diatas harus dijaga sama. Bila determinan dari matriks berharga Nol, maka tidak ada inverse dari matriks tersebut, matriks seperti ini disebut matriks singular. Sebaliknya, bila determinan 0, matriks disebut matriks non singular dan mempunyai matriks inverse. Beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menghitung harga inverse matriks, antara lain :

C. 1 METODA GAUSS-JORDAN

Bila A adalah sebuah matriks bujur sangkar non singular berdimensi n x n, maka AI akan dapat ditransformasikan menjadi IA-1 (Misalkan dengan menggunakan OBE, dalam hal ini I adalah matriks satuan) AI adalah matriks eksistensi atau augmented matrix, yaitu matriks yang dibentuk dengan meletakkan matrik I disebelah kanan matriks A, seperti :

a11 A= a 21 a11 AI = a 21

1 0 a12 ,I= a 22 0 1 a12 1 0 a 22 0 1

(II.4-3)

Bila dengan transformasi elementer dapat diusahakan AI menjadi sebagaimana ilustrasi berikut: - Misalkan matrik A yang diperluas adalah sebagai berikut:

a 11 AI = a 21
Maka

a 12 a 22

a 13 a 23

a 14 a 24

(II.4-4)

13

BAB 1 - PENGKOM

' ' ' a 11 a 12 a 13 a 14 1 a 12 a 13 a 14 a 21 a 22 a 23 a 24 a 21 a 22 a 23 a 24

1 0 1 0

' a 12

' a 13

a '22

a '23

' ' ' ' a 14 1 a 12 a 13 a 14 ' ' a '24 0 1 a '23 a '24

'' '' 0 a 13 a 14 dengan demikian '' '' 1 a 23 a 24

'' a11 A-1 = '' a 21

'' a12 '' a 22

Cara yang dapat digunakan untuk penyelesaian dari persamaan (II.4-3) menjadi (II.4-4) dapat dipergunakan metoda GAUSS-JORDAN dengan Program sederhana pada Gambar I- 2, berikut : DO 30 K = 1,N P = A(K,K) DO 10 J = 1,2*N A(K,J) = A(K,J)/P DO 30 I = 1, N IF(I.NE.K)THEN P = A(I,K) DO 20 J = 1, 2*N A(I,J) = A(I,J) - P*A(K,J) ENDIF CONTINUE

10

20 30

Gambar I-2. Program Inverse matriks dengan metoda Gauss-Jordan.


C. 2 METODA DOOLITLE

Metoda ini bertitik tolak dari dekomposisi matriks A menjadi matriks L dan U, sebagai berikut : A=LU Karena untuk suatu matriks inverse harus dipenuhi A A-1 = I Maka (L U) (L U)-1 = I L U U-1 L-1 = I L L-1 = I Dengan demikian A-1 = U-1 L-1

14

hmymsc

Dengan cara ini, invers A-1 dapat dicari dengan menghitung invers matriks segitiga atas U dan segitiga bawah L dan mengalikan kedua invers matriks tersebut. (Cara ini tidak dibahas lebih lanjut)
C. 3 METODA CROUT

Metoda ini mirip dengan metoda Doolitle, yakni memanfaatkan inverse dari matriks U dan L, yaitu : A-1 = U-1 L-1 , perbedaannya hanya terletak pada pendefinisian matriks L dan U, seperti berikut a11 a12 a13 1 0 0 U11 U12 U13 a a a = L 1 0 0 U22 U23 Doolitle (II.4-7) 21 22 23 21 a 31 a 32 a 33 L31 L32 1 0 0 U33
a11 a12 a13 L11 0 0 1 U12 a a a = L L 0 0 1 21 22 23 21 22 a 31 a 32 a 33 L31 L32 L33 0 0 U13 U 23 Crout 1

(II.4-8)

Seperti halnya dengan metoda Doolitle, metoda Crout memerlukan waktu dan ingatan komputer yang cukup besar dalam penyelesaian inverse matrik, sehingga tidak efisien, oleh karena itu pembahasan tentang kedua metoda ditiadakan.
C. 4 METODA CHOLESKY

Metoda ini bermanfaat untuk mencari inverse matriks simetris berdiagonal kuat, berharga positif yang umumnya terdapat pada matriks admitansi bus suatu sistem tenaga elektrik. Metoda ini juga dapat digunakan untuk sistem-sistem besar, karena mampu menghemat penggunaan ingatan komputer, dengan memanfaatkan teknik dekomposisi A = LU. Untuk matriks simetris berlaku :
A = AT

Maka
L U = (L U)T atau L U = UT LT

Artinya L = UT

dan

U = LT

Jadi dekomposisi menjadi A=LU A = L LT Maka


15

(II.4-9)

BAB 1 - PENGKOM

A-1 = (L LT)-1 A-1 = (LT)-1 L-1

(II.4-10)

Dekomposisi dari matriks simetris A menjadi LLT dapat dilakukan dengan lebih cepat daripada dekomposisi LU, perhatikan hal berikut :

a11 a12 a13 L11 0 0 L11 L 21 L31 a a a = L L 0 0 L L 22 32 21 22 23 21 22 a 31 a 32 a 33 L31 L32 L33 0 0 L33
Apabila kita perkalikan kedua matriks LLT, didapat :
(L11L11) [A] = (L21L11) (L31L11) (L11L21) (L22L22 + L21L21) (L31L21 + L32L22) (L11L31)

(II.4-11)

(L21L31 + L22L32) (II.4-12) (L31L31 + L32L32 + L33L33)

penyelesaian dari persamaan (II.4-12) diperoleh hubungan berikut ini :

a 11 = L11 L11 L11 = a 11


a 12 = a 21 = L11 L 21 L12 = L 21 = a 12 /L11 a 13 = a 31 = L 11 L 31 L 13 = L 31 = a 13 /L 11
a 22 = L 21 L 21 + L 22 L 22 L 22 = a 22 - L 21L 21 a 23 = a 32 = L31 L21 + L32 L22 L23 = L32 = (a32 - L31L21 ) / L22

a33 = L31 L31 + L32 L32 + L33 L33 L33 = a33 - L31L31 - L32L32

Dalam bentuk umum, persamaan umum untuk memperoleh elemen-elemen matriks L adalah :
Lkk = akk - Lkj Lkj
j =1 i -1 aki - Lij Lkj Lki = j =1 k -1

untuk =1,2,..,n (Jml. k pers) untuk =1,2,...., k n

(II.4-13)

untuki =1,2,...., -1 k Dari persamaan (II.4-13) dan uraian sebelumnya, terlihat bahwa hargaharga elemen matriks dapat dihitung langsung secara berurutan dengan urutan sebagai berikut :

16

hmymsc

1 1 2 4 2 3 3 5 atau 4 5 6 6
tergantung pada cara entry matriks A Pada metoda Cholesky ini jelas terlihat ada keuntungan tambahan yang dapat diperoleh dari proses baris demi baris, dan kita hanya memerlukan entry-entry matrik A sebaris demi sebaris, sehingga jika diperlukan data matriks A dapat disimpan dalam file dan dibaca saat dibutuhkan saja. Selain hal tersebut, urutan operasi memungkinkan kita menggunakan file yang sama untuk menyimpan data hasil dekomposisi atau data matriks L dan kita hanya memerlukan entry-entry matriks segitiga, seperti ditunjukkan dalam Program sederhana pada Gambar I-3, berikut ini : DO 20 I = 1, N DO 10 J = I, N READ(1,*)A(J,I) CONTINUE DO 60 K = 1, N DO 40 I = 1, K-1 JMLH = 0 DO 30 J = 1, I-1 JMLH = JMLH + A(I,J)*A(K,J) A(K,I) = (A(K,I) JMLH)/A(I,I) JMLH = 0 D0 50 J = 1, K-1 JMLH = JMLH + A(K,J)*A(K,J) A(K,K) = SQRT((A(K,K) JMLH)) Gambar I-3. Program sederhana dekomposisi Cholesky Setelah diperoleh dekomposisi matriks A, baik dalam bentuk LT atau L, langkah berikut adalah melakukan hal berikut : 1 Mencari L-1 2 Mencari (LT)-1 3 Memperkalikan (LT)-1 L-1 Andai matriks segitiga bawah L, yang diperoleh adalah sebagai berikut:
17

10 20

30 40 50 60

BAB 1 - PENGKOM

L11 L L 21 22 L 31 L 32 L 33

Inverse dari matriks L adalah L-1 yang memenuhi LL-1 = I. Untuk mencari L-1, dapat dimisalkan matriks lain B = L-1, maka :
L11 b11 1 0 0 L L b b = 0 1 0 21 22 21 22 L 31 L 32 L 33 b 31 b 32 b 33 0 0 1

(II.4-14)

Jika kita perkalikan matriks LB diatas, diperoleh hubungan berikut :


0 0 1 0 0 (L11b11) (L b + L b ) (L22b22 ) 0 = 0 1 0 21 11 22 21 (L31b11 + L32b21 + L33b31) (L32 b22 + L33 b32 ) (L33b33 ) 0 0 1

Atau
L11 b11 = 1 L 22 b 22 = 1 L 33 b 33 = 1 L 21 b11 + L 22 b 21 = 0 L 32 b 22 + L 33 b 32 = 0 b11 = 1/L11 b 22 = 1/L 22 b 33 = 1/L 33 b 21 = - (L 21 b11 ) / L 22 b 32 = -(L 32 b 22 ) / L 33

L31b11 + L32b21 + L33b31 = 0 b31 = - (L32b21 + L33b31) / L33

Dalam bentuk umum, rumus-rumus untuk memperoleh elemen-elemen matriks B adalah :

bii 1/Lii
i -1 b ij - L ik b k=j

i = 1,2,......n
kj i -1 / L ii = - b ii ( L ik b kj k = j Un tuk i = 2,3,....., n dan

j = 1,2,...... , n

Program sederhana inverse matriks segitiga bawah diberikan dalam Gambar I-4, berikut ini. 10 DO 10 I = 1, N B(I,I) = 1.0/L(I,I) D0 40 I = 2, N DO 30 J = 1, I-1 JMLH = 0 DO 20 K = 1, I-1
18

hmymsc

20 30 40

JMLH = JMLH L(I,K)*B(K,J) B(I,J) = B(I,I)*JMLH CONTINUE

Gambar I-4. Program sederhana inverse matriks segitiga bawah Setelah inverse matriks segitiga bawah diperoleh, tahap berikut adalah menghitung inverse dari LT. Andai kita memiliki matriks segitiga atas (transpose dari matriks segitiga bawah L), sebagai beikut :
L11 L12 L13 L 22 L 23 L33

Inverse dari matriks LT adalah (LT)-1 yang memenuhi LT (LT)-1 = I. Untuk mencari(LT)-1, dapat dimisalkan matriks lain B = (LT)-1, maka :
L11 L12 L13 L 22 L 23 L33
L11 b11 = 1 L 22 b 22 = 1 L 33 b 33 = 1

b11 b12 b13 1 0 0 b 22 b 23 = 0 1 0 b33 0 0 1


b11 = 1/L11 b 22 = 1/L 22 b 33 = 1/L 33

(II.4-14b)

Jika kita perkalikan matriks LB diatas, diperoleh hubungan berikut :

L11b12 + L12 b 22 = 0 b12 = - (L12 b 22 ) / L11 L 22 b12 + L 23b 33 = 0 b 23 = -(L23b33 ) / L 22

L31b13 + L32b23 + L13b33 = 0 b13 = - (L12b23 + L13b33) / L11

Dalam bentuk umum, rumus-rumus untuk memperoleh elemen-elemen matriks B, dapat ditulis dalam empat bagian berikut :
bii 1/Lii i = 1,2,......n bij = a ijbij /a ii i = 1,2, .., n - 1 dan j = i + 1

bij = bij =

1 a ii 1 a ii

k =2 j

a a

ik

b kj i = 1,2, .. , n - 2 dan j = i + 2, n b kj i = 1,2, .. , n - 3 dan j = i + 3, n

k =2

ik

Program sederhana inverse matriks segitiga atas diberikan dalam Gambar I-5, berikut:

19

BAB 1 - PENGKOM

DO 10 I = 1, N 10 B(I,I) = 1.0/L(I,I) D0 20 I = 1, N-1 J=I+1 B(I,J) = -L(I,J)*B(J,J)/L(I,I) 20 CONTINUE DO 50 I = 1, N-2 DO 40 J = I+2, N JMLH = 0 DO 30 K = 2, J 30 JMLH = JMLH L(I,K)*B(K,J) B(I,J) = JMLH/L(I,I) 40 CONTINUE 50 CONTINUE DO 80 I = 1, N-3 DO 70 J = I+3, N JMLH = 0 DO 60 K = 2, J 60 JMLH = JMLH L(I,K)*B(K,J) B(I,J) =JMLH/L(I,I) CONTINUE 70 80 CONTINUE Gambar I-5. Program sederhana inverse matriks segitiga atas Dengan demikian penyelesaian inverse matriks A dengan metoda Cholesky dapat dikerjakan dengan menggabungkan program pada Gambar I-3, Gambar I-4, Gambar I-5 dan Gambar I-1.
CONTOH 1.3 Gunakan metoda Cholesky untuk menentukan inverse matrik berikut:
4 2 2 2 4 2 2 2 4

Penyelesaian - Berdasarkan persamaan (II.4-13), akan diperoleh elemen matriks L, berikut:

20

hmymsc

2 [L] = 1 1

0 3 1 3

0 0 8 3

I. 5 KETIDAK BEBASAN LINEAR DAN RANK MATRIKS I. 5. 1 KETIDAK BEBASAN LINEAR

Kolom-kolom dari matriks A berdimensi m x n dapat ditulis sebagai vektor-vektor n kolom {c1}{c2}.{cn}. Demikian pula baris-baris matriks A dapat ditulis sebagai vektor-vektor m baris {r1}{r2}{rm}. Vektor kolom adalah bebas linear jika persamaan: p1 {c1}+ p2 {c2}+ ..+ pn {cn} = 0 memenuhi hanya untuk semua pk = 0 (k = 1,2,,n). Demikian pula halnya vektor baris adalah bebas linear jika hanya harga Nol skalar qr (r =1,2,.,m) memenuhi persamaan
q1

{r1}+ q2 {r2}+ ..+ qm {rm} = 0

Adalah tidak mungkin untuk mengekspresikan satu atau lebih lebih vektor kolom bebas (atau vektor baris) sebagai suatu kombinasi linear lainnya. Jika beberapa pk 0 memenuhi persamaan (), vektor kolom tidak bebas linear. Jika beberapa qr 0, memenuhi persamaan (), vektor baris tidak bebas linear. Adalah mungkin untuk mengekspresikan satu atau lebih vektor kolom (vektor baris) sebagai suatu kombinasi linear atau lainnya. Bilamana vektor kolom (vektor baris) dari matriks A adalah tidak bebas linear, maka determinan A adalah Nol.
I. 5. 2 RANK MATRIKS

Rank matriks A berdimensi m x n adalah sama dengan jumlah maksimum dari kolom-kolom bebas linear dari A atau jumlah maksimum baris-baris bebas linear dari A. Masing-masing disebut Rank kolom dan rank baris. Rank kolom sama dengan Rank baris. Rank matriks sama dengan orde terbesar non vanishing determinan A. Sebagai contoh, tinjau matriks A, berikut ini:

21

BAB 1 - PENGKOM

1 A = 2 3

2 4 8

4 8 10

Baris-baris adalah tidak bebas linear, karena persamaan q1 {1 2 4} + q2 {2 4 8} + q3 {3 8 10} = 0 Memenuhi untuk q1 = 0 ; q2 = 0; dan q3 = 0 Sama halnya dengan kolom-kolom tidak bebas linear, karena persamaan
1 2 p 1 = 2 + p2 = 4 + p3 3 8 4 8 = 0 10

Memenuhi untuk p1 = 6 ; p2 = -1; dan p3 = -1 Karena tidak 2 kolom bebas linear, maka Rank matriks adalah 2

1. 6. SOAL-SOAL BAB 1 1. Gunakan metoda yang dikemukan dalam subbab I.3 untuk menghitung determinan berikut ini:
2 1 4 3 -1 4 2 1 5 6 7 2 1 3 4 5

2. Tentukan inverse dari matriks-matriks berikut ini:


1 (2a). 3 2 4 1 1 3 (2b) 2 5 9 0 1 0 8 (2c) 6 23 9 33 21

3. Gunakan beberapa metoda yang dikemukan dalam beberapa subbab diatas untuk menghitung inverse matrik-matrik berikut ini:

22

hmymsc

12 - 6 0

-6 5 -1

0 - 1 1

1 - 2 2 0 1 1

3 - 3 1

2 3 2 4

4 6 5 5

3 5 2 14

2 2 - 3 14

4. Periksa apakah diantara matriks-matriks berikut yang dapat diperkalikan, tuliskan hasil perkalian yang didapat:
12 [A] = - 6 0 -6 5 -1 2 3 ; [C] = 3 - 3 2 1 4 1 - 2 3 2 0 - 3 0 ; [F] = 1 1 1 - 1 3 4 2 0 1 - 2 ; [B] = 2 0 - 1 1 1 1 4 6 5 5 3 5 2 14 2 2 - 3 14

12 [E] = - 6

-6 5

23

T E K N I K E L E K T R O

PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

BAB I1 - PENGKOM

BAB II PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR

II. 1 PENDAHULUAN
Sistem Persamaan Linear atau sering disingkat SPL (Selanjutnya hanya disebut SPL) dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu : metoda langsung dan metoda iterasi. Untuk SPL dengan jumlah persamaan terbatas, misal n 3, penyelesaian dapat dilakukan dengan teknik sederhana tanpa memerlukan alat bantu hitung, akan tetapi untuk SPL yang lebih besar penyelesaian semakin rumit dan membutuhkan alat bantu. Beberapa metoda, baik langsung maupun iterasi, sseperti metoda Cramers, eliminasi Gauss-Naif, Gauss-Jordan, Crout, dan iterasi Gauss-Seidel dapat digunakan untuk menyelesaikan SPL. Untuk memahami penggunaan metoda-metoda diatas dibutuhkan pengetahuan mengenai matriks. Metoda langsung untuk penyelesaian SPL memiliki kelebihan dibandingkan dengan metoda iterasi, karena jumlah langkah perhitungannya yang pasti. Jumlah operasi hitungan sangat tergantung pada teknik komputasi yang digunakan dan jumlah persamaan itu sendiri. Apabila koefisien persamaan membentuk matriks simetri, penyelesaiannya memerlukan operasi aritmatik yang lebih sedikit dibandingkan dengan matriks non-simetri. Strategi preconditioning dengan cara melakukan pemilihan elemen tumpuan atau yang disebut dengan pivoting yang dapat digunakan dalam metoda Gauss dan Gauss-Jordan, serta penggunaan teknik vektor jarang (akan dibahas kemudian) merupakan kemajuan yang dicapai dalam penyelesaian SPL dengan metoda langsung. Metoda iterasi, yang dari segi ingatan komputer yang dibutuhkan tidak akan pernah dapat tersaingi oleh metoda langsung. Kelemahan utama dari metoda ini terletak pada konvergensinya yang sangat lambat. Penggunaan teknik matriks preconditioning akan sangat mempercepat konvergensi.

II. 2 METODA LANGSUNG


Sebelum membicarakan cara bekerja dengan metoda komputasi, akan dijelaskan beberapa metoda yang digunakan untuk menyelesaikan SPL orde kecil (n 3) yang tidak membutuhkan komputer, seperti metoda Grafis, aturan Cramers.

24

hmymsc

II. 2. 1 METODA GRAFIS


Penyelesaian secara grafis untuk persamaan dengan 2 bilangan anu dilakukan dengan cara menggambarkan kedua persamaan pada koordinat kartesian, dimana absis dan ordinat berhubungan dengan variabel x1 dan x2. Untuk lebih jelas tinjau persamaan berikut ini : a 11 x 1 + a 12 x 2 = b1 a 21 x 1 + a 22 x 2 = b 2 Selanjutnya rubah kedua persamaan menjadi bentuk berikut : a x 2 = - 11 a 12 a x 2 = - 21 a 22 b x 1 + 1 a 12 b x 1 + 2 a 22

Kedua persamaan sekarang menjadi dua persamaan garis lurus dengan bentuk umum berikut :
x 2 = (slope) x 1 + intercept

Kedua garis dapat digambarkan, dengan x2 sebagai ordinat dan x1 absis. Harga x1 dan x2 dimana kedua garis berpotongan merupakan penyelesaian SPL diatas, sebagaimana contoh Gambar II-1, berikut :
X2 pers grs-1

X2

X1

pers. grs-2

X1

Gambar II-1. Penggunaan metoda grafis pada n = 2

25

BAB I1 - PENGKOM

Metoda grafis sukar dilakukan untuk n > 2, dan tidak praktis, namun demikian Metoda grafis sangat membantu dalam memvisualisasikan sifat penyelesaian SPL. Beberapa contoh diperlihatkan dalam Gambar II-2, berikut ini.
X2 X2 pers. grs-2 pers grs-1

pers. grs-2 pers grs-1

Gambar II-2a. SPL tanpa penyelesaian

X1

II-2b. Singular

X1

X2

pers. grs-2 pers grs-1

X1
Gambar II-2c. ILL CONDITIONED

Gambar II-2. Beberapa Contoh Kasus SPL dengan n = 2

Pada Gambar II-2a, memperlihatkan kasus dimana kedua persamaan menghasilkan dua garis paralel, dalam keadaan ini tidak ada penyelesaian yang didapat. Pada Gambar II2b, diperlihatkan dua buah persamaan yang menghasilkan sebuah garis yang hampir sama. Pada kasus ini, terdapat solusi yang tidak terbatas. Pada keadaan ini dikatakan kedua sistem adalah singular. Pada kasus lain, seperti dalam Gambar II-2c, sistem mendekati singular, kasus ini disebut ILL-CONDITIONED, dan sangat sukar menentukan penyelesaian exact dari sistem. Ill-conditioned sangat berpengaruh dalam penyelesaian SPL secara numeris, karena sangat sensitif terhadap kesalahan pembulatan.

II. 2. 2 METODA CRAMERS


Apabila bilangan anu dari suatu SPL orde n adalah sebagai berikut: xi , yang berlaku untuk i = 1,2,n

26

hmymsc

Dengan bentuk persamaan Ax = b, maka menurut aturan Cramers penyelesaian SPL tersebut adalah : xj = Misal DET j (A) DET (A) dimana j = nomor kolom

a 11 a 12 a 13 x 1 b1 a a a x = b 21 22 23 2 2 a 31 a 32 a 33 x 3 b 3
maka
b1 b2 x1 = b3 a 11 a
21

a 12 a
22

a 13 a
23

a 11 b1 a 13 a 21 b 2 a 23 x2 = a 31 b 3 a 33 a 11 a 12 a 13 a 21 a 22 a 23 a 31 a 32 a 33

a 32 a 12 a
22

a 33 a 13 a
23

a 31

a 32

a 33

Teoritis penyelesaian SPL dengan aturan Cramers cukup sederhana, namun jumlah operasi akan meningkat bilamana persamaan menjadi besar sehingga tidak efisien. Selain itu cara ini juga sulit dilaksanakan untuk n > 3.
CONTOH 2.1.

Gunakan aturan Cramers untuk menyelesaikan sistem persamaan berikut ini: 0,3 x1 + 0,52x2 + x3 = - 0,01 0,51x1 + x2 + 1,9x3 = 0,67 0,1 x1 + 0,3x2 + 0,5x3 = - 0,44 Penyelesaian Dalam bentuk matriks persamaan diatas
0,3 0,52 1 x1 - 0,01 0,51 1,0 1,9 x = 0,67 2 0,1 0,3 0,5 x 3 - 0,44

27

BAB I1 - PENGKOM

Determinan dari SPL diatas

0,3

0,52

1 1,9 0,5

A = 0,51 1,0 0,1 0,3

Minor dari Determinan diatas


a 11 = 1,0 1,9 = (1.0 x0,50) (1,9 x0,3) = 0,07 0,3 0,5 0,5 0,1 1,9 = (0.5 x0,50) (1,9 x0,1) = 0,06 0,5

a 22 =

0,5 1,0 = (0.5 x0,30) (1,0 x0,1) = 0,05 0,1 0,3 Dengan demikian determinan dari SPL diatas dapat dihitung sebagai berikut: a 33 =
A = (0,3 x 0,07) (0,52 x0,06) + (1,0x0,05) = 0,0022

Berikutnya adalah menghitung harga-harga xi :


b1 b2 x1 = b3 a 12 a 22 a 32 A a 13 a 23 a 33 = - 0,01 0,67 - 0,44 0,52 1,0 0,3 1,0 1,9 0,5

- 0,0022

= -14,9

a 11 =

b1

a 13 a
23

a 21 b 2 x a 31 b 3 A a 11 x = a 12
2

0,3 0,5 = 0,1

- 0,01 0,67 - 0,44 - 0,0022

1,0 1,9 0,5 = -29,5

a 33

b1 b2 b3 =

a 21 a 22 a 31 a 32 A
2

0,3 0,5 0,1

0,52 1,0 0,30 - 0,0022

- 0,01 0,67 - 0,44 = 1 9 ,8

II. 2. 3 METODA ELIMINASI BILANGAN ANU


Secara umum sebuah SPL berukuran n variabel dapat dituliskan sebagai berikut:

28

hmymsc

a 11 x 1 + a 12 x 2 + ......... + a 1n x n = b1 a 21 x 1 + a 22 x 2 + ......... + a 2n x n = b 3 a 31 x 1 + a 32 x 2 + ......... + a 3n x n = b 3 .................................................... a n1 x 1 + a n2 x 2 + ......... + a nn x n = b n


Yang dapat dinyatakan dalam bentuk matriks : (II.2-1)

Ax=b
anu, dan b vektor kolom konstanta. Penyelesaian persamaan (II.2-1) dilakukan

(II.2-2)

Dimana A adalah matriks koefisien aij berdimensi n x n, x matriks kolom dari bilangan dengan metoda langsung

menggunakan OBE yang secara bertahap mengeliminasi variabel-variabel dari suatu persamaan ke persamaan. Bentuk antara yang paling disukai untuk mencapai penyelesaian yang memenuhi kriteria tertentu adalah bentuk segitiga berikut :
u 11 x 1 + u 12 x 2 + .......... .......... ..... + u 1n x n = c 1 u 22 x 2 + .......... .......... .... + u 2n x n = c 3 u 32 x 2 + ......... + u 3n x n = c 3 u nn x n = c n

(II.2-3)

u mm x m + u mn x n = c m

Atau dalam bentuk matriks


Ux=c

(II.2-4)

Bentuk persamaan (II.2-3) dapat diselesaikan secara bertahap dari persamaan ke n, xn dapat dihitung langsung. Berikutnya adalah xn-1 dihitung dari persamaan n-1, demikian seterusnya sehingga sampai pada persamaan pertama. Program sederhana perhitungan ini diberikan dalam Gambar II-3, berikut ini : X(N) = C(N)/U(N,N) DO 20 I = N-1,1 JMLH = 0 DO 10 J = I+1, N JMLH = JMLH + U(I,J)*X(J) X(I) = (C(I) JMLH)/U(I,I) Gambar II-3. Program sederhana Penyulihan Surut (PS)

10 20

29

BAB I1 - PENGKOM

Langkah-langkah penentuan harga xi seperti program diatas disebut Penyulihan Surut atau disingkat PS.
CONTOH 2.2

Gunakan metoda eliminasi bilangan anu untuk menyelesaikan persamaan berikut ini: 3x1 + 2x2 = 18 -x1 + 2x2 = 2 Penyelesaian
b1 x1 = b2 a 12 a 21 = a 21 b1 - a 12 b 2 =4 a 11 a 22 - a 12 a 21

a 11 a 12 a 21 a 22 a 12 b1 b2

x2 =

a 21

a 11 a 12 a 21 a 22

a 12 b 2 - a 21 b1 =3 a 11 a 22 - a 12 a 21

II. 2. 4 METODA ELIMINASI GAUSS-NAIF


Untuk mencapai bentuk antara seperti pada persamaan (II.2-3) dari bentuk awal persamaan (II.2-1), dapat dilakukan dengan eliminasi Gauss yang bekerja menghilangkan variabel xi dari persamaan ke i + 1 samapai ke n, dengan menggantikannya dengan pernyataan dalam variabel lain yang diperoleh dari persamaan ke i sebagai baris tumpuan, dan elemen aii sebagai elemen tumpuan, untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi berikut ini:
a 11 a 12 a 13 b1 a 11 a 12 a 13 b1 a 11 a 12 a 13 b1 1 1 1 1 1 1 a 21 a 22 a 23 b 2 0 a 22 a 23 b 2 0 a 22 a 23 b 2 a 31 a 32 a 33 b 3 0 a 1 a 1 b1 0 0 a 2 b 2 23 33 3 33 3

Adapun urutan operasi perhitungan dari ilustrasi diatas adalah 1. LANGKAH PERTAMA Eliminasi x1 atau menolkan koefisien : a21, a31,..,an1

30

hmymsc

Baris pivot : baris 1, elemen pivot elemen a11 Operasi pada baris ke 2, dengan pivot (p) = a21/a11
o o o o o

a 1 a 21 p a 11 = 0 21 a 1 a 22 p a 12 22 a 1 a 23 p a 13 23 a 1 a 24 p a 14 24 b1 b 2 p b1 2 a 1 a 31 p a 11 = 0 31 a 1 a 32 p a 12 32

Operasi pada baris ke 3, dengan pivot (p) = a31/a11


o o o o o

a 1 a 33 p a 13 33 a 1 a 34 p a 14 34 b1 b 3 p b1 3

Secara umum langkah pertama diatas dapat dinyatakan dalam program sederhana adalah sebagai berikut : do 20 i = 2,n p = a(i,1)/a(1,1) do 10 j = 2,n a(i,j) = a(i,j) p * a(1,j) a(i,1) = 0 c(i) = c(i) p * c(1)

10 20

2. LANGKAH KEDUA Eliminasi x2 atau menolkan koefisien : a32, a42,..,an2 Baris pivot : baris 2, elemen pivot elemen a22 Operasi pada baris ke 3, dengan pivot (p) = a32/a22
o o o o
2 a 32 a 32 p a 22 = 0

2 a 33 a 33 p a 23
2 a 34 a 34 p a 24 2 c3 c3 p c 2

31

BAB I1 - PENGKOM

Operasi pada baris ke 3, dengan pivot (p) = a31/a11


o o o o

a 2 a 42 p a 22 = 0 42 a 2 a 43 p a 23 43 a 2 a 44 p a 24 44 c2 c4 p c2 4

Secara umum langkah kedua diatas dapat dinyatkan dalam program sederhana sebagai berikut: do 20 i = 3,n p = a(i,2)/a(2,2) do 10 j = 3,n a(i,j) = a(i,j) p * a(2,j) a(i,2) = 0 c(i) = c(i) p * c(2)

10 20

Demikian seterusnya, penyelesaian dilakukan langkah demi langkah. Untuk SPL berukuran n, dibutuhkan n-1 langkah eliminasi, sehingga secara keseluruhan proses operasi menjadi seperti dalam Gambar II-4. DO 30 K = 1, N-1 DO 20 I = K+1, N P = A(I,K)/A(K,K) DO 10 J = K+1, N A(I,J) = A(I,J) P * A(K,J) A(I,K) = 0 C(I) = C(I) P * C(K) CONTINUE Gambar II-4. Program Penyulihan Maju Langkah-langkah eleiminasi variabel x seperti program diatas disebut dengan Penyulihan Maju (PM). Untuk menyelesaikan SPL dengan metoda Gauss-Naif diperlukan langkah-langkah PM dan PS.

10 20 30

II. 2. 4. 1 PERANGKAP-PERANGKAP
Beberapa hal yang dapat menjadikan metoda eliminasi Gauss-Naif tidak efektif dan mengalami penyimpangan adalah :

32

hmymsc

A. GALAT PEMBULATAN

Galat pembulatan akan sangat berpengaruh bagi SPL ukuran besar, karena setiap hasil perhitungan akan dipengaruhi oleh hasil perhitungan sebelumnya.
B. PEMBAGIAN DENGAN NOL

Apabila koefisien persamaan terlalu kecil mendekati nol, atau salah satu koefisien persamaan berharga nol, dapat mengakibatkan pembagian dengan nol. Ilustrasi berikut ini akan menunjukkan hal tersebut. 2x 2 + 3x 3 = 8 4x 1 + 6x 2 + 7x 3 = - 3 2x 1 + x 2 + 6x 3 = 5 Normalisasi kolom 1 akan menyebabkan pembagian dengan nol, sebab a11 = 0, demikian pula halnya bilamana a11 0
C. SISTEM BERKONDISI BURUK

Suatu sistem berkondisi buruk (lihat ilustrasi Gambar II-2c) memiliki ciri antara lain sebagai berikut : 1). Bila terjadi perubahan-perubahan kecil pada koefisiennya akan mengakibatkan perubahan besar dalam solusinya; dan 2) Determinan NOL. Sebagai ilustrasi perhatikan SPL berikut :

x1 + 2 x 2 = 10 1,1x1 + 2 x 2 = 10,4
Penyelesaian

x1 = x2 =

a 22 c1 a 12 c 2 =4 a 11a 22 a 21a 12 a 11c 2 a 21c1 =3 a 11a 22 a 21a 12

Bilamana persamaan dirubah menjadi

x 1 + 2 x 2 = 10 1,5x 1 + 2 x 2 = 10,4

33

BAB I1 - PENGKOM

Penyelesaian menjadi

x1 = x2 =
CONTOH 2.3

a 22 c1 a 12 c 2 =8 a 11a 22 a 21a 12 a 11c 2 a 21c1 =1 a 11a 22 a 21a 12

Gunakan metoda eliminasi Gauss-Naif untuk menyelesaikan persamaan berikut ini dengan menggunakan enam angka bena 3x1 - 0,1x2 - 0,2x3 = 7,85 0,1x1 - 7x2 - 0,3x3 = -19,30 0,3x1 - 0,2x2 - 10x3 = 71,40 Penyelesaian 1) Bagian pertama dari solusi dengan menggunakan metoda Gauss-Naif adalah penyulihan maju, dengan langkah-langkah sebagai berikut: LANGKAH PERTAMA o Eliminasi x1 atau menolkan koefisien : a21, a31 o Baris pivot : baris 1, elemen pivot elemen a11 o Operasi pada baris ke 2, dengan pivot (p) = a21/a11 = (0,1/3) o a 1 = a 21 p a 11 = 0 21
o o o o
a 1 = a 22 p a 12 = 7,0000 (0,1000 / 3,000) x(0,1000) = 7,003330 22 a 1 = a 23 p a 13 = 0,3 (0,1 / 3) x(0,2) = 0,293333 23 b1 = b 2 p b1 = 19,3 (0,1 / 3) x(7,85) = 19,561700 2

Operasi pada baris ke 3, dengan pivot (p) = a31/a11 = (0,3/3) o a 1 = a 31 p a 11 = 0 31


o o o
a 1 = a 32 p a 12 = 0,2 (0,3000 / 3,000) x(0,1000) = 0,1900000 32 a 1 = a 33 p a 13 = 10,020000 33 b1 = b 3 p b1 = 70,6150000 3

Setelah langkah pertama persamaan menjadi: 3,000000x1 - 0,100000x2 - 0,200000x3 = 7,850000 7,003330x2 - 0,293333x3 = -19,561700 - 0,19000x2 - 10,02000x3 = 70,6150 LANGKAH KEDUA o Eliminasi x2 atau menolkan koefisien : a32 o Baris pivot : baris 2, elemen pivot elemen a22

34

hmymsc o

Operasi pada baris ke 3, dengan pivot (p) = a32/a22 = (-0,19/7,00333) 2 2 o a 32 = 0 a 33 = a 1 p a 1 = 10,0120 33 23


o o
a 1 = a 23 p a 13 = 0,3 (0,1 / 3) x(0,2) = 0,293333 23
2 b 3 = b1 p b1 = 70,0843000 3 2

Setelah langkah kedua persamaan menjadi: 3,000000x1 - 0,100000x2 - 0,200000x3 = 7,850000 7,003330x2 - 0,293333x3 = -19,561700 10,01200x3 = 70,084300

2) Bagian kedua dari penyelesaian adalah penyulihan surut, dengan langkahlangkah sebagai berikut:
o

Dari persamaan ketiga dapat diperoleh x3, yaitu: x3 = 70,084300/10,01200 = 7,000030 Substitusi hasil tersebut kedalam persamaan kedua, didapat: 7,003330x2 - 0,293333x3 = -19,561700 7,003330x2 - (0,293333)(7,000030) = -19,561700 x2 = -2,500000 3,0000000 Dengan cara sama, untuk harga x1 didapat: x1 =

II. 2. 4. 2 PERBAIKAN-PERBAIKAN
Beberpa metoda perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi perangkapperangkap diatas, antara lain : A. Memperbanyak Penggunaan Angka Bena B. PIVOTING C. SCALLING

A. 1 Pivoting Parsial

Strategi pemilihan elemen pivot pada awal eliminasi baik dari elemen baris atau kolom (pivoting total), atau hanya pada elemen baris atau elemen kolom saja (pivoting parsial) dengan memilih elemen yang memiliki nilai mutlak pada kolom yang bersangkutan, dengan cara sebagaimana ilustrasi berikut: Misal :

35

BAB I1 - PENGKOM

a 11 a 12 a 13 a 14 b1 a a a a b [Ab] = 21 22 23 24 2 a 31 a 32 a 33 a 34 b 3 a 41 a 42 a 43 a 44 b 4

o Langkah 1 adalah memilih elemen pivot dari kolom pertama, dengan mencari harga

maksimum dari elemen-elemen {a11, a21,an-11, an1}. Misalkan a11 adalah elemen maksimum, dengan demikian tidak dibutuhkan pertukaran baris. Langkah berikutnya adalah mengeliminasi x1 dari persamaan pada baris ke 2 sampai ke n, sehingga didapat matriks berikut.
a 11 a 12 0 a [Ab] = 22 0 a 32 0 a 42 a 13 a 14 b1 a 23 a 24 b 2 a 33 a 34 b 3 a 43 a 44 b 4

o Langkah 2 adalah memilih elemen pivot pada kolom kedua, dengan mencari harga

maksimum dari elemen-elemen {a22, a32,,an-12, an2}. Misalkan a32 merupakan elemen terbesar, karena elemen tersebut tidak berada dalam baris pivot, maka diperlukan pertukaran antara baris 2 dan 3, sehingga matriks menjadi :
a 11 a 12 0 a [Ab] = 32 0 a 22 0 a 42 a 13 a 14 b1 a 33 a 34 b 3 a 23 a 24 b 2 a 43 a 44 b 4

Berikutnya adalah mengeliminasi x2 dari persamaan baris ke 3 sampai ke n, sehingga matriks menjadi :
a 11 a 12 a 13 a 14 b 1 0 a a a b [Ab ] = 32 33 34 3 dan 0 0 a 23 a 24 b 2 0 0 a 43 a 44 b 4

a 11 a 12 a 13 a 14 b 1 0 a a a b [Ab ] = 32 33 34 3 0 0 a 23 a 24 b 2 0 0 0 a 44 b 4

o Demikian seterusnya sampai proses eliminasi dapat diselesaikan. Program

sederhana pivoting parsial disajikan dalam Gambar II-5 berikut.

36

hmymsc

10

10

L=K DO 10 I = K+1, N IF(ABS(A(I,K)).GT.(ABS(A(L,K))) THEN L=I ENDIF CONTINUE IF(ABS(A(L,K)).LE.EPSILON)THEN WRITE(*,*)PROSES GAGAL GOTO 30 ENDIF IF(L.NE.K)THEN DO 20 J = K, N DUMMY = A(L,J) A(L,J) = A(K,J) A(K,J) = DUMMY CONTINUE ENDIF DUMMY = C(L) C(L) = C(K) C(K) = DUMMY Gambar II-5. Program sederhana pivoting parsial

Dengan demikian program eliminasi Gauss-Naif dengan pivoting parsial dapat disajikan, yang merupakan gabungan dari Gambar II-5, II-4, dan II-3 seperti disajikan dalam Gambar II-6 berikut ini L=K DO 10 I = K+1, N IF(ABS(A(I,K)).GT.(ABS(A(L,K))) THEN L=I ENDIF CONTINUE IF(ABS(A(L,K)).LE.EPSILON)THEN WRITE(*,*)PROSES GAGAL GOTO 90 ENDIF IF(L.NE.K)THEN DO 20 J = K, N DUMMY = A(L,J) A(L,J) = A(K,J) A(K,J) = DUMMY 20 CONTINUE ENDIF DUMMY = C(L) C(L) = C(K) C(K) = DUMMY DO 40 K = 1, N-1 DO 40 I = K+1, N

10

37

BAB I1 - PENGKOM

30 40

60 70 90

P = A(I,K)/A(K,K) DO 30 J = K+1, N A(I,J) = A(I,J) P * A(K,J) A(I,K) = 0 C(I) = C(I) P * C(K) X(N) = C(N)/U(N,N) DO 70 I = N-1,1 JMLH = 0 DO 60 J = I+1, N JMLH = JMLH + U(I,J)*X(J) X(I) = (C(I) JMLH)/U(I,I) END

Gambar II-6. Penyelesaian SPL dengan Eliminasi Gauss menggunakan pivoting parsial

CONTOH 2.4

Selesaikan persamaan berikut menggunakan metoda eliminasi Gauss-Naif dengan pivoting parsial 0,0003x1 + 3,0000x2 = 2,0001 1,0000x1 + 1,0000x2 = 1,0000 Penyelesaian 1) Penyelesaian tanpa pivoting
o

Kalikan persamaan pertama dengan (1,000/0,0003), maka 1,0000x1 + 10,0000x2 = 6667 Eliminasi dari x1 dari persamaan kedua, diperoleh: 1,0000x1 + 1,0000x2 = 1,0000 - (1 (1/0,0003)10.000)x2 = (1 (1/0,0003) 6667 sehingga persamaan menjadi: 1,0000x1 + 10,0000x2 = 6667 9999x2 = -6666 Penyelesaian menjadi - 9999x2 = -6666 x2 = -6666/9999 = 2/3
x1 = 2,0001 3,000 x2 2,0001 (3,000)(2 / 3) = > hasil tergantung jumlah 0,0003 0,0003 angka bena yang digunakan

Berikut diberikan hasil perhitungan dengan beberapa kombinasi angka bena.

38

hmymsc o

Jumlah angka bena 3 4 5 6 7

X2 0,667 0,6667 0,66667 0,666667 0,6666667

X1 -3,33 0,0000 0,30000 0,330000 0,3330000

Kesalahan relative untuk x1 1099 100 10 1 0,1

Penyelesaian dengan pivoting parsial o Pilih a22 sebagai element pivot, persamaan menjadi: 1,0000x1 + 1,0000x2 = 1,0000 0,0003x1 + 3,0000x2 = 2,0001
o

Eliminasi baris 2 dengan p = 0,0003/1,000, diperoleh: 0,0003x1 + 3,0000x2 = 2,0001 - (3 (0,0003/1,000)1,.000)x2 = (2,0001 (0,0003/1,000)1,000 sehingga persamaan menjadi: 1,0000x1 + 1,0000x2 = 1,0000 2,9997x2 = 1,9998 Penyelesaian menjadi 2,9997x2 = 1,9998 x2 = 1,9998/2,9997 = 2/3
x1 = 1,0000 1,000 x2 1,0000 (1,000)(2 / 3) = > hasil tergantung jumlah 1,0000 1,0000 angka bena yang digunakan

o o

Berikut diberikan hasil perhitungan dengan beberapa kombinasi angka bena. Jumlah angka bena 3 4 5 6 7 X2 0,667 0,6667 0,66667 0,666667 0,6666667 X1 0,333 0,3333 0,33333 0,333333 0,3333333 Kesalahan relative untuk x1 0,1 0,01 0,001 0,0001 0,00001

Hasil ini memperlihatkan bahwa strategi pivoting lebih baik

39

BAB I1 - PENGKOM

II. 2. 5 METODA GAUSS-JORDAN


Metoda Gauss-Jordan adalah variasi dari metoda eliminasi Gauss. Perbedaan utama dari metoda ini adalah pada waktu eliminasi bilangan anu, semua elemen dieliminasi dari seluruh persamaan, dengan kata lain, semua kolom dinormalisir dengan membagi masing-masing elemen dengan bilangan pivotnya, sehingga bentuk akhir yang didapat adalah matriks satuan (lihat kembali bab I). Konsekuensi dari hal ini adalah penyelesaian akhir tidak membutuhkan Penyulihan Surut (PS). Perhatikan ilustrasi berikut :
1 1 1 1 1 1 a 11 a 12 a 13 b1 1 a 12 a 13 b1 1 a 12 a 13 b1 [Ab] = a 21 a 22 a 23 b 2 a 21 a 22 a 23 b 2 0 a122 a123 b12 a 31 a 32 a 33 b 3 a 31 a 32 a 33 b 3 0 a 1 a 1 b1 32 33 3 2 2 2 2 3 1 a 1 a 1 b1 1 0 a 13 b1 1 0 a 13 b1 1 0 0 b1 12 13 1 0 1 a 2 b 2 0 1 a 2 b 2 0 1 a 2 b 2 0 1 0 b 3 23 2 23 2 23 2 2 3 1 1 1 2 2 3 0 a 32 a 33 b 3 0 0 a 33 b 3 0 0 1 b 3 0 0 1 b 3
3 x 1 b1 Dengan demikian, harga xi akan diperoleh : x 2 = b 3 2 x b 3 3 3

Program sederhana untuk melaksanakan prosedur yang digambarkan dalam ilustrasi diatas dengan melaksanakan prosedur pivoting lebih dahulu disajikan dalam Gambar II7, berikut ini. DO 30 K = 1,N P = A(K,K) DO 10 J = 1,N+1 A(K,J) = A(K,J)/P DO 30 I = 1, N IF(I.NE.K)THEN P = A(I,K) DO 20 J = 1, N+1 A(I,J) = A(I,J) - P*A(K,J) ENDIF CONTINUE Gambar II-7. Program penyelesaian SPL dengan metoda GJ

10

20 30

40

hmymsc CONTOH 2.5

Gunakan metoda Gauss-Jordan untuk menyelesaikan persamaan berikut. Gunakan paling sedikit enam angka dibelakang koma (Enam angka bena). 3x1 - 0,1x2 - 0,2x3 = 7,85 0,1x1 - 7x2 - 0,3x3 = -19,30 0,3x1 - 0,2x2 - 10x3 = 71,40 Penyelesaian 1) Langkah pertama adalah menuliskan matriks lengkap [Ab] sebagai matrik augmented dari persamaan diatas, diperoleh:
3,000000 0,100000 0,300000 - 0,100000 7,000000 - 0,100000 - 0,2000000 - 0,3000000 10,000000 7,850000 - 19,3000000 71,400000

2) Berikut, normalisir baris pertama dengan cara membaginya dengan elemen


pivot, yaitu a11
1,000000 0,100000 0,300000 - 0,033333 7,000000 - 0,100000 - 0,0666667 - 0,3000000 10,000000 2,616670 - 19,3000000 71,400000

3) Selanjutnya, eliminasi x1 dari baris kedua dan ketiga dengan cara sebagai
berikut: o Untuk baris kedua: a 2j = a 2j (a 21/a11 )(a1j )
o Untuk baris kedua: a 3j = a 3j (a 31 /a 11 )(a 1j )
1,000000 0,000000 0,000000 - 0,033333 7,003333 - 0,190000 - 0,0666667 - 0,2933333 10,020000 2,616670 - 19,5617000 70,615000

4) Langkah berikutnya adalah mengulangi prosedur 2 dan 3, untuk baris

selanjutnya dan mengeliminasi xi yang berhubungan, sebagai berikut: o Normalisir baris ke 2, dengan cara membagi semua elemen baris kedua dengan a22, diperoleh:
1,000000 0,000000 0,000000 - 0,033333 1,0000000 - 0,190000 - 0,0666667 - 0,0418848 10,020000 2,616670 - 2,793220 70,61500

o Selanjutnya eliminasi x2 dari baris pertama dan ketiga, sebagai berikut: - Untuk baris pertama: a 1j = a 1j (a 21 /a 22 )(a 1j )

41

BAB I1 - PENGKOM

- Untuk baris kedua: a 3j = a 3j (a 31 /a 22 )(a 1j )


1,000000 0,000000 0,000000 0,0000000 1,0000000 0,0000000 - 0,0680624 - 0,0418848 10,0120000 2,523560 - 2,793220 70,08430

5) Ulangi langkah 2), normalisir baris ketiga, didapat:


1,000000 0,000000 0,000000 0,0000000 1,0000000 0,0000000 - 0,0680624 - 0,0418848 1,0000000 2,523560 - 2,793220 70,00003

6) Akhirnya Eliminasi x3 dari persamaan pertam dan kedua, didapat:


1,000000 0,000000 0,000000 0,0000000 1,0000000 0,0000000 0,000000 0,000000 1,000000 3,000000 - 2.5000 7,000003

7) Dengan demikian: x1 = 3,000000 x2 = 3,500000 x3 = 7,000003

II. 2. 6 METODA CROUT


Seperti terlihat pada Subbab II.2.4, metoda eliminasi Gauss terdiri dari dua langkah, dimana setiap langkah eliminasi seluruh entry matrik telah terlibat sehingga penyelesaian membutuhkan waktu dan memori yang relatif besar, karena itu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi hal tersebut. Metoda Crout adalah salah satu upaya tersebut. Pada metoda ini, matriks A difaktorisasi menjadi matriks LU atau LDU, untuk memberikan gambaran lebih jelas perhatikan ilustrasi dibawah ini. Suatu SPL
A x = b atau L U x = b

Dengan
a 11 a 12 a 13 x 1 b1 a a a ; [x ] = x ; [b] = b ; [A] = 21 22 23 2 2 a 31 a 32 a 33 x 3 b 3

42

hmymsc
1 u 12 u 13 l11 0 0 l l 0 ; [U ] = 0 1 u [L] = 21 22 23 0 0 u 33 l 31 l 32 l 33

Solusi
Ax=b LUx=b Ux=Y LY=b

Dengan demikian SPL dapat diselesaikan sebagai berikut : 1. Dari L Y = b, dimana

l11 0 0 Y1 b1 l l 0 Y = b 21 22 2 2 l 31 l 32 l 33 Y3 b 3
didapat

Y1 b1 / l11 Y = (b l Y ) / l 2 2 21 1 22 Y3 (b 3 - l 31 b1 l 32 b 2 ) / l 33
2. Dari U x = Y
1 u 12 u 13 x 1 Y1 x 1 (Y1 - u 12 x 2 u 13 x 3 0 1 u x = Y x = (Y u x ) 23 3 23 2 2 2 2 0 0 1 x 3 Y3 x 3 Y3

Program sederhana dekomposisi Crout diperlihatkan dalam Gambar II-8, sebagai berikut :

43

BAB I1 - PENGKOM

10 20

30 40

50 60 70

80 90

100 110

DO 10 I = 1, N L(I,1) = A(I,1) DO 20 J = 2, N U(1,J) = A(1,J)/L(1,1) DO 40 J = 2, N-1 DO 40 I = J, N JMLH = 0 DO 30 K = 1, J-1 JMLH = JMLH + L(I,K)*U(K,J) L(I,J) = A(I,J) - JMLH DO 60 J = 2, N-1 DO 60 K = J+1, N JMLH = 0 DO 50 I = 1, J-1 JMLH = JMLH + L(J,I)*U(I,K) U(J,K) = (A(J,K) JMLH)/L(J,J) JMLH = 0 DO 70 K = 1, N-1 JMLH = JMLH + L(N,K)*U(K,N) L(N,N) = A(N,N) JMLH Y(1) = C(1)/L(1,1) DO 90 I = 2, N JMLH = 0 DO 80 J = 1, I-1 JMLH = JMLH + L(I,J)*(Y(J) Y(I) = (C(I) JMLH)/L(I,I) X(N) = C(N)/U(N,N) DO 110 I = N-1,1 JMLH = 0 DO 100 J = I+1, N JMLH = JMLH + U(I,J)*X(J) X(I) = (C(I) JMLH)/U(I,I) Gambar II-8 Program solusi SPL dengan Crout

CONTOH 2.6

Gunakan Algoritma Crout untuk memperoleh matriks L dan matriks U dari matriks berikut:

3 [A] = 1 2

-2 2 -2

1 3 - 1

Penyelesain berdasarkan Algoritma/program: dari

44

hmymsc

10

DO 10 I = 1, N L(I,1) = A(I,1)

Diperoleh: L(1,1) = A(1,1) = 3 L(2,1) = A(2,1) = 1 L(3,1) = A(3,1) = 2 Dari 20 DO 20 J = 2, N U(1,J) = A(1,J)/L(1,1)

Diperoleh: U(1,2) = A(1,2)/L(1,1) = 2/3 U(1,3) = A(1,3)/L(1,1) = -1/3 Dari DO 40 J = 2, N-1 DO 40 I = J, N JMLH = 0 DO 30 K = 1, J-1 JMLH = JMLH + L(I,K)*U(K,J) L(I,J) = A(I,J) JMLH DO 60 J = 2, N-1 DO 60 K = J+1, N JMLH = 0 DO 50 I = 1, J-1 JMLH = JMLH + L(J,I)*U(I,K) U(J,K) = (A(J,K) JMLH)/L(J,J)

30 40

50 60

Diperoleh: L(2,2) = A(2,2) L(2,1)U(1,2) = 2 1/3 U(3,2) = A(3,2) L(3,1)U(1,2) = - 1 1/3 Dari 70 DO 70 K = 1, N-1 JMLH = JMLH + L(N,K)*U(K,N) L(N,N) = A(N,N) JMLH

Diperoleh: L(3,3) = A(3,3) (L(3,1)U(1,3) + L(3,2)U(2,3) = -1 Sehingga elemen-elemen matriks L dan U diperoleh sebagai berikut:

45

BAB I1 - PENGKOM

0 3 1 2 1/3 [L] = 2 - 11/3

0 1 - 1/3 2/3 ; [U ] = 0 1 0 3 0 0 - 1 1

CONTOH 2.7

Gunakan Algoritma Crout untuk menyelesaikan SPL dengan parameter matriks sebagai berikut:
3 [A ] = 1 2 -2 2 -2 1 12 dan [b] = 11 3 3 - 1

Penyelesain berdasarkan Algoritma/program: dari


0 3 1 2 1/3 [L] = 2 - 11/3 0 1 - 1/3 2/3 ; [U ] = 0 1 0 3 0 0 - 1 1

dimana
0 0 Y1 12 3 1 2 1/3 0 Y = 11 2 2 - 11/3 1 Y3 3

Dengan prosedur penyulihan diperoleh:


Y1 4 Y = 3 2 Y3 2

Dari [U][x] = [Y], didapat


1 u 12 u 13 x 1 Y1 1 - 1/3 2/3 x 1 4 x 1 3 0 1 u x = Y 0 1 3 x = 3 x = 1 23 2 2 2 2 x 3 2 x 3 2 1 0 0 1 x 3 Y3 0 0

II. 2. 7 METODA CHOLESKY


Jika matriks A simetri dan definit positif, maka faktorisasi dengan metoda ini dapat pula digunakan. Bila suatu SPL

46

hmymsc Ax=b

Penyelesaian adalah
Ax=b A = L LT

Sehingga
L LT x = b LT x = Y LY=b

Dengan demikian SPL dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut

1. Dari
l11 0 0 Y1 b1 l l 0 Y = b 2 2 21 22 l 31 l 32 l 33 Y3 b 3
didapat
Y1 b1 / l11 Y = (b l Y ) / l 2 2 21 1 22 Y3 (b 3 - l 31 b1 l 32 b 2 ) / l 33

(II.2-4)

Secara umum persamaan x dapat dirumuskan sebagai berikut :

Yi = b i l ij Yj / l ii

untuk i = 2,3,n

Y1 = b1 / l11
2. Dari LT x = Y
Dimana

l11 l12 l13 x 1 Y1 0 l l x = Y 22 23 2 2 0 0 l 33 x 3 Y3


Dengan Penyulihan Surut seperti dalam Gambar II-3, harga xi dapat dicari, sehingga SPL dapat diselesaikan dengan langkah-langkah : 1). Faktorisasi matriks A

47

BAB I1 - PENGKOM

menjadi matriks L, menghitung elemen matriks antara Y, dan menghitung penyelesaian bilangan anu. Program lengkap solusi SPL dengan metoda Cholesky diberikan dalam Gambar II-9
DO 10 I = 1, N DO 10 J = I+1, N READ(1,*)A(J,I) DO 50 K = 1, N DO 30 I = 1, K-1 JMLH = 0 DO J 20 = 1, I-1 JMLH = JMLJ + A(I,J)*A(K,J) A(K,I) = (A(K,I) JMLH)/A(I,I) JMLH = 0 DO 40 J = 1, K-1 JMLH = JMLH + A(K,J)*A(K,J) A(K,K) = SQRT((A(K,K) JMLH)) Y(1) = C(1)/L(1,1) DO 70 I = 2, N JMLH = 0 DO 60 J = 1, I-1 JMLH = JMLH - A(I,J)*Y(J) Y(I) = (B(I) + JMLH)/A(I,I) X(N) = Y(N)/A(N,N) DO 90 I = N-1,1 JMLH = 0 DO 80 J = I+1, N JMLH = JMLH + A(J,I)*X(J) X(I) = (Y(I) JMLH)/A(I,I)

10

20 30 40 50

60 70

80 90

Gambar II-9 Program Solusi SPL dengan metoda Cholesky

CONTOH 2.8

Diberikan matriks [A] sebagai berikut:


15 55 6 15 55 225 [A ] = 55 225 979

Tentukan elemen-elemen matriks [L] dari matriks [A] diatas dengan menggunakan metoda Cholesky: Penyelesaian, berdasarkan program dalam Gambar II.9, diperoleh:
2,4495 [L] = 6,1237 22,454
0 4,1833 20,916

0 6,1106
0

48

hmymsc

II. 3 METODA ITERASI GAUSS-SEIDEL


Metoda eliminasi Gauss seperti yang dibahas terdahulu dapat dipakai untuk penyelesaian SPL dengan n = 100. Jumlah ini dapat diperbesar jika sistem berkondisi baik, digunakan strategi pivoting, presisi diperketat, digunakan matriks jarang. Akan tetapi, karena adanya galat pembulatan, metoda eliminasi tidak cukup untuk sistemsistem besar. Metoda iterasi sangat berguna dalam mengurangi munculnya galat pembulatan, karena dengan metoda ini kita mampu mengendalikan galat yang ada (Lihat kembali kuliah Metoda Numerik). Metoda Gauss-Seidel adalah salah satu metoda iterasi yang umum digunakan. Untuk dapat lebih mudah memahami metoda ini, marilah kita lihat SPL berikut ini :
a 11 a 12 a 13 ...... a 1n x 1 b1 a a a ......a b 2n x 2 21 22 23 = 2 ............................ ... .... a n1 a n2 a n3 ..... a nn x n b n

(II.3-1)

Bilamana elemen-elemen diagonal matrik A, aii 0, untuk semua harga i, maka langkah pertama untuk menyelesaikan SPL diatas adalah menyelesaikan harga x1 untuk persamaan pertama, x2 untuk persamaan kedua, dan seterusnya xn untuk persamaan ke n, sehingga diperoleh bentuk seperti :

x1 = (b1 - a12 x 2 - a13 x 3 - ......... - a1n x n ) / a11 x 2 = (b 2 - a 21 x1 - a 23 x 3 - ......... - a 2n x n ) / a 22 ..................................................................... x n = (b n - a n1 x1 - a n2 x 2 - ......... - a nn -1 x n -1 ) / a nn


Persamaan-persamaan (II.3-2) dapat diselesaikan dengan cara memberikan harga awal (tebakan awal) untuk masing-masing harga xi. Misal diberikan harga awal sebagai berikut :
0 0 x i0 = (x 1 , x 0 , x 3 ,...............x 0 -1 , x 0 ) 2 n n

(II.3-2)

Harga awal ini selanjutnya disubstitusikan kedalam persamaan (II.3-2), sehingga didapat harga xi baru, misal :

x 1 = (x 1 , x 1 , x 1 ,...............x 1 -1 , x 1 ) i 1 2 3 n n
49

BAB I1 - PENGKOM

Harga x 1 , kemudian digunakan kembali untuk menghitung i

x i2 i. Prosedur ini

dilakukan secara berulang dan dihentikan bilamana tercapai konvergensi yang diharapkan. Konvergensi dapat diperiksa dengan menggunakan kriteria berikut:
x ik x ik -1 x 100% s x ik

i =

(II.3-3)

Untuk semua i, dimana superskrip k dan k-1 menunjukkan urutan iterasi ke k dan k-1

A. SYARAT KOVERGEN

Konvergensi akan tercapai bilamana matriks koefisien dominan secara diagonal. Perhatikan ilustrasi berikut. Untuk matriks A
a 11 a 12 a 13 [A] = a 21 a 22 a 23 a 31 a 32 a 33

Konvergensi akan tercapai bilamana harga elemen diagonal matriks aii pada baris ke i, lebih besar dari nilai absolut aij pada baris ke i, atau secara umum :
a ii >
n

a
j =1

ij

Untuk semua harga i

B. ALGORITMA GAUSS-SEIDEL

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dari persamaan (II.3-2) dan (II.3-3) dapat dituliskan persamaan umum sebuah SPL dengan n bilangan anu sebagai berikut:
n x ik = b i a ij x j / a ii j =1

i =

x ik x ik -1 x ik

Sehingga program penyelesaian SPL dengan metoda Gauss-Seidel dapat dituliskan sebagaimana dalam Gambar II.10, berikut ini :

50

hmymsc

10 20

30

40

50

60

70

80 90

DO 10 I = 1, N READ(1,*)(A(I,J), J = 1, N) DO 20 I = 1, N X(I) = 0.0 DO 50 K = 1, N L=K DO 30 I = K+1, N IF(ABS(A(I,K)).GT.(ABS(A(L,K))) THEN L=I ENDIF CONTINUE IF(ABS(A(L,K)).LE.EPSILON)THEN WRITE(*,*)PROSES GAGAL GOTO 30 ENDIF IF(L.NE.K)THEN DO 40 J = K, N DUMMY = A(L,J) A(L,J) = A(K,J) A(K,J) = DUMMY CONTINUE ENDIF DUMMY = C(L) C(L) = C(K) C(K) = DUMMY CONTINUE DO 80 ITER = 1, M GALAT = 0.0 DO 70 I = 1, N XB = C(I) DO 60 J = 1, N IF(J.NE.I)THEN XB = XB A(I,J)*X(J) ENDIF CONTINUE XB = XB/A(I,I) SELISIH = ABS((XB-X(I))/XB) IF(GALAT.LT.SELISIH) THEN GALAT = SELISIH ENDIF X(I) = XB IF(GALAT.LE.EPSILON) THEN WRITE(*,*)PROGRAM SELESAI GOTO 90 ENDIF CONTINUE END Gambar II-10. Program Solusi SPL dengan Metoda Gauss-Seidel

51

BAB I1 - PENGKOM

CONTOH 2.9

Selesaikan SPL berikut ini dengan menggunakan metoda iterasi Gauss-Seidel 7,85 3x1 - 0,1x2 - 0,2x3 = 0,1x1 - 7x2 - 0,3x3 = -19,30 0,3x1 - 0,2x2 - 10x3 = 71,40 Penyelesaian Langkah pertama adalah merubah bentuk persamaan diatas menjadi sebagai berikut: x1 = (7,85 + 0,1x2 + 0,2x3)/3 x2 = (-19,30 - 0,1x1 + 0,3x3)/7 x3 = (71,40 - 0,3x1 + 0,2x2)/10
o Tentukan tebakan awal, misalkan: x i = (x1 , x 2 , x 3 ) = (0,0,0) o Lakukan iterasi o Iterasi 1, didapat:
0 0 0 0

x1 = (x1 , x1 , x1 ) = (2,6166667;-2,794523;7,005609) i 1 2 3
i = x ik x ik -1 x ik x 100% s 1 = ( 1 ; 1 ; 1 ) = (100%;100%;100%) i 1 2 3

1 i

maks

= 1 = 100% 3

o Iterasi 2, didapat:
2 2 x i2 = (x1 , x 2 , x 3 ) = (2,990556508;-2,499624684;7,000290811) 2
2 2 i2 = ( 1 ; 2 ; 3 ) = (0,31%;0,015%;0,0012%) 2

i2
ik

maks

= 1 = 0,31% > 0 (0,0001) 1


= ik = 0,000001% < 0 (0,0001)

o Proses iterasi dilanjutkan sehingga tercapai konvergensi, dimana:


maks

II. 4 PERBANDINGAN ANTAR METODA


Dalam Tabel II-1 berikut disajikan perbandingan antara metoda-metoda yang dikemukakan dalam bab ini. Pada tabel karakteristik ini terlihat bahwa jumlah persamaan terbanyak yang dapat diselesaikan adalah dengan metoda GS dengan syarat koefisiennya berdiagonal kuat

52

hmymsc

Tabel II-1. Perbandingan Karakteristiks Metoda Solusi SPL


Metoda Grafis Cramers Eliminasi Bilangan Anu GJ Cholesky GS Pers. (n) 2 3 3 100 100 1000 Presisi Poor Infact by round of errors Infact by round of errors Influenced by roe Influenced by roe Perfect Aplikasi Limited Limited Limited General General Untuk sistem berdiagonal kuat Program Moderate Moderate Easy Keterangan Time comsumming Tc for n >3 Memungkinkan inverse matriks -

II. 5 SOAL-SOAL BAB II


1. Selesaikan persamaan dibawah ini dengan menggunakan metoda: a. Eliminasi Gauss dengan pivoting. b. Metoda Gauss-Jordan 7x1 2x2 5x3 = 18,00 x1 + 5x2 3x3 = -40,00 2x1 x2 9x3 = 26,00 2 Gunakan Metoda Crout untuk menyelesaikan persamaan pada soal 1, untuk parameter persamaan sebagai berikut: [b] = [-6;5;0,5] 3 Dengan menggunakan program yang saudara desain sendiri selesaikan kedua soal diatas. 4 Selesaikan persamaan-persamaan bus berikut:

j0,4774 j0,3706 j0,4020 j0,4142

j0,3706 j0,4872 j0,3992 j0,4126

j0,4020 j0,3922 j0,4558 j0,4232

j0,4142 V1 0,000 - j1,200 j0,4126 V2 - 0,720 - j0,960 = j0,4232 V3 0,000 - j1,200 j0,4733 V4 0,000 + j0,00

53

T E K N I K E L E K T R O

PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA

MATRIKS JARINGAN DAN INSIDENSI

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

BAB II1 - PENGKOM

BAB III MATRIKS JARINGAN DAN INSIDENSI

III. 1 PENDAHULUAN

Pembentukan model matematis merupakan langkah awal dalam analisis jaringan elektrik. Model harus mampu menggambarkan karakteristik komponen masing-masing jaringan beserta hubungan-hubungan antara masing-masing elemen. Matriks jaringan adalah model matematis yang paling cocok untuk diselesaikan dengan bantuan komputer digital. Elemen-elemen matriks jaringan tergantung pada pemilihan variabel bebas yang digunakan, baik arus maupun tegangan, dimana elemen matrik jaringan akan berupa matriks admitansi ataupun impedansi. Karakteristik elektrik dari komponen jaringan individu dapat dinyatakan dengan baik dalam bentuk suatu matriks jaringan primitif. Matriks ini menggambarkan karakterisitik masing-masing komponen, tidak memberikan informasi pada hubungan jaringan. Oleh karena itu, perlu menstransformasikan matriks primitife menjadi matriks jaringan yang akan menjelaskan kinerja dari interkoneksi jaringan. Bentuk matriks jaringan yang dipergunakan dalam membangun persamaan tergantung pada kerangka acuan yang digunakan, yaitu bus atau loop. Pada kerangka acuan bus, variabel yang dipergunakan adalah tegangan bus dan arus bus. Pada kerangka acuan loop, variabel yang dipergunakan adalah tegangan loop dan arus loop. Dalam buku ini hanya akan dibahas kerangka acuan bus.

III. 2 GRAPH

Untuk memberikan gambaran mengenai struktur geometris dari suatu jaringan cukup dengan jalan mengganti komponen-komponen jaringan dengan sekmen-sekmen garis tidak berurut dari karakteristik komponen. Sekmen garis ini disebut elemen dan terminalnya disebut bus (simpul). Simpul dan elemen adalah insidensi jika simpul tersebut adalah suatu terminal dari elemen. Simpul dapat merupakan insidensi. Sebuah Graph memperlihatkan interkoneksi geometris dari elemen-elemen jaringan. Sebuah subgraph asalah setiap subset dari elemen suatu Graph. Suatu lintasan adalah sebuah subgraph dari elemen terhubung dengan tidak lebih dari dua elemen

54

hmymsc

terhubung kepada satu simpul. Sebuah Graph adalah terhubung jika dan hanya jika terdapat lintasan antara setiap pasangan simpul. Jika setiap elemen dari Graph terhubung memiliki arah tertentu, Graph tersebut disebut Graph berorientasi. Representasi dari suatu sistem tenaga elektrik dan orientasi Graphnya diperlihatkan dalam Gambar III-1. Subgraph terhubung yang mengandung semua simpul dari suatu Graph, tetapi tanpa lintasan tertutup disebut tree. Elemen-elemen dari tree disebut cabang dan membentuk suatu subset elemen dari suatu Graph terhubung. Jumlah cabang, b yang dibutuhkan untuk membentuk suatu tree adalah b=n1 dimana n adalah jumlah simpul dari Graph. Semua elemen Graph terhubung yang tidak termasuk dalam tree disebut link dan membentuk suatu subgraph, yang tidak harus terhubung disebut cotree. Cotree adalah komplemen dari tree. Jumlah link, l dari Graph terhubung dengan e elemen adalah : (III.2-1)

G 1 2 4

6
1

5 2 1

4 3

Gambar III-1. Reprensentasi Sistem Tenaga Elektrik (a). Digram segaris (b) Diagram jaringan urutan positif (c) Graph berorientasi terhubung

55

BAB II1 - PENGKOM

l = e b Dari persamaan (III.2-1), dapat dituliskan : b=en+1 (III.2-2)

Tree dan cotree yang berhubungan dengan Graph pada Gambar III-1c ditunjukkan dalam Gambar III-2.

6
1

5 2 1

4 3

Gambar III-2. Tree dan Cotree dari Sebuah Graph berorientasi terhubung

Jika suatu link ditambahkan dalam tree, Graph yang akan dihasilkan mengandung satu lintasan tertutup yang disebut dengan loop. Penambahan setiap subsequent link akan menghasilkan satu atau lebih loop tambahan. Loop yang hanya mengandung satu link adalah independen dan disebut dengan basic loop, konsekuensinya jumlah basic loop sama dengan jumlah link, berdasarkan persamaan (III.2-2). Orientasi dari suatu basic loop dipilih sesuai dengan link itu sendiri. Basic loop dari Graph pada Gambar III-1 diberikan dalam Gambar III-3.

6
1

5 F 1 2

4 G 3

Gambar III-3. Basic Loop Sebuah Graph berorientasi terhubung

56

hmymsc

A 1

D 2 4

5
B

4 3
C

2
A

Gambar III-4. Basic cut-sets Graph berorientasi terhubung

Suatu cut-set adalah suatu set dari elemen yang dipisahkan, dibagi dari suatu Graph terhubung kedalam dua subgraph terhubung. Suatu group cut-set yang unik dan independen dapat dipilih bilamana masing-masing cut-set hanya mengandung satu cabang. Cutset independen disebut basic cutset. Jumlah basic cutset sama dengan jumlah cabang. Basis cutset dari Graph yang ada pada Gambar III-1 diberikan dalam Gambar III-4.

III. 3 MATRIKS INSIDENSI

III. 3. 1 ELEMEN SIMPUL MATRIKS INSIDENSI A


Insidensi dari elemen terhadap simpul dari suatu Graph terhubung diperlihatkan oleh elemen-simpul matriks insidensi. Elemen matriks mengikuti aturan berikut ini : aij = 1, Jika elemen i insidensi ke dan orientasi meninggalkan simpul j aij = -1, Jika elemen i insidensi ke dan orientasi menuju simpul j aij = 0, Jika elemen i tidak insidensi ke simpul j Dimensi dari matriks adalah e x n, dimana e merupakan jumlah elemen dan n jumlah simpul dalam Graph tersebut. Elemen matriks insidensi dari Graph pada Gambar III-2 adalah sebagai berikut :

57

BAB II1 - PENGKOM

1 2 3 4 5

1 1 1

-1 -1 -1 -1 1 1 -1 1 -1 -1 1

A =

6 7

Karena

a
j= 0

ij

=0

untuk i = 1,2, ......., e

Kolom dari matriks A adalah linear dependen, karena itu rank matriks A < n

III. 3. 2 MATRIKS BUS INSIDENSI A

Setiap simpul dari suatu Graph terhubung dapat dipilih sebagai simpul acuan, lalu variabel dari simpul lain diacu sebagai bus dapat terukur terhadap kerangka acuan
yang dipilih. Matriks yang diperoleh dari matriks A dengan cara menghilangkan

kolom yang berhubungan simpul acuan adalah elemen-elemen matriks insidensi bus, yang disebut matriks insidensi bus A. Ukuran matriks tersebut adalah e x (n-1) dan rank
matriks adalah n-1 = b, dimana b adalah jumlah cabang dari Graph. Dengan memilih bus 0 sebagai acuan matriks A yang didapat adalah
bus

1 -1

1 2 3
A=

-1 -1 -1 1 1 -1 1 -1 -1 1

4 5 6 7

58

hmymsc

Matriks ini adalah matriks persegi panjang oleh karenanya singular. Bila baris matriks A ditata berdasarkan kepada bagian-bagian tree, matriks dapat dipartisi menjadi submatriks Ab dengan orde b x (n-1) dan Al berdimensi l x (n-1), dimana baris dari matriks Ab berhubungan dengan cabang dan baris dari matrik Al berhubungan dengan link. Partisi matriks dari Graph pada Gambar III-1 sebagai berikut.
bus

3 Ab

Branches

A=

Matriks Ab adalah sebuah matriks non singular, matriks bujur sangkar dengan rank sebesar (n-1)

III. 3. 3 MATRIKS INSIDENSI-CABANG-LINTASAN K

Insidensi cabang terhadap lintasan dalam sebuah tree diperlihatkan dengan matriks insidensi cabang-lintasan, dimana suatu lintasan berorientasi dari suatu bus kepada bus acuan. Elemen-elemen matriks ini memenuhi : kij = 1, Jika cabang ke i merupakan lintasan dari bus j menuju acuan dan orientasinya memiliki arah yang sama kij = -1, Jika cabang ke i merupakan lintasan dari bus j menuju acuan, tetapi orienta sinya memiliki arah yang berlawanan. kij = 0, Jika cabang ke i bukan merupakan lintasan dari bus j ke bus acuan. Dengan simpul 0 sebagai simpul acuan matriks insidensi cabang lintasan yang behubungan dengan tree pada Gambar III-1 adalah :

Link
e path

Al

1 -1

1 2 3

-1 -1 -1

59

BAB II1 - PENGKOM

-1

K=

Matriks ini adalah matriks bujur sangkar non singular dengan rank (n-1). Matriks insidensi cabang-lintasan dan submatriks Ab menghubungkan cabang dan lintasan dan cabang dengan bus karena keduanya memperlihatkan hubungan satu-ke satu antara lintasan dan bus : AbK t = U Karenanya
K t = A b1

(III.3-1)

(III.3-2)

III. 3. 4 MATRIKS INSIDENSI BASIC CUT SET B

Insidensi elemen-elemen basic cutset dari suatu Graph terhubung ditunjukkan dengan matriks insidensi basic cut set, B dengan elemen-elemen sebagai berikut : bij = 1, Jika elemen ke i adalah insidensi dan berorientasi dengan arah yang sama sebagaimana basic cut-sets ke j. bij =-1, Jika elemen ke i adalah insidensi dan berorientasi dengan arah yang, berlawanan dengan basic cut-sets. bij = 0, Jika elemen ke i tidak insidensi terhadap basic cut-sets. Matriks basic cutset, berdimensi e x b, untuk Graph pada Gambar III-4 adalah :
b e

Basic cut-sets A 1 1 1 B C D

1 2 3

60

hmymsc

4 5 6 7
B=

1 -1 -1 1 -1 1 1 1

Matriks B dapat dipartisi menjadi submatriks Ub dan Bl, dimana baris-baris matriks Ub berhubungan dengan cabang-cabang dan baris-baris matriks Bl berhubungan dengan link. Matriks hasil partisi adalah : Basic cut-sets A
Cabang

b e

Ub

B=

Matriks insidensi Ub memperlihatkan hubungan satu ke satu dari cabang dan basic cutset. Submatriks Bl dapat ditentukan dari suatu matriks insidensi bus A. Insidensi link ke bus ditunjukkan oleh submatriks Al dan insidensi cabang ke bus diperlihatkan oleh submatriks Ab karena hanya hubungan satu ke satu dari cabang dan basic cutset, BlAb menunjukkan insidensi dari link ke bus, yaitu : Bl A b = A l Karenanaya B l = A l A -1 b Dengan tambahan, seperti yang dikemukakan dalam persamaan (III.3-2)

Link

B1

61

BAB II1 - PENGKOM

A -1 = K t b oleh karena itu : Bt = A t K t (III.3-3)

III. 3. 5 MATRIKS INSIDENSI CUT-SET DIPERLUAS B


Fictitious cutset, disebut tie cutset dapat diperkenalkan dimana jumlah cutset sama dengan jumlah elemen-elemen. Setiap tie cutset mengandung hanya satu link dari Graph terhubung. Tie cutset dari Graph pada Gambar III-4 diperlihatkan pada Gambar III-5.
G

A 1

F
2

D 4 3

5
B

4 3
C

2
A

Gambar III-5. Basic dan tie cut-sets Graph berorientasi terhubung

Matriks insidensi cutset diperluas dibentuk dengan cara menggabungkan matriks insidensi cutset ditambah kolom-kolom yang berhubungan dengan tie cutset tersebut. Suatu tie cut set berorientasi pada arah yang sama dengan link yang berhubungan. Matriks insidensi cutset diperluas bagi Graph pada Gambar III-5 adalah : Basic cut-sets
A 1 1 1 1 -1 -1 1 -1 1 1 1 1 1 1 1 B C D E

b e

Tie cut-sets
F G

1 2 3

C =

4 5 6 7

62

hmymsc

Matriks tersebut adalah matriks bujur sangkar berdimensi e x l dan non singular.

Matriks B dapat dipartisi menjadi sebagai berikut :

b e

Basic cut-sets A B C Ub D

Tie cut-sets E F 0 G

Branches

B =

III. 4 JARINGAN PRIMITIF

Komponen-komponen direpresentasikan baik dalam bentuk impedansi maupun admitansi seperti diperlihatkan dalam Gambar III-6. Kinerja dari komponen-komponen dapat diekspresikan dengan kedua cara variabel dan parameter yang digunakan adalah :

Link
Ep
p

B1

U1

ipq zpq epg Vpq = E p - E q (a) jpq

Eq
q

Ep
p

ypq v pq = E p - E q (b)
Gambar III-6. Reprensentasi komponen jaringan (a). Bentuk impedansi (b) Bentuk admitansi.

Eq
q

vpq : jatuh tegangan cabang p-q epq : tegangan sumber

63

BAB II1 - PENGKOM

ipq : arus yang mengalir pada cabang p-q Jpq : sumber arus paralele dengan cabang p-q zpq : impedansi cabang p-q ypq : admitansi cabang p-q Dalam bentuk impedansi hubungan arus dan tegangan : v pq + e pq = z pq i pq (III.4-1)

Atau dalam bentuk admitansi hubungan arus dan tegangan adalah : i pq + jpq = y pq v pq (III.4-2)

Sumber-sumber arus paralel dalam bentuk admitansi berhubungan dengan sumber tegangan seri dalam bentuk impedansi, dimana : jpq = y pq epq

Persamaan (III.4-1) dan (III.4-2) dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut :
v + e = [ z ] i atau i + j = [ y ] v

Elemen diagonal matrik [z] atau [y] dari jaringan primitif adalah impedansi sendiri zpq,pq atau admitansi sendiri ypq,pq. Elemen luar diagonal adalah impedansi atau admitansi bersama zpq,rs atau ypq,rs antara elemen p-q dan r-s. Matriks admitansi primitif [y] dapat dicari dengan membalikan matriks impedansi primitif [z]. Matriks [z] dan [y] adalah matriks diagonal jika tidak ada kopling bersama antar elemen. Dalam kasus ini impedansi sendiri sama dengan kebalikan dari impedansi sendiri.

III. 5 PEMBENTUKAN MATRIKS JARINGAN DENGAN TRANSFORMASI SINGULAR III. 5. 1 PERSAMAAN PERFORMANCE JARINGAN

Jaringan yang terbuat dari hubungan-hubungan sekumpulan elemen. Dalam kerangka acuan bus, kinerja dari satu jaringan terinterkoneksi dapat dijelaskan oleh n-1 persamaan bus, dimana n adalah jumlah bus. Dalam notasi matriks, persamaan kinerja dalam bentuk impedansi adalah : E bus = Z bus I bus

64

hmymsc

Atau dalam bentuk admitansi


I bus = Ybus Ebus

Dimana
Ebus : Vektor tegangan yang diukur terhadap bus acuan I bus : Vektor arus menuju bus
Ybus : Matriks admitansi bus Z bus : Matriks impedansi bus

III. 5. 2 MATRIKS IMPEDANSI DAN ADMITANSI BUS


Matriks admitansi bus [ Ybus ] dapat ditentukan dengan menggunakan matriks insidensi bus [A] yang berhubungan dengan variabel dan parameter dari jaringan primitif terhadap besaran bus dari jaringan terinterkoneksi. Persamaan kinerja dari jaringan primitif adalah :
i + j = [ y] v

Bila diperkalikan dengan AT, didapat


At i + At j = At [ y] v

(III.5-1)

Mengingat matriks A menunjukkan insidensi dari elemen-elemen terhadap bus, A t i adalah sebuah vektor dimana setiap elemen merupakan jumlah aljabar dari arus yang melalui elemen jaringan yang bermuara pada bus. Menurut hukum Kirchoff untuk Arus, jumlah aljabar dari arus yang menuju bus sama dengan nol, sehingga :
At i = 0

(III.5-2)

Hal sama, At j merupakan jumlah aljabar dari sumber-sumber arus pada masingmasing bus dan sama dengan vektor arus bus, sehingga :
I bus = A t j

(III.5-3)

65

BAB II1 - PENGKOM

Substitusi ketiga persamaan (III.5-2) dan (III.5-3) kepersamaan (III.5-1) diperoleh :


I bus = A t [ y ] v

(III.5-4)

* Daya pada jaringan adalah I bus Ebus dan jumlah daya pada jaringan primitif adalah

( )

(j ) v .
t * bus

Daya pada primitif dan jaringan terhubung harus sama, oleh karena itu

transformasi variabel-variabel harus power invariant, karenanya

(I ) E
t * bus

bus

= j* v

( )

(III.5-5)

Menggunakan konjugate transpose dari persamaan (III.5-3)

(I ) = ( j ) A
t * bus
* t

Karena A adalah matriks bilangan riil, maka A* = A dan

(I ) = ( j ) A
* t bus * t

(III.5-6)

Substitusi dari persamaan (III.5-6) ke (III.5-5) didapat

(j ) A E
* t

bus

= ( j* ) v
t

Karena persamaan ini berlaku untuk semua harga j, maka A Ebus = v Substitusi dari persamaan (III.5-7) kedalam (III.5-4) I bus = A t [ y ] A Ebus (III.5-8) (III.5-7)

Mengingat bahwa persamaan kinerja jaringan adalah : I bus = Ybus Ebus (III.5-9)

Maka analogi kedua persamaan dapat ditulis bahwa : Ybus = A t [ y ] A

66

hmymsc

Karena matriks insidensi A, matriks singular dan karena itu Ybus = A t [ y ] A Adalah suatu transformasi singular dari [y]. Matriks impedansi bus dapat dihitung dari hubungan
1 Z bus = Ybus = A t [ y ] A

CONTOH 3.1

Untuk sistem Transmisi yang disajikan dalam Gambar III.7, dengan data jaringan seperti disajikan dalam Tabel III.4. Tentukan Matriks Admitansi bus dari sistem tersebut.

4 G (1) (2)

Gambar III-7. Contoh Jaringan Sistem Tenaga Elektrik

Tabel III-4. Data Impedansi jaringan Sistem Gambar III-7 SELF Nomor elemen Kode bus p-q 1 2 3 4 5 1 2 (1) 13 34 1 2 (2) 24 impedansi z pq,pq 0,60 0,50 0,50 0,40 0,20 1 2 (2) 0,20 1 2 (1) 0,10 Mutual Kode bus r-s Impedansi z pq,rs

Jaringan mengandung 4 bus dan 5 elemen, dimana n = 4, dan e = 5. Jumlah cabang dan basic loop adalah:

67

BAB II1 - PENGKOM

b = n 1 = 3 dan l = e n + 1 = 2 Cabang dan link dari orientasi Graph terhbung dari jaringan ditunjukkan dalam Gambar III-8.
3
3 4

1 4

Gambar III.8. Tree dan cotree dari Graph berorientasi terhubung dari contoh

Elemen-elemen matriks insidensi A adalah


e n

1 1 1 1

2 -1

1 A = 2 3 4 5

-1 1 -1 1 -1 -1

dengan memilih bus 1 sebagai bus acuan, matriks insidensi bus A, dapat dibentuk sebagai berikut :
bus

2 -1

1 2
A=

-1 1 -1 1 -1 -1

3 4 5

68

hmymsc

Matriks impedansi primitif dari contoh jaringan diatas berdasarkan data Tabel III-4 adalah sebagai berikut :
e

1 0,6 0,1 0,2

2 0,1 0,5

4 0,2

1 2
[z] =

3 4 5

0,5 0,4 0,2

Dengan melakukan inverse matriks, didapat matriks admitansi primitif [y] adalah :
e

1 2,083 -0,417

2 -0,417 2,083

4 -1,042 0,208

1 2
[y]=

3 4 5 -1,042 0,208

2,000 3,021 5,000

Matriks admitansi bus yang diperoleh dengan cara trasformasi singular adalah Ybus = A T y A , didapat :
1 - 1,042 2,083 - 0,417 -1 1 1 -1 - 0,417 2,0830 0,208 1 - 1 Ybus = - 1 1 2,000 - 1 - 1 - 1 - 1,042 0,208 5,000 1 - 1 Ybus 8,0200 - 0,209 - 5,000 = - 0,209 4,083 - 2,000 - 5,000 - 2,000 7,0000

69

BAB II1 - PENGKOM

III. 6 SOAL-SOAL BAB 3

1 Tinjau sebuah sistem yang terdiri dari tiga buah bus seperti disajikan dalam Gambar III.9. Gambarkan Graph dari sistem dan tentukan link, branch, dan transpormasi nodal dari sistem tersebut.

3
Gambar III.9 Sistem Tenaga Elektrik terdiri dari 3 bus 2 Tinjau kembali Graph pada Gambar III.8. Kemudaian pilih bus 2 sebagai simpul acuan. Tentukan matriks [A], [Ab]dan [Al] 3 Bila data impedansi dari pada Gambar III.9 diberikan dalam Tabel III.5 berikut, tentukan matrik admitansi bus dari system tersebut. Tabel III-5. Data Impedansi jaringan Sistem Gambar III-7 SELF Nomor elemen Kode bus p-q 1 2 3 12 13 23 Impedansi z pq,pq 0,60 0,50 0,20 1 2 (1) 0,10 Mutual Kode bus r-s Impedansi z pq, rs

70

hmymsc

71

T E K N I K E L E K T R O

PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA

ALGORITMA PEMBENTUKAN MATRIKS ADMITANSI SIMPUL

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

hmymsc BAB IV ALGORITMA PEMBENTUKAN MATRIKS ADMITANSI SIMPUL

IV. 1 PENDAHULUAN

Metoda yang dikemukakan pada bab III seksi III.5 memerlukan transformasi dan inverse matriks untuk memperoleh matriks jaringan. Metoda lain yang dapat dipergunakan untuk membentuk matriks admitansi bus secara langsung berdasarkan parameter dan kode bus yang ada. Prinsip utama algoritma pembentukan matriks admitansi bus ini adalah dengan jalan menambahkan elemen-elemen jaringan satu persatu. Penyusunan matriks admitansi bus Ybus seperti yang dikemukakan dalam bab sebelumnya sangat bermanfaat bilamana ada kopling elektro magnetik antara cabangcabang. Dalam hal kopling ini dapat diabaikan, penyusunan akan lebih baik dengan cara yang akan dikemukakan berikut.

IV. 2 PEMBENTUKAN MATRIKS ADMITASNSI YBUS

Marilah kita lihat kembali komponen-komponen jaringan dalam bentuk impedansi atau admitansi seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Untuk dapat mempelajari beberapa ciri persamaan bus, kita akan melihat suatu sistem tenaga elektrik yang lebih lengkap seperti disajikan dalam Gambar IV-1.
1

a
3

c
2

b
Gambar IV-1. Diagram segaris Suatu Sistem Tenaga Elektrik

Diagram reaktansi dari sistem pada Gambar IV-1 diberikan dalam Gambar IV-2. Apabila Gambar IV-2 digambarkan kembali dengan terlebih dahulu menggantikan

73

BAB IV - PENGKOM

sumber tegangan dan impedansi seri dengan sumber arus dan admitansi paralel, maka Gambar IV-2 dapat digantikan dengan Gambar IV-3.

Ea

Ea

Za Zd

Ec
0

3 4 0

Ec
Zc

Zf Ze Zg
4

Eb

Eb
Zb

Zh

IV.2a

IV-2b

Gambar IV-2. Diagram Reaktansi Untuk Sistem Tenaga Elektrik pada Gbr. IV-1

I1

Yd Ya
3

Yf Ye

I3
Yc
2

Yg Yh

I2
Yb Gambar IV-3. Diagram Admitansi Untuk Sistem Tenaga Elektrik pada Gbr. IV-2b

Sesuai dengan hukum Kirchoff arus, jumlah aljabar dari arus yang masuk dan keluar pada suatu titik simpul tertentu harus sama, maka persamaan arus untuk masing-masing bus pada Gambar IV-3 adalah :
I1 = V1Ya + (V1 V3 )Yf + (V1 V4 )Yd

I 4 = 0 = (V4 V1 )Yd + (V4 V2 )Yh + (V4 V3 )Ye

I 3 = V3 Yc + (V3 V1 )Yf + (V3 V2 )Yg + (V3 V4 )Ye

I 2 = V2 Yb + (V2 V3 )Yg + (V2 V4 )Yh

(IV.2-1)

Agar tidak membingungkan, besaran-besaran cabang selalu dinyatakan dengan huruf kecil, sedangkan besaran-besaran bus dengan huruf besar. Dengan mengatur kembali persamaan (IV.2-1), diperoleh :

74

hmymsc
I1 = V1 (Ya + Yf + Yd ) - V3 Yf V4 Yd

I 4 = 0 = V4 (Yd + Yh + Ye ) - V1Yd - V2 Yh - V3Ye

I3 = V3 (Yc + Yf + Yg + Ye ) V1Yf - V2 Yg - V3Ye

I 2 = V2 (Yb + Yg + Yh ) V3Yg V4 Yh

(IV.2-2)

Bentuk umum dari persamaan (IV.2-2) dalam bentuk matriks adalah : Y1n V1 I1 Y11 Y12 I Y2n V2 2 = Y21 Y22 ........................... I 3 Ynn V4 I n Yn1 Yn2

(IV.2-3)

Matriks Y dinamakan matriks admitansi bus, Ybus . Matriks ini simetris terhadap diagonal utamanya. Admitansi Y11, Y22,, dan Ypp dinamakan admitansi sendiri pada bus tersebut dan masing-masing sama dengan jumlah semua admitansi yang berujung pada bus tersebut, sehingga untuk unsur-unsur diagonal dapat dituliskan :
Ypp =

qp

pq

(IV.2-4)

Admitansi lain Y12, Y13, ,Ymn dan Ypq adalah admitansi bersama bus tersebut dan masing-masing sama dengan jumlah negatif semua admitansi cabang yang dihubungkan langsung antara bus yang disebutkan, sehingga untuk elemen luar diagonal dituliskan : Ypq = Yqp = y pq (IV.2-5)

Program sederhana pembentukan matriks admitansi bus, Ybus untuk cabang-cabang tersebut dapat dilakukan dengan efisien cukup dengan membaca data cabang sekali jalan. Misalkan data disusun terdiri dari nomor cabang, kode bus cabang, resistansi dan reaktansi cabang maka program pembentukan matriks disajikan dalam Gambar IV-4 berikut ini.

75

BAB IV - PENGKOM

10

DO 10 I = 1, JML_CABANG READ(1,*)NOMOR_CB(I),N_AWL(I),N_AHR(I),R(I),X(I) Y_CB(I) = 1.0/CMPLX(R(I),X(I)) P = N_AWL(I) Q = N_AHR(I) Y_BUS(P,P) = Y_BUS(P,P) + Y_CB(I) Y_BUS(Q,Q) = Y_BUS(Q,Q) + Y_CB(I) Y_BUS(P,Q) = Y_BUS(P,Q) - Y_CB(I) Y_BUS(Q,P) = Y_BUS(P,Q) Gambar IV-4. Program Penyusunan Matriks Ybus Dalam aplikasi, program dalam Gambar IV-4 diatas, cabang-cabang yang

terhubung secara magnetis tidak dapat disertakan langsung dalam program, karena masing-masing cabang selain memiliki admitansi sendiri juga memiliki admitansi bersama dengan cabang lain, cabang ini dapat disertakan kemudian setelah [ Ybus ] untuk cabang-cabang yang bebas secara magnetis terbentuk lebih dahulu. Caranya yaitu pertama kali membentuk matriks admitansi bus untuk ujung-ujung cabang yang bergantungan secara magnetis yang hanya melibatkan parameter cabang-cabang tersebut, misal kita sebut matriks tersebut matriks Z. Berikutnya, elemen-elemen Z yang bersesuaian dengan elemen-elemen matriks Y dijumlahkan. Untuk lebih mudah perhatikan ilustrasi berikut ini. Misalkan dua buah cabang, masing-masing (p,q) dan (r,s) yang bergantungan secara magnetis dan akan disertakan kedalam Y. Dapat diperlihatkan bahwa matriks admitansi simpul dengan hanya memperhitungkan parameter-parameter kedua cabang tersebut adalah :
y kk - y kk Z = y km - y km - y kk y km - y km y km y mm y mm

y kk - y km - y km y mm y km - y mm

Maka

[Y]baru = [Y]lama + [N ][Z][N]T


Dengan N adalah matriks yang terdiri dari 4 vektor kolom singleton berukuran n (jumlah bus seluruh jaringan) yang elemen-elemen tak nolnya adalah satu dan berada masing-masing pada posisi p, q, r, dan s.

76

hmymsc

Dengan cara yang sama, cabang-cabang yang bergantungan secara magnetis yang jumlahnya lebih dari dua dapat disertakan. Dapat terjadi bahwa sebagian dari ujung-ujung cabang adalah sama. Untuk itu prosedur tetap seperti diatas namun kolomkolom dan baris-baris yang sama dapat disatukan, misal bus q dan r adalah bus yang sama, maka

( - y kk + y km ) y kk - y km (- y + y ) (y + y - 2y ) (- y + y ) Z = kk km kk mm km mm km - y km (- y mm + y km ) y km
Untuk membuktikan kebenaran ini lihat daptar bacaan [1].

IV. 3 PENGHAPUSAN BUS

Dalam analisis sistem tenaga elektrik, kerapkali kita dihadapkan pada keadaan dimana bus harus dihapuskan. Penghapusan bus dapat dilakukan sekaligus untuk seluruh bus, atau dapat dilaksanakan bertahap dengan menghapuskan bus dengan nomor terbesar lebih dahulu. Penghapusan bus sekaligus memerlukan pembalikan matriks, sehingga bilamana bus yang akan dihapus lebih dari satu, maka pembalikan matriks yang harus dicaripun menjadi besar. Pembalikan matriks dapat dihindarkan dengan cara menghapuskan setiap kali satu bus saja, dan prosesnya menjadi sangat sederhana. Matriks admitansi asli yang disekat untuk dihapuskan bus ke n adalah :
Y11 Y12 Y1j ...... Y1n Y21 Y22 Y2j ..... Y2n = K L (IV.3-1) [Ybus ] = .......................... LT M Ym1 Ym2 Ymj .... Ynn Yn1 Yn2 Ynj .... Ynn

Dan matriks yang direduksi menjadi berdimensi (n-1) x (n-1) sebagai berikut : Y12 Y1j Y11 Y22 Y2j Y21 [Ybus ] = = [K ] ........................... Y(n -1)j Y(n -1)1 Y(n -1)2

(IV.3-2)

77

BAB IV - PENGKOM

dengan unsur unsur sebagai berikut : Y11 Y12 Y1j ..... Y1n Y21 Y22 Y2j .... Y2n 1 [Ybus ] = Y ........................ nn Ym1 Ym2 Ymj ... Ynn

Y1n Y 2n Y Y ...Y nj n1 n2 Ymn

Setelah manipulasi ini selesai, maka elemen-elemen pada baris ke m dan kolom ke j dari matriks yang akan dihasilkan adalah :
Ymj(baru) = Ymj(lama) Ymn Ynm Ynn

(IV.3-3)

Semua elemen dalam matriks asal K harus dirubah sehingga seluruh elemen matriks dapat dirubah. Penerapan metoda penghapusan elemen matriks admitansi bus secara bertahap dapat dituliskan.
IV. 4 MATRIKS IMPEDANSI BUS DAN PERUBAHANAN MATRIKS [ Z bus ]

Pada seksi IV.2 kita sudah memperoleh cara membentuk matriks admitansi bus [ Ybus ]. Matriks impedansi bus dapat diperoleh dengan membalikan matriks [ Ybus ], menurut definisi :

[Z bus ] = [Ybus ]1 (IV.4-1)


Karena [ Ybus ] simetris terhadap diagonal utamanya, maka [ Z bus ] juga harus simetris dengan cara yang sama. Elemen-elemen [ Z bus ] pada diagonal utama dinamakan

impedansi titik penggerak bus dan elemen-elemen diluar diagonal dinamakan impedansi pemindah bus. Selain dari pembalikan matriks [ Ybus ], matriks [ Z bus ] dapat pula dibentuk secara langsung. Matriks [ Z bus ] sangat penting dan berguna sekali dalam membuat perhitungan gangguan seperti yang akan dipelajari nanti. Karena [ Z bus ] alat yang penting, sekarang akan kita lihat bagaimana suatu [ Z bus ] yang telah ada dapat dirubah untuk

78

hmymsc

menambahkan bus-bus baru atau menghubungkan saluran-saluran baru, empat kasus akan kita bahas berikut ini. 1 Kasus I, Menambahkan Zb dari suatu bus baru p pada bus acuan Penambahan rel baru p yang akan dihubungkan pada bus p pedoman melalui impedansi Zb tanpa ada hubungan dengan bus lain dari jaringan aslinya tidak akan merubah tegangan bus asli bila suatu arus Ip diinjeksikan pada bus yang baru, sehingga :
V1 V2 = ............................ ..... Vn V 0 0 0 0 p 0 I1 0 I 2 = 0 I n Z b I p

(IV.4-2)

2 Kasus II : Menambahkan Zb dari bus baru p pada suatu bus Penambahan rel baru p yang dihubungkan melalui impedansi Zb pada bus k yang telah ada, dengan arus Ip diinjeksikan pada bus p akan menyebabkan arus yang memasuki jaringan asli pada bus k menjadi jumlah Ik yang diinjeksikan pada bus k ditambah Ip yang mengalir melalui Zp seperti dalam Gambar IV-5. Arus Ip yang mengalir ke bus k akan menaikkan Vk asli menjadi : Vk(baru) = Vk(asli) I p Z kk Sedangkan Vp = Vk(asli) + I p Z kk + I p Z b Dan Vp = I1 Z k1 + I 2 Z k2 + .......... + I n Z kn + (I p Z kk + I p Z b ) Dengan demikian baris baru yang harus ditambahkan pada matriks Zasli agar dapat memperoleh Vp adalah Zk1, Zk2, Zk3, dan Zkn , (Zkk + Zb) atau persamaan matriksnya.

79

BAB IV - PENGKOM
k

Ik Ip
Zb
p

Ik+Ip
Jaringan asli dengan bus k dan bus pedoman dukeluarkan

Gambar IV-5. Penambahan bus baru p yang dihubungkan melalui impedansi Zb pada bus k yang telah ada

V1 Z1k I1 Z 21k I 2 V2 = ............................ ... = (IV.4-3) ..... Z nk I n Vn V Z Z p k1 k2 Z kn (Z kk + Z b ) I p 3 Kasus III : Menambahkan Zb dari suatu bus p yang ada ke bus acuan Untuk melaksanakan hal diatas, dimulai dengan membuat suatu baris baru seperti dalam kasus II, dan selanjutnya menghilangkan baris ke (n+1) dan kolom (n+1), untuk memperoleh elemen-elemen Zhi dalam matriks baru digunakan persamaan berikut : Z hi(baru) = Z hi(asli) Z h(n +1) Z (n +1)i Z kk + Z b

(IV.4-4)

4 Kasus IV : Menambahkan Zb diantara dua bus, bus j dan bus k yang ada Tinjau Gambar IV-6 yang menunjukkan bus-bus yang dikeluarkan dari jaringan aslinya. Arus Ib mengalir dari bus k ke bus j.
j

Ij
Zb Ib

Ij+Ib
Jaringan asli dengan bus k , j dan bus pedoman dukeluarkan

Ik

Ik-Ib

Gambar IV-6. Penambahan impedansi Zb diantara bus k dan yang telah ada

80

hmymsc

Persamaan bus menjadi : V1 = Z11 I1 + ........ + Z1j (I j + I b ) + Z1k (I k I b ) + ........... Atau V1 = Z11I1 + .... + Z1jI j + Z1k I k + .... + I b (Zij Zik ) Sedangkan
Vj = Zj1I1 + ....+ ZjjI j + ZjkIk + .....+ Ib (Zjj Zkj )

(IV.4-5)

Vk = Zk1I1 + ... + ZkjI j + ZkkIk + .....+ Ib (Zkj Zkk )

(IV.4-6)

Karena Ip tidak diketahui, kita memerlukan persamaan lain, yaitu : Vk Vj = I b Z b Atau 0 = I b Z b - Vk + Vj (IV.4-7)

Dari persamaan-persamaan diatas, dengan memasukkan persamaan (IV.2-6) kedalam persamaan (IV.2-7) dengan mengumpulkan koefisien-koefisien Ib, dan menamakan jumlahnya dengan Zbb didapat : Z bb = Z b + Z jj + Z kk - 2Z jk (IV.4-8)

Dengan melihat persamaan (IV.4-5) hingga (IV.4-6) dan (IV.4-8), dapat dituliskan persamaan matriks berikut :
V1 V 2 .................... Vj = V k V n 0 (Z Z ) ....(Z Z ) (Z Z ) j1 k1 jj jk kj kk Z1j Z1k I 1 Z 2j Z 2k I 2 (IV.4-9) Z jj Z jk I j = Z kj Z kk I k Z nj Z nk I n (Z bb ) I b

81

BAB IV - PENGKOM

Kolom baru adalah kolom j dikurangi kolom k dari Zasli dengan Zbb pada baris yang ke (n+1). Baris baru adalah transpose dari kolom baru. Dengan menghilangkan baris (n+1) dan kolom (n+1) dari matriks dengan cara yang sama seperti sebelumnya kita lihat bahwa :

Zhi(baru) = Zhi(asli)

Zh(n+1) Z(n+1)i Zb + Z jj + Zkk 2Z jk

(IV.4-10)

IV. 5 PEMBENTUKAN MATRIKS IMPEDANSI LANGSUNG

Pembentukan matriks impedansi bus [ Z bus ] dengan cara langsung dapat pula dilakukan. Proses yang dilakukan selain lebih singkat juga sederhana bila dibandingkan dengan proses pembalikan matriks [ Ybus ] Bila kita memiliki data impedansi dan kode bus dimana impedansi tersebut terhubung, pembentukan matriks [ Z bus ] dapat kita mulai dengan menuliskan persamaan untuk suatu bus yang terhubung pada bus acuan, sebagai :
V1 = I1 Z1

(IV.5-1)

Selanjutnya kita mulai menambahkan elemen-elemen bus baru yang terhubung pada bus pertama atau pada bus acuan. Misal bus berikut adalah bus 2 yang terhubung ke bus 1 melalui impedansi Zb, maka persamaan matriks yang baru adalah :
V1 Z 1 0 I1 V = 0 Z I b 2 2

(IV.5-2)

Dan selanjutnya kita dapat meneruskan prosedur diatas yang telah dijelaskan pada seksi sebelumnya. Algoritma dan penulisan program pembentukan matriks Z bus akan dibahas kemudian.

CONTOH 5.1

Lakukanlah penghapusan simpul pada matrik admitasi bus berikut ini:

82

hmymsc

- j9,80 0,00 j4,00 j5,00 Penyelesaian:

0,00 - j8,30 j2,50 j5,00

j4,0 j2,50 - j14,50 j8,0

j5,00 j5,00 j8,00 - j18,0

Misalkan penghapusan dilakukan pada bus 4 dan 3, maka pertama dialakukan penghapusan bus 4, matriks direduksi menjadi berdimensi (4-1) x (4-1), dimana elemen-elemen matrik yang baru dihitung menggunakan persamaan (IV.3-3). Kita akan mendapatkan unsur-unsur matrik yang baru sebagai berikut: - Contoh untuk Y32 dan Y22 didapat:
Y32 = Y32 Y34 Y42 Y Y = j4,7222 dan Y22 = Y22 24 42 = j6,9111 Y44 Y44

Unsur-unsur matrik yang lain dihitung dengan cara yang sama, sehingga diperoleh
- j8,4111 j1,3889 j6,2222 j1,3889 - j6,91111 j4,7222 j6,2222 j4,7222 - j10,9444

Selanjutnya dilakukan penghapusan bus 3, maka matriks direduksi menjadi berdimensi (4-2) x (4-2), dimana elemen-elemen matrik yang baru dihitung menggunakan persamaan yang sama. Kita akan mendapatkan unsur-unsur matrik yang baru sebagai berikut:
- j4,8736 j4,0736 j4,0736 - j4,8736

CONTOH 5.2

Perhatikan contoh sistem dalam Gambar 4.7 dengan data jaringan disajikan dalam Tabel 4.1. Tentukan matriks Zbus dari sistem tersebut. Tabel 4.1: Data Jaringan No elemen 1 2 3 4 5 6 No. bus 0-1 0-2 1-2 0-3 1-4 4-3 Self reactance 0,1 0,5 0,4 0,5 0,2 0,3 Mutual reactance 0,1 0,2 Coupled elemen 3 3

83

BAB IV - PENGKOM

4 3

Gambar 4.7. Contoh sebuah sistem tenaga elektrik 4 bus

Penyelesaian

Dengan mengikuti prosedur seperti dikemukakan diatas, matrik Z dapat dibentuk selangkah demi selangkah sebagai berikut: Langkah 1: Menambahkan Zb dari suatu bus baru 1 pada bus acuan (kasus 1) Matrik impedansi pada langkah ini hanya terdiri dari sebuah elemen cabang Z = [Zb] = [0,1] Langkah 2: Menambahkan Zb dari suatu bus baru 2 pada bus acuan (kasus 2) Matrik impedansi pada langkah ini menjadi berukuran 2 x 2, elemen cabang baru dihitung menggunakan persamaan IV. 14, didapat:
0,1 0 Z = 0 0,5

Langkah 3: Menambahkan elemen Zb sebuah link yang menghubungkan bus 1 dan 2, yang tidak memiliki kopling dengan elemen lain dari sistem yang ada.(kasus 2) Matrik impedansi pada awal langkah ini menjadi:
0 0,1 0,1 0 0,5 - 0,5 Z = 0,1 - 0,5 1,0

84

hmymsc

Selanjutnya loop yang terbentuk dieliminasi dengan mengeliminir link, matrik impedansi menjadi:
0,09 Z = 0,05 0,05 0,25

Langkah 4: Menambahkan Zb dari suatu bus baru 3 pada bus acuan (kasus 2) (kasus 2) Penambahan bus baru dalam bus acuan akan menaikkan ukuran matrik 1 kali lebih besar menjadi 3 x 3. Matrik impedansi menjadi:
0,09 Z = 0,05 0,00 0,05 0,25 0,00 0,00 0,00 0,05

Langkah 5: Menambahkan elemen ke 5, yaitu sebuah cabang yang menghubungkan bus 1 dan 4 yang memiliki kopling dengan elemen 3. Perhitungan dilakukan seperti dalam kasus 4. Langkah perhitungan dimulai dengan membentuk matrik primitife dari ketiga elemen yang terkopling (3,5 dan 6), dimana impedansi primitifnya adalah:
60 30 13 13 30 80 y= 30 13 40 20 13 13 40 13 20 13 70 13

Berikutnya dengan menggunakan persamaan (IV.4-10) kemudian dihitung impedansi yang menghubungkan cabang 1-4, didapat:
Z 41 = Z11 + y11,11 - (Z11 - Z 31 ) y14 = 0,08 = Z 14

demikian untuk elemen lain:


Z 42 = 0,10 = Z 24 Z 43 = 0,00 = Z 34 Z 44 = 0,26 = Z 44

Dengan demikian matrik impedansi bus dari sistem diatas adalah:


0,09 0,05 Z = 0,00 0,08 0,05 0,25 0,00 0,10 0,00 0,00 0,50 0,00 0,08 0,10 0,00 0,26

85

BAB IV - PENGKOM

CONTOH 5.3

Sebuah sistem tenaga elektrik 6 bus seperti diberikan dalam Gambar 4.8 dengan data jaringan disajikan dalam Tabel 4.2. Tentukan matriks Ybus dari sistem tersebut.

1 4 3

Gambar 4.8. Contoh sebuah sistem tenaga elektrik 6 bus Tabel 4.2: Data Jaringan No Elemen 1 2 3 4 5 6 7 Penyelesaian Bilamana tidak terdapat kopling antara masing-masing elemen, pembentukan matriks admitansi bus dapat dilakukan dengan cepat seperti yang dikemukakan dalam subbab IV.2, dimana: Ypp = Kode bus 14 16 23 25 34 46 56 Impedansi 0,080 + j0,370 0,123 + j0,518 0,723 + j1,050 0,282 + j0,640 0,000 + j0,133 0,097 + j0,407 0,000 + j0,300 Admitansi shunt 0,000 + j0,015 0,000 + j0,021 0,000 + j0,000 0,000 + j0,000 0,000 + j0,000 0,000 + j0,015 0,000 + j0,000

qp

pq

dan Ypq = Yqp = y pq

Dengan demikian untuk contoh diatas (untuk sementara admitansi ke tanah diabaikan), didapat admitansi jarring untuk masing-masing elemen sebagai berikut:

86

hmymsc

Tabel 4.3. Admitansi jarring untuk setiap elemen Kode bus 14 16 23 25 34 46 56 Impedansi z pq 0,080 + j0,370 0,123 + j0,518 0,723 + j1,050 0,282 + j0,640 0,000 + j0,133 0,097 + j0,407 0,000 + j0,300 Admitansi y pq =
1 z pq

0,558 j2,582 0,414 j1,827 0,445 j0,616 0,577 j1,308 0,000 j7,518 0,554 j2,325 0,000 j3,333

Elemen matrik Admitansi bus, selanjutnya dapat dihitung sebagai berikut: - Elemen Diagonal, berdasarkan persamaan Ypp = y pq
qp

Y11 = y14 + y16 = 0,99220 j 4,37346 Y22 = y 23 + y 25 = 1,02140 j1,95452 demikian pula dengan elemen lain.

- Elemen Off diagonal, berdasarkan persamaan Ypq = Yqp = y pq


Y14 = Y41 = y14 = 0,558 j 2,582 demikian pula dengan elemen lain.

Sehingga matrik admitansi bus dari sistem diatas adalah:


0,99220 -j4,37346 1,02140 -j1,95452 -0,44486 +j0,64606 -0,55827 +j2,58200 -0,57654 +j0,30846 -0,43393 +j1,82746 -0,554100 +j2,32494 -0,44486 +j0,64606 0,44486 -j8,16486 0,00000 -j8,27150 -0,55827 +j2,58200 -0,57654 +j0,30846 0,99220 -j4,37346 1,11237 -j13,97650 0,57654 -j4,64179 0,00000 +j3,41880 -0,554100 +j2,32494 0,00000 +j3,41880 0,998804 -j7,62287 -0,43393 +j1,82746

87

BAB IV - PENGKOM

SOAL-SOAL BAB 4

1. Tentukan ZBUS untuk jaringan yang diperliahtkan dalam Gambar 4.9 dimana semua impedansi diberikan dalam perunit.

j0,3

j0,2
1

j0,15
3

j1,2

j1,5

Gambar 4.9. Jaringan untuk soal 1 2. Rubahlah ZBUS yang diberikan dalam sosl 1 dengan menambahkan sebuah elemen yang menghubungkan bus 2 dengan bus acuan. 3. Tentukanlah ZBUS yang baru dari soal 2 bilamana simpul terbesar dihapuskan. 4. Carilah tegangan pada bus 1 dan 3 dari rangkaian dalam Gambar 4.9, dengan menyelesaikan persamaan yang telah dibuat.

88

T E K N I K E L E K T R O

PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA

1 2 3 4

a1 a2 a3 a4

b1 b2 b3 b4

5 6 7 8

GND 0

Sistem DG

PF1
Sistem A

PF2
Sistem C G Sistem G B

PF3 PF4

PENYELESAIAN DAN PENGATURAN ALIRAN BEBAN

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

hmymsc

BAB V PENYELESAIAN DAN PENGATURAN ALIRAN BEBAN

V. 1 PENDAHULUAN
Keadaan suatu sistem tenaga elektrik dapat diketahui bilamana tegangan pada semua bus diketahui. Salah satu keadaan sistem tenaga elektrik yang paling sering menjadi perhatian adalah aliran beban. Aliran beban pada cabang-cabang jaringan dapat dihitung apabila tegangan pada bus diketahui. Masalah utama dalam studi aliran beban adalah bagaimana menghitung tegangan pada masing-masing bus. Dari persamaan jaringan I bus = Ybus Vbus , bila I diketahui maka persamaan dapat diselesaikan untuk menghitung vektor tegangan V. Namun demikian dalam sistem tenaga elektrik, khususnya dalam penyelesaian aliran beban, biasanya bukanlah injeksi arus yang diketahui, melainkan injeksi daya, oleh karena itu penyelesaian hanya dpat dilakukan dengan cara iterasi, yakni secara bertahap mencari tegangan bus yang akan menghasilkan injeksi daya yang sama dengan daya yang ditentukan untuk masingmasing bus. Dalam setiap bus, paling sedikit ada dua besaran yang harus diketahui, oleh karena itu dalam penyelesaian dan pengaturan aliran beban dikenal tiga tipe bus, yaitu : 1. BUS PQ Lazim disebut dengan bus beban. Dalam bus ini besaran yang diketahui adalah injeksi daya aktif P dan daya reaktif Q, sedangkan magnitude tegangan, V dan sudut tegangan, dihitung. 2. BUS PV Bus PV atau bus pengendali atau sering pula disebut bus pembangkit, disini injeksi daya aktif P dan magnitud tegangan V diberikan, sedangkan sudut tegangan dan daya reaktif Q dihitung. 3. BUS AYUN Bus ayun atau bus penadah, disini magnitud tegangan V dan sudut tegangan diberikan, sedangkan injeksi daya aktif dan reaktif dihitung.

89

BAB V - PENGKOM

Konsep bus penadah dibutuhkan karena pada bus penadah inilah semua susut daya pada jaringan ditimpakan. Konsep yang sama berlaku pula pada bus PV, karena pada bus ini susut daya reaktif ditimpakan. Meski semua bus yang ada pembangkit dapat dipilih menjadi bus penadah, namun dalam penyelesaian aliran beban hanya diperlukan sebuah bus penadah. Untuk memilih bus penadah, cukup diteliti bus mana saja yang masih memiliki kapasitas cadangan pembangkitan yang cukup. Demikian pula halnya dengan bus pembangkit yang dikatagorikan sebagai bus PV, tidak semua bus pembangkit harus dikatagorikan sebagai bus PV.

V. 2 DATA UNTUK STUDI ALIRAN BEBAN


Dalam penyelesaian masalah aliran beban kita dapat menggunakan bentuk admitansi bus maupun impedansi bus. Dalam pembahasan ini kita hanya memfokuskan penyelesaian aliran beban menggunakan matriks admitansi bus. Data yang diperlukan dalam studi aliran beban dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : data bus dan data jaringan. Data jaringan yang diperlukan mencakup nilai impedansi seri dari masingmasing cabang jaringan dan admitansi shunt yang ada pada saluran transmisi. Selain itu ranting dan impedansi transformator, rating kapasitor shunt, dan setelan sadapan Transformator juga diperlukan (bila ada). Kondisi kerja dan data bus harus selalu ditentukan untuk setiap studi. Data bus meliputi daya aktif dan reaktif pembangkitan maupun pembebanan, magnitud tegangan dan sudut fasa, beserta keterangan lain yang diperlukan.

V. 3 PERSAMAAN PERFORMANCE JARINGAN


Persamaan kinerja jaringan sistem tenaga elektrik dengan kerangka acuan bus dalam bentuk admitansi dinyatakan sebagai berikut : I bus = Ybus Vbus (V.3-1)

Hubungan-hubungan daya aktif dan daya reaktif pada bus p dapat dituliskan sebagai:

90

hmymsc
Ip = Pp jQ p
* Vp

(V.3-2)

Atau
Pp jQ p
* Vp

q (p)

(G

pq

+ jB pq )Vq

(V.3-3)

Persamaan arus dalam jaringan yang menghubungkan bus p dengan bus lain (misal bus q) dapat dinyatakan dengan
i pq = Vp Vq y pq + Vp y ,pq 2

(V.3-4)

Aliran daya aktif dan reaktif antara kedua bus menjadi


* Ppq jQ pq = Vp i pq

Atau
Ppq jQ pq = V (Vp Vq )y pq + V Vp
* p * p

y ,pq 2 y ,pq 2 (V.3-5)

Pqp jQ qp = V (Vq Vp )y pq + V Vq
* q * q

Dimana : y pq = admitansi jaringan (bedakan dengan admitansi bus)


y ,pq = total admitansi pengisian tanah (line charging)

V. 4 METODA GAUSS-SEIDEL
Penyelesaian aliran beban merupakan penyelesaian yang hanya dapat dilakukan dengan metoda iterasi. Penyelesaian aliran beban diawali dengan asumsi tegangan masing-masing bus diketahui kecuali untuk bus penadah, dimana tegangan awal diberikan dan harus dijaga konstan. Arus injeksi masing-masing bus dihitung dengan persamaan (V.3-3) sebagai berikut :
Pp jQ p
* Vp

q (p)

(G

pq

+ jB pq )Vq

91

BAB V - PENGKOM

Atau dalam bentuk lain


Pp jQ p
* Vp

q (p)

pq

Vq

(V.4-1)

apabila ground diambil sebagai bus acuan, dan bus 1 ditetapkan sebagai bus penadah, maka n-1 persamaan simultan dapat dituliskan, tegangan untuk bus k dapat dituliskan sebagai berikut: 1 Pk jQ k n Vk = - Ykn Vn * Ykk Vk n =1 kn k = 1,2, .., jumlah bus k bus penadah untuk meningkatkan efisiensi waktu perhitungan diperlukan beberapa modifikasi operasi aritmatik sebanyak mungkin sebelum perhitungan iteratif dimulai, antara lain: A. Misalkan : L k =

(V.4-2)

1 Ykk

Persamaan (V.4-2) akan menjadi : (Pk jQ k )L k n Vk = - Ykn Vn L k * Vk n =1 kn

(V.4-3)

B. Misalkan : KL k = (Pk jQ k ) L k dan Ykn L k = YL kn


Persamaan (V.4-3) menjadi lebih sederhana, sebagai berikut: KL k n Vk = * - YL kn Vn Vk n = 1 kn

(V.4-4)

92

hmymsc

Dengan demikian persamaan umum yang akan diselesaikan adalah persamaan (V.4-4), sehingga untuk sistem tenaga elektrik yang terdiri dari 4 bus, dengan bus 1 sebagai bus penadah, persamaan yang akan diselesaikan adalah :
V1k +1 = V3k +1 = V4k +1 = KL1 - YL12 V2 YL13 V3k - YL14 V4k * V1 KL 3 - YL 31 V1k +1 YL 32 V2 - YL 34 V4k (V.4-5) * V3 KL 4 - YL 41 V1k +1 YL 42 V2 - YL 43 V3k +1 * V4

Adapun urutan perhitungan aliran daya dengan metoda Gauss-Seidel disajikan dalam diagram alir pada Gambar V-1.

93

BAB V - PENGKOM
MULAI

Masukan data : Bus;Jaringan, Base, Epsilon, Tipe bus, Asumsi tegangan

Bentuk Matriks Admitansi bus [Ybus]

Hitung Parameter bus dan jaringan KLp, YLpq pers.V.4-3 ;V.4-4

Set pencacah iterasi, k dan dV K=0 dV = 0.0

Set pencacah bus, p p =1

Is p equal slack bus ?

Yes

No Hitung harga V, untuk bus p sesuai pers V.4-4

Hitung perubahan tegangan dV dV = Vnew - Vold

94

hmymsc

Periksa harga dVmak <Epsilon

Yes

No Pertukarkan harga V lama dengan V baru p=p+1 No p=p+1

Rubah harga dV = dVmak

Periksa harga dVmak <Epsilon

No Pertukarkan harga V lama dengan V baru No Is dVmak < epsilon? Yes Hitung aliran daya pers V.3-5

SELESAI

Gambar V-1. Diagram Alir Penyelesaian Aliran Beban dengan Metoda GS menggunakan matirks admitansi bus

V. 5 METODA NEWTON-RAPHSON
Bila dalam metoda Gauss-Seidel penyelesaian aliran beban dilakukan dengan menggunakan himpunan persamaan tegangan. Dalam metoda Newton Raphson, dipergunakan himpunan persamaan non-linear untuk mengekspresikan daya aktif dan reaktif dalam bentuk tegangan. Dari persamaan (V.3-1), dimana

95

BAB V - PENGKOM

Ip =

Pp jQ p
* Vp

Atau
* Pp jQ p = I p Vp

(V.5-1)

Dalam bentuk lain, dapat pula dituliskan


* Pp jQ p = Vp Ypq Vq qp

(V.5-2)

Mengingat bahwa : Ypq = G pq jB pq dan Vp = e p + jf p , maka persamaan (V.5-2) dapat ditulis menjadi : n Pp jQp = (e p jf p ) (G pq jBpq )(eq + jfq ) q=1 qs

(V.5-3)

Bilamana bagian real dipisahkan dengan imajiner, didapat

Pp = { ep (eq Gpq + f pqBpq ) + f p (f q Gpq eq Bpq ) }


n q=1 qs

Qp = { f p (eq Gpq + f pqBpq ) ep (f q Gpq eq Bpq ) }


n q=1 qs

(V.5-4)

Formulasi ini akan menghasilkan masing-masing dua persamaan untuk masing-masing bus, sehingga akan diperoleh 2(n-1) persamaan yang harus diselesaikan. Metoda Newton Raphson membutuhkan himpunan persamaan linear yang menggambarkan hubungan antara perubahan daya aktif dan reaktif terhadap komponen-komponen tegangan bus, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

96

hmymsc

P P P P 1 M 1 ......... 1 e1 P1 1 ........ en1 f1 f n1 ...... e1 ...... .......... .......... .......... .......... .......... . ...... ...... Pn1 P Pn1 Pn1 1 Pn1 e .......e M f .........f en1 1 n1 n1 - - - - = 1 - - - - - (V.5-5a) Q1 Q1 Q1 Q1 Q1 e .........e M e ......... e f1 1 1 n1 ........ 1 ........ .......... .......... .......... .......... .......... ........ ........ Q Q1 ........Qn1 M Q1 .........Qn1 f n1 e en1 f1 f n1 n1 1 Dalam bentuk yang lebih sederhana, persamaan (V.5.5a) dapat ditulis :
P J 1 M J 2 e . - - = ........... - - Q J 3 M J 4 f

(V.5-5b)

Dimana koefisien matriks adalah Jacobian dan bus ke n adalah bus penadah. Persamaan-persamaan untuk menentukan elemen Jacobian dapat diturunkan dari persamaan daya bus. Daya nyata dari persamaan (V.5-4a)
Pp = ep (eq Gpp + f p Bpp ) + f p (f pGpp ep Bpp ) +

{ e (e G
n

q=1 qs

pq

+ f q Bpq ) + f q (f q Gpq eq Bpq ) } (V.5-6)

p = 1,2, , n-1 Diferensiasi persamaan (V.5-6) terhadap eq akan diperoleh elemen-elemen luar diagonal dari submatriks J1, sebagai berikut :
Pp e q = e p G pq f p B pq

(V.5-7)

qp

Sedangkan untuk elemen diagonal didapat


Pp eq = 2epGpq + f p Bpq f p Bpq + (epGpq f q Bpq ) (V.5-8)
n q=1 qp

97

BAB V - PENGKOM

Persamaan arus untuk bus p, Ip adalah I p = c p + jd p = (G pp jB pp )(e p + jf p ) + (G pq jB pq )(e q + jf q )


n q =1 qp

yang dapat dipisah dalam dua bagian, yaitu bagian real dan imajiner berikut ini : c p = e p G pp + f p B pp ) + (e q G pq + f q B pq )
n q =1 qp n

d p = f p G pp e p B pp ) + (f q G pq e q B pq )
q =1 qp

(V.5-9)

Oleh karena itu ekspresi elemen diagonal submatriks J1 dapat disederhanakan menjadi: Pp e q = e p G pq f p B pp + c p

Dari persamaan (V.5-6), elemen-elemen luar diagonal submatriks J2 adalah


Pp f q = e p B pq + f p G pq qp

Dan elemen-elemen diagonal matriks J2 adalah


Pp f q = ep Bpp + f pGpp ep Bpp + (fq Gpq eq Bpq ) (V.5-10)
n q=1 qp

Komponen imajiner dari persamaan (V.5-9) disubstitusikan kedalam persamaan (V.510) didapat :

Pp f q

= e p B pp + f p B pp + d p

Daya reaktif Q, dari persamaan (V.5-4) adalah

98

hmymsc
Qp = f p (ep G pp + f p Bpp ) ep (f p G pq ep Bpp ) + { f p (eq Gpq + f q Bpq ) ep (f q Gpq eq Bpq ) }
n
q=1 qs

(V.5.11)

p = 1,2, ., n-1 Difrensiasi persamaan (V.5-11) terhadap eq, akan diperoleh elemen-elemen luar diagonal dari submatriks J3 adalah
Q p e q = e p B pq + f p G pq qp

Dan elemen-elemen diagonal submatriks J3 adalah:


Qp ep = f pGpp f pGpp + 2ep Bpp (fqGpq eq Bpq ) (V.5-12)
n q=1 qp

Komponen imajiner dari persamaan (V.5-11) disubstitusikan ke (V.5-12) didapat Qp e p = e p B pp + f p G pp d p

Dari persamaan (V.5-11), elemen-elemen luar diagonal submatriks J4 adalah :


Q p f q = e p G pq + f p B pq qp

Dan elemen-elemen diagonal submatriks J4


Q p f p = e p G pp + 2f p B pp e p G pp (e q G pq + f q B pq )
n q =1 qp

Atau dapat ditulis menjadi Q p f p = e p G pp + f p B pp + c p

99

BAB V - PENGKOM

Bila diberikan harga inisialisasi himpunan tegangan bus, daya aktif dan daya reaktif dapat dihitung berdasarkan persamaan (V.5-4). Perubahan daya P dan Q dihitung
dari selisih antara daya terjadual dan daya hasil perhitungan, yaitu: Ppk = Pp(terjadual) Pp(hitungan) Q k = Q p(terjadual) Q p(hitungan) p Hasil estimasi tegangan bus dan perhitungan daya, kemudian digunakan untuk menghitung arus guna mengevaluasi/menghitung elemen-elemen matriks Jacobian. Persamaan linear yang didapat dari persamaan (V.5-5) dapat diselesaikan secara langsung maupun iterasi. Setelah harga e i dan f i didapat, selanjutnya dihitung harga estimasi tegangan bus yang baru, yaitu : e k +1 = e k + e k p p p f pk +1 = f pk + f pk

(V.5-12)

k Proses perhitungan dilanjutkan hingga Ppk dan Qp untuk semua bus mencapai batas

ketelitian (toleransi) yang diizinkan. Prosedur penyelesaian aliran beban dengan metoda Newton Raphson disajikan dalam diagram alir pada Gambar V-2.

V. 6 METODA FAST-DECOUPLED
Metoda ini adalah kulminasi dari usaha-usaha menyederhanakan implementasi sekaligus memperbaiki efisiensi perhitungan dari metoda Newton Raphson, yang meskipun terkenal memiliki konvergensi kuadratik namun terlalu banyak memerlukan tempat dan memakan waktu, disamping itu metoda Newton Raphson memerlukan teknik pemrograman yang relatif rumit untuk mendapatkan program yang efisien. Dalam teknik pemrograman, kedua metoda terdahulu memerlukan suatu solusi bilangan kompleks, sebaliknya metoda Fast Decoupled tidak memerlukan hal tersebut. Mari kita lihat kembali persamaan jaringan pada persamaan (V.3-1), yaitu :

100

hmymsc
MULAI

Masukan data : Bus;Jaringan, Base, Epsilon, Tipe bus, Asumsi tegangan

Bentuk Matriks : [Ybus], [G], [B]

Hitung : Pp, Qq pers.V.5.4

Hitung : 1. dP dan dQ 2. maks dP dan dQ

Is maks dP and dQ > epsilon ?

No

Yes Hitung arus bus Ip pers. V.5-9 Hitung aliran beban pers V.3-5 Hitung Elemen Jacobi pers V.5-7 - V.5-12 K = K +1 Selesaikan pers. V.5-5 SELESAI

Hitung Tegangan Bus yang baru pers V.5-12

Pertukarkan harga ep dan fp

Gambar V-2. Diagram Alir Penyelesaian Aliran Beban dengan Metoda NR menggunakan matriks admitansi bus

1 Vbus = Ybus I bus

(V.6-1)

Dengan persamaan injeksi arus


Ip = Pp jQ p
* Vp

qp

pq

Vq

(V.6-2)

101

BAB V - PENGKOM

Konjugasi persamaan (V.6-2), dan dikalikan dengan Vp, diperoleh


* * Vp I * = S p = Vp Ypq Vp p qp

(V.6-3)

Untuk menjelaskan metoda Fast Decoupled akan lebih enak bila persamaan-persamaan yang digunakan dinyatakan dalam koordinat Polar, dalam versi ini, kita nyatakan harga-harga [V] dan [Y] sebagai berikut: Vp = Vp p dan pq = p q

Ypq = G pq + jB pq Dengan koordinat Polar, persamaan daya dalam persamaan (V.5-4) dapat ditulis menjadi: Pp = Vp (G pq cos pq + B pq sin pq ) Vq
n q =1 n

) )
(V.6-4)

Q p = Vp

((G
q =1

pq

sin pq B pq cos pq ) Vq

Sedangkan Ppk = Pp(ditentukan) Pp(dihitung) Q k = Q p(ditentukan) Pp(dihitung) p p = 1, 2, .....n p s, p pv bus Dan P J 1 M J 2 . - - = - - - - - - - - - - V / V Q J 3 M J 4 Atau (V.6-5)

P H N Q = M L V/V Dengan elemen-elemen Jacobian

102

hmymsc

Untuk p q
H pq = L pq = Vp Vq (G pq sin pq B pq cos pq ) N pq = M pq
p q pq

) = ( V V )(G
( (V
p

cos pq B pq sin pq )

(V.6-6)

Untuk p = q
H pp = Q p B pp Vp Vp L pp = Q p B pp M pq = Pp G pp N pp = Pp + B pp Vp Vp Vp

( (V

Vp

) )

) )

(V.6-7)

Bila kita amati, hal yang sangat menarik dari karakteristik sistem Transmisi daya elektrik yang beroperasi dalam keadaan tunak adalah interdefendenses antara daya aktif, P dan sudut tegangan, dan antara daya reaktif, Q dengan magnitud tegangan |V|, kopling antara komponen P - dan Q |V| sangat lemah, sehingga ada kecenderungan untuk menyelesaikan masalah P - dan Q |V| secara terpisah. Memperhatikan bahwa, pada umumnya |Gpq| < |Bpq| dan pq sangat kecil, sehingga G pq sin pq B pq cos pq > G pq cos pq B pq sin pq Maka submatriks M dan N dapat diabaikan sehingga persamaan menjadi
P H 0 Q = 0 L V/V Atau P = H Q = L V

Dimana V adalah cara penulisan ringkas vektor V /V . Dalam hal ini nyata terlihat bahwa penyelesaian dapat dilakukan secara decoupled. Dengan penguraian ini, banyak keuntungan yang dapat diperoleh dibanding metoda Newton, yakni separuh tempat, teknik pemrograman yang lebih sederhana, selain itu kecepatan hitung menjadi dua kali lipat.

103

BAB V - PENGKOM

Penyederhanaan lebih lanjut terhadap kecepatan hitung adalah digunakannya matriks Jacobian yang sama untuk semua iterasi, karena proses yang paling memakan waktu adalah pembentukan dan solusi Jacobian. Metoda Fast Decoupled, dapat disederhanakan i. lebih jauh tanpa mengurangi ketelitiannya. Dasar-dasar penyederhanaan adalah: cos pq = 1 dan sin pq = 0.0

ii. Qp << Bpp |Vp|2 Dengan ekspresi diatas persamaan (V.6-6) dan (V.6-7) dapat ditulis menjadi Untuk p q H pq = L pq = Vp Vq (B pq ) Untuk p = q

H pp = L pp = B pp Vp Vp

)
(V.6-9)

dengan demikian persamaan (V.6-8) menjadi

[P] = [Vp ][B, ][Vp ][] [Q] = [Vp ][B ,, ][Vp ][V]
persamaan diatas dengan [Vp]-1 didapat

dimana [Vp] adalah matriks diagonal. Selanjutnya, dengan mengalikan kedua

[P/ V ] = [B ][V][] [Q/ V ] = [B ][V][V]


, ,,

Bila [V][ V] digantikan dengan [V], maka

[P/V ] = [B , ][V][] [Q/V] = [B ,, ][V]


Dimana

[P/V] = V 1P = (Pp /Vp ) [Q/V] = V 1Q = (Q p /Vp )


Penyederhanaan berikutnya adalah pendekatan [V] = [I], maka diperoleh bentuk umum persamaan yang terkenal dengan nama FAST DECOUPLED LOAD FLOW (FDLF):

[P/V ] = [B , ][] [Q/V] = [B,, ][V]


104

(V.6-10)

hmymsc

Dimana unsur-unsur matrik B dan B diperoleh dari unsur-unsur matriks Ybus yang bersamaan. Bagian ini adalah bagian imajiner dari matriks Ybus. Sampai pada tahap ini pendekatan yang dilakukan masih bersifat penyederhanaan perumusan. Pendekatan-pendekatan yang berdasarkan pengalaman berikut meski selintas sepele ternyata sangat menekan dalam memperbaiki keandalan dan konvergensi metoda Fast Decoupled. 1 Menghilangkan dari B unsur yang lebih utama mempengaruhi daya reaktif MVAR, yakni reaktansi-reaktansi shunt seperti yang berasal dari kapasitor hantaran dan reaktansi sebagai akibat setelan sadapan transformator diluar nominal. 2 3 Menghilangkan dari B pengaruh pemutaran sudut yang dihasilkan oleh pemutar fasa. Mendapatkan unsur-unsur B langsung dari susceptansi dari reaktansi cabang jaringan. Pembentukan matriks [B] dan [B] adalah sebagai berikut : 1 Elemen-elemen Matriks B Luar diagonal
b 'pq = 1 x pq

Diagonal

b 'pp =

qp

' pq

2 Elemen-elemen Matriks B Luar diagonal


' b 'pq =

(r

x pq + x2 pq

2 pq

Diagonal
' ' b 'pp = y sh(p) b 'pq p qp

dimana : ysh adalah jumlah admitansi shunt di bus p baik yang berasal dari separuh admitansi bocor hantaran (half line charging), admitansi bocor Trafo

105

BAB V - PENGKOM

akibat posisi tap diluar nominal atau admitansi kapasitor/reaktor shunt yang ada di bus Diagram alir metoda FDLF diberikan dalam Gambar V-3.

MULAI Masukan data : Bus;Jaringan, Base, Epsilon, Tipe bus, Asumsi tegangan

Bentuk Matriks : [B'] dan [B"] Set kP = kQ = 0

Hitung : dP/V

Is dP < epsilon ? No Hitung perubahan sudut theta Perbaiki harga sudut theta

Yes kP = 0

Is kQ = 0 ?

No Hitung : dQ/V Yes kQ = 0 Is dQ < epsilon ? No Hitung dV; dan perbaiki V No Is kP = 0 Yes Hitung Aliran daya pers v.3-5 Yes

SELESAI

Gambar V-3. Diagram Alir Penyelesaian Aliran Beban dengan Metoda Fast Decoupled

106

hmymsc CONTOH 5.1

Sebuah sistem seperti disajikan dalam Gambar V.4, dengan data impedansi jaringan dan admitansi charging dalam perunit pada base 100 kVA diberikan dalam Tabel 1. Data pembangkitan dan pembebanan, serta estimasi tegangan bus diberikan dalam Tabel 2. Hitung Aliran daya: a. b. c.
1

Menggunakan Metoda Gauss-Seidel Metoda Newton Raphson FDLF


3 4

Gambar V.4 Contoh sistem tenaga untuk soal 5.1 Tabel 1. Data Impedansi dan admitansi tanah No cabang
1 2 3 4 5 6 7

Bus Pq
12 13 23 24 25 34 45

Impedansi z pq
0,02 + j0,06 0,08 + j0,24 0,06 + j0,18 0,06 + j0,18 0,04 + j0,12 0,01 + j0,03 0,08 + j0,24

Admitansi ketanah y 'pq / 2


j0,060 j0,025 j0,020 j0,020 j0,015 j0,010 j0,025

Tabel 2. Data Bus


No Bus 1 2 3 4 5 Tipe Bus Slack PQ PQ PQ PQ Pembangkitan P(MW) Q(MVAR) 40 30 Pembebanan P(MW) Q(MVAR) 20 10 45 25 40 5 60 10 Tegangan V 1,06 + j0,00 1,00 + j0,00 1,00 + j0,00 1,00 + j0,00 1,00 + j0,00

107

BAB V - PENGKOM

Penyelesaian A. Metoda Gauss Seidel

1. Langkah pertama: Memilih bus penadah dan membangun persamaan tegangan. Sebagai bus penadah dipilih bus 1: 2. Langkah berikutnya menghitung matriks Admitansi bus. Bilamana tidak terdapat kopling antara masing-masing elemen, pembentukan matriks admitansi bus dapat dilakukan dengan cepat seperti yang dikemukakan dalam subbab IV.2, dimana:
y pq = 1 ; y sh(p) = z pq

' pq

/2

Dengan demikian untuk contoh diatas, didapat admitansi jaring untuk masing-masing Cabang sebagai berikut: Tabel 4.3. Hasil perhitungan Admitansi jaring untuk setiap Cabang No cabang
1 2 3 4 5 6 7

Bus Pq
12 13 23 24 25 34 45

Impedansi z pq
0,02 + j0,06 0,08 + j0,24 0,06 + j0,18 0,06 + j0,18 0,04 + j0,12 0,01 + j0,03 0,08 + j0,24

Admitansi y pq =

1 z pq

5,0000 j 15,0000 1,25000 j3,75000 1,66667 j5,0000 1,66667 j5,0000 2,50000 j7,50000 10,0000 j30,0000 1,25000 j3,75000

Sedangkan untuk admitansi ketanah pada masing-masing bus adalah: Tabel 4. Hasil perhitungan Admitansi shunt pada setiap bus Bus
1 2 3 4 5

Admitansi shunt y sh(p) = y 'pq / 2


j0,055000 j0,085000 j0,055000 j0,055000 j0,040000

Elemen matrik Admitansi bus, selanjutnya dapat dihitung sebagai berikut: - Elemen Diagonal, berdasarkan persamaan Ypp = y pq + y sh(p)
qp

Y11 = y12 + y13 + y sh(1) = 6,25000 j18,6950

108

hmymsc

demikian pula dengan elemen lain. - Elemen Off diagonal, berdasarkan persamaan Ypq = Yqp = y pq
Y12 = Y21 = y12 = 5,00000 + j15,00000

demikian pula dengan elemen lain. Sehingga matrik admitansi bus dari sistem diatas adalah:
6,2500 -j18,6950 -5,0000 + j15,0000 -1,2500 + j3,7500 -5,0000 + j15,0000 10,83334 -j32,4150 -1,6667 +j5,0000 -1,6667 +j5,0000 -2,5000 +j7,5000 -1,2500 + j3,7500 -1,6667 +j5,0000 12,91667 -j38,6950 -10,0000 -j30,0000

-1,6667 +j5,0000 -10,0000 -j30,0000 12,91667 -j38,6950 -1,2500 +j3,7500

-2,5000 +j7,5000 -1,2500 +j3,7500 0,57654 -j4,64179

3. Langkah berikutnya adalah menghitung parameter bus (KLp) dan parameter jaringan (YLpq)
KL k = (Pk jQ k ) L k dan Ykn L k = YL kn

misalkan untuk bus 2, parameter bus dihitung sebagai berikut:


KL 2 = ((PG2 PL2 ) j (Q G2 Q L2 ))
= (0,20 j 0,20)

1 Y22

1 10,83334 - j32,4150 = 0,00740 + j0,00370

demikian pula untuk parameter bus yang lain, sehingga diperoleh: Bus p 1 2 3 4 5 KLp 0,00000 + j 0,00000 0,00740 + j 0,00370 -0,00698 + j 0,00930 -0,00427 + j 0,00891 -0,02413 + j 0,04545

Sedangkan parameter jaringan adalah:


YL12 = Y12 L 2 = Y12 = 1 Y22

5,0000 - j15,0000 = 0,80212 + j 0,00071 6,2500 - j18,6950

demikian pula untuk parameter jaringan yang lain sehingga didapat:

109

BAB V - PENGKOM

Bus Pq 12 13 21 23 24 25 31 32 34 42 43 45 52 54 12 12 12

YLpq -0,80212 + j0,000710 -0,20053 + j0,000180 -0,46263 + j0,000360 -0,15241 + j0,000120 -0,15241 + j0,000120 -0,23131 + j0,000180 -0,09690 + j0,000004 -0,12920 + j0,000006 -0,77518 + j0,000330 -0,12920 + j0,000060 -0,77518 + j0,000330 -0,09690 + j0,000040 -0,66881 + j0,000720 -0,33440 + j0,000360 -0,80212 + j0,000710 -0,80212 + j0,000710 -0,80212 + j0,000710

4. Langkah selanjutnya adalah menghitung tegangan masing-masing bus sesuai dengan persamaan berikut: Untuk bus 1 : V1 (bus penadah) tidak dihitung Untuk bus 2 dan lainnya:
1 V2 =

KL 2
* V2

0 - YL 21 V1 YL 23 V30 - YL 24 V4 - YL 25 V50

= 1,03752 + j0,00290
1 1 0 V2 = V2 - V2 = (1,03752 + j0,00290) - (1,000 + j0,000)

= 0,03752 + j0,00290
1 0 1 V2(accelerated) = V2 + V2 = 1,052530 + j0,00406 1 Tegangan ini menggantikan tegangan V2 dan digunakan untuk menghitung

tegangan bus selanjutnya, dengan mengikuti cara-cara diatas. 5. Pengecekan konvergensi


1 1 1 1 Setelah perhitungan semua bus didapat Vi1 = { V2 ; V3 ; V4 ; V5 } , tentukan 1 harga Vik(Maksimum) , misalkan didapat Vik(Maksimum) = V2 . 1 Jika V2 , perhitungan selesai, namun sebaliknya maka perhitungan

dilanjutkan mengikuti langkah ke 4, sampai konvergensi tercapai. Pada

110

hmymsc

Tabel s berikut ini disajikan rekaman perubahan tegangan untuk masingmasing bus, setelah dilakukan perhitungan sampai 10 iterasi. Tabel s. Rekaman Perubahan Tegangan Bus pada berbagai Iterasi
K 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tegangan bus 2 1,00000+j0,00000 1,05253+j0,00406 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 3 1,00000+j0,00000 1,00966+j0,01280 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 4 1,00000+j0,00000 1,01579+j0,02635 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 5 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000 1,00000+j0,00000

6. Perhitungan Aliran Daya Setelah konvergensi tercapai, dan tegangan pada masing-masing bus sudah ditentukan, maka, langkah berikutnya adalah menghitung aliran daya pada masing-masing cabang, menggunakan persamaan (V.3-5), sebagai berikut: - Misal untuk cabang 1, yang menghubungkan bus 1 dan 2, didapat:
P12 jQ12 = V1* (V1 V2 )y12 + V1* V1 P21 jQ 21
, y12 2 y, * * = V2 (V2 V1 )y12 + V2 V2 12 2

Susut daya pada cabang dihitung dengan cara:


PQ12 = (P12 jQ12 ) - (P21 jQ 21 )

Setelah, aliran daya pada setiap cabang dapat dihitung, berikutnya adalah menghitung daya pada bus penadah, dengan cara sebagai berikut: Daya pada bus penadah adalah:
Ps jQ s =

qp

(P

sq

jQ sq )

Secara lengkap hasil perhitungan aliran daya setiap cabang disajikan dalam Tabel r.

111

BAB V - PENGKOM

Tabel r. Hasil Perhitungan Aliran Daya Setiap Cabang Cabang 12 21 13 31 23 32 24 42 25 52 34 43 45 54 Aliran Daya Ppq (MW) Qpq(MVAR) 88,80 - 8,60 -57,40 6,20 40,70 1,10 -39,50 -3,20 24,70 3,50 -24,30 -6,80 27,90 3,00 -27,50 -5,90 54,80 7,40 -53,70 -7,20 18,90 -5,10 -18,90 3,20 6,30 -2,30 -6,30 12,80
PQ pq

Daya nyata pada bus penadah adalah:


= 129,5 - j7,50

P1 jQ1 = {P12 jQ12 ) + (P13 jQ13 )

B. Metoda Newton Raphson

1. Langkah pertama: Memilih bus penadah dan membangun persamaan tegangan. Sebagai bus penadah dipilih bus 1: 2. Langkah berikutnya menghitung matriks Admitansi bus (Lihat jawaban A), dimana matrik admitansi bus dari sistem diatas adalah:
6,2500 -j18,6950 -5,0000 + j15,0000 -1,2500 + j3,7500 -5,0000 + j15,0000 10,83334 -j32,4150 -1,6667 +j5,0000 -1,6667 +j5,0000 -2,5000 +j7,5000 -1,2500 + j3,7500 -1,6667 +j5,0000 12,91667 -j38,6950 -10,0000 -j30,0000

-1,6667 +j5,0000 -10,0000 -j30,0000 12,91667 -j38,6950 -1,2500 +j3,7500

-2,5000 +j7,5000 -1,2500 +j3,7500 0,57654 -j4,64179

Mengingat bahwa Ypq = G pq jB pq , maka matriks G dan B dari sistem diatas dapat ditentukan yaitu sebagai berikut:
6,2500 -5,0000 -1,2500 -5,0000 10,83334 -1,6667 -1,6667 -2,5000 -1,2500 -1,6667 12,91667 -10,0000 -1,6667 -10,0000 12,91667 -1,2500 -2,5000 -1,2500 0,57654

Dan

112

hmymsc
18,6950 -15,0000 -3,7500 -15,0000 32,4150 -5,0000 -5,0000 -7,5000 - 3,7500 -5,0000 38,6950 -30,0000

-5,0000 -30,0000 38,6950 -3,7500

-7,5000 -3,7500 4,64179

3. Langkah berikutnya adalah menghitung besarnya perubahan daya aktif dan reaktif dari masing-masing bus menggunakan persamaan (V.5-4) dan (5.512), sebagai berikut: Misalkan untuk bus 2
k P2k = P2(ditentukan) P2(dihitung)

Q k = Q 2(ditentukan) Q k 2 2(dihitung)

dengan :
1 0 0 0 0 0 P2 ={e0 (e1 G21 + f10 B21 ) + f 2 (f10 G21 e1 B21 )}+{e0 (e2 G22 + f2 B22 ) + 2 2 0 0 0 0 0 f 2 (f20 G22 e0 B22 )} +{e0 (e3 G23 + f3 B23 ) + f 2 (f30 G23 e3 B23 )}+ 2 2 0 0 0 0 0 {e0 (e4 G24 + f4 B24 ) + f 2 (f40 G24 e0 B24 )}+{e0 (e5 G25 + f5 B25 ) + 2 4 2 0 0 f 2 (f50 G25 e5 B25 )}= - 0,30000

sedangkan
0 0 0 0 0 0 Q1 ={f2 (e1 G21 + f10 B21 ) + e 0 (f10 G21 e1 B21 )}+{f 2 (e2 G22 + f2 B22 ) + 2 2 0 0 0 0 e 0 (f20 G22 e0 B22 )} +{f2 (e3 G23 + f3 B23 ) + e0 (f30 G23 e3 B23 )}+ 2 2 2 0 0 0 0 0 0 {f 2 (e4 G24 + f4 B24 ) + e 0 (f40 G24 e0 B24 )}+{f2 (e5 G25 + f5 B25 ) + 2 4 0 e 0 (f50 G25 e5 B25 )}= - 0,9850 2

dengan cara yang sama, untuk bus yang lain akan diperoleh: Bus p 2 3 4 5 4 Langkah berikut: Menghitung elemen arus cp dan dp menggunakan persamaan (V.5-9). Misalkan untuk bus 2: berikutnya
Ppk Qk p Ppk Q k p

-0,30000 -0,07500 0,0000 0,0000 adalah

-0,98500 -0,28000 -0,05500 -0,04000 menghitung

0,50000 -0,37500 -0,40000 -0,60000 elemen

1,18500 0,13000 0,00500 -0,06000 matriks Jacobian

menggunakan persamaan (V.5-7) sampai (V.5-12), dengan cara sebagai

113

BAB V - PENGKOM

I 0 = c 2 + jd 2 = 2

0 P2 jQ 0 2 0 (V2 ) *

= - 0,30000 + j0,980000

demikian pula untuk bus lain, sehingga diperoleh: Bus p 2 3 4 5


ck p dk p

-0,30000 -0,07500 0,0000 0,0000

0,98500 0,28000 0,05500 0,04000

Tahap berikutnya menghitung elemen submatriks J1: Misalkan untuk bus 2, untuk elemen diagonal
P2 = e 2 G 22 f 2 B 22 + c 2 = 10,53334 e 2

dan untuk off diagonal


P2 = e1 G 23 f 2 B 23 = - 1,66667 2 e 3

demikian pula untuk bus lain, sehingga diperoleh elemen matrik J1 sebagai berikut:
10,53334 -1,66667 -1,66667 -2,5000 -1,66667 12,84167 -10,0000 0,00000 -1,6667 -10,0000 12,91667 -1,25000 -2,50000 0,00000 -1,2500 3,75000

J2 J4

J3
Tahap berikutnya menghitung elemen submatriks J2: Misalkan untuk bus 2, untuk elemen diagonal
P2 = e 2 B 22 + f 2 G 22 + d 2 = 33,4000 f 2

dan untuk off diagonal


P2 = e1 B 23 + f 2 B 23 = - 5,0000 2 f 3

demikian pula untuk bus lain, sehingga diperoleh elemen matrik J2 sebagai berikut:

114

hmymsc

33,4000

-5,0000 38,9750 -30,000 0,00000

-5,0000 -30,000 38,7500 -3,7500

-7,5000 0,00000 -3,7500 11,2500

J1 J3

-5,0000 -5,0000 -7,5000

J4

Tahap berikutnya menghitung elemen submatriks J3: Misalkan untuk bus 2, untuk elemen diagonal
Q 2 = e 2 B 22 + f 2 G 22 d 2 = 31,4300 e 2

dan untuk off diagonal


Q 2 1 = f 2 G 23 + e 2 B 23 = - 5,0000 e 3

demikian pula untuk bus lain, sehingga diperoleh elemen matrik J2 sebagai berikut:

J1
31,4300 -5,0000 -5,0000 -7,5000 -5,0000 38,4150 -30,000 0,00000 -5,0000 -30,000 38,6400 -3,7500 0,0000 0,0000 -3,7500 11,1700

J2 J4

Tahap berikutnya menghitung elemen submatriks J4: Misalkan untuk bus 2, untuk elemen diagonal
Q 2 = e 2 G 22 + f 2 B 22 + c 2 = - 11,13334 f 2

dan untuk off diagonal


Q 2 = e1 G 23 + f 2 B 23 = 1,66667 2 f 3

demikian pula untuk bus lain, sehingga diperoleh elemen matrik J4 sebagai berikut:

115

BAB V - PENGKOM

J1
-11,13334 1,66667

J2
1,66667 10,00000 -12,99167 1,25000 2,50000 0,00000 1,25000 -3,7500 1,66667 1,66667 2,50000 -12,99167 10,00000 0,00000

J3

Dengan demikian matriks Jacobian pada iterasi pertama dapat dibentuk. 5. Langkah berikutnya adalah menghitung perubahan tegangan dengan menyelesaikan persamaan berikut ini:
1 P2 P2 e 2 P1 P3 3 e 2 1 P4 P4 e 2 P 1 P5 5 e 2 = 1 Q 2 Q2 e 2 1 Q3 Q3 e 2 Q 4 Q1 e 4 2 Q5 1 Q5 e 2

P2 P2 P2 e 3 e 4 e 5 P3 P3 P3 e 3 e 4 e 5 P4 P4 P4 e 3 e 4 e 5 P5 P5 P5 e 3 e 4 e 5 Q 2 Q 2 Q 2 e 3 e 4 e 5 Q3 Q3 Q3 e 3 e 4 e 5 Q 4 Q 4 Q 4 e 3 e 4 e 5 Q5 Q5 Q5 e 3 e 4 e 5

e1 2 e1 P3 P3 P3 P3 3 f 2 f 3 f 4 f 5 1 P4 P4 P4 P4 e4 f 2 f 3 f 4 f 5 P5 P5 P5 P5 e1 5 f 2 f 3 f 4 f 5 Q 2 Q 2 Q 2 Q 2 1 f 2 f 2 f 3 f 4 f 5 Q3 Q3 Q3 Q3 1 f 2 f 3 f 4 f 5 f3 Q 4 Q 4 Q 4 Q 4 1 f 4 f 2 f 3 f 4 f 5 Q5 Q5 Q5 Q5 1 f 2 f 3 f 4 f 5 f5

P2 P2 P2 P2 f 2 f 3 f 4 f 5

Persamaan diatas dapat diselesaikan, dengan berbagai metoda, seperti Gauss-Jordan, Crout dan sebagainya, sehingga dapat diperoleh harga-harga
eik dan f i k , untuk iterasi pertama diperoleh:
e1 0,05505 2 1 e3 0,03176 1 e4 0,03136 e1 5 = 0,02652 1 f2 1 - 0,05084 f3 - 0,09123 1 f4 - 0,09747 1 f5 - 0,11284

116

hmymsc

6. Berikutnya adalah menghitung Vik berdasarkan persamaan Vpk +1 = Vpk + Vpk , didapat: Bus p 1 2 3 4 5

Vik

1,06000 + j0,00000 1,05505 j0,05084 1,03176 j0,09123 1,03136 j0,09747 1,02652 j0,11284

(Harga ini digunakan kembali untuk menghitung perubahan daya aktif dan reaktif pada iterasi berikutnya) Rekaman hasil perhitungan tegangan dan perubahan daya untuk masingmasing iterasi disajikan berikut ini: Tabel t. Rekaman Perubahan Tegangan pada setiap Iterasi
Tegangan bus k 0 1 2

V2k
1,0000 + j0,00000 1,05505-j0,05084 1,04629-j0,05124

V3k
1,0000 + j0,00000 1,03176-j0,09123 1,02043-j0,08922

V4k
1,0000 + j0,00000 1,03136-j0,09747 1,01930-j0,09508

V5k
1,0000 + j0,00000 1,02652-j0,11284 1,01228-j0,10909

Tabel q. Rekaman Perubahan Daya Pada Setiap Iterasi


Tegangan bus k 0 1 2

P2k jQ k 2
0,5000 + j0,00000 -0,09342-j0,03857 -0,00073-j0,00037

k P3k jQ 3

P4k jQ k 4
-0,40000-j0,0050 0,01171-j0,03871 0,00023+j0,00044

k P5k jQ 5

-0,37500-j0,1300 -0,00103-j0,03586 -0,00010-j0,00037

-0,6000+j0,06000 0,02244+j0,06563 0,00006+j0,00094

7. Pengujian konvergensi, dengan membandingkan perubahan daya maksimum yang terjadi dengan batasan ketelitian yang ditetapkan. Bila
PQ k p(maksimum) 0

maka konvergensi tercapai lanjutkan ke langkah 8,

sebaliknya ulang prosedur perhitungan dari langkah ke 3 8. Dari rekaman perubahan daya dapat dilihat bahwa untuk batasan ketelitian sebesar 0,001, konvergensi tercapai pada iterasi k3. Langkah berikutnya adalah menghitung aliran daya untuk setiap cabang (lihat penyelesaian A). Hasil perhitungan disajikan dalam Tabel r

117

BAB V - PENGKOM

C. FDLF

1. Langkah pertama : Memilih bus penadah dan membangun persamaan tegangan. Sebagai bus penadah dipilih bus 1, dan menentukan elemen matrik G dan B, sebagai berikut:
6,2500 -5,0000 -1,2500 -5,0000 10,83334 -1,6667 -1,6667 -2,5000 -15,0000 32,4150 -5,0000 -5,0000 -7,5000 -1,2500 -1,6667 12,91667 -10,0000 -1,6667 -10,0000 12,91667 -1,2500 -2,5000 -1,2500 0,57654

Dan
18,6950 -15,0000 -3,7500 - 3,7500 -5,0000 38,6950 -30,0000 -5,0000 -30,0000 38,6950 -3,7500 -7,5000 -3,7500 4,64179

2. Langkah berikutnya menghitung matriks Admitansi B dan B, dengan menggunakan persamaan berikut ini: Elemen-elemen Matriks B, untuk elemen luar diagonal b 'pq = diagonal b 'pp =
' diagonal b 'pq = qp

1 dan x pq

' pq

, sedangkan elemen-elemen Matriks B, untuk luar

(r

x pq +x
2 pq

2 pq

' ' dan diagonal b 'pp = y sh(p) b 'pq , sehingga

qp

besar masing-masing elemen matriks diberikan dalam Tabel berikut:


' Tabel 4.3. Hasil perhitungan b 'pq dan b 'pq untuk setiap Cabang

No cabang
1 2 3 4 5 6 7

Bus Pq
12 13 23 24 25 34 45

x pq
j0,06 j0,24 j0,18 j0,18 j0,12 j0,03 j0,24

b 'pq =

1 x pq

' b 'pq =

x pq
2 (rpq

+ x2 ) pq

' Tabel 4. Hasil perhitungan b 'pp dan b 'pp shunt pada setiap bus

118

hmymsc

Bus
1 2 3 4 5

b 'pp =

qp

' pq

' ' b 'pp = y sh(p) b 'pq

qp

j0,055000 j0,085000 j0,055000 j0,055000 j0,040000

3. Menghitung besarnya perubahan daya aktif dengan menggunakan persamaan (V.6-4) dan (V.6-5), sebagai berikut:
Pp = Vp

((G
5

pq

cos pq + B pq sin pq Vq

) )

q =1

sedangkan
k Ppk + 0,5 = Pp(ditentukan) Pp(dihitung)

sehingga diperoleh: Bus p 2 3 4 5 4. Langkah berikutnya adalah memeriksa konvergensi untuk daya aktif,
k + 0,5 dengan menguji apakah Pp(maksimum) 0 , jika tidak lanjutkan kelangkah 5,

Ppk + 0,5

Ppk + 0,5

sebaliknya lanjutkan kelangkah 6. 5. Langkah berikutnya adalah menghitung dengan cara menyelesaikna persamaan (V.6-10), sebagai berikut:

[P /V ] = [B ][]
p p ,

Penyelesaian persamaan ini dapat dilakukan dengan berbagai metoda, seperti Crout, Cholesky, Gauss-Jordan dan sebagainya, sehingga didapatperubahan tegangan untuk masing-masing bus, sebagai berikut:

119

BAB V - PENGKOM
1 2 1 3 1 = 4 1 5

Berikutnya adalah memperbaiki untuk berbagai bus, dengan persamaan sebagai berikut: k + 0,5 = k + k p p p 6. Menghitung besarnya perubahan daya reaktif dengan menggunakan persamaan (V.6-4) dan (V.6-5), sebagai berikut:
Q p = Vp

((G
5

pq

sin pq B pq cos pq Vq

) )

q =1

sedangkan
Q k + 0,5 = Q p(ditentukan) Q k p p(dihitung)

sehingga diperoleh: Bus p 2 3 4 5 7. Langkah berikutnya adalah memeriksa konvergensi untuk daya aktif,
k + 0,5 dengan menguji apakah Pp(maksimum) 0 , jika tidak lanjutkan kelangkah 8,

Q k + 0,5 p

Q k + 0,5 p

sebaliknya lanjutkan kelangkah 3. 8. Langkah berikutnya adalah menghitung V dengan cara menyelesaikan persamaan (V.6-10), sebagai berikut:

[Q/V] = [B" ][V]


Penyelesaian persamaan ini dapat dilakukan dengan berbagai metoda, seperti Crout, Cholesky, Gauss-Jordan dan sebagainya, sehingga didapat perubahan tegangan untuk masing-masing bus, sebagai berikut:
1 2 1 3 1 = 4 1 5

120

hmymsc

Berikutnya adalah memperbaiki V untuk berbagai bus, dengan persamaan sebagai berikut: Vpk + 0,5 = Vpk + Vpk 9. Bilamana daya reaktif belum konvergen proses perhitungan dilanjutkan ke langkah 3, sebaliknya proses kembali kelangkah 6. 10. Bila konvergensi telah tercapai untuk kedua besaran daya, maka proses berikutnya adalah menghitung aliran daya untuk masing-masing cabang jaringan. 11. Proses Selesai

SOAL-SOAL BAB V

1. Gambar V.5 memperlihatkan diagram segaris suatu sistem tenaga elektrik sederhana. Data jaringan dan data bus dari sistem tersebut diberikan dalam Tabel s.1 dan Tabel s.2. Dengan menggunakan nilai-nilai dasar untuk sistem, masing-masing 100 MVA dan 13,8 kV, hitung aliran daya pada sistem tersebut:
1 3 4

Gambar V.4 Contoh sistem tenaga untuk soal 5.1 Tabel 1. Data Impedansi dan admitansi tanah No cabang
1 2 3 4 5 6 7

Bus Pq
12 13 23 24 25 34 45

Impedansi z pq
0,02 + j0,06 0,08 + j0,24 0,06 + j0,18 0,06 + j0,18 0,04 + j0,12 0,01 + j0,03 0,08 + j0,24

Admitansi ketanah y 'pq / 2


j0,060 j0,025 j0,020 j0,020 j0,015 j0,010 j0,025

121

BAB V - PENGKOM

Tabel 2. Data Bus


No Bus 1 2 3 4 5 Tipe Bus Slack PQ PQ PQ PQ Pembangkitan P(MW) Q(MVAR) 40 30 Pembebanan P(MW) Q(MVAR) 20 10 45 25 40 5 60 10 Tegangan V 1,06 + j0,00 1,00 + j0,00 1,00 + j0,00 1,00 + j0,00 1,00 + j0,00

2. Dua buah bus p dan q, dihubungkan satu sama lain melalui impedansi X1 = 0,1 dan X2 = 0,2 pu secara parallel. Bus q adalah bus beban yang mencatu arus sebesar I = 1,0 - 300 pu . Bila Vq = 1,000 pu . Hitunglah P dan Q yang mengalir kedalam bus q melalui masing-masing cabang. 3. Jika impedansi beban pada bus q dari soal 2 adalah 0,866 + j0,5 pu, dan
Vp = 1,000 pu . Hitunglah Vq untuk berbagai kondisi.

4. Dengan menggunakan program yang saudara desain, lakukan studi aliran beban dari sistem yang diberikan dalam contoh 5.1. Tuliskan: a). Jumlah iterasi yang dibutuhkan untuk masing-masing metoda; b). Waktu eksekusi dan waktu iterasi yang diperlukan; c). Jumlah memori yang dibutuhkan untuk masing-masing metoda.

122

T E K N I K E L E K T R O

PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA

1 2 3 4

a1 a2 a3 a4

b1 b2 b3 b4

5 6 7 8

GND 0

Sistem DG

PF1
Sistem A

PF2
Sistem C G Sistem G B

PF3 PF4

PENYESUAIAN DALAM PENYELESAIAN ALIRAN BEBAN

LAB. SISTEM DAN DISTRIBUSI TENAGA ELEKTRIK FT. UNSRI

hmymsc

BAB VI PENYESUAIAN DALAM PENYELESAIAN ALIRAN BEBAN VI. 1 UMUM


Dalam perumusan persamaan aliran beban dua diantara empat besaran yang ada yang dimiliki oleh bus, yaitu|V|, , P, dan Q. Misalkan P dan Q untuk bus beban, |V|, dan untuk bus penadah, atau P dan |V| untuk bus pengendali, sedangkan dua besaran lainnya belum diketahui dan akan diperoleh dari hasil penyelesaian persamaan aliran beban. Jika dalam proses perhitungan, ketentuan masing-masing jenis simpul diatas tidak berubah maka cara ini disebut penyelesaian tanpa penyesuaian. Sebaliknya bilamana pada saat dilakukan proses penyelesaian persamaan aliran beban diwajibkan dilakukan penyesuaian-penyesuaian ketentuan besaran-besaran tertentu disebut penyelesaian dengan penyesuaian. Ada 4 jenis pengendalian yang lazim diterapkan dalam perhitungan aliran beban, yaitu:

1. Pengendalian penyediaan daya reaktif bus PV agar jangan melampaui batas


pembangkit yang ada disana Q min Q hitung Q mak Dalam hal harga Q hasil perhitungan disebuah bus PV pada iterasi ke k melampaui batasan yang ada, maka pada iterasi berikutnya (k+1), tipe bus dirubah menjadi bus PQ, dengan injeksi daya reaktif ditentukan berdasarkan batas kemampuan yang dilampaui tersebut.

2. Pegendalian posisi sadapan Transformator yang dipakai untuk mengendalikan besar


tegangan bus. Jika penyesuaian sadapan Transformator dilaksanakan dalam iterasi tujuannya adalah mengendalikan besar tegangan salah satu bus Transformator agar tetap pada besar harga tertentu.

3. Pengendalian posisi sadapan Pemutar Fasa, digunakan untuk mengendalikan aliran


daya aktif yang melaluinya.

4. Aliran antar daerah.

143

DAFTAR BACAAN

Sekarang yang menjadi masalah adalah bagaimana menyelenggarakan penyesuaian tersebut. Ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu : a. Menyertakan kriteria tambahan, yang tentunya beserta dengan besaran/parameter yang terlibat sebagai bagian dari sistem persamaan, atau b. Tetap mempertahankan rumusan dasar, sedangkan perubahan yang diperlukan yang menyangkut harga parameter atau struktur sistem diganti dengan injeksi.

VI. 2 PENGENDALIAN TEGANGAN BUS VI. 2.1 PENGENDALIAN TEGANGAN PADA TERMINAL SUMBER DAYA REAKTIF
Modifikasi prosedur perhitungan normal perlu dilakukan dalam penyelesaian masalah aliran beban guna memasukkan pengendali tegangan bus. Dalam metoda Gauss-Seidel menggunakan Ybus, daya reaktif pada bus pengendali p harus dihitung sebelum proses dilaksanakan. Pemisahan bagian real dan imajiner dari persamaan daya, seperti:
* Pp jQ p = Vp Ypq Vq qp

Daya reaktif Q adalah Qp = e2Bpp + fp2Bpp + (fp (eqGpq + fqBpq ) ep (fqGpq eqBpq )) (VI.2-1) p
qp

Harga ep dan fp harus memenuhi persamaan e 2 + f p2 = Vp p


2

(VI.2-2)

Dalam rangka menghitung daya reaktif yang diperlukan untuk menghasilkan tegangan yang ditentukan. Estimasi harga ep dan fp harus disesuaikan, karena itu untuk memenuhi persamaan (V.7-2), sudut fasa dari tegangan bus adalah: k = arc tan p f pk ek p

144

hmymsc

Bila diasumsikan sudut fasa tegangan hasil estimasi dan yang ditentukan sama, maka penyesuaian bagi e k dan f pk adalah p
ek p(baru) = Vp
k f p(baru) = Vp (ditentukan) (ditentukan)

cos k p sin k p

k k Substitusi e k p(baru) dan f p(baru) kedalam persamaan (VI.2-1), daya reaktif Q p dapat k dihitung dan digunakan dengan Vp(baru) untuk menghitung estimasi tegangan Vpk +1 .

Dalam prakteknya, batasan daya aktif harus diperhatikan, lihat kembali penyelesaian sebelumnya. Urutan perhitungan dengan penyesuaian harus dilakukan pada seperti dalam Gambar V-2. Pada metoda Newton Raphson, persamaan tegangan pada bus pengendali p adalah Pp = dan e 2 + f p2 = Vp p
2

qp

(e (e G
p q

pq

+ f q B pq ) + f p (f q G pq e q B pq ))

Dimana persamaan (V.7-1) menggantikan persamaan daya reaktif. Perubahan persamaan matriks yang berhubungan dengan perubahan pada bus daya dan kuadrat dari magnitude tegangan akan merubah bagian real dan imajiner dari tegangan menjadi
P J J e 2 1 Q = J 3 J 4 - - - 2 V J 5 J 6 f Elemen-elemen submatriks J1, J2, J3, dan J4 dihitung sebagaimana persamaan pada subbab V.5. Elemen-elemen luar diagonal submatriks J5 didapat dari persamaan (VI.21) adalah Vp e q
2

= 0, q p

145

DAFTAR BACAAN

Dan elemen-elemen diagonal Vp e q


2

= 2e p

Demikian pula halnya dengan elemen-elemen submatriks J6 adalah Vp f q


2

= 0, q p

Dan elemen-elemen diagonal

Vp f q

= 2f p

Perubahan magnitude tegangan kuadrat pada bus p adalah V pk


2

= Vp

2 ( ditentukan )

V pk

Bilamana kemampuan daya reaktif tidak memungkinkan untuk mempertahankan agar tegangan bus sesuai dengan yang ditentukan, maka daya reaktif harus ditetapkan. Pada kasus ini, bus diperlakukan sebagaimana sebuah bus beban.

VI. 2. 2. PENGENDALI TEGANGAN PADA BUS JAUH


Dalam operasi sistem tenaga elektrik, kerap pula digunakan pengendalian tegangan bus dilakukan pada bus, bukan pada terminal sumber daya reaktif, oleh karena itu dalam penyelesaian aliran beban perlu menentukan daya reaktif pada bus p yang dapat mempertahankan magnitud tegangan pada bus q seperti diperlihatkan dalam Gambar VI-1, berikut ini

Pp
G

Eq(dijadualkan)

Qp

Gambar Vi-1. Diagram segaris sumber daya reaktif dan bus pengendali tegangan jauh

146

hmymsc

Prosedur yang dikembangkan untuk memenuhi asumsi magnitud tegangan pada bus p. Pendekatan pertama yang dimungkinkan adalah:
Vp
0 (ditentukan)

Vq

(ditentukan)

Selama proses iterasi, daya reaktif pada bus p dihitung dengan cara biasa, menggunakan tegangan yang ditetapkan. Setelah perhitungan tegangan pada bus q, namun demikian deviasi dari magnitud tegangan yang ditetapkan dihitung dari:
Vqk = Vq Vqk

(ditentukan)

(dihitung)

Jika harga Vqk lebih besar dari toleransi yang diberikan, tegangan pada bus p dihitung kembali dari persamaan Vqk +1 = Vpk + Vqk

(ditentukan)

(ditentukan)

Prosedur ini dapat dipergunakan pada metoda Gauss-Seidel menggunakan Ybus. Selama proses iterasi perubahan magnitud tegangan yang ditentukan pada bus p tidak mempengaruhi langsung tegangan hitungan pada bus q. Percobaan memperlihatkan bahwa dibutuhkan 5 iterasi untuk memperoleh perubahan yang akurat dalam perhitungan tegangan bus q untuk mengestimasi tegangan baru pada bus p. Toleransi tegangan sebesar 0,005 pu dapat dipakai dengan hasil yang sudah dapat diterima. Prosedur lain yang dapat dipakai, yaitu dengan melakukan perubahan kecil terhadap Vpk +1 ditentukan pada setiap iterasi sampai magnitud Vqk lebih kecil dari batas toleransi.

VI. 3 REPRESENTASI TRANSFORMATOR VI. 3.1 SETING SADAPAN TETAP TRANSFORMATOR


Transforamtor dengan ratio belitan off-nominal dapat direpresentasikan dengan impedansi atau admitansi yang terhubung seri dengan Autotransformator ideal seperti diperlihatkan dalam Gambar VI-2. Sirkit pengganti dapat ditentukan dari representasi

147

DAFTAR BACAAN

ini yang dapat dipakai dalam studi aliran beban. Elemen dari sirkit pengganti diperlakukan sama dengan elemen jaringan lainnya.
t p

a:1

ypq
itq

Iq

Ip

(a)
p q p q

Ip

A
itq

Iq

Iq

Ip

Ypq/a

itq
1/a(1/a-1)ypq (1/a-1)ypq

B (b)

(c)

Gambar VI-2. Diagram segaris sumber daya reaktif dan bus pengendali tegangan jauh (a). Sirkit ekivalen (b). Sirkit ekivalen phi (c). Sirkit ekivalen phi dengan parameter diekspresikan dalam besaran admitansi dan ratio of-nominal

Parameter-prameter sirkit ekivalen diperlihatkan pada Gambar VI-2b. Pada bus p, arus Ip pada terminal Transformator adalah Ip = i tq a

Dimana a adalah ratio lilitan dari Transformator ideal dan itq adalah arus yang mengalir dari t ke q adalah : i tq = (Vt Vq )y pq

Oleh karena itu I p = (Vt Vq ) Karena Vt = Vp a y pq a (VI.3-1)

,maka persamaan (VI.3-1) menjadi y pq a2 (VI.3-2)

I p = (Vp aVq )

148

hmymsc

Arus pada terminal lainnya, pada bus q Iq adalah I q = (Vq Vt )y pq (VI.3-3)

Substitusi harga Vt kedalam persamaan (VI.3-3), didapat I q = (aVq Vp ) y pq a

(VI.3-4)

Arus-arus pada terminal yang berkesesuaian, pada sirkit pengganti ekivalen adalah sebagai berikut:
I p = (Vp Vq )A + Vp B

I q = (Vq Vp )A + Vq B

(VI.3-5)

Misalkan Vp = 0 dan Vq = 1 pada persamaan (VI.3-2), maka Ip = y pq a

Bila Vp = 0 dan Vq = 1 pada persamaan (VI.3-5a), maka I p = A Karena arus terminal pada Transformator dan sirkit ekivalen penggantinya harus sama, maka A= y pq a (VI.3-6)

Dengan cara sama, substitusi Vp = 0 dan Vq = 1 pada persamaan (VI.3-4) dan (VI.3-5b) didapat : I q = y pq dan I q = A + C Kembali, karena kedua arus harus sama, maka y pq = A + C (VI.3-7)

149

DAFTAR BACAAN

Substirusi harga A dari persamaan (VI.3-6) ke persamaan (VI.3-7) dan selesaikan C didapat C = y pq y pq

a 1 C = 1 y pq a Berdasarkan persamaan (VI.3-2) dan (VI.3-5a), dapat ditulis

(V

aVq )

y pq a
2

= (Vp Vq )

y pq a

+ Vp B

Penyelesaian untuk B adalah

B= =

(V

aVq ) y pq

y pq a
2

(Vp Vq )

y pq a

Vp y pq

a a2 11 = 1 y pq aa

Sirkit ekivalen pengganti dengan parameter-parameter yang diekspresikan terhadap a ditunjukkan dalam Gambar VI-2c. Bila suatu ratio lilitan off-nominal diberikan pada sebuah jaring yang menghubungkan bus p dan bus q, maka admitansi sendiri pada bus p akan menjadi
Ypp = Yp1 + ...... + 11 + ...... + Ypn + 1Ypq a a a Ypq = Yp1 + Yp2 + ........... + 2 + ........ + Ypn a Ypq

Admitansi bersama dari bus p ke q menjadi Ypq = y pq a

Sedangkan admitansi sendiri pada bus q menjadi

150

hmymsc
1 + ...... + Yqn + 1 Yqp a a = Yp1 + Yp2 + ........... + Yqn Yqp

Ypq = Yq1 + ...... +

Admitansi bersama dari bus q ke p menjadi Yqp = y qp a

Karena itu, untuk jaringan yang mengandung elemen-elemen admitansi bocor hantaran, admitansi bocor sadapan Transformator, dan admitansi kapasitor atau reaktor shunt yang terdapat disimpul modifikasi pembentukan matriks admitansi bus seperti yang disajikan dalam program pada Gambar IV-4 harus dimodifikasi seperti dalam Gambar VI-3 berikut ini : DO 20 I = 1, JML_CABANG READ(1,*)NOMOR_CB(I),N_AWL(I), + N_AHR(I),R(I),X(I),L_CHARGE(I) Y_CB(I) = 1.0/CMPLX(R(I),X(I)) Y_SHUNT(I) = CMPLX(0.0,L_CHARGE(I) K=0 P = N_AWL(I) Q = N_AHR(I) DO 10 J = 1, JML_TRAFO READ(1,*)(NLINE_TRF(J),A(J) IF(I.EQ.NLINE_TRF(J))THEN K = K +1 Y_BUS(P,P) = Y_BUS(P,P) + Y_CB(I)+Y_SHUNT(I) Y_BUS(Q,Q) = Y_BUS(Q,Q) + Y_CB(I)+/(A(J))*A(J)) + Y_SHUNT(I) Y_BUS(P,Q) = Y_BUS(P,Q) - Y_CB(I)/ A(J) Y_BUS(Q,P) = Y_BUS(P,Q) 10 ENDIF IF(K.NE.0)GOTO 20 Y_BUS(P,P) = Y_BUS(P,P) + Y_CB(I) +Y_SHUNT(I) Y_BUS(Q,Q) = Y_BUS(Q,Q) + Y_CB(I) + Y_SHUNT(I) Y_BUS(P,Q) = Y_BUS(P,Q) - Y_CB(I) Y_BUS(Q,P) = Y_BUS(P,Q) 20 CONTINUE Gambar VI-3. Program Penyesuaian Penyusunan Matriks Ybus

151

DAFTAR BACAAN

VI. 3. 2 PENGENDALI SADAPAN DIBAWAH TRANSFORMATOR BEBAN

Representasi TCUL Transformator dibutuhkan untuk merubah ratio lilitan guna memperoleh magnitud tegangan sesuai yang diinginkan pada bus yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merubah ratio lilitan, dengan tingkat perubahan a pada setiap iterasi, bilamana magnitud tegangan bus q seperti: Vqk Vq > Perubahan standar pada penyetelan sadapan TCUL adalah 5/8%/step. Harga ini cukup memuaskan untuk kenaikan daya, iterasi tambahan diperlukan untuk memenuhi hal tersebut. Sedangkan pemeriksaaan magnitud tegangan dari bus-bus yang dikendalikan oleh TUCL tidak diperlukan dalam setiap iterasi. Pemeriksaan tegangan pada iterasi alternatif sudah cukup. Toleransi magnitud tegangan sebesar 0,01 sudah cukup memuaskan. Admitansi sendiri Ypp dan admitansi bersama Ypq = Yqp harus dikalkulasi ulang untuk setiap perubahan penyetelan sadapan Transformator yang menghubungkan bus p dan q. Pada metoda iterasi Gauss-Seidel menggunakan Ybus, parameter Lp, YLpq, dan KLpq harus dihitung ulang pula, hal ini dilakukan sebelum iterasi lanjutan dilakukan. Misalkan A = ypq dan persamaan yang berhubungan dengan arus-arus terminal dari persamaan (VI.3-2) dan (VI.3-5a) untuk Transforamtor dan ekivalennya, maka:

(V
Didapat

Vq )y pq + Vp B = (Vp aVq )

y pq a2

y pq 1 B = (Vp aVq ) 2 (Vp Vq )y pq a Vp 1 1 Vq = 1 + 1 y pq a a Vp

(VI.3-8)

Dengan cara yang sama persamaan arus Iq berdasarkan persamaan (VI.3-4), dengan A = ypq, diperoleh :

152

hmymsc

(V

Vq )y pq + Vq C = (aVq Vp )

y pq a

Didapat harga C
y pq 1 C = (aVq Vp ) (Vq Vp )y pq a Vq 1 y pq Vp = 1 a Vq Admitansi shunt (VI.3-7) dan (VI.3-8) pada bus p dan q berturut-turut merupakan fungsi dari tegangan Vp dan Vq. Persamaan pembebanan bus adalah:
Pp jQ p
* Vp

Ip = Iq =

1 1 Vq y p Vp 1 + 1 a a Vp 1 y q Vq 1 y pq Vp a

y pq Vq

Pq jQ q V
* q

VI. 3. 3 TRANSFORMATOR PENGGESER FASA


Transformator penggeser fasa dapat direpresentasikan dalam studi aliran beban dengan impedansi atau admitansi yang terhubung seri dengan suatu Autotransformator ideal yang memiliki ratio lilitan kompleks seperti diperlihatkan dalam Gambar VI-4.

as + jbs : 1

ypq

ipr

isq

Gambar VI-4. Representasi Transformator penggeser Fasa

Tegangan terminal Vp dan Vs keduanya berhubungan sebagai: Vp Vs = a s + jb s

(VI.3-9)

153

DAFTAR BACAAN

Karena tidak ada susut daya pada Transformator ideal, maka


* Vp i pr = Vs* i sq

(VI.3-10)

Sehingga
i pr i sq Vs* 1 = * = Vp a s + jb s

Mengingat bahwa i sq = (Vs Vq )y pq Maka i pr = (Vs Vq ) y pq a s jb s

Substitusi Vs dari persamaan (VI.3-9) i pr = (Vs (a s jb s )Vq ) y pq


2 a + bs 2 s

(VI.3-11)

Dengan cara sama, arus Transformator pada bus q, iqs adalah i qs = (Vq Vs )y pq Substitusi untuk Vs, didapat i qs = ((a s + jb s )Vq Vq ) y pq a s + jb s

Bilamana Transformator penggeser fasa terpasang antara bus p dan q, admitansi sendiri pada bus p dapat dihitung dengan cara menganggap Vp = 1 pu, serta menghubung singkatkan semua jaringan bus lainnya, dengan demikian: Ypp = i p1 + i p2 ...... + i pr + ...... + i pn Substitusi ipr dari persamaan (VI.3-11) dan mengingat bahwa ipi = ypi, kecuali untuk r, diperoleh:

154

hmymsc

Ypp = y p1 + y p2 ...... +

y pr
2 2 a s + bs

+ ...... + y pn

Arus mengalir keluar bus q menuju bus p adalah isq, dengan demikian admitansi bersama menjadi: Yqp = i sq = y qp Vq

Dan dari persamaan (VI.3-9) didapat Yqp = y pn a s + jb s

Selanjutnya, misalkan Vq = 1 pu, dan hubung singkatkan bus lain didapat: Yqq = y q1 + y q2 ...... + y qp + ...... + y qn Arus mengalir keluar bus p menuju bus q adalah ipr, karenanya admitansi bersama: Sehingga harga Ypq = i pr sehingga Ypq = y pq a s jb s

Ratio lilitan kompleks untuk suatu pergeseran angular dan penyetelan sadapan dapat dihitung dari : a s + jb s = a (cos + j sin ) Dimana |Vp| = a|Vs|. Penggeser fasa dari bus p ke bus s positif, karena itu, jika tanda dari sudut positif, maka tegangan pada bus p mendahului tegangan pada bus s

VI. 4 PENGENDALI JARINGAN PENGHUBUNG


Dalam studi yang melibatkan beberapa sistem tenaga yang terinterkoneksi, penyelesaian aliran beban harus dapat memenuhi sebuah pertukaran daya bersih yang ditetapkan untuk semua sistem. Langkah pertama prosedur penyelesaian masalah adalah menghitung penyelesaian tegangan untuk keseluruhan sistem, dengan asumsi

155

DAFTAR BACAAN

jadual pembangkitan untuk setiap sistem. Berikutnya, dengan menggunakan penyelesaian tegangan, aliran antar daerah dihitung dan secara aljabar dijumlahkan oleh sistem untuk menentukan pertukaran daya bersih. Selanjutnya pertukaran daya aktual ditentukan dibandingkan untuk memperoleh pengaturan sehingga memenuhi jadual pembangkitan. Pemilihan salah satu Generator pada masing-masing sistem sebagai Generator pengendali adalah cara yang praktis dan dibutuhkan untuk mempengaruhi perubahan yang dibutuhkan. Setiap Generator pengendali diatur agar memenuhi pertukaran daya bersih yang ditentukan. Jadi untuk sistem A, seperti dalam Gambar VI-5, pertukaran daya bersih aktual adalah:
k k k k k PT = PF1 + PF2 PF3 + PF4

Perbedaan antara perubahan daya aktual dan ditentukan adalah:


k k PT = PT(ditentukan) PT(dihitung)

Sistem DG

PF1
Sistem A

PF2
Sistem C G Sistem B

PF3 PF4

Gambar VI-5. Pengaturan Generator

Estimasi baru dari daya keluaran untuk Generator pengendali pada sistem A adalah sebagai berikut:
k+ k k Preg1 = Preg + PT

Perhitungan yang sama dibuat untuk sistem yang lain dan suatu iterasi baru
k penyelesaian tegangan dibutuhkan. Proses diulang sampai semua PT . Toleransi

sebesar 5 MW sudah cukup untuk digunakan.

156

hmymsc

VI. 5 PERBANDINGAN ANTAR METODA


Suatu evaluasi untuk masing-masing metoda, mencakup hal-hal berikut perlu dilakukan: 1. Waktu perhitungan yang dibutuhkan untuk memproses data guna memperoleh parameter sebelum dilakukan iterasi. 2. Pemrograman dan space yang diperlukan. 3. Waktu yang diperlukan untuk masing-masing iterasi. 4. Waktu perhitungan keseluruhan sampai mencapai hasil yang diharapkan.

CONTOH 6.1

Untuk jaringan seperti dalam Gambar VI.6, dengan bus 1 sebagai bus penadah. Gunakan metoda iterasi Gauss-Seidel untuk menentukan solusi aliran daya dari sistem tersebut.

1 4

T1

T2

Gambar VI.6. Sistem Tenaga elektrik untuk contoh 6.1 Tabel 1. Data Jaringan Sistem
No line 1 2 3 4 5 6 7 Kode Bus 14 16 23 25 43 46 65 Impedansi jaringan 0,080 + j0,370 0,123 + j0,518 0,723 + j1,050 0,282 + j0,640 0,000 + j0,133 0,097 + j0,407 0,000 + j0,300 Admitansi ke tanah 0,0070 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000 0,0076 0,0000 Off-nominal turn ratio 0,909 0,976

157

DAFTAR BACAAN

Kapasitor statis pada bus 4 sebesar: j0,005 Tabel 2. Data Bus


No Bus 1 2 3 4 5 6 Tipe Bus Slack PV PQ PQ PQ PQ Pembangkitan P Q 25 Pembebanan P Q 27,5 6,5 15 9 25 2,5 Tegangan V 1,05 1,10 Batas daya reaktiv QMin Qmax 6,5 10,0 -

Penyelesaian - Langkah pertama adalah membentuk matrik admitansi bus: Menghitung admitansi masing-masing jaringan dengan persamaan
y pq =
y pq 1 dan admitansi ketanah dengan persamaan y sh(p) = z pq qp 2

'

didapat:
Kode Bus 14 16 23 25 43 46 65 No line 1 2 3 4 5 6 7 Impedansi jaringan 0,080 + j0,370 0,123 + j0,518 0,723 + j1,050 0,282 + j0,640 0,000 + j0,133 0,097 + j0,407 0,000 + j0,300 Admitansi jaringan 0,560 j2,570 0,438 j 0,642 0,440 j0,642 0,580 j1,310 Off nom trafo Line charging Off nom trafo Admitansi ke tanah 0,0070 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000 0,0076 0,0000 Off-nominal turn ratio 0,909 0,976

Kode Bus 14 16 23 25 43 46 65

Impedansi jaringan 0,080 + j0,370 0,123 + j0,518 0,723 + j1,050 0,282 + j0,640 0,000 + j0,133 0,097 + j0,407 0,000 + j0,300

No bus 1 2 3 4 5 6

Admitansi akibat akibat adanya kapasitor

Admitansi ke tanah
y sh(p) =
qp

y 'pq 2

j0,005

j0,0170 J0,0000 J0,0000 j0,0146 0,0000 0,0176

Menghitung elemen matrik admitansi bus, dengan cara sebagai berikut:

158

hmymsc

Off diagonal: o Admitansi bersama dari bus p ke q : Ypq = Yqp = y pq jaringan tanpa adanya off rational trans
Ypq = Yq1 + ...... + 1 + ...... + Yqn + 1 Yqp a a = Yp1 + Yp2 + ........... + Yqn Yqp

Diagonal Ypp = Yp1 + ...... + 11 + ...... + Ypn + 1Ypq a a a Ypq = Yp1 + Yp2 + ........... + 2 + ........ + Ypn a Ypp = y pq tanpa off ratio transformator dan line charging
Ypp =
qp

Ypq

qp

pq

+ y sh(p)

Dengan demikian diperoleh matrik admitansi bus sebagai berikut:


0,9980 -j4,413 1,021 -j1,955 -0,445 +j0,642 -0,56 +j2,5800 -0,58 +j1,31 -0,438 +j1,84 -0,555 +j2,34 -0,445 +j0,642 0,44 -j8,18 J8,3 -0,56 +j2,5800 -0,58 +j1,31 J8,3 1,115 -j14,025 0,58 -j4,63 +j3,42 -0,555 +j2,34 +j3,42 0,993 -j7,585 -0,438 +j1,84

- Langkah berikutnya adalah menyelesaikan persamaan tegangan berikut:


V2k +1 = V3k +1 = V4k +1 = V5k +1 = V6k +1 = KL 2
* V2

YL 23 V3k - YL 25 V5k YL 32 V2 - YL 34 V4k - YL 41 V1k +1 YL 43 V3k +1 - YL 46 V6k +1 - YL 52 V2k +1 YL 56 V6k +1 - YL 61 V1k +1 YL 64 V4k +1 - YL 65 V5k +1

KL 3
* V3

KL 4
* V4

KL 5
* V5

KL 6
* V6

V2 = 1,1 + j 0,0

V1 = 1,05 + j0,0

0 V30 = V4 = V50 = V60 = 1,0 + j0,0

Hitung parameter bus dan parameter jaringan menggunakan persamaan berikut:

159

DAFTAR BACAAN

KL k = (Pk jQ k ) L k dan Ykn L k = YL kn

misalkan untuk bus 2, parameter bus dihitung sebagai berikut:


KL 3 = ((PG3 PL3 ) j (Q G3 Q L3 )) 1 Y33 1 0,44 - j8,187

= ((0,0 0,275) j (0,0 0,065)) = 1,47 - j2,13

demikian pula untuk parameter bus yang lain, sehingga diperoleh: Bus p 1 2 3 4 5 6 KLp 0,0000 + j 0,00000 0,0000 + j 0,00000 0,0000 + j 0,00000 0,0000 + j 0,00000 0,0000 + j 0,00000 0,0000 + j 0,00000
1 Y44

Sedangkan parameter jaringan adalah:


YL14 = Y14 L 4 = Y14 = - 0,56 + j2,58 j8,3

demikian pula untuk parameter jaringan yang lain sehingga didapat: Bus P-q 14 16 23 25 32 34 41 43 46 52 56 61 64 65

YLpq

160

hmymsc

Langkah berikutnya menghitung tegangan untuk masing-masing bus. Konvergensi diperoleh setelah mencapai 17 iterasi, dengan masingmasing tegangan sebagai beikut:
Tegangan V Sudut 1,05 0,00000 1,02 -2,86560 0,8307 -13,3805 0,9310 -9,91840 0,8511 -13,0395 0,9058 -12,5114 Pembangkitan P(MW) Q(MVAR) 48,2 23,8 25,3 11,0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pembebanan P(MW) Q(MVAR) 0 0 0 0 27,5 6,5 0 0 15,0 9,0 25,0 2,5

Bus 1 2 3 4 5 6

SOAL-SOAL BAB VI
1. Untuk jaringan seperti dalam Gambar VI.7 berikut ini, dengan bus 2 sebagai bus penadah. Gunakan iterasi Gauss-Seidel untuk menentukan penyelesaian aliran beban dari sistem tersebu bila data jaringan dan data bus sistem diberikan dalam Tabel s6.1 dan Tabel s6.2.. .

1 4

T1

T2

Gambar VI.7. Sistem Tenaga elektrik untuk contoh 6.1

161

DAFTAR BACAAN

Tabel s6.1. Data Jaringan Sistem


No line 1 2 3 4 5 6 7 Kode Bus 14 16 23 25 43 46 65 Impedansi jaringan 0,080 + j0,370 0,123 + j0,518 0,723 + j1,050 0,282 + j0,640 0,000 + j0,133 0,097 + j0,407 0,000 + j0,300 Admitansi ke tanah 0,0070 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000 0,0076 0,0000 Off-nominal turn ratio 0,909 0,976

Kapasitor statis pada bus 4 sebesar: j0,005 Tabel s6.2. Data Bus
No Bus 1 2 3 4 5 6 Tipe Bus Slack PV PQ PQ PQ PQ Pembangkitan P Q 25 Pembebanan P Q 27,5 6,5 15 9 25 2,5 Tegangan V 1,05 1,10 Batas daya reaktiv QMin Qmax 6,5 10,0 -

2. Untuk sistem yang sama seperti soal 1, hitung besarnya aliran daya bila kapasitor statis pada bus 4 dikeluarkan. 3. Dua buah Transformator dihubungkan secara parallel guna mencatu suatu impedansi ke netral perfasa sebesar 0,8 + j0,6 pu pada tegangan V2 = 1,0 + j0,0. Transformator pertama memiliki impedansi sebesar j0,1 pu, dan memiliki perbandingan tegangan yang sama dengan perbandingan tegangan dasar pada kedua sisi Transformator. Transformator kedua memiliki peningkatan sebesar 105% dari Ta dengan impedansi yang sama besar. Tentukan daya yang dikirimkan kebeban. 4. Kerjakan kembali soal ke 3, dengan Tb yang memiliki perbandingan belitan yang sama dengan Ta. 5. Gambarkan Aliran daya P dan Q pada masing-masing bus dari sistem pada contoh 6.1

162

hmymsc

DAFTAR BACAAN

1. Gibson Sianipar, DR., 2000, Komputasi Dalam Sistem Tenaga, jurusan T. Elektro FTI-ITB, Bandung 2. Stagg, Glenn W. and El-Abiad, Ahmed.,1968, Computer Methods in Power Systems Analysis, Mc.Graw-Hill, Singapore 3. M. A. Pai, 1978, Computer Techniques in Power System Analysis, Indiana, New Delhi

4. Suprajitno Munadi, 1990, Perhitungan Matriks Dengan Fortran, Andi


Offset, Yogyakarta

163

SOAL-SOAL

SOAL-SOAL PILIHAN BERGANDA

1. Matriks singular adalah matriks dengan kondisi. 1. Determinan 0 2. Determinan = 0 3. aij = aji 4. A - A 5. AT A = U 2. Aturan komutativ dapat berlaku pada operasi.... 1. Penjumlahan,pengurangan & perkalian matriks 2. Penjumlahan, pengurangan dan inverse 3. Penjumlahan, pengurangan 4. Perkalian matriks 5. Penjumlahan, pengurangan dan perkalian 3.Untuk matriks bujur sangkar sifat-sifat berikut dapat berlaku... 1. AB = BA; A(B+C) = AB+BC; A(BC) = ABC = ABC 2. A(B+C) = AB+BC; A(BC) = ABC = ABC 3. AT B = BA; A(B+C) = AB+BC;A(BC) = ABC = ABC 4. ABT = BAT; A(B+C) = AB+BC;A(BC) = ABC = ABC 5. AT BT = BA; A(B+C) = AB+BC;A(BC) = ABC = ABC 3. Hasil perkalian matriks AB = C, dalam bentuk umum dapat dinyatakan seperti dalam persamaan, dimana i dan j masing-masing adalah ... 1.Jumlah baris matriks A dan jumlah baris matriks B 2.Jumlah kolom matriks A dan jumlah kolom matriks B 3.Jumlah baris matriks A dan jumlah kolom matriks A 4.Jumlah baris matriks B dan jumlah kolom matriks B 5.Jumlah baris matriks A dan jumlah kolom matriks B 4.Bila determinan dari matriks berharga = nol,maka. 1. Tidak ada inverse matriks 2. Ada inverse,matriks disebut matrik singular

144

hmymsc

3. Tidak ada inverse,matriks disebut matriks adjoin 4. Tidak ada inverse, matriks disebut tidak linear 5. Ada inverse matriks 5.Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan metoda Cholesky adalah..... 1.Menghemat penggunaan memori,entry matriks terbatas 2.Jumlah hitungan terbatas,waktu hitungan tercepat 3.Menghemat penggunaan memori,waktu hitungan cepat 4.Dapat digunakan untuk matriks simetri, waktu hitungan terbatas 5.Hanya untuk matriks simetri, menghemat memori 6. Dari segi penggunaan memori, metoda yang paling rendah dalam penggunaan memori untuk menghitung inverse matriks adalah metoda.... 1. Crout 2. Doolitle 3. Gauss-Seidel 4. Gauss-Naif 5. Gauss-Jordan 7. Jika semua elemen matriks dipertukarkan dengan konjugatenya, matriks tersebut disebut matriks.. 1. Konjugate 2. Orthogonal 3. Hermitian 4. Skew hermitian 5. Unitary 8. Dari segi jumlah hitungan, matriks tipe....memiliki jumlah hitungan terendah 1. Segitiga bawah 2. Simetris 3. Skew 4. Hermitian 5. Segitiga atas

145

SOAL-SOAL

9. Rank matriks berdimensi m x n adalah sama dengan... 1. Jumlah maksimum kolom bebas linear 2. b. Jumlah maksimum kolom non linear 3. Jumlah kolom 4. Jumlah baris 5. Jumlah kolom atau baris 10. Salah satu kelebihan metoda langsung dalam solusi Sistem Persamaan Linear adalah.... 1. Jumlah langkah hitungan pasti 2. Jumlah iterasi pasti 3. Jumlah operasi lebih pendek 4. Jumlah memori tertinggi 5. Jumlah memori terbatas 11. Kelemahan utama dari metoda tidak langsung adalah.. 1. Ingatan komputer yang dibutuhkan besar 2. Langkah perhitungan pasti 3. Tingkat konvergensinya lambat 4. Jumlah operasi aritmatik dapat dibatasi 5. Jumlah ingatan dan operasi aritmatik terbatas 12. Penyulihan surut hanya dapat diterapkan langsung pada SPL yang koefisien matriks A memenuhi kriteria berikut... 1. Berbentuk segitiga atas 2. Berdimensi sama 3. Berbentuk segitiga 4. Berjumlah kolom genap 5. Memiliki diagonal > 1 13. Metoda grafis sangat cocok dipakai untuk...... 1. Menggambarkan garis 2. Mencari solusi SPL 3. Menunjukkan SPL

146

hmymsc

4. Memvisualisasikan sifat persamaan 5. Mencari dan mengambarkan garis 14. Perbedaan utama antara metoda eliminasi Gauss dan Gauss-Jordan dalam solusi SPL adalah... 1. Metoda GJ memerlukan penyulihan surut 2. Metoda GJ adalah metoda tidak langsung 3. Metoda GJ tidak dapat mengendalikan galat 4. Metoda GJ tidak memerlukan penyulihan surut 5. Metoda Gauss lebih sederhana 15. Beberapa hal yang dapat menjadikan metoda eliminasi Gauss-Naif mengalami penyimpangan adalah.... 1. Galat pembulatan, pembagian dengan nol, sistem berkondisi buruk 2. Angka bena terbatas, pembagian dengan nol, sistem berkondisi buruk 3. Galat pembulatan, angka bena terbatas, system berkondisi buruk 4. Galat pembulatan, pembagian dengan nol, angka bena terbatas 5. Perambatan galat, pembagian dengan nol, sistem berkondisi buruk 16. Metoda perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyimpangan metoda eliminasi Gauss Naif adalah..... 1 Memperbanyak angka bena, pivoting, dan scalling 2 Menggunakan presisi ganda,meningkatkan harga epsilon, dan scalling 3 Memperbanyak angka bena, memperbesar koefisien persamaan, dan scalling 4 Mempergunakan presisi ganda, meningkatkan harga harga epsilon, dan memperbesar koefisien persamaan 5 Memperbanyak angka bena, scalling, dan rounding 17. Metoda Gauss Jordan tidak membutuhkan penyulihan surut dalam solusi SPL, karena.... 1. Bentuk akhir yang diperoleh adalah matriks satuan 2. Bentuk akhir merupakan matriks segitiga 3. Bentuk akhir sudah merupakan solusi 4. Matriks yang dihasilkan matriks diagonal

147

SOAL-SOAL

5. Bentuk akhir merupakan matrik orthogonal 18. Metoda solusi SPL yang dalam operasinya tidak membutuhkan keterlibatan entry matrik adalah metoda... 1. Cholesky 2. Gauss Jordan 3. Eliminasi Gauss 4. Gauss-Seidel 5. Crout 19. Metoda solusi SPL yang membutuhkan operasi faktorisasi matrik A, menjadi 2 atau tiga matriks baru adalah metoda.... 1. Crout 2. Doolitle 3. Cholesky 4. Gauss-Seidel 5. Gauss-Jordan 20. Salah satu metoda solusi SPL yang dapat mengendalikan galat adalah metoda.... 1. Crout 2. Doolitle 3. Iterasi Gauss-Seidel 4. Cholesky 5. Gauss-Jordan 21. Metoda solusi SPL yang memiliki karakteristik terbaik adalah..... 1. Gauss-Seidel 2. Gauss Naif dengan pivoting 3. Cholesky 4. Doolitle 5. Crout 22. Jumlah persamaan dan akurasi hasil penyelesaian sebuah SPL dapat ditingkatkan dengan cara....

148

hmymsc

1. Strategi scalling,pivoting dan presisi diperketat 2. Strategi pivoting,matrik jarang dan scalling 3. Strategi pivoting,scalling dan matrik jarang 4. Strategi scalling,matrik jarang dan metoda iterasi 5. Strategi pivoting,matrik jarang dan presisi diperketat 23. Elemen matriks jaringan akan berupa.... 1. Admitansi atau impedansi 2. Loop atau bus 3. Arus loop dan tegangan loop 4. Arus bus dan tegangan bus 5. Admitansi dan elemen shunt 24. Karakteristik elektrik dari komponen jaringan individu dapat dinyatakan dalam bentuk matriks..... 1. Jaringan primitif 2. Insidensi 3. Admitansi 4. Impedansi 5. graph 25. Kerangka acuan yang dapat digunakan untuk membangun persamaan tegangan atau arus dalam aliran daya, adalah kerangka... 1. Loop dan bus 2. Tegangan dan arus 3. Simpul dan node 4. Elemen dan node 5. Elemen dan cabang 26. Sebuah Graph yang memperlihatkan interkoneksi geometris dari elemen-elemen jaringan, terdiri dari.. 1. Elemen, node, cabang 2. Tree, cotree, elemen 3. Subgraph, lingk, sublink

149

SOAL-SOAL

4. Simpul, bus, dan link 5. Simpul, cabang, tree 27. Matriks admitansi bus dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu.... 1. Transformasi non linear dan secara langsung 2. Transforamsi non linear dan singular 3. Transformasi singular dan inverse matrik impedansi 4. Inverse matrik impedansi dan secara langsung 5. Transformasi singular dan secara langsung 28. Admitansi sendiri pada sebuah bus adalah..... 1.Jumlah semua admitansi cabang yang berujung ke bus tsb 2.Jumlah semua admitansi bus yang berujung ke bus tsb 3.Jumlah semua admitansi pada cabang tersebut 4.Jumlah semua impedansi cabang yang berujung ke p 5.Jumlah semua admitansi cabang yang berujung ke p 29. Penghapusan bus dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap.Penghapusan bus sekaligus memerlukan.. 1. Pembalikan matrik 2. Perkalian matriks 3. Faktorisasi matriks 4. Reduksi matriks 5. Augmented matriks 30. Penghapusan bus secara bertahap lebih umum dipakai karena memiliki kelebihan, yaitu.... 1. Tidak membutuhkan perkalian matrik 2. Tidak membutuhkan pembalikan matrik 3. Tidak membutuhkan faktorisasi matrik 4. Tidak membutuhkan reduksi matrik 5. Tidak membutuhkan augmented matrik 31. Dalam penyelesaian dan pengaturan aliran beban dikenal 3 tipe bus, yaitu...

150

hmymsc

1. Bus PQ, bus PV dan bus berayun 2. Bus PV, bus kendali dan swing bus 3. Bus PQ, bus penadah dan bus berayun 4. Bus PV, bus PQ dan bus kendali 5. Bus PQ, bus Beban dan bus berayun 32. Dalam bus PQ atau bus beban,besaran yang diketahui adalah.... 1. Magnitud tegangan dan sudut fasa 2. Magnitud egangan dan daya aktif 3. Daya aktif dan sudut fasa 4. Daya apembangkitan dan daya beban 5. Daya aktif dan daya reaktif 33. Bus PV dibutuhkan karena pada bus ini.... 1. Susut daya reaktif dibebankan 2. Susut daya aktif dibebankan 3. Susut transmisi dibebankan 4. Susut daya dibangkitkan 5. Susut daya dikurangi 34. Syarat sebuah bus dapat dipilih atau ditetapkan menjadi sebuah bus pengendali atau bus PV adalah pada bus..... 1. Terdapat sumber daya reaktif 2. Terdapat sumber tegangan 3. Terdapat pembangkit 4. Terdapat beban 5. Terdapat beban dan pembangkit 35. Penyelesaian aliran beban hanya dapat dilakukan dengan metoda.... 1. Iterasi 2. Langsung dan iterasi 3. Langsung 4. Gauss-Seidel 5. Newton Raphson

151

SOAL-SOAL

36. Dalam metoda Gauss Seidel penyelesaian aliran beban dilakukan dengan menggunakan ...... 1. Himpunan persamaan tegangan 2. Himpunan persamaan daya aktif 3. Himpunan persamaan daya reaktif 4. Himpunan persamaan daya 5. Himpunan persamaan arus 37. Dalam metoda Newton Raphson penyelesaian aliran beban dilakukan menggunakan ...... 1. Himpunan persamaan non linear dari daya dalam bentuk persamaan tegangan 2. Himpunan persamaan linear dari daya dalam bentuk persamaan tegangan 3. Himpunan persamaan non linear dari arus dalam bentuk persamaan tegangan 4. Himpunan persamaan non linear dari daya dalam bentuk persamaan arus 5. Himpunan persamaan linear dari daya dalam bentuk persamaan arus 38. Kriteria konvergensi penyelesaian aliran beban dengan menggunakan metoda NR akan tercapai bila perhitungan ......... semua bus mencapai batas keteliti an yang diharapkan. 1. delta P dan delta Q 2. delta V dan delta I 3. delta P dan delta V 4. delta Q dan delta V 5. delta P dan delta I 39. Metoda solusi aliran beban yang tidak memerlukan suatu solusi bilangan kompleks adalah metoda..... 1. FDLF 2. Gauss 3. Gauss-Seidel 4. Newton Raphson 5. Newton

152

hmymsc

40. Unsur-unsur matriks B didapat langsung dari......... 1. Susceptansi dari reaktansi cabang jaringan 2. Admitansi shunt jaringan 3. Admitansi bocor hantaran 4. Admitansi bocor trafo 5. Susceptansi dari reaktansi transformator 41. Pembentukan matriks admitansi bus dapat dilakukan secara langsung karena.... 1. Saluran transmisi dimodelkan seperti trafo 2. Model yang dipergunakan mengabaikan line charging 3. Elemen sistem tenaga dimodelkan secara sederhanan 4. Terdapat data jaringan 5. Saluran transmisi hanya dimodelkan berdasarkan jaringan urutan positif saja. 42. Metoda penyelesaian aliran beban yang memiliki akurasi dan iterasi terbaik adalah metoda...... 1. Newton Raphson 2. Newton 3. Gauss-Seidel 4. Gauss 5. FDLF 43. Jumlah persamaan terkecil yang diperlukan untuk solusi aliran beban terdapat pada metoda..... 1. FDLF 2. Gauss-Seidel 3. Newton Rapshon 4. Gauss 5. Semua metoda 44. Data yang diperlukan dalam studi aliran beban dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu.... 1. Data bus dan data jaringan

153

SOAL-SOAL

2. Data tegangan dan impedansi 3. Data bus dan data tegangan 4. Data beban dan pembangkitan 5. Data jaringan dan data beban 45. Salah satu syarat sebuah bus dapat dipilih sebagai bus penadah adalah.... 1. Memiliki kapasitas cadangan pembangkit terbesar 2. Memiliki sumber daya reaktif 3. Pada bus tersebut tidak terdapat beban 4. Pada bus terdapat bank kapasitor 5. Pada bus terdapat beban dan bank kapasitor 46. Bila suatu matriks bujur sangkar memenuhi A = -ATranspose, maka matriks A tersebut disebut matriks.... 1. Skew simetri 2. Orthogonal 3. Skew 4. Hermitian 5. Skew hermitian 47. Entry matriks segitiga bawah dapat dilakukan dengan program berikut... 1. 10 20 2. 20 10 3. 10 DO 20 I = 1, N DO 10 J = I, N READ(1,*)A(J,I) CONTINUE DO 20 I = 1, N DO 10 J = I, N READ(1,*)A(J,I) CONTINUE DO 20 I = 1, N DO 10 J = 1, N READ(1,*)A(J,1)

154

hmymsc

20 4. 10 20 5. 10 20

CONTINUE DO 20 I = 1, N DO 10 J = 1, N READ(1,*)A(1,J) CONTINUE DO 20 I = 1, N DO 10 J = I, N READ(1,*)A(J,1) CONTINUE

48. Program perkalian matrik berdimensi (m x n) dan (n x l) dalam FORTRAN dapat dituliskan sebagai berikut.... 1. DO 30 I = 1, M DO 20 J = 1, L C(I,J) = 0 DO 10 K = 1, N C(I,J) = C(I,J) + A(I,K)*B(K,J) 10 20 30 2. CONTINUE DO 30 I = 1, M DO 20 J = 1, N C(I,J) = 0 DO 10 K = 1, L C(I,J) = C(I,J) + A(I,K)*B(K,J) 10 20 30 3. CONTINUE DO 30 I = 1, L DO 20 J = 1, M CONTINUE CONTINUE CONTINUE CONTINUE

155

SOAL-SOAL

C(I,J) = 0 DO 10 K = 1, N C(I,J) = C(I,J) + A(I,K)*B(K,J) 10 20 30 4. CONTINUE DO 30 I = 1, M DO 20 J = 1, M C(I,J) = 0 DO 10 K = 1, N C(I,J) = C(I,J) + A(I,K)*B(K,J) 10 20 30 5. CONTINUE DO 30 I = 1, N DO 20 J = 1, M C(I,J) = 0 DO 10 K = 1, L C(I,J) = C(I,J) + A(I,K)*B(K,J) 10 20 30 CONTINUE CONTINUE CONTINUE CONTINUE CONTINUE CONTINUE CONTINUE

49. Inverse matriks simetri dengan metoda....memungkinkan penghematan penggunaan ingatan komputer karena memanfaatkan space matriks yang sama. 1. Cholesky 2. Crout 3. Doolitle 4. Gauss-Jordan 5. Gauss-Seidel 50. Dalam metoda Cholesky dekomposisi matriks A dapat dilakukan lebih cepat bila matriks Adifaktorisasi menjadi... 1. LLTrans

156

hmymsc

2. LU 3. UTrans LTrans 4. LDU 5. LTrans UTrans 51. Dalam solusi SPL, apabila koefisien persamaan memebentuk matriks.. penyelesaian memerlukan memerlukan operasi aritmatik yang lebih sedikit 1. Simetri 2. Non simetri 3. Singular 4. Non-singular 5. Diagonal

52. Salah satu metoda langsung yang dapat mengendalikan galat dalam operasi penyelesaiannya adalah metoda.. 1. Gauss-Jordan 2. Gauss-Naiff 3. Gauss-Seidel 4. Gauss 5. Gauss dengan pivoting 53. Solusi aliran daya yang dilakukan dengan cara melakukan pemisahan antara daya aktif dan daya reaktif hanya dapat dilakukan dengan metoda.... 1. FDLF 2. Gauss 3. Gauss-Seidel 4. Newton 5. Newton Raphson 54. Jumlah persamaan yang dibutuhkan dalam solusi aliran daya menggunakan metoda iterasi Gauss-Seidel.. 1. (Jumlah bus - jumlah slack bus) 2. (jumlah bus- slack bus - jumlah pv bus)

157

SOAL-SOAL

3. (Jumlah bus 4. 2 x Jumlah bus 5. 2 x (jumlah bus - slack bus) 55. Solusi aliran beban dari sebuah STL yang terdiri dari 6 bus dengan 2 bus pengendali menggunakan metoda NR membutuhkan jumlah persamaan sebanyak.... 1. 9 2. 11 3. 10 4. 12 5. 8 56 Perhitungan aliran daya digunakan untuk keperluan... 1. Perencanaan, operasi, dan kendali STL 2. Perencanaan dan kendali 3. Operasi dan kendali 4. Perencanaan dan operasi 5. Perhitungan aliran daya 57. Bila matriks admitansi bus merupakan sebuah matriks berdiagonal kuat, maka.... 1. Kecepatan konvergensi meningkat 2. Memori yang dibutuhkan lebih banyak 3. Solusi memerlukan waktu lebih panjang 4. Iterasi yang diperlukan membesar 5. Konvergensi tidak akan tercapai 58. Misalkan cabang yang menghubungkan bus p-q memiliki admitansi seri ypq dan total line charging sebesar y'pq, maka arus pada cabang tersebut adalah... 1. ipq = (Vp - Vq) ypq + Vp y'pq 2. ipq = (Vp - Vq) ypq + Vq y'pq/2 3. ipq = (Vp - Vq) ypq + Vq y'pq 4. ipq = (Vp - Vq) ypq ' 5. ipq = (Vp - Vq) ypq + Vp y'pq/2

158

hmymsc

59. Untuk mempercepat konvergensi dalam solusi aliran beban dilakukan teknik akselerasi dengan metoda SOR menggunakan sebuah bilangan yang besarnya antara 1 - 2, bilangan ini dikenal dengan sebutan... 1. Bilangan pembanding 2. Akselerator number 3. Faktor kelipatan 4. Bilangan akselerasi 5. Faktor akselerasi 60. Dibandingkan dengan metoda Gauss-Seidel, metoda iterasi NR memiliki kecepatan iterasi..... 1. 8 x lebih cepat 2. 4 x lebih cepat 3. 2 x lebih cepat 4. 4 x lebih lambat 5. 8 x lebih lambat 61. Salah satu metoda solusi aliran daya yang memiliki jumlah iterasi berupa bilangan fraksional adalah metoda... individu dapat dinyatakan dalam bentuk matriks..... 1. Gauss 2. Gauss-Seidel 3. FDLF 4. Newton Raphson 5. Decoupled 62. Kelemahan metoda NR dalam solusi aliran beban adalah...... 1. Memerlukan perhitungan turunan orde pertama 2. Memerlukan pembalikan matriks 3. Memerlukan perkalian matriks 4. Membutuhkan data jaringan 5. Memerlukan perhitungan integral lapis dua 63. Meski memiliki kecepatan konvergensi yang rendah metoda iterasi Gauss-Seidel memiliki 2 keunggulan, yaitu....

159

SOAL-SOAL

1. Teknik pemrograman yang mudah dan tanpa inverse matriks 2. Solusi yang lebih cepat 3. Akurasi yang lebih baik 4. Solusi dan akurasi yang lebih baik 5. Teknik pemrogram mudah dan akurasi baik 64. Pengujian konvergensi dalam solusi aliran beban menggunakan metoda iterasi Gauss-Seidel dilakukan dalam program berikut.... 1. IF(DELTA_V.LE.EPSILON)GOTO 340 2. IF(DELTA_V.GT.EPSILON)GOTO 340 3. IF(DELTA_V.GE.EPSILON)GOTO 340 4. IF(DELTA_P.LE.EPSILON)GOTO 340 5. IF(DELTA_P.GT.EPSILON)GOTO 340 65. Salah satu tipe pengendalian yang lazim diterapkan dalam perhitungan aliran beban adalah.... 1. Pengendalian daya aktif 2. Pengendalian frekuensi 3. Pengendalian penyediaan daya reaktif bus PV 4. Pengendalian rugi-rugi 5. Pengendalian daya beban 66. Transformator dengan ratio belitan off-nominal dapat direpresentasikan sebagai.... 1. Impedansi yang terhubung seri dengan autotransformator ideal 2. Impedansi yang terhubung paralel dengan autotransformator ideal 3. Reaktansi yang terhubung seri dengan autotransformator ideal 4. Reaktansi yang terhubung paralel dengan autotransformator ideal 5. Resistansi yang terhubung seri dengan autotransformator ideal 67 Bila suatu ratio belitan diberikan dalam sebuah cabang yang menghubungkan bus p-q, maka admitansi bersama dari bus p ke q akan menjadi...... individu dapat dinyatakan dalam bentuk matriks..... 1. Ypq = -ypq/a 2. Ypq = -ypq(1-1/a

160

hmymsc

3. Ypq = ypq/a 4. Ypq = ypq(1-1/a 5. Ypq = -ypq 68. Transformator penggeser fasa dalam studi aliran daya dapat direpresentasikan atau dimodelkan sebagai....... Transformator penggeser fasa dalam studi aliran daya dapat direpresentasikan atau dimodelkan sebagai....... 1 2 3 4 5 Impedansi terhubung seri dengan autotransformator ideal yang memiliki ratio belitan kompleks Impedansi terhubung paralel dengan autotransformator ideal yang memiliki ratio belitan kompleks Reaktansi terhubung seri dengan auto transformator ideal yang memiliki ratio belitan kompleks Reaktansi terhubung paralel dengan auto-transformator ideal yang memiliki ratio belitan kompleks Resistansi terhubung seri dengan autotransformator ideal yang memiliki ratio belitan kompleks

69. Statemen yang dipergunakan untuk mengakses waktu dari komputer adalah....... 1. CALL TIME (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH 2. READ GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) 3. READ TIME (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) 4. CALL SETTIME (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) 5. CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) 70. Program yang dipergunakan untuk mengakses matrik berdimensi m x n dari sebuah file diberikan dalam.. 1. 60 2. 60 3. 60 4. DO 60 I = 1,M READ(1,*)(A(I,J),J = 1, N DO 60 I = 1,M READ(*,*)(A(I,J),J = 1, N DO 60 I = 1,M READ(1,*)(A(I,J),J = 1, M DO 60 I = 1,M

161

SOAL-SOAL

60 5. 60

READ(*,*)(A(I,J),J = 1, M DO 60 I = 1,M READ(1,10)(A(I,J),J = 1, N

71. Program ringkas diatas dapat digunakan untuk sebagai berikut....... 1. 2, 4, 3 5, 6, 8 9,10,12 2. 3. 2, 4, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 12 2:4:3 5:6:8 9:10:12 4. 2;4;3 5;6;8 9;10;12 5. 2 4 3 5 6 8 9 10 12

mengakses sebuah file

penyimpanan data dengan nama tertentu, dimana susunan data dalam file adalah

162

hmymsc

PROGRAM
cccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c c c c c c c A M N CREATED BY DATE : HENDRA MARTA YUDHA : MARCH 21St, 2002 DEFINITION OF VARIABLES NAMA_FILE_IN: Nama File Data : Matriks [A] : Jumlah baris matriks A : Jumlah kolom matriks A

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c234567 DIMENSION A(100,100) CHARACTER NAMA_FILE_IN*15 REAL A WRITE(*,10) READ(*,20)NAMA_FILE_IN WRITE(*,30) WRITE(*,40) READ(*,*)M WRITE(*,50) READ(*,*)N CALL READ_MAT(NAMA_FILE_IN,M,N,A) CALL PRINT_MAT(M,N,A) 10 20 30 40 50 FORMAT(3X,'MASUKKAN NAMA FILE INPUT : ',$) FORMAT(A15) FORMAT(3X, 'MASUKKAN DIMENSI MATRIKS') FORMAT(6X,'JUMLAH BARIS : ',$) FORMAT(6X,'JUMLAH KOLOM : ',$) STOP END SUBROUTINE READ_MAT(NAMA_FILE_IN,M,N,A) DIMENSION A(M,N) CHARACTER NAMA_FILE_IN*15 OPEN(UNIT=1, FILE = NAMA_FILE_IN, STATUS = 'OLD') DO 60 I = 1,M 60 READ(1,*)(A(I,J),J = 1, N) CLOSE(1) RETURN END

163

PROGRAM SUBROUTINE PRINT_MAT(M,N,A) DIMENSION A(M,N) CHARACTER NAMA_FILE_OUT*15 WRITE(*,90) READ(*,100)NAMA_FILE_OUT OPEN(UNIT=2, FILE = NAMA_FILE_OUT, STATUS = 'NEW') WRITE(2,110) DO 70 I = 1,M WRITE(2,80)(A(I,J),J =1,N) 70 80 90 100 110 CONTINUE CLOSE(2) FORMAT(8(2X,F10.5)) FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE OUTPUT : ',$) FORMAT(A15) FORMAT(/2X, 'KOEFISIEN MATRIKS [A] ADALAH : ') RETURN END Susunan File data, matriks 4 x 4 (MAT44) 2, 2, 3, 4, 4, 5, 6, 5, 14, 3, 2, 5, 2 -3 ,2 14

PROGRAM OPERASI MATRIKS ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c c c c c c c c c c c c c CREATED BY DATE : HENDRA MARTA YUDHA : MARCH 21St, 2002 DEFINITION OF VARIABLES BACA_MAT : Nama File Data MAsukkan HASIL_MAT : Nama File Keluaran A B C D E M N : Matriks A : Matriks B : Matriks hasil operasi penjumlahan [A]dan [B] : Matriks hasil operasi pengurangan [A]dan [B] : MAtriks hasil operasi perkalian [A] dan [B] : Jumlah baris matriks A/E : Jumlah kolom matriks A c

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c

164

hmymsc
c c K L : Jumlah baris matriks B : Jumlah kolom matriks B/E

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c234567 DIMENSION A(100,100),B(100,100),C(100,100),D(100,100),E(100,100) CHARACTER BACA_MAT*15,HASIL_MAT*15 REAL A,B,C WRITE(*,10) 10 FORMAT(3X,'OPERASI MATRIKS A(MxN) DAN B(KxL)') WRITE(*,20) 20 30 FORMAT(3X,'MASUKKAN DIMENSI MANTRIKS A : ') WRITE(*,30) FORMAT(3X,'JUMLAH BARIS : ',$) READ(*,*)M WRITE(*,40) 40 FORMAT(3X,'JUMLAH KOLOM : ',$) READ(*,*)N WRITE(*,50) 50 FORMAT(3X,'MASUKKAN DIMENSI MANTRIKS B : ') WRITE(*,30) READ(*,*)K WRITE(*,40) READ(*,*)L WRITE(*,60) c c c 60 FORMAT(3X,'MASUKKAN NAMA FILE INPUT : ',$) READ(*,190)BACA_MAT OPEN(UNIT = 1, FILE = BACA_MAT, STATUS = 'OLD') DO 70 I = 1, M 70 80 c c c IF((M.EQ.K).AND.(N.EQ.L))THEN DO 100 I = 1, M OPERASI PENJUMLAHAN MATRIKS, SYARAT DIMENSI HARUS SAMA READ(1,*)(A(I,J), J = 1, N) DO 80 I = 1, K READ(1,*)(B(I,J),J = 1, L) CLOSE(1) PEMBACAAN DATA MATRIKS A DAN B DARI FILE YANG TELAH DIBUAT

165

PROGRAM DO 90 J = 1, N C(I,J) = A(I,J) + B(I,J) 90 100 CONTINUE CONTINUE ELSE WRITE(*,110) 110 c c c IF((M.EQ.K).AND.(N.EQ.L))THEN DO 130 I = 1, M DO 120 J = 1, N D(I,J) = A(I,J) - B(I,J) 120 130 CONTINUE CONTINUE ELSE WRITE(*,110) ENDIF c c c IF(N.EQ.K)THEN DO 160 I = 1, M DO 150 J = 1, L E(I,J) = 0.0 DO 140 IK = 1, N 140 150 160 E(I,J) = E(I,J) + A(I,IK)*B(IK,J) CONTINUE CONTINUE ELSE WRITE(*,170) 170 c FORMAT(3X, 'SYARAT DIMENSI MATRIKS TIDAK TERPENUHI') ENDIF PENULISAN HASIL OPERASI WRITE(*,180) 180 190 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE OUTPUT : ',$) READ(*,190)HASIL_MAT FORMAT(A15) OPERASI PERKALIAN, SYARAT KOLOM MATRIKS A = BARIS MATRIK B OPERASI PENGURANGAN MATRIKS, SYARAT DIMENSI HARUS SAMA FORMAT(3X,'PROSES TIDAK DAPAT DILAKUKAN DIMENSI BEDA') ENDIF

166

hmymsc
OPEN(UNIT=2, FILE = HASIL_MAT, STATUS = 'NEW') WRITE(2,200) 200 210 220 230 FORMAT(/2X, 'MATRIKS A(M,N) ADALAH : ') DO 210 I = 1, M WRITE(2,220)(A(I,J),J = 1, N) FORMAT(4(2X,F8.3)) WRITE(2,230) FORMAT(/2X) WRITE(2,240) 240 FORMAT(/2X, 'MATRIKS B(K,L) ADALAH : ') DO 250 I = 1, K 250 260 WRITE(2,260)(B(I,J),J = 1, L) FORMAT(4(2X,F8.3)) WRITE(2,230) WRITE(2,270) 270 280 290 FORMAT(/2X, 'MATRIKS [C] = [A]+[B] ADALAH : ') DO 280 I = 1, M WRITE(2,290)(C(I,J),J = 1, N) FORMAT(4(2X,F8.3)) WRITE(2,230) WRITE(2,300) 300 310 320 FORMAT(/2X, 'MATRIKS [D] = [A]-[B] ADALAH : ') DO 310 I = 1, K WRITE(2,320)(D(I,J),J = 1, L) FORMAT(4(2X,F8.3)) WRITE(2,230) WRITE(2,330) 330 340 FORMAT(/2X, 'MATRIKS [E] = [A] [B] ADALAH : ') DO 340 I = 1, M WRITE(2,320)(E(I,J), J = 1, L) STOP END Susunan File data, matriks 4 x 4 (MAT33_33) 1, 2, 3, 3, 2, 7, 3, 4, 6, 2, 7, 6, 5 6 8 1 6 5

167

PROGRAM PROGRAM INVERSE MATRIKS ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c c c c c c c c c c c c c CREATED BY DATE : HENDRA MARTA YUDHA : MARCH 21St, 2002

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc DEFINITION OF VARIABLES BACA_MAT : Nama File Data MAsukkan HASIL_MAT A N AGJ L TL INVL INVTL ACY : Nama File Keluaran : Matriks A : Dimensi Matriks A : Inverse matrik [A] dng Gauss Jordan method : Dekomposisi [A] jadi matriks segitiga bawah [L] : Transpose matriks [L] : Inverse Matriks L : Inverse matriks TL : Hasil inverse [A] dengan metoda Cholesky

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c234567 DIMENSION A(100,100),AGJ(100,100),L(100,100),TL(100,100), + INVL(100,100),INVTL(100,100),ACY(100,100) CHARACTER BACA_MAT*15,HASIL_MAT*15 REAL A,AGJ,JMLH,L,TL,INVL,INVTL,ACY WRITE(*,10) 10 20 30 c c c WRITE(*,60) 60 FORMAT(3X,'MASUKKAN NAMA FILE INPUT : ',$) READ(*,90)BACA_MAT OPEN(UNIT = 1, FILE = BACA_MAT, STATUS = 'OLD') DO 70 I = 1, N 70 c READ(1,*)(A(I,J), J = 1, N) CLOSE(1) PEMBACAAN DATA MATRIKS BUJUR SANGKAR BERDIMENSI N x N FORMAT(3X,'INVERSE MATRIKS A(NxN)') WRITE(*,20) FORMAT(3X,'MASUKKAN DIMENSI MANTRIKS A : ') WRITE(*,30) FORMAT(3X,'JUMLAH BARIS DAN KOLOM : ',$) READ(*,*)N

168

hmymsc
c PENULISAN HASIL INVERSE MATRIKS KEDALAM FILE WRITE(*,80) 80 90 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE OUTPUT : ',$) READ(*,90)HASIL_MAT FORMAT(A15) OPEN(UNIT=2, FILE = HASIL_MAT, STATUS = 'NEW') WRITE(2,100) 100 110 120 c c c INVERSE MATRIKS DENGAN METODA GAUSS-JORDAN PERLUASAN MATRIKS A(NxN) MENJADI MATRIKS AI(Nx2N)C DO 130 I = 1, N DO 130 J = 1, N IF(I.EQ.J)THEN A(I,J+N) = 1.0 ENDIF 130 c DO 140 I = 1, N DO 140 J = 1, 2*N AGJ(I,J) = A(I,J) 140 c CONTINUE CONTINUE FORMAT(/2X, 'MATRIKS AWAL A(N,N) ADALAH : ') DO 110 I = 1, N WRITE(2,120)(A(I,J),J = 1, N) FORMAT(8(2X,F8.3))

PROSES INVERSE MATRIKS DO 170 IP = 1, N DO 160 I = 1, N IF(I.EQ.IP) GOTO 160 OP = -AGJ(I,IP)/AGJ(IP,IP) DO 150 J = IP, 2*N AGJ(I,J) = AGJ(I,J) + OP * AGJ(IP,J) 150 160 170 CONTINUE CONTINUE CONTINUE DO 190 I = 1, N OP = AGJ(I,I)

169

PROGRAM DO 180 J = 1, 2*N AGJ(I,J) = AGJ(I,J)/OP 180 190 c CONTINUE CONTINUE

PENYUSUNAN ULANG MATRIKS AGJ SEBAGAI INVERSE MATRIKS A DO 200 I = 1, N DO 200 J = 1, N L(I,J) = AGJ(I,J+N) 200 205 210 220 230 CONTINUE WRITE(2,205) FORMAT(/2X) WRITE(2,210) FORMAT(/2X, 'INVERSE MATRIKS A(NxN) YANG TERBENTUK ADALAH : ') DO 220 I = 1, N WRITE(2,230)(AGJ(I,J+N),J = 1, N) FORMAT(8(2X,F8.3)) WRITE(2,240) 240 250 FORMAT(/2X, 'MATRIKS [L] YANG TERBENTUK ADALAH :') DO 250 I = 1, N WRITE(2,230)(L(I,J), J = 1, N)

PROSEDUR PENGUJIAN HASIL DENGAN MENGALIKAN A DENGAN L DO 257 I = 1, N DO 256 J = 1, N ACY(I,J) = 0.0 DO 255 K = 1, N ACY(I,J) = ACY(I,J) + A(I,K)*L(K,J) 255 256 257 CONTINUE CONTINUE CONTINUE WRITE(2,259) DO 258 I = 1, N 258 259 WRITE(2,230)(ACY(I,J), J = 1, N) FORMAT(/2X, 'HASIL PENGUJIAN HARUS MATRIKS SATUAN BERIKUT :')

170

hmymsc
c c c c PENGUJIAN SYARAT A(I,J) = A(J,I) DO 260 I = 1, N DO 260 J = 1, N IF(A(I,J).NE.A(J,I))GOTO 880 260 c DO 265 I = 1, N 265 c c WRITE(2,230)(A(I,J), J = 1, N) CONTINUE INVERSE MATRIKS DENGAN METODA CHOLESKY

PROSES INVERSE METODA CHOLESKY PROSEDUR DEKOMPOSISI MATRIKS A DO 300 K = 1, N DO 280 I = 1,K-1 JMLH = 0.0 DO 270 J = 1, I-1 270 280 JMLH = JMLH + A(I,J) * A(K,J) A(K,I) = (A(K,I)-JMLH)/A(I,I) JMLH = 0.0 DO 290 J = 1, K-1 290 300 JMLH = JMLH + A(K,J)*A(K,J) A(K,K) = SQRT((A(K,K) - JMLH))

PROSEDUR PENULISAN MATRIKS HASIL DEKOMPOSISI L DAN TRANSPOSE L DO 320 I = 1, N DO 310 J = 1, N IF(J.GT.I)THEN A(I,J) = 0.0 ENDIF 310 320 CONTINUE CONTINUE DO 321 I = 1, N DO 321 J = 1, N L(I,J) = A(I,J) 321 CONTINUE

171

PROGRAM WRITE(2,325) 325 330 340 c FORMAT(/2X, ' HASIL DEKOMPOSISI MATRIKS A MENJADI L') DO 330 I = 1, N WRITE(2,340)(L(I,J), J = 1, N) FORMAT(8(1X,F8.3))

PROSEDUR INVERS MATRIKS SEGITIGA BAWAH DO 350 I = 1, N 350 INVL(I,I) = 1.0/L(I,I) DO 380 I = 2, N DO 370 J = 1, I-1 JMLH = 0.0 DO 360 K = 1, I-1 360 370 380 JMLH = JMLH - L(I,K)*INVL(K,J) INVL(I,J) = INVL(I,I)*JMLH CONTINUE CONTINUE

PENULISAN HASIL INVERSE MATRIKS SEGITIGA BAWAH, INVL WRITE(2,382) DO 381 I = 1, N 381 382 WRITE(2,230)(INVL(I,J), J = 1, N) FORMAT(/2X, 'HASIL INVERSE MATRIKS SEGITIGA BAWAH L - INVL : ')

PROSEDUR PENGUJIAN HASIL DENGAN MENGALIKAN L DENGAN LINV DO 388 I = 1, N DO 387 J = 1, N ACY(I,J) = 0.0 DO 386 K = 1, N ACY(I,J) = ACY(I,J) + L(I,K)*INVL(K,J) 386 387 388 CONTINUE CONTINUE CONTINUE WRITE(2,389) DO 385 I = 1, N 385 389 WRITE(2,230)(ACY(I,J), J = 1, N) FORMAT(/2X, 'HASIL PENGUJIAN [L][INVL] = [I] :')

172

hmymsc
c PROSEDUR TRANSPOSE MATRIK L-TL DO 400 I = 1, N DO 390 J = 1, N TL(J,I) = L(I,J) 390 400 c CONTINUE CONTINUE

PENULISAN TRANSPOSE MATRIK L JADI TL WRITE(2,410) 410 FORMAT(/2X, 'TRANSPOSE DARI L JADI TL : ') DO 420 I = 1,N 420 430 WRITE(2,430)(TL(I,J),J = 1, N) FORMAT(8(1X,F8.3))

PROSEDUR INVERSE MATRIK SEGITIGA ATAS TL JADI INVTL DO 440 I = 1, N 440 INVTL(I,I) = 1.0/TL(I,I) DO 460 I = 1, N-1 J = I+1 INVTL(I,J) = -TL(I,J)*INVTL(J,J)/TL(I,I) 460 CONTINUE DO 480 I = 1, N-2 DO 470 J = I+2, N JMLH = 0 DO 465 K = 2, J 465 470 480 CONTINUE DO 510 I = 1, N-3 DO 500 J = I+3, N JMLH = 0 DO 490 K = 2, J 490 500 510 CONTINUE JMLH = JMLH - TL(I,K)*INVTL(K,J) INVTL(I,J) = JMLH/TL(I,I) JMLH = JMLH - TL(I,K)*INVTL(K,J) INVTL(I,J) = JMLH/TL(I,I)

173

PROGRAM c PROSEDUR PENGUJIAN INVERSE MATRIKS TL MENJADI INVTL DO 540 I = 1, N DO 530 J = 1, N ACY(I,J) = 0.0 DO 520 K = 1, N ACY(I,J) = ACY(I,J) + TL(I,K)*INVTL(K,J) 520 530 540 CONTINUE CONTINUE CONTINUE WRITE(2,550) 550 FORMAT(/2X, 'HASIL PENGUJIAN INVERSE MATRIKS TL JADI INVTL : ') DO 560 I = 1, N 560 570 c WRITE(2,570)(ACY(I,J), J = 1, N) FORMAT(8(1X,F8.3))

PROSEDUR PERHITUNGAN INVERSE CHOLESKY DO 600 I = 1, N DO 590 J = 1, N ACY(I,J) = 0.0 DO 580 K = 1, N ACY(I,J) = ACY(I,J) + INVTL(I,K)*INVL(K,J) 580 590 600 CONTINUE CONTINUE CONTINUE

PENULISAN HASIL INVERSE MATRIKS WRITE(2,630) DO 610 I = 1, N 610 620 630 880 890 900 WRITE(2,620)(ACY(I,J), J = 1, N) FORMAT(8(1X,F8.3)) FORMAT(/2X, 'INVERSE MATRIKS DENGAN METODA CHOLESKY ADALAH : ') GOTO 900 WRITE(2,890) FORMAT(2X, 'MAAF CHOLESKY GAGAL') STOP

174

hmymsc
END Susunan File data, matriks 4 x 4 (MAT4S) 4, -1, -1, 0, -1, 4, 0, -1, -1, 0, 4, -1, 0 -1 -1 4

PROGRAM PENYELESAIAN SPL


ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c c c c c c c c c c c c c c c BACA_MAT HASIL_MAT A N C X XBARU EPS GALAT SELISIH M DUMMY CREATED BY DATE : HENDRA MARTA YUDHA : MARCH 26th, 2002 DEFINITION OF VARIABLES : Nama File Data Masukkan : Nama File Hasil Keluaran : Matriks koefisien persamaan : Jumlah persamaan : Matriks/vektor konstanta persamaan : Variabel yang dicari/yang dihitung : Variabel X pada iterasi ke k+1 : Batas ketelitian : Variabel bantu pengujian antar iterasi : Variabel pengujian batas ketelitian : Batas iterasi/iterasi maksimum : Variabel bantu

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c234567 DIMENSION A(100,100),C(100),X(100) CHARACTER BACA_MAT*15,HASIL_MAT*15 double precision A,C,X,XBARU,EPS,GALAT,SELISIH WRITE(*,20) 20 FORMAT(3X,'MASUKKAN JUMLAH PERSAMAAN : ',$) READ(*,*)N WRITE(*,30) 30 FORMAT(3X,'MASUKKAN NAMA FILE DATA : ',$)

175

PROGRAM READ(*,40)BACA_MAT 40 FORMAT(A15) OPEN(UNIT = 1, FILE = BACA_MAT, STATUS = 'OLD') DO 50 I = 1, N 50 READ(1,*)(A(I,J), J = 1, N) READ(1,*)(C(I),I = 1, N) CLOSE(1) WRITE(*,60) 60 70 FORMAT(3X, 'MASUKKAN BATAS KETELITIAN DAN ITERASI') WRITE(*,70) FORMAT(3X, 'BATAS KETELITIAN : ',$) READ(*,*)EPS WRITE(*,80) 80 FORMAT(3X, 'BATAS ITERASI READ(*,*)M c Nilai Awal Harga X DO 90 I = 1, N 90 c c DO 120 K = 1, N L=K DO 100 I = K+1, N IF(ABS(A(I,K)).GT.ABS(A(L,K)))THEN L=I ENDIF 100 CONTINUE IF(ABS(A(L,K)).LE.(0.00000001))THEN WRITE(*,*) "PROSES GAGAL" GOTO 250 ENDIF IF(L.NE.K)THEN DO 110 J = K, N DUMMY = A(L,J) A(L,J)= A(K,J) A(K,J)= DUMMY X(I) = 0.0 : ',$)

Prosedur Pivoting

176

hmymsc
110 CONTINUE ENDIF DUMMY = C(L) C(L) = C(K) C(K) = DUMMY 120 c c Prosedur Iterasi Menurut G-Seidel DO 150 ITER = 1, M GALAT = 0.0 DO 140 I = 1, N XBARU = C(I) DO 130 J = 1, N IF(J.NE.I)THEN XBARU = XBARU - A(I,J)*X(J) ENDIF 130 CONTINUE XBARU = XBARU/A(I,I) SELISIH = ABS((XBARU - X(I))/XBARU) IF(GALAT.LT.SELISIH)THEN GALAT = SELISIH ENDIF 140 150 160 X(I) = XBARU IF(GALAT.LT.EPS)GOTO 170 CONTINUE WRITE(*,160) FORMAT(/2X, 'PROSES TIDAK KONVERGEN ') GOTO 250 170 180 c c WRITE(*,190) 190 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE OUTPUT : ',$) READ(*,40)HASIL_MAT OPEN(UNIT=2, FILE = HASIL_MAT, STATUS = 'NEW') WRITE(*,180) FORMAT(1X, 'PENULISAN HASIL') CONTINUE

PENULISAN HASIL PEMBACAAN MATRIKS KEDALAM FILE

177

PROGRAM WRITE(2,200) 200 FORMAT(/2X, 'SOLUSI YANG DIPEROLEH ADALAH : ') WRITE(2,210)(X(I), I = 1, N) 210 250 FORMAT(8(2X,F10.5)) STOP END Susunan data dalam File (PV33) 3, 0.1, 0.3, 7.85, -0.1, 7, -0.2, -19.30, -0.2 -0.3 10 71.40

PROGRAM LFS BY GS METHOD ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c CREATED BY DATE : HENDRA MARTA YUDHA : APRIL 16th, 2002

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc DEFINITION OF VARIABLES MVADASAR JMLHBUS : Daya Dasar : Jumlah Bus Sistem

JMCABANG : Jumlah Cabang jaringan JMLTRAFO : Jumlah Transformator JMLPVBUS : Jumlah bus pengendali JMLKSTOR : Jumlah Kapasitor shunt TIPEBUS ALPHA EPSILON Y_BUS Y_CHARGING NOCABANG REAKTANSI BUS_AKHIR LCHARGING : Jenis bus pada sistem : Konstanta percepatan : Batas Ketelitian : Admitansi bus : Admitansi shunt akibat line charging : Nomor Cabang : Harga reaktansi cabang : Nomor bus akhir cabang jaringan : Half line charging

Y_CABANG : Admitansi Cabang

TAHANAN : Harga tahanan cabang BUS_AWAL : Nomor bus awal cabang jaringan

178

hmymsc
c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c NOTRAFO RATIOTRF BAWLTRFO BAHRTRFO NOKPSITOR SUSCEPTAN NOMORBUS V_MAGNITUD V_SUDUT V_SPECT P_LOAD Q_LOAD Q_MAKS Q_MIN P Q KLP YLP DELTAMAK NFILE_IN NFILE_OUT : Nomor sadapan transformator : Ratio sadapan transformator : Nomor bus awal cabang jaringan yang ada Trafo : Nomor bus akhir cabang jaringan yang ada Trafo : Nomor bus yang ada kapasitor : Besar susceptansi kapasitor : Kode bus : Magnitude Tegangan : Sudut fasa tegangan : Tegangan yang ditetapkan : Daya aktif beban : Daya aktif pembangkitan : Daya reaktif pembangkitan : Batas daya reaktif terendah : Daya aktif : Daya reaktif : Konstanta bus : Konstanta jaringan : Selisih daya maksimum : Nama file DATA : Nama file OUTPUT : Daya reaktif beban : Batas daya reaktif tertinggi

P_GENERATE Q_GENERATE

cccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c234567 DIMENSION NOCABANG(100),BUS_AWAL(100),BUS_AKHIR(100),TAHANAN(100), + + + + + + + REAL c c PEMBACAAN DATA BUS DAN DATA JARINGAN DARI FILE YANG ADA REAKTANSI(100),LCHARGING(100),NOTRAFO(100),BAWLTRFO(100) ,BAHRTRFO(100),RATIOTRF(100),NOKPSITOR(100),SUSCEPTAN(10 0),Y_CABANG(100),Y_BUS(100,100),P_GENERATE(50),P_LOAD(50 ),V_SPECT(100),V_SUDUT(100),V_MAGNITUD(100),P(100),Q(100 ),KLP(100),YLP(100,100),Q_MIN(10),Q_MAKS(10),Q_LOAD(100) ,Q_GENERATE(100),NOMORBUS(100) EI,SUM,DX,R,SR,S ALPHA,TAHANAN,REAKTANSI,EPSILON,LCHARGING,MAGE,V_SPECT

COMPLEX Y_CABANG,Y_BUS,Y_CHARGING(100),KLP,YLP,E(100),EN(100),EII, INTEGER SWITCH,TIPEBUS(100),BUS_AWAL,BUS_AKHIR,BAWLTRFO,BAHRTRFO CHARACTER*15 NFILE_OUT,NFILE_IN

179

PROGRAM WRITE(*,10) 10 20 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE DATA : ',$) READ(*,20)NFILE_IN FORMAT(A15) CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(*,*) 'WAKTU MULAI PEMBACAAN DATA :' WRITE(*,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH OPEN(UNIT = 1, FILE = NFILE_IN, STATUS = 'OLD') READ(1,*) READ(1,*)MVADASAR,JMLHBUS,JMCABANG,JMLTRAFO,JMLPVBUS,JMLKSTOR, + ALPHA,EPSILON READ(1,*) DO 30 I = 1, JMCABANG 30 + READ(1,*) DO 40 I = 1, JMLHBUS 40 + + READ(1,*) DO 50 I = 1, JMLTRAFO 50 READ(1,*)NOTRAFO(I),BAWLTRFO(I),BAHRTRFO(I),RATIOTRF(I) READ(1,*) DO 60 I = 1, JMLKSTOR 60 READ(1,*)NOKPSITOR(I),SUSCEPTAN(I) CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(*,*) 'WAKTU SELESAI PEMBACAAN DATA :' WRITE(*,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH 70 c c PEMBENTUKAN MATRIKS ADMITANSI BUS FORMAT(2X,I2.2,1H:I2.2,1H:I2.2,1H:I2.2,1H:I2.2) READ(1,*)NOMORBUS(I),V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I),P_GENERATE(I), Q_GENERATE(I),P_LOAD(I),Q_LOAD(I),V_SPECT(I), Q_MIN(I),Q_MAKS(I),TIPEBUS(I) READ(1,*)NOCABANG(I),BUS_AWAL(I),BUS_AKHIR(I),TAHANAN(I), REAKTANSI(I),LCHARGING(I)

180

hmymsc
DO 90 I = 1, JMCABANG Y_CABANG(I) = 1.00/CMPLX(TAHANAN(I),REAKTANSI(I)) Y_CHARGING(I) NP = BUS_AWAL(I) NQ = BUS_AKHIR(I) SWITCH = 1 DO 80 J = 1, JMLTRAFO IF(I.EQ.NOTRAFO(J))THEN SWITCH = 0 NK = BAWLTRFO(J) NN = BAHRTRFO(J) Y_BUS(NK,NK) = Y_BUS(NK,NK)+Y_CABANG(I)/(RATIOTRF(J))**2+ + Y_CHARGING(I) Y_BUS(NN,NN) = Y_BUS(NN,NN)+Y_CABANG(I)+Y_CHARGING(I) Y_BUS(NK,NN) = Y_BUS(NK,NN)-Y_CABANG(I)/RATIOTRF(J) Y_BUS(NN,NK) = Y_BUS(NK,NN) ENDIF 80 CONTINUE IF(SWITCH.EQ.0)GOTO 90 Y_BUS(NP,NP) = Y_BUS(NP,NP)+Y_CABANG(I)+Y_CHARGING(I) Y_BUS(NQ,NQ) = Y_BUS(NQ,NQ)+Y_CABANG(I)+Y_CHARGING(I) Y_BUS(NP,NQ) = Y_BUS(NP,NQ)-Y_CABANG(I) Y_BUS(NQ,NP) = Y_BUS(NP,NQ) 90 CONTINUE DO 100 I = 1, JMLHBUS DO 100 J = 1, JMLKSTOR IF(I.EQ.NOKPSITOR(J))THEN Y_BUS(I,I) = Y_BUS(I,I)- CMPLX(0.00,SUSCEPTAN(J)) ENDIF 100 c c PENULISAN DATA SISTEM DAN MATRIKS ADMITANSI BUS WRITE(*,105) 105 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE HASIL PERHITUNGAN : ',$) READ(*,20)NFILE_OUT OPEN(UNIT = 2, FILE = NFILE_OUT, STATUS = 'NEW') CONTINUE = CMPLX(0.00,LCHARGING(I))

181

PROGRAM

WRITE(2,115) 115 FORMAT(2X, 'MVADASAR, JMLHBUS, JMCABANG, JMLTRAFO, JMLPVBUS,JMLKS + TOR, ALPHA, EPSILON') WRITE(2,125)MVADASAR,JMLHBUS,JMCABANG,JMLTRAFO,JMLPVBUS,JMLKSTOR, + ALPHA, EPSILON 125 FORMAT(3X,I4,5(5X,I4),5X,F5.3,1X,F10.8) WRITE(2,135) 135 FORMAT(12X, 'DATA JARINGAN SISTEM TENAGA : ',/,' N_LINE KODE BUS + TAHANAN REAKTANSI ADMITANSI TANAH') DO 140 I = 1, JMCABANG 140 145 155 WRITE(2,145)NOCABANG(I),BUS_AWAL(I),BUS_AKHIR(I),TAHANAN(I), + REAKTANSI(I),LCHARGING(I) FORMAT(I5,3X,I3,' -',I3,3X,F8.4,4X,F8.4,6X,F8.4) WRITE(2,155) FORMAT(2X, 'DATA BUS SISTEM TENAGA : ',/,' N_BUS V_MAGNITUD V_S + UDUT P 160 + + 165 Q V_SPEC QMIN QMAKS TIPE BUS') DO 160 I = 1, JMLHBUS WRITE(2,165)NOMORBUS(I),V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I),(P_GENERATE(I) -P_LOAD(I)),(Q_GENERATE(I)-Q_LOAD(I)),V_SPECT(I),Q_MIN(I), Q_MAKS(I),TIPEBUS(I) FORMAT(I4,3X,F8.4,5X,F8.4,4X,F8.4,2X,F8.4,3(2X,F8.4),2X,I4) WRITE(2,175) 175 + 180 FORMAT(2X, 'DATA SADAPAN TRANSFORMATOR DARI SISTEM TENAGA : ',/, 'Nomor Trafo Kode Bus Ratio Sadapan (a)') WRITE(2,185)NOTRAFO(I),BAWLTRFO(I),BAHRTRFO(I),RATIOTRF(I) DO 180 I = 1, JMLTRAFO 185 FORMAT(2X, 3(2X,I5),2X,F6.2) WRITE(2,195) 195 + 200 FORMAT(2X, 'DATA KAPASITOR YG TERPASANG PADA SISTEM TENAGA : ',/, 'Nomor Kapasitor Susceptansi') WRITE(2,205)NOKPSITOR(I),SUSCEPTAN(I) DO 200 I = 1, JMLKSTOR 205 FORMAT(2X,I5,F6.2) WRITE(2,206) 206 FORMAT(2X, 'ADMITANSI JARINGAN : ',/,)

182

hmymsc
DO 201 J = 1, JMCABANG 201 WRITE(2,207)Y_CABANG(J) WRITE(2,208) 208 FORMAT(2X, 'ADMITANSI KE TANAH : ',/,) DO 202 J = 1, JMCABANG 202 209 211 212 213 c c INISIALISASI PERHITUNGAN : P, Q, KLP, dan YLPQ CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(2,*) 'WAKTU MULAI INISIALISASI PERHITUNGAN :' WRITE(2,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH DO 210 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).NE.1)P(I) = (P_GENERATE(I)-P_LOAD(I))/MVADASAR IF(TIPEBUS(I).EQ.3)Q(I) = (Q_GENERATE(I)-Q_LOAD(I))/MVADASAR 210 CONTINUE DO 230 I = 1, JMLHBUS E(I) = CMPLX(V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I)) IF(TIPEBUS(I).EQ.2)Q(I) = 0.000 IF(TIPEBUS(I).EQ.3)KLP(I) = CMPLX(P(I),-Q(I))/Y_BUS(I,I) DO 220 J = 1, JMLHBUS 220 230 IF(I.NE.J)YLP(I,J) = Y_BUS(I,J)/Y_BUS(I,I) CONTINUE CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(2,*) 'WAKTU SELESAI INISIALISASI/MULAI ITERASI :' WRITE(2,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH c c PERHITUNGAN ITERATIF DIMULAI ITERMAK = 1000 WRITE(2,209)Y_CHARGING(J) FORMAT(10(1X,F10.5)) WRITE(2,211) FORMAT(2X, 'ADMITANSI BUS : ',/,) DO 212 I = 1, JMLHBUS WRITE(2,213)(Y_BUS(I,J), J = 1, JMLHBUS) FORMAT(10(1X,F10.5)) 207 FORMAT(10(1X,F10.5))

183

PROGRAM ITERASI = 0 240 DELTAMAK = 0.0

DO 320 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)GOTO 320 EII = E(I) IF(TIPEBUS(I).EQ.2)THEN E(I) = (E(I)/CABS(E(I))) * CMPLX(V_SPECT(I),0.0) SUM 250 = CMPLX(0.0,0.0) DO 250 L = 1, JMLHBUS SUM = SUM + Y_BUS(I,L) * E(L) Q(I) = -AIMAG(SUM * CONJG(E(I))) IF(Q(I)-Q_MAKS(I)/MVADASAR)260,300,270 260 270 280 290 300 IF(Q(I)-Q_MIN(I)/MVADASAR)280,300,300 Q(I) = Q_MAKS(I)/MVADASAR GOTO 290 Q(I) = Q_MIN(I)/MVADASAR E(I) = EII KLP(I) = (CMPLX(P(I),-Q(I)))/Y_BUS(I,I) ENDIF SUM = CMPLX(0.0,0.0) EI = E(I) DO 310 L = 1, JMLHBUS 310 IF(L.NE.I)SUM = SUM + YLP(I,L) * E(L) EN(I) = KLP(I)/CONJG(E(I)) - SUM DX = EN(I) - EI E(I) = EI + CMPLX(ALPHA,0.0) * DX DELE = CABS(EN(I) - EII) IF(DELE.GE.DELTAMAK)DELTAMAK = DELE 320 c ITERASI = ITERASI + 1 IF(DELTAMAK.LE.EPSILON)GOTO 340 IF(ITERASI.LT.ITERMAK)GOTO 330 c BILA SOLUSI GAGAL DICAPAI WRITE(2,325)ITERASI 325 FORMAT(////,T10,'CONVERGENCE NOT OBTAINED IN : ',I4,'ITERATION') CONTINUE

184

hmymsc
GOTO 600 330 GOTO 240 c BILA KONVERGENSI TERCAPAI, PROSEDUR PERHITUNGAN ALIRAN DAYA 340 SUM = CMPLX(0.0,0.0) CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(2,*) 'WAKTU SELESAI SELURUH PERHITUNGAN :' WRITE(2,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH WRITE(2,331) 331 337 FORMAT(2X, 'PARAMETER BUS : ',/,) DO 337 I = 1, JMLHBUS WRITE(2,332)KLP(I) WRITE(2,333) 333 FORMAT(2X, 'PARAMETER JARINGAN : ',/,) DO 335 I = 1, JMLHBUS DO 334 J = 1, JMLHBUS 334 335 336 WRITE(2,336)I,J,YLP(I,J) CONTINUE FORMAT(2X,I3,'-',I3,2X,2F10.5) DO 350 I = 1, JMLHBUS 350 360 IF(TIPEBUS(I).EQ.1)K = I DO 360 I = 1, JMLHBUS SUM = SUM + Y_BUS(K,I) * E(I) P(K) = REAL(SUM*CONJG(E(K))) Q(K) = -AIMAG(SUM*CONJG(E(K))) c PERHITUNGAN ALIRAN BEBAN DAN PENULISAN HASIL WRITE(2,365)ITERASI 365 + FORMAT(' ',//T6,'GAUSS ITERATIVE TECHNIQUES CONVERGEN IN : ' ,I4, ' ITERATION',/) 332 FORMAT(10(1X,2F10.5))

DO 370 I = 1, JMLHBUS DELT = ATAN2(AIMAG(E(I)),REAL(E(I))) MAGE = CABS(E(I))

185

PROGRAM 370 WRITE(2,375)I,E(I),MAGE,DELT*57.29578,P(I),Q(I) 375 FORMAT(' ',I2,2F8.4,1X,F7.4,2X,F9.5,6X,F10.5,6X,F10.5) SUM = CMPLX(0.0,0.0) WRITE(2,385) 385 FORMAT(' ',//T6,'ALIRAN DAYA PADA MASING-MASING CABANG',/) DO 390 I = 1, JMCABANG NP = BUS_AWAL(I) NQ = BUS_AKHIR(I) S = E(NP)*CONJG((E(NP)-E(NQ))*Y_CABANG(I)+E(NP)* + + (Y_CHARGING(I))) R = E(NQ)*CONJG((E(NQ)-E(NP))*Y_CABANG(I)+E(NQ)* (Y_CHARGING(I))) SR = SUM + (S - R) WRITE(2,395)NOCABANG(I),NP,NQ,S*MVADASAR 390 WRITE(2,395)NOCABANG(I),NQ,NP,R*MVADASAR 395 FORMAT(' ',3I5,5X,F10.5,6X,F10.5) WRITE(2,405)SR 405 + FORMAT(' ',//T6,'SUSUT DAYA PADA SALURAN TRANSMISI : ',F9.5,1X,'MW ',F9.5,1X,'MVAR')

DO 406 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)THEN WRITE(2,407)P(I)*MVADASAR,Q(I)*MVADASAR 406 407 + 600 STOP END ENDIF FORMAT(' ',//T6,'DAYA PADA BUS BERAYUN ',F9.5,1X,'MVAR') : ',F9.5,1X,'MW

186

hmymsc
Susunan data dalam File (LOADFL.DAT) MVADASAR,JMLHBUS,JMCABANG,JMTRAFO,JMPVBUS,JMLKAPTOR,ALPHA,EPSILON 100 1 2 3 4 5 6 7 , , , , , , , , 5 1 1 2 2 2 3 4 , , , , , , , , 7 2 3 3 4 5 4 5 , , , , , , , 0 , 0.02 0.08 0.06 0.06 0.04 0.01 , , , , , , , 0 0.06 0.24 0.18 0.18 0.12 0.03 0.24 , , , , , , , , 0 , 1.4 , 0.000001 0.030 0.025 0.020 0.020 0.015 0.010 0.025 NOCABANG,BUS_AWAL,BUS_AKHIR,TAHANAN,REAKTANSI,ADMITANSI TANAH

, 0.08

NOBUS,VMAGNITUD,VSUDUT,PGENERATE,QGENERATE,PLOAD,QLOAD,VSPECT,QMAKS, QMIN,TIPEBUS 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 0 0 1.06 1.00 1.00 1.00 1.00 , 0 , 0.005 , , , , , 0.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0 , 0.00 , 0.00 , 0.00 , 0.00 , 0.00 30.00 0.00 0.00 0.00 , 0.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0, , 20.0 , 10.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0, , 45.0 , 15.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0, , 40.0 , 5.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0, , 60.0 , 10.0 , 0.0 , 0.0 , 0.0, 1 3 3 3 3 0.0 , 40.00 ,

NOTRAFOR, RATIO(a) NOKAPASITOR, SUSCEPTANSI

PROGRAM LFS BY NR METHOD


ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c c c c c c c c c c c c CREATED BY DATE : HENDRA MARTA YUDHA : APRIL 29th, 2002

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc DEFINITION OF VARIABLES MVADASAR JMLHBUS : Daya Dasar : Jumlah Bus Sistem

JMCABANG : Jumlah Cabang jaringan JMLTRAFO : Jumlah Transformator JMLPVBUS : Jumlah bus pengendali JMLKSTOR : Jumlah Kapasitor shunt TIPEBUS ALPHA EPSILON : Jenis bus pada sistem : Konstanta percepatan : Batas Ketelitian

187

PROGRAM c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c Y_BUS Y_CHARGING NOCABANG REAKTANSI BUS_AKHIR LCHARGING NOTRAFO : Admitansi bus : Admitansi shunt akibat line charging : Nomor Cabang : Harga reaktansi cabang : Nomor bus akhir cabang jaringan : Half line charging : Nomor sadapan transformator

Y_CABANG : Admitansi Cabang

TAHANAN : Harga tahanan cabang BUS_AWAL : Nomor bus awal cabang jaringan

RATIOTRF : Ratio sadapan transformator BAWLTRFO : Nomor bus awal cabang jaringan yang ada Trafo BAHRTRFO : Nomor bus akhir cabang jaringan yang ada Trafo NOKPSITOR SUSCEPTAN NOMORBUS V_MAGNITUD V_SPECT P_LOAD Q_LOAD Q_MAKS Q_MIN P Q : Nomor bus yang ada kapasitor : Besar susceptansi kapasitor : Kode bus : Magnitude Tegangan

V_SUDUT : Sudut fasa tegangan : Tegangan yang ditetapkan : Daya aktif beban : Daya aktif pembangkitan : Daya reaktif pembangkitan : Batas daya reaktif terendah : Daya aktif : Daya reaktif : Daya reaktif beban : Batas daya reaktif tertinggi

P_GENERATE Q_GENERATE

P_HITUNG : Daya Aktif hasil perhitungan Q_HITUNG : Daya Reaktif hasil perhitungan DELTAMAK NFILE_IN NFILE_OUT : Selisih daya maksimum : Nama file OUTPUT : Nama file DATA

ccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc c234567 DIMENSION NOCABANG(50),BUS_AWAL(50),BUS_AKHIR(50),TAHANAN(50), + + + + + REAKTANSI(50),LCHARGING(50),NOTRAFO(50),BAWLTRFO(50) ,BAHRTRFO(50),RATIOTRF(50),NOKPSITOR(50),SUSCEPTAN(5 0),Y_CABANG(50),Y_BUS(50,50),P_GENERATE(50),P_LOAD(50 ),V_SPECT(50),V_SUDUT(50),V_MAGNITUD(50),P(50),Q(50 ),Q_MIN(10),Q_MAKS(10),Q_LOAD(50)

188

hmymsc
+ + REAL + + + + + + c c PEMBACAAN DATA BUS DAN DATA JARINGAN DARI FILE YANG ADA WRITE(*,10) 10 20 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE DATA : ',$) READ(*,20)NFILE_IN FORMAT(A15) CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(*,*) 'WAKTU MULAI PEMBACAAN DATA :' WRITE(*,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH OPEN(UNIT = 1, FILE = NFILE_IN, STATUS = 'OLD') READ(1,*) READ(1,*)MVADASAR,JMLHBUS,JMCABANG,JMLTRAFO,JMLPVBUS,JMLKSTOR, + ALPHA,EPSILON READ(1,*) DO 30 I = 1, JMCABANG 30 + READ(1,*) DO 40 I = 1, JMLHBUS 40 + + READ(1,*) DO 50 I = 1, JMLTRAFO 50 READ(1,*)NOTRAFO(I),BAWLTRFO(I),BAHRTRFO(I),RATIOTRF(I) READ(1,*) DO 60 I = 1, JMLKSTOR 60 READ(1,*)NOKPSITOR(I),SUSCEPTAN(I) READ(1,*)NOMORBUS(I),V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I),P_GENERATE(I), Q_GENERATE(I),P_LOAD(I),Q_LOAD(I),V_SPECT(I), Q_MIN(I),Q_MAKS(I),TIPEBUS(I) READ(1,*)NOCABANG(I),BUS_AWAL(I),BUS_AKHIR(I),TAHANAN(I), REAKTANSI(I),LCHARGING(I) ,Q_GENERATE(50),NOMORBUS(50) COMPLX_TEG(50),SUM,S,R,SR ALPHA,TAHANAN,REAKTANSI,EPSILON,LCHARGING,V_SPECT, G_KONDUK(100,100),B_SUSCEP(100,100),JMLH_1,JMLH_2, JACOB_1(50,50),JACOB_2(50,50),V_SUDUT,V_MAGNITUD, JACOB_3(100,100),JACOB_4(100,100),A_JACOBI(100,100),B_JA COBI(100),P_HITUNG(50),Q_HITUNG(50),DELTA_MAG(50),DELTA_ SUDUT(50),DELTA_P(50),DELTA_Q(50),C_ARUS(50),D_ARUS(50), XPV(50),MAGE,DELTA_PMAK,DELTA_QMAK COMPLEX Y_CABANG,Y_BUS,Y_CHARGING(50),DAYA_P,TEGAN_P,ARUS_BUS, INTEGER SWITCH,TIPEBUS(100),BUS_AWAL,BUS_AKHIR,BAWLTRFO,BAHRTRFO

CHARACTER*15 NFILE_OUT,NFILE_IN

189

PROGRAM CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(*,*) 'WAKTU SELESAI PEMBACAAN DATA :' WRITE(*,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH 70 c c PEMBENTUKAN MATRIKS ADMITANSI BUS DO 90 I = 1, JMCABANG Y_CABANG(I) = 1.00/CMPLX(TAHANAN(I),REAKTANSI(I)) Y_CHARGING(I) NP = BUS_AWAL(I) NQ = BUS_AKHIR(I) SWITCH = 1 DO 80 J = 1, JMLTRAFO IF(I.EQ.NOTRAFO(J))THEN SWITCH = 0 NK = BAWLTRFO(J) NN = BAHRTRFO(J) Y_BUS(NK,NK) = Y_BUS(NK,NK)+Y_CABANG(I)/(RATIOTRF(J))**2+ + Y_CHARGING(I) Y_BUS(NN,NN) = Y_BUS(NN,NN)+Y_CABANG(I)+Y_CHARGING(I) Y_BUS(NK,NN) = Y_BUS(NK,NN)-Y_CABANG(I)/RATIOTRF(J) Y_BUS(NN,NK) = Y_BUS(NK,NN) ENDIF 80 CONTINUE IF(SWITCH.EQ.0)GOTO 90 Y_BUS(NP,NP) = Y_BUS(NP,NP)+Y_CABANG(I)+Y_CHARGING(I) Y_BUS(NQ,NQ) = Y_BUS(NQ,NQ)+Y_CABANG(I)+Y_CHARGING(I) Y_BUS(NP,NQ) = Y_BUS(NP,NQ)-Y_CABANG(I) Y_BUS(NQ,NP) = Y_BUS(NP,NQ) 90 CONTINUE DO 100 I = 1, JMLHBUS DO 100 J = 1, JMLKSTOR IF(I.EQ.NOKPSITOR(J))THEN Y_BUS(I,I) = Y_BUS(I,I)- CMPLX(0.00,SUSCEPTAN(J)) ENDIF 100 CONTINUE DO 110 I = 1, JMLHBUS DO 110 J = 1, JMLHBUS G_KONDUK(I,J) = REAL(Y_BUS(I,J)) = CMPLX(0.00,LCHARGING(I)) FORMAT(2X,I2.2,1H:I2.2,1H:I2.2,1H:I2.2,1H:I2.2)

190

hmymsc
110 c c PENULISAN DATA SISTEM DAN MATRIKS ADMITANSI BUS WRITE(*,120) 120 FORMAT(3X, 'MASUKKAN NAMA FILE HASIL PERHITUNGAN : ',$) READ(*,20)NFILE_OUT OPEN(UNIT = 2, FILE = NFILE_OUT, STATUS = 'NEW') WRITE(2,130) 130 FORMAT(2X, 'MVADASAR, JMLHBUS, JMCABANG, JMLTRAFO, JMLPVBUS,JMLKS +TOR, ALPHA, EPSILON') WRITE(2,140)MVADASAR,JMLHBUS,JMCABANG,JMLTRAFO,JMLPVBUS,JMLKSTOR, + ALPHA, EPSILON 140 150 FORMAT(3X,I4,5(5X,I4),5X,F5.3,1X,F10.8) WRITE(2,150) FORMAT(12X, 'DATA JARINGAN SISTEM TENAGA : ',/,' N_LINE KODE BUS + TAHANAN REAKTANSI ADMITANSI TANAH') DO 160 I = 1, JMCABANG 160 170 180 WRITE(2,170)NOCABANG(I),BUS_AWAL(I),BUS_AKHIR(I),TAHANAN(I), + REAKTANSI(I),LCHARGING(I) FORMAT(I5,3X,I3,' -',I3,3X,F8.4,4X,F8.4,6X,F8.4) WRITE(2,180) FORMAT(2X, 'DATA BUS SISTEM TENAGA : ',/,' N_BUS V_MAGNITUD V_S +UDUT 190 + + 200 210 P Q V_SPEC QMIN QMAKS TIPE BUS') DO 190 I = 1, JMLHBUS WRITE(2,200)NOMORBUS(I),V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I),(P_GENERATE(I) -P_LOAD(I)),(Q_GENERATE(I)-Q_LOAD(I)),V_SPECT(I),Q_MIN(I), Q_MAKS(I),TIPEBUS(I) FORMAT(I4,3X,F8.4,5X,F8.4,4X,F8.4,2X,F8.4,3(2X,F8.4),2X,I4) WRITE(2,210) FORMAT(2X, 'DATA SADAPAN TRANSFORMATOR DARI SISTEM TENAGA : ',/, +'Nomor Trafo Kode Bus Ratio Sadapan (a)') DO 220 I = 1, JMLTRAFO 220 230 240 WRITE(2,230)NOTRAFO(I),BAWLTRFO(I),BAHRTRFO(I),RATIOTRF(I) FORMAT(2X, 3(2X,I5),2X,F6.2) WRITE(2,240) FORMAT(2X, 'DATA KAPASITOR YG TERPASANG PADA SISTEM TENAGA : ',/, +'Nomor Kapasitor Susceptansi') DO 250 I = 1, JMLKSTOR 250 WRITE(2,260)NOKPSITOR(I),SUSCEPTAN(I) 260 FORMAT(2X,I5,F6.2) B_SUSCEP(I,J) = -AIMAG(Y_BUS(I,J))

191

PROGRAM WRITE(2,270) 270 FORMAT(2X, 'ADMITANSI JARINGAN : ',/,) DO 280 J = 1, JMCABANG 280 290 300 310 320 330 350 360 370 c c PERHITUNGAN ITERATIF DIMULAI CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(2,*) 'WAKTU MULAI INISIALISASI PERHITUNGAN :' WRITE(2,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH ITERMAK = 1000 ITERASI = 1 380 DELTA_PMAK = 0.0 DELTA_QMAK = 0.0 c PERHITUNGAN : P, Q, DELTA_P, dan DELTA_Q DO 400 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)GOTO 400 JMLH_1 = 0.0 JMLH_2 = 0.0 DO 390 J = 1, JMLHBUS JMLH_1 = JMLH_1 + V_MAGNITUD(J)*G_KONDUK(I,J) + V_SUDUT(J) * + + 390 (B_SUSCEP(I,J)) JMLH_2 = JMLH_2 + V_SUDUT(J)*G_KONDUK(I,J) - V_MAGNITUD(J) * (B_SUSCEP(I,J)) CONTINUE P_HITUNG(I) = (V_MAGNITUD(I) * JMLH_1 + V_SUDUT(I) * JMLH_2) Q_HITUNG(I) = (V_SUDUT(I) * JMLH_1 - V_MAGNITUD(I) * JMLH_2) WRITE(2,290)Y_CABANG(J) FORMAT(10(1X,F10.5)) WRITE(2,300) FORMAT(2X, 'ADMITANSI KE TANAH : ',/,) DO 310 J = 1, JMCABANG WRITE(2,320)Y_CHARGING(J) FORMAT(10(1X,F10.5)) WRITE(2,330) FORMAT(2X, 'ADMITANSI BUS : ',/,) FORMAT(10(1X,F10.5)) DO 360 I = 1, JMLHBUS WRITE(2,350)(G_KONDUK(I,J), J = 1, JMLHBUS) DO 370 I = 1, JMLHBUS WRITE(2,350)(B_SUSCEP(I,J), J = 1, JMLHBUS)

192

hmymsc
400 CONTINUE DO 410 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)GOTO 410 P(I) = (P_GENERATE(I)-P_LOAD(I))/MVADASAR Q(I) = (Q_GENERATE(I)-Q_LOAD(I))/MVADASAR 410 CONTINUE DO 420 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).NE.1)THEN DELTA_P(I) = P(I) - P_HITUNG(I) DELTAPI = ABS(DELTA_P(I)) IF(DELTAPI.GT.DELTA_PMAK)DELTA_PMAK = DELTAPI ENDIF IF(TIPEBUS(I).NE.2)THEN DELTA_Q(I) = Q(I) - Q_HITUNG(I) DELTAQI ENDIF 420 c c CONTINUE IF((DELTA_PMAK.LE.EPSILON).AND.(DELTA_QMAK.LE.EPSILON))GOTO 660 PERHITUNGAN ELEMEN MATRIKS JACOBIAN DO 430 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)GOTO 430 DAYA_P = CMPLX(P_HITUNG(I),-Q_HITUNG(I)) TEGAN_P = CMPLX(V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I)) ARUS_BUS = DAYA_P/TEGAN_P C_ARUS(I)= REAL(ARUS_BUS) D_ARUS(I)= AIMAG(ARUS_BUS) 430 CONTINUE DO 450 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)GOTO 450 DO 440 J = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(J).EQ.1)GOTO 440 IF(J.EQ.I)THEN JACOB_1(I,I) = V_MAGNITUD(I)*G_KONDUK(I,I) - V_SUDUT(I) * + + (-B_SUSCEP(I,I)) + C_ARUS(I) JACOB_2(I,I) = V_MAGNITUD(I)*(B_SUSCEP(I,I))+V_SUDUT(I)* G_KONDUK(I,I) + D_ARUS(I) JACOB_3(I,I) = V_MAGNITUD(I)*(B_SUSCEP(I,I))+V_SUDUT(I)* PENGECEKAN KONVERGENSI = ABS(DELTA_Q(I)) IF(DELTAQI.GT.DELTA_QMAK)DELTA_QMAK = DELTAQI

193

PROGRAM + + ELSE JACOB_1(I,J) = V_MAGNITUD(I)*G_KONDUK(I,J) - V_SUDUT(I) * + + + + ENDIF 440 450 c CONTINUE CONTINUE (-B_SUSCEP(I,J)) JACOB_2(I,J) = V_MAGNITUD(I)*(B_SUSCEP(I,J))+V_SUDUT(I)* G_KONDUK(I,J) JACOB_3(I,J) = V_MAGNITUD(I)*(B_SUSCEP(I,J))+V_SUDUT(I)* G_KONDUK(I,J) JACOB_4(I,J) = -V_MAGNITUD(I)*G_KONDUK(I,J) + V_SUDUT(I)* (-B_SUSCEP(I,J)) G_KONDUK(I,I) - D_ARUS(I) JACOB_4(I,I) = -V_MAGNITUD(I)*G_KONDUK(I,I) + V_SUDUT(I)* (-B_SUSCEP(I,I)) + C_ARUS(I)

PENYUSUNAN ELEMEN-ELEMEN MATRIKS JACOBI YANG BERKESESUAIAN DO 470 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)THEN IF(I.NE.1)THEN WRITE(*,460) 460 FORMAT(1X, 'SLACKBUS BUKAN PADA BUS 1 !!!!') GOTO 1000 ELSE GOTO 480 ENDIF ENDIF 470 480 CONTINUE NKOLOM_BUS = JMLHBUS-1 NBARIS_BUS = 2*JMLHBUS-2 DO 500 I = 2, JMLHBUS J=I-1 DO 490 K = 1, JMLHBUS-1 A_JACOBI(J,K) = JACOB_1(I,K+1) A_JACOBI(J,K+NKOLOM_BUS) = JACOB_2(I,K+1) A_JACOBI(J+NKOLOM_BUS,K) = JACOB_3(I,K+1) A_JACOBI(J+NKOLOM_BUS,K+NKOLOM_BUS) = JACOB_4(I,K+1) 490 CONTINUE B_JACOBI(J) = DELTA_P(I)

194

hmymsc
B_JACOBI(J+NKOLOM_BUS) = DELTA_Q(I) 500 c c CONTINUE

PERHITUNGAN HARGA DELTA_E DAN DELTA_F DENGAN GJORDAN PIVOTING PROSEDUR SOLUSI SPL DENGAN METODA GJ + PIVOTING DO 520 I = 1, NBARIS_BUS DO 510 J = 1, NBARIS_BUS+1 IF(J.GT.NBARIS_BUS)THEN A_JACOBI(I,J) = B_JACOBI(I) ENDIF 510 520 CONTINUE CONTINUE DO 580 K = 1, NBARIS_BUS L=K DO 530 I = K+1, NBARIS_BUS IF(ABS(A_JACOBI(I,K)).GT.ABS(A_JACOBI(L,K)))THEN L=I ENDIF 530 CONTINUE IF(ABS(A_JACOBI(L,K)).LE.(0.00001))THEN WRITE(*,*) "PROSES GAGAL" GOTO 1000 ENDIF IF(L.NE.K)THEN DO 540 J = K, NBARIS_BUS+1 DUMMY = A_JACOBI(L,J) A_JACOBI(L,J)= A_JACOBI(K,J) A_JACOBI(K,J)= DUMMY 540 CONTINUE ENDIF PIVOT = A_JACOBI(K,K) DO 550 J = 1, NBARIS_BUS+1 550 A_JACOBI(K,J) = A_JACOBI(K,J)/PIVOT DO 570 I = 1, NBARIS_BUS IF(I.NE.K) THEN PIVOT = A_JACOBI(I,K) DO 560 J = 1,NBARIS_BUS+1 560 A_JACOBI(I,J) = A_JACOBI(I,J) - PIVOT*A_JACOBI(K,J) ENDIF

195

PROGRAM 570 580 CONTINUE CONTINUE DO 590 I = 1, NBARIS_BUS DO 590 J = 1, NBARIS_BUS+1 IF(J.GT.NBARIS_BUS)THEN XPV(I) = A_JACOBI(I,J) ENDIF 590 CONTINUE DO 600 I = 1, NBARIS_BUS IF(I.LT.JMLHBUS)THEN J = I+1 DELTA_MAG(J) = XPV(I) ELSE K = I-(JMLHBUS-2) DELTA_SUDUT(K) = XPV(I) WRITE(*,*)I,K,XPV(I),DELTA_SUDUT(K) ENDIF 600 CONTINUE DO 610 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)GOTO 610 V_MAGNITUD(I) = V_MAGNITUD(I) + DELTA_MAG(I) V_SUDUT(I) 610 CONTINUE CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(2,620)ITERASI 620 FORMAT(3X,'WAKTU SELESAI ITERASI KE : ',I4) WRITE(2,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH ITERASI = ITERASI + 1 IF(ITERASI.GT.ITERMAK)GOTO 640 GOTO 380 c BILA SOLUSI GAGAL DICAPAI 640 WRITE(2,650)ITERASI 650 FORMAT(////,T10,'CONVERGENCE NOT OBTAINED IN : ',I4,'ITERATION') GOTO 900 c BILA KONVERGENSI TERCAPAI, PROSEDUR PERHITUNGAN ALIRAN DAYA 660 WRITE(2,670)ITERASI 670 FORMAT(' ',//T6,'NEWTON RAPHSON TECHNIQUES CONVERGEN IN : ' ,I4, + ' ITERATION',/) DO 680 I = 1, JMLHBUS = V_SUDUT(I) + DELTA_SUDUT(I)

196

hmymsc
680 690 700 COMPLX_TEG(I) = CMPLX(V_MAGNITUD(I),V_SUDUT(I)) DO 690 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)K = I DO 700 I = 1, JMLHBUS SUM = SUM + Y_BUS(K,I) * COMPLX_TEG(I) P(K) = REAL(SUM*CONJG(COMPLX_TEG(K))) Q(K) = -AIMAG(SUM*CONJG(COMPLX_TEG(K))) c PERHITUNGAN ALIRAN BEBAN DAN PENULISAN HASIL DO 710 I = 1, JMLHBUS DELT = ATAN2(AIMAG(COMPLX_TEG(I)),REAL(COMPLX_TEG(I))) MAGE = CABS(COMPLX_TEG(I)) 710 WRITE(2,720)I,COMPLX_TEG(I),MAGE,DELT*57.29578,P(I),Q(I) 720 FORMAT(' ',I2,2F10.5,1X,F7.4,2X,F9.5,6X,F10.5,6X,F10.5) SUM = CMPLX(0.0,0.0) WRITE(2,730) 730 FORMAT(' ',//T6,'ALIRAN DAYA PADA MASING-MASING CABANG',/) DO 740 I = 1, JMCABANG NP = BUS_AWAL(I) NQ = BUS_AKHIR(I) S = COMPLX_TEG(NP)*CONJG((COMPLX_TEG(NP)-COMPLX_TEG(NQ))* + + Y_CABANG(I)+COMPLX_TEG(NP)*(Y_CHARGING(I))) R = COMPLX_TEG(NQ)*CONJG((COMPLX_TEG(NQ)-COMPLX_TEG(NP))* Y_CABANG(I)+COMPLX_TEG(NQ)*(Y_CHARGING(I))) SR = SUM + (S - R) WRITE(2,750)NOCABANG(I),NP,NQ,S*MVADASAR 740 WRITE(2,750)NOCABANG(I),NQ,NP,R*MVADASAR 750 760 FORMAT(' ',3I5,5X,F10.5,6X,F10.5) WRITE(2,760)SR FORMAT(' ',//T6,'SUSUT DAYA PADA SALURAN TRANSMISI : ',F9.5,1X,'MW +',F9.5,1X,'MVAR') DO 770 I = 1, JMLHBUS IF(TIPEBUS(I).EQ.1)THEN WRITE(2,780)P(I)*MVADASAR,Q(I)*MVADASAR 770 ENDIF 780 FORMAT(' ',//T6,'DAYA PADA BUS BERAYUN +',F9.5,1X,'MVAR') CALL GETTIM (IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH) WRITE(2,*) 'WAKTU SELESAI SELURUH PERHITUNGAN :' WRITE(2,70)IHR,IMIN,ISEC,I100TH,I1000TH : ',F9.5,1X,'MW

197

PROGRAM

900 WRITE(*,*) 1000 STOP END

198

You might also like