You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

1. Definisi Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut Doenges (2000) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak. Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. 2. Etiologi Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi: Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena

Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005),

yaitu: Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) Ruptur kantung aneurisma Ruptur malformasi arteri dan vena Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak. Septik embolisme, myotik aneurisma Penyakit inflamasi pada arteri dan vena Amiloidosis arteri Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis. Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000): Faktor Resiko Umur Keterangan Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun. Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua. Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65. Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar

keluarga

monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.

Diabetes mellitus

Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.

Penyakit jantung

Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal. Penyakit Arteri koroner :

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi : Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya : Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.

Merokok

Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali penghentian. seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah

Peningkatan hematokrit

Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan

Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi. Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan system pembekuan Hemoglobinop athy Sickle-cell disease : Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria : Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral Penyalahgunaa n obat Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.

subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain. Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar. Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun Diet Konsumsi alkohol :

Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi. Kegemukan :

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya. Penyakit pembuluh darah perifer Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark. Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di a atau homosistinuria Migrain Suku bangsa Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain. Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional dari kelompok lain. Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis. Sirkadian dan faktor musim Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL. 3. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti: 1. Pengaruh terhadap status mental: a. Tidak sadar : 30% - 40% b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar 2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan: a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%) b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%) usia muda adalah 10-16%.

c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%) 3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%) b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena. 4. Daerah arteri serebri posterior a. Nyeri spontan pada kepala b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%) 5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan: a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil) Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: 1. Stroke hemisfer kanan a. Hemiparese sebelah kiri tubuh b. Penilaian buruk c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan 2. Stroke hemisfer kiri a. Mengalami hemiparese kanan b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan d. Disfagia global e. Afasia f. Mudah frustasi 4. Komplikasi Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010). 5. Patofisiologi Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007). Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007). Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2007). Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007). Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007): Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).

Hipertensi/ terjadi perdarahan aneurisma Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak Vasospasme arteri Menyebar ke hemisfer otak Perdarahan serebri Hipertensi/ terjadi perdarahan

TIK

Nyeri

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia anoksia Metabolisme anaerob Metabolit asam Acidosis lokal Pompa Na+ gagal Nekrosis jaringan dan edema Aktifitas elektrolit terhenti Pompa Na+ dan Ka+ gagal Na+ dan H2O masuk ke sel Edema intrasel Edema Ekstrasel Perfusi jaringan serebral

Kematian progresif sel otak (defisit fungsi otak)

Lesi Korteks

Lesi di Kapsul

Lesi batang otak

Lesi di Med. Spinalis Lesi upper & lower motor neuron Gangguan eliminasi urin Defisit perawatan diri Gangguan mobilisasi Tirah baring lama

Gangguan bicara/penglihatan,

Kerusakan Nerves IXII Nekrosis jaringan dan edema Kesulitan mengunyah & menelan, refleks batuk

Gangguan persepsi sensori Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Resiko ketidakefektifan jalan nafas Resiko gangguan integritas kulit 6. Penatalaksanaan Medis

a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus: a) Konsensus amerika : 6 jam b) Konsensus eropa: 1,5 jam c) Konsensus asia: 12 jam Prinsip pengobatan pada therapeutic window: a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik. b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi. b. Terapi umum Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut : a) Menstabilkan tanda tanda vital (1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena) (2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.

b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam. d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : (1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam (2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki) c. Terapi khusus Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA. a) Pentoxifilin Mempunyai 3 cara kerja: Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus Meningkatkan deformalitas eritrosit Memperbaiki sirkulasi intraselebral b) Neuroprotektan (1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen (2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak (3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan d. Pengobatan konservatif Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,

tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri. e. Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan. 7. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah : 1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark 3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu. 5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi. 6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik. 7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral. 8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

(Dewanto, 2009) 8. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian a) Identitas Klien Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll. b) Riwayat Kesehatan (1) Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas. (2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak. (3) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung. (4) Riwayat Psikososial

Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas. c) Pemeriksaan Fisik (1) Rambut dan hygiene kepala (2) Mata:buta,kehilangan daya lihat (3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan (4) Leher, (5) Dada I: simetris ki-ka P: premitus P: sonor A: ronchi (6) Abdomen I: perut acites P :hepart dan lien tidak teraba P :Thympani A :Bising usus (+) (7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria (8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan. d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis (1) Tingkat Kesadaran i. Kualitatif Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan. CMC dasar akan diri dan punya orientasi penuh APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal aktifitas psikomotor gaduh gelisah SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mw tidur diransang bangun lalu tidur kembali KOMA kesadaran yang hilang sama sekali ii. Kuantitatif

Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) Respon membuka mata ( E = Eye ) o Spontan (4) o Dengan perintah (3) o Dengan nyeri (2) o Tidak berespon (1) Respon Verbal ( V= Verbal ) o Berorientasi (5) o Bicara membingungkan (4) o Kata-kata tidak tepat (3) o Suara tidak dapat dimengerti (2) o Tidak ada respons (1) Respon Motorik (M= Motorik ) o Dengan perintah (6) o Melokalisasi nyeri (5) o Menarik area yang nyeri (4) o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3) o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2) o Tidak berespon (1) (2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis i. Test nervus I (Olfactory) Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan. ii. Test nervus II ( Optikus) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut. iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar. Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus. Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok. iv. Test nervus V (Trigeminus) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah. Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral. Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter. v. Test nervus VII (Facialis) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat. Otonom, lakrimasi dan salvias Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya. vi. Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris : Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.

Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak. vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak. viii. Test nervus XI (Accessorius) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius. ix. Nervus XII (Hypoglosus) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi) Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan. (3) Menilai Kekuatan Otot Kaji cara berjalan dan keseimbangan Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh kaki i. Periksa tonus otot dan kekuatan Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5 0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total 1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi. 2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi 3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa 4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang 5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal (4) Pemeriksaan reflek

Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 4 0 = tidak ada respon 1 = Berkurang (+) 2 = Normal (++) 3 = Lebih dari normal (+++) 4 = Hiperaktif (++++) i. Reflek Fisiologis Reflek Tendon o Reflek patella Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut. o Reflek Bisep Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi. o Reflek trisep Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot otot bahu. o Reflek Achiles Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

o Reflek Superfisial Reflek kulit perut Reflek kremeaster Reflek kornea Reflek bulbokavernosus Reflek plantar Reflek Patologis o Babinski Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki. Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski: Cara chaddock Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya. Cara Gordon Memencet ( mencubit) otot betis Cara Oppenheim Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut kebawah (distal) Cara Gonda Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian

melepaskannya sekonyong koyong. e) Rangsangan Meningeal Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan : (1) Kaku kuduk Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)

(2) Tanda Brudzunsky I Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+) (3) Tanda Brudzinsky II Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. (4) Tanda kerniq Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. (5) Test lasegue Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus. f) Data Penunjang (1) Laboratorium Hematologi Kimia klinik (2) Radiologi CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

b. Diagnosa keperawatan 1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol 2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak 3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik 4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak 5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik 6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer c. Rencana keperawatan

No 1.

Diagnosa Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

Tujuan/KH Intervensi NOC : NIC : Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan normal Mobilitas sendi o Jelaskan pada dipertahankan. klien&kelg tujuan Setelah dilakukan latihan pergerakan tindakan sendi. keperawatan 5x24 o Monitor lokasi dan jam ketidaknyamanan KH: selama latihan o Sendi tidak o Gunakan pakaian kaku yang longgar o Tidak terjadi o Kaji kemampuan atropi otot klien terhadap pergerakan o Encourage ROM aktif o Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga. o Ubah posisi klien tiap 2 jam. o Kaji perkembangan/kema juan latihan 2. Self care Assistance o Monitor kemandirian klien o bantu perawatan diri klien dalam hal: makan,mandi, toileting. o Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien.

Rasional Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi

Ketidakmampuan fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri seharihari dan dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga

2.

o NOC: perfusi NIC : Perawatan sirkulasi Perfusi jaringan jaringan Peningkatan perfusi cerebral. cerebral jaringan otak Setelah tidak efektif dilakukan b.d Aktifitas : tindakan 1. Monitor status perdarahan keperawatan neurologik otak, oedem selama 5 x 24 2. monitor status jam perfusi respitasi jaringan 3. monitor bunyi jantung adekuat dengan 4. letakkan kepala indikator : dengan posisi agak o Perfusi ditinggikan dan dalam jaringan yang posisi netral adekuat 5. kelola obat sesuai didasarkan order pada tekanan 6. berikan Oksigen nadi perifer, sesuai indikasi kehangatan kulit, urine output yang adekuat dan tidak ada gangguan pada respirasi

1. mengetahui kecenderungan tk kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan kerusakan SSP 2. Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan/peningkata n TIK 3. Bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak. 4. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase & meningkatkan sirkulasi 5. Pencegahan/pengobat an penurunan TIK 6. Menurunkan hipoksia 1.Onset infeksi dengan system imun diaktivasi & tanda infeksi muncul 2.Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda & sering merupakan satu-satunya tanda 3.Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat 4.Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien & pemeriksaan fisik utk memberikan

3.

Resiko infeksi b.d penurunan pertahan primer

NOC : Risk Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien tidak mengalami infeksi KH: o Klien bebas dari tandatanda infeksi o Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi

NIC : Cegah infeksi 1. Mengobservasi & melaporkan tanda & gejala infeksi, seperti kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan 2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C 3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu 4. Catat dan laporkan nilai laboratorium 5. Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi

yang tepat pada setiap perubahan 6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun

pandangan menyeluruh 5.Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme 6.Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein 1. Dengan menggunakan intervensi langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien 2. Posisi duduk membantu proses menelan dan mencegah aspirasi 3. Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri 4. Untuk meningkatkan nafsu makan 1. Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi resiko gatal-gatal 2. Menandakan gejala awal lajutan kerusakan integritas kulit 3. Area yang tertekan biasanya sirkulasinya kurang optimal shg menjadi pencetus lecet 4. Memperlancar sirkulasi 5. Status nutrisi baik

4.

Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik

5.

NOC : Self Care Assistance( mandi, berpakaian, makan, toileting. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri KH: -Klien terbebas dari bau, dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri Resiko NOC: kerusakan mempertahankan intagritas integritas kulit kulit b.d Setelah dilakukan faktor perawatan 5 x 24 mekanik jam integritas kulit tetap adekuat dengan indikator : Tidak terjadi kerusakan kulit ditandai dengan tidak adanya kemerahan, luka dekubitus

NIC : Self Care 1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan. 2. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah makan 3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian 4. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering

NIC: Berikan manajemen tekanan 1. Lakukan penggantian alat tenun setiap hari dan tempatkan kasur yang sesuai 2. Monitor kulit adanya area kemerahan/pecah2 3. monitor area yang tertekan 4. berikan masage pada punggung/daerah yang tertekan serta berikan pelembab pad area yang pecah2 5. monitor status nutrisi

dapat membantu mencegah keruakan integritas kulit. 6 Kurang pengetahua n b.d kurang mengakses informasi kesehatan NOC : Pengetahuan klien meningkat KH: -Klien dan keluarga memahami tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan NIC : Pendidikan kesehatan 1. Mengkaji kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar 2. Mengkaji pengetahuan dan ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit dan pengaruhnya terhadap keinginan belajar 3. Berikan materi yang paling penting pada klien 4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama dan perhatikan kemampuan klien untuk belajar dan mendukung perubahan perilaku yang diperlukan 5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien 6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi dan menyebutkan kembali materi yang diajarkan Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:EGC Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview] Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007. Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York. Thieme Stuttgart. Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa: Widyawati dkk. Jakarta:EGC

You might also like