Professional Documents
Culture Documents
Bab 1 PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas , dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama ( KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah).1,2,3 Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.1,2 Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi,dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yg bukan ahli sehingga diagnosis sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) semakin buruk. Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 1
2.1
DEFINISI Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.2 Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring).2
2.2.
EPIDEMIOLOGI dan ETIOLOGI Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7
kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 2002. Di RSCMJakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979). ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya.1,3 Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan biologi dari penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh UICC (International Union against Cancer) dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964, dan dari
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 2
Dalam
pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari
meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara dan timur tengah 1,4,5 Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, ;uncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya 5 Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 3
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 5
2.3.
ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARING Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Batas-
batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring.4 Batas nasofaring: Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum. Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. Posterior : - vertebra cervicalis I dan II Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 6
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 7
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu. Struktur penting yang ada di Nasopharing
1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva 2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 8
dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan.
6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi
Karsinoma Nasofaring.
7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 9
Gambar 3 Nasofaring
Fungsi nasofaring : Sebagai jalan udara pada respirasi Jalan udara ke tuba eustachii Resonator Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
2.4. HISTOLOGI Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia repiratory type. Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosa mengalami invaginasi membentuk kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 10
Gambar 4 Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]. Available from: http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502)
2.5.
GEJALA DAN TANDA KARSINOMA NASOFARING Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring
termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena1,2. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 11
nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring6,17. Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher 5,6,17. Tumor yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan intrakranial6,17. Metastasis sel-sel
tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkantimbulnya pembesaran kelenjar getah
bening bagian samping ( limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien6,17.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 12
2. Gejala Hidung
Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah tersebut pecah.
Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.
3. Gejala Mata
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 13
4. Tumor sign : Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
5. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis. Gejalanya antara lain : Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang. Kesukaran pada waktu menelan Afoni Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: o Lidah o Palatum o Faring atau laring
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 14
M. trapezeus 14,15
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut Trotters Triad.
2.6.
PATOFISIOLOGI KARSINOMA NASOFARING Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal
dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya. Penyebaran KNF dapat berupa :
1.
Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior ( n.I n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII beserta nervus
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 15
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 16
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 17
Distant Metastis
Hemmorhage in Nasopharynx
Infection in Nasopharynx
Neurological Symptoms
Other Symptoms s
Neurological Symptoms
Other Symptoms s
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 19
2.6.1
Virus Epstein-Barr Group Family Subfamily Genus Species : : : : : Grup I (dsDNA) Herpesviridae Gammaherpesvirinae Lymphocryptovirus Human Herpes Virus 4 (HHV-4)
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 20
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 21
2.6.2 Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen. Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring. Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 22
2.7
DIAGNOSIS Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,
protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor: 2.7.1. Anamnesis / pemeriksaan fisik Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)
2.7.1.1
Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi15. Jika ditemukan tumor berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus, berrnodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring sehingga harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan sitologi. 2.7.1.2 Gejala Klinis
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 23
Gejala Massa terlihat pada Nasofaring Gejala khas di hidung Gejala khas pendengaran Sakit kepala unilateral atau bilateral Gangguan neurologik saraf kranial Eksoftalmus Limfadenopati leher
Nilai 25 15 15 5 5 5 25
Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.17
2.7.1.3 Biopsi nasofaring Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 24
Sitologi dan Histopatologi Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing
squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge atau keduanya. (2) Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel yang jelas (pavement cell pattern). (3) Undifferentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit.
1,2,3,4
membagi karsinoma nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell carcinoma, Non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated dan undifferentiated dan Basaloid Carcinoma. 1, 18 Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.18
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 25
Squamous Cell Carcinoma Inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih "spindel" dan lebih memanjang dengan khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas dalam derajat khromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan nukleolus adalah inti lebih kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratinisasi tidak terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal lesi tersebut sebagai squamous cell carcinoma. 19
Gambar carcinoma
Cytology indicating
smear
showing in the
clusters lymph
of
keratinizing (MGG
squamous X 400)
metastasis
node.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 26
Gambar 8 Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated, dengan latar belakang limfosit. Tampak sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen (Dikutip dari: Orell, SR, Philips,J. Fine-Needle Aspiration Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005).
2.7.1.4.2
Histopatologi
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya5,13. Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi2,6. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 27
Gambar 9 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Gambar 10 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 28
Gambar 11 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Undifferentiated Carcinoma Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular, dijumpai anak inti. Selsel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih6. Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang)2,12.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 29
Gambar 12 Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang padat ( Regaud type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Gambar 13 Undifferentiated Carcinoma terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus (Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 30
Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara karsinoma nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophil. Inti dari malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, khromatin kasar dan anak inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang undifferentiated memiliki sel-sel dengan bentuk oval atau spindle. 19,20 Basaloid Squamous Cell Carcinoma Bentuk mikroskopis lain yang jarang dijumpai adalah basaloid squamous cell carcinoma5,12. Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel squamous. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkhromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas. 19,20
Gambar 14 Basaloid Squamous Cell Carcinoma pada nasofaring.Sel-sel basaloid menunjukkan festoonin growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 31
2.7.1.4.3
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic yang penting. Dapat dilakukan foto polos, CT Scan ataupun MRI. Saat ini untuk mendiagnosa secara pasti C.T Scan dan MRI merupakan suatu modalitas utama. Melalui C.T Scan dan MRI dapat dilihat secara jelas ada tidaknya massa dan sejauh apa penyebaran massa tersebut, hingga dapat membantu dalam menentukan stadium dan jenis terapi yang akan dilakukan. Tujuan utama pemeriksaan radiologik tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah nasofaring Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.12,21
Fig. 1.-Example of early nasopharyngeal carcinoma. There is blunting of left fossa of Rosenmuller and enlargement of levator palatini muscle. Although there is asymmetry of superficial mucosal contours of nasopharynx, the changes can be quite subtle
Fig. 2.-Tumor has spread through pharyngobasilar fascia to involve parapharyngeal fat space. Note that normal fat density of this space is partly obliterated and that there is obvious asymmetry of the fossa of Rosenmuller.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 32
Pemeriksaan neurologis.
tengkorak melalui beberapa foramen, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.14,20 4 Pemeriksaan serologi. Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160. 14,20 hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan,
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 33
2.8
DIAGNOSIS BANDING
1.
Hiperplasia adenoid Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada anak-anak
hyperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seperti tampak pada karsinoma. 12,14
2.
Angiofibroma juvenilis Biasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilarisyang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vaskular maka arteriografi karotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.14,18
3.
Tumor sinus sphenooidalis Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya
tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk pemeriksaan pertama.14,18,19
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 34
4.
Neurofibroma Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga
menyerupai keganasan dinding lateral nasofaring. Secara C.T. Scan, pendesakan ruang para faring ke arah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini dengan KNF.14,19
5.
Tumor kelenjar parotis Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak
dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.12,14,18,19
6.
Chordoma Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat
KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar cervikal bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperlihatkan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.12,14,19
7.
Meningioma basis kranii Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambarannya kadang-kadang
meyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikan zat
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 35
2.9.
STADIUM Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union
Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut : T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. T0 : Tidak tampak tumor T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah melekat pada jaringan sekitar. M = Metastase, menggambarkan metastase jauh M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13 Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV : T1 N0 M0 : T2 N0 M0 : T3 N0 M0 T1,T2,T3 N1 M0 : T4 N0,N1 M0
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 36
keduanya).12,13,14,16
2.10.
PROGNOSIS
Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel skuamosa) memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini terjadi karena pada karsinoma nasofaring tipe 1, mestastasis lebih mudah terjadi. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti : 2.11. Stadium yang lebih lanjut. Usia lebih dari 40 tahun Laki-laki dari pada perempuan Ras Cina dari pada ras kulit putih Adanya pembesaran kelenjar leher Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak Adanya metastasis jauh12,16 KOMPLIKASI
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 37
2. Retroparidean sindrom Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala : N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan saliva N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum mole N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 38
Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.20
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paruparu dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. 11,12,17
2.12. PENATALAKSANAAN
2.12.1.
Radioterapi Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi. Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif. Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac). Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi : 1. Rantai ganda DNA pecah 2. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA 3. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel. Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih rendah dari sel-sel normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel normal. Sel-sel yang masih tahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dari
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 39
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya / potensi penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getah bening regional.3,12
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 41
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 43
1.
Sumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. Besar energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari : a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi b. Jarak antara sumber energi dan tumor c. Kepadatan massa tumor. Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad per kali, dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi istirahat 1-2 minggu untuk pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu.22 2. Radiasi Interna / Brachiterapi
Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di dalam rongga tubuh. Ada beberapa jenis radiasi interna : a. Interstitial Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya jarum radium atau jarum irridium. b. Intracavitair Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan : - After loading Suatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke tempat tumor. Setelah aplikator letaknya tepat, baru dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator itu. - Instalasi Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misal : pleura atau peritoneum. 3. Intravena
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 44
1. Radiasi Kuratif Diberikan kepada semua tingkatan penyakit, kecuali pada penderita dengan metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah tumor primer, KGB leher dan supra klavikular. Dosis total radiasi yang diberikan adalah 6600-7000 rad dengan fraksi 200 rad, 5 x pemberian per minggu. Setelah dosis 4000 rad medulla spinalis di blok dan setelah 5000 rad lapangan penyinaran supraklavikular dikeluarkan.22 2. Radiasi Paliatif Diberikan untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal. Dosis radiasi untuk metastasis tulang 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5 x per minggu. Untuk kekambuhan lokal, lapangan radiasi terbatas pada daerah kambuh.22 Bagian Radiologi FK UI / RSCM memberikan dosis per fraksi 200 cGy yang diberikan 5 x dalam seminggu untuk tumor primer maupun kelenjar. Setelah dosis mencapai 4000 cGy penderita mendapat istirahat selama 2-3 minggu, pada akhir istirahat dilakukan penilaian respon terhadap tumor untuk kemungkinan mengecilkan lapangan radiasi dan penilaian ada tidaknya metastasis jauh yang manifes. Setelah itu radiasi dilanjutkan 10-13 x 200 cGy lagi untuk tumor primer sehingga dosis total adalah 6000-6600 cGy. Bila tidak didapatkan pembesaran kelenjar regional maka radiasi efektif pada kelenjar leher dan supraklavikular cukup sampai 4000 cGy.22 Di bagian Radiologi FK USU / RS.Dr. Pirngadi Medan, radiasi diberikan secara bertahap dengan dosis 200 cGy dosis tumor 5 x per minggu untuk tumor primer dan KGB leher sampai mencapai dosis total 6000 cGy, dengan menggunakan pesawat megavoltage dan menggunakan radioisotop Cobalt60.22
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 45
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO : - Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar. - Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih. - No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap. - Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih. 2.12.1.7 Komplikasi radioterapi
a) Komplikasi dini Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti : -
Xerostomia - Mual-muntah Mukositis (nyeri telan, mulut kering, dan hilangnya cita rasa) kadang diperparah dengan infeksi jamur pada mukosa lidah dan palatum Anoreksia Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi kelenjar parotis yang terkena radiasi) Eritema
b) Komplikasi lanjut Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti : Kontraktur Penurunan pendengaran Gangguan pertumbuhan
Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin maka sebelum dan selama pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan informasi kepada pasien mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar. Untuk mengurangi keluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang mengandung adstringens, misalnya
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 46
2.12.2.1
Indikasi Kemoterapi
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata : -
kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis. pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan metastasis jauh). 15,18,23 2.12.2.2 Kemoterapi berdasarkan waktu pemberiannya
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi menjadi 1. neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi) 2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan bersamaan dengan penyinaran atau operasi) 3. post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau radiasi )14,16,23
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 47
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker23 Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi.23 Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi.22,23 2.12.2.4 Manfaat Kemoradioterapi
Manfaat pemberian keoterapi adjuvan antara lain : 1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia. 2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
3. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 48
2.12.2.5
Kelemahan Kemoradioterapi
Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis, leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat fatal. 22,23 Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 49
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain. 2.12.4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi, yaitu dengan mengambil sampel darah tepi dari penderita, yang kemudian melalui suatu proses imunohistokimia, dibuat suatu vaksin yang kemudian diinjeksikan kembali ke tubuh pasien di mana diharapkan melalui injeksi vaksin tersebut, tubuh akan memberikan reaksi imunitas baru terhadap EBV. Namun teknik ini masih dalam pen elitian sehingga belum dapat digunakan dalam terapi kanker nasofaring. 2.13. PENCEGAHAN Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 50
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 51
3.2 SARAN
Deteksi awal yang cermat terhadap gejala karsinoma nasofaring sangatlah diperlukan walaupun sulit, karena seringkalai penderita KNF terdeteksi pada stadium lanjut.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 52
April 2010 datang dengan keluhan sebagai berikut : 1. Diplopia 2. Telinga kanan pendengaran menurun 3. Sering kesemutan pada daerah wajah Gejala sudah berlangsung lebih dari 1 bulan. Dilakukan pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan tes Rinne dan tes Webber. Didapatkan hasil sebagai berikut : Tes Rinne ( + ) Tes Webber didapatkan lateralisasi ke arah telinga kanan.
Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi ( CT Scan) dengan dan tanpa kontras, hasilnya dilaporkan sebagai berikut: Tampak masa di parapharyngeal space kanan yang menonjol ke mukosa dinding lateral kanan nasofaring ( berdiameter +/- 2 cm). Masa tersebut mengobliterasi tuba eustachius kanan, dan selanjutnya tampak mastoiditis kanan. Fossa Rossenmulleri dan Torus Tubarius kanan terdistorsi ringan Tidak tampak infiltrasi masa ke intrakranial Parasellar dan daerah fossa media baik Choana dan Cavum Nasi baik, dinding-dinding sinus paranasal baik
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 53
Kesan:
-
Tampak masa di parapharyngeal space kanan yang menonjol ke submukosa dinding lateral kanan nasofaring curiga limfoma
Masa tersebut mengobliterasi tuba eustachius kanan dan selanjutnya tampak mastoiditis kanan
Tampak pembesaran kelenjar getah bening leher kanan atas (+/- 2 cm)
Diagnosa: Karsinoma Nasofaring, kemungkinan berasal dari fossa Rossenmuller dan menyebar ke daerah kranial. Pasien menjalani kemoradioterapi di Malaysia, dan hasil kemoradioterapi cukup baik. Namun didapatkan efek samping sebagai berikut: Sulit menelan Telinga kanan kadang terasa sakit Penurunan berat badan drastis Sering kali lemas dan mual
Hasil foto tidak didapatkan, karena pasien berobat di Malaysia, dan hasil CT Scan tidak ada di Siloam Hospital Lippo Village.
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 54
[Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT periode 23 Agustus 2010 25 September 2010] Page 55