You are on page 1of 8

dalam Air Sungai di Lingkungan Persawahan dan Perkebunan OPINI | 19 January 2011 | 14:20 Dibaca: 608 Komentar: 0 Nihil

Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industry pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfatorganis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat untuk pertumbuhannya. Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah, seperti pada air alam (< 0,01 mg P/L),pertumbuhan dan ganggang akan terhalang. Keadaan ini disebut oligotrop. Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (keadaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan. Nitrogen dalam air dapat berada dalam berbagai bentuk : nitrit, nitrat, amonia atau N yang terikat oleh bahan organik atau anorganik. Nitrit dan nitrat merupakan bentuk nitrogen teroksidasi dengan tingkat oksidasi +3 dan +5. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara ammonia dan nitrat yang dapat terjadi dalam air sungai, sistem drainase, instalasi air buangan dan sebagainya. Sedangkan nitrat adalah bentuk senyawa yang stabil dan keberadaannya berasal dari buangan pertanian, pupuk, kotoran hewan dan manusia dan sebagainya. Keberadaan nitrit dalam jumlah tertentu dapat membahayakan kesehatan karena dapat bereaksi dengan haemoglobin dalam darah, hingga darah tidak dapat mengangkut oksigen lagi. Sedangkan nitrat pada konsentrasi tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas, sehingga air kekurangan oksigen terlarutyang bisa menyebabkan kematian ikan. Keberadaan senyawa fosfat dan N total dalam air dapat dipakai sebagai indikator untuk mengetahui seberapa besar kehilangan pupuk terutama pupuk buatan seperti urea dan pupuk TSP pada tanah persawahan dan perkebunan, maka dalam tulisan ini dikaji perbedaan kandungan fosfat dan N total dalam lingkungan perairan Sungai Motakan dan Sungai Rembangan yang diakibatkan oleh cara penggunaan tanah yang berbeda yaitu antara tanah persawahan dengan tanah perkebunan. Dua fenomena yang bertentangan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara sungai Rembangan dan Motakan dalam hal kadar P dan N total, karena terjadinya perubahan kadar N dan P total berlangsung secara periodik dan dalam satu periode waktu yang sama pola gelombang perubahan kadar tersebut tidak selalu berimpit diantara dua sungai tersebut. Suatu saat kadarnya lebih tinggi di Rembangan dan pada saat yang lain kadarnya justru lebih rendah di Rembangan dari pada di Motakan. Sehingga secara total dalam waktu yang cukup panjang (misalnya 6 bulan), kadar N dan P diantara dua sungai

tersebut nyaris tidak berbeda_ Akan tetapi bila ditelusuri waktu demi waktu maka jelas terdapat perbedaan diantara kedua sungai tersebut, terutama untuk kandungan N total yang menunjukkan adanya pola perubahan yang berlawanan antara Rembangan dan Motakan. Pada pengambilan pertama tidak terdapat perbedaan yang berarti, apalagi pada pengambilan kedua yang nyaris sama, namun untuk pengambilan ke tiga dan seterusnya terjadi pola yang sangat berlawanan, pada saat kadar N di Rembangan tinggi, kadarnya di Motakan sangat rendah, demikian juga sebaliknya. Untuk kandungan P total walaupun menunjukkan pola perubahan yang sama namun pada beberapa titik pengambilan terdapat perbedaan yang cukup berarti, yaitu pada pengambilan kedua dan kelima. Adanya pola perbedaan kandungan P dan N di dua sungai tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain : jenis tanah, buangan yang masuk ke badan sungai, pola penggunaan lahan, pemupukan dan sebagainya. Cara pemupukan yang diterapkan pada daerah pertanian/persawahan berbeda dengan cara pemupukan di daerah perkebunan. Pada daerah pertanian , pemupukan biasanya dilakukan dengan cara disebar dan dosis yang diberikan relatif tinggi. Sedangkan pemupukan di daerah perkebunan biasanya menggunakan cara ditanam dalam lubang atau ditanam diantara larikan (Suriatna, 1992). Daerah pertanian menggunakan sistem irigasi dan drainage, yang bertujuan untuk mengatur suhu dan kesetimbangan jumlah bahan organic (Siregar,1986). Berdasarkan hal ini, jumlah pupuk yang kemungkinan hilang atau hanyut dibawa air lebih mudah terjadi didaerah persawahan, sesuai dengan data yang diperoleh dalam penelitian ini. Kadar N total dan P total yang ditemukan di sungai Motakan relatif lebih besar dibandingkan dengan kadar N total dan P total yang ditemukan di sungai Rembangan. Dalam penelitian ini juga diperoleh bahwa kadar N total relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kadar P total, walaupun ada beberapa data yang sama atau berlawanan. Hal ini dapat terjadi mengingat jumlah pupuk yang mengandung N lebih banyak digunakan dibandingkan jumlah pupuk yang mengandung P, perbandingannya adalah 2 : 1 ( Mulyani, 1992). Selain itu, senyawa N lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan senyawaP. Phosphor mudah membentuk ikatan dengan logam-logam atau kation pada tanah sehingga mengendap. Logamlogam tersebut, dapat berupa Al 3 +, Ca 2 + dan Fe 3 + (Kusuma,1991). KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Apabila ditinjau secara keseluruhan pada analisis variansi dengan a = 0,05 , tidak ada perbedaan kadar N dan P total yang nyata antara sungai Rembangan dan Motakan. Namun, apabila ditinjau pada setiap pengambilan sampel, ada beberapa perbedaan yang nyata. 2. Pola perubahan N total di sungai Rembangan dan Motakan menunjukkan pola yang berlawanan, sedangkan pola perubahan P totalnya menunjukkan pola yang sama.

3. Trend perubahan N dan P total di sungai Rembangan menunjukkan pola yang berlawanan, sedangkan trend perubahan N dan P total di sungai Motakan menunjukkan pola yang hampir sama. DAFTAR PUSTAKA Kusuma. T.S.. 1991. Kimia dan Lingkungan. Universitas Andalas. Padang. Manahan, SE.. 1979. Enviromental Chemistry.3rd Ed.. Willard Grant Press. Massachusetts. Mulyani. S. M.. 1992. Analisa Tanah, Air, dan Jaringan Tanaman. edisi 2. Rineka Cipta. Jakarta. Siregar. H.,1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Bogor. Suriatna. S.. 1992. Pupuk dan Pemupukan. PT. Melton Putra. Jakarta. Wisnu Arya. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset Yogyakarta

Kadar Besi Air Sungai di Banjarmasin Masih Diambang Batas [] PDAM Terpaksa Tambah Cost Produksi Banjarmasin, KP Menyusul tingginya kadar besi (FE) di air sungai dari lokasi pengujian sampel yang diambil dari enam titik lokasi di sungai yang berbeda ternyata sungai masih diambang batas tersebut akhirnya juga harus meninggikan cost air pengolahan air bersih dari PDAM Bandarmasih. Bahkan tim gabungan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Banjarmasin dan BLHD Provinsi Kalsel, Dinas Kesehatan, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Drainase, serta PDAM Bandarmasih, juga membenarkan kalau hasil ujian sampel air sungai di enam titik lokasi di sungai yang berbeda ternyata sungai tersebut kader besinya masih tinggi diabang batas. Keenam lokasi sungai yang kadar besinya (FE) masih diambang batas tersebut masing-masing, meliputi Sungai yang berdekatan dengan Perusahaan Karet Wijaya Triutama Plowood yang mencapai 1,4157MG/L, Sungai Allalak 0,4547 MG/L,dan Sungai Barito 1,2917 MG/L dan Sungai Banua Hayar 0,6694 MG/L, dan Sungai Tabuk 0,3911 MG/Lserta Sungai Rangas Martapura yang kader besinya 0,8023 MG/L. Padahal stndar baku mutu air Sungai maksimum yang bisa diolah air bersih untuk konsumsi PAM Bandarmasih maksimal 0,3 Mg/L, sehingga dengan makin tingginya kader besi tersebut tentu saja PDAM yang mengambil air baku di Sungai Tabuk tentunya harus mengeluarkan cost yang cukup tinggi.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Banjarmasin, drh H Rusmin Ardalewa dalam jumper pers dengan {[wartawan}}, mengatakan, meski kadar besi yang terkandung pada air di Sungai Tabuk sudah melebihi ambang batas, namun air tersebut masih bisa untuk diolah sebagai air baku PDAM. Terus terang memang untuk mengolah air sungai yang sudah tinggi kadar besinya ini, memang PDAM harus mengeluarkan extra biaya dan tenaga, supaya bisa dikonsumsi. Namun sampai sejauh ini masih dalam kondisi aman, ujar Rusmin, yang didampingi perwakilan BLHD Provinsi Kalsel, Dinkes Kota Banjarmasin, Dinas Pengelolaan sumberdayaair dan Drainase, serta jajaran Direksi PDAM Bandarmasih, di ruang pertemuan Kantor PDAM Bandarmasih, Senin (1/8). Dikatakannya, salah satu penyebab terjadinya tingkat kadar besi yang begitu tinggi di sungai Barito dan beberapa sungai yang diuji lainnya adalah, banyaknya galian C atau penambangan batu-batu yang dilakukan ditambah oleh turbelensi air yang menyebabkan endapan naik kepermukaan air sungai, sehingga, mempengaruhi terhadap kualitas air sungai dan membahayakan jika dikonsumsi langsung oleh manusia (tanpa diolah/dimasak). Bahkan, ujar Rusmin dari pemeriksaan di enam titik yang dilakukan, kadar besi di sungai WTUP mencapai 1.4157, sungai Alalak 0.4547, sungai Barito 1.2917, sungai Banua Anyar 0.6694, sungai Tabuk 0.3911, sedangkan sungai Rangas Martapura 0.8023. Hal itu menunjukkan, telah cukup tingginya kadar besi yang terkandung dalam air sungai saat inim ditambah lagi beberapa pencemaran lainnya seperti Air Raksa (Hg), Arsen (As), Nitrat (NO3-N), BOD5. COD, Detergen dan Fenol. Memang hasil itu kami dapatkan dari hasil pemgambilan sampel di enam titik pada tanggal 26 Mei 2011 belum lama ini,katanya. Khusus menanggapi hal tersebut, Manager Produksi PDAM Bandarmasih Ir Goklas Sinaga, mengatakan air yang sudah diolah PDAM Bandarmasih, dapat dipastikan aman untuk dikonsumsi. Sebab dari hasil pengujian yang diambil langsung dari air hasil distribusi dirumah pelanggan PDAM, seluruhnya menunjukkan hasil yang sangat baik dan kandungan besi yang selama ini dikhawatirkan berada dibawah ambang batas. Jadi air yang kita uji tersebut merupakan air yang sudah ada dirumah pelanggan, bukan air yang berada dipengolahan kami, ungkap Goglas. Direktur Utama PDAM Bandarmasih, Ir H Muslih mengingatkan, ditengah kondisi pencemaran air sungai yang terjadi saat ini, ada baiknya masyarakat bisa mengkonsumsi air bersih yang sudah diolah oleh PDAM, sehingga, kebersihan dan kesehatan dari air yang dikonsumsi, bisa terjamin. Saya tetap berharap kerjasama dan dukungan semua pihak karena jangan sampai pencemaran air sungai terus bertambah, karenanya perlu mendapat perhatian kita semua, untuk terus menjaga dan meningkatkan kebersihan sungai agar tidak tercemar, demikian harap Direktur Utama PDAM Ir H Muslih.(vin)

Banjarmasin (ANTARA News) - Kondisi air sungai di Kalimantan Selatan yang tercemar berbagai logam berat dan sampah rumah tangga menjadi salah satu pemicu timbulnya penyakit autis, gangguan saraf, dan ginjal. Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Ninuk Murtini di Banjarmasin, Selasa, mengatakan dari hasil pemeriksanaan kondisi air sungai beberapa titik hasilnya sebagian besar air sungai tercemar dengan rata-rata kandungannya di atas ambang batas. Pencemaran sungai tersebut antara lain, untuk kandungan mangan atau Mn seharusnya hanya 0,1 miligram tapi berdasarkan hasil penelitian di Sungai Barito pada April 2012 telah mencapai 0,3135 miligram atau jauh di atas ambang batas. Titik terparah berada di Sungai Barito di sekitar Pasar Gampa Marabahan Kabupaten Barito Kuala, selain itu di Hilir Pulau Kaget mencapai 0,2097 miligram dan Hulu Kuripan atau di sekitar kantor Bupati Barito Kuala mencapai 0.2029 miligram. Menurut Ninuk pemeriksanaan tidak hanya dilakukan di Sungai Barito tetapi di sungai lainnya dengan total pengambilan sampel sebanyak 29 titik yaitu enam titik di sungai Barito, enam titik sungai Martapura dan tujuh titik di Sungai Negara. "Hasil dari 29 titik yang kita ambil Mn-nya berada di atas ambang batas," katanya. Tingginya kandungan mangan dalam air yang disebabkan aktivitas pertambangan dan alam tersebut, bila tidak dilakukan pengolahan dengan baik sebelum dikonsumsi bisa menimbulkan berbagai penyakit tersebut. Ciri air yang mengandung mangan cukup tinggi antara lain rasanya anyir dan berbau, serta akan menimbulkan noda-noda kuning kecoklatan pada peralatan dan pakaian yang dicuci. Meskipun ion kalsium, ion magnesium, ion besi dan ion mangan diperlukan oleh tubuh namun air yang banyak mengandung ion-ion tersebut tidak baik untuk dikonsumsi, karena dalam jangka panjang akan menimbulkan kerusakan pada ginjal, dan hati. "Tubuh kita hanya memerlukan ion-ion tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit sedikit sekali. Kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi, mangan dan magnesium merupakan zat yang membantu kerja enzim, besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah," katanya.

Bukan hanya Mangan, hampir semua ion dalam air sungai Kalsel termasuk ecoli atau tcoliforma juga melampaui ambang batas sangat tinggi, seperti ecoli yang di antaranya berasal dari tinja manusia, seharusnya hanya 100 miligram kini mencapai maksimal 5.800 miligram. Kondisi tersebut, menyebabkan penyakit diare, muntaber dan berbagai penyakit lainnya, yang biasanya akan terlihat dalam waktu cepat. Sedangkan penyakit ginjal atau saraf baru bisa terdeteksi selama sepuluh tahun."Namun untuk air PDAM biasanya sudah dilakukan pengolahan jadi layak dikonsumsi, hanya saja biaya pengolahannya jauh lebih mahal," katanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik sungai adalah : 1. Debit Sungai (volume air) Debit sungai adalah besarnya aliran air persatuan waktu, ukuran yang umumnya digunakan adalah satuan volume per detik (m3/det) atau cubic feet second (cfs). Besarnya volume air sungai tergantung pada daerah aliran sungai tersebut. Biasanya ukuran volume air dapat dianggap sebagai tinggi air dan kekuatan aliran sungai. Kondisi terbaik mengarungi sungai ketika volume air berkisar antara 800 10.000 cfs (25-300 m3/det) . Sungai dengan volume 800 10.000 cfs cenderung mudah dilalui, karena kendali melalui jeram dan rintangan relatif lebih mudah dikuasai. Sebaliknya sungai besar dengan volume diatas 40.000 cfs umumnya sulit dilalui dan dihindari.Sekali terjebak dalam lengkungan ombak dan menabrak rintangan batu, cenderung berakibat menghancurkan.

Ukuran volume air dapat juga untuk mengetahui ukuran besar kecilnya sungai, antara lain : Sungai kecil : (800-1000) cfs atau (25-5000) m3/det Sungai besar : (5000-10.000) cfs atau (125-250) m3/det Sungai besar sekali : volume air lebih dari 10.000 cfs Untuk mengetahui volume air dapat melihat tinggi muka air (biasanya terletak di tempat dekat jembatan). Kemudian disesuaikan dengan lebar sungai atau meminta informasi pada Dinas Pengairan setempat. Dapat juga dihitung dengan rumus : Q=V.A Q = debit volume air (m3/det) V = kecepatan arus (m/det) A = luas penampang sungai (m3) 2. Kemiringan Sungai (Gradient) Tingkat kecuraman / kemiringan aliran sungai menunjukkan nilai rata-rata penurunan dalam suatu jarak tertentu. Setiap sungai pada jarak tertentu mempunyai tingkat kecuraman yang berbeda. Kadang tajam dan sebaliknya mendatar. Kecuraman bisa dianggap sebagai petunjuk kasar tingkat kesulitan dan kecepatan aliran sungai. Tingkat kemiringan sungai yang dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kecepatan aliran, antara Lain : Sungai dengan kecuraman 0-4 m/Km, umumnya berarus tenang, tidak mempunyai daerah berbahaya seperti jeram Sungai dengan kecuraman 5-10 m/Km, umumnya berjeram dan cukup ideal sebagai medan ORAD Sungai dengan kecuraman 10-15 m/Km umumnya berbahaya untuk diarungi dengan perahu karet, akan tetapi masih memungkinkan Sungai dengan kecuraman 15-20 m/Km umumnya sudah tidak memungkinkan untuk diarungi dengan perahu karet, tetapi masih memungkinkan untuk diarungi dengan kayak lincah Sungai dengan kecuraman diatas 20 m/km umumnya tidak mungkin diarungi karena mempunyai air terjun atau jeram ganas yang panjang dan sambung menyambung.

Kecuraman sungai di daerah hulu rata-rata lebih tinggi daripada di daerah hilir. Semakin ke hilir sungai akan semakin landai sebelum kemudian bermuara ke laut. Gradient sungai dapat dihitung dengan bantuan garis kontur yang memotong sungai pada peta topografi. 3. Lebar Sungai Lebar penampang sungai mempengaruhi kecepatan arus. Semakin lebar penampang sungai, kecepatan arus makin lambat, semakin sempit penampang sungai, kecepatan arus semakin cepat. Hal ini yang juga mempengaruhi laju perahu

You might also like