You are on page 1of 29

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

BLOK 9 : ANAK DAN REMAJA MODUL 1 : GASTROENTEROLOGI DAN NEUROLOGI

Disusun oleh : Kelompok II Dian Rahmat Syafardi M. Taufik Adhyatma Christi Angelia AL Akhmad Fahroji Noerwanti Y. Ridwan Fitriana Mustika W. Tanri Hadinata W. Fitria Rimadhanti S. Saniyata Lawrensia Z. Aprilini Fitrisia (0808015061) (0808015046) (0808015029) (0808015031) (0808015039) (0808015050) (0808015057) (0808015002) (0808015059) (0808015062)

Tutor : dr. Siti Khotimah, M.Kes & dr. Nataniel T., M.Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2009/2010

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Makalah ini berisi mengenai definisi kejang dan diare besreta caracara penanganan serta cara mendiagnosa kejang dan diare tersebut. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, antara lain :
1. dr. Siti Khotimah, M.Kes dan dr. Nataniel T., M.Si selaku tutor kelompok

II yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam pembahasan skenario modul 1.
2. Teman-teman kelompok II yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya

sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok II. 3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan 2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tentunya makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini. Samarinda, 3 Desember 2009

Kelompok II

DAFTAR ISI Halaman judul ..................................................................................................i Kata pengantar..................................................................................................ii Daftar isi............................................................................................................iii I. BAB I Pendahuluan.................................................................................1 Latar belakang........................................................................................1 Manfaat...................................................................................................1 II. BAB II Isi..............................................................................................2 Step 1 .....................................................................................................2 Step 2......................................................................................................2 Step 3......................................................................................................3 Step 4......................................................................................................4 Step 5......................................................................................................4 Step 6......................................................................................................5 Step 7......................................................................................................5 III. BAB III Penutup...................................................................................23 Kesimpulan...........................................................................................23 Saran.....................................................................................................23 Daftar pustaka...................................................................................................24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Telah satu tahun kita membahas fungsi normal tubuh. Pada tahun angkatan baru ini akan dibahas mengenai etiologi, penyebab, factor resiko, gejala, diagnose, penanganan, komplikasi, dan pencegahan dari kejang demam dan diare pada anak.

B.

Manfaat Modul

Adapun manfaat dari modul ini antara lain :


1. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa apa yang menyebabkan

kejang demam dan diare pada anak.


2. Mekanisme bagaimana proses kejang demam dan diare terjadi. Serta

gejala-gejala terjadinya kejang demam dan diare.


3. Mekanisme pengobatan dan penanganannya.

4. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai ilmu-ilmu kedokteran agar dapat dijadikan bekal kelak di dunia praktek.

BAB II ISI

SKENARIO Balitaku kejang lagi.. Bu Ida, pagi ini tergopoh-gopoh datang ke UGD rumah sakit membawa anaknya Rini (2 tahun) yang tiba-tiba kejang seluruh tubuh dengan mata melirik ke atas. Beberapa saat setelah diberi obat kejang lewat dubur, Rini berangsur-angsur berkurang kejangnya. Dari anamnesa didapatkan bahwa Rini panas tinggi sejak tadi malam. Mencret lebih dari 8 kali tiap hari berpa air dengan sedikit ampas, lendir dan darah tidak ada, muntah tiap kali minum lebih dari 10 kali. Sejak tadi malam Rini belum buang air kecil. Ada riwayat pernah kejang bila demam tinggi. Pemeriksaan menunjukkan BB : 10 kg, t : 40.1 oC, ubun-ubun besar cekung, mata cowong, turgor kulit menurun, bising usus meningkat. Melihat kondisinya dokter memutuskan Rini harus dirawat inap.

STEP 1 1. Kejang : suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tonus otot disebabkan adanya impuls saraf yang berlebihan yang diikuti dengan penurunan kesadaran 2. Mata cowong : keadaan mata melotot 3. Turgor kulit
4. Ampas

: kekenyalan dan kekencangan kulit : sisa yang berbentuk padat

STEP 2 1. Apa yang menyebabkan kejang pada anak? 2. Apa saja gejala klinis serta tingkatan yang ada pada kejang? 3. Apakah ada hubungan antara panas, kejang dan gejala lainnya?

4. Kenapa bisa terjadi mencret lebih dari 8 kali sehari, hanya ampas yang ada pada feses, tidak ada lendir dan darah pada feses serta muntah sampai lebih dari 10 kali? 5. Kenapa ubun-ubun besar cekung, mata cowong, turgor kulit menurun serta terdapat peningkatan bising usus? 6. Kenapa diberi obat lewat dubur? Obat apa yang diberikan serta penanganannya?
7. Apa saja penanganan kejang, mencret, muntah serta demam?

8. Apa saja factor resiko dari gejala kejang, mencret dan demam?

STEP 3
1. Kejang terjadi karena adanya impuls saraf yang berlebihan ke pada otot

yang disebabkan ketidakseimbangan elektrolit sehingga menimbulkan tonus otot yang berlebihan. Pada anak, diare bisa menyebabkan kejang jika diare terus berlanjut. 2. Gejala klinis kejang adalah adanya peningkatan tonus otot pada tubuh. Tingkatan pada kejang adalah sebagai berikut : a. Kejang sederhana b. Kejang complex : 15 menit tidak berulang dalam 24 jam : 15 berulang di waktu singkat

3. Adanya demam menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit sehingga menimbulkan kejang.


4. Adanya malabsorbsi pada usus besar menyebabkan air dan elektrolit tidak

tereabsorbsi dengan sempurna sehingga feses yang keluar lebih cair dan lebih sering. Muntah disebabkan adanya asidosis metabolic. 5. Hal ini terjadi karena timbul keadaan dehidrasi. 6. Kejang : a. Dikasih fenobarbital secara IM b. Ventoil

c. Diazepam IV 0.3-0.5mg x BB/kg 7. Penanganan : a. Muntah : pending b. Penanganan diare : i. Oralit ii. ASI kurang dari 6 bulan > disuruh makan pisang iii. Terdapat rencana : 1. A : ringan > oralit, sup 2. B : sedang 3. C : berat 8. Faktor resiko : a. Kejang : demam b. Muntah : diare, infeksi pencernaan bagian atas c. Diare : adanya penuruan imun tubuh

STEP 4 BAGAN

STEP 5 LEARNING OBJECT 1. Mengetahui Kejang demam a. Definisi b. Faktor resiko c. Etiologi d. Patogenesa e. Gejala klinis f. Diagnosa g. Penanganan 2. Mengetahui Diare a. Definisi b. Faktor resiko c. Etiologi d. Patogenesa e. Gejala klinis f. Diagnosa g. Penanganan

STEP 6 BELAJAR MANDIRI Pada tahap ini masing-masing anggota diskusi kelompok kecil melakukan belajar secara mandiri sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan

sebelumnya untuk mengetahui lebih dalam terhadap materi yang akan dibahas pada diskusi kelompok kecil

STEP 7 PEMBAHASAN KEJANG-DEMAM Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada anak pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Terjadinya bangkitan kejang tergantung pada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Factor herediter juga mempunyai peranan, di mana menurut Lennox-Buchthal berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi tidak sempurna. Lennox berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

Etiologi & Patogenesa Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energy yang didapat dari metabolisme dan bahan baku untuk metabolisme itu adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi di mana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diedarkan ke otak melalui system kardiovaskuler. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan dari permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron mudah dilalui oleh ion Kalium dan susah dilalui oleh ion Natrium kecuali ion Cl-, begitu pula keadaan sebaliknya di luar

sel neuron. Perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar membrane sel ini, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane dibutuhkan bantuan enzim Na-K ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh : 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler 2. Rangsangan yang mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya 3. Perubahan patofisiologi dari membrane itu sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C dapat meningkatkan metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak berumur 3 tahun sirkulasi otak dapat mencapai 65% dari seluruh tubuh disbanding dengan orang dewasa yang hanya 15%. Kenaikan suhu tubuh dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi cepat ion K dan ion Na melalui membrane tadi, sehingga terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik begitu besar hingga ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadi kejang. Tiap anak punya ambang kejang berbeda sehingga tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak kejang pada kenaikkan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang rendah dapat terjadi kejang pada suhu 380C dan anak dengan ambang kejang tinggi terjadi kejang pada suhu 400C atau lebih. Terulangnya kejang-demam lebih sering pada ambang kejang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam umumnya berlangsung singkat dan tidak

berbahaya. Pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan apnea, hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat

oleh metabolism anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung tidak teratur, dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan meningkatnya aktifitas otot sehingga metabolism otak meningkat. Factor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Factor Resiko kejang-demam: Riwayat kejang-demam dalam keluarga Usia < 15 bulan Temperature yang rendah saat kejang Cepatnya kejang setelah demam

Gejala Klinis Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu: 1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri

gejala klinis sebagai berikut:


Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam Pada criteria Livingston yang dimodifikasi ada beberapa hal untuk

mendiagnosa kejang demam sederhana, yaitu: Umur anak antara 6 bulan sampai 4 tahun Kejang berlangsung sebentar tidak lebih dari 15 menit Kejang bersifat umum

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

normal tidak menunjukkan kelainan 2.

Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-

ciri gejala klinis sebagai berikut:


Kejang lama, > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Diagnosa Anamnesis : Demam (suhu > 380) Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang menimbulkan kejang demam. Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang sadar atau tidak,berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat dan pemeriksaan yang didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma). Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi.

Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain di otak yang juga memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam. Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah ,nadi, nafas,suhu

Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut,mata , telinga, hidung, mulut, tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung, abdomen, alat kelamin, anus, ekstremitas : refilling kapiler, reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan meningeal) Status gizi (TB, BB, Umur, lingkar kepala) Pemeriksaan laboratorium : Darah rutin ,glukosa darah, elektrolit Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik) Kultur darah

Pemeriksaan penunjang : Lumbal pungsi1 Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis dan ensefalitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis 0,6-6,7 %. Pada bayi manifestasi meningitis bakterialis tidak jelas karena itu Lumbal Pungsi dianjurkan pada :

1. Bayi < style=""> : sangat dianjurkan 2. Bayi 12-18 bln : dianjurkan 3. Bayi > 18 bln : tidak rutin EEG Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) tidak dapat

memprediksi berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.1 Pencitraan1 Foto X-ray, CT-Scan, MRI dilakukan atas indikasi : a. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis) b. Paresis nervus VI c. Papiledema

Diagnosis banding Adanya kelainan dalam otak yang biasanya karena infeksi seperti meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis pada otak. Sesudah itu baru dipikirkan apakah kejang ini termasuk kejangdemam atau epilepsy.

Penanganan Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yg perlu

dikerjakan yaitu : 1. Memberantas kejang secepat mungkin 2. pengobatan penunjang 3. memberikan pengobatan rumat 4. mencari dan mengobati penyebab

1. memberantas kejang secepat mungkin. Bila penderita dalam keadaan status konvulsifus, obat pilihan utama adalaah diazepam yang diberikan secara intravena. Kelumpuhan diazepam yang diberikan secara IV ini sudah tidak perlu dipersoalkan lagi, karena keberhasilannya untuk menekan kejang adalah sekitar 80-90%. Efek teraupetiknya sangat cepat, yaitu 30detik sampai 5 menit dan efek toksik yg serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50mg persuntikan. Dosis tergantung berat badan, yaitu < 10kg : 0,5-0,75 mg/kgbb dengan minimal dalam semprit 2,5 mg; 10-20mg/kgbb dengan minimal semprit 7,5mg dan >20kg: 0,5mg/kgbb. Biasanya dosis rata0rata yang terpakai 0,3mg/kgbb/kali dengan maksimumm 5mg pada anak berumur < 5 th dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Setelah suntikan pertama secara IV ditunggu 15menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama, juga IV. Setelah 15menit suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama secara IM, Bila tidak berhenti juga dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4% secara IV. Akibat samping diazepam adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernafasan, laringospasme dan henti jantung. Peneekanan pada pusat pernafasan dan hipotensi terutama terjadi bila sebelumnya anak telah mendapat fenobarbital.

Diazepam diberikan langsung tanpa pelarut dedngan perlahan kirakira 1ml/menit dan bayi sebaiknya diberikan 1mg/menit.Pemberian diazepam secara IV pada anak sering sekali menyulitkan, cara mudah dan sederhana juga efektif melalui rectum telah dibuktikan kemampuannya. Hal ini dapat diberikan oleh orang tua dengan mengetahui dosisnya. Dosis tergantung berat badan , yaitu ,10kg : 5mg dan BB >10kg : 10mg dalam rektoil. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama dapat diberikan lagi setelah menunggu 15menit dapat diberikan dengan dosis yg sama dan bila ridak berhenti setelah 15menit ditunggu dapat diberikan secara IV dengan dosis 0,3mg/kgbb. Pemberian dilakukan pada anak/bayyi dalam posisi miring/menungging an dengan rektoil yang ujungnya diolesi vaselin, diamsukanlah ke pipa saluran keluar rektoil ke rektum sedalam 35cm. Kemudian raktoil dipijat hingga kosong betul an selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Apabila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan fenobarbital secara IM dengan dosis awal untuk neonatus 30mg/kali, anak berumur 1bulan sampai 1tahun :50mg/kali an umur >1 tahun: 75mg/kali. Bila kejang tidak berhenti setelah ditunggu selama 15menit, dapat diulangi duntikan fenobarbital dengan dosis untuk neonatus 15mg, anak 1 bulan sampai 1tahun 30mg dan > 1 tahun 50mg secara IM. Hasil yang terbaik adalah apabila tersedia fenobarbital yang dapat diberikan secara IV dengan dosis 5mg/kgbb pada kecepatan 30mg/menit. Difenilhidantoin oleh banyak sarjana masih diapakai sevagai obat pilihan peratama untuk menaggulangi status konvulsifus karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernafasan, tetapi mengganggu frekuensi dan irama jantung. Dosisnya adalah 18mg/kgbb dalam infus dengan kecepatan tidak melebihi 50mg/menit. Dengan dosis tersebut kadar teraupetik dalam darah akan menetap 24jam. Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obatan tersebut di atas maka ssebaiknya penderita dirawat di ruangan intensif untuk

diberikan anastesi umum dengan tiopental yang diberikan oleh seorang ahli anastesi.
2. Pengobatan Penunjang

Sebelum memberantas kejang jangan lupa dengan pengobatan penunjang.. semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sabiknya miring untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali untuk mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalu perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dialkukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Cairan IV sebaiknya diberikan engan monitoringuntuk kelainan metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tanda tekanan intrakranial yang meninggi jangan diberikan cairan dengan kadar natrium yang terlalu tinggi. Bila suhu meninggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Obat untuk Hibernasi 6mg/kgbb/hari dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk mencegah terjadinya edema otak, diberikan kortikosteroid, yaitu dengan dosis 20-30mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan Rumat

hibernasi adalah

klorpromazin 2-4mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis; prometazin 4-

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat. Daya kerja dizepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60menit sesudah disuntik. Oleh sebab itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau difenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti dengan diazepam. Dosis awal neonatus adalah 30mg; umur 1 bulan sampai 1tahun 50mg dan umur 1 tahun ke atas 75mg, seuanya secara IM. Sesudah itu diberikan fenobarbital sebagai dosis rumat.Karena metabolismenya di dalam tubuh perlahan, pada anak cukup diberikan dalam 2 dosis sehari dan

kadar meksimal dalam darah terdapat setelah 4jam. Untuk mencapai kadar teraupetik secepat mungkin diperlukan dosis yang lebih tinggi dari pada biasa. Dengan dosis ganda 8-10mg/kgbb/hari kadar 10-20mikrogram/ml, yaitu kadar efektif dalam darah tercapai dalam 48-72 jam. Di sub bagian saraf anak FKUI-RSCM Jakarta, fenobarbital sebagai dosis awal diberikan setelah dosis awal sebanyak 8-10mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis untuk hari pertama dan kedua, diteruskan untuk hari berikutnya dengan dosis biasa 4-5mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis. Selama keadaan belum memungkinkan antikonvulsan diberikan secar suntikan dan bila telah membaik diteruskan secara oral. Lanjutan pengobatan rumat ini tergantung daripada keadaan penderita. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian , yaitu : A. profilaksis intermiten B. profilaksis jangka panjang

A. Profilaksis intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana, diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretika, yang harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari yang mempunyai akibat samping paling sedikit dibandingkan dengan obat anntikonvulsan lainnya. Obat antipiretika yang dipakai misalnya aspirin. Dosis aspirin adlah 6mg/tahun/kali, sehari diberikan 3 kali atau untuk bayi dibawah umur 6 bulan diberikan 10mg/bulan/kali, sehari diberikan3 kali. Kadar maksimal dalam darah tervapai dalam 2 jam pemberian oral. Sebenarnya pemberian antikonvulsan dan antipiretik seperti ini dianggap kurang tepat, oleh karena biasanya kejang pada kejang demam sederhana timbul di dalam 16 jam pertama setelah anak demam. Akan tetapi penyelidikan camfield dkk (1980), pemberian antipiretika tanpa antikonvulsan dibanding dengan yang diberi antikonvulsan golongan

kedua , kejang dapat

dicegah dengan hasil yang bermakna. Untuk

mendapat hasil yang lebih baik sebenarnya diperlukan fenobarbital dengan dosis yang lebih tinggi yakni 10-15 mg/kgbb/hari, tetapi dengan dosis tersebut terdapat akibat semping seperti mengantuk,penekanan terhadap pusat pernafasan dan lain sebagainya. Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang emam sederhana ialah diazepam, baik diberikan secara rektal maupun oral pada eaktu vadan anak teraba panas. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai

kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sederhana sangat kecil, yaitu smapai sekitar umur 4 tahun.

B. Profilaksis jangka panjang. Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teraupetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mecegah terulangnya kejang dikemudian hari. Diberikan pada keadaan : 1. Epilepsi yang diprovokasi demam 2. Keadaan yang telah disepakati pada konsensus bersama (1980), yaitu pada semua kejang demam mempunyai ciri : a. Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti serbral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali b. Bila kejang berlangsung >15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap c. Bila terdapat riwayat kejjang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau seudara kandung d. Pada kasus tertentuuuuu yang dianggap perlu, yaitu bila kadang-kadang terdapat kejang berulang atau kehang demam pada bayi berumur < 12bulan. Bila diperhatikan keempat faktor diatas tidaklah berbeda dengan kriteria modifikasi Livingstone untuk kejang demam.

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah 1. Fenobarbital 2. Sodium valproat/ asam valproat 3. Fenitoin ( Dialntin ) 4. Mencari dan mengobati penyebab DIARE Pengertian Diare : buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali. Penyebab Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. faktor infeksi

infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.

Infeksi internal ini meliputi : infeksi bakteri : vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi virus : Enteroovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. Infeksi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur.

Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis.

2. faktor malabsorbsi

malabsorbsi karbohidrat malabsorbsi lemak malabsorbsi protein

3. faktor makanan :makanan basi atau beracun 4. faktor psikilogis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang.

Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare:


1. gangguan osmotik

akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebih ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. gangguan sekresi

akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam ronngga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. gangguan motilitas usus

hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Gejala klinis Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Pemeriksaan laboratorium
1. pemeriksaan tinja

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. makroskopik dan mikroskopik b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinitest, bila di duga terdapat intoleransi gula.


c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi 3. pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan

menentukan PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP
4. pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

5. pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor

dalam serum
6. pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau

parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita kronik.,

Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
1. dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik) 2. renjatan hipovolemik 3. hipokalemia 4. hipoglikemia 5. intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena

kerusakan vili mukosa usus halus.


6. kejang, terutama pada dahidrasi hipertonik 7. malnutrisi ebergi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga

mengalami kelaparan. Pengobatan Dasar pengobatan diare adalah : 1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat) 2. Dietetik (pemberian makanan) 3. Obat-obatan

I.

Pemberian cairan

Jenis cairan :

1. Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts) Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan

glukosa. Kadar natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut pada anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi). Kadar natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non-kolera pada anak di bawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut oralit. Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung

NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan di rumah pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan. 2. Cairan parenteral DG aa (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%) RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%) RL (Ringer laktat) 3 @ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1

bagian Na-laktat 1/6 mol/l) 10%) Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%) RL g 1 : 3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-

1,5% atau 4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%) Jalan pemberian cairan :

1. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik. 2. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum, atau kesadaran menurun. 3. Intravena untuk dehidrasi berat.

II.

Pengobatan dietetik 1. Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg. Jenis makanan : Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa

rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat

(nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat. Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa

atau susu dengan asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan. 2. Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanan : Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan

kebiasaan makan di rumah.

III.

Obat-obatan

Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya). 1. Obat anti sekresi Asetosal Klorpromazin

2. Obat anti spasmolitik Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut. 3. Obat pengeras tinja Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare. 4. Antibiotika Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali bila penyebabnya jelas seperti : Kolera, diberikan tetrasiklin Campylobacter, diberikan eritromisin

Antibiotika lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti misalnya : Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin

Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan kloramfenikol atau ampisilin ditambah gentamisin atau derivat sefalosforin.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Melalui makalah ini kami menyimpulkan bahwa kejang demam bisa muncul akibat dari demam yang mempengaruhi peningkatan suhu tubuh diatas 38C sehingga mempengaruhi metabolisme dalam tubuh. Sedangkan diare merupakan gejala buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali dengan tinja encer yang bisa diakibatkan oleh pengaruh mekanis maupun infeksi.

B. Saran Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2008, dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA

- Ilmu Kesehatan Anak FKUI 1985 - Parasitologi Kedokteran FKUI 2004

You might also like