You are on page 1of 5

MENGANGKANG

oleh Zulkifli Dm pada 9 Januari 2013 pukul 19:03 Beberapa tahun yg silam adalah hal yang biasa melihat perempuan duduk menyamping saat dibonceng sepeda motor. Hanya mereka yg punya hubungan dekat, keluarga (muhrim) atau sesama perempuan yang tidak sungkan duduk mengangkang saat berada diboncengan. Itupun dengan syarat mereka menggunakan celana panjang bukan rok. Untuk duduk mengangkang, apalagi diboncengan laki-laki, sepertinya menjadi hal yang kurang pantas dilihat, apalagi saat menggunakan rok. Dalam situasi terpaksa, kalaupun harus duduk mengangkang saat dibonceng laki-laki, biasanya seorang perempuan akan minta persetujuan dulu kepada pengemudinya, boleh atau tidak duduk mengangkang. Padahal waktu itu tidak ada satupun peraturan tertulis yang melarang perempuan untuk duduk mengangkang. Seolah secara otomatis kaum perempuan menyadari bahwa dibonceng dalam posisi mengangkang adalah perbuatan yang kurang sopan. Kini zaman sudah berubah. Secara perlahan tapi pasti nilai-nilai kesopanan masa lalu sudah memudar (atau dipudarkan ?). Tidak sulit sekarang kita temui di jalan raya, perempuan yang duduk dalam posisi mengangkang di boncengan sepeda motor, tidak peduli apakah ia menggunakan rok ataupun celana super pendek. Belum lagi didukung dengan model sepeda motor yang membuat mereka yang duduk diboncengan mau tidak mau harus mengangkang dan duduk rapat dengan yang memboncengnya. Apalagi dengan mode pakaian perempuan yang semakin mengecil dan meninggi, membuat apa yang di masa lalu dianggap sebagai tidak sopan menjadi hal yang biasa dan modern. Tidak sekali dua kali, para orang tua dan ustadz mengeluhkan tentang pemandangan yang mudah ditemui di jalan raya ini. Mereka prihatin melihat begitu banyaknya anak2 perempuan dengan seragam sekolah SMA yang duduk mengangkang di boncengan sepeda motor sehingga membuat bagian bawah rok SMAnya tertarik ke atas menampakkan sebagian pahanya. Bisa ditebak, mereka yang berada di boncengan seperti itu rata2 adalah kaum Muslimah yang semestinta punya kesadaran untuk menutup auratnya. Belum lagi ketika yang berboncengan adalah antara laki dan perempuan yang bukan muhrim. Posisi mengangkang memungkinkan untuk tidak ada jarak yang memisahkan antara yang membonceng dengan yang dibonceng. Tapi apa mau dikata ? Majalah, film dan acara2 di televisi telah membawa trend modern ini masuk ke kamar anak-anak muda. Ajaran Islam yang memerintahkan perempuan (dan juga laki-laki berperilaku sopan dan menutup auratnya di depan umum), seolah dianggap sebagai sebuah ajaran yang ketinggalan jaman. Kuno. Warisan dari budaya barbar Timur Tengah. Aturan agama tentang menutup aurat dituduh sebagai upaya diskriminatif, pengekangan dan perampasan hak-hak kaum perempuan. Yang disalahkan justru kaum laki-laki yang dianggap tidak bisa menjaga mata dan hawa nafsunya. Padahal sebenarnya perintah menutup aurat ini adalah salah satu upaya Islam untuk menghormati kesucian dan meninggikan nilai perempuan di mata kaum lelaki. Saya tidak tahu, apakah kondisi semacam itulah yang menjadi pertimbangan pemerintan kota Lhokseumawe sbg kota yang menerapkan Syariah Islam untuk mengeluarkan aturan baru yang mengharuskan para perempuan duduk menyamping ,khususnya saat dibonceng sepeda motor. Saya juga tidak mau terlalu jauh terlibat dalam pro dan kontra peraturan itu, karena saya sendiri tidak mengetahui secara langsung dan pasti alasan utama sebenarnya . Berita yang dimuat di beberapa media massa tidak bisa dijadikan referensi yang komplit untuk menemukan alasan sebenarnya secara menyeluruh. Media lebih suka mengkorek-korek alasan yang masuk akal untuk menentang dan menghujat peraturan daerah tersebut tanpa mempedulikan sisi religi. Tokoh-tokoh yang

diwawancarai lebih banyak diambil dari mereka yang kontra, sedangkan mereka yang pro hampir tak diberi ruang. Dan orang-orangnya sudah bisa ditebak itu-itu lagi, itu-itu lagi. Yang saya tahu, perempuan duduk menyamping saat dibonceng di sepeda motor, bahkan saat naik kuda, bukan hal yang aneh di masa lalu. Seperti yang saya tulis di awal, posisi duduk menyamping dibanding duduk mengangkang lebih banyak berkaitan dengan alasan kesopanan. Dan tidak benar juga kalau ada yang mengatakan kaum perempuan di masa lalu ketika naik kuda posisinya selalu mengangkang alias menghadap ke depan. Di beberapa negara Eropa pada abad 17-18, perempuan bangsawan saat mengendarai kuda, justru duduk menyamping. Anda bisa lihat sendiri foto-fotonya yang saya sertakan di bagian akhir tulisan ini. Begitu pula, saat dibonceng motor. Di masa lalu, perempuan di negara Barat pun ketika dibonceng sepeda motor juga melakukan hal yang sama, duduk menyamping, bukan mengangkang. Penyebabnya, tentu saja karena rok panjang yang mereka kenakan. Akan sangat menyulitkan kalau mereka harus duduk mengangkang. Bandingkan dengan sekarang, yang berok pendek pun dengan PDnya duduk mnegnagkang. Ada beberapa foto lama yang bisa menunjukkan perempuan di negara Barat yang duduk menyamping saat dibonceng motor. Saya cuma menduga saja, barangkali karena alasan rok panjang itulah, yang identik dengan busana muslimah yang menutup aurat, maka himbauan untuk tidak duduk mengangkang menjadi hal yang dianggap tepat untuk diterapkan di wilayah kota Lhokseumawe. Bisa jadi itu juga salah satu cara untuk membuat kaum perempuan di kota Lhokseumawe mau menggunakan busana Muslimah yang baik dan benar. Entahlah. Itu cuma prasangka baik saya saja terhadap niat baik penguasa di kota Lhokseumawe. Keheranan saya cuma satu. Mengapa urusan sepele yang sifatnya lokal dan alasannya juga bisa diterima secara logika beragama ajaran Islam, orang bisa jdi ributnya bukan main. Seolah keberadaan peraturan ini sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Begitu cepat sekali reaksi protes dan nada sinis yang terkesan merendahkan dilontarkan di mana2. Tidak itu saja, media di luar negeri pun ikut memberitakan tentang hal ini. Berbagai hujatan mulai dari yang tidak terlalu kasar sampai sangat kasar juga sangat mudah ditemui di internet, termasuk di jaringan social. Bahkan sampai ada tokoh perempuan yang dengan lantang mengatakan di media televisi bahwa tidak ada kaitannya urusan berpakaian menutup aurat dengan tingkat kejahatan pemerkosaan. Menurutnya, di negara Arab Saudi yang perempuannya berpakaian menutup aurat justru banyak yang menjadi korban pemerkosaan dibanding di negara Eropa yang perempuannya berpakaian mini bahkan bikini. Sebuah perbandingan yang sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kalaupun memang ada dari peraturan itu yang perlu dikoreksi atau dikritisi, mengapa tidak dilakukan dengan cara yang santun ? Tidak perlu sampai mengeluarkan berbagai hujatan yang menurut saya akhirnya justru menjurus ke sentiment dan negative thinking terhadap keyakinan agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah Lhokseumawe. By the way, saya kalau pergi ke mesjid menggunakan sarung, juga memilih untuk duduk menyamping daripada mengangkang ketika dibonceng lho. Di samping duduk menghadap ke depan dengan menggunakan sarung cukup menyulitkan, hal itu juga beresiko membuat paha saya

tersingkap di depan umum. Eeits, jangan salah, paha lelaki pun aurat lhoo, walaupun mungkin tidak menarik bagi anda :) -------------Berikut ini isi lengkap seruan Walikota Lhokseumawe soal larangan mengangkang tersebut: Seruan Bersama Untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah, menjaga nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Aceh dalam pergaulan sehari-hari, serta sebagai wujud upaya Pemerintah Kota Lhokseumawe mencegah maksiat secara terbuka, maka dengan ini pemerintah mengimbau kepada semua masyarakat di wilayah Lhokseumawe agar; 1. Perempuan dewasa yang dibonceng dengan sepeda motor oleh laki-laki muhrim, bukan muhrim, suami, maupun sesama perempuan, agar tidak duduk secara mengangkang (duek phang) kecuali dengan kondisi terpaksa (darurat). 2. Di atas kendaraan baik sepeda motor, mobil, dan/atau kendaraan lainnya, dilarang bersikap tidak sopan seperti berpelukan, berpegang-pegangan dan/atau cara lain yang melanggar syariat Islam, budaya dan adat istiadat masyarakat Aceh. 3. Bagi laki-laki maupun perempuan agar tidak melintasi tempat-tempat umum dengan memakai busana yang tidak menutup aurat, busana ketat dan hal-hal lain yang melanggar syariat Islam dan tata kesopanan dalam berpakaian. 4. Kepada seluruh Geucik, imam mukim, camat, pimpinan instansi pemerintah atau lembaga swasta agar dapat menyampaikan seruan ini kepada seluruh bawahannya serta kepada semua lapisan masyarakat. Demikian imbauan ini kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran dalam upaya menegakkan syariat Islam. Lhokseumawe, 7 Januari 2013 Ditandatangani oleh Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya Ketua DPRK Kota Lhokseumawe Saifuddin Yunus Ketua MPU Lhokseumawe Tgk H Asnawi Abdullah Ketua MAA Lhokseumawe Tgk H Usman Budiman

sumber : http://www.facebook.com/notes/zulkifli-dm/mengangkang/10151412728516974

You might also like