You are on page 1of 5

PATOGENESIS

Diare Infeksius

Malnutrisi sejak awal

Pengobatan diare yang tidak optimal dan terlambat

Defisiensi imun Infeksi diare yang berulang Malnutrisi mikronutrien (mis. Zinc dan vit A)
Diare berkepanjangan

Diare persisten dan enteropati

Gambar 1. Alur perjalanan diare akut menjadi diare persisten. Gambar 1 menunjukan perjalanan diare akut menjadi diare persisten. Dijelaskan bahwa faktor seperti malnutrisi, defisiensi imun, defisiensi mikronutrien, dan ketidaktepatan terapi terapi diare menjadi faktor risiko terjadinya diare berkepanjangan (prolonged diarrhea). Pada akhirnya prolonged diarrhea akan menjadi diare persisten yang memiliki konsekuensi enteropati dan malabsorbsi nutrisi lebih lanjut. Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan faktor mukosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen, termasuk gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mukosal adalah faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas membran mukosa usus, ataupun gangguan pada fungsi transport protein. Perubahan integritas membran mukosa usus dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi susu sapi dan intoleransi laktosa. Gangguan fungsi transport protein misalnya disebabkan gangguan penukaran ion Natrium-Hidrogen dan Klorida-Bikarbonat. (Walker; 2002) Secara umum patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh Ghishan, dengan membagi menjadi 5 mekanisme: sekretoris, osmotik, mutasi protein transport membran apikal, pengurangan luas permukaan anatomi, dan perubahan motilitas usus. (Soenarto; 2010) 1. Sekretoris Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP, dan Ca2+. Mediator tersebut juga mencegah

terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel villi usus. Hal ini berakibat cairan tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairan secara massif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang banyak (> 200 ml/24 jam), konsistensi tinja yang sangat cair, konsentrasi ion Na+ dan Cl- >70 mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare sekretoris adalah Vibrio cholera dimana bakteri mengeluarkan toksin yang mengaktivasi cAMP dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya. 2. Osmotik Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjadi kegagalan proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrient dalam usus halus sehingga zat tersebut akan langsung memasuki colon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik di lumen usus sehinga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorbsi usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunanwaktu transit usus yang menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorbs nutrient. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim laktase karena berbagai sebab baik infeksi maupun non-infeksi yang didapat (sekunder) maupun bawaan (primer), menyebabkan latosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak terserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini kemungkinan akan dimanifestasi oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu pH <5, bereaksi positif terhadap substansi reduksi, dan berhenti dengan penghentian konsumsi makanan yang memicu diare. 3. Mutasi Protein Transport Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur pertukaran ion Cl/HCO3- pada sel brush border apical usus ileo-colon, berdampak pada gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolic dan pengasaman isi usus yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada kelainan ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion, kelainan prematur dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai daerah di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, hamper seluruh Negara di Eropa, imur Tengah, Jepang, dan Vietnam. Selain mutasi dan penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi pada penukar Na+/H+ dan Na+ protein pengakut asam empedu.

4. Pengurangan Luas Permukaan Anatomi Usus Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu seperti necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn, dan lain-lain, diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudian

menyebabkan short bowel syndrome. Diare dengan patogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang massif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien. 5. Perubahan Pada Gerakan Usus Perubahan usus akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi, skleroderma, obstruksi usus dan diabetes mellitus, mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih di usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam empedu yang berdampak meningkatnya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes mellitus terjadi akibat neuropati saraf otonom, misalnya saraf adrenergik yang pada kondisi normal berperan sebagai antisekretori dan/atau proabsorbtif cairan usus, sehingga gangguan pada fungsi saraf ini memicu terjadinya diare. Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks dan multipel. Patogenesis utama pada diare kronik adalah kerusakan mukosa usus, yang menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien melalui mukosa. Faktor penting lainnya adalah faktor intraluminal yang menyebabkan gangguan proses digesti saja misalnya akibat gangguan pankreas, hati, dan membrane brush border enterosit. Biasanya kedua faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab diare kronik. Pada tahap awal kerusakan mukosa usus disebabkan oleh etiologi diare akut yang tidak mendapat penanganan dengan baik. Akhirnya berbagai faktor melalui interaksi timbal balik mengakibatkan lingkaran setan. Keadaan ini tidak hanya menyebabkan perbaikan kerusakan mukosa tidak efektif tetapi juga menimbulkan kerusakan mukosa yang lebih berat dengan segala komplikasinya. (Ghishan ; 2007) Enteropatogen misalnya infeksi bakteri/infestasi parasit yang sudah resisten terhadap antibiotik/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen sebagainya seperti akan

Pseudomonas,

Klebsiella,

Streptococcus,

Staphylococcus,

dan

memprovokasi timbulnya lesi di mukosa usus. Kerusakan epitel usus menyebabkan kekurangan enzim laktase dan protease yang mengakibatkan maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein. Pada tahap lanjut, setelah terjadi malnutrisi, terjadi atrofi mukosa lambung, usus halus disertai penumpulan vili, dan kerusakan hepar dan pankreas yang mengakibatkan terjadinya maldigesti dan malabsorpsi seluruh nutrien. Makanan yang tidak dicerna dengan baik akan meningkatkan tekanan koloid osmotik dalam lumen usus sehingga terjadilah diare osmotik. Overgrowth bakteri yang terjadi mengakibatkan dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu. Dekonjugasi dan dehidroksilasi asam

empedu merupakan zat toksik terhadap epitel usus dan menyebabkan gangguan pembentukan ATP-ase yang sangat penting sebagai sumber energi dalam absorpsi makanan. Usus merupakan organ utama untuk pertahanan tubuh. Defisiensi sekretori IgA (SigA) dan cell mediated immunity akan menyebabkan individu tidak mampu mengatasi infeksi bakteri/virus/jamur atau infestasi parasit dalam usus, akibatnya kuman akan berkembang biak dengan leluasa, terjadi overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorpsi makanan yang lebih berat. Defisiensi Imun Infeksi & overgrowth bakteri

Kerusakan epitel usus

Laktase

Protease

Malnutrisi

Hepar dekonjugasi & dehidroksilasi asam empedu

Atrofi mukosa lambung & villi usus Gastrin, HCl, pepsin, sekretin

Pankreas Pankreozimin & polipeptida pankreas

ATP-ase

Maldigesti/ malabsorpsi nutrien

Sekresi & motilitas

Absorpsi protein asing

Tekanan osmotik koloid

Alergi sensitisasi

Diare Kronik

1. Soenarto, Yati. Diare kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Cetakan kedua. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hlm: 121-133. 2. Ghishan RE. Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Edition. WB Saunders, Philadelphia. 2007. 3. Walker-Smith J, Barnard , Bhutta Z et al. Chronic Diarrhea and Malabsorption: Working Group Report of the First World Congress of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2002; 33.

You might also like