You are on page 1of 22

1.

Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. 1.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius.

1.1.1. Membrana timpani Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars placida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa. Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks . Membrana timpani mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna. 1.1.2. Kavum timpani Kavun timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya. Batas cavum timpani ; Atas Dasar Posterior : tegmen timpani : dinding vena jugularis dan promenensia styloid : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior Medial Lateral

: dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani : dinding labirin : membrana timpani

Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan forsmen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam. Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal. Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu : - M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang. - M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang terlalu kuat. 1.1.3. Tuba eustachius

Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani. 1.2. Peradangan telinga tengah (otitis media) Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Patogenesis otitis media berhubungan erat dengan tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius adalah ventilasi atau pengatur keseimbangan antara tekanan udara di dalam telinga tengah dan tekanan udara luar, proteksi terhadap sekret nasofaring ke telinga tengah, dan saluran sekret telinga tengah ke nasofaring. Bila terjadi sumbatan tuba eustachius, maka akan terjadi gangguan ventilasi. Tekanan udara di dalam telinga tengah menjadi negatif karena udara akan diabsorbsi oleh mukosa telinga tengah. Akibatnya, cairan dari pembuluh darah kapiler dapat tertarik keluar baik untuk pertumbuhan bakteri. memasuki telinga tengah dan menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah. Cairan ini merupakan media yang

Anak-anak lebih rentan terkena otitis media karena tuba eustachiusnya lebih lebar, lebih pendek, dan lebih datar dibandingkan orang dewasa. Selain itu sistem imun anak-anak belum berkembang seperti orang dewasa. Pembagian otitis media dapat dilihat pada bagan berikut :
Otitits Media Supuratif Akut (OMA)

Otitis Media Supuratif

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Otitis Media

Otitis Media Non Supuratif

Otitis Media Serosa Akut (Barotrauma)

Otitis Media Supuratif Kronis

2. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


Otitis media supuratif kronik terbagi atas 2 bagian, berdasarkan ada tidaknya kolesteatom. 1. OMSK benigna Proses peradangan OMSK benigna terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Peforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna ini tidak terdapat kolesteatom.

Gambar 2.1 OMSK benigna

2. OMSK maligna OMSK disertai kolesteatom, perforsi biasanya terletak di marginal atau atik. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe ini.

Gambar.2.2 OMSK maligna

2.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah proses peradangan akibat infeksi mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran timpani, keluar sekret terus menerus atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen.2 Proctor (1980) memberikan batas waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses kronis pada OMSK, sedangkan Paparella (1983) mengatakan bahwa kronisitas cenderung berdasarkan atas kelalinan patologis yang telah terjadi, dan pada umunmnya peradangan setelah berlangsung 12 minggu. Di kepustakaan lain disebutkan bahwa pada otitis media kronik selain terjadinya proses peradangan pada telinga tengah juga terjadi peradangan pada daerah mastoid. Otitis media supuratif dronik juga disertai dengan proses terjadinya proses infeksi kronis dan pengeluaran cairan (ottohea) melalui perforasi membran timpani yang disertai dengan adanya keterlibatan mukosa telinga tengah dan rongga pneumatisasi pada daerah tulang temporal. Komplikasi otitis media kronik adalah penyebaran infeksi di luar daerah rongga pneumatisasi tulang temporal dan mukosanya.

2.2 Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik Meskipun sumber penyakit dari OMSK ini masih menjadi perdebatan, tetapi sebagian besar ahli percaya bahwa penyakit ini timbul karena proses efusi pada

telinga tengah yang telah berlangsung lama, baik efusi yang bersifat purulen, serous, maupun mukoid. Dasar dari hipotesis ini adalah penelitian Jhon dkk, pada 2 dekade silam, yang melakukan penelitian pada serologi pada contoh tulang temporal pasien dan digabungkan dengan berbagai disiplin ilmu, didapatkan bahwa proses inflamasi yang terjadi pada telinga tengah dalam jangka waktu lama akan menyebabkan terjadinya produksi cairan efusi telinga tengah yang menetap sehingga terjadi

perubahan mukosa yang menetap.

Gambar 2.3 Peradangan pada telinga tengah Dari bukti penelitian lain didapatkan bukti bahwa, pada cairan otitis media kronik terdapat enzim yang dapat mengubah mukosa pada telinga tengah, termasuk di

dalamnya enzim tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada permukaan leteral dan tengah membran timpani sehingga akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada membran timpani dan akhirnya akan menyebabkan terjadinya kolaps dan perforasi kronis membran timpani. Perubahan struktur pada mukosa telinga tengah juga dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri patogen ke telinga tengah dan mastoid yang mengakibatkan terjadinya proses infeksi dan peradangan kronis pada telinga tengah dan mastoid. Perubahan mukosa tersebut akan mengakibatkan terjadinya edema dan degenerasi polipoid pada mukosa telinga tengah, yang akan mengakibatkan terjadinya obliterasi sebagian atau total dari antrum mastoid (aditus block), sehingga drainase sel mastoid akan

terganggu dan mengakibatkan terjadinya proses peradangan pada mastoid yang lama kelamaan akan mengakibatkan terjadinya perubahan sel-sel udara pada rongga mastoid secara persisten.

2.3 Bakterologi Otitis Media Supuratif Kronik Jenis bakteri yang aktif pada penyakit OMSK pada sebagian besar penelitian menunjukan adalah Pseudomonas aeruginosa, dengan tingkat prevalensi 40%-65%, kemusian Staphylococcus aerius, dengan tingkaat prevalensi 10%-20%. Sedangkan bakteri lain dari golongan aerob adalah Escjerochia colli, proteus dan S. Epiedermidis. Bakteri golongan anaerob adalah Bacteroides, terutama aerob gram

positif grup kokus adalah peptostreptococcus. Dari golongan jamur, terkadang didapatkan pada sekret biakan OMSK. Tingkat insidensi (golongan aerob dan anaerob) dari bakteri yang memproduksi laktamase sekitar 70%.

2.4 Patologi Otitis Media Supuratif Kronik Perubahan tulang temporal pada OMSK dengan atau tanpa perforasi membran timpani adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah memperlihatkan proses infiltrasi yang ekstensif dari lel-sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma paling menonjol dalam fase ini, dan terkadang juga ditemukan infeksi bakteri intraepitelial. Proses infeksi akan mengakibatkan terjadinya proses edenga yang kronis pada mukosa yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut menjadi polipoid, hal ini ditandai dengan adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh yang diikuti dengan terbentuknya jaringan granulasi. Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada penyakit dengan proses peradangan kronis pada telinga tengah ditandai dengan adanya epitel sekretori yang banyak, perubahan ini bersifat irreversible dan menyebar ke seluruh permukaan mukosa dan bertanggung jawab terhadap keluarnya cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen. Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan pada mukosa yang ditandai adanya proses ulserasi yang jika berlangsung lama dapat

mengakibatkan tereksposnya lapisan kapsul tulang. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis kronis danperiosteitis. Membran timpani juga dapat mengalami perubahan yang beragam, yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya perubahan proses perforasi kronis dan kehilangan lapisan kolagen yang difus.n perubahan erosi pada tulang pendengaran sering terjadi dan disebabkan oleh proses infeksi kronis dan kemudian diikuti dengan proses nekrosis pada tulang yang kemudian diikuti dengan trombosis vaskuler. Hal ini biasanya berpengaruh terhadap prosessus lentikularis yang ada pada daerah inkus dan kepala stapes, daerah tersebut akan digantikan oleh jaringan fibrous. Tulang yang mengalami proses periostitis dan osteotis akan diikuti dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan kehilangan matriks tulang. Perubahan tersebut terutama terjadi pada daerah mastoid yang ditandai dengan proses destruksi dan perbaikan, tetapi paling menonjol adalah proses perusakan tulang tersebut yang pada akhirnya ditandai dengan terbentuknya proses sklerotik pada tulang tersebut. Osifikasi pada daerah labirin (labirynthitis ossificans) merupakan proses yang jarang terjadi, pembentukan formasi tulang di daerah membraneseus labirin dan hal ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Proses osifikasi labirintitis biasanya sebagai akibat dari proses supuratif meningitis. Bakteri masuk ke telinga dalam melalui kanalis auditorius internus dan akuaduktus koklea, sehingga mengakibatkan

destruksi daerah membranaseus yang luas. Proses osifikasi ini terjadi pada minggu ke 2 dan 3 setelah proses akut purulen.

2.5 Gejala Otitis Media Supuratif Kronik Gejala yang paling utama adalah otorrhea yang berbau dan penurunan pendengaran. Sedangkan gejala berupa otalgia jarang ditemukan, kecuali pada eksaserbasi akut. Otalgia yang menetap, khususnya yang sering berhubungan dengan sakit kepala biasanya terjadi setelah proses penyebaran penyakit ke susunan saraf pusat. Vertigo jarang dijumpai, jika ada keluhan ini, maka dicurigai kemungkinan labirintitis atau fistula labirin, vertigo muncul terutama pada saat akan membersihkan sekret, aspirasi sekret. Sedangkan nistagmus yang spontan yang muncul pada saat tersebut juga dicurigai kemungkinan telah terjadi fistula labirin.

2.6 Pemeriksaan fisik Otitis Media Kronik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada OMSK di antaranya: pemeriksaan kanalis akustikus eksternus, pada pemeriksaan ini akan dijumpai suatu proses peradangan dan terkadang adanya krusta. Otoskopi, pada pemeriksaan ini akan dijumpai ororrhea yang berbau, membran timpani perforasi, jaringan granulasi, polip ataupun kolesteatom.

Otoskopi pneumatik diperlukan untuk evaluasi membran timpani dan malleus dan untyuk menyingkirkan terjadia otitis media serosa. Karakter dari otorrhea sendiri harus diperhatikan. Cairan otorrhea mukoid yang tidak berbau merupakan indikasi adanya suatu penyakit pada mukosa telinga tengah dan gangguan fungsi tuba eustakhius. Cairan otorrhea yang purulen menandakan adanya suatu proses infeksi, biasanya lapisan mukosa yang terinfeksi oleh bakteri yang oportunistik dan bisa mengalami penyembuhan dengan baik dengan menggunakan antibiotika lokal maupun sistemik yang tepat. Jika tidan memberikan respon yang baik, kemungkinan telah terjadi resistensi bakteri, perubahan jaringan mukosa yang irreversible ataupun kolesteatom. Sedangkan jika cairan otorrhea purulen yang berbau menandakan adanya suatu nekrosis jaringan yang bisanya berhubungan dengan kolesteatom ataupun keganasan maupun glomus tumor). Mikroskop operasi, sangat direkomendasikan untuk pemeriksan (seperti karsinoma sel skuamosa

manipulasi yang atraumatik dan membutuhkan ketepatan tinggi. Riwayat penyakit infeksi saluran nafas atas yang berulang.

2.7 Pemeriksaan Penunjang 2.7.1 Pemeriksaan audiologi Pada pemeriksaan audiometri akan dijumpai berupa tuli konduktif atau campurm, derajat gangguannya tergantung kepada berat ringannya OMSK. Pemeriksaannya dengan melakukan tes garputala, audiometri nada murni, speech reception test (SRT), Word Discrimination Score (WDS). Terjadinya tuli saraf menandakan proses penyakit tersebut sudah dalam tahap lanjut. Pemeriksaan ldengan menggunakan timpanometri isa digunakan untuk menilai keadaan telinga tengah. Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika membran timpani dalam keadaan utuh atau sklerotik.

2.7.2 Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiology dibutuhkan jika terdapat otorrhea yang berlebihan, dan terjadinya kemungkingn komplikasi, seperti disfungsi saraf, gangguan labirin dan susunan saraf pusat. 1. Roentgen Beberapa jenis peneriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis dan prognosis penyakit tersebut adalah: Lateral view

Pemeriksaan dari lateral untuk melihat atik (resessus epitimpanum), antrum, pneumatisasi rongga mastoidm hubungan sinus sigmoid terhadap tegmen tinpani, dan massa tulang yang mengelilingi daerah labirin. Foto ini terkadang mengalami kendala superposisi dengan telinga sisi yang sebelahnyla, untuk mengatasi hal ini, dilakukan modifikasi dengan membentuk sudut pemeriksaan (menempatkan alatnya) dalam posisi 15o terhadap garis horizontal. Stenvers view Dari pemeriksaan ini kita berharap dapat mengetahui keadaan tulang petrosa maetus akustikus internus, kanalis semisirkularis lateral dan superior, kavum timpani, antrum mastoid dan prosesus mastoid.

Schullers view Dilakukan untuk melihat keadaan tegmen mastoid sinus sigmoid, ukuran mastoid secara keseluruhanm visualisasi atik (epitimpanum) Submentoverteical view Pemeriksaan ini mempunyai peranan yang penting pada pemeriksaan tellinga, sehingga ada istilah bahwa tidak lengkap melakukan pemeriksaan radiologi telinga tanpa melakukan pemeriksaan pada posisi ini. Ini merupakan posisi klasik. Dari pemeriksaan ini kita mendapatkan gambaran tentang telinga tengah, maetus akustikus internus-eksternus dan bagian tulang dari tuba eustakhius. Dikatakan bahwa pada

posisi ini, kita dapat melakukan penilaian terbaik untuk keadaan udara pada telinga tengah, dengan menilai translusennya tulang-tulang pendengaran, terutama malleus dan inkus. Di samping itu kita dapat pula menilai koklea. Towns view Dilakukan jika keadaan memeng sangat membutuhkan pemeriksaan ini, hal ini disebabkan adanya efek radiasi yang besar pada daerah mata, pemeriksaan ini dilakukan utuk mengetahui keadaan maetus akustikus internus, labirin dan telinga tengah.

2. Computerized Tomography Scan (CT Scan) CT scan terutama digunakan untuk menilai sejauh mana proses perluasan dari penyakit, dan pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya. Pada keadaan untuk menilai komplikasi OMSK ke daerah intrakranial, seperti abses otak, pemeriksaan ini mempunyai nilai yang sangat penting. CT san dapat menilai keadaan tulang-tulang petromastoid dengan baik dan jika terdapat kecurigaan terdapat massa dapat digunakan kontras, untuk membedakan massa dengan jaringan sekitarnya. Sebaiknya digunakan CT scan yang mempunyai nilai resolusi yang tinggi (potongan 1 mm, baik aksial maupun koronal). Komplikasi intrakranial dari OMSK (terutama abses) dapat dinilai dengan adanya daerah terlokalisasinya dengan penyangatan yang rendah dan setelah

dilakukan pemasukan kontras, akan memperlihatkan adanya daerah dengan penyangatan tinggi mengelilingi daerah yang penyangatannya rendah (hipodens) tersebut. Jika lesi pada otak cukup besar, maka akan didapatkan adanya penekanan pada daerah ventrikel, dan dalam hal ini pemeriksaan serial CT scan dibutuhkan untuk menilai perkembangan dari lesi tersebut dan memberikan peringatan sedini mungkin terhadap kemungkinan terjadinya rupture lesi ke dalam ventrikel tersebut, disamping itu pemeriksaan serial ini berguna untuk menilai keadaan setelah operasi, baik penilaian terhadap, rongga telinga tengah-mastoid maupun lesi otaknya. di daerah

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pemeriksaan ini pada daerah telinga kurang begitu memegang peranan yang penting, kepentingannya hanya pada beberapa kasus tertentu. Pada pemeriksaan ini daerah tulang petromastoid dan udara pada daerah kavum timpani dan mastoid akan memperlihatkan adanya daerah hitam. Hanya jaringan lunak pada daerah yang berada dalam tulang ptrosa temporal yang dapat dengan jelas ditampilkan dan salah satu keuntungan lainnya adalah dengan pemeriksaan ini dapat diperlihatkan saraf kranialis yang melalui dasar tengkorak dengan jelas dan akhir-akhir ini juga sedang dikembangkan untuk melihat koklea dan sebagai pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan cukup penting pada pasien dengan neuroma akustik.

2.8 Penatalaksanaan Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak cepat mengering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu: 1. 2. dan sinus paranasal. 3. dalam rongga mastoid. 4. 2.7.1 Medikamentosa Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3 % selama 3 5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, Djaafar (2004) menganjurkan agar obat tetes telinga tidak diberikan terusmenerus lebih dari 1 atau 2 minggu, atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes hasil resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. 2.7.2 Pembedahan Gizi dan higienis yang kurang. Sudah terbentuk jaringan patologis yang ireversibel Adanya perforasi membran timpani yang permanen, Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar.

Indikasi pembedahan pada OMSK adalah sebagai berikut: antibiotik. Pembentukan kolesteatoma. Bukti radiografi adanya mastoiditis kronis. Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatoma, sarana yang tersedia, serta pengalaman operator. Beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy). Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologis. Tujuannya ialah agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi radikal. Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas, Pada operasi ini, rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologis. Dinding batas antara lubang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol agar tidak Perforasi yang bertahan lebih dari 6 minggu. Otore yang berlangsung lebih dari 6 minggu setelah menggunakan

terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau karir pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar lubang telinga menjadi lebar. 3. Bondy). Opeasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior lubang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang 4. semua jaringan patologis dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Miringoplasti. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrana timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Opearasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5. Timpanoplasti. Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini, dilakukan rekonstruksi membran timpani dan rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang Mastoidektomi radikal dengan modifikasi. (Operasi

pendengaran yang dilakukan, maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan, dilakukan terlebih dahulu eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 12 bulan. 6. Pendekatan kombinasi timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty). Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior lubang telinga). Pembersihan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach), yaitu melalui lubang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kolesteatoma kambuh kembali. 2.8 Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi pada OMSK adalah sebagai berikut: 1. Intratemporal: a. Mastoiditis. b. Sensorineural hearing loss c. Petrositis d. Paralisis wajah. e. Labirintitis.

f. Kolesteatom g. Fistula Labirin 2. Intrakranial: a. Abses Epidural b. Abses Otak c. Abses Subdural d. Meningitis e. Otitik Hidrosefalus f. Trombosis Sinus Lateralis 3. Extratemporal a. Abses Bezold b. Abses Subperiosteal

You might also like