Professional Documents
Culture Documents
PERILAKU FISIK DAN MEKANIK SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) DENGAN PEMANFAATAN ABU VULKANIK SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PENGGANTI SEMEN
Nama NRP Jurusan Dosen Pembimbing : Andika Ade Indra Saputra : 3107.100.029 : Teknik Sipil FTSP ITS : Prof. Dr. Ir Triwulan Dr. techn. Pujo Aji, ST, MT Dr. Eng. Januarti Jaya Ekaputri, ST, MT
ABSTRAK
Kemajuan di bidang konstruksi menuntut akan adanya inovasi-inovasi sebagai penyelesaian dari permasalahan yang sering ditemui. Saat ini Self Compacting Concrete (SCC) terus dikembangkan sebagai alternatif dalam pelaksanaan pengecoran beton. Self Compacting Concrete (SCC) merupakan beton yang mampu mengalir dibawah beratnya sendiri, mampu memenuhi atau mengisi begisting (formwork) dan mencapai kepadatan tertingginya. Selain memerlukan mineral admixture berupa superplasticizer yang memiliki viscositas tinggi, Self Compacting Concrete (SCC) juga memerlukan komposisi semen yang lebih banyak dibandingkan dengan beton normal. Hal ini bertujuan untuk memenuhi flowability yang disyaratkan. Oleh karena itu, diperlukan juga bahan pengganti tambahan semen sebagai inovasi untuk mewujudkan komposisi beton Self Compacting Concrete (SCC) yang ekonomis. Dalam penelitian ini, akan digunakan abu vulkanik yang merupakan limbah erupsi Gunung Bromo sebagai bahan pengganti semen dalam campuran mix design. Trial mix dilakukan untuk mengetahui semua komposisi variasi agar memenuhi persyaratan filling ability, passing ability, flow ability dan segregasi pada saat beton kondisi segar. Pengujian filling ability menggunakan slump cone, passing ability menggunakan Lbox, sedangkan flow ability dan segregasi menggunakan V-funnel. Variabel penelitian ini adalah perbandingan semen dan abu vulkanik yang diambil nilai optimum dari penelitian sebelumnya, yaitu 100% : 10%, 90% : 10%, 85% : 15%, dan 80% : 20%. Masing-masing komposisi akan diberikan tambahan superplasticizer berupa viscocrete 10 dengan dosis 0.5-1.8% dari berat semen sesuai yang disyaratkan oleh Sika Indonesia. Pada kondisi keras beton akan dilakukan tes kuat tekan pada usia 3, 7, 14, 21, dan 28 hari, serta tes kuat tarik belah, tes porositas, dan tes susut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa workability sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis superplasticizer yang ditambahkan pada campuran beton. Penggunaan superplasticizer Glenium C-351 memberikan workability yang lebih baik jika dibandingkan dengan Viscocrete 10 pada saat pengetesan beton kondisi segar. Besarnya penambahan abu vulkanik tidak berpengaruh signifikan pada workability, akan tetapi berpengaruh pada hasil kuat tekan. Kuat tekan optimum dihasilkan dari penambahan abu vulkanik sebanyak 15%. Kata Kunci: Inovasi, Self Compacting Concrete (SCC), Abu Vulkanik, Viscocrete 10 Glenium C-351, fillingability, passing ability, flow ability, segregasi, kuat tekan.
Pada penelitian sebelumnya, fly ash yang merupakan limbah pembakaran batu bara telah diuji mampu menggantikan peranan semen. Variasi fly ash 50% merupakan variasi yang paling ekonomis sebagai bahan tambahan pengganti semen. Dikarenakan tekstur fly ash yang sangat kecil dan bulat, penambahan fly ash pada Self Compacting Concrete (SCC) juga mampu menambah workabilitas dari beton tersebut. Selain itu, biaya produksi juga dapat diperkecil karena harga fly ash yang relatif sangat murah jika dibandingkan dengan semen (Hamka 2008). Selain fly ash, abu vulkanik yang keluar akibat letusan Gunung Bromo pada bulan November 2010 kemarin juga menjadi limbah yang masih belum termanfaatkan secara maksimal. Bahkan abu vulkanik dianggap sebagai material yang berbahaya bagi kesehatan karena memliki kandungan pasir silika (SiO2). Pada dasarnya setiap kali gunung berapi meletus, senyawa yang dikeluarkan adalah uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), asam klorida (HCl), dan asam fluorida (HF) (Widodo 2011). Dengan belum termanfaatkannya abu vulkanik Gunung Bromo secara maksimal serta kandungan senyawa yang ada di dalamnya, perlu dilakukan penelitian tentang abu vulkanik Gunung Bromo sebagai bahan tambahan pengganti semen. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul Perilaku Fisik dan Mekanik Self Compacting Concrete (SCC) dengan Pemanfaatan Abu Vulkanik sebagai Bahan Tambahan Pengganti Semen
Makalah Seminar Tugas Akhir vulkanik gunung bromo sebagai bahan tambahan pengganti semen? 4. Bagaimanakah kandungan senyawa kimia abu vulkanik?
2.1.1
Definisi
Self Compacting Concrete (SCC) merupakan campuran beton yang dapat memadat sendiri tanpa menggunakan bantuan alat vibrator untuk memperoleh konsolidasi yang baik. Metode Self Compacting Concrete (SCC) ini merupakan suatu hasil riset di Jepang pada awal tahun 1980an dengan menghasilkan suatu prototype yang cukup sukses pada tahun 1988 (Okamura dan Ouchi 2003).
2.1.2
Sifat Sifat
1.4. MANFAAT
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan tambahan pengganti semen. 2. Mengambangkan penelitian beton Self Compacting Concrete (SCC) dengan abu vulkanik gunung berapi yang masih aktif.
Beton dapat dikategorikan Self Compacting Concrete (SCC) apabila beton tersebut memiliki sifat-sifat tertentu. Diantaranya memiliki slump yang menunjukkan campuran atau pasta beton yang memiliki kuat geser dan lentur yang rendah sehingga dapat masuk dan mengalir dalam celah ruang dalam formwork dan tidak diizinkan memiliki segregasi akibat nilai slump yang tinggi. Karakteristik Self Compacting Concrete (SCC) adalah memiliki nilai slump berkisar antara 500-700 mm (Nagataki dan Fujiwara 1995). Kriteria workability dari campuran beton yang baik pada Self Compacting Concrete (SCC) adalah mampu memenuhi kruteria berikut (EFNARC 2002): Fillingability, kemampuan campuran beton untuk mengisi ruangan. Passingability, kemampuan campuran beton untuk melewati struktur ruangan yang rapat. Segregation resistance, ketahanan campuran beton segar terhadap efek segregasi.
2.1.3
Komposisi agregat kasar pada beton konvensional menempati 70-75 % dari total
Makalah Seminar Tugas Akhir volume beton. Sedangkan dalam SCC agregat kasar dibatasi jumlahnya sekitar kurang lebih 50 % dari total volume beton sesuai pada Gambar 2.1. Pembatasan agregat ini bertujuan agar beton bisa mengalir dan memadat sendiri tanpa alat pemadat (Okamura dan Ouchi 2003).
2.2.1
Gambar 2.1 Bahan Campuran Beton SCC (Okamura dan Ouchi 2003)
Menurut dr Mukhtar Ikhsan, SpP(K), dokter spesialis paru-paru dari Rumah Sakit PersahabatanBentuk dan struktur Abu Vulkanik berbeda dengan abu pada umumnya. Abu vulkanik lebih tajam jika dibandingkan dengan abu pada umumnya. Bentuk abu vulkanik dapat dilihat di Gambar 2.4 dengan ukuran abu yang telah diperbesar 10.000 kali.
Tampilan Struktur
Gambar 2.2 Perbandingan Bahan Campuran Pada SCC dan Beton Konvensional (Okamura dan Ouchi 2003)
2.1.4
Pengujian
Gambar 2.4 Scanning Electron Micrograph
2.1.4.1 Slump Cone Pengujian Slump cone ini digunakan untuk mengetahui flowability dan fillingability campuran beton Self Compacting Concrete (SCC) 2.1.4.2 V Funnel V-Funnel test ini digunakan untuk mengetahui fillingability campuran beton Self Compacting Concrete (SCC). 2.1.4.3 L Box Pengujian L-Box digunakan untuk mengetahui passingability beton Self Compacting Concrete (SCC).
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1. Flowchart Penelitian Untuk mempermudah pelaksanaan dan sebagai arahan kerja penelitian, maka perlu dibuat flowchart. Berikut adalah flowchart yang dipakai selama penelitian:
3.2. Persiapan Bahan 3.2.1 Pemilihan Semen Semen yang digunakan adalah Semen Gresik OPC Type I. 3.2.2 Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah ukuran single size 10-10 yang diambil dari mojosari. 3.2.3 Agregat Halus Agregat haslus yang digunakan adalah pasir dari lumajang 3.2.4 Abu Vulkanik Abu Vulkanik yang digunakan adalah limbah erupsi dari Gunung Bromo dengan ayakan lolos #200. 3.2.5 Superpalsticizer Superplasticizer yang digunakan adalah Viscocrete 10 dan dengan pembanding. 3.2.6 Air Air yang digunakan adalah air yang berasal dari PDAM Surabaya. 3.3. Pengujian Material 3.3.1 Agregat Halus Percobaan Kelembapan Pasir Percobaan Berat Jenis Pasir Percobaan Air Resapan Pasir Percobaan Berat Volume Pasir Tes Kebersihan Terhadap Bahan Organik Tes Kebersihan Terhadap Lumpur Analisa Saringan Pasir
Percobaan Kelembapan Batu Pecah Percobaan Berat Jenis Batu Pecah Percobaan Air Resapan Batu Pecah Percobaan Berat Volume Batu Pecah Tes Kebersihan Terhadap Lumpur Tes Keausan Analisa Ayakan Batu Pecah
campuran beton, L-box test untuk mengetahui passing ability dari self-compacting concrete dan Funnel test untuk mengetahui flowability dari campuran beton. 3.8.1 Slump Cone Test
V-funnel flow time adalah waktu yang diperlukan SCC untuk dapat melewati celah yang sempit dan menentukan fillingability dari SCC yang dapat diketahui dari adanya blocking atau segregasi yang terjadi.
3.10.2 Uji Kuat Tekan Pengujian ini lakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur dari silinder beton yang mewakili spesimen beton dalam mix design. Pengujian ini dilakukan pada saat beton berusia 7, 14, 21 dan 28 hari dengan masingmasing sebanyak 3 benda uji. Untuk
mengetahui kualitas dari beton yang telah dilakukan tes tekan, perlu dilakukan standart deviasi. Jumlah data yang diambil dari masingmasing pengujian adalah sebanyak 3 buah.
Dimana (tinjau Gambar 3.4): H1 = Tinggi beton segar dalam L Box yang tidak melewati tulangan H2 = Tinggi beton segar akhir dalam L Box setelah melewati tulangan.
Pengujian kuat tarik belah pada beton SCC dengan penambahan abu vulkanik sebagai pengganti semen dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Setiap pengujian dilakukan pada 3 buah benda uji untuk kemudian hasil dari pengujian diambil rata-ratanya. Pelaksanaan pengujian kuat tarik belah ini pada dasarnya sama dengan pelakasanaan kuat tekan. Hanya saja apabila kuat tekan benda uji diletakkan secara vertikal pada pengujian kuat tarik ini benda uji diletakkan secara horozontal dan tanpa dilakukan caping.
Pada dasarnya tes porositas ini dilakukan untuk mengetahui pori terbuka dan pori tertutup yang terdapat pada beton. Pori terbuka merupakan pori yang bersifat permeable (dapat ditembus oleh udara ataupun air). Sedangkan pori tertutup lebih bersifat impermeable (tidak tembus udara ataupun air). Pori tertutup ini mampu meningkatkan kuat tekan beton karena memiliki tekanan hidrostatis dan mampu menghindarkan beton dari retak. Sedangkan pori yang terbuka lebih bersifat merusak kuat tekan beton, semakin tinggi pori terbuka maka beton tersebut semakin keropos.
Mix design di atas belum termasuk jumlah superplasticizer yang ditambahkan pada saat pengecoran, yaitu 0,8% dan 1,0 %. Penentuan besarnya dosis ini adalah berdasarkan trial and error dengan mengacu pada persyaratan batas minimum dan maksimum dari dosis masingmasing superplasticizer dan persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pengujian beton SCC kondisi segar. Syarat untuk Viscocrete adalah 0,5 1,8 % (Sika 2007) dan Glenium adalah 0,6 2,0 % (BASF 2007). Berdasarkan penelitian sebelumnya penggunaan dosis superplasticizer sebesar 0,8% dapat mengahasilkan SF 735 mm. Sedangkan untuk dosis 0,6% dan 0,4% masingmasing adalah sebesar 655mm dan 555mm. Dari hasil penelitian tersebut penambahan dosis 0,2% superplasticizer dapat meningkatkan SF antara 80100 mm (Tjaronge 2006)
Makalah Seminar Tugas Akhir campuran sehingga mampu meningkatkan flowability (Sika 2007). Sedangkan kaitannya dengan penambahan abu sebagai bahan pengganti semen, berdsarkan grafik dapat dilihat pula bahwa komposisi abu tidak cukup berpengaruh dalam hal flowability. Kondisi ini berbeda pada penelitian sebelumnya, dimana dengan menambahkan jumlah flyash yang teksturnya cenderung bundar dan halus, maka semakin cepat waktu alir beton mencapai diameter 50 cm. (Hamka 2008) Grafik 4.1 Slump Cone Test T50 Viscocrete
5 4.5 4 3.5
Tv (detik)
8 6 4
Viscocrete 0,8%
2
0 0 5 10 15 20 25
3 2.5
2
1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25
Berdasarkan grafik 4.3, perilaku campuran beton SCC pada saat dilakukan pengetesan V-Funnel tidak mengalami perbedaan yang signifikan di masing-masing campuran. Jumlah abu dan penambahan superlasticizer yang berbeda tidak cukup berpengaruh dalam hal fillingability secara vertikal. Hal ini dikarenakan gaya gravitasi yang lebih dominan memberikan pengaruh terhadap fillingability secara vertikal. Kondisi ini berbeda jika dengan menggunakan flyash sebagai bahan tambahan pengganti semen. Kadar flyash yang semakin tinggi mampu membuat waktu fillingability semakin cepat (Hamka 2008).
T 50 (detik)
0.87
0.86
0.85
PL
Viscocrete 0,8% Viscocrete 1,0% Poly. (Viscocrete 0,8%) Poly. (Viscocrete 1,0%)
64 63 62 61 60 59 58
Viscocrete 0,8%
Viscocrete 1,0% Poly. (Viscocrete 0,8%) Poly. (Viscocrete 1,0%)
10
15
20
25
Berdasarkan grafik 4.4, semakin besar jumlah superplasticizer yang diberikan maka semakin besar pula nilai passing ratio yang dapat dicapai campuran pada saat pengujian L-Box test. Semakin besar nilai passing ratio yang diberikan, maka semakin baik pula passing ability yang dimiliki campuran beton tersebut. Hal ini dikarenakan reaksi pada superplasticizer yang menyebabkan dispersi yang mampu menyebar
Makalah Seminar Tugas Akhir ratakan semua material beton segar (Sika 2008). Berdasarkan grafik dapat dilihat pula bahwa semakin besar abu yang diberikan maka passing ratio yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini diakibatkan reaksi pada abu yang menyebabkan kekentalan pada campuran, sehingga kemampuan campuran untuk melewati celah menjadi terhambat. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jika menggunakan flyash, semakin besar jumlah flyash, semakin tinggi PL (Hamka 2008). Berdasarkan grafik 4.6, penggunaan jenis superplasticizer yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan yang berarti dalam hal pencapaian diameter akhir campuran beton SCC tersebut. Mengacu pada penelitian sebelumnya dimana setiap penambahan superplasticizer sebesar 0,2% dapat menambah SF antara 80 100 mm (Tjangroe 2006). Dengan penggunaan abu vulkanik sebagai material pengganti semen, ternyata penambaham superplasticizer atau jenis superplasticizer yang berbeda tidak mempengaruhi besarnya Slump Flow Spread.
T 50 (detik)
14 12 10
1
0.5
Tv (detik)
Viscocrete 0,8%
8 6 4
Viscocrete 1,0%
Glenium 0.8% Poly. (Viscocrete 0,8%) Poly. (Viscocrete 1,0%) Poly. (Glenium 0.8%)
0 5 10 15 20 25
2
0
Berdasarkan grafik 4.5, penggunaan superplastocozer berupa Glenium C-351 memberikan hasil flowabilty yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan superplasticizer Viscocrete 10. Hal ini dikarenakan komposisi senyawa kimia pada Glenium yang lebih reaktif sehingga menyebabkan fluiditas pada campuran yang lebih bagus. Dengan demikian perilaku flowability pada campuran dengan menggunakan Glenium lebih baik jika dibandingkan dengan Viscocrete 10.
64 63 62 61 60 59 58
Berdasarkan grafik 4.7, penggunaan superplasiticizer Glenium C-351 ternyata memberikan pengaruh yang besar dalam hal fillingability pada saat pengujian dengan menggunakan V-Funnel. Berdasarkan data, penggunaan Glenium C-351 bisa mempercepat fillingability secara vertikal 3 kali lebih cepat daripada penggunaan Viscocrete 10. Hal ini dikarenakan reaksi dari senyawa kimia yang terkandung dalam Glenium C-351 lebih mampu mendispersi setiap campuran material yang ada, sehingga tidak terjadi segregasi (BASF 2007). Pasa umumnya setelah setelah terserap oleh partikel semen, superplasticizer akan memodifikasi permukaan partikel-partikel semen yang mengakibatkan partikel tersebut tidak menggumpal dan lebih menyebar sehingga mampu membebaskan air yang terperangkap. Hal ini lah yang membuat campuran beton tidak mengalami segregasi pada saat dilakukan pengetesan V-Funnel (Tjangroe 2006).
10
0.87
0.86
untuk diaduk kembali secara manual pada saat campuran dituangkan di baseplate. Secara umum penggunaan Glenium C-351 memberikan hasil yang lebih baik daripada Viscocrete 10 dalam hal workablitity beton SCC kondisi segar .
0.85
Viscocrete 0,8%
Viscocrete 1,0% Glenium 0.8% Poly. (Viscocrete 0,8%) Poly. (Viscocrete 1,0%)
PL
Pelaksanaan pengujian beton dalam kondisi keras diperlukan untuk mengaetahui kuat tekan, kuat tarik, porositas, dan tes susut dari komposisi campuran beton SCC yang dibuat.
Berdasarkan grafik 4.8, penggunaan superplasticizer Glenium C-351 memberikan efek yang sama dengan apabila pengujian dilakukan dengan menggunakan Viscocrete 10. Pemakaian abu dalam skala yang lebih besar juga masih memberikan efek pada besarnya passing ratio yang dihasilkan. Hal ini diakibatkan reaksi pada abu yang menyebabkan kekentalan pada campuran, sehingga kemampuan campuran untuk melewati celah menjadi terhambat. Penggunaan Glenium C-351 sebagai superplasticizer pozolan abu vulkanik juga tidak mununjukkan pola yang sama dengan penggunaan pozolan fly ash. Penggunaan abu vulkanik berbanding terbalik dengan penggunaan fly ash. Semakin banyak fly ash, maka semakin besar PL (Hamka 2008) Catatan: Berdasarkan pelaksanaan pengecoran dan pengujian beton kondisi segar, penggunaan Glenium C-351 lebih membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembuatan beton SCC dengan menggunakan Viscocrete 10. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pencampuran sampai Viscocrete 10 bereaksi yang menyebabkan fluiditas pada campuran hanya sekitar +/- 5 menit. Sedangkan waktu yang dibutuhkan Glenium C-351 adalah dua kali lipat dari waktu Viscocrete 10 yaitu sekitar +/- 10 menit. Kondisi ini diakibatkan senyawa kimia yang terkandung dalam Viscocrete lebih reaktif pada saat proses pencampuran di molen. Hal ini lah yang juga mengakibatkan penggunaan Viscocrete 10 dapat menyebabkan setting time yang lebih cepat jika dibandingkan penggunaan Glenium C-351. Kondisi ini terjadi pada saat proses pembuatan silinder benda uji, yang dibuktikan dengan campuran lebih lekat dan berat 11
Makalah Seminar Tugas Akhir Tabel 4.3 Rata-Rata Kuat Tekan (MPa) Analisa: Penggunaan superplasticizer Viscocrete 10 sangat berpengaruh pada kekuatan beton. Berdasarkan hasil penelitian beton SCC dengan menggunakan abu vulkanik, dosis superplasticizer berbanding terbalik dengan kuat tekan yang dihasilkan. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin rendah kekuatan beton yang dihasilkan. Terjadi kecenderungan pola yang tidak biasa pada pembuatan beton SCC dengan pemanfaatan abu vulkanik ini. Dari grafik 4.9 dan grafik 4.10 menunjukkan bahwa dengan kadar abu yang 10% kekuatan beton justru mengalami penurunan dan mengalami kenaikan kembali pada kadar 15% yang merupakan puncak dari penambahan abu vulkanik. Hal ini dikarenakan pada kadar 10% abu tidak mampu menggantikan peran semen sebagai pozolan dan hanya mengganggu rekasi kimia. Dari hasil kuat tekan, standart deviasi yang disyaratkan pada penelitian ini adalah tidak lebih dari 3,5. Standart deviasi melebihi 3,5 terjadi pada beton dengan komposisi abu vulkanik 10%. Tabel 4.5 Hasil Kuat Tekan Viscocrete (MPa)
f'c (MPa)
35.00
33.00
31.00 29.00 27.00 25.00 0 5 10 15 20 25
Viscocrete 0.8%
f'c (MPa)
12
Makalah Seminar Tugas Akhir Tabel 4.4 Standard Deviasi Kuat Tekan yang signifikan di kadar abu 15 % yang menyebabkan Grafik Glenium berada di atas Grafik Viscocrete. Grafik 4.13 Perbandingan fc Abu 0%
40 35
15 0 7 14 21 28 35
35
Kuat Tekan MPa
20
15 0 7 14 21 28 35
Viscocrete 1.0%
Kuat Tekan MPa
35
Analisa: Penggunaan superplasticizer Glenium C 351 memberikan pola grafik yang sama dengan superlplasticizer Viscocrete 10. Terjadi pola yang tidak biasa pada penambahan kadar abu sebanyak 10% dari jumlah semen. Pada komposisi abu vulkanik 10% ini. Kondisi ini berbeda dengan penelitian dengan menggunakan fly ash sebagai bahan pengganti semen, dmana semakin banyak kadar fly ash yang digunakan maka kekuatan yang dihasilkan pun semakin rendah (Hamka 2008). Grafik kuat tekan rata-rata penggunaan Glenium C-351 berada di bawah jika dibandingkan dengan penggunaan Viscocrete 10. Akan tetapi justru mengalami kenaikan
20
15 0 7 14 21 28 35
15 0 7 14 21 28 35
Analisa: Superplasticizer, dalam hal ini adalah Viscocrete 10 sangat berpengaruh pada kuat 13
Makalah Seminar Tugas Akhir tekan silinder yang di uji. Semakin besar jumlah superplasticizer yang diberikan, maka penurunan kuat tekan juga semakin besar. Hal ini dikarenakan reaksi kimia yang terjadi akibat dari superplastiscizer mengakibatkan menurunnya ikatan antar partikel yang pada akhirnya berakibat pada kuat tekan beton itu sendiri. Penggunaan Glenium cenderung memberkan hasil yang lebih bak pada saat pengetesan beton kondisi segar justru tidak berbanding lurus dengan kuat tekan yang dihasilkan. Kuat tekan penggunaan Glenium cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan Viscocrete 10. Pola grafik yang dihasilkan dari hasil pengujian beton SCC tanpa menggunakan tambahan abu vulkanik cenderung stabil dan sesuai dengan trand kuat tekan beton yang ada. Akan tetapi, pada saat campuran beton telah ditambahkan abu vulkanik sebagai pozolan tambahan pengganti semen pola grafik yang dihasilkan menjadi tidak beraturan. Hal ini dikarenakan pada senyawa kimia yang terkandung di dalam abu vulkanik sebagai pozolan alami mengganggu proses kimia yang terjadi di dalam beton. Tabel 4.5 Kuat Tarik Viscocrete
(Viscocrete)
Hubungan Kuat Tarik & Kuat Tekan
ft/f'c
Analisa: Besarnya kuat tarik yang dihasilkan dari masing-masing komposisi abu vulkanik cenderung seragam baik yang menggunakan dosis viscocrete 0,8% ataupun 1,0%. Jadi, banyaknya abu vulkanik yang ditambahkan tidak cukup reaktif untuk mempengaruhi besarnya kuat tarik yang dihasilkan. Sama halnya dengan pada beton normal yang ada, hubungan antara kuat tarik dan kuat
f'c (MPa)
14
Makalah Seminar Tugas Akhir tekan (ft/fc) adalah sekitar +/- 10%. Berdasarkan data penelitian beton SCC dengan menggunakan tambahan pozolan abu vulkanik dan dengan penambahan dosis SP 0,8% dan 1,0% tidak mempengaruhi pola hubungan kuat tarik dan kuat tekan. Tabel 4.6 Kuat Tarik Glenium Grafik 4.21 Hubungan Kadar Abu dan ft/fc
Hubungan Kuat Tarik & Kuat Tekan
0.14 0.12 0.10
ft/f'c
0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0 5 10 15 20 25 Glenium 0,8% Viscocrete 0,8% Viscocrete 1,0%
Analisa: Besarnya kuat tarik yang dihasilkan dari masing-masing komposisi abu vulkanik cenderung seragam baik yang menggunakan dosis 0,8% ataupun 1,0%. Jadi, banyaknya abu vulkanik yang ditambahkan tidak cukup reaktif untuk mempengaruhi besarnya kuat tarik yang dihasilkan. Sama halnya dengan pada beton normal yang ada, hubungan antara kuat tarik dan kuat tekan (ft/fc) adalah sekitar +/- 10%. Berdasarkan data penelitian beton SCC dengan menggunakan tambahan pozolan abu vulkanik dan dengan penambahan dosis SP 0,8% dan 1,0% tidak mempengaruhi pola hubungan kuat tarik dan kuat tekan.
ft (MPa)
15
Viscocrete 0.8%
3 0 5 10 15 20 25
Analisa: Porositas berbanding terbalik dengan kuat tekan yang dihasilkan oleh beton. Semakin tinggi kuat tekan, maka semakin rendah porositas dari beton tersebut. Pada grafik 4.17, dengan penambahan dosis viscocrete sebanyak 0,8% menunjukkan porositas yang sesuai dengan pola.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat dalam Abu Vulkanik Gunung Bromo. Pengujian ini dengan tes XRD (X-Ray Diffractometer) dan XRF yang dilakukan di Laboratorium Energy Research Center ITS. Berikut adalah hasil tes XRF yang dilakukan pada abu vulkanik Gunung Bromo. Tabel 4.8 Tabel Perbandingan Pozolan Yang Dibakar
Analisa: Berdasarkan pada perbandingan pozolan yang dibakar, ada beberapa senyawa yang terkandung dalam Abu Bromo yang melebihi ataupun kurang dari syarat maksimum dan minimum dari persyaratan yang telah ditentukan. Pada Abu Bromo mengandung Na2O yang cukup tinggi. Kondisi ini tidak baik pada beton, hal ini dikarenakan alkali reaksi yang terjadi dapat menyebabkan retak pada beton. Hal ini dikarenakan dengan reaksi alkali agregat membuat semacam antibodi sehingga terlepas dari campuran pasta yang ada.
16
5.2 Saran 1. Pada penelitian ini tidak membahas lebih dalam reaksi kimia yang terdapat dalam abu vulkanik sebagai bahan tembahan pengganti semen, oleh karena itu diharapkan kelak ada penelitian lanjutan untuk membahas reaksi kimia yang mendalam pada senyawa, ikatan, dan reaksi kimia dengan bahan penyusun beton. 2. Perawatan superplasticizer memiliki pengaruh yang besar terhadap penelitian beton Self Compacting Concrete, oleh karena itu penyimpanan dan perawatan superplasticizer harus sesuaidengan aturan pada superplasticizer tersebut. 3. Pada penelitian ini tidak dibahas optimasi biaya yang ideal diterapkan dengan pemanfaatan abu vulkanik dan superplasticizer, diharapkan kedepannya terdapat penelitian yang membahas optimasi biaya mengingat biaya superplasticizer masih sangat mahal.
17