You are on page 1of 80

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang duperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut disebutkan dalam pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan sains, sebagaimana pendidikan pada umumnya memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual anak. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pendidikan sains senantiasa mengalami pengkajian ulang dan pembaharuan untuk mencari bentuknya yang sesuai. Pembaharuan dan pengembangan pendidikan sains selalu diupayakan dengan melihat kesesuaiannya dengan hakekat sains itu sendiri dan perkembangan anak. Penyesuaian ini tentu akan membawa warna dalam pembelajaran sains dilingkungan pendidikan sekolah, Rohandi (dalam Sumaji dkk, 1998: 112).

Keterampilan proses sains yang terjadi dilapangan selama ini berorientasi pada hasil dan kurang memperhatikan proses yang terjadi. Pembelajaran yang terjadi dikelas selalu menunjukkan dominasi guru sehingga seakan-akan guru adalah manusia super, yang selalu benar dan pandapatnya tidak dapat dibantah lagi. Berkenaan dengan hal tersebut, sudah semestinya pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pusat harus diubah menjadi guru sebagai fasilitator atau dari teacher centered ke student centererd. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya pembelajaran sains di sekolah, yaitu : 1. Guru-guru sains dalam mengajarkan sains kurang menarik dan membosankan. 2. Guru-guru sains kurang menguasai materi sains yang diajarkan. 3. Guru-guru sains kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. 4. Materi pelajaran sains yang banyak dan sulit. 5. Evaluasi yang kurang tepat dan adil. Pendidikan sains melalui keterampilan proses sains merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan belajar secara optimal sehingga akan dihasilkan manusia yang berkualitas. Selain fokus kepada siswa pola fikir pembelajaran perlu diubah sekedar memahami konsep dan prinsip keilmuan, siswa juga harus memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan konsep dan prinsip keilmuan yang telah dikuasai. Aspek keterampilan proses sains yang dikembangkan melalui metode praktikum adalah

observasi, menginferensi, merancang percobaaan dan mengkomunikasikan. Dari balitbang dikemukakan : Seperti dinyatakan dalam pilar-pilar pembelajaran UNESCO, selain terjadi learning to know (pembelajaran untuk tahu), juga harus terjadi learning to do (pembelajaran untuk berbuat), dan bahkan bahkan dituntut sampai pada learning to be (pembelajaran untuk membangun jati diri yang kokoh) dan learning to live together (pembelajaran untuk hidup bersama secara harmonis). (Balitbang, 2001: 75). Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa metode praktikum merupakan metode pembelajaran yang sesuai pada materi-materi tertentu dalam mata pelajaran fisika. Melalui metode praktikum ini mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap siswa untuk melakukan keterampilan proses sains. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Studi tentang Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X Teknik Mekanik Otomotif Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Tugumulyo pada Pokok

Bahasan Besaran dan Satuan Tahun pelajaran 2010/2011

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana keterampilan proses sains yang dimiliki siswa kelas X Teknik Mekanik Otomotif SMK Negeri Tugumulyo Kecamatan Tugumulyo pada pokok bahasan besaran dan satuan tahun pelajaran 2010/ 2011. Sedangkan keterampilan proses sains dalam penelitian ini dari permasalahan yang bersifat umum di atas kemudian dijabarkan menjadi rumusan masalah tentang gambaran keterampilan proses sains yang dimiliki siswa yaitu :

1. Bagaimana kemampuan siswa dalam menggunakan berbagai alat ukur? 2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menginferensi (menyimpulkan) data percobaan? 3. Bagaimana kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil percobaan?

C. Batasan Masalah 1. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri Tugumulyo, dengan subjek siswa kelas X1 teknik mekanik otomotif pada pokok bahasan besaran dan satuan. 2. Penelitian ini menggunakan empat macam analisis data penelitian yaitu: observasi, tes keterampilan proses sains, angket dan wawancara. 3. Penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan keterampilan proses sains siswa kelas X teknik mekanik otomotif SMK Negeri Tugumulyo.

D. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri Tugumulyo, dengan subjek siswa kelas X teknik mekanik otomotif, yang diambil pada salah satu kelas yaitu kelas X1 dengan jumlah siswa 38 siswa dengan pokok bahasan besaran dan satuan pada semester satu tahun pelajaran 2010/ 2011.

E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang sejauh mana keterampilan proses sains yang dimiliki siswa kelas X teknik mekanik otomotif SMK Negeri Tugumulyo. Untuk mencapai tujuan ini dengan mengacu

pada rumusan masalah yang telah ditetapkan, sehingga dirumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional yaitu: 1. Untuk memperoleh informasi tentang keterampilan proses sains siswa dari aspek keterampilan dalam menggunakan berbagai alat ukur, 2. Untuk mengetahui Kemampuan siswa X teknik mekanik otomotif dalam menginferensi (menyimpulkan) data percobaan. 3. Untuk mengetahui kemampuan siswa kelas X teknik mekanik otomotif dalam mengkomunikasikan hasil percobaan.

F. Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini diharapakan dapat memberikan gambaran bagaimana keterampilan proses sains siswa, secara khusus penelitian ini dapat bermanfaat bagi : 1. Siswa Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran fisika di sekolah dan meminimalisasi persepsi bahwa pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang menakutkan. 2. Guru Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pelajaran dan pengamalan tentang strategi kegiatan belajar mengajar dikelas. 3. Sekolah Bagi sekolah, penelitan ini diharapkan dapat memberikan gambaran sejauh mana keterampilan proses sains yang telah dimiliki siswa.

4. Peneliti Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan pengalaman dan keterampilan di sekolah.

G. Penjelasan Istilah Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Keterampilan proses sains adalah cermin semua aktivitas sains yang melatih dan mengembangkan baik keterampilan proses dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa dalam melakukan observasi, inferensi, komunikasi, dan percobaan. 2. Observasi adalah suatu proses untuk memperoleh informasi atau mengenal suatu objek atau peristiwa dengan menggunakan semua panca indera atau alat bantu yang merupakan pengembangan alat indera. 3. Inferensi adalah penjelasan terhadap suatu data yang didasarkan atas hasil observasi (pengamatan). 4. Komunikasi adalah menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip
ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, dan/atau suara visual.

merancang

5. Melakukan percobaan adalah suatu kegiatan yang memadukan seluruh keterampilan proses yang telah dipelajari.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik 1. Hakekat IPA dan Pendidikan IPA Poeddjiadi (dalam Edy, 2002: 22) mengemukakan bahwa Istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan terjemahan dari bahasa Inggris nature science atau di singkat science. Dalam bahasa Indonesia science ditulis dengan sains atau IPA. Ditinjau dari sejarahnya, IPA atau sains yang berarti natural. Science itu sendiri dikenal sejak zaman Yunani kuno yaitu istilah natural philosophy. Secara etimonologi, Feisher (dalam Mariana, 2001: 4-5), menyatakan bahwa sains berasal dari bahasa latin, yaitu scientia yang artinya secara sederhana adalah pengetahuan (knowledge). Sains diartikan sebagai pengetahuan yang secara sistematis tersusun (asslembed) bersama-sama dalam suatu urutan organisasi. Istilah sains secara umum mengacu kepada masalah alam (nature) yang dapat di interprestasikan dan diuji. Dari aspek ontologis (apa yang ingin kita ketahui?) dan aspek epistimologi (bagaimana cara kita memperoleh pengetahun?), J. Conant (Holton dan roller, 1958 dalam Sumaji, dkk., 1998: 31) mendefinisikan sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan diekperimentasi lebih lanjut . Menurut Cambbell (Feisher, 1975 dalam Mariana, 2001: 6) menyatakan sains sebagai sesuatu yang memiliki dua bentuk, yaitu (1) sains sebagai batang

tubuh ilmu pengetahuan, dan pengetahuan praktis, dan metode memperolehnya ; dan (2) sains sebagai hal yang murni aktivitas intelektual. Sains juga dapat dikatakan sebagai cara yang dilakukan oleh ahli sains dalam melakukan kegiatan penyelidikan ilmiah. Dari berbagai pandangan dalam bidang sains dan memperhatikan hakekat sains, Mariana (2001: 7) merumuskan pengertian sains adalah sebagai berikut: Sains adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuari yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara terus-menerus ; merupakan suatu upaya manusia yang meliputi operasi mental, keterampilan dan trategi memanipulasi dan menghitung, yang dapat diuji kembali kebenarannya yang dilandasi sikap keingintahuan (curiosity), keteguhan hati (courage), ketekunan (pirsestence) yang dilakukan oleh individu untuk menyikap rahasia alam semesta. Kemudian dilanjutkan dari hal diatas sedikitnya dapat dirumuskan tiga batasan tentang sains, yaitu: (1) kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori, (2) proses ilmiah dapat fisik dan mental dalam mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya dan (3) sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyikapi rahasia alam. De Boer (1991) dalam mariana, (2001:9) menyatakan bahwa komisi sains yang dipimpin oleh Otis W. Calddwell beranggotakan 47 orang professor dalam pendidikan dan kepala sekolah Lincoln scholl memberikan rasional dalam kurikulum dan arah sains dalam pendidikan sesuai dengan yang diinginkan oleh sains agar pencapaian siswa seperti yang diharapkan, yaitu sebagai berikut : a. Sains merupakan yang bernilai dalam hidup sehat karena pengetahuan masyarakat tentang kebersihan lingkungan dan kesehatan individu dapat

mencegah mewabahnya penyakit. b. Meskipun sains melaju terus kearah kemajuan, tetapi sains tetap peduli dengan worthy home membership melalui pengajaran tentang fungsi dan keterbatasan listrik, sistem ventilasi, pengoperasian dari berbagai alat dirumah yang digunakan dalam sehari-hari. c. Pelajaran sains bermanfaat untuk keperluan pekerjaan khusus dalam kehidupan yang umum (misalnya: biologi, fisika, kimia, fisiologi, kesehatan). d. Berkaitan dengan tujuan kemasyarakatan sains memberikan penghargaan yang lebih terhadap kerja dan kontribusinya dalam memberikan masyarakat kemampuan untuk mengambil peran dalam masyarakat. e. Kontribusi sains dalam pemanfaatan waktu luang, misalnya melalui pemahaman tentang Alat-alat ukur, dan prinsip kimia dalam fotografi, dan pembuatan observasi yang lebih mendalam tentang alam sambil menjelajahi kawasan atau wilayah atau negara atau bangsa. f. Studi tentang sains memberikan kontribusi dalam pengembangan etika dan karakter melalui pemahaman yang mendalam tentang konsep kebenaran dan kepercayaan terhadap hukum sebab akibat. Lebih lanjut komisi tersebut merekomendasi beberapa tujuan sebagai berikut : a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum melalui pendidikan, dengan penyebaran informasi tentang kehidupan sehari-hari, melalui : kesehatan masyarakat dan personal pendidikan sex, pengetahuan sanisasi, dan pengetahuan yang membantu masyarakat dalam menggunakan secara benar

10

teknologi modern dirumah dan dalam kehidupan sehari-hari. b. Mengembangkan hubungan sains dan keindahan alam. c. Menarik minat siswa untuk melakukan stusi lanjutan tentang sains dalam mengantisipasi bagi mereka yang memilih karier yang berkaitan dengan sains sebagai saintis atau ahli lain yang memerlukan pengetahuan sains. d. Mengembangkan kemampuan siswa mengobservasi, membuat pengukuran yang teliti terhadap suatu fenomena, mengklasifikasikan pengamatan, dan membuat penalatan secara jelas terhadap hasil pengamatan. e. Pemahaman yang jelas tentang prinsip-prinsip masing-masing cabang sains meliputi : fisika, kimia, dan biologi. Sebagai kesimpulannya bahwa pendidikan sains pada hakekatnya adalah membelajarkan siswa untuk memahami hakekat sains (proses dan produk serta aplikasinya) mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati, dan ketekunan, serta sadar akan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat serta terjadi pengembangan kearah yang positif. 2. Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Fisika Keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam proses interaksi edukatif, keterampilan proses bertujuan meningkatkan kemampuan anak didik menyadari, memahami, dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil belajar yang telah dicapai anak didik. Rangkaian bentuk kegiatan yang dimaksudkan adalah mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan

mengkomunikasikan.

Sebelum

pengajaran

menggunakan

pendekatan

11

keterampilan proses didahulukan terlebih guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Siswa sebagai orang yang terlibat dalam situasi belajar mengajar b. Waktu yang akan digunakan dalam pengajaran c. Urutan bagaimana materi akan dibahas d. Rangkaian perkembangan proses berfikir dan keterampilan yang akan ditumbuhkan pada siswa e. Alat peraga yang akan digunakan f. Penilaian pelajaran yang diberikan Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori , untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Keterampilan proses sains merupakan kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif/ intelektual, manual dan sosial. keterampilan intelektual dan kognitif terlibat karena dengan melibatkan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin

12

mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusun atau prakitan alat. Dengan keterampilan proses dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses sains merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA, serta keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Dalam beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains merupakan aspek-aspek kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh saintis dalam menyelesaikan masalah dan menentukan produk-produk sains. Beberapa alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu : a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta. b. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret. c. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif. d. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

13

Selain itu juga, pendidikan fisika menunjukkan bahwa perolehan dan pengembangan suatu gagasan tidak dapat berlangsung dari luar anak seperti: ceramah guru atau dari paksaan dan tekanan orang tua. Akan tetapi, hanya dapat terjadi dari dalam anak sendiri, yaitu dari pikiran anak. Fungsi guru selama pembelajaran hanya berperan sebagai fasilitator (pemberi kemudahan belajar). Anak sendirilah yang harus membangun gagasan/ pengetahuan . Untuk keperluan ini, mungkin saja mereka harus menafsirkan kembali informasi, menyusun kesimpulan baru, atau menguji beberapa gagasan alternatif. Dengan kata lain, senantiasa aktif menggunakan dan menerapkan keterampilan proses sepanjang hayatnya, terutama untuk dimanfaatkaan selama pengembaraannya untuk mengeksplorasi alam sekitar. Pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan intruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Namun justru pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan, anak atau siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuh kembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang mempengaruhi keterampilan proses sains yang dituntut untuk dimiliki siswa diantaranya yaitu perbedaan kemampuan siswa secara genetik, kualitas guru serta perbedaan strategi guru dalam mengajar. Keterampilan proses sains mencerminkan semua aktivitas sains yang melatih dan mengembangkan baik keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Salah satu cara efektif yang mesti dilakukan dalam pembelajaran fisika adalah

14

dengan menggunakan suatu pendekatan keterampilan proses sains. Pendekatan ini akan lebih tepat apabila digunakan dengan menggunakan metode praktikum pada meteri-materi tertentu, karena dengan menggunakan metode ini siswa dapat terlibat langsung dengan keadaaan yang sebenarnya. Namun bukan berarti bahwa dengan menggunakan metode ini siswa dapat langsung memahami materi pelajaran dengan mudah, karena dibutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam melakukan pengamatan, selain itu dibutuhkan kesabaran dalam melihat hasil serta kecerdasan dalam melakukan perhitungan dan mengkomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan. Metode praktikum merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran dari teori kontruktivisme. Dari teori tersebut, artinya dalam pembelajaran fisika untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka seorang guru harus mampu menempatkan siswa sebagai sentral. Dari sinilah sehingga proses belajar yang dilakukan tidak menonton (satu arah). Tahap-tahap umum yang dilakukan dalam melakukan praktikum adalah merancang percobaan, melaksanakan percobaan, dan membuat laporan hasil percobaan. Wayne Harlen (1992) dalam Rostina (2000: 36), menyatakan bahwa ada sembilan sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui metode praktikum, yaitu : a. Sikap ingin tahu (curousity), artinya siswa ingin selalu memperoleh jawaban yang rasional dari suatu objek yang diamati. b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originally), untuk mewujudkan sikap ini guru harus membimbing siswa dalam melakukan pengamatan secara

15

langsung pada objek yang diamatinya. c. Sikap kerjasama (cooperation), sikap ini dapat dibina apabila siswa diberi masalah yang pemecahannya dilakukan secara berkelompok, seperti dalam melakukan observasi, mengumpulkan data, dan berdiskusi . d. Sikap tidak putus asa (perseverance), sikap ini dapat terwujud apabila guru senantiasa memberi bimbingan dan motivasi pada siswa yang gagal dalam melakukan percobaan e. Sikap tidak berprasangka (open-undedness), dengan mengalami dan menyaksikan sendiri peritiwa yang terjadi membuat siswa percaya terhadap pengetahuan yang diperolehnya. f. Sikap mawas diri (self cristicim), dengan kegiatan percobaan siswa dapat menumbuhkan sikap menjunjung tinggi kebenaran, jujur pada diri sendiri dan siswa lain, dan mampu mengkoreksi kesalahan yang dilakukan. g. Sikap bertanggung jawab (responsibility), sikap ini dapat dikembangkan melalui pembuatan laporan hasil pengamatan secara jujur. h. Sikap berfikir bebas (independence in thinking), dengan praktikum siswa diberi kebebasan untuk mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai apa adanya dan membuat kesimpulan sesuai dengan hasil kerja sendiri. i. Sikap kedisiplinan diri (self discripline), dengan bimbingan siswa melakukan kegiatan percobaan secara teratur sesuai prosedur.

16

3. Aspek-aspek Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan suatu keterampilan proses yang dimiliki oleh siswa, dalam hal ini beberapa ahli membagi-bagi keterampilan proses sains menjadi sejumlah aspek-aspek sebagai penjabaran dan keterampilan proses itu sendiri. Dalam penelitian ini hanya ditekankan pada empat macam aspek dalam keterampilan proses sains, yaitu observasi, inferensi, komunikasi, dan merencanakan percobaan. Dari keempat keterampilan proses sains ini dapat dibagi menjadi beberapa sub keterampilan proses sains yang akan dipertimbangkan sesuai dengan perangkat keterampilan komplek yang digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Penggunaan keempat keterampilan proses ini sesuai dengan materi keempat aspek keterampilan proses sains tersebut. a. Pengamatan (Observasi). Keterampilan mengobservasi menurut Elser dan Elser (1984) adalah keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mendefinisikan suatu objek. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya menggunakan segenap panca indera untuk memperoleh informasi atau data mengenai benda atau suatu kejadian atau dan peristiwa. (http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2008/10/27/keterampilan-proses-dasar-pada-pembelajaran-ipa/). Jenis keterampilan mengobservasi dapat bersifat observasi kualitatif, dan observasi kuantitatif, Subiyanto (1986) dalam Indramaya (2005: 12). Observasi bersifat kualitatif apabila observasi dilakukan secara langsung dengan

17

menggunakan indera, sedangkan observasi bersifat kuantitatif apabila observasi dilakukan selain menggunakan indera, juga menggunakan alat bantu (alat ukur). Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa observasi adalah suatu proses untuk memperoleh informasi atau mengenal suatu objek atau peristiwa dengan menggunakan semua alat indera. Menurut Inderawati (2000: 5), menyatakan karakteristik dari keterampilan mengamati diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda, misalnya warna, bentuk, ukuran dengan menggunakan sebagaian atau keseluruhan indera dan atau dengan alat Bantu. 2. Mengidentifikasi perbedaan dan persamaan yang nyata pada suatu objek . 3. Membaca alat-alat ukur 4. Mencocokkan gambar dengan uraian tulisan/ benda 5. Menceritakan suatu benda/ peristiwa. b. Menyimpulkan (Inference) Nuryani (2007: 7), mengemukankan Fakta atau data yang sudah diperoleh dari observasi atau pengamatan akan ditafsirkan lebih lanjut menjadi suatu penjelasan yang logis. Penjelasan terhadap fakta atau data inilah yang dimaksud dengan inference atau inferensi. Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui Inferensi akan menuju pada suatu kesimpulan mengenai hasil observasi yang didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman awal. Karakteristik dan

18

keterampilan pengamatan,

ini

yaitu:

Mengidentifikasi

fakta-fakta

berdasarkan

hasil

dan Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasan yang logis. c. Mengkomunikasikan Keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang penting yang harus dimiliki seseorang. Menurut Nuryani (2007: 6), menyatakan Mengkomunikasikan
dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, dan/atau suara visual.

Oleh karena itu, ilmuwan dituntut agar mampu menyampaikan hasil penemuannya secara jelas dan cermat. Dalam sains sering digunakan metodemetode komunikasi dengan grafik, charta, peta, diagram, simbol-simbol, persamaan matematika, gambar visual, tulisan atau kata-kata yang diucapkan oleh saintis. Seseorang akan menemui kegagalan apabila tidak dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain. Dalam memecahkan setiap masalah ini mesti ditumbuhkan sikap keterbukaan, sehingga setiap permasalahan dapat diambil suatu penyelesaiannya dengan baik. Dalam pendidikan sains siswa dilatih agar dapat mengkomunikasikan hasil percobaannya secara sistematis dan mudah dipahami, baik melalui bentuk laporan, mendiskusikan hasil pengamatan kepada teman-temannya, kemudian menggambarkan hasil pengamatannya dalam bentuk tabel maupun grafik serta bentukbentuk lainnya. Mengkomunikasikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengubah informasi dari suatu media ke media lainnya. Adapun karakteristik keterampilan mengkomunikasikan ini diantaranya sebagai berikut :

19

1. Menyampaikan suatu gagasan. 2. Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan/ memberikan secara akurat suatu objek atau kejadian. 3. Mengubah data dalam bentuk tabel ke bentuk lainnya. d. Melakukan percobaan. Keterampilan melakukan suatu percobaan merupakan salah data unsur yang sangat esensial dalam kegiatan ilmiah. Menurut Nuryani (2007: 7), menyatakan melakukan percobaan merupakan suatu kegiatan yang memadukan seluruh keterampilan proses yang telah dipelajari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan percobaan, yaitu: 1. Menentukan alat dan bahan yang digunakan 2. Menentukan variabel yang harus tetap dan diubah 3. Langkah-langkah kerja yang harus berurutan 4. Pengolahan hasil pengamatan 5. Penggunaan waktu sebaik mungkin 4. Besaran dan Satuan a. Pengukuran 1) Alat Ukur Panjang Untuk mengukur panjang suatu benda, anda dapat menggunakan mistar, rolmeter, jangka sorong, dan mikrometer skrup. Dalam mengukur panjang suatu benda, selain memperhatikan ketelitian alat ukurnya, juga memperhatikan jenis dan macam benda yang akan diukur. a. Penggaris / Mistar

20

Mistar adalah salah satu alat ukur panjang yang paling sering anda gunakan pada kehidupan sehari.hari. Skala terkecil dari mistar adalah 1 mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar adalah x skala terkecil = 0,05 cm. Dengan ketelitian 0,05 cm ini maka mistar dapat anda gunakan untuk mengukur panjang sebuah buku atau pensil. Untuk menggunakan mistar dapat anda lakukan dengan cara menempatkan mistar tersebut diatas benda yang akan diukur panjangnya, pastikan bahwa titik nol skala mistar tepat berimpit dengan salah satu ujung benda yang akan diukur. Langkah-langkah yang ditempuh untuk membaca hasil pengkuran dengan mistar adalah : a. Pastikan bahwa titik nol skala mistar telah berimpit dengan salah satu ujung benda yang diukur panjangnya. b. Baca skala yang ditunjukkan oleh ujung benda yang satunya. c. Nyatakan hasil pengukuran yang anda peroleh dalam 2 desimal sesuai tingkat ketelitian mistar. Hasil pengukuran dengan menggunakan suatu alat ukur dapat dinyatakan dengan format sebagai berikut : Hasil pengukuran = xo + x Dengan xo = hasil pembacaan pengukuran dengan alat ukur dan x = ketidakpastian alat ukur Untuk mistar karena ketelitiannya atau ketidakpastiannya = 0,05 cm (2 desimal) maka xo harus dinyatakan dalam 2 desimal pula. b. Jangka sorong

21

Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang dapat dipergunakan untuk mengukur panjang suatu benda dengan ketelitian hingga 0,1 mm. keuntungan penggunaan jangka sorong adalah dapat dipergunakan untuk mengukur diameter sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin, maupun kedalam sebuah tabung. Secara umum, jangka sorong terdiri atas 2 bagian yaitu rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri atas 2 bagian yaitu skala utama yang terdapat pada rahang tetap dan skala nonius (vernier) yang terdapat pada rahang geser. Sepuluh skala utama memiliki panjang 1 cm, dengan kata lain jarak 2 skala utama yang saling berdekatan adalah 0,1 cm. Sedangkan sepuluh skala nonius memiliki panjang 0,9 cm, dengan kata lain jarak 2 skala nonius yang saling berdekatan adalah 0,09 cm. Jadi beda satu skala utama dengan satu skala nonius adalah 0,1 cm 0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm. Sehingga skala terkecil dari jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Ketelitian dari jangka sorong adalah setengah dari skala terkecil. Jadi ketelitian jangka sorong adalah : x = x 0,01 cm = 0,005 cm. Dengan ketelitian 0,005 cm, maka jangka sorong dapat dipergunakan untuk mengukur diameter sebuah kelereng atau cincin dengan lebih teliti (akurat). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa jangka sorong dapat dipergunakan untuk mengukur diameter luar sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin maupun untuk mengukur kedalaman sebuah tabung.

22

Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah dalam menggunakan jangka sorong untuk keperluan tersebut, yaitu: 1. Mengukur diameter luar Untuk mengukur diameter luar sebuah benda (misalnya kelereng) dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut a) Geserlah rahang geser jangka sorong kekanan sehingga benda yang diukur dapat masuk diantara kedua rahang (antara rahang geser dan rahang tetap) b) Letakkan benda yang akan diukur diantara kedua rahang. c) Geserlah rahang geser kekiri sedemikian sehingga benda yang diukur terjepit oleh kedua rahang d) Catatlah hasil pengukuran anda 2. Mengukur diameter dalam

Untuk mengukur diameter dalam sebuah benda (misalnya diameter dalam sebuah cincin) dapat dilakukan dengan langkah berikut : a) Geserlah rahang geser jangka sorong sedikit kekanan. b) Letakkan benda/cincin yang akan diukur sedemikian sehingga kedua rahang jangka sorong masuk ke dalam benda/cincin tersebut c) Geserlah rahang geser kekanan sedemikian sehingga kedua rahang jangka sorong menyentuh kedua dinding dalam benda/cincin yang diukur d) Catatlah hasil pengukuran anda sebagai

23

3. Mengukur kedalaman Untuk mengukur kedalaman sebuah benda/tabung dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : a) Letakkan tabung yang akan diukur dalam posisi berdiri tegak. b) Putar jangka (posisi tegak) kemudian letakkan ujung jangka sorong ke permukaan tabung yang akan diukur dalamnya. c) Geserlah rahang geser kebawah sehingga ujung batang pada

jangka sorong menyentuh dasar tabung. d) Catatlah hasil pengukuran anda. Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan jangka sorong dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : a) Bacalah skala utama yang berimpit atau skala terdekat tepat didepan titik nol skala nonis. b) Bacalah skala nonius yang tepat berimpit dengan skala utama. c) Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan : d) Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala terkecil jangka sorong) = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x 0,01 cm) Karena x = 0,005 cm (tiga desimal), maka hasil pembacaan pengukuran (xo) harus juga dinyatakan dalam 3 desimal. Tidak seperti mistar, pada jangka sorong yang memiliki skala nonius, Anda tidak pernah menaksir angka terakhir (desimal ke-3) sehingga anda cukup

24

berikan nilai 0 untuk desimal ke-3. sehingga hasil pengukuran menggunakan jangka sorong dapat anda laporkan sebagai : Panjang L = xo + x c. Mikrometer Skrup Mikrometer skrup merupakan alat ukur panjang yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Mikrometer skrup dapat dipergunakan untuk mengukur tebal kertas, diameter kawat tipis, tebal plat tipis yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Seperti halnya jangka sorong, mikrometer skrup terdiri atas : 1. Rahang tetap yang berisi skala utama yang dinyatakan dalam satuan mm. Panjang skala utama mikrometer pada umumnya mencapai 25 mm. jarak antara 2 skala utama yang saling berdekatan adalah 0,5 mm. 2. Poros berulir yang dipasang pada silinder pemutar (bidal). Pada ujung bidal terdapat garis skala yang membagi menjadi 50 bagian yang sama yang disebut skala nonius. 3. Rahang geser yang dihubungkan dengan bidal, yang digunakan untuk memegang benda yang akan diukur bersama dengan rahang tetap. Jika bidal digerakkan 1 putaran penuh maka poros akan maju/mundur 0,5 mm. karena selubung luar memiliki 50 skala, maka skala terkecil mikrometer skrup adalah 0,5 mm/ 50 = 0,01 mm. Ketelitian dari

25

mikrometer skrup adalah setengah dari skala terkecil. Jadi ketelitian mikrometer skrup adalah : x = x 0,01 mm = 0,005 mm. Dengan ketelitian 0,005 mm, maka mikrometer skrup dapat dipergunakan untuk mengukur tebal kertas atau diameter kawat tipis dengan lebih teliti (akurat). Untuk menggunakan mikrometer skrup dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Putar bidal (pemutar besar) berlawanan arah jarum jam sehingga ruang antara rahang tetap dengan rahang geser cukup untuk menempatkan benda yang akan diukur. 2. Letakkan benda yang akan diukur diantara rahang tetap dan rahang geser. 3. Kemudian putar bidal (pemutar besar) searah jarum jam sehingga benda yang diukur terjepit oleh rahang tetap dan rahang geser. 4. Putar pemutar kecil (roda bergerigi) searah jarum jam sehingga skala nonius pada pemutar besar tidak bergeser lagi. 5. Baca hasil pengukuan yang diperoleh. Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan mikrometer skrup dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1. Tentukan nilai skala utama yang terdekat dengan selubung silinder (bidal) dari rahang geser (atau skala utama yang berada tepat didepan/berimpit dengan selubung silinder luar rahang geser) 2. Tentukan nilai skala nonius yang yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama

26

Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan : Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala terkecil mikrometer skrup) = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x 0,01 mm) Karena x = 0,005 mm (tiga desimal), maka hasil pembacaan pengukuran (xo) harus juga dinyatakan dalam 3 desimal. Karena kita tidak perlu menaksir angka terakhir (desimal ke-3) maka kita cukup berikan nilai 0 untuk desimal ke-3. sehingga hasil pengukuran menggunakan Mikrometer skrup dapat anda laporkan sebagai : Panjang L = (Xo + X) 2) Alat Ukur Massa Untuk mengukur massa suatu benda digunakan neraca. Dari segi bentuk, alat ukur massa dalam fisika sangat berbeda dengan alat ukur massa yang sering kita jumpai di dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita kenal neraca sama lengan yang biasa kita jumpai di toko mas, neraca"dacin" gabah, ada pula neraca pasar yang biasa digunakan untuk menimbang sayuran dan bahan pokok dipasar, dan bahkan ada neraca pegas yang sering digunakan ibu-ibu untuk menimbang bahan-bahan kue. Dari sekian banyak bentuk neraca, neraca yang paling sering digunakan dilabolatorium adalah neraca lengan, neraca pelat datar dan neraca inersia, tetapi neraca ini mungkin sangat sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kerja neraca ada 4 macam yaitu prinsip kesetimbangan gaya gravitasi (contohnya : neraca sama lengan), prinsip kesetimbangan momen gaya

27

(contohnya: neraca dacin), prinsip kesetimbangan gaya elastis dengan gaya gravitasi (contohnya : neraca pegas), dan prinsip inersia/ kelembaman. Beberapa macam neraca diantaranya, yaitu: a. Neraca 3 Lengan Neraca adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda. Dalam Pembelajaran ini kita akan membahas neraca 3 lengan sebagai salah satu alat ukur massa yang paling banyak ditemui di labolatorium.Pada umumnya neraca 3 lengan (sering disebut sebagai neraca Ohause) memiliki batas ukur hingga 600 gram. Neraca 3 lengan terdiri atas : 1) Penyangga beban yang digunakan untuk menempatkan benda yang akan diukur. 2) Lengan neraca yang terdiri atas 3 lengan yaitu lengan paling belakang yang memiliki skala dari 0-100 gram dengan jarak antar skala 10 gram. Lengan yang terletak di tengah-tengah yang memiliki skala dari 0-500 gram dengan jarak antar skala adalah 100 gram. dan lengan paling depan yang memiliki skala dari 0-10 dengan jarak antar skala 0,1 gram. 3) Pemberat (anting) yang diletakkan pada masing-masing lengan yang dapat digeser-geser dan sebagai penunjuk hasil pengukuran. 4) Titik 0, yang digunakan untuk menentukan titik kesetimbangan.

28

Skala terkecil dari neraca tersebut adalah 0,1 gram (yaitu jarak antar skala pada lengan yang paling depan) Ketelitian dari neraca adalah setengah dari skala terkecil. Jadi ketelitian neraca adalah : m = x 0,1 gram = 0,05 gram Dengan ketelitian 0,05 gram, maka neraca 3 lengan dapat dipergunakan untuk mengukur massa sebuah benda dengan lebih teliti (akurat). Untuk mengukur massa suatu benda dengan menggunakan neraca 3 lengan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Siapkan benda yang massanya mau diukur, kemudian tempatkan benda tersebut diatas penyangga beban (bagian neraca untuk menempatkan benda yang akan diukur). 2) Geser anting (pemberat) pada masing-masing lengan dimulai dari pemberat paling besar hingga pemberat paling kecil sedemikian sehingga lengan neraca dalam keadaan setimbang (horizontal) yang ditandai dengan berimpitnya garis mendatar pada ujung lengan dengan titik 0 (nol). 3) Setelah posisi lengan setimbang, maka bacalah hasil pengukuran yang anda peroleh. Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan Neraca 3 lengan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1) Bacalah Skala yang ditunjukkan oleh anting (pemberat) pada masingmasing lengan neraca. 2) Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan :

29

Hasil = Pembacaan skala pada lengan tengah + Pembacaan skala pada lengan Belakang + Pembacaan skala pada lengan depan Karena x = 0,05 gram (dua desimal), maka hasil pembacaan pengukuran (xo) harus juga dinyatakan dalam 2 desimal. Seperti halnya pada lat ukur panjang, hasil pengukuran menggunakan neraca dapat anda laporkan sebagai : Massa (M = m o + m). 3) Alat Ukur Waktu Dalam kehidupan sehari-hari anda pasti pernah menyusun sebuah jadwal kegiatan. Dalam jadwal tersebut anda pansi mencantumkan waktu berlangsungnya kegiatan. misalnya dalam penyusunan jadwal pelajaran, pelajaran pertama adalah Fisika yaitu mulai pukul 07.30 - 08.15 wita kemudian istirahat 15 menit. Alat ukur waktu yang sering anda temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah jam (jam dinding, jam bandul, jam tangan). Selain jam, alat ukur waktu yang paling sering digunakan dilabolatorium adalah stopwatch. Dari segi tampilan penunjuk waktu terdapat 2 jenis alat ukur waktu yaitu digital dan analog. Pada pembelajaran ini, alat ukur waktu yang akan dibahas adalah stopwatch khususnya stopwatch analog, karena penggunaan alat ukur ini perlu sedikit keterampilan baik dalam pembacaan hasil pengukuran maupun

penggunaannya. a. Stopwatch

30

Stopwatch merupakan alat ukur waktu yang paling sering ditemui dilabolatorium. Terdapat 2 jenis stopwatch yaitu stopwatch digital dan stopwatch analog. Penggunaan stopwatch digital lebih mudah dibandingkan dengan stopwatch analog karena pada stopwatch digital hasil pengukuran dapat dibaca langsung dalam bentuk angka.

Secara umum stopwatch analog terdiri atas : 1) Tombol Start, Stop dan reset yang dipergunakan untuk memulai, menghentikan maupun mengulang pengukuran waktu. 2) Skala dalam detik, skala ini disusun melingkar dibagian pinggir dengan jarak antar skala 0,2 detik. 3) Jarum panjang, yang berfungsi sebagai penunjuk hasil pengukuran dalam detik. Skala dalam menit, skala ini disusun melingkar dengan jarak antar skala 1 menit. 4) Jarum pendek, yang berfungsi sebagai penunjuk waktu dalam menit. Ketika jarum panjang bergerak 1 putaran penuh, maka jarum pendek akan bergerak 1 skala. karena 1 putaran jarum panjang = 60 detik, maka 1 menit = 60 detik. Telah disebutkan sebelumnya bahwa skala terkecil dari tersebut adalah 0,2 detik (yaitu jarak antar skala pada skala detik ). Ketelitian dari stopwatch adalah setengah dari skala terkecil. Jadi ketelitian stopwatch adalah: t = x 0,2 detik = 0,1

31

detik. Dengan ketelitian 0,1 detik, maka stopwatch dapat dipergunakan untuk mengukur waktu dengan lebih teliti (akurat) bila dibandingkan dengan jam (arloji). Untuk mengukur waktu dengan menggunakan stopwatch dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Siapkan benda yang akan diukur waktunya, misalnya anda ingin mengukur periode ayunan bandul. 2) Tekan tombol start untuk memulai pengukuran. 3) Jika ingin menghentikan pengukuran klik tombol stop (tombol ini menjadi satu dengan tombol start). 4) Selanjutnya baca hasil pengukuran yang anda peroleh, nyatakan hasilnya dalam detik. ( ingat 1 menit = 60 detik) 5) Jika ingin mengulang (memposisikan jarum stopwatch ke titik 0) maka tekan tombol reset (tombol ini juga menjadi satu dengan start maupun stop) Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan Stopwatch dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1) Bacalah Skala yang ditunjukkan oleh jarum panjang (ini merupakan hasil pengukuran dalam detik). 2) Bacalah Skala yang ditunjukkan oleh jarum pendek merupakan hasil pengukuran dalam menit). 3) Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan : (ini

32

Hasil = Pembacaan skala oleh jarum panjang + Pembacaan skala oleh jarum pendek karena 1 menit = 60 detik, maka, hasil pengukuran dapat dinyatakan sebagai : Hasil = {skala pada jarum panjang + (60 x skala pada jarum pendek)} detik. Karena t = 0,1 detik (1 desimal), maka hasil pembacaan pengukuran (to) harus juga dinyatakan dalam 1 desimal. Seperti halnya pada alat ukur panjang, hasil pengukuran menggunakan stopwatch dapat anda laporkan sebagai : Waktu (t = to + t) B. Hasil Penelitian Yang Relevan Keterampilan proses sains merupakan suatu keterampilan proses yang dimiliki oleh setiap masing-masing individu, kemampuan setiap individu pun berbeda-beda. Metode praktikum merupakan salah satu alternatif yang digunakan dalam melakukan suatu keterampilan proses. Penelitian melalui kemampuan keterampilan proses sains ini telah dilakukan di SMAN Surulangun Kabupaten Musi Rawas pada kelas XI dengan judul Studi Tentang Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Negeri Surulangun pada Pokok Bahasan Cahaya. Analisis data dalam penelitian diperoleh dari hasil observasi, test keterampilan proses sains dan angket. Dari analisis data diperoleh keaktifan siswa dalam melakukan praktikum dan hasil kerja siswa yang baik.

33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, sebab penelitian ini akan menggambarkan apa adanya atau mengungkapkan keadaan nyata mengenai keterampilan proses sains yang dimiliki siswa pada saat penelitian dilakukan. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Best (1982) dalam Sukardi (2003: 157), menyatakan penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterprestasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitan deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memusatkan perhatian pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual. 2. Mula-mula data dikumpulkan, kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisa.

34

Sukardi (2003: 159), menyatakan langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian deskriptif, sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan. 2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas. 3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian. 4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. 5. Menentukan kerangka berfikir, dan petanyaan penelitian. 6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan. 7. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan teknik-teknik statistika yang relevan. 8. Membuat laporan penelitian.
KTSP FISIKA SMK
KETERAMPILAN PROSES SAINS

B. Alur Penelitian
RENCANA PEMBELAJARAN Secara garis besar langkah-langkah METODE PRAKTIKUM

SUBJEK PENELITIAN yang dilakukan dalam penelitian ini

dapat digambarkan pada bagan alur penelitian berikut :


OBSERVASI
KEGIATAN PEMBELAJARAN METODE PRAKTIKUM PENYUSUNAN INSTRUMEN

PELAKSANAAN TES

ANGKET

DATA

WAWANCARA

ANALISA DATA

PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN

35

(Sumber: Modifikasi Indramaya, 2005: 20) C. Subjek Penelitian Sukardi (2003: 205), menyatakan bahwa subjek penelitian adalah baik orang, benda ataupun lembaga yang sifatnya akan diteliti atau dengan kata lain subjek penelitian merupakan pusat perhatian dan sasaran dalam penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri Tugumulyo Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan, dengan subjek siswa kelas X teknik mekanik otomotif diambil pada salah satu kelas yaitu kelas X1 dengan jumlah 38 siswa.

D. Objek Penelitian Arikunto (2000: 29), menyatakan bahwa objek merupakan variabel penelitian yaitu sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian. Jadi objek inilah yang merupakan suatu permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Objek dari penelitian ini adalah kemampuan keterampilan proses sains dan pokok bahasan besaran dan satuan.

36

E. Prosedur Penelitian Beberapa prosedur yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menentukan sampel yang akan diambil, yaitu sekolah dan kelas yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. 2. Membagi siswa dalam beberapa kelompok, kemudian membagikan prosedur percobaan kepada setiap siswa. 3. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pokok bahasan besaran dan satuan pada materi pengukuran dengan menggunakan metode praktikum. 4. Mengamati (Observasi) kemampuan siswa dalam melakukan praktikum dengan memperhatikan aspek-aspek keterampilan proses sains yang dimunculkan selama proses pembelajaran berlangsung. 5. Melakukan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan beberapa soal yang menyangkut beberapa aspek keterampilan proses sains yang akan diteliti. 6. Membagikan angket yang dikembangkan berdasarkan jawaban siswa terhadap tes keterampilan proses sains. 7. Melakukan tes wawancara kepada seluruh siswa sesuai dengan proses belajar mengajar yang telah mereka dapatkan.

F. Teknik Pengumpulan data 1. Observasi

37

Observasi dilakukan untuk mengamati keterampilan proses sains yang dimiliki siswa selama proses pratikum berlangsung. Dalam melakukan observasi ini akan didapatkan data kemampuan afektif dan psikomotorik siswa dalam melakukan pembelajaran.

2. Test Keterampilan Proses Sains Untuk memperoleh data mengenai keterampilan proses sains, dilakukan tes keterampilan proses sains yang meliputi keempat aspek yaitu, keterampilan melakukan observasi, inferensi, komunikasi, dan kemampuan dalam melakukan percobaan.

3. Angket Angket dilakukan untuk mengetahui secara mendalam mengenai apa yang terkandung dalam pikiran siswa. Angket ini terutama digunakan untuk melacak hal-hal yang bersifat internal dari dalam diri siswa.

4. Wawancara Wawancara dilakukan setelah melihat hasil angket dan proses belajar mengajar yang telah terjadi, dan digunakan untuk mengetahui secara mendalam sejauh mana siswa itu benar-benar telah melakukan suatu keterampilan proses sains.

G. Teknik Analisa Data

38

Data yang telah diperoleh melalui observasi, tes keterampilan proses dan angket akan diolah dan dianalisis dengan cara, yaitu: 1. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan percobaan, akan dikelompokkan (klasifikasi) berdasarkan keterampilan proses sains yang dileliti dan dihitung untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa tersebut, dengan cara menghitung jumlah skor dan rata-rata sesuai dengan kriteria penskoran. Skor observasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1. Skor Observasi Praktikum siswa No 1 2 3 Sangat baik Baik Tidak baik Kriteria Skor 2 1 0 Sumber : (Adi Suryanto, 1995: 4.39)

Menentukan persentase kemampuan melakukan pengamatan percobaan praktikum secara umum dengan melihat persentase predikat kemampuan melakukan percobaan, seperti tabel berikut: Tabel 3.2. Kriteria Skor Hasil Pengamatan Percobaan Praktikum No 1 2 3 4 Skor Nilai Tingkat Penguasaan Kategori 90-100 % Sangat terampil 80-89 % Terampil 70-79 % Cukup terampil <70 % Kurang terampil Sumber : (Adi Suryanto, 1995: 4.39)

2. Data yang diperoleh dari hasil test keterampilan proses sains siswa akan di beri skor dan akan diolah dengan langkah sebagai berikut, yaitu:

39

a) Menghitung dan menjumlahkan skor tiap aspek keterampilan proses sains. b) Menghitung rata-rata skor seluruh siswa untuk tiap aspek keterampilan proses sains dengan menggunakan rumus :

Rata rata =

c) Mengubah jumlah skor ke dalam bentuk persentase.

Skortotal n

, n = jumlah siswa

Persentase =

Skortotal x100% Skor

Menilai tingkat penguasaan siswa terhadap tiap aspek keterampilan proses sains, seperti dalam tabel berikut ini : Tabel 3.3. Kriteria Skor Keterampilan Proses Sains Predikat Sangat baik Baik Cukup Kurang Gagal Sumber : (Arikunto, 2006: 245) d) Menentukan persentase kemampuan keterampilan proses sains secara umum dengan melihat tabel dibawah ini: Tabel 3.4. Persentase Predikat Kemampuan Keterampilan Proses Sains No 1 2 3 Persentase < 50 % > 50 % dan < 70 % > 70 % Kategori Rendah Sedang Tinggi Sumber : (Muhibbinsyah, 1995: 95) No 1 2 3 4 5 Skor Nilai 80-100 70-79 60-69 50-59 0-49

3. Data yang dihasilkan dari angket akan dimasukkan dalam tabel, kemudian dideskripsikan dengan menggunakan skala likert dalam bentuk checklist, untuk setiap jawaban diberi skor berbeda-beda, kemudian Instrumen tersebut

40

diberikan kepada seluruh siswa. Skor angket hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.5. Penskoran hasil Angket No 1 2 3 4 5 Simbol SS ST RG TS STS Kriteria Skor Sangat setuju/ selalu 5 Setuju/ sering 4 Ragu-ragu/ kadang-kadang 3 Tidak setuju/ hampir tidak pernah 2 Sangat tidak setuju/ tidak pernah 1 Sumber : (Sugiyono, 2010: 94)

Data yang dihasilkan dikelompokkan dan dihitung dan mencari ratarata dan persentasenya melihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.6. Persentase angket hasil belajar siswa No 1 2 3 Skor Nilai Tingkat Penguasaan > 70 % > 50 % dan < 70 % < 50 % Kategori Termotivasi Kurang termotivasi Tidak termotivasi Sumber : (Sugiyono, 2010: 105)

4. Setelah melakukan proses belajar mengajar dan memberikan sejumlah angket kepada siswa kemudian melakukan wawancara kepada siswa sesuai dengan hasil proses belajar.

H. Uji Coba Instrumen Penelitian Uji coba instrumen ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kualitas instrumen yang akan digunakan sebelum melakukan penelitian. Dalam penelitian ini uji coba Instrumen dilakukan dikelas XI dengan jumlah soal test uraian sebanyak 12 soal yang dikerjakan oleh 39 siswa. Instrumen ini diujikan

41

pada kelas yang sama, soal yang sama, tetapi dengan waktu yang berbeda. Ketepatan hasil evaluasi menggunakan validitas isi yang telah disetujui oleh ahlinya. Sedangkan mencari reabilitasnya menggunakan rumus korelasi product moment, yaitu sebagai berikut:

rxy =

{NX

N XY ( X ) ( Y )
2

( X )

}{NY

( Y )

(Arikunto , 2009: 72)

Keterangan : r xy N X Y = Angka indeks korelasi = Jumlah subjek penelitian = nilai test pertama siswa = nilai test kedua siswa

XY = Jumlah hasil perkalian antara sektor X dan sektor Y X = Jumlah sektor variabel X Y = Jumlah sektor variabel Y X = Jumlah dari kuadrat sektor X Y = Jumlah dari kuadrat sektor Y = Jumlah
2 2

Klasifikasi untuk menginterprestasikan besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2007: 276) adalah sebagai berikut: 0.00 < rxy 0.20 0.20 < rxy 0.40 0.40 < rxy 0.60 0.60 < rxy 0.80 0.80 < rxy 1.00 reabilitas sangat rendah (tak berkorelasi) reabilitas sangat rendah (kurang) reabilitas sedang (cukup) reabilitas tinggi (baik) reabilitas sangat tinggi (sangat baik)

42

Pada test pertama hasil uji coba instrumen soal memuaskan, Kemampuan siswa dalam menjawab soal dapat di kategorikan hasil yang baik. Pada test kedua terdapat perubahan kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal. Siswa yang semula di kategorikan kelompok menengah kini dikategorikan pada kelompok bawah dan ada juga sebagian berubah menjadi kelompok atas. Skor maksimum setiap jawaban berbeda sedangkan untuk skor minimum pada setiap soal adalah sama yaitu nol. Cara menghitung tingkat reabilitas soal yaitu pada hasil test pertama dikelompokkan dalam X dan hasil test kedua dikelompokkan dalam Y yang kemudian di hitung menggunakan rumus product moment. Setelah melakukan uji coba soal sebanyak dua kali pada siswa yang sama diperoleh hasil indeks korelasinya r hitung = 0,784. Dari perhitungan korelasi reabilitasmya tergolong tinggi atau baik. Karena N = 39, interprestasi tabel nilai r : df = N-nr = 39-2= 37. Jadi taraf signifikan pada hasil r hitung pada tabel korelasi Product moment 5% diperoleh dari r tabel = 0,316, dan 1% diperoleh dari r
tabel

= 0,408. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesukaran tiap butir soal.

menggunakan rumus: Keterangan: Pi

Pi =

Smi N

(Harun rasyid dan mansur, 2007: 225)

= Tingkat kesukaran butir i


i

X
Smi N

= Jumlah skor butir i yang dijawab testee. = Skor maksimum = Jumlah testee

43

Kriteria yang digunakan untuk menentukan jenis tingkat kesukaran butir soal menurut Harun rasyid dan mansur (2007: 225) adalah sebagai berikut: p < 0.30 = butir soal sukar

0.3 < p> 0.70 = butir soal sedang p > 0.70 = butir soal mudah

Data pada tabel hasil uji coba instrumen dijadikan sebagai informasi untuk mencari tingkat kesukaran butir soal. kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus tingkat kesukaran diatas, hasilnya dirangkum pada tabel 3.7. Tabel 3.7. Hasil perhitungan dan sebaran tingkat kesukaran butir soal No Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 Sm 6 6 6 10 10 6 14 6 6 10 14 6 x 177 198 174 215 241 180 250 195 198 233 126 198 P 0.76 0.85 0.74 0.46 0.51 0.77 0.32 0.83 0.85 0.60 0.20 0.85 Kriteria Mudah Mudah Mudah Sedang Sedang Mudah Sedang Mudah Mudah Sedang Sukar Mudah

Pada tabel di jelaskan bahwa soal nomor 1, 2, 3, 6, 8, 9 dan 12 tergolong dalam kategori soal mudah, soal nomor 3, 4, 7, dan 10 tergolong dalam kategori soal sedang, soal no 11 adalah soal tergolong kategori soal sukar. Soal no 7 dan soal no 10 yang semula dikategorikan soal sulit, ternyata setelah di ujicobakan termasuk dalam kategori soal sedang. Untuk mencari daya pembeda pada butirbutir soal maka dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. Pembagian kelompok masing-masing 27% untuk kelompok atas dan

44

kelompok bawah. Langkah selanjutnya, yaitu membandingkan proporsi menjawab benar butir soal kedua kelompok. Butir soal yang mempunyai korelasi positif serta tinggi menunjukkan daya beda yang baik. Crocker & Algina ( 1986) dalam Harun rasyid dan mansur (2007: 230) menyatakan, besarnya kriteria daya beda yaitu: 0,40 sampai 0,100 0,3 sampai 0,39 0,20 sampai 0,29 -1,00 sampai 0,19 baik dapat diterima (tidak perlu revisi) perlu revisi buruk atau tidak berfungsi.

Pada kelompok atas soal-soal tersebut mudah di jawab dengan baik dan benar. Pada soal no 8 dan no 9 adalah soal yang mudah dijawab oleh kelompok bawah, sedangkan soal no 11 adalah soal yang sukar di jawab oleh kelompok bawah, dan soal-soal lainnya termasuk kedalam soal sedang. Untuk mempermudah menghitung daya pembeda butir soal kelompok atas dan kelompok bawah maka di sajikan dalam bentuk tabel berikut: Tabel 3.8. Proporsi menjawab benar kelompok atas
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama siswa DEDEX P. APRIS S. RENO P. EDI LIANTO RIAN H. JOKO S. HERI S. PARMANTO DIKKY S. KRESTIONO EDO D. Jumlah 1 6 6 6 6 6 6 6 3 6 6 0 57 2 6 6 6 6 6 6 3 6 6 6 6 57 3 6 6 6 6 3 6 3 6 6 3 6 51 4 10 5 10 5 5 10 5 10 5 10 5 75 No soal dan Skor Soal 5 6 7 8 10 10 10 10 10 8 6 5 5 8 5 82 6 6 6 6 6 6 6 6 3 3 6 54 12 12 14 12 6 12 14 12 14 6 0 11 4 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 60 9 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 60 10 6 6 0 6 10 6 10 10 10 10 10 74 11 9 9 5 5 9 0 10 0 0 5 10 52 12 6 6 6 6 6 6 3 6 6 3 6 54 Skor Total 89 84 81 80 79 78 78 76 73 72 66

45

Sm N P

6 10 0.95

6 10 0.95

6 10 0.90

10 10 0.80

10 10 0.82

6 10 0.90

14 10 0.80

6 10 1.00

6 10 1.00

10 10 0.74

14 10 0.37

6 10 0.90

Tabel 3.9. Proporsi menjawab benar kelompok bawah


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama siswa
WIRA K. NUGRAHA W S. JONI SUGARA MAT BAKIR SAM S. ARIS S. PREDI A. ENDRI R. ABU HASIM AGUS T. APRI YANTO

No soal dan Skor Soal

1 3 6 3 3 6 6 6 3 3 3 0 39 6 10
0.65

2 6 6 6 3 0 0 6 6 3 0 6 36 6 10
0.60

3 3 0 6 3 0 3 0 6 3 3 6 30 6 10
0.50

4 0 0 5 10 0 0 0 10 10 10 0 45 10 10
0.45

5 10 10 6 5 0 0 6 0 6 0 6 39 10 10
0.39

6 0 6 3 3 3 3 6 6 0 6 0 36 6 10
0.60

7 14 12 6 5 12 14 0 0 5 0 12 66 14 10
0.47

8 6 0 6 0 3 6 6 6 3 6 6 42 6 10
0.70

9 3 6 6 3 6 0 6 6 3 3 3 42 6 10
0.70

10 5 0 0 5 10 10 6 0 6 6 0 43 10 10
0.43

11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 10
0.00

12 6 3 0 6 6 6 6 0 3 3 0 33 6 10
0.55

Skor Total

56 49 47 46 46 48 48 43 45 40 39

Jumlah Sm N P

Tabel 3.10. Kategori Proporsi menjawab benar (Tingkat Kesukaran) Nomor Butir 1 Proporsi Menjawab Benar Butir Soal Kelompok Atas Kelompok bawah 0.95 0.65 Daya Pembeda (D) 0.30

46

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0.95 0.85 0.75 0.82 0.90 0.81 1.00 1.00 0.74 0.37 0.90

0.60 0.50 0.45 0.39 0.60 0.47 0.70 0.70 0.43 0.00 0.55

0.35 0.35 0.30 0.43 0.30 0.34 0.30 0.30 0.31 0.37 0.35

Hasil perhitungan daya pembeda butir soal tersebut terlihat pada tabel 5.6. menunjukkan bahwa butir soal nomor 5 merupakan butir soal yang memiliki daya pembeda yang baik, untuk butir soal lainnya dapat diterima (tidak di revisi lagi) tetapi pada butir soal no 11, soal tersebut perlu di revisi lagi dengan alasan soal tersebut termasuk dalam kategori sukar dan tidak dapat membedakan antara kelompok atas dan kelompok bawah.

47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Berdasarkan metode penelitian yang telah dikemukakan dalam bab III, analisis data yang dihasilkan dalam penelitian ini dilakukan dengan berorientasi pasa rumusan masalah yang telah ditetapkan dalam bab I sebagai keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Analisis yang dilakukan meliputi: analisis kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur, menyimpulkan data percobaan dan mengkomunikasikan hasil percobaan pada tes keterampilan melakukan observasi, inferensi, melakukan percobaan, dan komunikasi. Analisis data dan pembahasan dilakukan terhadap data yang ditemukan pada saat perlakuan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan. Untuk kepentingan pengumpulan data, penelitian ini melibatkan 38 orang siswa sebagai responden penelitian. Sebagai responden diambil salah satu kelas dari tiga kelas yang ada, yaitu kelas X1. 1. Data Hasil Penelitian a. Hasil Observasi (pengamatan percobaan)

48

Untuk mendapatkan data mengenai kemampuan keterampilan proses sains siswa dalam melakukan percobaan peneliti menganalis melalui observasi yang dibantu oleh guru bertindak sebagai observer. Aktivitas siswa yang diamati pada saat melakukan praktikum percobaan dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Persentase hasil pengamatan percobaan (Observasi) No 1 Keterampilan Proses Sains Observasi a. Membaca prosedur percobaan b. Menyiapkan lembar pengamatan c. Menyajikan data dalam lembar pengamatan Inferensi a. Menganalisa setiap data hasil pengamatan b. Menarik kesimpulan berdasarkan data yang sudah dianalisa Melakukan Percobaan a. Menggunakan alat b. Melakukan percobaan sesuai dengan prosedur Komunikasi a. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel pengamatan dan atau grafik b. Melakukan diskusi kelompok praktikum c. Melakukan diskusi kelas (antar kelompok- praktikum) d. Membuat laporan sementara Rata-rata KPS Siswa Perc.1 Perc.2 Perc.3 81% 71% 79% 78% 79% 90% 86% 78% 83% 60% 70% 78% 79% 90% 72% 84% 87% 87% 82% 78% 65% 81% 86% 78% 83% 56% 56% 71% 92% 90% 65% 72% 92%

Berdasarkan tabel 4.1. diperoleh gambaran observasi dalam membaca prosedur percobaan, menyiapkan lembar pengamatan dan menyajikan data

49

dalam lembar pengamatan pada percobaan pertama membaca prosedur pengamatan tergolong dalam kategori sangat terampil yaitu sebesar 81%, dan kegiatan lainnya termasuk dalam kategori cukup terampil yaitu sebesar 71% dan 79%, pada percobaan kedua tergolong dalam kategori cukup terampil 78%, 79% dan dalam menyajikan data dalam lembar pengamatan tergolong dalam sangat terampil 90%, sedangkan pada percobaan ketiga dalam menyiapkan lembar pengamatan tergolong cukup terampil 78% dan kegiatan lainnya tergolong sangat terampil 86% dan 83%. Dalam melakukan Inferensi menganalisa setiap data hasil pengamatan dan melakukan percobaan sesuai dengan prosedur, pada percobaan pertama tergolong cukup terampil yaitu pada percobaan pertama 78% dan 79%, pada percobaan kedua dalam menarik kesimpulan data tergolong dalam kategori sangat terampil 84% dan kegiatan lainnya cukup terampil 72%. Sedangkan pada percobaan ketiga tergolong dalam kategori kurang terampil dengan persentase sama yaitu 56% disebabkan oleh tingkat kesulitan yang berbeda dari percobaan sebelumnya. Dalam melakukan percobaan praktikum pada saat menggunakan alat dan kesesuaian dalam melakukan percobaan menurut prosedur tergolong dalam kategori sangat terampil yaitu pada percobaan pertama diperoleh 90% dan 86%, pada percobaan kedua dengan persentase sama yaitu 87%, dan pada percobaan ketiga 92% , pada kegiatan lainnya diperoleh hasil dalam kategori cukup terampil yaitu sebesar 71%.

50

Dalam mengkomunikasikan hasil percobaan saat pertama dalam kategori cukup terampil yaitu mencatat hasil pengamatan dalam tabel pengamatan atau grafik dan membuat laporan sementara sebesar 78% dan 70%, sedangkan dalam kegiatan melakukan diskusi kelompok praktikum

tergolong terampil sebesar 83% dan sedangkan melakukan diskusi kelas (antar kelompok praktikum) tergolong kurang terampil yaitu sebesar 60% dikarenakan siswa belum memahami cara berdiskusi yang baik. Pada percobaan kedua dalam melakukan diskusi antar kelompok di golongkan dalam kategori kurang terampil yaitu 65% dalam hal ini siswa mulai mengerti cara berdiskusi yang baik karena adanya peningkatan dari percobaan sebelumnya, dalam mencatat hasil pengamatan dan membuat laporan tergolong dalam kategori terampil 82% dan 81% dan dalam melakukan diskusi kelompok tergolong dalam kategori cukup terampil. Pada percoban ketiga dalam mencatat hasil pengamatan dan membuat laporan tergolong dalam kategori sangat terampil yaitu 90% dan 92%. Saat melakukan diskusi kelas digolongkan dalam kategori cukup terampil yakni 72%, dan saat

melakukan diskusi kelompok dalam kategori kurang terampil yakni 65% di sebabkan siswa banyak yang tidak serius dalam melakukan diskusi kelompok. b. Hasil Test Keterampilan Proses Sains (TKPS) Setelah tes dilaksanakan, dilakukan pengukuran terhadap hasil pekerjaan siswa berdasarkan skor penilaian yang telah di tetapkan sebelumnya, yang kemudian selanjutnya ditelusuri lebih lanjut menggunakan angket. Dalam penelitian ini dilakukan tiga kali tes keterampilan proses sains.

51

Tes KPS terdiri dari empat soal yang masing-masing telah mewakili kriteria keterampilan proses sains dan sesuai dengan KKM yaitu sebesar 65. Dari ketiga tes tersebut akan dibahas satu persatu tiap aspek yang diukur, dan kemudian dibahas secara umum. 1) Hasil tes keterampilan proses sains pertama Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil penelitian yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.2. Persentase dan skor rata-rata aspek keterampilan proses sains pertama No 1 2 3 4 Aspek KPS Kemampuan melakukan observasi Kemampuan melakukan inferensi Kemampuan melakukan percobaan Kemampuan melakukan komunikasi RataPersentase Kategori rata 23,42 93,68% Tinggi 20,79 83,15% Tinggi 18,15 83,15% Tinggi 17,76 83,15% Tinggi

Berdasarkan tabel 4.2. diperoleh gambaran bahwa dalam mengerjakan soal TKPS yang pertama, tentang pengukuran panjang pada umumnya siswa tidak mengalami kesulitan. Terbukti dari persentase hasil TKPS rata-rata tergolong tinggi yaitu 93,68%; 83,15%; 83,15% dan 83,15%. 2) Hasil test keterampilan proses sains kedua Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil penelitian yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.3. Persentase dan skor rata-rata aspek keterampilan proses sains kedua No 1 2 3 Aspek KPS Kemampuan melakukan observasi Kemampuan melakukan inferensi Kemampuan melakukan percobaan RataPersentase Kategori rata 22,37 89,47% Tinggi 18,02 72,10% Tinggi 16,84 67,36% Sedang

52

Kemampuan melakukan komunikasi

19,34

77,36%

Tinggi

Berdasarkan tabel 4.3. diperoleh gambaran bahwa dalam mengerjakan soal TKPS yang kedua, tentang pengukuran volume pada umumnya siswa tidak mengalami kesulitan. Persentase hasil TKPS rata-rata tinggi hanya saja pada kemampuan melakukan percobaan dikategorikan sedang yaitu 67,36%, dan Aspek KPS lainnya tergolong tinggi yaitu 89,47%; 72,10%; 77,36%.

3) Hasil tes keterampilan proses sains ketiga Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil penelitian yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.3. Persentase dan skor rata-rata aspek keterampilan proses sains ketiga No 1 2 3 4 Aspek KPS Kemampuan melakukan observasi Kemampuan melakukan inferensi Kemampuan melakukan percobaan Kemampuan melakukan komunikasi RataPersentase rata
19,08 18,94 19,34 21,84 76,31 % 75,78 % 77,36 % 87,36 %

Kategori Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Berdasarkan tabel 4.3. diperoleh gambaran bahwa dalam mengerjakan soal TKPS yang kedua, tentang pengukuran waktu pada umumnya siswa tidak mengalami kesulitan. Terbukti dari persentase hasil TKPS rata-rata tinggi yaitu 76,31%; 75,78%; 77,36%; 87,36%. 4) Rekapitulasi hasil tes keterampilan proses sains Dari hasil tiga kali tes keterampilan proses sains yang dilakukan, maka dapat disimpulkan dalam tabel berikut: Tabel 4.4. Skor rata-rata test aspek keterampilan proses sains

53

No 1 2 3

Test KPS Test Pertama Test Kedua Test Ketiga

Rata-rata 85,79 76,58 79,21

Persentase 85,79% 76,58% 79,21%

Kategori Tinggi Tinggi Tinggi

Berdasarkan tabel 4.3. diperoleh gambaran bahwa dalam mengerjakan soal TKPS secara keseluruhan pada umumnya siswa tidak mengalami kesulitan. Terbukti dari persentase hasil TKPS rata-rata untuk keseluruhan tergolong tinggi, untuk skor tes KPS pertama memperoleh 85,79% tergolong dalam kategori siswa berkemampuan tinggi, tes KPS kedua memperoleh 76,58% tergolong dalam kategori siswa berkemampuan tinggi, dan tes KPS ketiga memperoleh 85,79% juga tergolong dalam kategori siswa

berkemampuan tinggi dalam menjawab soal-soal KPS. 5) Analisis data hasil penelitian Data hasil penelitian, kemudian dianalisis berdasarkan berdasarkan aspek keterampilan proses sains yang diukur. Berikut hasil analisis data penelitian yang dilakukan. a) Observasi Data keterampilan mengobservasi dikumpulkan untuk mengetahui gambaran keterampilan melakukan observasi yang dimiliki siswa. Data ini diperoleh dari setiap tes yang dilaksanakan setelah melakukan praktikum. Dari ketiga kali kegiatan belajar mengajar, maka dilakukan tiga kali tes KPS, dari ke tiga kali tes KPS diberikan empat soal setiap tesnya. Pada tes Pertama diberikan satu butir soal. Soal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa terhadap posisi pengukuran dengan

54

tepat. Dari jawaban siswa kemudian diberi skor sebesar 25 untuk kriteria soal tersebut. Berikut salah satu contoh jawaban siswa: Contoh jawaban siswa nomor urut 18 (soal TKPS pertama) Dari hasil pengamatan posisi pengukuran gambar (a) yaitu pengukuran tidak benar karena benda tidak diluruskan dengan posisi nol pada skala mistar, sedangkan pada posisi pengukuran gambar (b) adalah pengukuran pada posisi yang benar karena benda diletakkan lurus dengan posisi nol. Dari jawaban diatas telah menunjukkan bahwa siswa telah mampu melakukan pengukuran pada posisi yang benar, dari keseluruhan data yang dihasilkan didapatkan bahwa skor rata-rata adalah 23,42 dan persentasenya 93,7%. Ini menunjukkan bahwa rata-rata keterampilan melakukan pengukuran pada posisi yang benar termasuk dalam kategori sangat tinggi. Pada tes kedua diberikan satu butir soal tentang data dan gambar gelas ukur untuk mengukur massa jenis suatu benda. Dari data dan gambar tersebut siswa mengamati dan mencari selisih volume air kemudian menghitung massa jenis benda dan selanjutnya menuliskan faktor-faktor penyebab kenaikan volume benda dan setiap jawaban yang benar diberi skor 30. Berikut salah satu jawaban siswa: Contoh jawaban siswa nomot urut 10 (soal TKPS kedua) Diketahui Ditanya : m = 100gr V = 50 cm3 : a. = ..... ? b. Faktor-faktor penyebab kenaikan volume?

Penyelesaian: Vbenda = V akhir - Vakhir

55

Vbenda = 200 cm3-150 cm3 Vbenda = 50 cm3 a.

m v 100 gr = 50cm 3 = 2 gr / cm 3

b. Faktor yang menyebabkan kenaikan volume - Massa benda - Suhu

Dari jawaban diatas menunjukkan bahwa siswa telah mampu melakukan perhitungan dan menganalisis. Skor rata-rata keterampilan proses melakukan observasi pada tes kedua ini sebesar 22,37 dan persentasenya 89,5%. Ini menunjukkan bahwa keterampilan melakukan observasi pada tes kedua ini tergolong sangat tinggi. Pada tes ketiga diberikan satu soal tentang mengukur massa benda menggunakan alat ukur neraca ohause dan dilengkapi gambar untuk mempermudah pengukurannya. Skor untuk soal ini adalah 20. Berikut salah satu jawaban siswa: Contoh jawaban siswa nomor urut 2 (saol TKPS ketiga) Dilihat dari pengamatan gambar diketahui pada lengan atas 40gr, lengan tengah 400gr dan lengan bawah 1 gr, dan massa benda 1 kg. Maka: M= massa benda + lengan atas + lengan tengah + lengan bawah. M= 1kg + 40gr + 400gr + 1gr M= 1000gr + 40gr + 400gr + 1gr M= 1441gr = 1,441 kg. Jawaban diatas menunjukkan bahwa siswa dapat menghitung beratnya suatu benda dengan melakukan pengukuran menggunakan alat

56

ukur neraca ohause. Skor rata-rata pada keterampilan melakukan observasi ini sebesar 19,08 dan persentasenya sebesar 76,1%. b) Inferensi Untuk mengetahui gambaran kemampuan keterampilan proses sains siswa, dari ketiga kali tes soal. Setiap selesai melakukan proses belajar mengajar diberi soal sebanyak satu soal setiap melakukan percobaan. yang dilaksanakan setelah melakukan praktikum. Soal diberikan untuk menguji kemampuan siswa dalam memberikan

kesimpulan dari setiap percobaan yang dilakukan. Dan disinilah akan didapatkan bagaimana pola pikir siswa dalam menyimpulkan hasil belajarnya. Pada tes pertama, kedua dan ketiga diberikan satu soal. Siswa harus menyimpulkan hasil percobaan tentang ketelitian suatu alat yang digunakan dalam melakukan praktikum percobaan. Salah satu contoh jawaban siswa Contoh jawaban siswa nomor urut 3 (soal TKPS pertama) Dari data hasil percobaan pengukuran, alat ukur yang memiliki ketelitiian lebih tinggi adalah jangka sorong karena ketelitian alat tersebut sebesar 0,01 cm atau 0,1 mm. Sedangkan pada mistar hanya 1mm atau 0,1 cm. Jawaban diatas menunjukkan bahwa siswa dapat menyimpulkan hasil percobaan yang dilakukannya. Dari jawaban yang diberikan sangat berhubungan dengan jawaban soal yang pertama. Skor rata-rata jawaban siswa sebesar 20,79 dan persentasenya sebesar 83,1%. Skor ini

57

menunjukkan bahwa jawaban siswa termasuk dalam kategori sangat tinggi. Contoh jawaban siswa nomor urut 2 (soal TKPS Kedua) Alat ukur yang memiliki ketelitian yang lebih tinggi adalah jangka sorong dengan tingkat ketelitian 0,01cm dan pengukuran dengan jangka sorong lebih cepat, sedangkan apabila menggunakan gelas ukur akan lebih rumit. Jawaban diatas menunjukkan bahwa siswa dapat menyimpulkan alat ukur mana yang lebih teliti dan efisien dalam melakukan suatu pengukuran. Skor pada jawaban ini termasuk dalam kategori sangat tinggi sebesar rata-rata 18,02 dan persentasenya 72,1%. Contoh jawaban siswa nomor urut 10 (soal TKPS Ketiga) Alat ukur yang memiliki ketelitian yang lebih tinggi adalah Stopwatch dengan tingkat ketelitian 0,1 detik sedangkan apabila menggunakan jam (arloji) tingkat ketelitiannya sebesar 1 detik.. Jawaban diatas menunjukkan bahwa siswa dapat menyimpulkan alat ukur mana yang lebih teliti dan efisien dalam melakukan suatu pengukuran. Skor pada jawaban ini termasuk dalam kategori sangat tinggi sebesar rata-rata 18,94 dan persentasenya 75,8%. c) Melakukan percobaan Melakukan percobaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena disinilah seluruh kegiatan akan langsung terlihat, dimana kesalahan dalam melakukan praktikum akan menimbulkan hasil

pengukuran yang tidak sesuai dan menimbulkan kesalahan secara

58

keseluruhan hasil percobaan yang dilakukannya. Jadi kemampuan siswa dalam melakukan percobaan menjadi tolak ukur kemampuan siswa dalam menguasai keterampilan proses. Soal yang diberikan kepada siswa dalam melakukan percobaan ini sebanyak tiga butir soal. Soal yang diberikan menyangkut kemampuan siswa dalam melakukan pengukuran

menggunakan jangka sorong, kemudian kemampuan siswa dalam menggunakan hasil percobaan terutama dalam proses perhitungan dan gambar. Pada tes pertama disajikan suatu data hasil pengukuran benda, siswa diminta untuk menggambarkan hasil pengukuran tersebut

menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup. Berikut contoh hasil jawaba siswa nomor urut 9 (soal TKPS pertama). Gambar dari hasil pengukuran menggunakan jangka sorong 1,26 cm dan mikrometer sekrup 5,25 mm adalah sebagai berikut: a. Jangka Sorong
0

b. Mikrometer Sekrup
2
3 5 0

30

25

20 15
Berhimpit

Pada tes pertama diperoleh skor rata-rata siswa sebesar 18,15 dan pada persentase 72,6%. Besarnya skor ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam kategori tinggi.

59

Pada tes kedua disajikan suatu data hasil kemampuan mengukur benda pada percobaan pengukuran volume yang kemudian siswa di tuntut untuk menghitung jari-jari suatu benda. Berikut salah satu contoh jawaban siswa: Contoh jawaban siswa nomor urut 5 (soal TKPS kedua) Diketahui : m = 100gr 83,33 = 4 3 r 3 3 = 1,2 gr/cm 3 x83.33 r3 = Ditanya : r = ......? 4 x3,14 Penyelesaian ! m 249,99 = 3 r= Jadi : v = 4 3 r v 12,56 100 r = 19,90 1,2 = v r = 2,71cm v = 83,33cm 3jawaban diatas rata-rata kemampuan siswa pada tes kedua ini Dari sebesar 16,84 dan persentasenya sebesar 67,4%. Besarnya skor ini menunjukkan kemampuan siswa termasuk dalam kategori tinggi. Pada tes ketiga disajikan gambar pengukuran massa benda menggunakan neraca pegas, pertanyaan ini menyangkut kemampuan siswa menganalisis pengukuran. Berikut ini salah satu contoh jawaban yang diberikan oleh siswa: Contoh jawaban siswa nomor 23 (soal TKPS ketiga) Hasil pengukuran massa dimana 8 gr merupakan angka penting dan 0,9 gr angka taksiran (diamana angka taksiran hanya boleh satu angka saja dibelakang koma). Hasil pengukurannya: M = angka pasti + angka taksiran M = 8 + 0,9 gr M = 8,9 gr

60

Jadi jawaban yang paling tepat adalah hasilnya Jhon. Dari jawaban diatas diperoleh rata-rata kemampuan siswa sebesar 19,34 dan besarnya persentase 77,4 %, hal ini menunjukkan bahwa soal tersebut termasuk dalam kategori tinggi. d) Komunikasi Komunikasi merupakan kemampuan siswa untuk menyampaiakan hasil percobaan, kemampuan di sini menyangkut kemampuan tertulis siswa mengkomunikasikan hasil belajar. Kemampuan ini dapat berupa grafik, tabel gambar maupun melalui perhitungan matematis. Dalam penelitian ini diujikan tiga soal untuk menggali kemampuan komunikasi siswa secar tertulis. Pada tes pertama diujikan satu soal, menyangkut kemampuan siswa dalam mengukur benda yang kemudian diaplikasikan dalam menghitung keliling dan luasnya suatu benda.

Berikut adalah salah satu contoh jawaban yang diberikan siswa nomor urut 4 (soal TKPS pertama). Pada gambar :

5 cm

6 cm

7 cm

Berhimpit

10

Diketahui : s = 5,74cm Ditanya : K dan L? Penyelesaian: a. K = 6 x s b. L = s x s K = 6 x 5,74 cm L = 5,74cm x 5,74cm K = 34,44cm L = 32,95 cm2

61

Dari jawaban diatas siswa telah mampu menganalisis soal melalui perhitungan matematis dengan tepat. Soal diatas memerlukan kecermatan dan ketepatan dalam memahami konsep. Hanya beberapa siswa saja yang dapat menjawab dengan tepat skor rata-rata 17,76 dan besarnya persentse 71,0%. Jadi kemampuan siswa tergolong tinggi. Pada tes kedua disajikan sebuah data hasil pengukuran volume benda. Pada tes yang kedua siswa diharapakan dapat membuat tabel selisih volume dan selanjutnya dipresentasikan dalam grafik hubungan selisih volume. Berikut ini contoh jawaban siswa nomor 8 (soal TKPS kedua). Tabel hubungan selisih volume air, yaitu: Pengukuran Ke1 2 3 4 Jumlah Kelereng 1 buah 2 buah 3 buah 4 buah V air semula 150 mL 150 mL 150 mL 150 mL V air sesudah 200 mL 250 mL 300 mL 350 mL Selisih volume air 50 mL 100 mL 150 mL 200 mL

Grafik hubungannya:
v
300

250
200

150 100

50

1 2 4 Dari jawaban diatas menunjukkan kemampuan siswa dalam

membuat tabel hubungan selisih volume air dan grafik hubungan selisih volume air. Besarnya skor rata-rata hasil jawaban siswa adalah 19,34 dan

62

persentasenya adalah 77,4%. Jadi kemampuan siswa termasuk dalam kategori tinggi. Pada tes ketiga disajikan data hasil pengukuran benda, pada tes ini diharapkan siswa dapat menganalisanya menggunakan rumus matematis. Berikut ini jawaban yang diberikan oleh siswa nomor 7 (soal TKPS ketiga). Diketahui : m = 50 gr = 0,05 kg h = 50 cm = 0,5 m g = 10 m/s2 Ditanya : a. I = ? b. F = ? Penyelesaian: a. I = p = m 2 gh
p = 0,05 2.10.0,5 p = 0,05 10 p = 0,16 Ns

b.

p t 0,16 F= 0,004 F = 40 N F= Jawaban ini menunjukkan bahwa siswa telah dapat melakukan

komunikasi dengan tingggi, besarnya rata-rata adalah 21,84 dan persentasenya sebesar 87,4%. c. Hasil Angket Angket diberikan kepada siswa. Angket ini bertujuan memperjelas jawaban hasil tes keterampilan proses sains yang digunakan dalam penelitian

63

ini, sehingga analisis yang akan dilakukan terhadap tiap jawaban lebih mendalam. Selain yang berkaitan dengan keterampilan proses sains, juga diberikan pertanyaan dalam angket mengenai kegiatan belajar mengajar. Deskripsi angket tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 4.5. Deskripsi Hasil Angket No 1 Pertanyaan Saya suka belajar Fisika Saya sering mempelajari kembali pelajaran fisika yang telah dipelajari disekolah. Pertanyaan Guru sering mengajarkan fisika dengan cara praktikum Saya suka belajar fisika dengan cara praktikum Ketika guru menjelaskan pelajaran fisika, saya memperhatikan dan mencatat hal-hal yang penting Saya mudah memahami panduan percobaan tentang pengukuran Saya selalu melakukan pengukuran berulang-ulang untuk memperoleh hasil pengukuran yang tepat Saya aktif dalam melakukan diskusi kelompok Setiap data yang dihasilkan saya diskusikan dalam kelompok Persentase 78% Kriteria Termotivasi

2 No 3

77% Persentase 93%

Termotivasi Kriteria Termotivasi

86%

Termotivasi

71%

Termotivasi

68%

Kurang Termotivasi Kurang Termotivasi Termotivasi Termotivasi

61%

8 9

87% 80%

64

10

Saya berusaha keras untuk bisa memahami masalah pengukuran Hasil pengukuran yang saya peroleh selalu berbeda dengan teman sekelompok Pertanyaan

71%

Termotivasi Kurang Termotivasi Kriteria Kurang Termotivasi

11 No

62% Persentase 68%

Dalam pengukuran diameter kelereng saya kurang mengerti tentang penulisan hasil 12 pengukuran menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup Data yang saya hasilkan dari peng-ukuran volume benda, selisih volume air dalam 13 percobaan mengukur logam dan batu adalah sama Setelah selesai melakukan percobaan saya 14 selalu mengembalikan alat-alat percobaan dan membereskan tempat. No 15 Pertanyaan Saya selalu melakukan percobaan diluar jam sekolah

75%

Termotivasi

89% Persentase 64%

Termotivasi Kriteria Kurang Termotivasi

Dari data tabel 4.5. diatas menggambarkan bahwa tingkat kriteria soal terbagi menjadi dua yakni kriteria termotivasi dan criteria kurang termotivasi. Untuk soal angket nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 13 dan 14 termasuk dalam kategori termotivasi yaitu sebesar 78%, 77%, 93%, 86%, 71%, 87%, 80%, 71%, 75%, dan 89%. Sedangkan untuk soal angket 6, 7, 11, 12, dan 15 termasuk dalam kategori kurang termotivasi yaitu sebesar 78%, 77%, 71%, 68%, 61%, 62%, 68%, dan 64%. Dari jawaban angket tersebut dapat disimpulkan pada dasarnya semua siswa menyukai pelajaran fisika apalagi dengan cara pembelajaran praktikum yang diterapkan. Namun kelemahan siswa adalah dalam melakukan

65

pengukuran berulang. Karena hal ini jarang dilakukan oleh siswa. Selain itu adapula yaitu setiap kali melakukan pengukuran hasilnya berbeda jauh dengan teman-temannya. Mereka menyukai pelajaran fisika pada saat melakukan praktikum, hampir setiap siswa dapat melakukan percobaan praktikum. d. Hasil wawancara Hasil wawancara digunakan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa setelah melaksanakan proses belajar mengajar. Karena hal ini menunjukkan seberapa keseriusan siswa itu belajar. Tes wawancara ini berupa tes wawancara terstruktur jadi setiap soal dan jawabannya telah ada, siswa hanya di suruh menjawab soal-soal tersebut. Pada soal nomor satu tanggapan siswa terhadap belajar fisika dengan cara praktikum sebagian besar siswa menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 18 siswa sedangkan yang lain 16 siswa menjawab setuju dan 6 siswa menjawab tidak setuju. Pada soal nomor dua tanggapan siswa terhadap guru yang mengjajarkan fisika dengan cara praktikum sebagian besar siswa menjawab sangat setuju yaitu sebanyak 24 siswa sedangkan siswa yang menjawab setuju sebanyak 9 siswa dan 5 siswa lainnya menjawab tidak setuju. Pada soal nomor tiga tanggapan siswa terhadap panduan percobaan yang telah disediakan 17 siswa menjawab sangat sesuai, 14 siswa menjawab sesuai dan 7 siswa menjawab tidak sesuai. Soal nomor empat tanggapan siswa pada saat dibentuknya kelompok-kelompok dalam melakukan praktikum 14 siswa menjawab sangat setuju dan yang menjawab setuju, tidak setuju masingmasing adalah 12 siswa. Pada soal nomor lima 17 siswa sangat setuju pada

66

saat melakukan praktikum percobaan, sedangkan 16 siswa setuju serta 5 siswa menjawab tidak setuju. Soal nomor enam tanggapan siswa dalam melakukan praktikum percobaan pengukuran panjang, volume dan waktu, sebagian besar siswa menjawab sangat setuju yaitu berjumlah 23 siswa, 11 siswa menjawab setuju dan 4 siswa menjawab tidak setuju. Untuk soal nomor tujuh 20 siswa sangat setuju terhadap alat-alat ukur yang digunakan dalam melakukan pengukuran, sedangkan 18 siswa setuju. Pada soal nomor delapan tanggapan siswa terhadap waktu yang digunakan dalam proses belajar mengajar fisika 24 siswa menjawab memuaskan sedangkan 9 siswa menjawab tidak memuaskan bahkan 5 siswa menjawab sangat tidak memuaskan. Untuk soal nomor sembilan tanggapan siswa terhadap pelayanan fasilitas sekolah yang digunakan dalam proses belajar mengajar 9 siswa menjawab sangat memuaskan, 23 siswa menjawab memuaskan dan 6 siswa menjwab tidak memuaskan. Soal nomor sepuluh tanggapan siswa terhadap hasil tes keterampilan proses yang telah dilakukan 10 siswa menjawab sangat memuaskan, 16 siswa menjawab memuaskan dan 12 siswa menjawab tidak memuaskan. Secara umum hasil tes wawancara telah menunjukkan tingkat pemahaman siswa terhadap pro ses belajar mengajar di sekolah dengan baik.

B. Pembahasan 1. Pengamatan Percobaan

67

Pada dasarnya melakukan observasi merupakan pengamatan yang dilakukan oleh seorang pengamat untuk mencari nilai-nilai yang baik dan tingkat pemahaman siswa dalam memahami pengamatannya. Kegiatan observasi ini merupakan kegiatan pengamatan kepada siswa tentang apa yang sedang siswa kerjakan pada saat melakukan praktikum percobaan. Aspek-aspek yang dinilai sangat bervariasi, yaitu dari hasil observasi siswa, inferensi, melakukan percobaan dan komunikasi.

78%
90% 80% 70%

80%

76%

Persentase

60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Perc oban I Perc obaan II Perc obaan III SR

H as il pe ngamatan s e tiap pe rcobaan


Gambar 4. 1. Hasil pengamatan setiap percobaan. Berdasarkan gambar 4.1. diatas terdapat informasi tentang pengamatan hasil praktikum percobaan yang dilakukan oleh siswa selama tiga kali melakukan praktikum. Pada percobaan praktikum pertama tergolong dalam kategori cukup terampil, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam melakukan

68

percobaan baik. Pada saat percobaan praktikum kedua ada kenaikan kemampuan siswa karena adanya keingintahuan yang mendalam tentang pengukuran benda, yang semula sebesar 78% menjadi 89%. Saat percobaan praktikum ketiga terjadi penurunan kemampuan siswa yang semula 80% menjadi 76%, dan tergolong dalam kategori cukup terampil.

2. Keterampilan Proses Sains Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa mempunyai keterampilan proses sains yang bervariasi. Variasi yang dimaksud berupa tinggi rendahnya persentase jawaban yang benar dan skor rata-rata yang diperoleh dari tiap tes berdasarkan aspek keterampilan proses sains yang diukur. Grafik dibawah ini menggambarkan gabungan dari keempat tes yang dilakukan. Dari grafik tersebut akan tampak bagaimana keterampilan proses sains dari masing-masing tes maupun dari gabungan dari keseluruhan tes yang dilakukan.

69

100 80 60 40 20 0

93.68

83.15

83.15

83.15

Persentase

SR

Obs

Inf

MP

Kom

Aspek KPS

Gambar 4.2. Nilai rata-rata KPS siswa pada tes pertama Keterangan : SR Obs Inf MP Kom = Skor rata-rata = Observasi = Inferensi = Melakukan Percobaan = Komunikasi

Berdasarkan gambar 4.2. terdapat informasi keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Dari jenis aspek yang diukur bahwa seluruh aspek keterampilan proses sains termasuk dalam kategori tinggi. Jadi dari TKPS yang pertama yaitu pada percobaan pengukuran panjang siswa tidak mengalami kesulitan. Tingginya keempat keterampilan proses sains ini merupakan hal yang sangat membanggakan, kalau diperhatikan untuk aspek KPS observasi termasuk dalam kategori tinggi hal ini akan mempengaruhi kemampuan keterampilan proses lainnya. Kemudian kalau dilihat bahwa kemampuan melakukan inferensi, kemampuan melakukan percobaan dan kemampuan melakukan komunikasi berada pada kondisi yang sama, ini menandakan bahwa semuanya sangat

70

berhubungan dan berjalan beriringan satu sama lain. Dari perolehan nilai siswa rata-rata siswa memperoleh nilai yang baik yaitu seluruh siswa tuntas dalam hasil belajarnya yaitu satu siswa memperoleh nilai cukup, sembilan siswa memperoleh nilai dengan kriteria baik dan yang lainnya memperoleh nilai yang sangat baik. Hasil daftar tabel ini dapat dilihat dilampiran.

100 80 60

89.47 72.10 77.36 67.36

Persentase

SR 40 20 0 Obs Inf MP Kom

Aspek KPS

Gambar 4.3. Nilai rata-rata KPS siswa pada tes kedua Keterangan : SR Obs Inf MP Kom Berdasarkan = Skor rata-rata = Observasi = Inferensi = Melakukan Percobaan = Komunikasi gambar 4.3. terdapat informasi proses sains yang dimiliki

siswa pada tes kedua. Dari jenis aspek yang diukur, keterampilan melakukan observasi cenderung sangat tinggi dari aspek keterampilan proses sains lainnya. Sedangkan keterampilan proses sains dalam melakukan percobaan merupakan aspek keterampilan proses sains yang paling rendah dikuasai siswa. Keterampilan

71

melakukan observasi merupakan keterampilan awal yang berpengaruh terhadap keterampilan yang lain. Ini merupakan suatu hal yang diharapkan, karena observasi merupakan langkah awal menuju keterampilan yang lainnya. Namun pada tes kedua ini meskipun keterampilan observasi sangat tinggi keterampilan melakukan percobaan masih dalam kategori sedang. Ini menunjukkan bahwa siswa dalam menyelesaikan soal-soal melakukan percobaan yang berbentuk perhitungan cukup menyulitkan siswa. Kemampuan melakukan inferensi termasuk dalam kategori tinggi, terlihat bahwa siswa telah mampu merangkai informasi yang didapatkan menjadi sebuah pola pikir yang dituangkan dalam kalimat. Begitu juga keterampilan merancang komunikasi masih dalam kategori tinggi, artinya siswa mampu

mengkombinasikan keterampilan yang diperoleh dalam menyusun perangkat informasi yang telah didapatkannya, dan terlihat bahwa mayoritas siswa mampu menggunakan keterampilan observasi dan inferensi dalam menyelesaikan soalsoal. Pada tes kedua ini satu siswa yang tidak tuntas dalam memperoleh hasil belajarnya yaitu hanya memperoleh nilai 60 sedangkan untuk KKMnya 65, siswa tersebut bernomor urut 29, untuk siswa yang lain semuanya tuntas 21 siswa memeroleh nilai dalam kriteria baik sedangkan yang lainnya memperoleh nilai dengan kriteria sangat baik. Hasil dari tes KPS ini dapat dilihat dilampiran.

72

100

87.36 76.31 75.78


77.36

80 60 SR 40 20 0 Obs Inf MP Kom

Persentase

Aspek KPS

Gambar 4.4. Nilai rata-rata KPS siswa pada tes ketiga Keterangan : SR Obs Inf MP Kom = Skor rata-rata = Observasi = Inferensi = Melakukan Percobaan = Komunikasi

Berdasarkan gambar 4.4. terdapat informasi keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Dari jenis aspek yang diukur, keterampilan melakukan komunikasi cenderung lebih tinggi dari aspek keterampilan proses yang lain. Kemudian diikuti oleh kemampuan melakukan percobaan, Observasi dan kemampuan melakukan inferensi. Melihat hal diatas bahwa kemampuan melakukan komunikasi sangat berbeda dengan tes yang kedua, dimana kemampuan keterampilan komunikasi cenderung menurun, ini menunjukkan bahwa kemampuan mengkomunikasikan melalui bentuk grafik lebih mudah dipahami oleh siswa. Namun sangat disayangkan meskipun siswa mampu menyelesaikan soal berbentuk matematis dengan benar dan tepat ternyata masih

73

banyak siswa tidak mampu untuk menyelesaiakannya. Hal ini terlihat dari skor rata-rata keterampilan inferensi paling rendah, meskipun masih tergolong dalam kategori sedang. Kemudian keterampilan melakukan percobaan pada tes kedua dan ketiga tidak jauh berbeda. Besarnya rata-rata termasuk dalam kategori tinggi. Ini menunjukkan bahwa keterampilan melakukan percobaan pertama sampai ketiga cenderung tetap. Pada tes KPS ketiga, semua siswa tuntas dalam proses hasil belajar, hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai hasil tes KPS yaitu sebanyak 11 siswa memperoleh nilai dengan kriteria baik, sedangkan siswa lainnya memperoleh nilai dengan kriteria sangat baik, hasil dapat dilihat dilampiran.

Gambar 4.5. Rekapitulasi nilai rata-rata KPS siswa Keterangan : SR 1 2 3 = Skor rata-rata = Test KPS Pertama = Test KPS Pertama = Test KPS Pertama

74

Berdasarkan gambar 4.5. diatas terdapat informasi keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Dari aspek yang diukur, pada tes KPS pertama kemampuan siswa cukup tinggi yaitu sebesar 85,79%, hal ini diukur dari kemampuan keterampilan-keterampilan proses sains yaitu kemampuan observasi, inferensi, komunikasi dan melakukan percobaan. Pada tes KPS kedua kemampuan siswa cukup tinggi yaitu sebesar 75,57%, kemampuan siswa dalam menjawab soal pada tes kedua ini menurun dikarenakan soal-soal yang dikerjakan lebih sulit dibandingkan dengan soal tes pertama dan faktor lainnya adalah siswa tidak begitu memahami materi yang telah diajarkan sebelumnya. Pada tes KPS ketiga kemampuan siswa mengalami kenaikan lagi dari sebelumnya yaitu sebesar 79,21%. Pada hasil seluruh tes KPS semua siswa tuntas dalam hasil belajarnya dan memperoleh nilai dengan kriteria sangat baik, hal ini dapat dilihat di lampiran. 3. Perbandingan dengan teori atau hasil yang relevan Menurut Wayne Harlen (1992) dalam Rostina (2000: 36), menyatakan bahwa ada sembilan sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui metode praktikum. sembilan sikap ilmiah tersebut sangat berpengaruh sekali dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan metode praktikum sebagai metode pengajarannya. Sikap-sikap ilmiah tersebut adalah: a. Sikap ingin tahu (curousity). Dalam hal ini siswa mempunyai keinginan yang kuat dalam melakukan praktikum di lihat dari keaktifan siswa dalam melakukan setiap tahaptahap praktikum percobaan hingga selesai seperti halnya membaca

75

prosedur percobaan, menyiapkan lembar pengamatan dan menyajikan data. b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originally). Sikap ini dapat diketahui dilihat dari kemampuan siswa dalam melakukan percobaan pengukuran benda sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh gurunya tersebut seperti halnya menganalisa data hasil pengamatan. c. Sikap kerjasama (Cooperation) Sikap ini dilihat dari diskusi kelompok yang dilakukan oleh siswa dalam melakukan praktikum percobaan. d. Sikap tidak putus asa (perserverance) Sikap ini dilihat dari siswa selalu melakukan praktikum percobaan secara berulang-ulang untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. e. Sikap tidak berprasangka (open-undedness). Sikap ini dilihat dari kepercayaan siswa terhadap hasil pengukuran yang diperolehnya dalam melakukan praktikum percobaan pengukuran. f. Sikap mawas diri (self cristicim). Sikap ini dilihat dari kerjasama antar dalam kelompok mereka masingmasing dalam melakukan praktikum percobaan praktikum. g. Sikap bertanggung jawab (responsibility). Sikap ini dilihat dari menganalisa setiap hasil pengamatan dan menarik kesimpulan dari hasil praktikum percobaan pengukuran. h. Sikap berfikir bebas (independence in thingking). Sikap ini dilihat dari KPS dalam melakukan komunikasi seperti halnya

76

mencatat hasil pengamatan dan membuat laporan sementara. i. Sikap kedisiplinan diri (self discripline). Sikap ini dilihat dari hasil pengamatan dalam melakukan praktikum percobaan pengukuran yang dilakukan siswa. Persentase sikap-sikap tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. yaitu tabel persentase hasil pengamatan percobaan, yang kesemuanya terangkum dan terperinci dalam tabel tersebut dan didalamnya terdapat aspek-aspek keterampilan proses sains yang dilakukan siswa 4. Keterbatasan Penelitian Dalam melaksanakan penelitian pada kajian pustaka, penulis menemukan kelemahan dan keterbatasan, yaitu penulis mengalami kesulitan untuk menelaah sumber-sumber bahan dalam penelitian, karena kurangnya literature buku penunjang yang membahas keterampilan proses sains siswa, kemudian peralatan yang digunakan dalam praktikum percobaan pengukuran masih sangat kekurangan, disebabkan sulitnya mencari peralatan dan keterbatasan alat-alat tersebut disekolah. Untuk metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar ternyata tidak cukup hanya dengan metode praktikum saja tetapi harus menggunakan metode diskusi, ceramah dan demonstrasi. Tetapi saat melakukan penelitian tidak mengalami kesulitan karena siswa-siswa tersebut kreatif serta memiliki keinginan untuk tahu.

77

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan dan saran sebagai berikut: 5.1. Simpulan Keterampilan proses sains yang dimiliki siswa kelas X1 SMK Negeri Tugumulyo berada pada kategori tingkat tinggi. Berdasarkan lembar observasi selama berlangsungnya pembelajaran terlihat bahwa sains telah melakukan proses belajar dengan baik artinya komponen-komponen yang mesti dimunculkan dalam proses belajar telah ditunjukkan oleh siswa. Berdasarkan hasil pengamatan selama praktikum percobaan pengukuran, terjadi naik turunnya kemampuan siswa saat praktikum, pada percobaan pertama siswa cukup terampil dalam melakukan percobaan praktikum, pada percobaan kedua terdapat kenaikan sehingga tergolong dalam kategori terampil tetapi saat percobaan ketiga terjadi penurunan kemampuan siswa kembali menjadi cukup terampil. Tes keterampilan proses sains merupakan penguasaan terhadap aspek keterampilan proses sains yang bervariasi, artinya tiap aspek keterampilan proses sains memilki tingkat tertentu. Keterampilan melakukan observasi yang dimiliki siswa tergolong sangat tinggi, dan keterampilan melakukan komunikasi, melakukan inferensi dan melakukan percobaan tergolong tinggi. Kemudian dari angket penelusuran keterampilan proses sains yang dimiliki siswa dari jawaban yang diberikan umumnya siswa suka belajar fisika dengan cara praktikum. Dan

78

selanjutnya diberikan sejumlah pertanyaan wawancara terstruktur, dari hasil kesimpulan jawaban yang diberikan siswa pada umumnya siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap proses belajar mengajar dengan cara praktikum.

5.2.

Saran Penelitian ini masih terbatas pada subjek yang sangat kecil, pokok bahasan

yang sangat terbatas, dan aspek keterampilan proses sains yang sedikit. Penelitian ini menggambarkan apa adanya, artinya hasil penelitian hanya menunjukkan seberapa besar kemampuan yang dimiliki siswa dalam penguasaannya terhadap aspek keterampilan proses sains, oleh karena itu penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan. Sebagai tindak lanjut alangkah baiknya dilakukan penelitian yang lebih besar, pokok bahasan yang lebih luas dan aspek keterampilan proses sains yang lebih banyak.

79

DAFTAR PUSTAKA

Ananda Bayu. 2010. Keterampilan proses sains.[online] http://www.fisiksetiawan. co.cc/search/label/keterampilan%20proses.[08 Januari 2010]. Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. DadanWahidin. 2008. Keterampilan Proses Dasar Pada Pembelajaran Ipa. [online] http://makalahkumakalahmu.wordpress.com. [20 April 2010]. Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Erlangga: Jakarta. Daton, Goris Seran, dkk. 2004. Fisika Untuk SMA kelas X. Bandung: Grasindo. Diknas. 2003. UU. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta : CV Laksana Mandiri. Halliday, dkk. _______. Dasar-dasar Fisika Versi Diperluas Jilid Satu. Tangerang: Binarupa Aksara. Hartini. 2010. Pengertian Observasi. [online] http://www.unsri.ac.id.observasi. [20 April 2010]. Inderawati. 1999. Keterampilan Proses Sains/ IPA. Bandung : PPPG IPA. Indramaya. 2005. Studi Tentang Kemampuan Proses Sains Siswa SMA Negeri Surulangun Pada Pokok Bahasan Optika Geometri. Skripsi tidak diterbitkan. Inderalaya. Jurusan MIPA FKIP UNSRI. Kurniatin, Sri. 2004. Fisika Untuk SMA Kelas X. Bandung: CV Regina. Mariana, Made Alit. 1999. Hakikat Pendidikan Science And Society Dalam Pembelajaran Sains. Bandung: Erlangga. Nuryani. 2007. Keterampilan Proses Sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Rasyid, H dan mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.

80

Semiawan, Conny, dkk. 1989. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia. STKIP-PGRI. 2009. Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi. Lubuklinggau: STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU. Subana,M dan Sudrajat. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung. CV Pustaka Setia. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: CV Alfabeta. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara. Sumaji,dkk. 1998. Penelitian Sains Yang Humanistis. Yogyakarta : Kanisius. Sutriono, Edy. 2002. Model Pembelajaran Unsur, Senyawa dan Campuran di Kelas 1 SLTP dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Skripsi tidak diterbitkan. Bandung : UPI. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

You might also like