You are on page 1of 17

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA KONJUNGTIVITIS

DISUSUN OLEH : KESUMA LARASATI 406100116

PEMBIMBING : dr. Siti Fatimah, Sp. M

Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta RS Sumber Waras 2011 BAB I PENDAHULUAN Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, m sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri b iasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandan ya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkal i dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair . Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoler ansi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak ko toran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivit is virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Wal aupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senan tiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan u ntuk

mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata. Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeks i di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompre s hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin coco k diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat dibe rikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk konjungtivitis papiler r aksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya berkon sultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.

BAB II KONJUNGTIVITIS 2.1 Definisi Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu ce pat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan. 2.2. Gejala dan Tanda klinis

Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau pa as, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Jika ada rasa sakit agaknya k ornea terkena. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.

Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptos s, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler. Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtiva akut. Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluhpembuluh konjungtiva posterior. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri dan keputihan mirip susu mengesankan konjungtivitis alergika.

Berair mata (epiphora) sering mencolok, diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bacterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjun gtivitis alergika,yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saa t bangun tdr pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia. Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskullus muller (M. Tarsalis superior). Keadaan ini ddijumpai pada konjuntivitis berat. Mi s. Trachoma dan konjungtivitis epidemica. Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel. Bil a

diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membran adalahpengentalan yang meliputi selur uh epitel dan jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah. 2.3 Anatomi Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dcngan kulit pada lepi ke lopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian: 1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra). 2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata). 3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata) Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke post erior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiv a menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sk lera di bawahnya. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (p lika semilunaris) terlelak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada

beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial kc bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung clemen kulit dan membran mukosa. Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.

Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epite l konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokut an pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel super fisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara mer ata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel sup erfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada nconatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambara n reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bol a mata.

Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur d funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenj ar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfrin g terletak di tepi atas tarsus atas.

2.4 Klasifikasi 2.4.1 Konjungtivitis Karena agen infeksi A. Konjungtivitis Bakterial

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus , dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabk

an mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu da sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa h ari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini. Tanda dan Gejala - Iritasi mata, - Mata merah, - Sekret mata, - Palpebra terasa lengket saat bangun tidur - Kadang-kadang edema palpebra

- Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah ole Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat kuman seperti seprei, kain, dll.1,5 Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organi dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang d dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan ban neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemerik mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sens antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibi Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika diteruskan. C. Komplikasi dan Sekuel

Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Par konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi. Ulseras marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N men aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera ante timbul iritis toksik.1,3 Terapi

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial terg mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis puru dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroea meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanaka materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan ke diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan. Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 ha konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarok dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila

diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karen dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemi meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembu menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan. B. Konjungtivitis Virus 1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut a) Demam Faringokonjungtival Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38 tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas ada limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1 Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan ole tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Deng berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagn hal mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan konjungtiva t mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tum biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6 Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sem umumnya dalam sekitar 10 hari. 1

b) Keratokonjungtivitis Epidemika Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4 Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1 Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1 Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3 Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6 Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun ko mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konj dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya m kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pe darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yan membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herp muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang ditekan. 1,3 Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfo kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Gie sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai ni

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebua kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-se jaringan biakan.3 Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperluk kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus de meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali se idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun d jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobat

acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau deng 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilak adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antiviru dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontrai makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonve dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeks panjang dan berat. 1,3 d) Konjungtivitis Hemoragika Akut Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregik kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivit oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pende

berlangsung singkat (5-7 hari). 5 Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda as air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonju kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumny dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di ko superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien menga limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan k Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mi 25% kasus. 1,5 Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari or fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontamin Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari Terapi Tidak ada pengobatan yang pasti.

2. Konjungtivitis Virus Menahun a) Blefarokonjungtivitis

Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, k superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), d bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, inti ke satu sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya

b) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang ofta adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, n ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kem berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat p penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah ar sekuele. 1 Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpe sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjun varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus d diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio manusia. 1 Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali seh jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya aka menghambat penyakit. 1

c) Keratokonjungtivitis Morbilli Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-ber pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pa kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H infl organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis pur disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang bera dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang.

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononucl ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas gie mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi seku C. Konjungtivitis Klamidia Trachoma Tanda dan gejala

Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada ma kanak, yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus bera pembalikan bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat pa konjungtiva yang berat. Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan gangguan pada film air mata berakibat parut pada kornea, ummnya setelah 50 tahun. Masa inkubasi trachoma rata rata 7 hari, namun bervariasi dari 5 14 hari .pada bayi atau anak biasanya timbulnya diam diam, dan penyakit it sembuh dengan sedikit atau tampa konplikasi.

Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan komplik berkembang. Pada saat timbulnya.trachoma sering mirip konjungtivitis bacteri nda

dan gejala biasanya berair mata, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra,

sis tititis superior, pembentukan pannus dan nodus preaurikuler kecil dan nyeri tekan.

konjungtiva bulbi, hyperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal,

Pada trachoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat k superior, keratitis subepitel, panus, folikel limbus superior, dan akhirnya katriks

patognomotik pada folikel- folikel ini, yang dikenal sebagai sumur sumur H depresi kecil dalam jaringan ikat di batas limbus kornea ditutupi epitel.

terkait adalah membrane fibrovaskuler yang timbul dari limbus, dengan lengkung lengkung vaskuler meluas ke atas kornea. Semua tanda trachoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas dari pada bagian bawah.

Untuk pengendalian, World Health Organization telah mengembangakn cara sederhana untuk memeriksakan penyakit itu. Ini mencakup tanda tanda sebagai berikut : TF : Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas.

TI : Infitrasi difus dan hipertrofi papil konjungtiva atas yang sekurang kurangnya menutupi 50% pembuluh profunda normal. TS : Parut konjungtiva trachomatosa. TT : Trikiasis atau entropion ( bulu mata terbalik ke dalam ). CO : Kekeruhan kornea.

Adanya TF dan Ti menunjukan trachoma infeksiosa aktif yang harus dioba TS adalah bukti cedera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan merupakan indikasi untuk tindakan operasi kokreasi palpebra. CO adalah lesi yang terakhir membutakan dari trachoma. Laboratorium Inkulasi klamida dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus , yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilabotarium klinik. Tes baru ini tel ah menggantikan pulasan Giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi agen klamidial dalam biakan sel.

Secara morfologik, agen trachoma mirip dengan agen konjungtivitis inkulasi namun keduanya dapat dibedakan secara serologic dengan mikroimunofluorescence. Trachoma disebabkan oleh Chalmydia trachomatis seroipe A,B,Ba atau C. Komplikasi dan sequele

Parut di konjungtiva dalah komplikasi yang sering terjadi pada trachom dapat merusak duktuli kelenjar lakmal tambahan dan menutupi muara kelejar lakrimal.hal ini secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata prekornea, dan komponen mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata kedalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion), sehingga

bulu

mata terus menerus menggesek kornea.ini berakibat ulserasi pada kornea, infek bacterial kornea, dan parut pada kornea. Ptosis, obstrusi doktus nasolakrimali dan dakriosistitis adalah komplikasi umum lainnya pada trachoma. Terapi

Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline, per os dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100 mg per os 2 kali sehari selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g / hari per os dibagi dalam empa osis

selama 3-4 minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur ( pengobatan) ag benar benar sembuh. Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah umu tahun atau untuk wanita hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada gigi g berkembang dan tulang yang tumbuh dan dapat berakibat gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan kerangkan (mis, clavicula).

Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide, tetracy erythromycin dan rifampin, empat kali sehari selama enam minggu, sama efektifn

Saat mulai terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 minggu. Karena itu, tetap adanya folikel pada trasesus superior selama beberap minggu setelah terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.

Koreksi bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah ese untuk mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini kadang kadang dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih k

2.4.2 Konjungtivitis Imunologik (Alergik) Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung 1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever) Tanda dan gejala

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai dema (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumpu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjun bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjad tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika p telah mengucek matanya.

Laboratorium Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva.

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, lar yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya da 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan. 2) Konjungtivitis Vernalis Definisi

Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan kon musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilat yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripa daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, m panas dan musim gugur daripada musim gugur. Insiden

Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 1 Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5 Tanda dan gejala

Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berse Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainn Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus d konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memili lla

raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, denga rata, dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3 Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat ban eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1

Terapi

Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhada hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panj steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikas dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,3 3) Konjungtivitis Atopik Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat pa halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungti vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papil asa

pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tandakornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserba konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial ikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pa atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sej bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tanga utut

sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berla berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasi h berusia 50 tahun. Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanya terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1 Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), ast mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan samp mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, i

ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasie Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanj dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea un mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat 1) Phlyctenulosis Definisi

Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivi terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphyloco p,

Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydi trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1 Tanda dan Gejala

Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, mera dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, denga mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menj ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pad kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1

Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan a namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacteri , dan defisiensi diet. Terapi

Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protei sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Te reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjung stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penye dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala a parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplant 2) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak

Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, ant spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtiviti trate

ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa se hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear d mononuclear tanpa eosinofil. 1

Pengobatan diarahkan pada penemuan menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikoste

topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

2.4.3 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun Keratokonjungtivitis Sicca Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis). Gejala: - Khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-tanda radang. - Dimulai dengan konjungtivitis kataralis - Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang sia ng atau malam hari rasa sakit semakin hebat. - Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal) - Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik. Pengobatan:

- air mata buatan - obliterasi pungta lakrimal.

2.4.4 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif 1) Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis nonyang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lam dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disi dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering men penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang a iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada

pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae. Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan. 2) Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic

terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000 2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005 3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1998 4. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis 5. www.eyepathologisyt.com/disease 6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html

You might also like