You are on page 1of 28

BAB I PNDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sangat luar biasa perpolitikan di Indonesia, ketika dihadapkan pada persoalan kepemimpinan. Sejak berdirinya republik tahun 1945 sampai saat ini, terhitung lamanya kemerdekaan sudah mencapai 67 tahun, bila dirata-ratakan periodisasi pemerintahan selam lima tahun, maka menurut logika sehat akan terjadi suksesi kepemimpinan dengan melahirkan minimalnya 13 presiden. Namun pada kenyataannya sungguh sangat ironis, selama kurun waktu 52 tahun bangsa yang besar ini hanya dipimpin oleh 2 orang presiden. Presiden yang pertama medapat julukan the founding father dengan memimpin bangsa selama 20 tahun dan presiden kedua yang mendapat anugran bapak pembangunan yang memimpin bangsa selama 32 tahun. Sisa periodisasi kepemimpinan nasional selama 3 tahun terakhir dilakukan tiga kali kepemimpinan, dengan melahirkan 3 orang presiden : B.J.Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan terakhir Susilo Bambang Yudhoyono (yang sekarang masih menjabat dalam masa jabatan yang kedua). Awal dari kesadaran akan pentingnya berdemokrasi dalam kenegaraan telah dimulai semenjak tumbangnya rezim orde baru dengan diteruskan oleh seorang pemimpin yang genius yaitu B.J Habibie, dengan membuka kran demokrasi dan membawa panji-panji kebebasan untuk mengekspersikan pendapat bagi setiap warga bangsa. Gerbang 1

demokratisasi dalam beberapa aspek kehidupan bangsa diperkuat lagi ketika Abudrrahman Wahid alias Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI keempat setelah Habibie. Gus Dur selalu membuka wacana demokrasi dalam berbagai momentum yang secara edukatif berimplikasi pada penyadaran akan hak sebagai warga bangsa. Namun demikian, perlu mendapat catatan khusus bahwa masa pemerintahan Gus Dur merupakan sebuah masa transisi demokrasi di Indonesia, karena pada saat inilah transfer kehidupan kenegaraan yang dulu dikungkung oleh pemerintahan otoriter ke kehidupan yang relatif demokratis. kemampuan Gus Dur untuk mengelola sebuah negara dengan mengedepankan panji demokrasi, akhirnya kandas juga ketika beliau itu terjebak dalam persoalan skandal bulog gate sebesar 40 milyar rupiah dan brunai gate sebesar 2 juta US dollar. Skandal itu sesungguhnya lebih dipicu oleh adanya tim pembisik presiden yang selalu mencari keuntungan material dibalik otoritas yang dimiliki sang presiden. Tumbangnya Gus Dur itu, kemudian digantikan oleh wakilnya yaitu Megawati Soekarnoputri. Kepemimpinan Megawati lebih memuluskan jalannya proses demokratisasi yang telah dirintis oleh dua orang peresiden sebelumnya Habiebie dan Gus Dur. Megawati telah mampu melakukan pengawalan terhadap suksesnya Pemilu Presiden secara langsung oleh rakyat Indonesia yang pertama kalinya sejak republik ini berdiri. Namun dibalik susksesnya menghantarkan masa transisi demokrasi, Mega tidak mampu untuk bertahan sebagai Presiden pada Pemilu Presiden secara langsung. Hal ini bukan saja karena sikap Mega yang selama ini apatis dalam merespon fenomena kebangsaan yang ada, akan tetapi

karena ulah para pembantunya yang seringkali menodai nilai demokrasi yang tengah disemaikan. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyoo (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) akhirnya keluar sebagai pemenang dan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk masa bakti 2004 2009 dalam pemilu secara langsung pada tahun 2004. Dalam gebrakan awalnya, SBY mencanangkan program 100 hari masa pemerintahan, sebagai point awal untuk melaksanakan program pemerintahannya ke depan. Pencanangan 100 hari

pemerintahan SBY mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat, ada yang menanggapi positif, begitupun negatife.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pemerintah memperoleh jabatannya dari masa ke masa? Bagaimana pemerintah melaksanakan kekuasaannya ?

C. Tujuan
Mengetahui proses bagaimana pemerintah mendapat kekuasaan Mengetahui sepak terjang para pemimpin

BAB II PEMBAHASAN A. Kekuasaan Pemerintahan Negara


Presiden Republik Indonesia memegang pemerintahan menurut UUD 1945 dan dalam melaksanakan kewajibannya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden. Dalam sistem politik Indonesia, Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya. Presiden juga berkedudukan selaku mandataris MPR, yang berkewajiban menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan MPR. Presiden mengangkat menteri-menteri dan kepala lembaga non departemen (TNI/Polri/Jaksa Agung) setingkat menteri untuk membantu pelaksanaan tugasnya. Dalam UUD 1945 (versi sebelum amandemen) disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

1. Pemilihan Penguasa Pemerintahan Negara


Setelah Indonesia merdeka, pemilihan presiden dan wakil presiden ditetapkan oleh PPKI, karena meskipun tata cara pemilihan presiden sudah ada

dalam UUD 1945 tetapi pada saat itu belum ada badan-badan kelembagaan seperti MPR dan DPR, maka untuk sementara yang menjalankan fungsi MPR dan DPR adalah KNIP sebagai pembantu presiden. Soekarno adalah persiden Indonesia pertama. Beliau memiliki peran dan andil untuk kemerdekaan Indonesia. Jiwa nasionalsnya telah mengakar pada dirinya. 4 Juli 1927, Soekano mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) dengan tujuan Indonesia Merdeka. Ia selalu bisa membangkitkan nasionalisme rakyat dengan pidatonya yang penuh semangat, keyakinan akan kemerdekaan Indonesia. Jiwa kepemimpinan telah tertanam di jiwanya dengan menjadi ketua PPKI. Pada kesempatan sidang terakhir PPKI, 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengucapkan pidato mengenai dasar filsafat Negara Indonesia merdeka. Pidato itu berisi pokok-pokok pikiran yang terdiri atas 5 pokok atau dasar. Maka atas saran seorang ahli bahasa, 5 dasar itu oleh Ir. Soekarno dinamakan pancasila. Seoharto dipilih sebagai presiden dalam siding PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945, dengan Wakilnya Moh. Hatta. Dalam UUD 1945 sebelum amandemen, pasal 7 berbunyi Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali Dalam pasal ini tidak ada batasan sampai kapan seorang presiden memiliki masa jabatan, maka tidak heran jika pemerintahan Soekarno bisa bertahan selama 20 tahun lamanya (4 kali masa jabatan). Begitupun dimasa Soeharto, yang masa jabatannya justru lebih lama yaitu 32 tahun. saat itu MPR6

lah yang memilih Presiden dan wakil presiden dengan suara yang terbanyak (terdapat dalam UUD 1945 sebelum amandemen pasal 6(2) ), tetapi bukan suara dari rakyat, karena menurut pasal 1 UUD 1945 sebelum amandemen kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR . jadi jelaslah, disini meskipun rakyat yang berdaulat, tapi yang memiliki kedaulatan itu sendiri sebenarnya adalah MPR. Sebelum menjadi persiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda. Namanya mengharum setelah peristiwa penumpasan G30S yang ia pimpin. Soeharto menyatakan bahwa PKI-lah yang bertanggung jawab atas peristiwa yang memakan korban para jenderal. Pada tanggal 11 Maret 1965, keluarlah surat perintah dari Presiden yang ditujukan kepada Jenderal Soeharto untuk mengamankan keadaan yang sedang kacau pada saat itu. Adapun salah satu isi dari SUPERSEMAR memerintahakan : Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan pimpinan

Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS. Demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan

melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi1 SUPERSEMAR inilah jalan Soeharto dalam mencapai kursi kepresidenan. Supersemar ini dianggap sebagai penyerahan kekuasaan mutlak dari Soekarno

kepada Soeharto, maka dari itu pada tanggal 20 Juni 6 Juli 1966, MPRS sebagai lembaga tertinggi Negara mengadakan sidang umum IV di Jakarta. Untuk mempertahankah kekuasaannya, Pak Harto menunjuk para anggota MPR khusus untuk utusan daerah dan utusan golongan, yaitu para Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 para Panglima Komando Daerah Militer, para Rektor Perguruan Tinggi Negeri, para Menteri Kabinet, para Istrei dan Anak Menteri untuk duduk di lembaga konstitutif ini (yang sudah barang tentu dekat dengan beliau) sehingga setiap pemilihan umum beliau diangkat menjadi presiden dengan kebulatan tekad.2 Dalam beberapa kali pemilihan umun Pak Harto dipertahankan menjadi presiden yaitu dengan ketetapan sebagai berikut :

1. Tap MPR No IX/MPR/1973 Hasil Pemilu 1971 2. Tap MPR No X/MPR/1978 Hasil Pemilu 1977 3. Tap MPR No VI/MPR/1983 Hasil Pemilu 1982 4. Tap MPR No. V/MPR/1988 Hasil Pemilu 1987 5. Tap MPR No IV/MPR/1933 Hasil Pemilu 1922

Pengangkatan Habibie sebagai Presiden untuk menggantikan Soeharto memiliki dasar konstitusi, yaitu pada pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi : Jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya maka

dari itulah Habibie disebut sebadai pewaris orde lama, karena saat itu beliau menjabat sebagai Wakil Presiden.

Menurut Drs.H.Inu Kencana Syafiie, M.Si dan Azhari, SSTP.,M.Si dalam buku Sistem Politik Indonesia menyatakan bahwa Wakil Presiden

Prof.Dr.Ing.Bachruddin Jusuf Habibie menggantikan Pak Harto dengan mengucapkan sumpah di Istana Merdeka Jakarta, karena tidak mungkin melangsungkannya di Gedung rakyat MPR RI yang sedang diduduki mahasiswa. Berbagai kontroversi muncul akan pengambilan sumpah tersebut, ada yang mengatakan konstitusional da nada pula yang mengatakan inkonstitusional. Hal ini adalah karena sebagai berikut :

1. Habibie mengambil sumpah tidak disaksikan oleh seluruh anggota MPR/DPR RI, lalu Pak Harto tidak sedang mendapat halangan sesuai Pasal 8 UUD 1945, tetapi dihujat oleh orang banyak dan diminta untuk turun kursi. 2. Bila dilangsungkan pengambilan pengambilan sumpah tersebut di Gedung MPR hal tersebut akan beresiko tinggi oleh maraknya demonstrasi dan bukankah anggota MPR yang ada di Senayan adalah buatan Pak Harto sendiri yang tidak disenangi oleh masyarakat ketika itu. 3. Bila anggota MPR diganti pemilu tidak memungkinkan untuk dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, lagipula berbagai undang-undang pemilihan Umum selama ini dituding sebagai tidak demokratis.

Pasal 8 UUD 1945 ini pun berlaku juga untuk Megawati yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden, beliau diangkat menjadi presiden setelah pemberhentian kekuasaan Abdurrahman Wahid dalam masa jabatan.

Pada masa pemerintahan Megawati, yaitu pada tanggal 10 November, 2001, pasal- pasal tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara diamandemen (amandemen ke-3), diantaranya adalah : pasal 6 ayat 1 dan 2, pasal 6A ayat 1, 2, 3, dan 5, dan masih banyak lagi. Dalam amandemen ke-3 UUD 1945 pasal 6A (1) berbunyi : Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat berlandaskan pasal ini, maka untuk pertama kalinya pada tahun 2004, rakyat memilih presiden satu paket dengan wakilnya secara langsung dan terpilihlah Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden untuk masa jabatan 2004-2009. SBY adalah presiden pertama yang rakyat pilih sendiri sesuai hati nurani mereka.

Langkah karir politik SBY dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan

10

posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6. (Dari Berbagai Sumber). SBY hadir sebagai pemimpin muda yang mampu mengembalikan atau bahkan menyemangati yang muda yang harus lebih berprestasi, yang muda bisa, yang muda maju.

B. Pelaksanaan Kekuasaan Pemerintahan Negara


1. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 1966) Gagalnya konstituante untuk membuat Undang-Undang Dasar baru menyebabkan Negara Indonesia dilanda ketidakpastian konstitusi.

Menjamurnya partai politik yang malah memperkeruh keadaan, ditambah gerakan separatis di daerah-daerah pada awal tahun 1958. Untuk mengatasi

11

situasi yang tidak menentu itu pada bulan februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang disebut konsepsi presiden, mengenai : a. Dibentuknya Kabinet Gotong-royong yang terdiri dari wakil-wakil semua partai termasuk PKI ditambah dengan golongan fungsional (Golongan Karya) b. Dibentuknya Dewan Nasional yang beranggotakan wakil-wakil semua partai dan golongan fungsional dalam masyarakat

Pada tanggal 22 April 1959, di hadapan siding konstituante, Presiden Soekarno menganjurkan agar Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menentukan sikap terhadap anjuran presiden itu, Konstituante mengadakan pemungutan suara 3 kali. Hasilnya adalah lebih banyak suara setuju untuk kembali ke UUD 1945. Namun jumlah suara masih kurang untuk mencapai suatu keputusan, sehingga situasi masih tak jelas. Hal itu sudah sangat menjelaskan bahwa partai-partai politik dalam Konstituante telah berdebat tanpa hasil apapun, gagal merumuskan Undang-Undang Dasar yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya.

Rumusan Undang-Undang Dasar yang baru yang masih juga belum terbentuk, mendorong Presiden Soekarno mengambil langkah yang

inkonstitusional yang kita kenal dekrit presiden 5 Juli 1959 yang isinya :

1. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

12

2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950 3. Pembubaran Konstituante

Dekrit itu mendapat sambutan dari seluruh rakyat yang sudah jemu kepada kemacetan nasional, korupsi dan terlebih tertundanya pembangunan nasional. Dukungan yang spontan itu menunjukkan bahwa rakyat telah lama mendambakan stabilitas politik. Mereka menggantungkan harapan kepada berlakunya kembali UUD 1945, presiden sebagai kepala pemerintah tidak bertanggug jawab kepada DPR, melainkan Presiden dan DPR keduanya ada di bawah Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR)3 Ternyata, dalam sistem Demokrasi Terpimpin, pengertian terpimpin berbeda dengan yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang berbunyi : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berarti perwakilan dalam artian MPR. Akan tetapi, pandangan Presiden berbeda, beliau mengartikan kata terpimpin sebagai pemimpinan secara mutlak oleh diri pribadinya.

Dalam UUD 1945 (naskah asli) jelas dinyatakan bahwa presiden ada dibawah MPR dan merupakan mandatarisnya. Tetapi, didalam Demokrasi Terpimpin terjadi sebaliknya. Anggota-anggota MPR(S) diangkat berdasarkan penetapan Presiden menjadi anggota MPR(S) yang tunduk kepada presiden. Presidenlah yang menentukan apa saja yang harus diputuskan oleh MPR(S).

13

17 Agustus 1959 presiden menyampaikan pidato kenegaraan yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita, oleh MPRS ditetapkan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara. DPR hasil pemilu yang mendukung dekrit kembali ke UUD 1945, tetap menjalankan tugasnya berdasarkan UUD 1945 dan menyetujui perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, ketika DPR melakukan fungsinya dengan kebetulan melakukan penolakan terhadap Rencana Anggaran Belanja Negara 1960, timbullah amarah Presiden Soekarno yang lalu membubarkan DPR, berdasarkan Penetapan Presiden No.3/1960 tanggal 5 Maret 1960. DPR hasil pemilu itu kemudian diganti dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) yang anggota-anggotanya juga ditunjuk oleh Presiden.

2. Masa Demokrasi Pancasila (1966 1998) Tak berbeda dengan Demokrasi Terpimpin, demokrasi Pancasila pun berpacu pada Sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Artinya kehendak rakyat yang dimusyawarahkan oleh perwakilannya dengan menggunakan

kebijaksanaan pengetahuan dan nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa (Takwa), sehingga melahirkan

14

hikmah yang diharapkan menjadi solusi bagi kehendak itu. Dan hikmah itu boleh jadi mengakomodasi, menolak, memberi jalan yang lain, atau mungkin berupa jalan tengah. Sebenarnya Orde Baru sendiri bertujuan untuk mengembalikan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan Negara, kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Orba pun pada mulanya hadir sebagai koreksi total atas penyelewengan-penyelewengan di segala bidang yang terjadi pada masa lampau, dan berusaha menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukan cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional, sehingga mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di masa Orde Baru terjadi dwifungsi ABRI. Dengan dalih menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta mempertahankan pancasila UUD 1945 dari kemungkinan perubahannya oleh MPR/DPR RI maka ABRI ikut berpolitik, yaitu dengan menjadi anggota legislative dan konstitutif tersebut. Hal ini dianggap bagian dari pengabdian mereka kepada bangsa dan Negara. Memang dalam UUD 1945 pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa anggota MPR terdiri dari anggota DPR RI ditambah oleh utusan daerah dan utusan golongan, dengan begitu ABRI menjadi bagian dari utusan golongan, mereka diangkat tanpa dipilih dalam pemilu. Dalam pelaksanaannya, Rezim orde baru pun tidak luput dari kesewenang-wenangan pemerintah dalam melaksanakan fungsinya. Terjadi
15

banyak pelanggaran terhadap konstitusi. Dalam menjalankan sisitem pemerintahannya, Orba menerapkan sistem pemerintahan Presidensial dimana salah satu cirinya adalah MPR dipilih dengan cara pemilu, namun pada praktiknya, presidenlah yang mengangkat orang-orang yang beliau kehendaki untuk duduk dalam lembaga ini. Pemerintahan di rezim ini cenderung otoriter. Pemusatan kekuasaan berada pada pemerintah pusat. Lembaga MPR hanya alat untuk mengangguk menyetujui apa yang pemerintah katakan. Pemerintah menutup diri pada kritikan, maka dari itu pada saat itu, kebebasan pers dikekang, malahan maraknya pembredelan terhadap surat kabar atau majalah yang berani mengkritik kebijakan pemerintah.

3. Masa Reformasi (1999-sekarang) Sudah 13 tahun reformasi Indonesia (terhitung sejak tahun 1999- sekarang) ada 4 pemimpin yang lahir di orde ini, yaitu B.J.Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati, dan sekarang yng masih menjabat, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tanggal 22 Mei 1998, presiden B.J.Habibie mengumumkan susunan kabinet Reformasi Pembangunan. Habibie memulai jabatannya dengan

16

kepercayaan rendah dari aktivis mahasiswa, militer, sayap politik utama, investor luar negeri dan perusahaan internasional. Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. a. Pembebasan tahanan politik. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan. b. Kebebasab pers, pemerintah memberikan kebebasan bagi insan pers di dalam pemberitaannya, sehingga banyak sekali bermunculan media massa. Cara Habibie memberikan kebebasan pers adalah dengan mencabut SIUPP. c. Pembentukan parpol dan Percepatan pemilu. Presiden RI ke-3 ini melakukan perubahan dibidang politik lainnya diantaranya mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU NO.4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. d. Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya. Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto pemerintah dinilai tidak serius menanganinya dimana proses untuk mengadili Soeharto berjalan sangat lambat. Bahkan pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

17

Perekonomian dimasa Habibie belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang konkrit dan sistematis seperti sector riil belum pulih

Maju ke masa Gus Dur.Alih-alih demi kepentingan reformasi, kebijakan awal pemerintahan Gus Dur telah melukai sebagian warga bangsa yaitu dengan membubarkan Departemen Sosial dan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga. Sekalipun tujuannya baik yaitu untuk menciptakan efesiensi di tubuh pemerintaham, namun momentumnya kurang tepat karena adanya ketercabikan kondisi bangsa di tengah krisis ekonomi yang melanda. Juga adanya keinginan untuk mencabut Tap MPR-RI tentang larangan terhadap partai komunis. Bila dilihat dari semangat reformasi dan demokratisasi terutama terkait dengan masalah kebebasan berpendapat dan berserikat hal ini dapat dibenarkan, namun dari segi konsensus nasional berdaasrkan fakta sejarah yang sudah mengkristal hal ini akan menjadi problem tersendiri. Banyak anggapan bahwa hal ini kepentingan Gus Dur semata, untuk mendapat simpati dari para keluarga yang tergabung dalam PKI. Gus Dur melakukan manuver politiknya di luar negeri melalui bangunan opini yang seolah faktual dan titik singgung urgensinya sangat tepat. Mulai dari lontaran manuver politiknya di luar negeri inilah, Gus Dur lebih sering bongkar pasang kabinetnya, sehingga perjalanan kabinet Gus Dur tidak kondusif dan tidak efektif. Kondisi semacam ini di mata rakyat Indonesia bukan mendapat
18

simpati akan tetapi keheranan dan kemuidan muncul ketidaksempatian rakyat terhadap sosok Gus Dur sebagai pemimpin yang harismatik. Terpilihnya Gus Dur, kemungkinan besar tidak terlibat dalam money pilitic akan tetapi atas dasar kesadaran akan kepentingan bangsa. Namun amanah ini nampaknya tidak dipahami secara mendalam dan diabaikan oleh Gus Dur. Sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan, tidak lebih banyak mendengar pendukungnya dulu akan tetapi lebih mengedepankan arogansi dirinya sebagaimana sikap Gus Dur ketika berada di daerah feri-feri sebagai tokoh yang vokal dan pengkritik. Hal yang paling signifikan dari ulah Gus Dur sikap membawa diri, sehingga dapat menjatuhkan dia dari singgasana Presiden adalah ketika dia memaksakan untuk mengeluarkan dekrit Presiden yang kemudian menjadi maklumat Presiden yang isinya adalah membekukan MPR/DPR RI. Sikap seperti ini yang tidak saja bertentangan dengan UUD 1945 sebagai landasan formal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga tidak menghormati lembaga tertinggi negara yaitu MPR RI yang dalam UUD 1945 telah digariskan sebagai pemberi dan pencabut mandat bagi Presiden. Arogansi Gus Dur ini, kemudian disambut dengan SI-MPR yang berdasarkan fakta-fakta perjalanan kepemerintahan Gus Dur yang tidak dapat membawa kehidupan negara menjadi lebih baik, bahkan dapat menimbulkan permasalhan dan keresahan di tengah masyarakat dengan statemen-statemen yang terus dilontarkan yang berbau kontroversi.

19

Beralih ke pemerintahan Megawati (Kabinet Gotong Royong). Seiring dengan berjalannya Kabinet Gotong Royong , dalam menjalankan

pemerintahan, masyarakat sangat dikecewakan. Pasalnya, kinerja kinerja dari cabinet ini dinilai lamban dalam mengatasi masalah. Ekonomi dibawah kepemimpinan Megawati tidak mengalami perbaikan yang nyata dibandingkan sebelumnya. Kondisi ekonomi pada umumnya dalam keadaan tidak baik, terutama pertumbuhan ekonomi, perkembangan investasi, kondisi fiscal serta keadaan keuangan dan perbankan. 4. Kepemimpinan SBY (2004-sekarang) a. Periode 2004- 2009 Jika kita lihat Kinerja Pemerintahan SBY yang merupakan Koalisi PD, Golkar, dan beberapa partai lainnya akan kita lihat sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah pemerintah SBY berhasil meredam berbagai konflik di Ambon, Sampit, dan juga di Aceh. Ini satu nilai positif dibanding Wiranto yang ketika jadi Pangab, namun gagal mengatasi konflik tersebut (bisa jadi ini karena presidennya kurang mendukung). Kemudian SBY bersama Wapresnya, Jusuf Kalla, dan Mentan Anton Apriyantono (PKS), bekerjasama dan berhasil membuat Indonesia swasembada beras. Ini satu prestasi yang luar biasa. Karena Soeharto sekalipun dalam 32 tahun pemerintahannya hanya berhasil melakukan swasembada pada tahun-tahun terakhir. Itu pun kemudian minus lagi.
20

Kemudian berbagai pemberantasan korupsi oleh KPK juga cukup menggembirakan meski ada beberapa kekurangan. Contohnya kenapa yang tertangkap kok justru dari partai kecil dan pinggiran seperti Al Amin dari PPP (perolehan suara cuma 9%), Bulyan Royan dari PBR (2%), dan Abdul Hadi dari PAN (7%), sementara partai utama seperti PD (pendukung SBY) dan Golkar (partai JK) justru bersih? Padahal secara logika, korupsi itu dilakukan oleh pihak yang berkuasa atau punya wewenang. Orang tidak akan menyuap seseorang yang tidak punya kekuasaan untuk memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, kasus tersebut harusnya diusut tuntas karena di DPR, mekanisme pengambilan keputusan itu berdasarkan suara terbanyak. Jadi penyuap harus menguasai 50% suara + 1 agar uang suapnya tidak mubazir. Tingginya Anggaran Pendidikan yang 20% dari APBN (Rp 400 ribu/siswa/bulan), tapi hasilnya tidak terasa karena masuk PTN seperti UI tetap mahal (Standar Uang Masuk Rp 25-75 juta dan Iuran Rp 15 juta/tahun) harusnya jadi indikasi bahwa ada yang harus diperbaiki. Kalau secara Statistik angka Kemiskinan berkurang, itu karena Garis Kemiskinan yang dipakai untuk menentukan orang itu miskin tidak standar. Garis Kemiskinan yang dipakai BPS hanya orang yang berpenghasilan Rp 182.636 ke bawah. Padahal Garis Kemiskinan Internasional yang ditetapkan oleh World Bank adalah US$ 1 per orang/hari untuk kemiskinan absolut (hidup laksana binatang sekedar makan dan
21

minum) dan US$ 2 per orang/hari untuk kemiskinan moderat. Jadi kalau BPS memakai Garis Kemiskinan yang baku yaitu Rp 720.000/orang, maka jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat 4 x lipat. Kalau misalnya menurut BPS jumlah penduduk miskin ada 34,9 juta, maka menurut standar baku, jumlah sebenarnya adalah 140 juta jiwa atau lebih dari separuh rakyat Indonesia. Kebijakan Pajak yang dianut SBY pun mirip kebijakan rezim George W Bush yang menganut sistem Neoliberalisme. Orang-orang menengah bawah dipaksa membayar pajak lebih besar, sementara pajak bagi orang kaya justru dikurangi. Selain itu di zaman SBY Indonesia tetap belum bisa mandiri. Lebih dari 90% migas kita masih dikelola oleh asing (mayoritas AS) di mana mereka menikmati hingga lebih 40% dari hasil yang didapat. Untuk pertambangan emas, perak, tembaga, dsb lebih parah lagi. Perusahaan asing mendapat 85%, sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dengan hanya 15% saja. b. Periode 2009- sekarang. terdapat empat persoalan penting yang dapat dianalisis. Pertama. Banyak kasus yang tak tuntas selama era kepemimpinan SBY. Komunitas Hak Asasi Manusia memiliki kasus pembunuhan Munir; Komunitas politik memiliki kasus Bail-Out Bank Century; Komunitas pro keberagaman agama

22

dan pluralisme memiliki kasus kekerasan atas Ahmadiyah; dan Komunitas anti korupsi memiliki kasus Nazarudin. Dari keempat kasus tersebut, tidak satupun kasus yang berhasil diselesaikan oleh SBY, meskipun telah berjanji akan menuntaskannya. Kedua, SBY dipandang reaktif dan terlalu sering curhat untuk kasus yang menurut publik sepele. Sebagai contoh, SBY dinilai publik terlalu reaktif dalam merespon pesan pendek SMS yang memojokkan dirinya. Publik juga kecewa atas berbagai curhat yang dilontarkan oleh SBY, seperti curhat gaji Presiden SBY yang tidak naik selama 7 tahun dan curhat soal dirinya yang direpresentasikan sebagai Kerbau dalam sebuah aksi demo. Padahal idealnya, publik lah yang seharusnya menyampaikan curhat kepada presiden.

Ketiga, SBY tidak memiliki operator politik yang kuat. Dari 4 operator presiden (Wakil presiden, Partai Demokrat, Kabinet, dan Setgab Partai), tidak satupun yang mampu membantu presiden secara optimal.

Wakil Presiden Boediono bukanlah tipe orang yang berani mengambil inisiatif dalam hal kebijakan. Berbeda dengan Jusuf Kalla yang dipandang sebagai wakil Presiden dengan tipe pendobrak, lincah dalam mengambil peran untuk membantu presiden; Menteri pun tidak mampu melakukan kerjanya secara baik, akibatnya adalah Presiden SBY dipandang gagal dalam

23

mengarahkan para pembantunya; Partai Demokrat juga tidak memiliki kekuatan. Itu dikarenakan ketua umum Partai Demokrat tidak memiliki kewenangan sebesar ketua umum partai-partai lain; Setgab koalisi partai pun sama, tidak solid dan padu dalam mengoperasikan kebijakan SBY. Karena masing-masing partai memiliki kepentingan politik yang berbeda.

Keempat, SBY dinilai tidak berdaya dalam menangani kasus Nazarudin (mantan bendahara umum dan anggota DPR dari partainya sendiri). Terus dibiarkannya kasus Nazarudin bergulir tanda adanya penyelesaian hukum, publik akan menilai SBY telah keluar dari jalur perjuangannya sebagai presiden yang berani mengatakan tidak pada korupsi.

24

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
Pada dasranya politik itu adalah Ilmu untuk mensejahterakan rakyat melalui kekuasaan pemerintah. Entah bagaimana politik bisa dikatakan begitu jahat. Seorang sejarawan Inggris mengatakan bahwa kekuasaan itu dekat dengan kesewenang-wenangan, namun bagaimanapun juga saat apa yang pemerintah lakukan semata-mata untuk pengabdian pada Negara, kepeduliat terhadap rakyat, rakyat bisa saja menjadikan pemimpin itu setengah dewa, wujud dari pemerintahan Demokrasi adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintah akan berakhir demi dan untuk rakyat. Saat tujuan akhir itu bukanlah rakyat, maka bersiaplah bagi sang penguasa untuk menanggalkan kekuasaannya.

B. Kritik dan Saran


Diawal pemerintahan Soekarno dan Soeharto, mereka mengabdi untuk kemerdekaan Indonesia dan rakyat melihatnya, rakyat akan memberikan mereka kepercayaan, jabatan, pertahanan jabatan, dan penghormatan. Sayang sekali, ditengah-tengah perjalanan rakyat kecewa saat kebijakan berada diatas

25

kepentingan, saat keberadaan mereka tak kasat mata, saat jeritan mereka seolah bisikan. Begitupun dengan pemerintahan SBY, menurut penulis beliau hadir dengan pesona kepemimpinan yang memancar dan terlihat jelas dari animo masyarakat yang seperti menemukan sesuatu yang hilang untuk bangsa ini, seorang pemimpin yang muda, tegas, dan bijaksana. Namun penyakit mengecewakan rakyat seperti sudah menjadi penyakit yang menular dari

pemerintahan masa ke masa. Inilah pemerintahan Indonesia yang terakar dari dulu dielu-elukan oleh rakyat yang berakhir untuk ditinggalkan. Pemerintah Indonesia seharusnya benar-benar mengerti dan memahami mengenai fungsi politik, fungsi seorang pemerintah, dan mengenali siapakah itu pemimpin, bukankah pemimpin adalah orang yang terbaik dari yang baik? Pemerintah Indonesia harus mengenal siapa itu Indonesia, apa yang Indonesia butuhkan, dan yang terpenting Pemerintah harus menghayati nilai-nilai pancasila. Penulis menganggap, saat ini Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang adil, bijaksana dan jujur, karena penulis yakin pemimpin yang baik akan membawa bangsa pada cita-cita nasional.

26

DAFTAR PUSTAKA
Syafiie Inu Kencana Hj., Drs., M.Si., dan Azhari SSTP., M.Si., Sistem Politik Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2002. Notosusanto Nugroho dan Kawan-Kawan, Sejarah Nasional Indonesia 3 Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Depatremen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992. Budiyanto, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XII, Erlangga, Jakarta, 2007.

Sumber Lain Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli - amandemen Sejarah Masa Pemerintahan Gus Dur http://sejarah-peninggalansejarah.blogspot.com/2011/10/masa-pemerintahangusdur.html Pemerintaha Gus Dur yang Kontroversial http://www.mediasionline.com/readnews.php?id=2520 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia http://www.pnri.go.id/ Sejarah Indonesia (1998-sekarang) http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281998-sekarang%29 Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/sejarah-12-masa-pemerintahan-sby-makalah

27

28

You might also like