You are on page 1of 13

Laporan Kasus Ilmu Kesehatan Anak I Di RSIA Zainab

I. Identitas pasien No rekam medik Tanggal masuk RS Waktu Nama anak Umur Jenis kelamin Nama ayah/ibu Pekerjaan ayah/ibu Alamat Agama : 111.100.451 : 10 Januari 2013 : 18.00 WIB : An.KR : 2 tahun 4 bulan : Perempuan : Tn. Bambang Santoso : Karyawan : Desa Rimba beringin tapung hulu : Islam

Pendidikan ayah/ibu : SMP

II. Anamnesis Keluhan Utama : Demam sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Sejak 1 minggu SMRS ibu os mengeluh anaknya menderita batuk. Batuk berdahak warna putih. Demam tinggi, terus menerus tidak hilang timbul. Sejak 3 hari SMRS ibu os mengeluh anaknya mengalami sesak nafas yang dirasakan tiba-tiba dan semakin memberat, sehingga anaknya sulit tidur. Sesak napas tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat batuk berdahak >3 minggu disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Tidak ada anggota keluarga yang lain yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat batuk >1 bulan, asma, alergi makanan, disangkal. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) : Pasien adalah anak kedua dari Tn.B dengan pendidikan terakhir SMP dan bekerja sebagai karyawan sedangkan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Ayah pasien adalah seorang perokok aktif. Pasien tinggal di rumah semipermanen, sumber air minum berasal dari PDAM, buang air besar di jamban, pekarangan cukup luas, sampah rumah tangga dibakar. III. Pemeriksaan fisik Keadan umum : tampak sakit sedang Kesadaran Vital sign : Compos mentis : Berat badan Tinggi badan Nadi Pernafasan Suhu Status general Kepala Mata Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem Conjunctiva tidak anemis Sklera tidak tampak ikterik Pupil: isokor Normochepali Tidak tampak adanya deformitas : : 9,5 kg :: 110 x/menit : 30 x/menit : 38,6C

Hidung Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, cuping hidung (+) Septum : terletak ditengah dan simetris

Mukosa hidung Cavum nasi

: tidak hiperemis : tidak ada tanda perdarahan

Telinga Daun telinga Lieng telinga Membrana timpani : normal : lapang : intake

Nyeri tekan mastoid : tidak ada Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan Leher JVP Kelenjar tiroid Trakea : (5+2) cm H2O : tidak teraba membesar : letak di tengah Bibir Palatum Lidah Tonsil Faring : tidak pucat : tidak ditemukan torus : normoglosia : T1/T1 tenang : tidak hiperemis

Thorax Paru-Paru Inspeksi : pernafasan cepat dan dangkal, retraksi dinding dada (+) Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat : vocal fremitus menurun : redup : suara nafas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

Palpasi

: ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra, ICS 5

Perkusi

: Batas atas

: ICS 2 linea parasternalis sinistra

Batas kanan Batas kiri

: ICS 3-4 linea sternalis dextra : ICS 5, 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra

Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi

: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

: datar, tidak ada pelebaran vena : bising usus (+) normal : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-) : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-), benjolan (-)

Ekstremitas atas Ekstremitas Bawah

: akral dingin, edema -/: akral dingin, edema -/-

IV. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan lab darah Hemoglobin : 9,5 g/dl Leukosit Trombosit Ht : 46,5/mm3 : 65,3/mm3 : 28,1%

b. Pemeriksaan Rntgen

V. Diagnose kerja Susp Bronkopneumonia

VI. Diagnosis banding TB paru Pneumonia

VII. Penatalaksanaan Medikamentosa: Infuse RL 24 tpm Nebulizer: ventolin + Bisolvon Proris 125 mg supp Cefotaxim 2x500 mg

Edukatif

VIII. Prognosis Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Definisi Bronkopneumonia Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkus dan juga mengenai alveolus disekitarnya.1

2. Etiologi 1) Faktor infeksi a. Infeksi bakteri Diplococcus Pneumoniae Pneumococcus Eschericia Coli Streptococcus Pneumoniae Staphylococcus Aureus Merupakan bakteri penyebab bronkopneumonia pada bayi dan anakanak berumur muda, yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi. b. Infeksi Virus Respiratory Syncytial Virus, Virus Sitomegalo, Virus Influenza, Virus Parainfluenza 1, 2, 3, Virus Adeno, Virus Rino, Virus Epstein-Barr

2) Faktor non infeksi Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esofagus meliputi1,10 : a. Bronkopneumonia lipoid Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung

pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak hewani yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. b. Bronkopneumonia hidrokarbon Terjadi karena aspirasi zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin.

3. Pathogenesis Dalam keadaan sehat, paru-paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru-paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru-paru dapat melalui berbagai cara, antara lain: 1. Inhalasi langsung dari udara 2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring 3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain 4. Penyebaran secara hematogen Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke bronkus, bronkiolus dan alveoli yang menyebabkan radang pada jaringan sekitarnya.1,10 Mikroorganisme yang terinhalasi ke dalam saluran nafas akan

menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas yang dapat menimbulkan gejalagejala seperti batuk, pilek, dan demam ringan. Apabila hal ini tidak diobati dengan segera dan sistem imun tubuh sedang menurun maka infeksi akan berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini akan direspon dengan mengaktivasi silia dan mengeluarkan sekresi mukus untuk mengeluarkan benda asing yang masuk. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya batuk produktif pada penderita bronkopneumonia.

Selain itu, mikroorganisme yang difagosit oleh makrofag akan mengeluarkan sitokin berupa interleukin-1 (IL-1) yang mengakibatkan

hipotalamus menginduksi pelepasan prostaglandin E-2 (PGE-2) yang akan menaikkan set point. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya demam.1,10 Selanjutnya, timbul edema yang merupakan reaksi jaringan yang akan mempermudah proliferasi kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel polimorfo nuklear (PMN), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Kemudian, deposisin fibrin akan semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag mengalami peningkatan di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Namun, sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.9

4. Stadium a. Stadium kongesti (4-12 jam pertama) Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag. b. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. c. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari) Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leuksoit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif. d. Stadium resolusi (7-12 hari) Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.

Secara patologi anatomi bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotik urutan stadium khas ini tidak terlihat.

5. Manifestasi klinis Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.1

6. Diagnosis 1. Anamnesis Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi9 : a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua. b. Keluhan utama : sebagian besar balita penderita bronkopneumonia dibawa karena sesak nafas. c. Riwayat perjalanan penyakit : Demam Batuk dan pilek Sesak nafas d. Riwayat penyakit sebelumnya e. Riwayat imunisasi f. Riwayat makanan : ASI, PASI g. Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu h. Riwayat berobat

2. Pemeriksaan Fisik Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut9 : a. Gelisah b. Malaise c. Merintih d. Batuk e. Sesak nafas f. Nafas cuping hidung g. Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal h. Sianosis Sedangkan pada perkusi dan auskultasi bronkopneumonia dijumpai ronki basah halus nyaring tersebar, pekak tidak nyata. Namun, perkusi dan auskultasi dari bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisiknya tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.1 Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.17 3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan predominan PMN. Terjadi pergeseran ke kiri. Leukopenia (< 5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat ( > 30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremia, dan resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.9 Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit menurun. Peningkatan Laju Endap Darah (LED). Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara

hapusan tenggorok (throat swab) namun pada balita hal ini sulit untuk dilakukan.16 Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia pada kasus berat. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.16 b. Pemeriksaan radiologi Ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.16

7. Penatalaksanaan Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan

morbiditas dan mencegah komplikasi. Pada bronkopneumonia, karena termasuk dalam gejala pneumonia berat maka merupakan indikasi untuk dirawat di rumah sakit. Pengobatan bronkopneumonia adalah sebagai berikut: 1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi : a. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah klorampenikol dengan dosis : Umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari Umur > 6 bulan : 50-75 mg/KgBB/hari Dosis dibagi dalam 3-4 dosis b. Atau ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah

gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis. c. Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut berdasarkan riwayat pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia berat dengan tanda bahaya, atau tidak tampak perbaikan klinis dalam 3 hari, maka obat diganti dengan cephalosporin generasi ke-3 (dosis tergantung jenis obat) atau penderita yang tadinya mendapat kloramfenikol diganti dengan gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hr diberikan dalam 2 dosis. 2. Terapi cairan Cairan IV desktrose 5 % ditambah NaCl 15 %

3. Tindak lanjut a. Pengamatan rutin : Frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena, hepatomegali, tanda asidosis, dan tanda komplikasi. b. Indikasi pulang : Bila tidak sesak dan intake adekuat.

8. Komplikasi Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya adalah sebagai berikut 1,10: 1. Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik kedalam dan timbul efusi. 2. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru. 3. Efusi pleura. 4. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. 5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. 6. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. 7. Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial.

9. Prognosis Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.1

REFERENSI

1.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak . Infomedika . Jakarta. 2010; 11:1228-1233. 2. World Health Organization.Pneumonia Kills More Children Than Any Other Diseases; 2005. Available from : (http://www.who.int) 3. Ginting, Susi. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu. Januari 2009. Diunduh dari : (http://www.kematian.biz/pdf/article/health/pneumoniapenyebab-kematian-balita-nomor-satu.pdf) 4. Saroso, Sulianti.. Pneumonia. Februari 2007. Diunduh dari : (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48) 5. Muchtar D, Ridwan. Kendala Pernafasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Cermin Dunia Kedokteran. 1992; 80: 47-48. 6. Hidayat. Askep pada Anak dengan Bronkopneumonia; 2009. Diunduh dari : (http://hanikamioji.wordpress.com) 7. World Health Organization. Reducing child deaths from pneumonia; 2009. Available from : (http://www.who.int) 8. Yuwono, Djoko. Besaran Penyakit pada Balita di Indonesia; 2007. Diunduh dari : (http://www.bmf.litbang.depkes.go.id) 9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. 2008; I : 350-365. 10. Behrman,Richard E, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan I. Jakarta:EGC. 2000. p.883-889.

You might also like