You are on page 1of 30

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktikum Biokimia Pangan

Oleh : Nama : Sri Mulyati NRP : 093020039 Kelompok : B Meja : 1 (satu) Asisten : Ogy Tanjung W

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2011

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK


Sri Mulyati (093020039), Khaerudin (093020040) INTISARI
Percobaan yang dilakukan dalam uji lemak adalah uji kelarutan, safonifikasi, dan uji ketidakjenuhan. Tujuan dari percobaan uji kelarutan adalah untuk mengetahui perbedaan kelarutan lemak dalam pelarut organik yang berbeda. Tujuan dari percobaan safonifikasi adalah untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan lemak, serta untuk mengetahui struktur dan sifat-sifat fisik dan kimia lemak dan asam lemak. Tujuan dari percobaan uji ketidakjenuhan adalah untuk mengetahui ketidakjenuhan lemak dalam bahan pangan. Prinsip dari percobaan uji kelarutan lemak adalah berdasarkan polaritas dari masing-masing pelarut yang berpengaruh terhadap lemak dan minyak. Prinsip dari percobaan safonifikasi adalah berdasarkan lemak yang terhidrolisis oleh alkali basa menghasilkan sabun dan gliserol. Prinsip dari percobaan uji ketidakjenuhan adalah berdasarkan reaksi adisi antara I2 atau KI dengan ikatan rangkap dari lemak. Hasil yang didapat dari percobaan uji lemak adalah dapat diketahui bahwa Hasil dari percobaan uji kelarutan dapat diketahui bahwa sampel minyak goring filma dan margarine palmboom dapat dilarutkan dengan cepat dengan menggunakan pelarut organik ester, klorofrom dan Nheksan sedangkan dengan alcohol paling lambat untuk larut. Hasil dari percobaan safonifikasi dapat diketahui bahwa sampel minyak goring filma dan margarine palmboom dengan pereaksi KOH menghasilkan banyak buih sedangkan dengan pereaksi NaOH menghasilkan sedikit buih. Hasil dari percobaan uji ketidakjenuhan dapat diketahui bahwa sampel minyak goring filma termasuk asam lemak tidak jenuh sedangkan margarine palmboom termasuk asam lemak jenuh.

BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan dan (4) Reaksi Percobaan. 1.1. Latar Belakang Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia adalah lipid. Untuk memberikan definisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Sifat kimia dan fungsi biologinya juga berbeda-beda. Walaupun demikian para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan dalam satu kelompok yang disebut lipid (Poedjiadi, 1994). Adapun sifat fisika yang dimaksud di atas adalah tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik, misalnya eter, aseton, kloroform, benzena, yang sering disebut pelarut lemak. Yang kedua adalah ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya, mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup (Poedjiadi, 1994). 1.2. Tujuan Percobaan 1.2.1. Uji Kelarutan Lemak Tujuan dari percobaan uji kelarutan adalah untuk mengetahui perbedaan kelarutan lemak dalam pelarut organik yang berbeda. 1.2.2. Uji Safonifikasi Tujuan dari percobaan safonifikasi adalah untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan lemak, serta untuk mengetahui struktur dan sifat-sifat fisik dan kimia lemak dan asam lemak. 1.2.3. Uji Ketidakjenuhan Lemak Tujuan dari percobaan uji ketidakjenuhan adalah untuk mengetahui ketidakjenuhan lemak dalam bahan pangan 1.3. Prinsip Percobaan 1.3.1. Uji Kelarutan Lemak Prinsip dari percobaan uji kelarutan lemak adalah berdasarkan pada perbedaan kelarutan yang disebabkan oleh sifat kepolaran

dari masing-masing pelarut serta adanya rantai c yang semakin panjang dari suatu lemak dimana berat semakin berat berat molekulnya maka makin sukar lemak tersebut larut dalam pelarut organik. 1.3.2. Uji Safonifikasi Prinsip dari percobaan safonifikasi adalah berdasarkan lemak yang terhidrolisis oleh alkali basa menghasilkan sabun dan gliserol. 1.3.3. Uji Ketidakjenuhan Lemak Prinsip dari percobaan uji ketidakjenuhan adalah berdasarkan reaksi adisi antara I2 atau KI dengan ikatan rangkap dari lemak. 1.4.Reaksi Percobaan 1.4.1. Uji Kelarutan Lemak
3R-COOH + H2COOH H2COOR H2COOH HCOOR + H2O H2COOH H2COOR Minyak Pelarut Minyak dalam pelarut

Gambar 1. Reaksi Uji Kelarutan 1.4.2. Uji Safonifikasi


O H2CO C R1 O HC O C R2 + 3 KOH H2C OH R1COOK H2COC R3 HCOH + R2COOK O H2COH R3COOK Garam Sabun

Gambar 2. Reaksi Safonifikasi

1.4.3. Uji Ketidakjenuhan


O CH2(CH2)7 CH CH(CH2)7 C + I2 OH Asam lemak tidak jenuh O CH3(CH2)7 CH CH (CH2)7 C I I OH Asam lemak jenuh

Gambar 3. Reaksi Uji Ketidakjenuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas mengenai : (1) Penggolongan Lipid, (2) Asam Lemak, (3) Sifat-sifat Asam Lemak, (4) Lemak dan Minyak, (5) Sebab-sebab Kerusakan Lemak, dan (6) Sampel. 2.1. Penggolongan Lipid Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi ke dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar. Yang pertama adalah lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliseridadan lilin (waxes). Yang kedua adalah lipid gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid, serebrosida. Yang ketiga adalah derivat lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol. Di samping itu berdasarkan sifat kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipida yang disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid (Poedjiadi, 1994). Trigliserida merupakan kelompok lipida yang terdapat paling banyak dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram. Jaringan tanaman umumnya mengandung trigliserida sedikit, kecuali bagian-bagian tanaman tertentu yang menjadi tempat

cadangan makanan misalnya buah dan biji. Fosfolipida, glikolipida, sterol, dan steroida terdapat dalam jaringan tanaman dan hewan dalam jumlah yang lebih sedikit daipada trigliserida. Dalam tubuh manusia, kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari bahan lipida seluruhnya (Sudarmadji, 2003). 2.2. Asam Lemak Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang (Poedjiadi, 1994). Asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya. Asam lemak tidak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis. Karena itu molekul akan bengkok pada ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh dalam bentuk trans (Winarno, 1997). Adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh menimbulkan kemungkinan terjadinya isomer yang terjadi pada posisi ikatan rangkap (Winarno, 1997). Asam lemak yang umum dijumpai bersifat tidak larut dalam air, tetapi dapat terdispersi menjadi misel di dalam NaOH atau KOH encer yang mengubah asam lemak menjadi sabun. Nama ini diberikan bagi garam asam lemak (Lehninger, 1982). 2.3. Sifat-sifat Asam Lemak 2.3.1. Sifat Fisika Telah diketahui bahwa asam lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon pendek, yaitu asam butirat dan kaproat mempunyai titik lebur yang rendah. Ini berarti bahwa kedua asam tersebut berupa zat cair pada suhu kamar. Makin panjang rantai karbon, maka makin tinggi titik leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar (Poedjiadi, 1994). Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan asam stearat, akan tetapi suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Di samping itu makin banyak jumlah ikatan rangkap, makin rendah titik

leburnya. Hal ini tampak pada titik lebur asam linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat (Poedjiadi, 1994). Asam butirat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon. Asam kaproat larut sedikit dalam air, sedangkan asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat tidak larut dalam air. Asam linolenat mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil. Umumnya asam lemak larut dalam eter atau alkohol panas (Poedjiadi, 1994). 2.3.2. Sifat Kimia Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan akan + melepaskan ion H . Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak (Poedjiadi, 1994). Asam lemak dapat bereaksi dengan basa membentuk garam. Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan sebagai sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam lemak tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis logam Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Poedjiadi, 1994). Asam lemak tidak jenuh mudah mengadakan reaksi pada ikatan rangkapnya. Dengan gas hidrogen dan katalis Ni dapat terjadi reaksi hidrogenasi, yaitu pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Proses hidrogenasi ini mempunyai arti penting karena dapat mengubah asam lemak yang cair menjadi asam lemak padat. Karena ada ikatan rangkap, maka asam lemak tidak jenuh dapat mengalami oksidasi yang mengakibatkan putusnya ikatan C = C dan terbentuknya gugus COOH (Poedjiadi, 1994). 2.4. Lemak dan Minyak Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan

minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu drying oil yang akan membentuk lapisan keras bila mengering di udara, semi drying oil seperti minyak jagung, minyak biji kapas, dan non drying oil, misalnya minyak kelapa dan minyak kacang tanah. Lemak nabati yang berbentuk padat adalah minyak cokelat dan bagian stearin dari minyak kelapa sawit (Winarno, 1997). Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambahbau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi, dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan ketengikan lemak. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Apabila gliserol dicampur dengan KHSO4 dan dipanaskan hati-hati, akan timbul bau yang tajam khas seperti bau lemak yang terbakar yang disebabkan oleh terbentuknya akrilaldehida atau akrolein. Oleh karena timbulnya bau yang tajam itu, akrolein mudah diketahui dan reaksi ini telah dijadikan reaksi untuk menentukan adanya gliserol atau senyawa yang mengandung gliserol seperti lemak dan minyak (Poedjiadi, 1994). 2.5. Sebab-sebab Kerusakan Lemak 2.5.1. Penyerapan Bau (Tainting) Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap

ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang mengakibatkan seluruh lemak menjadi rusak (Winarno, 1997). 2.5.2. Hidrolisis Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah seperti mentega, minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis, smoke-point-nya menurun, bahan-bahan menjadi cokelat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (Winarno, 1997). 2.5.3. Oksidasi dan Ketengikan Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi, seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat (Winarno, 1997). Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari alumunium, lemak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. Bila minyak telah diolah menjadi bahan makanan, pola ketengikannya akan berbeda. Kandungan gula yang tinggi akan mengurangi kecepatan timbulnya ketengikan (Winarno, 1997). Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam

lemak nabati, dan kadang-kadang sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder (Winarno, 1997). Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembetukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan. Antioksidan alam antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, dan asam askorbat (Winarno, 1997). Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergik. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat logam-logam (Winarno, 1997). 2.6. Sampel 2.6.1. Minyak Goreng Filma

Gambar 4. Minyak Goreng filma Informasi nilai gizi minyak goreng filma Kandungan Per Komponen Gizi Serving Energi total 135 kkal Energi dari lemak 135 kkal Lemak total 15 g Protein 0 mg Karbohidrat 0g Natrium 0mg Vitamin A Omega 9 7g Omega 6 2g (Sumber : Kemasan 2011)

% AKG*

34 % 0% 0% 0% 30 %

2.6.2. Margarin Palmboom

Gambar 5. Mararine Palmboom Informasi nilai gizi margarine palmboom Kandungan Per Komponen Gizi Serving Energi total 120 kkal Energi dari lemak 120 kkal Lemak total 14 g Protein 0g Karbohidrat 0g Natrium 150 mg Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin D Vitamin E Niasin (Sumber : Kemasan 2011)

% AKG*

22 % 0% 0% 7% 30 % 15 % 15 % 10 % 10 % 15 %

BAB III ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang Digunakan, dan (3)Prosedur Percobaan. 3.1. Alat yang Digunakan Alat yang digunakan dalam percobaan uji vitamin ini diantaranya adalah pipet tetes, tabung reaksi, gelas kimia, penangas air, dan penjepit tabung reaksi. 3.2. Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam percobaan uji lemak ini diantaranya adalah minyak goreng filma dan margarine palmboom. Pereaksi yang digunakan dalam percobaan uji lemak ini diantaranya adalah alkohol, eter, n-Hexana, kloroform dan KOH, NaOH, dan KI/I2 3.3. Prosedur Percobaan 3.3.1. Uji Kelarutan Lemak Pertama-tama masukkan sampel dan 10 ml pelarut pada tabung reaksi kocok hingga homogen, lakukan pengujian dengan menggunakan pelarut yang berbeda pada sampel yang sama.setelah itu amati pelarut mana yang yang paling mudah melarutkan sampel. 1ml sampel 5 ml pelarut (eter, alkohol, n-Hexana,dan kloroform)

Dikocok

Amati pelarut mana yang paling mudah melarutkan Gambar 6. Prosedur Uji Kelarutan

3.3.2 Uji Safonifikasi Pertama-tama masukkan 1ml sampel dan 10 ml larutan alkoholis aduk hingga homogen, lalu panaskan selama 10 menit tambahkan lagi 50 ml alkoholis, sambil dipanaskan aduk hingga bau alkoholnya hilang, setelah dipanaskan kocok sampai terjadinya buih. 1ml sampel 5 ml larutan alkoholis

Dipanaskan selama 10 menit

Ambil larutan 2ml + 2 ml aquadest Kocok hingga berbuih

Amati buih yang terjadi Gambar 7. Prosedur Uji Safonifikasi

3.3.3 Uji Ketidakjenuhan Lemak Pertama-tama masukkan 1ml sampel pada tabung reaksi lalu teteskan tetes demi tetes I2/KI amati perubahan warna yang terjadi pada tetes yang keberapa warna sampel berubah. 1ml sampel teteskan larutan I 2 / KI tetes demi tetes

Amati perubahan warna yang terjadi Pada tetesan ke berapa warna berubah Gambar 8. Prosedur Uji Ketidakjenuhan

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Hasil Pengamatan dan Pembahasan Uji Kelarutan Lemak (2) Hasil Pengamatan dan Pembahasan Uji Safonifikasi dan (3) Hasil Pengamatan dan Pembahasan Uji Ketidakjenuhan Lemak. 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1. Hasil Pengamatan dan Pembahasan Uji Kelarutan Lemak Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Kelarutan Lemak Bahan Pereaksi Waktu Hasil Keterangan Eter 5 detik ++++ paling cepat larut Kloroform 7 detik +++ cepat larut Minyak Goreng N9 detik ++ dapat cepat larut Filma heksana Alkohol 10 detik + larut paling lama Eter 5 detik ++++ paling cepat larut Kloroform 7 detik +++ cepat larut Margarin NPalbum 9 detik ++ dapat cepat larut heksana Alkohol 10 detik + larut paling lama (Sumber :Sri dan Khaerudin, Meja 1, kelompk B, 2011)

Gambar 9 . Hasil Pengamatan sampel Minyak Goreng

Gambar 10 . Hasil Pengamatan sampel margarin 4.1.2 Pembahasan Berdasarkan pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa yang paling cepat larut adalah eter, cepat larut adalah kloroform, dapat larut adalah N-heksan, dan yang paling lambat larut adalah alkohol. Sampel yang digunakan dalam pengujian lemak adalah Minyak Goreng filma, margarin palmboom. Pereaksi yang digunakan dalam pengujian ini adalah N-heksana, eter, alkohol dan kloroform. n-heksana adalah senyawa alkana lurus dengan 6 atom karbon. Dengan rumusnya C6H14, memiliki sifat tidak larut dalam air, namun terdapat gaya Van deer Waals antar molekulnya. Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap, berbentuk cair dan mudah melarutkan senyawa nonpolar dan organik. Seperti halnya lipid pada umumnya, lemak atau gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam eter, kloroform, atau benzena. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik (Poedjiadi, 1994). Lemak dan minyak merupakan senyawa hidrokarbon pada umumnya tidak dapat melarut dalam air akan tetapi larut dalam

pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya, pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum untuk semua macam lipida (Sudarmadji, 2003). Kadar air yang tinggi dalam bahan menyebabkan lipida sulit diekstraksi dengan pelarut nonpolar (eter) karena bahan pelarut sukar masuk ke dalam jaringan yang basah dan menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga kurang efisien untuk ekstraksi. Pemanasan bahan yang terlalu tinggi juga tidak bisa untuk proses ekstraksi lipida. Beberapa pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi lemak adalah ether yaitu etil-eter dan protelium eter .Petroleum atau heksan adalah bahan pelarut lipida nonpolar yang paling banyak digunakan, dan kurang berbahaya terhadap resiko kebakaran dan ledakan, juga lebih selektif dalam pelarut lipida. Sedangkan etil-eter cenderung melarutkan lipida-lipida yang telah mengalami oksidasi, dan kelemahan lainnya adalah kecenderungannya membentuk peroksida. (Sudarmadji, 2003). Lemak dan minyak merupakan senyawa hidrokarbon pada umumnya tidak dapat melarut dalam air akan tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya, pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum untuk semua macam lipida (Sudarmadji, 2003). 4.2. Hasil Pengamatan dan Pembahasan Uji Safonifikasi 4.2.1 Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi Bahan Pereaksi Hasil Keterangan Minyak 10 ml KOH ++ Lebih banyak busa Goreng alkoholis Filma + Sedikit busa 10 ml NaOH Margarine 10 ml KOH ++ Lebih banyak busa palmboom alkoholis + Sedikit busa 10 ml NaOH (Sumber : Sri dan Khaerudin, Meja 1, kelompok B, 2011)

Gambar 11. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi 4.2.2 Pembahasan Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Minyak Goreng filma, Margarine Palmboom dengan pereaksi dgn larutan KOH alkoholis menghasilkan lebih banyak busa, Minyak yang menghasilkan sedikit buih menyatakan bahwa kualitas minyak tersebut baik atau termasuk dalam minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh, sedangkan minyak yang menghasilkan banyak buih menandakan bahwa minyak tersebut kualitasnya tidak baik atau termasuk dalam minyak yang mengandung asam lemak jenuh. Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak (Poedjiadi, 1994). Apabila rantai karbon pendek, maka jumlah mol asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbonnya panjang maka jumlah mol asam lemak kecil. Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut bilangan penyabunan.

Jadi besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan juga bahwa besarnya bilangan penyabunan tergantung pada berat lemak tersebut. Makin kecil berat molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya (Poedjiadi, 1994). Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil (Sudarmadji, 2003). Lemak yang terdapat di alam umumnya tergolong trigliserida yang asamnya campuran,karena itu mengisolasi triglesirida murni merupakan pekerjaan yang sangat pelik.Melalui hidrolisis senyawa ester dapat diuraikan lagi menjadi komponen-komponen semula.yang paling mudah jika di campur dengan basa(NaOH atau KOH),maka terjadilah garam-garam alkali yang disebut sabun (Nicky, 2000). Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Prawira, 2008).

4.3. Hasil Pengamatan dan Pembahasan Uji Ketidakjenuhan Lemak 4.3.1 Hasil Pengamatan Uji Ketidakjenuhan Lemak Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Ketidakjenuhan Lemak Warna ditetesi I2 Bahan Ket I II III Minyak Merah Merah Tidak goreng Kemerahan lebih kekuningan jenuh filma tua Margarin Coklat Coklat Coklat Jenih Palmboom kemerahan (Sumber : Sri dah Khaerudin,Meja 1, Kelompok B, 2011)

Gambar 12. Hasil Pengamatan Uji Ketidakjenuhan Lemak 4.3.2 Pembahasan Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sampel Minyak Goreng filma, dan margarine palmboom merupakan asam lemak tidak jenuh yang ditandai dengan larutan bersifat homogen. Untuk menentukan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang terkandung di dalam suatu bahan diukur dengan bilangan iodium. Iodium dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak. Tiap molekul iodium mengadakan reaksi adisi pada suatu ikatan rangkap. Oleh karenanya makin banyak ikatan rangkap, makin banyak pula iodium yang dapat bereaksi. Bilangan iodium

adalah banyaknya gram iodium yang dapat bereaksi dengan 100 gram lemak. Jadi makin banyak ikatan rangkap, makin besar bilangan iodium (Poedjiadi, 1994). Bilangan iodium adalah banyaknya gram iodium yang dapat bereaksi dengan 100 gram lemak. Jadi makin banyak ikatan rangkap, makin besar bilangan iodium (Poedjiadi, 1994). Bilangan yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Lemak yang tidak jenuh dengan mudah dapat bersatu dengan yodium (dua atom yodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam lemak). Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan yodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak jenuh biasanya padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair; karenanya semakin tinggi bilangan yodium semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut (Galuh, 2008). Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. Sedangkan asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya . asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak nabati,minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak (Netti, 2002).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran. 5.1. Kesimpulan Hasil yang didapat dari percobaan uji lemak adalah dapat diketahui bahwa Hasil dari percobaan uji kelarutan dapat diketahui bahwa sampel minyak goring filma dan margarine palmboom dapat dilarutkan dengan cepat dengan menggunakan pelarut organik ester, klorofrom dan N-heksan sedangkan dengan alcohol paling lambat untuk larut. Hasil dari percobaan safonifikasi dapat diketahui bahwa sampel minyak goring filma dan margarine palmboom dengan pereaksi KOH menghasilkan banyak buih sedangkan dengan pereaksi NaOH menghasilkan sedikit buih. Hasil dari percobaan uji ketidakjenuhan dapat diketahui bahwa sampel minyak goring filma termasuk asam lemak tidak jenuh sedangkan margarine palmboom termasuk asam lemak jenuh. 5.2 Saran Dalam melakukan percobaan uji lemak ini, praktikan harus tepat dalam memasukan banyaknya sampel dan juga pereaksi yang digunakan karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir. Dan juga alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan bersih.

DAFTAR PUSTAKA Galuh, (2008), Lemak dan minyak, http://www.scribd.com Netti, (2002), Lemak dan minyak , tkimia-Netti.pdf Nicky, (2000), Pembuatan Sabun, http://www.scribd.com Lehninger. (1982). Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta. Poedjiadi.Anna. (2006). Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia.Jakarta. Prawira, (2008), Reaksi Safonifikasi pada Proses Pembuatan Sabun, http://yprawira.wordpress.com Sudarmadji.Slamet. (2003). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. Winarno.F.G. (1992). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran Quiz 1. Sebutkan sifat-sifat vitamin C 2. Sebutkan nama lain dari vitamin B1, B2, B6 dan B12 3. Reaksi apa yang terjadi pada saat warna ungu KMNO 4 pada uji Vitamin C bias menghilang 4. Pembagian lemak menurut Bloor 5. Fungsi alkohol pada KOH pada uji safonifikasi Jawab 1. Sifat vitamin C Mudah larut dalam air Mudat teroksidasi oleh panas Labil dalam keadaan panas 2. Vitamin B1 = Tiamin Vitamin B2 = Riboflavin Vitamin B6 = Piridoksin Vitamin B12 = Asam Folat 3. Reaksi yang terjadi yaitu reaksi vitamin C teroksidasi dan reaksi KMNO4 terreduksi. 4. Pembagian lemak menurut Bloor : Lipid sederhana Lipid gabungan Deviat lipid 5. Fungsi alkohol dan KOH pada uji safonifikasi adalah sebagai pereaksi

You might also like