You are on page 1of 18

Bab I Pendahuluan

Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costa terutama disebabkan karena trauma tumpul dada. Perlu ketelitian untuk membedakan apakah kontusio dinding dada atau fraktur kosta. Fraktur ini sebagian terbesar disebabkan kecelakaan lalu lintas diikuti jatuh dari tempat yang tinggi. Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur. Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah timbul komplikasi, seperti hematotoraks dan pneumotoraks. Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya.

BABII PEMBAHASAN A. KONSEP MEDIS


1. PENGERTIAN Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula. 2. KLASIFIKASI FRAKTUR Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). 1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur. 1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2). Fraktrul Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:

a) b)

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya. c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang. c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma. 1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. d. Berdasarkan jumlah garis patah. 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan. 2) 3) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama. e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. 2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). f. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian : 1. 1/3 proksimal 2. 1/3 medial 3. 1/3 distal g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan. d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

3. KLASIFIKASI FRAKTUR IGA a) Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan : Fraktur simple Fraktur multiple

b) Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat : Fraktur segmental Fraktur simple Fraktur comminutif

c) Menurut letak fraktur dibedakan : Superior (costa 1-3 ) Median (costa 4-9) Inferior (costa 10-12 ).

d) Menurut posisi : Anterior, Lateral Posterior.

Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula 1. Akibat dari tenaga yang besar 2. meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar 3. mortalitas sampai 35%

Fraktur Costae tengah (4-9) : 1. peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan. 2. MRS jika pada observasi : a. b. c. d. Penderita dispneu Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan Penderita berusia tua Memiliki preexisting lung function yang buruk.

Fraktur Costae bawah (10-12) : Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma yang diintubasi pada adanya fraktur kostae. Associated injuries sering terlewatkan meliputi :kontusio kardiak, rupture diafragmatik dan injury esophageal.

4. ETIOLOGI Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok : 1. Disebabkan trauma a.. Trauma tumpul Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. b. Trauma Tembus Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembak 2. Disebabkan bukan trauma Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

5. PATOFISIOLOGI Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang

diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis ,pleura visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi jantung.

6. TANDA dan GEJALA Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada Adanya gerakan paradoksal Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara yang dihisap masuk ke dalam rongga dada. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.

7. TEST DIAGNOSTIK Rontgen standar Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga. EKG Monitor laju nafas, analisis gas darah

Pulse oksimetri

8. KOMPLIKASI a. Atelektasis b. Pneumonia c. hematotoraks

d. pneumotoraks e. f. cidera intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung laserasi jantung.

9. PENATALAKSANAAN 1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika) 2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks) 3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah: Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block) Bronchial toilet Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah Cek Foto Ro berkala Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.

B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:

a.

Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus) c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti) d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang) g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2000)
2. Intervensi Keperawatan

a.
Tujuan:

Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai,

mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah yang sakit dengan tirah baring, malformasi. gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena, terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4.

Lakukan meningkatkan

tindakan

untuk Meningkatkan sirkulasi umum,

kenyamanan menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

(masase, perubahan posisi)

5.

Ajarkan

penggunaan

teknik Mengalihkan perhatian terhadap

manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan kontrol terhadap dalam, imajinasi visual, aktivitas nyeri yang mungkin berlangsung dipersional) lama.

6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan mengurangi fase akut (24-48 jam pertama) rasa nyeri. sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui sesuai indikasi. mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

Evaluasi keluhan nyeri (skala,

Menilai perkembangan masalah

petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

klien.

b.

Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi. jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu Mencegah stasis vena dan sebagai ketat. petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

3.

Pertahankan

letak

tinggi Meningkatkan drainase vena dan

ekstremitas yang cedera kecuali ada menurunkan edema kecuali pada kontraindikasi kompartemen. adanya sindroma adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi. 4. Berikan obat antikoagulan Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena. 5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan Mengevaluasi perkembangan kulit distal cedera, bandingkan masalah klien dan perlunya

(warfarin) bila diperlukan.

dengan sisi yang normal.

intervensi sesuai keadaan klien.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.

Instruksikan/bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar dan dalam dan latihan batuk efektif. perfusi.

2.

Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan Reposisi meningkatkan drainase klien. sekret dan menurunkan kongesti paru.

3.

Kolaborasi antikoagulan

pemberian (warvarin,

obat

heparin) Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.

dan kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering

berhubungan dengan emboli lemak.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan Adanya takipnea, dispnea dan upaya bernapas, perhatikan adanya perubahan mental merupakan tanda stridor, penggunaan otot aksesori dini insufisiensi pernapasan, pernapasan, retraksi sela iga dan mungkin menunjukkan terjadinya sianosis sentral. emboli paru tahap awal.

d.

Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian, rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit Meningkatkan sirkulasi darah maupun yang sehat sesuai keadaan muskuloskeletal, mempertahankan klien. tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

3.

Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posis fungsional

gulungan indikasi.

trokanter/tangan

sesuai ekstremitas.

4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) keadaan klien. sesuai Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien. 5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia) Mempertahankan hidrasi adekuat, 6. Dorong/pertahankan asupan cairan men-cegah komplikasi urinarius dan 2000-3000 ml/hari. konstipasi.

7. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis perlu sesuai indikasi. untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

9.

Evaluasi kemampuan mobilisasi Menilai perkembangan masalah klien dan program imobilisasi. klien.

e.

Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1.

Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi nyaman dan aman (kering, bersih, kulit yang lebih luas. alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).

2.

Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit perianal dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

4. Observasi keadaan kulit, penekanan Menilai perkembangan masalah gips/bebat terhadap kulit, insersi klien. pen/traksi.

f.

Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.

2.

Ajarkan

klien

untuk Meminimalkan kontaminasi.

mempertahankan sterilitas insersi pen.

3.

Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau dan toksoid tetanus sesuai indikasi. spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

4.

Analisa

hasil

pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada

laboratorium (Hitung darah lengkap, proses infeksi, anemia dan LED, Kultur dan sensitivitas peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

luka/serum/tulang)

5.

Observasi tanda-tanda vital dan

Mengevaluasi perkembangan

tanda-tanda peradangan lokal pada masalah klien. luka.

h.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Tujuan

: klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan

memahami tentang penyakitnya INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.

Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran program pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.

2.

Diskusikan metode mobilitas dan Meningkatkan partisipasi dan ambulasi sesuai program terapi fisik. kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.

3.

Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri Meningkatkan kewaspadaan klien berat, demam, perubahan sensasi untuk mengenali tanda/gejala dini kulit distal cedera) yang memerulukan intervensi lebih lanjut.

4.

Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan. Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like