You are on page 1of 22

AGNIHOTRA DAN EFEK PSIKO-KOSMOS :

AGNIHOTRA (AGNIHOMA) DAN UPAYA MEWUJUDKAN HARMONISASI 1 UNIVERSAL PADA SELURUH SISEM KOSMOS )

Oleh : I Ketut Donder2)

Persembahan yang dijatuhkan kedalam api akan mencapai matahari dari matahari turunlah hujan (MDh.S. III.76). Karena makanan mahluk bisa hidup, karena hujan makanan bisa tumbuh, karena persembahan hujan turun (Bhg. III.14)

GAMBAR RITUAL AGNIHOTRA

_______________
1 2

) Makalah disampaikan pada acara Agni Hotra di halaman IHDN Denpasar tanggal 18 Oktober 2008-10-14 ) I Ketut Donder, adalah dosen Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar, selain sebagai dosen juga sebagai penulis buku-buku teks Agama Hindu. Dari beberapa buah buku yang ditulisnya, tiga di antaranya memiliki bobot kajian intelektual-sains religius adalah; (1) Panca Dhatu, Atom, Atma, dan Animisme, (2) Esensi Bunyi Gamelan, (3) Kosmologi Hindu

I. AGAMA, RITUAL, DAN SAINS 1.1 Keintelektualan Umat Hindu

Sri Chandrasekarendra Sarasvati Svami (2008:xxvii) memulai wejangannya yang sangat panjang dengan sebuah pertanyaan; mengapa orang-orang Hindu yang terpelajar tidak memahami
ajaran agama mereka? Apakah pendidikan mereka telah menjauhkan mereka dari agama dan budaya mereka? Jika demikian, maka hal itu menjadi suatu ironi yang tragis dari orang-orang Hindu. Buku

wejangan Chandrasekarendra yang panjang itu telah menjadi sebuah buku yang sangat tebal ( 1000 hlm) dengan judul Hindu Dharma : The Universal Way of Life dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramita Surabaya (2008). Buku ini baik sekali untuk dibaca dalam rangka memperluas wawasan pengetahuan kehinduan. Kesenjangan pengetahuan umat Hindu terhadap ajaran agama yang seharusnya dipahami sangat mencolok. Kesenjangan pengetahuan itu bukan saja dialami oleh umat Hindu yang awam, tetapi juga dialami oleh umat Hindu yang terpelajar, sebagaimana kata-kata Chandrasekarendra Sarasvati Svami di atas. Oleh sebab itulah kita sering mendengar banyak pendapat intelektual Hindu yang ngawur ketika menguraikan ajaran Hindu di depan umum. Sebagai contoh; adanya pendapat intelektual Hindu yang mengatakan bahwa teologi Hindu tidak jelas atau teologi Hindu itu di awangawang, sementara intelektual tersebut sangat awam terhadap ilmu teologi dan teologi Hindu. Mestinya ia tidak berhak ngomong yang tidak ia ketahui secara pasti, karena pendapatnya dapat merusak pandangan orang lain yang masih lugu. Seorang intelektual Hindu mutlak harus mengingat dan mencamkan peringatan Bhagavadgita III.21, 26, 33 yang menyatakan bahwa orang
besar (intelektual) adalah contoh, janganlah orang intelek membodohi orang awam, sikap-pandangan dan perilaku orang intelek akan diikuti oleh yang lainnya. Ada juga pandangan intelektual Hindu yang menyatakan bahwa Veda bukan produk India atau Veda tidak lahir di India. Pernyataan seperti

ini akan menjadi bahan tertawaan anak kecil, sebab sejak SD semua orang baik orang Hindu maupun non-Hindu telah diajarkan melalui catatan sejarah yang telah dibuktikan ribuan tahun bahwa Veda lahir (diturunkan atau diwahyukan dan diterima oleh para maharsi di India). Sebagai seorang Hindu, walaupun merasa intelektual mestinya tidak boleh karena merasa intelek lalu merasa berhak menipu kebenaran sejarah. Memutarbalikkan fakta sejarah yang sesungguhnya adalah perbuatan yang sangat berdosa dan tidak terpuji. Kiranya roh para maharsi yang hanya menetap di Bali saja pun marah mendengarkan tentang kata-kata bahwa Veda tidak lahir di India, sebab para maharsi yang ada di Bali justru datang ke Bali karena mendapat mandat untuk menyebarkan atau mensosialisasikan ajaran Veda di Bali. Agama Hindu memandang bahwa amatlah berdosa sebagai umat Hindu melupakan leluhurnya, leluhur agama Hindu dari India. Jika ada umat Hindu tidak mau menerima pandangan sejarah dan pandangan Agama Hindu itu, maka orang-orang yang demikian itu akan dikelompokkan oleh Emille Durkheim cs., atau oleh para ahli Sejarah Agama sebagai orang-orang penganut Agama Suku atau Agama Terpencil. Sebagai Agama Suku atau Agama Terpencil, maka teologinya juga akan masuk dalam teologi primitif dan atau teologi terpencil. Sekarang timbul pertanyaan, di era modern dengan teknologi yang canggih, yang dapat mencari informasi apa saja, jika Veda dikatakan tidak lahir di India, lalu lahir di mana? Jika jawabannya Veda lahir di gerembengan Dusun Tegal, apakah mau Agama Hindu dikatakan sebagai agama dengan teologi gerembengan, teologi primitif, terpencil, kampungan, teologi bengil cuil, teologi moce? Siapapun orangnya sebagai intelektual Hindu semestinya cerdas dalam menampilkan Agama Hindu di tengah persaingan agama-agama, tidak tampil belog polos bes konyol!!!
1.2 Agama Hindu

Para ahli dari berbagai negara mengatakan bahwa Agama Hindu adalah agama tertua di dunia dan merupakan nenek moyang semua agama. Svami Sivananda dan Prof. DR. Sarvapali Radhakrishnan mengatakan bahwa kebenaran semua agama dapat ditelusuri melalui Agama Hindu. Tidak ada seorang pun yang dapat membantah kebenaran atas pernyataan ini. Kecuali ilmuwan yang tendensius akan mengatakan bahwa Agama Hindu bukan agama tertua, bahkan mungkin Agama Hindu yang ada sekarangpun dianggap tidak ada. Ada banyak ilmuwan Barat yang memuji 2

dan menghormati Agama Hindu, mereka mengatakan bahwa Agama Hindu adalah agama samudera pengetahuan atau pengetahuan yang mirip rimba raya demikian kata Bleeker, Agama Hindu bebas dari dogma demikian kata Zaehner, ilmu matematika yang ada sekarang ini belum sebanding dengan matematika Veda demikian kata Morgan, Vedanta merupakan keterangan sangat ilmiah tentang hukum-hukum alam demikian kata Herad, Vedanta merupakan usaha untuk meringkas seluruh ilmu pengetahuan begitu pendapat Walker, drama kosmik adalah pikiran Tuhan yang disimbolkan dengan tarian Sivanataraja dalam Agama Hindu, ini pendapat Capra, banyak teori Vedantik yang tetap dapat dipertahankan pada berbagai riset demikian kata Chreighton, di seluruh dunia tidak ada ajaran yang sedemikian luhur dan bermanfaat kecuali Upanisad, biarlah saya mati berbantalkan kitab-kitab Upanisad demikianlah ucap Schopenhauer, ajaran Upanisad merupakan ajaran konsepsi filosofis yang tiada taranya di dunia, ini pendapat Daussen (Donder, 2001:13-14, 2004:18-21). Pendapat-pendapat di atas bukan merupakan apologi, karena pendapat ini bukan datang dari umat Hindu atau ilmuwan Hindu, pendapat tersebut justru datang dari ilmuwan non-Hindu. Dengan demikian pastilah pendapat-pendapat mereka bersifat objektif dan dapat dipercaya serta dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh sebab itu amatlah aneh jika ada umat Hindu bahkan beberapa intelektual Hindu menghujat ajaran agamanya sendiri. Keterbatasan pengetahuan terhadap Veda dan ketakmampuan untuk memahami ajaran Agama Hindu yang bersumber dari Veda tidak boleh dijadikan senjata untuk menghujat Veda. Sejarah menunjukkan bahwa Agama Hindu masih tetap ada sampai saat ini karena Veda bersifat anadi-ananta tak berawal dan tak berakhir. Fakta sejarah ini sudah cukup dijadikan alat bukti bahwa Agama Hindu memiliki daya survival yang amat tangguh. Dibandingkan dengan agama-agama yang sezaman dengan Agama Hindu, maka agamaagama lainnya saat ini hanya tinggal namanya saja. Serangan Agama Islam dan Kristen ratusan tahun di India tidak menyebabkan benua India mayoritas Islam atau Kristen, fakta ini juga sudah cukup membuktikan bahwa Teologi Hindu masih tetap dapat bertahan di tengah pengadilan intelektual.
1.3 Ritual Hindu

Agama Hindu tidak bisa lepas dengan ritus (ritual), bahkan Agama Hindu sangat kental dengan julukan sebagai Agama Ritus atau Agama Ritual. Julukan itu tidak buruk, malah lebih baik daripada julukan Agama Politik atau Agama Kaku. Sepintas bagi sebagian penganut Hindu, terutama yang baru sedikit memahami hakikat ritus mungkin marah mendengar julukan Agama Hindu sebagai Agama Ritual atau Agama Upacara. Namun bila ditelusuri secara lebih jauh tentang hakikat ritual, dan hakikat ajaran Agama Hindu yang bersumber dari Veda yang terdiri dari empat Veda, yaitu; Rgveda (doa), Samaveda (nyanyian), Yajurveda (korban), dan Atharvaveda (fenomena) semua itu sesungguhnya berintikan ritus dalam pengertian persembahan kepada Tuhan (esensi Tuhan). Doa sesungguhnya ritual, menyanyikan nama Tuhan juga adalah ritual, korban suci adalah ritual, pembuktian energi semesta yang berpusat pada Tuhan juga ritual, seluruh tindakan adalah ritual (Bhagavadgita IX.27). Bahkan pelaksanaan seminar bagi para intelektual sesungguhnya adalah ritual akademik. Kekeliruan penafsiran atas konsep ritual yang dilakukan oleh umat Hindu sesungguhnya datang dari tafsir ilmuwan Barat yang tidak mengetahui seluk-beluk ritual (yajna). Ilmuwan Barat yang berfokus pada pemikiran positivistik hanya percaya atau menerima segala sesuatu sebagai yang benar apabila riil atau dapat dibuktikan dengan panca indria. Cara pandang Barat yang positivistik (sakala) ini hanya bersifat kebenaran sepihak, tidak demikian dalam ajaran Hindu selain menerima yang bendani (sakala) juga menerima sesuatu yang nirbendani (nisakala). Sesungguhnya kajian Barat itu dalam istilah bahasa Bali disebut nganeh (sepihak), tidak lengkap, hanya bersifat materiil belaka, namun karena watak Kaliyuga memang materialistis (potitivisme-logis), maka manusia merasa sangat hebat jika mampu membuktikan segala sesuatu secara material (nyata). Bila para ilmuwan memiliki kemampuan nalar (rasio, kecerdasasan) yang lebih tinggi sedikit saja, yakni

suatu kecerdasan yang dapat melampaui egonya, maka niscaya seluruh ritual Veda akan dapat dibuktikan dengan kecerdasan intelek dan pendekatan-pendekatan sains.
1.4 Ajaran Hindu, Sains dan Teknologi

Banyak ilmuwan Hindu (di Indonesia) memandang bahwa agama pada umumnya dan juga termasuk Agama Hindu adalah sesuatu yang tidak ilmiah. Oleh sebab itu menurut mereka; agama tidak boleh diilmiahkan. Pendapat seperti ini sama sekali tidak benar!!!. Walaupun seorang mahir dalam bidang agama namun tidak memahami prinsip-prinsip dasar tentang apa yang disebut ilmiah, maka ia tidak boleh mengklaim bahwa agama tidak ilmiah. Fakta menunjukkan bahwa para ilmuwan agama (terutama ilmuwan agama di Indonesia) sangat jauh dari pemahaman tentang hakikat sains yang ilmiah, sehingga mereka sulit sekali mengilmiahkan agama. Ketidak mampuan seorang ilmuwan agama mengilmiahkan agama mestinya tidak dijadikan klaim untuk mengatakan bahwa agama tidak ilmiah. Ilmu pengetahuan (sains) adalah rasional, tetapi agama (Hindu) adalah super rasional, sehingga ilmu pengetahuan dapat didekati dengan rasio (akal), sedangkan agama harus didekati dengan super-rasio. Untuk menghubungan antara agama dan sains dibutuhkan pengetahuan multidimensional (Donder, 2001:165, 2004:163).

Gambar : Ilustrasi Akumulasi Berbagai Gelombang Ilmuwan Timur kebanyakan berpandangan bahwa pembahasan apa saja, merasa tidak ilmiah jika tidak mengutip pandangan ilmuwan Barat. Pendapat-pendapat ilmuwan Hindu asal India apalagi ilmuwan Hindu asal Indonesia (Bali) sulit sekali diakui sebagai sumber pengetahuan ilmiah. Padahal bila digali secara mendalam, ternyata berdasarkan bukti sejarah perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, sesungguhnya para ilmuwan Barat hanya memulung (bahkan nyolong) ilmu di Timur (India) lalu dibawa dan dikembangkan di Barat. Berdasarkan catatan sejarah sesungguhnya dunia Timur tidak lebih terbelakang jika dibandingkan dengan dunia Barat di masa lalu, oleh sebab itu sesungguhnya tidak ada sesuatu yang terlalu istimewa dengan dunia Barat. Walaupun demikian, sekadar untuk memenuhi tradisi kegandrungan dengan pemikiran-pemikiran Barat, maka pembahasan ini juga dimulai dengan pandangan Emile Durkheim. Durkheim (2003:28) 4

seorang ilmuwan besar kaliber dunia di bidang agama dalam bukunya yang berjudul Sejarah Agama, menguraikan; bahwa tidak ada agama yang bukan kosmologi dan spekulasi tentang ketuhanan. Jika filsafat dan sains lahir dari agama, itu terjadi karena agama itu sendiri pada awalnya diperlakukan sebagai sains dan filsafat. Lebih jauh lagi, dan hal ini jarang disebut, agama tidak
hanya memperkaya intelek manusia yang sudah ada dari sananya (bawaan), tetapi sesungguhnya juga telah membantu membentuk intelek itu sendiri. Manusia bergantung paga agama bukan hanya dari segi muatan pengetahuan mereka saja, tetapi juga pada bentuk tempat di mana pengetahuan tersebut bisa (dapat) digali.

Lebih lanjut Durkheim (2003: 49-50) menguraikan bahwa satu konsep yang biasanya dipandang menjadi karakteristik dari segala sesuatu yang religius adalah konsep supernatural. Yang Supernatural adalah tataran hal-ihwal yang berada di luar kemampuan pemahaman kita; yang
supernatural adalah dunia misteri, yang tidak bisa diketahui atau yang tidak bisa ditangkap akal dan dicerap indria. Maka agama menjadi semacam spekulasi terhadap segala sesuatu yang ada di luar

sains atau akal sehat pada umumnya. Menurut Spencer, agama yang ajaran-ajarannya kadang saling berlawanan, diam-diam sepakat bahwa dunia dengan segala isi dan segala yang melingkupinya adalah sebuah misteri yang membutuhkan penjelasan. Spencer mengatakan bahwa agama pada dasarnya berisi keyakinan akan adanya sesuatu yang mahakekal yang berada di luar intelek. Begitu juga dengan Max Muller, dia melihat seluruh agama sebagai upaya untuk memahami apaapa yang tak dapat dipahami dan untuk mengungkapkan apa yang tak dapat diungkapkan, sebuah keinginan kepada sesuatu yang tidak terbatas. Lebih jauh Durkheim (2003:50) menguraikan bahwa tanpa diusahakan, iman dengan sendirinya telah cocok dengan sains dan filsafat, dan pemikir seperti Pascal, yang merasakan bahwa ada sesuatu yang benar-benar asing dalam hal-ihwal, harus cekcok dengan arus zaman waktu itu dan selalu disalahpahami oleh pemikir-pemikir lain sezamannya. Lebih lanjut Durkheim (2003:51) menguraikan bahwa dengan nalar modern, kita akan kesulitan memahami kenapa orang bisa melekatkan diri mereka pada ide-ide ini hanya karena mereka tidak mampu mengemukakan cara-cara yang lebih rasional. Dalam realitasnya ada banyak eksplanasieksplanasi (keterangan-keterangan atau penjelasan-penjelasan) yang menyilaukan kita, namun bagi masyarakat primitif malah tampak sebagai masalah paling sederhana di dunia. Orang primitif melihatnya bukan sebagai Ultima Rasio, tempat di mana intelek menyandarkan dirinya ketika mentok, tetapi sebagai cara terbaik untuk mengetahui dan memahami apa-apa yang dia amati di sekitarnya. Baginya, tidak aneh bila benda-benda mati diperintah, baik dengan suara atau dengan gerakan tubuh, menghentikan atau mempercepat peredaran bintang-bintang, memerintahkan hujan agar turun atau berhenti dan lain-lain. Dalam pandangannya, ritus-ritus yang dia lakukan untuk menambah kesuburan tanah atau jumlah binatang ternak yang dipeliharanya bukanlah hal yang irrasional, persis seperti pandangan kita terhadap teknik-teknik yang dilakukan ahli pertanian untuk tujuan yang sama di zaman sekarang. Kekuatan-kekuatan yang dia pahami dengan berbagai pengertian tidaklah terlihat misterius baginya. Ide tentang kekuatan alam barangkali berasal dari ide tentang kekuatan religius, maka di antara keduanya tidak ada pemisahan yang rasional dari yang irrasional. Bahkan fakta bahwa kekuatan-kekuatan religius sering dipandang sebagai entitas (keadaan) spiritual dan kehendak-kehendak sadar tidak bisa dijadikan bukti keirrasionalannya. Rasio sama sekali tidak mengingkari secara apriori gagasan bahwa benda mati bisa digerakkan oleh kekuatan intelegensi-intelegensi, sebagaimana halnya anggota tubuh manusia, walaupun sains sekaramg masih kesulitan menerima hipotesis ini. Untuk bisa menyebut fakta-fakta tertentu sebagai fakta supernatural, seseorang harus punya kesadaran bahwa pasti ada tatanan hal-ihwal yang natural atau dengan kata lain, fenomena yang terjadi di semesta raya secara internal dikaitkan dengan apa yang dinamakan hukum-hukum berdasarkan hubungan kepastian tertentu. Jika pada suatu waktu prinsip ini terbentuk, maka sesuatu yang lepas dari hukum-hukum tersebut dengan serta merta tampak sebagai sesuatu yang mengatasi alam dan karenanya di luar rasio. Atas alasan inilah, campur tangan kekuatan mujizat dan gaib yang disandarkan orang-orang kuno kepada dewa-dewa mereka bukanlah sesuatu yang aneh dan ajaib dari sudut pandang mereka; aneh dan ajaib dalam pengertian modern. Bagi mereka campur tangan ini adalah sesuatu yang indah, jarang terjadi atau merupakan tangan tak terlihat yang menggetarkan, 5

dan merupakan objek rasa terkesima dan terpana ( mirabilia, miracula); tetapi peristiwa-peristiwa gaib dan mujizat ini tidak dipandang sebagai pintu gerbang ke dalam dunia misteri yang tidak bisa dimasuki rasio. Gugusan pemikiran (mind-set) seperti ini lebih mudah dipahami karena hal tersebut belum lenyap ditelan bumi. Walaupun prinsip determinisme (pandangan bahwa pilihan manusia itu dikuasai oleh kondisi sebelumnya, seluruh alam termasuk manusia meruapakan rangkaian yang tak terputuskan dari sebab dan akibat) pada awalnya diterapkan dalam ilmu alam dan fisika, namun diperkenalkan ke lapangan ilmu-ilmu sosial baru seabad yang lalu dan keampuhannya masih terus dikaji. Ide bahwa masyarakat menjadi subjek bagi hukum-hukum yang niscaya dan membentuk satu hakikat tersendiri hanya terdapat dalam gugusan-gugusan pemikiran tertentu. Karena itu, menurut masyarakat tertentu, mujizat yang sebenarnya adalah sesuatu yang mungkin saja terjadi. Sains, bukan agama, telah mengajarkan manusia bahwa segenap hal-ihwal sangat kompleks dan sulit dipahami. Tapi, menurut Jevons, pikiran manusia tidak memerlukan pendidikan ilmiah untuk memperhatikan dan menyadari bahwa ada rangkaian yang jelas sekaligus terbatas dan tatanan suksesi yang konstan antara fenomena atau untuk menyadari bahwa tatanan tersebut seringkali menjadi rusak dan kacau. Pada saat tertentu matahari tiba-tiba mengalami gerhana; hujan tidak turun pada musim hujan, secara teratur bulan muncul setelah beberapa saat hilang di langit malam dsb. Karena rangkaian kejadian-kejadian ini berada di luar rangkaian kejadian-kejadian biasa, orang mengait-ngaitkannya dengan sebab-sebab yang luar biasa, sebab yang agak lain, dengan perkataan lain ekstra natural. Dalam bentuk beginilah, menurut Jevon, ide tentang yang supernatural sebenarnya lahir di awal sejarah; dan dengan cara dan pada momen inilah agama mendapatkan objek spesifiknya (Durkheim, 2003:54). Untuk memahami ide tentang yang supernatural, tidak cukup dengan sekedar menjadi saksi bagi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan seperti hal yang gaib dsb. Jevons menyatakan bahwa cara memahami kekuatan-kekuatan religius seperti ini tidaklah primitif. Orang-orang menyadari dan memahami kekuatan-kekuatan religius itu pertama-tama adalah untuk menjelaskan ketidakteraturan dan segala kejadian yang bersifat kebetulan, dan baru setelah itu agama digunakan untuk menjelaskan keseragaman alam semesta. Ada berbagai contoh seperti; ada kidung-kidung tertentu setelah dikumandangkan menyebabkan air yang ada di langit jatuh ke bumi, menurut sains pada awalnya hal itu dianggap tidak ada hubungannya dengan para dewa yang mengatur hal itu. Kepercayaan bahwa ritus tersebut dapat menghasilkan apa-apa yang diharapkan secara otomatis, hal inilah yang menjelaskan arti penting setiap pemujaan karena setiap kali dilaksanakan selalu melibarkan aspek fisikal. Fenomena seligius ini (barangkali ini juga merupakan bentuk awal dan formalisme legal) muncul dari fakta bahwa mantram-mantram yang akan diucapkan dan gerakan-gerakan yang akan dilakukan akan kehilangan keampuhan-nya bila tidak diucapkan dengan cara yang benar yang persis sama dengan mantra atau gerakan yang pernah sukses membawa hasil (Durkheim, 2003:64-66).
II. RITUAL AGNI HOTRA Sumber Ritual Agnihotra

Sumber ritual Agnihotra berasal dari Veda sehingga Agnihotra kerap juga disebut dalam bahasa Inggris sebagai Vedic ritual atau juga disebut Vedic Fire Ceremony. Kitab suci Rgveda X.66.8 dengan tegas menyebut perihal ritual Agnihotra, juga kitab suci Atharvaveda I.1.7; 2.6; 4.33; 5.29; 6.35, 36, 49 dan Atharvaveda II.7.29-30, 35, 65, 74, 87, 94, 113, 115; 8.3; juga kitab Manava Dharma astra IV.10 serta Bhagavadgita IV.24; XV.14; selain itu masih banyak lagi sumber lainnya sebagaimana diuraikan oleh Jendra dan Titib (1999:67-71). Predikat Agnihotra sebagai Vedic ritual atau Vedic Fire Ceremony itu sangat jelas menunjukkan bahwa ritual Agnihotra bersumber dari kitab Veda, apalagi secara nyata ritual Agnihotra tersebut benar-benar terdapat dalam berbagai mantram Veda dan berbagai sloka kitab suci Hindu. Oleh sebab itu umat Hindu sebagai umat yang menerima Veda sebagai kitab sucinya, kiranya tidak sulit untuk mengakui dan menerima Agnihotra sebagai ritual Hindu, kecuali orang-orang yang memang awam terhadap pengetahuan Veda. Terlepas dari sikap umat Hindu; menerima atau tidak, Agnihotra sebagai ritual Veda harus diperkenalkan atau disosialisasikan kepada umat Hindu. Memperkenalkan atau 6

mensosialisasikan makna dan efek positif energi ritual Agnihotra merupakan dharma (para orang bijak, ilmuwan atau cendekiawan Hindu), dan sebaliknya menyembunyikan makna atau hakikat serta efek positif ritual Agnihotra merupakan tindakan adharma karena sama dengan membodohbodohi orang awama. Kitab Bhagavadgita III.26 menyatakan dengan tegas janganlah orang-orang yang dianggap bijak (ilmuwan, cendekiawan) membodohi orang-orang awam. Oleh sebab itu, apa yang ada di dalam Veda termasuk ritual Agnihotra sangat penting disampaikan kepada umat Hindu agar mereka tahu apa dan bagaimana ritual Agnihotra tersebut. Apalagi hasil riset para ilmuwan kaliber dunia telah membuktikan bahwa ritual Agnihotra memiliki efek positif terhadap vibrasi dan kesadaran kosmik hingga mampu mewujudkan keharmonisan sistem kosmis (jagad raya). Sosialisasi konsep ritual Agnihotra kepada umat Hindu dianggap penting bukan karena ada tendensi apapun, kecuali; menghormati, menyelamatkan, serta melestarikan ajaran Veda. Sebelum Agnihotra diklaim oleh pihak lain dan diakui sebagai miliknya, maka kita perlu memberitahukan kepada umat Hindu bahwa Agnihotra adalah ritual Veda. Hal ini penting agar tidak terjadi kasus klaim-klaim seperti; kain batik Indonesia telah diklaim oleh Jepang, lagu Rasa Sayang-sayangi diklaim Malaisya, Teluk Ambalat disabot Malaisya, tempe diklaim Jepang, dan berdasarkan sejarah yang sesungguhnya ilmu pengetahuan dan perguruan tinggi pertama di dunia ada di India, tetapi Yunani mengklaim dirinya sebagai pemiliki perguruan tinggi pertama di dunia. Yang paling sial adalah sejarah terapi Uropathi atau Terapi Urine (terapi air seni, air kecing) yang jelasjelas bersumber dari Sivambhukalphavidhi sebuah sistem pengobatan yang diturunkan oleh Deva Shiva 5000 SM, juga telah menjadi bagian dari sistem pengobatan Ayurvedik namun kemudian oleh para peneliti Barat telah mempatenkan sebagai terapi Alkitabiah. Padahal para peneliti antara lain; Vander Koen dan Amstrong awalnya meneliti tentang khasiat air urine (air kencing) di India. Para peneliti tersebut bertemu dengan Mukheerji Desai presiden India yang berusia 130 tahun (berkat khasiat urine), melalui Desai lah selanjutnya pengetahuan urine mulai terbongkar yang di dalamnya berisi rahasia sabda Deva Shiva kepada Devi Parvati tentang hakikat air urine tersebut. Sangat disayangkan DR. Thakkar (intelektual India) terlambat menggugat karena terapi urine telah dipatenkan sebagai pengobatan yang bersumber dari Alkitab, karena para peneliti Barat menemukan satu kalimat dalam Alkitab yang berisi pernyataan; minumlah air dari tangki airmu pernyataan tangki airmu dikonotasikan dengan kantong kemih. Kemudian para peneliti Barat dengan kepintarannya memutarbalikkan epistemologi pengetahuan, lalu mereka mengatakan inilah obat hasil dari pengetahuan ke-Kristen-an, padahal mereka nyolong alias maling di India. Kini terapi outo urine telah populer di Amerika dan kapsulnya pun sangat mahal, karena konon kapsul urine tersebut mampu menyembuhkan segala macam penyakit termasuk kanker dan HIV-Aid. Sebaliknya orang Hindu (Bali) sebagian besar bahkan hampir semuanya tidak tahu jika air urine merupakan salah satu pengobatan Ayurveda yang telah diakui oleh dunia kedokteran internasional sejak tahun 1996 sebagaimana telah dilaksanakan simposium dunia mengenai urine (Nala, 2003). Dengan peristiwa klaim; Teluk Ambalat, batik, tempe, lagu, ilmu pengetahuan, matematika, dan terapi outo urine itu, semakin jelas menunjukkan bahwa bangsa Timur (termasuk ilmuwan Timur; India dan Indonesia khususnya Bali) selalu terlambat karena terlena dan terlalu toleran dengan bangsa asing dan tidak toleran dengan bangsa (saudara) sendiri. Demikian pula Agnihotra akan segera diklaim sebagai milik komunitas agama lain jika umat Hindu tidak mau mengakuinya. Pengetahuan suci Veda termasuk di dalamnya ritual Agnihotra tidak boleh dilupakan atau sengaja dilupakan dengan cara Agnihotra dianggap tidak ada atau dibuang hanya karena alasan bahwa sebagian besar umat Hindu awam atau tidak tahu Agnihotra. Ajaran Veda termasuk ritual Agnihotra tidak boleh mengalami kemandegan (stagnasi) hanya karena pertimbangan bahwa banyak umat Hindu tidak mengerti dengan Agnihotra. Ketidaktahuan, keterbelakangan, keawaman umat Hindu tidak boleh menjadi standar ukuran atau batas pengetahuan Hindu. Ketertinggalan atau keterbelakangan serta ketidaktahuan umat Hindu jangan dibiarkan (jangan dipelihara, jangan disyukuri). Ketertinggalan, ketidaktahuan seharusnya menjadi cambuk atau peringatan bahwa teologi atau ajaran Agama Hindu tidak tersosialisasikan secara baik dan benar. 7

Dalam sosialisasi pengetahuan Veda termasuk ritual Agnihotra, dibutuhkan orang-orang yang benar-benar bijak (cerdas secara akademik, intelektualis), dan tidak semata-mata mengikuti arus pendapat orang banyak. Seorang intelektual yang bijaksana harus berani mengatakan kebenaran tanpa harus mengikuti pendapat orang banyak yang tidak memiliki rujukan yang jelas. Hal ini sangat jelas terdapat dalam kitab suci Manava Dharma astra
Eko _ip vedivm| y' VyvSyed( ijoam" - s ivDey" pro /moR naDanmuidto _yutW" --113--

eko pi vedavid dharma ya vyavasyed dvijottama, sa vijeya paro dharmo njnam udito yutai. (Manava Dharma astra XII.113) Walaupun itu dinyatakan (hanya) oleh seorang Brahmana yang ahli dalam Veda harus dipandang mempunyai kekuatan huku dan bukan pernyataan (pandangan) lain yang dinyatakan oleh jutaan orang yang tidak tahu (bodoh, awam)
Av[tanammN]a,a' jait ma]opjivnam( - shx" smetana' pirzv' n ivte --114--

avratnm amantr jti mtropajvinm, sahasraa sametn pariat tva na vidyate. (Manava Dharma astra XII.114) Walaupun oleh ribuan Brahmana yang belum memenuhi kewajiban sucinya, yang tidak kenal Veda dan hidup karena warnanya daging, mereka belum dapat dikatakan merupakan Parisada untuk memutuskan (menetapkan) perbedaan dalam dharma itu

Berdasarkan dua sloka Manava Dharma astra di atas, semestinya para intelektual Hindu (seluruh jajaran Parisada sampai tingkat desa) dapat menempatkan diri untuk tidak melampaui kapasitas dalam menentukan hitam-putihnya (haram-tidaknya) suatu ajaran agama Hindu. Jika umat Hindu meyakini bahwa ajaran Veda merupakan sabda Brahman dan di dalamnya terdapat berbagai pengetahuan yang melampaui pengetahuan lainnya, maka para intelektual yang hanya memiliki pengetahuan pas-pasan semestinya tidak perlu memprovokasi umat untuk menghalangi sosialisasi pengetahuan suci Veda. Kecemasan yang tak beralasan (apriori dan negatif thinking) terhadap orang dan ajaran yang belum dipahami semestinya tidak ditradisikan oleh para tokoh Hindu di mana pun. Mungkin peringatan ini dianggap tidak penting saat ini, tetapi sejarah akan mencatat siapa-siapa orang yang bersikap bijak atau tidak bijak saat ini akan tercatat dalam sejarah di masa akan datang. Semua orang berharap aagar tidak tercatat sebagai orang yang menghambat kemajuan umat manusia dalam memahami segala sesuatu. Oleh sebab itu penting juga untuk diingatkan kembali pesan Gita:
n bui.ed' jnyedDana' kmRsinam( - jozyeTsvRkmaRi, ivaNyu" smacrn( --

na buddhi-bheda janayed ajn karma-saginm, joayet sarva-karmi vidvn yukta samcaran. (Bhagavadgita III.26)
Janganlah mereka yang bijaksana membingungkan (orang) bodoh (yang) bekerja (secara) bernafsu, melainkan (mereka yang bijaksana mestinya) membiarkan semua (orang) bekerja sambil memberi contoh bekerja (sebagai wujud) bakti

Sabda Bhagavadgita ini juga memberikan isyarat bahwa seseorang yang sedang memegang tampuk pimpinan (tokoh, pengurus) organisasi umat dan organisasi masa untuk tidak menggunakan otoritasnya sebagai kebenaran mutlak. Sebab jabatan apapun tidak kekal, ketika seseorang tidak

menjabat lagi, maka saat itu segala keputusan yang pernah diambil dengan klaim otoritas akan dicibir oleh orang yang dulunya mendukung.
Hakitat Ritual Agni Hotra

Agnihotra adalah upacara persembahan kepada Deva Agni, suatu upacara yang sangat penting dalam Veda yang dilaksanakan sehari-hari oleh golongan grhastin (Musna dalam Jendra, 1999:5). Agnihotra mempunyai makna yang berhimpit dengan istilah Homa, walaupun tidak sepenuhnya sama. Kedua istilah itu sama-sama melakukan pemujaan dengan menggunakan sarana api sebagai persembahan, karena sangat berdekatan artinya, maka Agnihotra dan Homa (Agnihoma) kerap dianggap sama. Perbedaannya sangat kecil dan hampir tidak dapat dibedakan, Agnihotra merupakan dasar dari Homa. Homa adalah upacara selamatan kepada devadeva dengan menaburkan persembahan kepada api suci (Musna dalam Jendra, 1999:5). Agnihotra dan Homa sama-sama menggunakan api suci sebagai media pemujaan, perbedaannya bahwa dalam Homa persembahan itu ditujukan kepada deva-deva dengan perantaraan api suci, sedangkan Agnihotra persembahan langsung ditujukan kepada Deva Agni melalui api suci sebagai wujud material dari Deva Agni itu sendiri. Dengan kata lain bahwa dalam Agnihotra, Deva Agni merupakan tujuan atau sasaran persembahan, sedangkan dalam Homa, Deva Agni sebagai perantara untuk menyampaikan segala bentuk permohonan yajamana penyelenggara upacara (Jendra, 1999 : 6). Pada semua pelaksanaan upacara yang menggunakan api, Agnihotra lah sebagai dasarnya yang diuraikan dalam Veda. Agnihotra merupakan ritual Veda yang bersifat holistik tidak hanya bermakna religius-spiritual-magis, namun juga berkaitan dengan berbagai hal yang memiliki dimensi sains dan teknologi, seperti; bioenergi, psikologi, obat-obatan, pertanian, biogenetik, mikrobiologi dan komunikasi interplanet (Paranjape dalam Jendra, 1999:5). Dalam berbagai sumber pemberitaan, ritual Agnihotra dinyatakan memiliki multi fungsi antara lain; psikoterapi, rekayasa biogenetik, planologis, multi terapi. Terdapat informasi bahwa ribuan orang, umumnya dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropah Barat, dan Eropah Timur, telah mendapatkan keseimbuhan dan manfaat lainnya dari terapi Agnihotra atau Homa. Masih banyak lagi manfaat Agnihotra itu, antara lain bahan-bahan yang telah menjadi abu di dalam api persebahan itu dapat dijadikan sebagai; kapsul, bubuk, kream, untuk terapi atau pengobatan; sakit telinga, hidung, tenggorokan (THT), dan lain-lainnya. Abu Agnihotra inilah yang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam berbagai kesulitan, keluhan, dan aneka penyakit. Kesimpulannya adalah bahwa; Agnihotra merupakan pendekatan holistik terhadap hidup dan kehidupan terutama pada zaman IPTEK yang telah banyak membawa dampak negatif dalam perikehidupan manusia (Paranjape dalam Jendra, 1999 : 42). Kisah besar Raja Ayodya, yakni Sang Dasaratha pada zaman Tretayuga telah memanfaatkan upacara Agnihotra sebagai media untuk memohon putra. Waktu itu walaupun Dasartha telah memiliki tiga orang istri, namun tak seorang istrinyapun yang melahirkan anak. Oleh sebab itu Dasaratha memohon agar Rsi Resyasrengga sebagai purohita pendeta kerajaan untuk melaksanakan upacara Agnihotra. Istidevata yang dipujanya adalah Deva Shiva, akhirnya setelah melaksanakan upacara Homa tersebut, ketiga istrinya melahirkan putra-putra yang bijaksana; yaitu; Devi Kausalya melahirkan Rma deva yang dikenal sebagai avatara Vishu, Devi Kekayi melahirkan Baratha yang dikenal dengan bhaktapranidana pahlawan dalam bakti, karena baktinya kepada Sri Rama demikian besar hingga Baratha menjunjung sandal Rama dalam melaksanakan 9

titah atau mandat Rama untuk mewakili Rama dalam mejalankan tugas kepemerintahan-Nya. Kemudian dari rahim istri Dasaratha yang ke tiga lahir seorang putra gagah perkasa yakni Laksmana dan Satrughna pengawal Sri Rama yang tidak pernah terkalahkan. Busur Laksmana dapat membuat petir atau halilintas dan dapat menggoncangkan ketiga dunia, demikian juga busur Satrughna yang selalu berhasil mengusir musuh-musuh. Semua putra bijaksana itu lahir setelah Dasaratha melakukan upacara Agnihotra, itu sebagai bukti bahwa seluruh alam dan penguasa alam semesta bergetar menyaksikan pengaruh pelaksanaan upacara Agnihotra tersebut. Demikian juga raja Madra yang banyak memiliki istri namun belum juga mempunyai anak, akhirnya berkat nasihat seorang pendeta untuk melaksanakan upacara Agnihotra. Dalam Agnihotra tersebut istadevata yang dipuja adalah Devi Savitri, setelah acara ritual Agnihotra tersebut lahirlah seorang putri yang juga diberi nama sesuai dengan nama istadevata tersebut yakni Savitri. Agnihotra sesungguhnya ritual yang mesti dilaksanakan oleh setiap umat Hindu jika umat Hindu masih menerima Manawa Dharmaastra sebagai bagian dari sumber hukum Hindu. Kewajiban setiap kepala rumah tangga (orang yang sudah berkeluarga) untuk melaksanakan Agnihotra atau Homa Yajna sangat jelas terlihat pada sloka-sloka Manawa Dharmaastra berikut :
paca sn ghasthasya cull peayu paskara, kaan codakumbhaca badhyate ystu vhayan.
(Manawa Dharmaastra III.68)

Seorang kepala keluarga mempunyai lima macam tempat penyembelihan yaitu; (1) tempat masak, (2) batu pengasah, (3) sapu, (4) lesung dan alunya, (5) tempayan tempat air, itulah yang menjadi belenggu dosa ts kramea sarvs niktyartha maharibhi, paca kpt mahyaja pratyaha ghamedhinm.
(Manawa Dharmaastra III.69)

Untuk menebus dosa yang ditimbulkan oleh pemakaian kelima alat itu, para Maharsi telah menggariskan untuk para kepala keluarga agar setiap harinya melakukan pancayajna adhypana brahma yajah pit yajastu tarpaam, homo daivo balirbhauto nyajo tithi pjanam.
(Manawa Dharmaastra III.70)

Mengajar dan belajar adalah yajna bagi para Brahmana, upacara menghaturkan tarpana dan air adalah korban suci untuk para leluhur, upacara dengan minyak susu adalah korban suci untuk para dewa, upacara bali adalah korban untuk untuk para bhuta, dan penerimaan tamu dengan ramah adalah korban untuk manusia
pWtaNyo mhayDa hapyit xit" - s g*he _ip vsiTy' sUnadozWnR ilPyte --71--

pacaitn yo mahyajn na hpayati aktita, sa ghe pi vasan nitya sndoairna lipyate.


(Manawa Dharmaastra III.71)

Ia yang tidak mengabaikan korban besar yang lima ini (pancamahayajna) selama ia mampu untuk melakukannya, ia tidak dinodai oleh dosa yang dilakukannya pada kelima tempat

10

penyembelihan tadi walaupun ia selalu hidup dan bekerja sebagaimana seorang kepala rumah tangga. devattithi bhtynm pitmtmanaca ya, na nirvapati pacnam ucchvasanna sa jvati.
(Manawa Dharmaastra III.72)

Tetapi ia yang tidak memberikan persembahan kepada kelima macam tadi, yaitu kepada para dewa, para tamunya, mereka yang ia harus pelihara, para leluhur, dan ia sendiri, pada kakikatnya ia tidak hidup walaupun bernafas. ahuta ca huta caiva tath prahutam eva ca, brhmya huta prita ca pacayajn pracakate.
(Manawa Dharmaastra III.73)

Mereka menamakan ke-5 korban suci itu juga dengan sebutan Ahuta, Huta, Prahuta, Brahma-Huta, dan Prasita japo huto huto homa prahuto bhautiko bali, brhmya huta dvij gryrc prita pit tarpaam.
(Manawa Dharmaastra III.74)

Ahuta adalah pengucapan doa dari Veda, Huta adalah persembahyangan Homa, Prahuta adalah upacara bali yang dihaturkan di atas tanah kepada para Bhuta, Brahmahuta adalah menerima tetap Brahmana secara hormat seolah-olah menghaturkan kepada api yang ada dalam tubuh Brahmana, dan Prasita adalah persembahan tarpana kepada para pitara. svdhyye nitya yukta syd daive caiveha karmai, daivakarmai yukto hi bibhartda carcaram.
(Manawa Dharmaastra III.75)

Hendaknya setiap orang yang menjadi kepala rumah tangga setiap harinya menghaturkan mantra-mantra suci Veda dan juga melakukan upacara pada para dewa karena ia yang rajin dalam melakukan upacara kurban pada hakikatnya membantu kehidupan ciptaan Tuhan yang

bergerak maupun yang tak bergerak


agnau prsthuti samyag dityam upatiate, dityjjyate vir veranna tata praj.

(Manawa Dharmaastra III.76)


Persembahan yang dijatuhkan kedalam api akan mencapai matahari, dari matahari turunlah hujan, dari hujan timbullah makanan, dari makanan makhluk hidup memperoleh hidupnya

agne somasya caivdau tayo caiva samastayo, vivebhya caiva devebhyo dhanvantaraya eva ca.

(Manawa Dharmaastra III.85)


Pertama-tama persembahan dihaturkan kepada (1) Dewa Agni, kemudian kepada (2) Dewa Soma, kemudian lagi kepada (3) gabungan kedua dewa ini (Dewa Agni dan Dewa Soma), selanjutnya kepada (4) semua dewa, dan akhirnya kepada (5) dewa Dhanwantari

11

kuhvai caivnumatyai ca prajpataya eva ca, sahadyv pthivyoca tath sviakte ntata.

(Manawa Dharmaastra III.86)


Kemudian persembahan dihaturkan kepada (5) Kuhu, kepada (6) Dewi Anumati, kepada (7) Prajapati, kepada (8) Bumi dan Langit bersama-sama, dan terakhir kepada (9) Dewa Agni yang dilakukan dengan cara membakar persembahan itu dengan sempurna evam samyag ghavirhutv sarvadiku pradakiam, indrnta kp patndubhya snugebhyo bali haret.

(Manawa Dharmaastra III.87)


Setelah selesai menghaturkan upacara makanan, ia hendaknya menyebarkan haturan kurban itu ke seluruh penjuru dengan di awali dari arah Timur ke Selatan, yaitu kepada Indra, Yama, Waruna, dan Soma, begitu juga kepada abdi-abdi-Nya. marudbhya iti tu dvri kipedap svadbya ityapi, vanaspatibhya ityebhya mualo lkhale haret.

(Manawa Dharmaastra III.88) Dengan menunjukkan rasa dan kata-kata hormat kepada Dewa Agni, ia hendaknya
menyebarkan sedikit makanan di dekat pintu dan beberapa lagi di air dengan sikap hormat kepada air, ia juga hendaknya menyebarkan pada lesung dan alu dengan mengucapkan kata hormat kepada kayu-kayuan

Berdasarkan pada sloka-sloka di atas sesungguhnya telah tergambar apa dan bagaimana. Kitab suci Manawa Dharmaastra III.85-86, dengan jelas menguraikan bahwa persembahan yang terdiri dari sembilan macam yang ditujukan kepada berbagai dewa, ternyata Dewa Agni memperoleh penghormatan dan persembahan yang pertama (Manawa Dharmaastra III.85). Selanjutnya Dewa Agni juga memperoleh kembali persembahan pada akhir upacara (Manawa Dharmaastra III.86). Melalui sloka-sloka di atas dapat dimengerti bahwa Dewa Agni merupakan dewa penentu dalam prosesi ritual Hindu. Persembahan yang ditujukan kepada Dewa Agni, dalam wujud fisik-Nya dipersembahan kepada api, persembahan semacam ini secara lazim disebut dengan istilah Agnihotra. Untuk memperoleh pemahaman yang benar tentang Agnihotra maka dibutuhkan pemahaman yang benar terhadap makna kata Angihotra itu sendiri. Kata Agnihotra berasal dari bahasa Sanskerta, yakni terdiri dari dua kata yaitu Agni dan hotra. Kata Agni berarti api dan kata hotra berarti melakukan persembahan. Dengan demikian Agnihotra berarti melakukan persembahan kepada api. Persembahan kepada api ini mengandung makna simbolis dalam filsafat dan teologi Hindu. Dalam kitab-kitab suci Hindu diuraikan bahwa api adalah simbol Dewa Agni, dengan demikian persembahan yang dihaturkan ke dalam api hakikatnya adalah melakukan persembahan kepada Dewa Agni. Kitab Purana dan Upanisad juga menguraikan bahwa jika Tuhan diumpamakan sebagai Manusia Kosmos, maka api merupakan simbol dari lidah Tuhan. Sehingga secara logis apabila persembahan itu dihaturkan di atas lidah Tuhan maka persembahan itu pasti tidak nyasar. Hal itu bagaikan sebuah surat yang dikirimkan kepada seseorang, yang dapat dipastikan bahwa surai itu pasti sampai karena alamat yang dituju sudah sangat jelas (Batan, TT: 3). Selain karena alasan filosofi dan teologis Hindu yang menjadikan wujud fisik api sebagai simbol lidah Tuhan, juga karena suatu alasan teologis lainnya yang menyatakan bahwa Dewa Agni itu sendiri di dalam Veda diyakini sebagai purohita atau pemimpin upacara. Hal ini dengan sangat jelas tercantum dalam mantra Rgveda dan bahkan mantram tersebut tercantum pada bagian paling awal dari kitab Rgveda. Entah sengaja atau tidak para maharsi telah menempatkan mantram persembahan ke pada api pada bagian paling awal dari mantram Rgveda. Sehingga hal itu dapat dipandang sebagai kepalanya mantram, sebagaimana uraian mantram Rgveda berikut ini : 12

Agnimile purohitam yajasya devam rtvijam hotaram ratnadhtanam

(Rgveda I.1.1)
Oh Dewa Agni, Engkau sebagai Pendeta Utama, dewa pelaksana upacara yaja kami memuja-Mu, Engkau pemberi anugerah berupa kekayaan yang utama Agnh prvebhir rsibbhir idhayo nutanair uta sa devm cha vaksati

(Rgveda I.1.2)
Oh Dewa Agni, Engkau dipuja oleh para maharsi utama di masa lalu, masa kini dan masa akan datang. Semoga Engkau menghadirkan para dewa di tempat upacara ini

Berdasarkan dua mantram Rgveda di atas maka sangat jelas diuraikan bahwa Dewa Agni adalah pendetanya para dewa, Dewa Agni juga pelaksana yaja, serta Dewa Agni juga sebagai pemberi anugerah (Rgveda I.1.1). Selain itu melalui mantram di atas juga diketahui bahwa Dewa Agni merupakan pimpinan para dewa di bidang upacara (Rgveda I.1.2). Bila kedudukan Dewa Agni diumpamakan dalam kepemerintahan di alam manusia, maka kedudukan Dewa Angi sama dengan menteri agama, jika diumpamakan dengan organisasi majels agama Hindu di Indonesia, maka Dewa Agni sama dengan Ketua Dharma Adhiaksa PHDI. Oleh sebab itu berkaitan dengan ritual atau upacara, maka Dewa Agni merupakan dewa yang paling bertanggungjawab atas ritual yang dilaksanakan oleh manusia. Selain dalam mantram Rgveda di atas, ada juga mantram dalam kitab Samaveda yang menguraikan bahwa Dewa Agni juga sebagai persembahan dan sekaligus tempat persembahan, sebagaimana mantram berikut :
Tvamagne yajnm hot visvesm hitah (Samaveda 1.1.1.2) devebhirmruse jane Oh Dewa Agni, Engkau telah berada di kunda sebagai hotara (persembahan) pada setiap upacara yang dilaksanakan oleh para dewa, juga di antara semua rumpun manusia

Melalui mantram Samaveda 1.1.1.2 di atas menjadi semakin jelas bahwa Dewa Agni itu selain sebagai purohita pimpinan para dewa di bidang upacara, juga Dewa Agni sebagai tempat dan juga sebagai persembahan dalam upacara yaja. Uraian ini mengingatkan pada bunyi sloka Bhagavadgita bahwa Tuhan adalah persembahan itu sendiri di dalam yaja. Sebagaimana dinyatakan; Aham kratur aham yajah svadhham aham ausadham, Mantro ham aham evjyam aham agnir aham hutam. (Bhagavadgita IX.16) Aku adalah persembahan kratuh, Aku adalah korban, Aku adalah sesajen para leluhur (svadha), Aku adalah bahan ramuan obat, Aku adalah mantram, Aku juga adalah mentega murni, Aku adalah api dan Aku adalah persembahan (huta). Agnihotra adalah upacara persembahan kepada Deva Agni, suatu upacara yang sangat penting dalam Veda yang dilaksanakan sehari-hari oleh golongan grhastin (Musna dalam Jendra 13

dan Titib, 1999: 5). Agnihotra mempunyai makna yang berhimpit dengan istilah Homa, walaupun tidak sepenuhnya sama. Kedua istilah itu sama-sama melakukan pemujaan terhadap api, sehingga sering dianggap sama, karena sangat berdekatan artinya. Perbedaannya sangat kabur, Agnihotra merupakan dasar dari Homa. Homa adalah upacara selamatan kepada deva-deva dengan menaburkan persembahan kepada api suci (Musna dalam Jendra dan Titib, 1999 : 5). Agnihotra dan Homa sama-sama menggunakan api suci sebagai media pemujaan, perbedaannya bahwa dalam Homa persembahan itu ditujukan kepada deva-deva dengan perantaraan api suci, sedangkan Agnihotra persembahan langsung ditujukan kepada Deva Agni melalui api suci sebagai wujud material dari Deva Agni itu sendiri. Jadi dalam Agnihotra, Deva Agni merupakan tujuan atau sasaran persembahan, sedangkan dalam Homa, Deva Agni sebagai perantara untuk menyampaikan segala bentuk permohonan yajamana penyelenggara upacara (Jendra, 1999 : 6). Pada semua pelaksanaan upacara yang menggunakan api, Agnihotra lah sebagai dasarnya yang diuraikan dalam Veda. Agnihotra merupakan ritual yang berkaitan dengan bioenergi, psikologi, obat-obatan, pertanian, biogenetik, mikrobiologi dan komunikasi interplanet (Paranjape dalam Jendra dan Titib, 1999 : 5). Oleh sebab itu maka Agnihotra sesungguhnya merupakan ritual holistik menyeluruh dan multifungsi. Ia berfungsi sebagai; psikoterapi, rekayasa biogenetik, planologis, multi terapi. Ribuan orang, umumnya dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropah Barat, dan Eropah Timur, telah mendapatkan keseimbuhan dan manfaat lainnya dari terapi Agnihotra atau Homa. Masih banyak lagi manfaat Agnihotra itu, antara lain bahan-bahan yang telah menjadi abu di dalam api persembahan itu dapat dijadikan sebagai; kapsul, bubuk, kream, untuk terapi atau pengobatan; sakit telinga, hidung, tenggorokan (THT), dan lain-lainnya. Abu Agnihotra inilah yang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam berbagai kesulitan, keluhan, dan aneka penyakit. Kesimpulannya adalah bahwa; Agnihotra merupakan pendekatan holistik terhadap hidup dan kehidupan terutama pada zaman IPTEK yang telah banyak membawa dampak negatif dalam perikehidupan manusia (Paranjape dalam Jendra dan Titib, 1999 : 42). Raja Ayodya sang Dasaratha pada zaman Tretayuga telah memanfaatkan upacara Agnihotra sebagai media untuk memohon putra. Karena waktu itu walaupun Dasartha telah memiliki tiga orang istri namun tak seorang istrinyapun melahirkan anak. Oleh sebab itu Dasaratha memohon agar Rsi Resyasrengga sebagai purohita pendeta kerajaan untuk melaksanakan upacara Agnihotra. Istidevata yang dipujanya adalah Deva Shiva, akhirnya setelah melaksanakan upacara Homa tersebut, ketiga istrinya melahirkan putra-putra yang bijaksana; yaitu; Devi Kausalya melahirkan Rma deva yang dikenal sebagai avatara Vishu, Devi Kekayi melahirkan Baratha yang dikenal dengan bhaktapranidana pahlawan dalam bakti, karena baktinya kepada Sri Rama demikian besar hingga Baratha menjunjung sandal Rama dalam melaksanakan titah atau mandat Rama untuk mewakili Rama dalam mejalankan tugas kepemerintahan-Nya, dari istri Dasaratha yang ke tiga lahir seorang putra gagah perkasa yakni Laksmana dan Satrughna dua pengawal Sri Rama yang tidak pernah terkalahkan. Busur Laksmana yang dapat membuat petir atau halilintas dapat menggoncangkan dunia, demikian juga busur Satrughna yang selalu berhasil mengusir musuh-musuh. Semua putra bijaksana itu lahir setelah Dasaratha melakukan upacara Agnihotra, itu sebagai bukti bahwa seluruh alam dan penguasa alam semesta bergetar menyaksikan pengaruh pelaksanaan upacara Agnihotra tersebut. Demikian juga raja Madra yang banyak memiliki istri namun belum juga mempunyai anak, akhirnya berkat nasihat seorang pendeta untuk melaksanakan upacara Agnihotra maka istri raja Madra melahirkan anak. Dalam Agnihotra tersebut istadevata yang dipuja adalah Devi Savitri, maka setelah acara ritual Agnihotra tersebut lahirlah seorang putri yang juga diberi nama sesuai dengan nama istadevata tersebut yakni Savitri. Apa yang terjadi ketika upacara Agnihotra dilaksanakan, sehingga ritual Agnihotra itu mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia di dunia?. Sesungguhnya apa yang terjadi itu dapat dijelaskan dengan teori ilmu Mekanika Gelombang atau Fisika Quantum, yakni dengan pelaksanaan ritual Agnihotra tersebut telah terjadi suatu reaksi gelombang dalam tingkat partikel sub atomik atau reaksi gelombang pada tingkat partikel elektron atom. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; ketika damaru kendang, genta lonceng pandita manggala upacara, kirtan lagu 14

pujian, japam pengulangan nama-nama deva atau Tuhan diuncarkan dalam pelaksanaan ritual Agnihotra, juga meditasi atau pemusatan pikiran dilaksanakn, maka terjadi proses superposisisuperposisi gelombang, yakni; damaru dan genta melakukan super-posisi terhadap gelombang bettha () yang besarnya 14-30 Hz, kirtan melakukan superposisi terhadap gelombang apha () yang besarnya 8-13 Hz, japam melakukan superposisi terhadap gelombang tetha () yang besarnya 4-7 Hz, dan meditasi atau samadhi melakukan super-posisi terhadap gelombang delta () yang besarnya 0,5 3 Hz. Frekuensi gelombang () yang besarnya 0,5-3Hz ini disebut dengan gelombang kosmik atau gelombang alam semesta. Telah terbukti bahwa dengan tahapan-tahapan proses Agnihotra yang benar, dapat membuat manusia memiliki pancaran gelombang otak yang selaras dengan gelombang kosmik. Ketika vibrasi otak manusia setara dengan gelombang kosmik, maka manusia menjadi bagian dari kosmik dan sekaligus menjadi penguasa kosmik itu sendiri. Dengan kata lain bahwa manusia yang memiliki vibrasi gelombang pikirannya setara dengan gelombang kosmik, maka manusia seperti itu telah berubah statusnya menajdi manusia-dewa atau Tuhan itu sendiri. Manusia seperti itu akan dapat memerintahkan alam sesuai dengan keinginannya. Dari salah satu aspek ritual Agnihotra itu dapat diketahui bahwa demikian besar fungsi Agnihotra tersebut. yakni dapat mengaharmonisasikan antara dunia microcosmos dan dunia macrocosmos (Donder, 470). Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa kandungan makna yang tersimpan dalam ritual Agnihotra patut untuk dipahami oleh umat Hindu khususnya. Untuk membantu menyebarluaskan makna ritual Agnihotra walaupun hanya sebatas pengetahuan saja, dibutuhkan bantuan dari para ilmuwan atau para intelektual Hindu. Jalan keluarnya adalah bahwa para intelektual Hindu harus bersedia menjadi jembatan penghubung dari suatu jarak yang telah tercipta sedemikian lebar selama ini. Keterlibatan para ilmuwan merupakan suatu keniscayaan, sebab kaum ilmuwan dianggap sebagai kaum intelektual. Selanjutnya kaum intelektual dianggap memiliki sikap yang objektif atau netral dalam menilai sesuatu. Seorang ilmuwan yang benar-benar intelektual tidak pernah menilai sesuatu hanya melalui perasaannya. Oleh sebab itu segala kesenjangan sesungguhnya dapat dipecahkan oleh para ilmuwan yang intelektual, tentu semua itu tergantung kepada pertanyaan; apakah para ilmuwan-intektual itu memiliki keperdulian atau tidak ? Jawabannya ada di dalam hati dan intelek kita masing-masing. Hakitat Sains dan Teknologi dalam Ritual Agni Hotra Agar pemahasan kita tidak sia-sia, maka perlu diketahui bahwa ritual Agnihotra jelas adalah ritual Veda karena kosa kata dan aturan melakukan Agnihotra sampai saat ini masih terdapat di dalam teks Veda. Apabila seseorang merasa dirinya beragama Hindu tidak boleh tanruh (cuek) apalagi menghina ritual Veda. Amat sangat disayangkan ada banyak orang yang merasa dirinya memiliki otoritas (kekuasaan) dan merasa berpengaruh serta merasa banyak tahu tentang Veda, ternyata mereka tidak ritual Agnihotra sebagaimana yang disebutkan dalam Veda. Dengan ketidaktahuannya pada Veda, mereka mengatakan bahwa Agnihotra itu adalah api unggun. Inilah kualitas para tokoh kita yang menghambat pemahaman umat terhadap ajaran Veda. Ini sungguh suatu ironi ! Terlepas dari mau menerima atau menolak ritual Agnihotra, sebagai seorang yang percaya dan
menerima Veda sebagai kitab suci agama yang diyakini, maka mutlak harus tahu apa sesungguhnya Agnihotra. Hal ini sangat penting sebelum orang lain menggunakan dan atau mengkalim sebagai ritual mereka. Umat Hindu mestinya jangan menjadi umat yang selalu terlambat, kemudian

2.2.1

memprotes belakangan. Sebagai contoh; ketika umat Hindu tidak membiasakan menggunakan salam swastiastu, maka umat Kristen menggunakan salam itu sebagai nama yayasan pendidikan. Belakangan merasa diambil kekayaan Hindu-nya, maka yayasan pendidikan Kristen tersebut diprotes. Umat Hindu di Bali mengklaim penjor sebagai budaya, ketika umat lain menggunakan penjor diprotes. Jika sejak awal penjor diklaim oleh umat Hindu di Bali sebagai agama bukan kebudayaan, maka tentu umat agama lain tidak akan mengadopsinya. Gamelan diklaim sebagai budaya, akhirnya gereja-gereja orang Bali pun menggunakan gamelan, padahal gamelan tersebut 15

merupakan emplementasi sistem pemujaan dalam teologi Hindu. Semua upacaya dianggap sebagai adat dan budaya, maka jangan marah jika ada juga umat lain yang melakukan adat yang kita lakukan. Yang jelas apabila aktivitas ritual yang dilakukan oleh umat Hindu dengan tegas dikatakan sebagai ritus agama, maka ritual tersebut tidak akan diganggu oleh pihak lain. Oleh sebab itu, apabila ritual Agnihotra ini tidak mau diterima sebagai ritual Veda sebagaimana adanya, maka umat Hindu tidak boleh memprotes apabila ada pihak lain yang menggukan ritual Agnihotra. Manfaat ritual Agnihotra dewasa ini semakin digali dan diteliti oleh para ilmuwan dan telah diketahui bahwa ritual Agnihotra memiliki efek positif yang amat besar terhadap terwujudnya harmonisasi sistem planet di jaga raya ini. Melalui riset dengan menggunakan prinsip dan analisis ilmu-ilmu sains dapat dipahami tentang apa sesunguhnya yang terjadi ketika upacara Agnihotra dilaksanakan, sehingga ritual Agnihotra itu mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia di dunia? Semua hal yang terjadi itu dapat dijelaskan dengan teori ilmu Mekanika Gelombang atau Fisika Quantum. pelaksanaan ritual Agnihotra tersebut telah terjadi suatu reaksi gelombang dalam tingkat partikel sub atomik atau reaksi gelombang pada tingkat partikel elektron atom. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; ketika damaru kendang, genta lonceng pandita manggala upacara, kirtan lagu pujian, japam pengulangan nama-nama deva atau Tuhan diuncarkan dalam pelaksanaan ritual Agnihotra, juga meditasi atau pemusatan pikiran dilaksanakn, maka terjadi proses superposisisuper-posisi gelombang, yakni; damaru dan genta melakukan super-posisi terhadap gelombang bettha () yang besarnya 14-30 Hz, kirtan melakukan superposisi terhadap gelombang apha () yang besarnya 8-13 Hz, japam melakukan superposisi terhadap gelombang tetha () yang besarnya 4-7 Hz, dan meditasi atau samadhi melakukan super-posisi terhadap gelombang delta () yang besarnya 0,5 3 Hz. Terbukti bahwa dengan tahapan-tahapan proses Agnihotra secara benar, akan dapat membuat manusia terkon-disikan agar memiliki pancaran gelombang otak yang selaras dengan gelombang kosmik. Ketika vibrasi otak manusia setara dengan gelombang kosmik, maka manusia menjadi bagian dari
kosmik dan sekaligus sebagai pengatur atau penguasa kosmik itu sendiri. Dengan kata lain bahwa manusia yang memiliki vibrasi gelombang pikirannya setara dengan gelombang kosmik, maka manusia seperti itu telah berubah statusnya menajdi Deva atau Tuhan itu sendiri. Manusia seperti itu akan dapat memerintahkan alam sesuai dengan keinginannya. Dari salah satu aspek ritual Agnihotra itu dapat diketahui bahwa

demikian besar fungsi Agnihotra tersebut. yakni dapat mengaharmonisasikan antara dunia microcosmos dan dunia macrocosmos. Sumber pada situs internet menguraikan bahwa dewasa ini Agni Hotra telah menjadi sistem pengobatan universal, dan sistem kerjanya dimulai dari perbaikan terhadap sistem kosmos. Pengetahuan Hindu yang sejak awal mendeskripsikan bahwa antara makrokosmos (alam semesta) memiliki kaitan yang demikian besar terhadap mikrokosmos (tubuh manusia) semakin nyata kebenarannya melalui hasil-hasil riset para ilmuwan di seluruh dunia. Agnihotra adalah ritual Hindu yang mengandung bobot sains-teknologis- dan spiritual yang telah digunakan oleh dunia. Petikan internet http://www.indiansonnet.com/agnihotra.htm di bawah ini menunjukkan kebenaran uraian ini :
The entire universe pulsates with a coordinated rhythm. This rhythm synchronizes the orbits of the univers. The earth, nature and human body responds to this natural rhythm called the Circadian Rhythm. We human beings align and realign to this rhythm precisely at the sunset/sunrise transition point. This accord with the rhythm brings peace and wellbeing.

Seluruh alam semesta bergetar dengan sebuah ritme yang teratur. Riteme ini mengsinkronkan orbit seluruh sistem planet di alam semesta. Bumi, alam, dan tubuh manusia merespon ritme alam yang disebut dengan Circadian Rythm (Ritme Circadian) ini. Kita umat manusia meratakan dan merasakan lagi ritme ini persis pada saat titik perpindahan matahari terbit dan matahari tenggelam. Ini sesuai dengan ritme yang meberikan kedamaian dan kesejahteraan 16

A discord naturally produces stress, anxiety and an infinite cycle of strife & sufferings.

Sebuah pertentangan secara alami akan menghasilkan stres, kegelisahan, dan siklus perjuangan dan penderitaan yang tiada akhir.
Agnihotra is the only effective tool that we have, to produce this harmony between the mind, body, and the universe.

Agnihotra adalah satu-satunya cara efektif yang kita miliki untuk menghasilkan harmoni antara pikiran, tubuh, dan alam semesta.
Agnihotra is a material aid to a happy life.

Agnihotra adalah sebuah alat untuk mencapai kehidupan yang bahagia.


An intense energy is projected from the Agnihotra pot. This energy envelops the solar system, the stratosphere and beyond.

Sebuah energi yang kuat dihasilkan dari belanga (kunda) Agnihotra. Energi ini menyelimuti sistem tata surya, stratosfir, dan segalanya.
Harmful radiation & pollutants are neutralized and transformed into nourishment on a subtle level

Radiasi dan polusi yang berbahaya dinetralkan dan diubah menjadi zat yang bermanfaat pada level yang halus. Sumber internet lain http://www.webhealtplus.com/helthline/Nature&Health/agnihotra.asp, http://ayurved-online.com/archive/homa.html, http://www.ayurvedahc.com/Library/Homa.htm, menguraikan bahwa;

Agnihotra is a simple healing fire from the ancient science of Ayurveda, is the antidote for all the problems we have created for ourselves and for the whole of Nature. Agnihotra is a proces of purifying the atmosphere through a specially prepared fire. It is the smallest Yajnya or Homa (Sanskrit terms for healing fires) and forms the basis of Homa Therapy. The process involves preparing a small fire with dried cow-dung in a copper pyramid of fixed size and putting some grains of rice and ghee (clarified unsalted butter) into the fire exactly at sunrise and sunset accompanied by the chant of two simple Mantras. Agnihotra adalah api penyembuhan sedrehana dari ilmu sains Ayurveda kuno, yang merupakan penangkal dari semua masalah yang telah kita ciptakan untuk diri kita sendiri dan alam. Agnihotra adalah sebuah proses memurnikan atmosfir melalui api yang dipersiapkan khusus. Itu merupakan yajna atau homa (istilah Sanskrit untuk api penyembuh) terkecil dan membentuk dasar dari Terapi Homa. Prosesnya terdiri mempersiapkan sebuah api dengan kotoran sapi kering dalam sebuah piramida tembaga dengan ukuran yang ditentukan dan memasukkan beberapa biji beras dan ghee (mentega tanpa garam yang dijernihkan) ke dalam api tepat pada saat matahari terbit dan matahari terbenam yang disertai dengan mengumandangkan dua mantra sederhana. 17

Who can practise Agnihotra? Siapa saja yang dapat melakasanakan Agnihotra.
Anyone in any walk of life can practise Agnihotra and heal the atmosphere in their own home. Thousands of people all over the world have experienced that Agnihotra reduced stress, leads to greater clarity of thought, improves overall health, gives one increased energy, and makes the mind more full of love Siapapun busa melaksanakannya dan menjernihkan atmosfir dalam rumah mereka sendiri.

Ribuan orang dari seluruh dunia telah merasakan bahwa Agnihotra mengurangi tingkat stres, menuntun pada kejernihan pikiran yang lebih baik, memingkatkan kesehatan secara menyeluruh, meningkatkan energi, dan menjadikan pikiran penuh dengan kasih I. Agnihotra Ash Medicines The ancient science of medicine given in Vedas (Ayurveda) states that Agnihotra atmosphere and Agnihotra ash are medicinal. One German pharmacist, Monika Koch, has conducted research on medicines based on Agnihotra ash. People from all over the world have used these medicines successfully to treat a wide range of ailments. Following are guidelines for preparation of these medicines and their applications. Ilmu pengetahuan kuno yang terdapat dalam Veda (Ayurveda) menyatakan bahwa atmosfir Agnihotra dan abu Agnihotra bersifat pengobatan. Salah seorang ahli obat-obatan Jerman, Monika Koch, melakukan suatu penelitian mengenai obat-obatan yang berdasarkan pada abu Agnihotra. Orang-orng dari seluruh dunia telah menggunakan obat ini dengan sukses untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Berikut ini adalah tuntunan untuk mempersiapkan obat-obatan ini dan cara penggunaannya. To prepare Agnihotra medicines, first perform Agnihotra regularly using the disciplines mentioned in the book "Light Towards Divne Path," by Vasant V. Paranjpe. This is done to ensure the unique potency which lies within the ashes of the Agnihotra fire. This ash is the basic substance neessary for preparation of all Agnihotra medicines. Untuk mempersiapkan obat Agnihotra pertama-tama lakukan Agnihotra secara rutin mempergunakan tuntunan yang terdapat dalam uku Light Toward Divine Path karya Vasant V. Paranjpe. Ini dilakukan untuk memastikan potensi unik yang terletak dalam abu api Agnihotra abu inimerupakan bahan dasar yang diperlukan dalam semua pembuatan obat Agnihotra. The ashes of Agnihotra fire have the pharmaceutical name "Agnihotra Usta" (Latin: usta - burnt). To use Agnihotra Usta pharmaceutically, powder the ash and then sift it through a fine mesh. The result is Agnihotra powder. Abu api Agnihotra memiliki nama farmasi Agnihotra Usta (Latin :usta-terbakar). Untuk mendapatkan Agnihotra usta, tumbuk abu Agnihotra mempergunakan saringan yang rapat hasilnya adalah bubuk Agnihotra. 18

These medicines are not sold. You should consult a medical professional regarding their use, although in various countries people use them as part of folk medicine. Obat ini tidaklah dijual. Anda harus berkonsultasi dengan ahli kesehatan mengenai penggunaan mereka, meskipun pada berbagai negara orang-orang mempergunakannya sebagai bagian dari pengobatan tradisional. Agnihotra Powder Use externally for the skin or internally together with water or honey (2-3 times a day, half a teaspoonful at a time). BUBUK AGNIHOTRA Gunakan di luar untuk kulit atau diminum dengan dicampurkan dengan air atau madu (2-3 kali sehari, setengah sendok teh setiap kali minum). Agnihotra Capsules Fill capsules with Agnihotra powder. This is more convenient for travel. Take 2-3 capsules each day. KAPSUL AGNIHOTRA Isi kapsul denga bubuk Agnihotra. Ini lebih praktis saat bepergian. Minum 23 kapsul setiap hari. Agnihotra Ointment Combine ghee (clarified butter) with Agnihotra ashes. Chee has special transport qualities to take the medicine to the exact location of the disease. Mix one part Agnihotra powder with nine parts per weight ghee in a suitable pot for preparing ointment. Use externally for burns, dry skin diseases, etc. and internally for heart patients. SALEP AGNIHOTRA Campur ghee (mentega yang dijernihkan) dengan abu Agnihotra. Ghee memiliki kualitas khusus, untuk mengirimkan obatnya tepat pada lokasi penyakit. Campurkan satu bagian bubuk Agnihotra dengan sembilan bagian per gram ghee dalam sebuah belamga. Gunakan pada bagian luar untuk menyembuhkan luka baker, penyakit kulit kering, dll, dan minum untuk penyakit jantung. Agnihotra Cream Combine one part ghee with three parts pure spring or well water by volume and knead together by palm in a vessel of pure copper. Pour out excess water not absorbed by the ghee and add three parts new water again to the ghee. Repeat the same process 15 times. Then, combine one part Agnihotra powder to nine parts of water-ghee mixture in a pot suitable for making ointments to produce Agnihotra Crea. It may be applied internally or externally. KRIM AGNIHOTRA 19

Campur satu bagian ghee dengan tiga bagian air murni dan campurkan dengan tangan dalam sebuah bejana tembaga murni. Buang kelebihan cairan yang tidak diserap oleh ghee dan tambahkan tiga bagian air baru lagi. Lakukan proses yang sama sebanyak 15 kali. Kemudian campurkan satu bagian bubuk Agnihotra dengan sembilan bagian campuran ghee dan air dalam sebuah bejana. Itu bias dipergunakan diluar ataupun diminum. Agnihotra Eye Drops Mix one part Agnihotra powder with ten parts highly distilled water in a pot and heat the mixture. Keep the heated mixture for half an hour in boiling water, stirring occasionally. Afterwards pass the mixture through filter paper. The patient may put one drop into each corner of the eye and one drop is rubbed into the skin beneath the eye. TETES MATA AGNIHOTRA Campurkan satu bagian bubuk Agnihotra dengan sepuluh bagian air yang udah disuling dalam sebuah bejana dan panaskan campuran tadi. Masak selama setengah jam, aduk sesekali. Setelah itu saring adonan mempergunakan kertas penyaring. Para pasien bias meneteskan satu tetes pada masing-masing sudut mata dan satu tetes digosokkan pada kulit di bawah mata. Agnihotra Suppositories Combine seventeen parts Agnihotra powder with ninety-five parts ghee. Heat the mixture until well blended and pour into molds. Solidify in the refrigerator. SUPPOSITORY AGNIHOTRA Campur tujuh belas bagian bubuk Agnihotra dengan sembilan puluh lima bagian ghee. Panaskan campuran sampai tercampur dengan baik dan tuang dalam cetakan. Bekukan dalam lemari es. Agnihotra Inhalation Mix one teaspoonful Agnihotra Usta is a cup of coiling water. The patient is to keep his head straight above the pot with the hot mixture and inhale vapor deeply. to concentrate the steam, the patient should put a thick towel over the head so that the towel completely covers the pot. OBAT HIRUP AGNIHOTRA Campur satu sendok makan Agnihotra Usta dengan satu cangkir air mendidih. Sang pasien harus menghirup uapnya dengan dalam. Untuk mengkonsentrasikan uapnya, pasien harus meletakkan selembar handuk tebal sehingga handuk benar-benar menutupi belanganya.

Psychotherapy
Agnihotra creates a powerful healing atmosphere which is conducive to removal of stress and tension from the mind. PSIKOTERAPI

20

Agnihotra menciptakan atmosfir yang berdaya penyembuhan yang kuat yang efektif untuk menghilangkan stress dan tekanan pikiran. Pikiran kita sangat mudah terpengaruh oleh gelombang negatif yang meliputi seluruh atmosfir sekarang. Our minds are also susceptible to negative thought patterns which pervade the whole atmosphere now. Agnihotra creates a magnetic-like field which neutralises these negative patterns and reinforces positive ones. Pikiran kita sangat rentan terhadap pola pemikiran negatif yang melingkupi seluruh atmosfir sekarang ini. Agnihotra menciptakan sebuah wilayah magnetis yang menetralkan pola-pola negatif ini dan memasukkan pola positif. Agnihotra injects into the atmospher subtle particles which, for want of a better description, we can call particles of Love. Anger and greed become reduced and emotional cycles are ironed out. Agnihotra and Homa Therapy can be used in conjunction with any drug/alcohol de-addiction program to increase motivation to break the addiction. Agnihotra menerbangkan ke dalam atmosfir partikel halus yang bisa kita sebut sebagai partikel kasih. Amarah dan ketamakan dikurangi dan siklus emosional dihilangkan. Agnihotra dan terapi Homa bisa dipergunakan bersama-sama dengan program membebaskan ketergantungan dari obatobatan dan alkohol manapun untuk meningkatkan motivasi untuk melepaskan diri dari ketergantungan.

Agricultures
Agnihotra and Homa Therapy may be added to any organic farming practices to large quantities of food in a small areas without the need for chemical fertilisers, insecticides, pesticides, herbicides. In Yajnya atmosphere plant structure and physiology are strengthened, improving growth and reproduction cycles by allowing easier movement of water and nutrients to all parts of the plant. Fruit trees will yield fruit double the usual size with twice the meat. Soil holds moisture better. Round-the-clock Homa is an effective aid to insect control..

Pertanian
Agnihotra dan terapi Homa bisa ditambahkan ke dalam praktek pertanian organik manapun sampai pada jumlah makanan yang banyak dalam wilayah kecil tanpa memerlukan penggunaan pupuk kimia, insektisida, pestisida, herbisida apapun. Dalam amosfir yadnya, struktur dan psikologi tanaman diperkuat, meningkatkan pertumbuhan dan siklus reproduksi dengan mempermudah pergerakan air dan zat gizi menuju semua bagian tanaman. Pohon buah akan menghasilkan buah dua kali lipat dari biasanya. Tanah akan menyimpan air dengan lebih baik. Homa yang dilakukan terus-menerus merupakan cara yang sangat efektif untuk mengendalikan hama.

Environment
Yajnya replenishes the nutrients that pollution robs from our environment. Agnihotra neutralises pathogenic and parasitic bacteria. Agnihotra gathers particles of harmful radiation in the atmosphere and, on a very subtle level, neutralises their radioactive effect. Yajnya leads to better absorption of sun's rays by the water resources on the planet. Agnihotra purifies contaminated water resources. Yajnya neutralises radioactivity and noxious gases released from the bowels of the earth. Agnihotra purifies the air we breathe by removal of toxins from the atmosphere. Yajnya seed the clouds providing nutritional rain. Yajnyas can patch up the ozone filter damage by pollution. 21

Lingkungan
Yajnya mengisikan kembali zat-zat gizi yang dirampok dari lingkungan kita. Agnihotra menetralkan bakteri pathogenik dan parasitik. Agnihotra mengumpulkan partikel-partikel radiasi berbahaya dalam atmosfir, dan pada level yang sangat halus, menetralkan efek radioaktif. Yajnya menjadikan sumber-sumber air pada planet ini menyerap sinar matahari dengan lebih baik. Agnihotra memurnikan sumber-sumber air yang terkontaminasi. Yajna menetralkan unsur-unsur zarah radioaktivitas dan gas-gas berbahaya yang dikeluarkan dari perut bumi. Agnihotra memurnikan udara yang kita hirup dengan menghilangkan racun-racun dari atmosfir. Yajna menciptakan awan-awan yang menyediakan hujan yang bermanfaat. Yajnya bisa menambal kembali lapisan ozon yang dirusak oleh polusi.

Medicine
Science of Ayurveda describes use of Agnihotra atmosphere and Agnihotra ash for prevention cure of disease in humans, animals and plants. Seceral preparations can be made from powdered Agnihotra ash. These have been used all over the world to treat a wide variety of ailments. Ilmu pengetahuan tentang Ayurveda menguraikan penggunaan atmosfir Agnihotra dan abu Agnihotra untuk penanggulangan dan pengobatan penyakit-penyakit dalam diri manusia, hewan dan tumbuhan. Persiapan pembuatan obat bisa dibuat dari abu Agnihotra yang sudah dilumatkan. Ini sudah dipergunakan di seluruh dunia untuk menangani berbagai macam penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Asli, Luh, 2008, Tesis Upacara Agnihotra Pada Yayasan Bali Homayajna (Analisis Bentuk, Fungsi, dan Makna), Denpasar : IHDN Denpasar Donder, I Ketut, 2006. Brahmavidya:Teologi Kasih Semesta, Surabaya : Paramita Durkheim, Emile, 2003. Sejarah Agama, Yogyakarta: IRCSoD. Pudja, I Gede & Sudharta, Tjok. Rai, 2002. Manawa Dharmacastra, Jakarta : CV. FelitaNursatama Lestari

22

You might also like