You are on page 1of 4

Naskah Drama - JakaTarub

Pemain: Narrator: Aldo Rifki Putra Jaka Tarub Marchellina Yolanda Santhika Istri Jaka Tarub (Nawang Wulan) Willy Andika Anak Jaka Tarub & Narrator Rosniati Ibu Jaka Tarub & Ibu Nawang Wulan

Suatu hari di desa terpencil, hiduplah seorang Ibu dan Anak. Anak itu bernama Jaka Tarub. Ia telah ditinggal bapaknya sejak ia kecil. Ia suka menolong dan membantu orang tuannya. Ia adalah anak yang baik. Jaka tarub sudah beranjak dewasa. Ibunya pun semakin memutih rambutnya karena umurnya semakin tua. Suatu hari mereka bertani di sawah. Ibu Jaka Tarub: (Batuk-batuk keras) Jaka Tarub: Ibu kenapa? Ibu Jaka Tarub: Oh. Ibu tidak apa-apa. Ibu hanya batuk biasa. Jaka Tarub: Biarkan saya yang menyelesaikan perkerjaan ibu hari ini. Ibu Jaka Tarub: Terima kasih ya nak. Ibu beruntung memiliki anak sepertimu. Narrator: Hari sudah semakin petang. Mereka pun bergegas pulang ke rumah. Ibu Jaka Tarub: Nak, ada yang ibu ingin katakan padamu. Jaka Tarub: Iya, ada apa bu? Ibu Jaka Tarub: Ibu kira sudah waktunya kamu mencari pendamping hidup. Ibu ingin menimang cucu sebelum ibu pergi. Jaka Tarub: Jangan ngomong seperti itu ibu. Tapi kan, saya harus menuntaskan perkerjaan ibu dan mencari uang untuk hidup kita bu. Ibu Jaka Tarub: Ibu merasa, ibu sudah semakin lelah. Jaka Tarub: Apa? Jangan berbicara seperti itu bu.

Narrator:

Jaka Tarub bingung dengan ibunya yang berbicara seperti itu. Ada sesuatu yang aneh pada ibunya yang berubah su. Di subuh hari ibu terlihat pulih kembali. Tidak seperti biasanya, ibu menyiapkan secangkir kopi dan roti untuk Jaka Tarub. Jaka Tarub: Tumben ibu menyiapkan semuanya. Biasanya saya duluan. Ibu Jaka Tarub: Sudah tidak apa-apa. Ibu ingin kamu tidak terlalu kelelahan saat kerja. Ibu hari ini tidak bertani. Jaka Tarub: Ya sudah. Ibu istirahat saja dirumah. Saya pergi dulu ya bu! Ibu Jaka Tarub: Iya Jaka. Hati-hati ya nak! Narrator: Jaka menuju sawahnya untuk bertani. Walaupun hanya sendiri berkerja, ia tetap semangat demi ibunya yang sedang lemah dirumah. Hari sudah petang. Saatnya Jaka Tarub pulang kerumah membawa hasil panennya. Jaka Tarub: Aku Pulang... Ibu kemana ya? Kok rumah berantakan?

(Menuju kamar) Jaka Tarub: IBUUUU!!! (Bergegas menuju ibu) Ibu Jaka Tarub: Maafkan semua kesalahan ibu nak. Ibu harus pergi. Ini permintaan terakhirku. Carilah pendamping hidupmu. Jaka Tarub: Jangan tinggalkan aku ibuu!! Narrator: Jaka Tarub menyesali perbuatanya yang telah membiarkan ibunya yang lemah di rumah. Ia menyendiri dan murung. Hari berganti hari. Jaka Tarub tetap ingat dengan permintaan terakhir ibunya. Ia tetap tidak menemukan sang kekasihnya. Sementara, hasil panennya semakin sedikit dan ia terpuruk hidup sendiri. Suatu hari Jaka Tarub pergi ke hutan untuk menghilangkan beban pikirannya. Tanpa disengaja, ia melihat 7 wanita cantik yang sedang mandi di sungai dengan busana minim. Jaka Tarub: Wah wah wah! Ada 7 wanita cantik euy. Mungkin salah satu dari mereka adalah jodoh aku. Aku ambil selendangnya aah! Ia menunggu dan tetap menunggu. Ia berharap dengan pencuriannya dapat menemukan pendamping hidupnya. (Terumpet Kerajaan Berbunyi) Ibu Nawang Wulan: Cepat nak, saatnya kita menuju istana. Raja memanggil kita untuk kembali. Nawang Wulan: Tapi bu, selendang merahku hilang. Aku tidak bisa masuk istana tanpa itu. Ibu Nawang Wulan: Ya sudah. Ibu akan membantu mencari selendang merahmu. (Terumpet Kerajaan Berbunyi) Ibu Nawang Wulan: Maafkan ibu nak. Ibu harus pergi ke istana. Engkau pasti menemukan selendang merahmu. Narrator: Keenam wanita cantik tersebut meninggalkan Nawang Wulan. Selendang merah Nawang Wulan masih belum ditemukan olehnya. Ia kesepian dan menangis di hutan tersebut. Mendengar tangisan seorang wanita cantik, Jaka Tarub bergegas menuju ke wanita cantik tersebut. Jaka Tarub: Hei, mengapa engkau menangis? Nawang Wulan: Selendang merahku hilang. Aku tidak bisa kembali menuju istana tanpa itu. Jaka Tarub: Sudahlah. Mungkin dicuri orang jahat. Engkau bisa tinggal dirumahku. Nawang Wulan: Benarkah? Jaka Tarub: Iya. Ini, pakailah ini. Siapa namamu? Nawang Wulan: Terima kasih. Namaku Nawang Wulan. Kamu? Jaka Tarub: Jaka Tarub. Ayo ikut saya menuju rumahku. Nawang Wulan: Benarkah? Terima Kasih Jaka. Aku tidak tau harus memberikan apa untuk membalas kebaikanmu. Jaka Tarub: Sudahlah, ayo! Narrator: Karena kebaikan Jaka Tarub, Nawang Wulan tinggal dirumah Jaka Tarub. Hari demi hari mereka semakin menyatu & mengenal satu sama lain. hingga akhinya mereka menikah. Mereka di karuniai seorang anak laki-laki. Ia bernama Jaka Tengil.

Tanpa diketahui Jaka Tarub, Nawang Wulan selalu menggunakan kesaktian dari kerajaannya untuk menghidangkan makanan-makanan lezat. Suatu hari di saat Jaka Tarub bergegas untuk bertani, Nawang Wulan berpesan kepada suaminnya. Nawang Wulan: Suamiku, kamu jangan membuka bakul yang kututup yah. Jaka Tarub: Kenapa istriku? Nawang Wulan: Sudah turuti saja ya. Ini untuk kebaikan keluarga kita. Jaka Tarub: Iya. Aku pergi dulu ya. Narrator: Nawang Wulan bermain di kamar. Anak itu masih balita. Ia bandel yang suka menendang ibunya ketika digendong ibunya. Ibunya terlelap tidur dengan anaknya. Sementara, Jaka Tarub datang kerumah. Karena penasaran dengan pesan istrinya, Jaka Tarub membuka bakul yang tertutup rapat. Ternyata, sebutir beras. Karena sudah dibuka, sihir istrinya tersebut hilang. Seharusnya, bakul tersebut sudah terisi penuh dengan nasi hangat. Nawang Wulan pun terbangun. Nawang Wulan: Mengapa engkau buka bakul itu!!? Jaka Tarub: Ha? Maaf aku lupa pesanmu. Kok isinya hanya sebutir beras? Ada apa? Nawang Wulan: Itu rahasia hidupku. Aduuh, harusnya kamu tidak membuka bakul itu!!! Jaka Tarub: Maaf ya istriku. Narrator: Karena kejadian tersebut kesaktian Nawang Wulan hilang. Nawang Wulan menjadi seperti wanita biasa. Hari demi hari Nawang Wulan semakin lemah tanpa kesaktiannya karena ia mengurus rumah tangganya tanpa bantuan sihir. Hingga suatu hari, ia sakit dan terbaring lemas di kasur. Sementara bayi mereka terus menangis. Anak Jaka: (Menangis) Ibuu!!!! Jaka Tarub: (Menuju Anaknya) Tengil, maaf ya. Ibu sedang sakit. Nawang Wulan: (Memanggil Jaka) Suamiku, bisakah kau membawakan aku secangkir air putih hangat? Jaka Tarub: Sebentar ya. Anak kita sedang menangis. Narrator: Jaka Tarub menjadi sangat sibuk. Istrinya terus meminta tolong dan anaknya terus menangis sambil memanggil ibunya. Suatu saat, Jaka Tarub pergi ke pasar tradisional dan membeli susu untuk anaknya. Sementara, Nawang Wulan sudah dapat berjalan dan anaknya terus menangis memamggil ibunya. Anak Jaka: (Menangis) Ibuuu!!! Nawang Wulan: Iya nak. Ibu kesana. Narrator: Anak mereka pun dimanja dan ditimang. Nawang Wulan membuka lemari cokelat yang berada di kamar anaknya. Ia ingin mencari baju untuk anaknya. Istri Jaka: APAA??? DIA YANG MENCURI SELENDANG MERAHKU SELAMA INI?? LELAKI BRENGSEK!! Hari sudah senja. Jaka Tarub membawa sesuatu sambil tersenyum. Jaka Tarub: Aku pulang.

Nawang Wulan: (Menampar Jaka Tarub) APA MAKSUDMU MENCURI SELENDANG MERAHKU??? Jaka Tarub: Apa? Mungkin kau salah lihat. Nawang Wulan: LIHAT INI! LIHAT!!! (Menunjukkan selendang merahnya) Jaka Tarub: (Ketakutan) Aaaaa aku tidak tau mengapa selendang tersebut aada di sini. Nawang Wulan: KAU MASIH BERBOHONG JUGA? Jaka Tarub: Maafkan aku. Seharusnya aku tidak mencurinya darimu. Tapi hanya cara itu untuk bisa mengenalmu. Sehingga kita sekarang dapat menyatu. Nawang Wulan: Sudah! Cukup sampai disini kisah kita. Aku harus pergi!!! Jaka Tarub: Pergi??? Kemana??? Nawang Wulan: Ke kerajaanku. Disanalah tempat hidupku. Seandainya engkau tidak mencuri selendangku, mungkin kisah kita tidak seperti. Narrator: Semua telah terjadi dan Jaka Tarub menyesali perbuatanya. Ia telah berbohong dengan Nawang Wulan yang selama ini menyembunyikan selendang merahnya. Nawang Wulan sangat kecewa dengan Jaka Tarub. Bulan sabit memancarkan cahayanya. Sementara, Nawang Wulan pergi menghilang menggunakan sihirnya ke istana. Ia meninggalkan Jaka Tarub dan Anaknya. Pada saat itu, Jaka Tarub dan anaknya bersama bulan sabit di malam perpisahannya dengan Nawang Wulan. Jaka Tarub: Seandainya aku dapat mengulang waktu, mungkin kisahku denganmu tidak seperti ini. Tetapi aku kan selalu mengingatmu. Aku telah mengecewakan kamu, orang tua ku, dan diriku. Nawang Wulan: Maaf Jaka, inilah kenyataanya. Kita harus berpisah. Aku akan kembali hanya untuk menjenguk anak kita hingga besar. Sayangilah dia seperti engkau menyayangiku. Jaka Tarub: JANGAN PERGI DARIKU!!! Narrator: Berakhirlah kisah mereka. Antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan. Jaka Tarub terpuruk dalam penyesalan dengan apa yang ia perbuat. Ia menangis pada malam itu dan Nawang Wulan menghilang dengan ilmu sihirnya. Setiap 1 minggu sekali ia hanya melihat Nawang Wulan sedang bermain dengan anaknya dekat batu besar di halamannya hingga besar. Janganlah menyesal apa yang telah perbuat saat ini di suatu hari nanti.

You might also like