You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting. "Teori Belajar" adalah hipotesis rumit yang menggambarkan bagaimana sebenarnya prosedur ini terjadi. Teori belajar memiliki dua nilai utama menurut Hill (2002), Salah satunya adalah dalam menyediakan kita dengan kosa kata dan kerangka kerja konseptual untuk menafsirkan contoh pembelajaran yang kita amati. Yang lainnya adalah dalam mengusulkan dimana kita seharusnya mencari solusi untuk masalah praktis. Teori-teori tidak memberikan solusi, tetapi mengarahkan perhatian kita pada variabel yang penting dalam menemukan solusi. Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis dari teori-teori belajar ini, yaitu; (1)behaviorisme, (2) kognitivisme, dan (3) kontruktivisme. Secara garis besar, behaviorisme hanya berfokus pada aspek-aspek obyektif yang diamati pada proses pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan bagaimana otak bekerja dalam mempelajari sesuatu. Sedangkan teori konstruktivisme mengemukakan bahwa belajar sebagai proses saat peserta didik secara aktif membangun ide-ide baru dalam belajar.

1.2.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang di bahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah TEORI

BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN ?

1.3.

Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan

tentang TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN.

1.4.

Manfaat
Manfaat yang ingin didapatkan dalam penulisan makalah ini adalah : Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN. Sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah BELAJAR DAN PEMBELAJARAN.

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Teori Teori Belajar 2.1.1. Teori Behavioristik Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme merupakan salah satu bidang kajian psikologi eksperimental yang kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan. Meskipun dikemudian hari muncul berbagai aliran baru sebagai reaksi terhadap behaviorisme, namun harus diakui bahwa teori ini telah mendominasi argumentasi tentang fenomena belajar manusia hingga penghujung abad 20. Menurut teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dimana perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang datang dari luar diri subyek. Secara teoritik, belajar dalam konteks behaviorisme melibatkan empat unsur pokok yaitu: drive, stimulus, response dan reinforcement. Apa yang dimaksudkan dengan drive yaitu suatu mekanisme psikologis yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya melalui aktivitas belajar. Stimulus yaitu ransangan dari luar diri subyek yang dapat menyebabkan terjadinya respons. Response adalah tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau stimulus yang diberikan. Dalam perspektif behaviorisme, respons biasanya muncul dalam bentuk perilaku yang kelihatan. Reinforcement adalah penguatan yang diberikan kepada subyek belajar agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons secara berkelanjutan Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukumhukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Ciri-Ciri Teori Behavioristik

Mementingkan faktor lingkungan Menekankan pada faktor bagian Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif Sifatnya mekanis Mementingkan masa lalu

Teori behaviouristik ini memiliki beberapa cabang teori yang menekankan tpembelajaran pada titik yang berbeda-beda yaitu;

Classical Conditioning oleh Ivan Pavlovyang menyimpulkan bahwa sesuatu yang di pelajari dapat di kembalikan kepada stimulus respon. Mendidik pada dasarnya adalah memberikan stimulus yang memberi respon sesuai yang kita inginkan. Hal ini di lakukan berulang ulang agar hubungan stimulus dan respon semakin kuat.

Teori Behaviorisme Watson, beliau mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Penganut aliran ini lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Pendapat yang di kemukakan yaitu : o Teori stimulus dan respon.Apabila kita menganalisis tingkah laku yang kompleks, akan di temukan rangkaian unit stimulus dan respon yang disebut reflex. Stimulus merupakan situasi objektif dan respon merupakan reaksi subjektif individu terhadap stimulus. o Pengamatan dan kesan. Adanya kesan motoris di tujukan terhadap berbagai stimulus. o Perasaan, Tingkah laku dan Afektif.Di temukan tiga reaksi emosional yang di bawa sejak lahir, yaitu : takut, marah, dan cinta. Perasaan senag dan tidak senang merupakan reaksi senso motoris. o Teori berpikir.Berpikir harus merupakan tingkah laku senso motoris dan berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir. o Pengaruh Lingkungan tehadap perkembangan individu.Reaksi instinktif atau kodrati yang di bawa sejak lahir jumlahnya sedikit sekali, sedangkan kebiasaan kebiasaan yang terbentuk dalam perkembangan di sebabkan oleh latihan dan belajar.

Operant Conditioning .Teori ini di pelopori oleh Skinner, dalam teori ini di sebutkan bahwa ada dua macam respon, yaitu : o Respondent response.Respon ini di timbulkan oleh perangsang perangsang tertentu yang disebut electing stimuli yang sifatnya relative tetap dan terbatas serta hubungan antara stimulus dan respons sudah pasti sehingga kemungkinan untuk di modifikasi kecil, misalnya makanan yang menimbulkan air liur. o Operant response. Respon yang timbul dan berkembangnya di ikuti oleh perangsangperangsang tertentu, yamg biasa di sebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer. Perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme sehingga sifatnya mengikuti, misalnya saja seorang anak belajar, kemudian memperoleh hadiah sehingga ia akan lebih giat lagi

belajar, berarti responnya menjadi lebih kuat / intensif. Respon ini merupakan bagian yang tebesar dari pada tingkah laku manusia dan kemungkinannya untuk di modifikasi tak terbatas. Titik berat teori Skinner adalah pada respon kedua ini. Teori Systematic Behavior Clark Hull. Mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat di pengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Dia berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull, kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu di kaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun menghasilkan respon yang berbedabeda bentuknya.Teori ini tidak banyak dipakai dalam dunia praktis karena (1)dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti, (2)idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris, dan(3)partikularistic, usaha utk menggeneralisasi hasil eksperimen secara berlebihan, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen Teori Koneksionisme Thorndike.Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme Prosedur eksperimennya ialah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering melakukan bermacam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu lepas ke tempat makanan. Teori Edwin Gutrie, mengemukakan teori kontinguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respon tertentu. Selanjutnya Edwin Guthrie berpendapat bahwa hubungan antara stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu, di perlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit di tinggalkan. Hal ini dapat

terjadi karena merokok bukan hanya berhubungan dengan satu macam stimulus, tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi. Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang di berikan pada waktu yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.

2.1.2 Teori Kognitivisme Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana sebuah informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner menitikberatkan pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action. Sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), guru memiliki posisi yang menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne, 1974). Ausubel (1968) mengatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasikan sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian dari sistem pengetahuan siswa. Sejalan dengan itu, Kurikulum { KTSP } menegaskan bahwa kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Menentukan karena gurulah yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam upaya memperluas dan memperdalam materi ialah rancangan pembelajaran yangefektif, efisien, menarik dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi dapat dilakukan dicapai oleh setiap guru. Menurut Snelbecker (1983 : 465), CDT (Center for the Development of Teaching) merupakan model preskripsi pembelajaran yang paling lengkap yang memperhitungkan teori pembelajaran behavioristik, teori pembelajaran humanistik dan teori pembelajaran kognitif. CDT juga memerhatikan fungsi kegiatan mental yang berhubungan dengan proses belajar yang diadopsi dari pandangan neo-behaviorist, agar tercapai suatu proses belajar (internal condition) diperlukan situasi belajar (external condition) tertentu sesuai dengan unjuk kerja belajar. Asumsi ini kemudian digunakan oleh CDT dalam penetapan tujuan belajar. Konsep yang diajukan teori pembelajaran humanistik terhadap individu siswa juga diadaptasi oleh CDT untuk mempreskripsikan cara membelajarkan siswa. Menurut Rogers

(1983) dalam melaksanakan tugasnya di kelas, guru harus mampu memfasilitasi tumbuhnya kemamuan belajar siswa melalui motivasi. Begitu pula Maslow (1971), sebagai seorang tokoh psikologi humanistik, menentukan perlunya pemberian motivasi bagi tumbuhnya semangat belajar siswa. Pendapat dan prinsip-prinsip pemberian motivasi dari dua tokoh psikologi humanistik ini digunakan oleh CDT dalam merancang strategi penyajian Keungulan CDT secara teoretis juga dibuktikan lewat berbagai penelitian. Hasilhasil penelitian Merrill dan Tennyson (1982), Suhardjono (1990), dan Tugur (1991), semuanya menunjukkan bahwa CDT memiliki keunggulan dalam meningkatkan perolehan belajar pada performansi mengingat, menggunakan, dan mengembangkan, baik untuk tipe isi pelajaran yang berupa fakta, konsep, prosedur, maupun prinsip.

Asumsi Umum Tentang Teori Belajar Kognitif Asumsi Pembelajaran sekarang berasal dari proses Pembelajaran sebelumnya Penjelasan Siswa memiliki latar belakang dan motivasi yang berbeda sehingga mereka mengkonstruksi satu hal yang sama secara berbeda. Ini merupakan proses aktif yang mengacu pada pengetahuan siswa Pemaknaan dikonstruksi dari pengalaman yang merupakan refleksi hubungan antara proses pembelajaran sebelumnya dengan yang baru. Penekananya pada kebermaknaan yang tujuanya membantu siswa belajar bagaimana cara belajar.

Pembelajaran melibatkan proses informasi Pemaknaan hubungan Kegiatan belajar mengajar menekankan pada hubungan dan strategi

2.1.3. Teori Konstruktivisme Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Ciri-ciri teori Konstruktivisme :

A. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri. B. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar. C. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah D. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar. E. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-caramengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ideide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya. 2.2. IMPLIKASI TERHADAP PEMBELAJARAN. Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pertama aliran tingkah laku (Behavioristik), belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang kongkret atau yang non kongkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Tokoh dalam aliran ini adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Aplikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Kedua aliran kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku, menekankan pada gagasan bahwa pada bagian-bagian suatu situasi berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Tokoh aliran ini Piaget, David Ausebel, Brunner. Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda kongkret, keaktifan siswa amat dipentingkan, guru menyususun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

Ketiga aliran humanistik, belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Dalam praktiknya menggunakan teori belajar Ausebel, teori Bloom, Kolb, dll. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Keempat teori belajar menurut aliran kontemporer, Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori Sibernetik (Budiningsih, 2005:80-81), belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson. Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

BAB III PENUTUP


3.1 PENUTUP Teori-teori belajar ini merupakan pengetahuan dasar yang wajib dikuasai oleh para pendidik maupun calon pendidik agar nantinya dapat memberikan pembelajaran yang effektif dan effesien kepada setiap peserta didiknya. Dengan menguasai teori-teori belajar, maka para pendidik dan calon pendidik dapat melakukan penelitian untuk mengetahui ataupun menemukan teori-teori mengajar yang dapat menghasilkan result yang maksimum. Setiap teori yang ada memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka dari itu, kita sebagai calon pendidik diharapkan dapat memilah-milah teori-teori belajar tersebut dan mengambil essence terbaik untuk situasi berbeda agar dapat mencapai hasil yang optimal.

10

DAFTAR PUSTAKA
http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/09/teori-belajar-dan-implikasinyadalam-pembelajaran/

http://www.sariyanta.com/kuliah/teori-teori-belajar/

http://re-searchengines.com/rustanti30708.html

11

You might also like