You are on page 1of 16

TUNA RUNGU WICARA

I.

PENDAHULUAN Kenyataan dalam kehidupan di masyarakat membuktikan

bahwa anak-anak yang berkelainan tidak selalu mempunyai perumusan kategorikategori yang tepat. Mereka dengan gangguan pendengaran, pengelihatan, mental, dan sosial prilaku yang dialami menyebabkan masing-masing memiliki perbedaanperbedaan individual yang memerlukan layanan kebutuhan khusus yang spesifik pula. Layanan tersebut menjadi sangat esensial terutama bagi anak-anak yang memiliki jenis kelainan kategori berat (yang memiliki lebih dari satu jenis kelainan). Anakanak semacam ini atau disebut tuna ganda lebih heterogen dibandingkan dengan anak-anak yang hanya mengalami satu jenis kelainan dalam hal layanan kebutuhan khusus yang dibutuhkan, termasuk pendidikannya.1 Manusia memiliki tiga sifat penting sifat atau tritunggal yaitu mampu mendengar, mampu berfikir sebagai manusia, dan mampu bercakap-cakap. Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Fungsi pendengaran tergolong yang paling tua dan mempengaruhi fungsi berfikir, sedangkan fungsi berfikir itu sendiri melatih dan mempergunakan fungsi berbicara sebagai alat untuk menyatakan kepada dunia luar apa yang tersembunyi dalam alam pikirannya.2 Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan atau parsial saja dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk berbicara dan memahami bahasa. Bagi anak-anak, pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial. Anak belajar untuk berkomunikasi dengan meniru suara yang mereka dengar. Jika mereka memiliki gangguan pendengaran yang tidak diketahui sebelumnya dan tidak ditangani, informasi untuk perkembangan bahasa dari lingkungan mereka akan

terbuang sia-sia. Hal ini akan mengakibatkan lambatnya perkembangan kemampuan verbal serta menimbulkan masalah soaial dan akademik. 3,4 Penanganan yang paling efektif untuk mengatasi masalah pendengaran dan bahasa diperoleh melalui intervensi dini. Bayi dengan gangguan pendengaran yang tak terdeteksi hingga umur 6 bulan akan mengalami perlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Intervensi sebelum umur tersebut akan dapat membantu anak yang terganggu pendengarannya untuk dapat berkembang dengan normal dalam hal bahasa. Diagnosis dini dan pemberian program pendidikan khusus lebih awal dapat membantu memaksimalkan pendenran anak.3,4 Tuna rungu wicara biasanya terjadi yang diawali dengan tuna rungu (gangguan pendengaran) pada awal anak tersebut lahir, baik dapatan ataupun kongenital. Selanjutnya tuna rungu ini, anak dengan tuna rungu ini disertai dengan gangguan keterbelakangan mental, gangguan emosional, gangguan bahasa atau bicara (tuna wicara). Gangguan pendengaran dibedakan antara tuli sebagian (hearing impaired) dan tuli total (deaf). Tuli sebagian (hearing impaired) adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu dengar, sedangkan tuli total (deaf) adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi (amplikasi).5 Data Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian mengungkapkan di negara maju, angka tuli kongenital atau tuli yang dibawa sejak lahir berkisar antara 0,1 - 0,3 % kelahiran hidup. Sedangkan di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan di tujuh Provinsi pada tahun 1994 - 1996 tercatat sebesar 0,1 %. Tuli kongenital di Indonesia diperkirakan sebanyak 214.100 orang dari jumlah penduduk sebesar 214.100.000 juta (Profil Kesehatan 2005). Jumlah ini akan bertambah setiap tahun dengan adanya pertambahan penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22 persen. Di lain pihak, Badan

Kesehatan Dunia WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 38.000 anak tuli lahir di Asia Tenggara. 6
II.

DEFINISI Menurut sejarah, istilah bisu-tuli digunakan untuk mengidentifikasi seseorang

yang tuli dan tidak dapat berbicara. Dulu, istilah bisu-tuli diterima secara social untuk menggambarkan orang-orang yang menggunakan bahasa isyarat. Namun saat ini istilah bisu-tuli lebih bermakna konotasi. Istilah bisu-tuli pertama kali di disebutkan dalam Kode Hammurabi, sebuah undang-undang hokum timur pada tahun 1700 SM. Selanjutnya, istilah bisu tuli digunakan untuk merujuk pada orang-orang tuli yang tidak dapat berbicara.7 Di Indonesia, bisu-tuli diperhalus dengan Tuna Rungu Wicara Menurut Aristoteles, orang yang bisu dan tuli adalah orang yang tidak dapat mendengar juga tidak dapat mengajar, belajat dan berfikir sebagaimana seseorang yang normal. Menurutnya, jika seseorang tidak dapat berbicara maka orang tersebut juga tidak mampu membangun kemampuan kognitifnya. Beberapa tahun selanjutnya terjadi perubahan bahwa seseorang yang menderita ketulian tidak berarti dia tidak mampu berkomunikasi sama sekali. Mereka menggunakan bahasa isyarat, membaca gerak bibir dan berbagai cara lain untuk tetap berkomunikasi dengan yang lainnya.8 Defenisi penyandang tuna rungu wicara menurut dinas Sosial adalah seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara dengan baik sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari hari secara layak / wajar dengan kriteria :9
1. Tidak dapat mendengar atau memahami perkataan yang disampaikan pada

jarak 1 meter tanpa alat bantu dengar.


2. Tidak dapat bicara sama sekali atau berbicara tidak jelas ( pembicaraannya

tidak dapat dimengerti ).


3. Mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.

III.

ANATOMI TELINGA

Gambar 1 Anatomi Telinga Secara Umum


Dikutip dari kepustakaan 10

Secara anatomi telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.5
1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri daun telinga (aurikula) dan liang telinga (meatus akustikus eksternus) sampai membrane timpani. Aurikula terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin yang dilindungi oleh perikondrium. Meatus akustikus eksternus (MAE) berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar, sedangkan pada dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang. Panjangnya kirakira 2,5-3 cm. MAE pada anak lebih pendek dan lurus sehingga membrane timpani lebih mudah diperiksa tanpa menggunakan spekulum. Pada sepertiga kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.5

2. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus (kotak). Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji dengan batasbatas sebagai berikut :5

Batas luar Batas depan Batas bawah Batas belakang Batas atas

: membrane timpani : tuba eustachius : vena jugularis : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis : tegmen timpani lonjong, tingkap bundar dan promontorium

Batas dalam : kanalis semisirkularis horizontalis,kanalis fasialis, tingkap Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosessus

longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.5
3. Telinga Dalam

Terdiri dari koklea yang berupa 2,5 lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Puncak koklea disebut helikotrema, yang merupakan pertemuan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule disebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa dan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibule disebut membran Reissner sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terdapat organ corti.5

Gambar 2 Koklea
Dikutip dari kepustakaan 11

IV.

FISIOLOGI PENDENGARAN DAN BICARA Suara sebagai gelombang getaran akan diterima oleh membrana tympani dan

getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga cochlea serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga cochlea terbagi oleh dua sera menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibuli, scala tympani dan scala perilimfe dan endolimfe. Antara scala tympani dan scala medial terdapat membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian basal dan nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi perubahan dari energi mekanik ke chemoelectrical potensial dan akan dibawa oleh serabut afferen nervus cochlearis ke inti dorsal dan ventral. Kemudian menginhibisi input, bagian kontralateral bersifat mengeksitasi input. Tetapi ada juga yang langsung ke nukleus lemniskus lateral. Dari kompleks olivari superior serabutnya berjalan ke nukleus lemniskus lateralis dan sebagaian langsung ke colliculus inferior. Serabutseravut ini membentuk lemniskus lateralis. Dari colliculus inferior serabutnya berlanjut lagi ke corpus genikulatum mediale (CGM) sebagai brachium colliculus inferior. Dari CGM ini serabutnya berjalan ke korteks serebri di area acustikus (area Broadmann, 41,42) dan disadari sebagai rangsang pendengaran.5,12

Proses perkembangan bicara melibatkan banyak fungsi khusus yang terintegrasi. Diperoleh fungsi pendengaran untuk menerima informasi dari luar, fungsi saraf perifer untuk penghantaran, saraf pusat untuk pengolahan informasi, fungsi luhur, komponen motorik serta otot-otot yang kesemuanya bekerja dengan baik. Yang bertanggung jawab untuk kemampuan berbicara adalah daerah broca yang terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah korteks dan mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi. Sedangkan daerah yang bertanggung jawab untuk pemahaman bahasa baik tertulis maupun lisan adalah daerah wernicke bertanggung jawab untuk memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui seberkas serat ke daerah brocca yang kemudian mengontrol artikulasi pembicaraan. Daerah wernicke menerima masukan dari korteks auditorius di lobus temporalis yang merupakan suatu jalur yang penting untuk memahami bahasa lisan.13 Urutan proses yang terlibat sewaktu mendengar dan berbicara adalah sebagai berikut :14
1.

Sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang natinya akan menjadikan sinyal tadi dalam bentu kata-kata. Kata-kata lalu diinterpretasikan di area wernicke. Penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di dalam area wernicke. Penjalaran sinyal-sinyal dari area wernicke ke area broca melalui fasikulus arkuatus. Aktivitasi program keterampilan motorik yang terdapat di area broca untuk mengatur pembentukan kata. Penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot bicara.

2. 3.

4.

5.

6.

V.

ETIOPATOGENESIS

Tuna rungu wicara merupakan akibat gangguan pendengaran pada anak, sedangkan gangguan pendengaran pada anak dibedakan menjadi penyebab pada masa prenatal, perinatal dan postnatal.5
1. a.

Masa Prenatal Genetik Herediter, bila salah satu dari orang tua menderita jenis ketulian yang bersifat dominan, kemungkinan 50% dari anak-anak akan tuli. Hal ini terdapat pada 10% dari semua jenis ketulian yang bersifat herediter, sedangkan 90% lainnya bersifat resesif. Pada sindrom Waardenburg (tuli herediter) kedua iris warnanya berbeda (heterokrimia iridum), jarak kedua mata lebih lebar akibat lipatan kulit epikantus yang lebih jelas dan terdapat sekelompok rambut putih di bagian muka dari kepala. Sindrom Tietz, merupakan tuli herediter dengan fenilketonuria, biasanya disertai retardasi mental.15

b.

Non Genetik seperti gangguan/kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomi dan kekurangan zat gizi ( misalnya defesiensi Jodium).5 Kehamilan trimester I merupakan periode penting karena infeksi bakteri

maupun virus akan berakibat terjadinya ketulian. Infeksi yang sering mempengaruhi pendengaran antara lain adalah infeksi TORCHS (Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes, dan Sifilis), campak dan gondong. Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik seperti salisilat, kina, gentamycin, streptomycin, dan lainlain, juga mempunyai potensi menyebabkan terjadinya gangguan proses pembentukan organ dan sel rambut pada rumah siput (koklea). Malformasi struktur anatomi yang dikenal sebagai penyebab ketulian antara lain adalah atresia liang telinga dan aplasia koklea.5

2.

Masa Perinatal

Penyebab ketulian pada saat lahir antara lain lahir prematur, berat badan kurang dari 1500 gram, tindakan dengan alat pada saat proses kelahiran (ekstraksi vakum, forcep), dan bayi kuning (hiperbilirubinemia), bayi yang lahir tidak langsung menangis (asfiksia), dan hipoksia otak (nilai Apgar kurang dari 5 pada 5 menit pertama. Biasanya jenis ketulian yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal ini adalah tuli syaraf dengan derajat ketulian umumnya berat atau sangat berat terjadi pada kedua telinga (bilateral).5 3. Masa Postnatal Adanya infeksi bacterial/viral seperti rubella, campak, parotis, infeksi otak (meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal dapat menyebabkan tuli syaraf atau tuli konduktif.5
VI. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS

Menurut Am Joint Comintte of infant Hearing Statement (1994) menetapkan bayi yang berisiko tinggi terhadap ketulian antara lain oleh :16 1. Terdapat riwayat keluarga dengan tuli. 2. Adanya infeksi Torchs (Toxoplasma Rubella Cytomegalo Herpes simplex Siphilis) terutama pada trisemester pertama. 3. Berat badan lahir rendah < 1500 gram. 4. Hiperbilirubinemia ( bayi kuning). 5. Asfiksia berat (apgar skore 0 4 pada menit pertama, 0 6 pada menit kelima. 6. Pemakaian obat ototoksik (obat yang dapat merusak system pendengaran). 7. Penggunaan alat bantu pernafasan mekanik (ventilator) biasanya dirawat di ICU> 5 hari. 8. Terdapat sindrom yang berhubungan dengan tuli kongenital.

9. Terdapat kelainan yang terdapat pada kepala leher. 10. Meningitis bakterialis (infeksi selaput otak). Gangguan pendengaran pada anak dan bayi, umumnya diketahui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara (delayed speech) , perhatian yang kurang atau reaksi sedikit sekali terhadap rangsangan suara. Cukup sulit mendeteksi dini ketulian pada bayi karena semua bayi mengeluarkan suara primitive yang sama. Tetapi bayi yang memiliki resiko tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran, perlu diadakan skrining untuk mendeteksi dini ketulian. Anak yang tuna rungu wicara, biasanya memiliki emosional yang tinggi.5,15 Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar pada bayi, sehingga adanya gangguan pendengaran perlu dicurigai bila: 6 Usia 12 bulan: belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi. Usia 18 bulan: tidak dapat menyebut satu kata yang mempunyai arti. Usia 24 bulan: perbendaharaan kata kurang dari 10 kata. Usia 30 bulan: belum dapat merangkai dua kata Tahap-tahap perkembangan perlu diketahui oleh orang tua, jika terdapat tanda-tanda yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan tersebut, maka anak kemungkinan mengalami gangguan pendengaran. Tahap-tahap perkembangan anak yang berhubungan dengan fungsi pendengaran dan bicara :4 a. 0-4 bulan : 1. 2. 3. 4. Terbangun atau kaget jika mendengar suara yang keras Terkejut jika berada di suasana yang rebut Tenang jika mendengar suara yang dikenalinya Tersenyum ketika mendengar suara orang tuanya

10

b. 4-9 bulan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. c. Menolehkan mata kea rah sumber suara ketika mendengar suara yang dikenalinya. Tersenyum ketika ada yang mengajaknya bicara Member perhatian pada mainan yang bersuara Cara menangis yang berbeda untuk permintaan yang berbeda Mempu mengoceh Mengerti kata-kata sederhana seperti da-da dengan melambaikan tangan

9-15 bulan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mampu mengeluarkan bermacam-macam suara yang berbeda (mengoceh) Merespon ketika namanya dipanggil Mengucapkan ma-ma atau da-da Memahami permintaan sederhana Mengulangi beberapa suara yang diucapkan orang lain Menggunakan suaranya sendiri untuk menarik perhatian

d. 15-24 bulan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menunjuk objek yang disebutkan Memperhatikan cerita, lagu atau irama music lainnya Menggunakan beberapa kata yang berbeda Mengikuti perintah sederhana Menunjuk pada bagian tubuh saat seseorang memintanya Memberi nama pada objek yang umum

7. Menyebut 2 atau lebih kata secara bersama-sama

11

Bertumbuhnya bayi menjadi balita, maka tanda-tanda gangguan pendengaran pada anak adalah sebagai berikut :4 1. 2. 3. 4.
VII.

Sedikit atau bahkan tidak berbicara Sulit belajar Selalu memperbesar volume TV Gagal merespon percakapan atau menjawab pertanyaan dengan bahasa yang benar. PEMERIKSAAN PENDENGARAN Karena tuli berat sejak lahir mempunyai dampak luas dalam

perkembangan berbicara berbahasa, gangguan kognitif, perilaku, sosial-emosional dan kesempatan kerja. Negara bagian Montana di AS merekomendasikan tentang program 1-3-6 untuk deteksi dan intevensi dini yaitu screening dilakukan sampai umur satu bulan, diagnosis dilakukan sebelum tiga bulan dan intervensi dilakukan pada umur enam bulan. Program ini disebut juga Early Hearing Detection and Intervention (EHDI). Pada prinsipnya pemeriksaan pendengaran pada bayi harus dilakukan sedini mungkin. 17 Walaupun ketulian yang dialami seseorang bayi/anak ringan, dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal, seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan pariode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Pendapat lain mengatakan bahwa dalam proses belajar berbicara masa yang paling penting berlangsung antara 2-3 tahun.15

Teknik pemeriksaan pendengaran pada bayi atau anak, yaitu :


a.

Free Field Test Pemeriksaan ini dilakukan pada ruangan yang cukup tenang (bising lingkungan tidak lebih dari 60 dB), idealnya pada ruang kedap suara. Sebagai

12

sumber bunyi sederhana dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastic berisi pasir, remasan kertas minyak, bel, terompet, mainan yang mempunyai frekuensi tinggi dll. Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap sumber bunyi tersebut.5
b.

Behavioral Obsevastion (0-6 Bulan) Prinsip pemeriksaan ini adalah mengamati respon terhadap sumber bunyi berupa perubahan sikap atau reflex yang terjadi pada bayi yang sedang diperiksa. Bila tidak ada respon terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan diulangi sekali lagi. Kalau tetap tidak berhasil pemeriksaan ketiga dilakukan 1 minggu kemudian. Seandainya tetap tidak ada respon, harus dilakukan pemeriksaan audiologi lanjut yang lebih lengkap.5

c.

Conditioned Test (2-4 tahun) Sebelum pemeriksaan anak dilatih untuk melakukan suatu permaian dan mendengar stimuli bunyi permaian tersebut. Setelah anak terbiasa, dilakukan pemeriksaan yang sebenarnya dengan menggunakan sumber bunyi tersebut yang diketahui frekuensi dan intensitasnya.5

d.

Audiometri Nada Murni Pemeriksaan ini dilakukan pada anak yang berusia lebih dari 4 tahun. Pemeriksaan ini menggunakan audiometric. Sumber suara berupa nada murni. Pemeriksaan inidilakukan pada ruang kedap suara. Suara dengan intensitas terendah dicatat pada audiogram.5

e.

BERA (Brain Evoked Respone Audiometry) Penggunaan BERA sangat objektif, penggunaan yang mudah, tidak invasive dan dapat dilakuakn pada pasien koma sekalipun. Tes BERA ini menilai fungsi pendengaran bayi anak yang tidak koperatif dan tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil. Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan

13

milidetik) mulai dari saat pemberian impuls sampai sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. 5
f.

Ottoaucoustic Emissions (OAE) Menilai fungsi koklea secara obyektif dan dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat bermanfaat untuk program skrining pendengaran pada bayi dan anak. Prinsip pemeriksaan ini adalah merekam suara yang terbentuk pada telinga dalam. Suara dapat terdeteksi pada telinga yang dapat mendengar dengan normal. Suara ini mencerminkan adanya struktur dan fungsi normal yang dibutuhkan oleh telinga untuk mendengar. OAE dapat dilakukan dengan cepat, tidak mahal dan mudah dilakukan dengan pelatihan ringan. Earphone dipasang pada telinga bayi kemudian mesin akan mencatat stimulus yang diberikan serta respon yang timbul. 5,18

VIII.

PENATALAKSANAAN Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi harus

dilakukan sedini mungkin. Usia kritis dalam proses belajar mendengar dan berbicara adalah sekitas 2-3 tahun.5 Anak dengan tuli saraf berat harus segera memulai memakai alat bantu dengar (ABD) yang sesuai. Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.19 a. Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak. b. Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

14

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain. c. Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore). Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga. Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat bilateral atau total bilateral yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian: 19

Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon. Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik. Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak. Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran

yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik,

15

implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak. Untk anak yang mengalami tuli berat sejak lahir, sebaiknya implan dipasang pada usia 2 tahun.19 Sebelum dirujuk ke SLB, sebelumnya anak diperiksa oleh psikolog untuk menilai tingkat intelejensinya, kemudian dilakukan proses habilitasi di SLB B, untuk anak tuna rungu, jika disertai dengan retardasi mental, maka dirujuk ke SLB C. Pendidikan khusus dapat dimulai pada usia 2 tahun. Proses habilitasi untuk anak tuna rungu membutuhkan kerjasama antara berbagai disiplin, antara lain dokter spesialis THT, audiologist, ahli terapi wicara, psikolog anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga penderita.5
IX.

PROGNOSIS Screening sebaiknya dilakukan pada semua bayi baru lahir normal maupun

bayi lahir dengan resiko karena telah terbukti 50 persen dengan ketulian terjadi pada bayi normal tanpa resiko. Yoshinaga-Itano pada tahun 1995 menemukan bahwa penemuan gangguan pendengaran dibawah enam bulan akan memberikan respon yang sangat baik terhadap tumbuh kembang anak. Proses habilitasi untuk anak tuna rungu yang telah dimulai sebelum usia 3 tahun hasilnya lebih baik dibandingkan dengan sesudahnya.5,17

16

You might also like