You are on page 1of 132

Tulisan dari my DENTIST diary Kategori

Plat Ekspansi BLOK XII ORTHODONSI

1 Vote judul : Kasus Orthodonti seorang wanita 11 tahun datang ke dokter gigi bersama orang tuanya dengan keluhan gigi tidak rapi. pemeriksaan subyektif diketahui ayah pasien memiliki bentuk rahang yang sama dengan pasien. pemeriksaan obyektif profil muka cekung, relasi molar pertama tonjol mesio bukal molar pertama maksila bertemu tonjol distobukal molar pertama mandibula. perhitungan metode pont menunjukkan adanya kontraksi derajat sedang atau medium pada maksila. metode Howes indeks interfossa canina 42%. perhitungan metode korkhaus menunjukkan retrusi insisivus maksila. pemeriksaan penunjang sefalometri, diketahui SNA 80% dan SNB 81%. maka dokter gigi merencanakan perawatan pasien dengan alat removable . Learning issu : 1. pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial 2. perhitungan-perhitungan dalam diagnosis orthodonti 3. pemeriksaan sefalometri 4. rencana perawatan Belajar Mandiri : 1. Pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial Definisi : Pertumbuhan (growth) Adalah proses fisikokimia (biofisis) yang menyebabkan organisme menjadi besar

Perkembangan (development) Adalah semua rentetan peristiwa (perubahan) yang berurutan dari pembuahan sel telur sampai menjadi dewasa. Maturasi (maturation) Berarti masak, kemantapan (stabilitas) dari tahap dewasa yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum pola arah pertumbuhan dan perkembangandentofacial adalah sama dengan organ tubuh yang lain yaitu ke arah depan belakang, ke samping dan ke arah atas bawah, tergantung titik mana yang dipakai sebagai acuan pengukuran.

POLA ARAH PERTUMBUHAN MUKA DAN KEPALA Pertumbuhan muka dan kepala seseorang menuruti sebuah pola yang pada umumnya ditentukan oleh ras, keluarga dan umur. Ras-ras yang ada, Kaukasoid, Mongoloid dan Negroid mempunyai pola wajah yang berbeda-beda. Demikian juga dalam satu ras terdapat pola tertentu pada keluarga-keluarga. Selain itu pola pada bayi berbeda dengan anak-anak ataupun dewasa. Pada umurumur tertentu wajah dan kepala mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Baik ras maupun keluarga mempunyai pola pertumbuhan yang dapat dibedakan pada kelompok umur. Terdapat tiga bentuk umur fisiologis yaitu : 1. Berdasarkan pertumbuhan tulang (skeletal age) 2. Berdasarkan pertumbuhan gigi (dental age)

3. Berdasarkan perkembangan sistem fenetalia dengan sifat seksual sekunder. Umur skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi daerah yang terdapat banyak tulang-tulang dan discus epiphyseal seperti tulang pergelangan tangan. Gambar radiografi tulang pergelangan tangan dari tiap-tiap umur anak yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan kasus seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai sebagai gambaran baku tersebut disebut indeks karpal. Umur dental ditentukan dengan dua cara : a. Berdasarkan atas jumlah dan tipe elemen gigi yang kelihatan di mulut. Tidak hanya jumlah gigi saja, tetapi dalam dunia binatang dan antropologi ragawi derajat pemakaian oklusal gigi dipakai juga untuk menentukan umur gigi. b. Umur dental ditentukan dengan membuat gambaran radiografi gigi desidui atau gigi permanen mandibula, gigi maxilla biasanya tidak digunakan. Gambaran gigi-gigi mandibula ini ditentukan sampai seberapa jauh tahap-tahap klasifikasi dan pembentukan akar gigi. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN A. Herediter (keturunan) B. Lingkungan 1. Trauma a. Trauma prenatal b. Trauma postnatal 2. Agen fisis a. Prematur ekstraksi gigi susu b. Makanan Kebiasaan buruk a. Mengisap jempol dan mengisap jari b. Menjulurkan lidah c. Mengisap dan menggigit bibir d. Posture e. Menggigit kuku f. Kebiasaan buruk lain 4. Penyakit a. Penyakit sistemik b. Penyakit endokrin c. Penyakit-penyakit lokal Penyakit periodontal Tumor Karies Premature loss gigi susu Gangguan urutan erupsi gigi permanen Hilangnya gigi permanen 5. Malnutrisi C. Gangguan perkembangan oleh sebab yang tidak diketahui HERIDITER Sudah lama diketahui bahwa faktor heriditer sebagai penyebab maloklusi. Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab

deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur orofasial. KELAINAN DENTOFASIAL Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan menutup. Definisi : Oklusi adalah hubungan timbal balik permukaan gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah yang terjadi selama gerakan mandibula sampai terjadi kontak maksimal. KELAINAN DENTOFASIAL = DENTOFACIAL ANOMALI 1. Besar gigi dipengaruhi oleh ras dan keturunan 2. Bentuk gigi dipengaruhi : Ras : Gigi incisivus pertama orang Afrika permukaan lingualnya lebih halus. Keturunan: Besar setelah erupsi tidak berubah 3. Jumlah gigi : yang sering mengalami agenese adalah : M3, I2, P2, I1, P1 4. Posisi gigi: Inklisasi aksial, tonjol gigi yang rendah; tonjol gigi yang lebih tinggi, rotasi, hal ini akan mempengaruhi bentuk lengkung gigi, aktivitas TMJ, fungsi otot perioral atau sekitar mulut. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan maloklusi : 1. Keturunan 2. Lingkungan 3. Fungsional Maloklusi adalah hal yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. GOLONGAN MALOKLUSI : 1. Dental displasia 2. Skeleto Dental displasia 3. Skeletal displasia 1. Dental displasia : maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain. Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal Keseimbangan muka dan fungsi normal Perkembangan muka dan pola skeletal baik Macam-macam kelainan : Misalnya : kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan sebagainya. 2. Skeleto Dental displasia Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak normal pada hubungan rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium, fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut. 3. Skeletal Displasia Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada : a. Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium. b. Hubungan rahang atas dan rahang bawah KLASIFIKASI MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE Dasar : Hubungan mesiodistal yang normal antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Sebagai kunci oklusi digunakan gigi M1 atas. Dasar pemilihan : 1. Merupakan gigi terbesar 2. Merupakan gigi permanen yang tumbuh dalam urutan pertama 3. Tidak mengganti gigi desidui

4. Bila pergeseran gigi M1 maka akan diikuti oleh pergeseran poros gigi lainnya. 5. Jarang mengalami anomali 1. Kelas I Angle = Neutro Oklusi Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang normal terhadap maksila. Tanda-tanda : a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi M1 bawah. b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi mesial P1 bawah. Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah. 2. Kelas II Angle = Disto oklusi Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila. Tanda-tanda : a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal gigi P2 bawah. b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah. c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke distal terhadap lengkung gigi di maksila sebanyak 12 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P. Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 : a. Kelas II Angle Divisi 1 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi b. Kelas II Angle Divisi 2 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya tidak ke labial atau retrusi. Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu sisi atau unilateral. 3. Kelas III Angle Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila. Tanda-tanda : a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah. b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada relasi gigi anterior. 2. PERHITUNGAN-PERHITUNGAN DALAM PERAWATAN ORTODONTIK Masing-masing periode metode perhitungan yang dilakukan berbeda. 1. Periode gigi susu 2. Periode gigi bercampur Metode Nance Metode Moyers 3. Periode gigi permanen Metode Pont Metode Korkhaus Metode Howes Metode Thompson & Brodie Metode Kesling Analisis dan perhitungan-perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menyiapkan: Model studi Ronsen : - Individual atau intraoral Panoramic atau opique

- sefalometrik Tabel Rumus Alat ukur : sliding calipers (jangka sorong) METODE NANCE 1. Dikemukakan pada tahun 1934, di Pasadena, Kalifornia, Amerika. 2. Dasar : adanya hubungan antara jumlah mesiodistal gigi-gigi desidui dengan gigi pengganti 3. Tujuan : untuk mengetahui apakah gigi tetap yang akan tumbuh cukup tersedia/lebih/kurang ruang. 4. Gigi-gigi yang dipakai sebagai dasar : c m1 m2 Lee way space: selisih ruang antara ruang yang tersedia dan ruang yang digunakan. Masing-masing sisi : RA : 0,9 mm RB : 1,7 mm Hal ini telah dibuktikan oleh G.V. BLACK dengan cara menghitung lebar mesio distal dari: Gigi desidui RBc = 5,0 mm m dan gigi pengganti 3 4 5. 1 = 7,7 mm m2 + 22,6 mm -Gigi permanen RB 3 = 6,9 mm 4 = 6,9 mm 5 = 7,1 mm = 9,9 mm + 20,9 mm Selisih satu sisi 22,6 20,9 = 1,7mm Prosedur : a. Persiapan 1. Model RA & RB 2. Ro foto regio III, IV, V 3. Alat : jangka sorong b. Cara 1. Ukur mesiodistal c m1m2 RA-kanan, kiri RB-kanan, kiri Kemudian dijumlahkan. dari model atau langsung 2. Ukur jumlah mesiodistal 3 4 5 yang belum tumbuh dari ro foto di regio III, IV, V RA & RB kanan dan kiri. Kemudian dijumlahkan. Akurasi hasil ro foto perlu, supaya tidak terjadi distorsi. Bila perlu dari masing-masing regio III, IV, V atau dibatasi tiap dua gigi satu ro foto. Kemudian bandingkan hasil 1 & 2 Kemungkinan : 1. hasil 1=2 cukup 2. hasil 1>2 kelebihan 3. hasil 1<2 kurang Hubungan molar : Satu bidang terminal edge to edge Penyesuaian molar/Molar adjustment. Leeway Space RA = 0,9 mm - RB =1,7 mm - Neutro oklusi ad.1 perlu observasi ad.2 molar adjustment pengaturan gigi anterior ad.3 observasi Huckaba Cara untuk mengetahui akurasi lebar mesiodistal masing-masing gigi 3,4,5 digunakan: -Rumus : (y)(x1 x = (y) 1) x= gigi tetap yang dicari y= besar gigi susu diukur dari model y1= besar gigi susu diukur dari ronsen x1 METODE MOYERS = besar gigi tetap diukur dari ronsen 1. Diperkenalkan oleh Moyers, Jenkins dan staf ortodonsia Universitas Michigan. 2. Pemakaian ronsen foto tidak mutlak diperlukan. 3. Keuntungannya: a. Kesalahan sedikit dan ralat kecil diketahui dengan tepat. b. Dapat dikerjakan dengan baik oleh ahli maupun bukan ahli.

c. Tidak membutuhkan banyak waktu. d. Tidak memerlukan alat khusus. e. Dapat dikerjakan dalam mulut maupun pada studi model baik RA/RB Dasar : adanya korelasi antara satu kelompok gigi dengan kelompok lain. Jadi dengan mengukur jumlah lebar gigi dalam satu kelompok pada satu segmen dimungkinkan dapat membuat suatu perkiraan yang tepat jumlah lebar gigi-gigi dari kelompok lain dalam mulut yang sama. 5. Kelompok gigi yang dipakai sebagai pedoman: 21 12 - Alasan : 1. Merupakan gigi permanen yang tumbuh paling awal. 2. Mudah diukur dengan tepat baik intraoral/ekstraoral (model). 3. Ukurannya tidak bervariasi banyak dibanding RA. Prosedur a. Disiapkan: model RA & RB jangka sorong tabel kemungkinan RA, RB b. RB: misal sisi kanan dulu 1. ukur lebar mesiodistal gigi 21 12 2. kemudian dijumlahkan 3. menentukan jumlah ruang yang diperlukan kalau gigi tersebut diatur dalam susunan yang baik. Caranya: - tetapkan dengan jangka sorong suatu jumlah ukuran yang besarnya sama dengan jumlah 1 2 kanan - tempatkan satu ujung jangka sorong tadi pada midline antara 1 1 & ujung lain pada lengkung gigi sebelah kanan. Ujung ini mungkin akan terletak pada regio III . Buat tanda titik dengan pensil,titik ini merupakan distal gigi 2 setelah gigi 1 & 2 diatur. Ulangi step ini untuk sisi kiri. jumlah ruang yang tersisa sesudah gigi 1 & 2 diatur sampai tepi mesial gigi 6 bawah. Ruang ini merupakan ruang yang akan disediakan untuk gigi 3 4 5 atau 3 4 5 kelak jika erupsi. Catat besarnya. 5. Berapa perkiraan jumlah lebar 3 4 5 ? Dapat dilihat pada tabel kemungkinan, caranya: secara klinis diambil nilai 75%. 6. Berapa jumlah ruang yang tertinggal? Hasil ad.4 dibanding ad.5. Kemungkinan yang terjadi: tidak ada sisa ruang kurang ruang kelebihan ruang. Prosedur untuk RA = RB 1. Siapkan model RA 2. Hitung jumlah mesiodistal gigi 1+2 kanan/kiri 3. Buat lengkung imajiner RA dengan overjet yang diinginkan 4. Letakkan 1+2 pada lengkung tersebut 5. Distal gigi 2 kanan / kiri dapat ditentukan letaknya pada gigi III kanan/kiri. 6. Ber i tanda 7. Cari ruang yang disediakan untuk 345 kanan/kiri - dari tanda ad.6 sampai mesial gigi 6 (alat: jangka sorong) 8. Berapa ruang 345 yang seharusnya 9. Lihat tabel RA

- ingat pedoman 21 12 - bandingkan ad.7 dan ad.8 10. Kemungkinan hasil ? Perbedaan: 1. Tabel kemungkinan dipakai RA 2. Overjet harus dipertimbangkan METODE PONT (DR.Pont, drg. Perancis, 1909) Dasar : dalam lengkung gigi (dental arch) dengan susunan gigi teratur terdapat hubungan antara jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus atas dengan lebar lengkung inter premolar pertama dan inter molar pertama. Susunan normal : Ideal : -gigi -gigi yang lebar membutuhkan suatu lengkung yang lebar -gigi-gigi yang kecil membutuhkan suatu lengkung yang kecil -ada keseimbangan antara besar gigi dengan lengkung gigi Tujuan : untuk mengetahui apakah suatu lengkung gigi dalam keadaan kontraksi atau distraksi atau normal. Kontraksi = kompresi = intraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih mendekati bidang midsagital. Distraksi = ekstraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih menjauhi bidang midsagital. Derajat kontraksi/distraksi : Mild degree : hanya 5 mm Medium degree : antara 5-10 mm Extreem degree : >10 mm Hubungan dirumuskan: 1. Untuk lengkung gigi yang normal jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus atas tetap kali 100, kemudian dibagi jarak transversal interpremolar pertama atas merupakan indeks premolar. Indeks Premolar = 80 Indeks Premolar = I x 100 Jarak P1 P Jarak P 1 = 80 1-P1 Indeks Molar = I x 100 jarak M = I x 100 80 Jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus tetap atas kali 100, kemudian dibagi jarak transversal intermolar pertama tetap atas merupakan indeks molar. Indeks Molar = 64 1-M Jarak M 1 = 64 1-M1 diameter paling lebar dari masing-masing gigi insisivus = I x 100 64 Pengukuran lebar mesiodistal I: alat: jangka sorong. Pengukuran jarak inter P1 : jarak antara tepi paling distal dari cekung mesial pada permukaan oklusal P sudut distobukal pada tonjol bukal P 1. Pengukuran jarak inter M 1 1 jarak antara cekung mesial pada permukaan oklusal M: titik tertinggi tonjol tengah pada tonjol bukal M 1 1 Menentukan jarak inter P1 & inter M1 :

1. Mengukur langsung dari model (yang sesungguhnya) 2. Dari perhitungan rumus (yang seharusnya) 3. Dari tabel Pont (sebagai bandingan). Cara memakai tabel Pont : 1. Jumlahkan lebar mesiodistal 4 insisivus atas tetap, masing-masing diukur dengan jangka sorong (dari model). 2. Cari ukuran tersebut dalam tabel. Pada tabel terlihat bahwa, pada garis yang sama dalam kolom ke arah kanan menunjukkan jarak antara premolar kanan dan kiri, sedangkan kolom selanjutnya dalam garis yang sama menunjukkan jarak antara molar atas kanan dan kiri. Juga dapat ditentukan pada kolom selanjutnya jarak antara insisivus dan premolar atas. Pont 1.Mixed dentition 6 V 4 III 2 1 1 2 III 4 V 6 6 V IV 3 2 1 1 2 3 IV V 6 2.Permanen 654321123456 METODE KORKHAUS Jarak insisivus tetap atas dan premolar adalah jarak pada garis sagital antara titik pertemuan insisivus tetap sentral dan titik dimana garis sagital tersebut memotong garis transversal yang menghubungkan premolar pertama atas pada palatum. P1 P1 METODE HOWES (Ashley E. Howes, 1947) Dasar: 1. Ada hubungan lebar lengkung gigi dengan panjang perimeter lengkung gigi. 2. Ada hubungan basal arch dengan coronal arch. - Keseimbangan basal arch dengan lebar mesiodistal gigi. 1. Bila gigi dipertahankan dalam lengkung seharusnya lebar inter P1 sekurang-kurangnya = 43 % dari ukuran mesiodistal M1-M1. lebar inter P1: dari titik bagian dalam puncak tonjol bukal P1. ukuran lengkung gigi: distal M1 kanan distal M1 kiri Seharusnya lebar interfossa canina sekurang-kurangnya = 44% lebar mesiodistal gigi anterior sampai molar kedua. Fossa canina terletak pada apeks premolar pertama. METODE THOMPSON & BRODIE Menentukan lokasi (daerah) sebab-sebab terjadinya deep overbite. Deep overbite: suatu kelainan gigi dimana tutup menutup (over lapping) gigi-gigi depan atas bawah sangat dalam menurut arah bidang vertikal. Normal overbite: rata-rata tutup menutup = 1/3 panjang mahkota 1 . normalnya adalah = 2 4 mm Dapat terjadi pada ketiga klas maloklusi Angle: kelas I, II, III Keadaan ini sangat tidak menguntungkan untuk kesehatan di kemudian hari serta keawetan gigi geligi tersebut.dan melihat bagaimana pengaruhnya pada gigi anak-anak. Beberapa hubungan yang mungkin terjadi : 1. Deep overbite 2. Palatal bite / Closed bite 3. Shallow bite 4. Edge to edge bite 5. Cross bite = reversed bite 6. Open bite Deep overbite dapat disebabkan: 1. Dental: a. Supra oklusi gigi-gigi anterior.

b. Infra oklusi gigi-gigi posterior. c. Kombinasi a dan b. d. Inklinasi lingual gigi-gigi P dan M. 2. Skeletal: Ramus mandibulae yang panjang b. Sudut gonion yang tajam c. Pertumbuhan procesus alveolaris yang berlebihan. 3. Kombinasi Pada keadaan normal dalam keadaan physiologic rest position (istirahat) proporsi muka pada ukuran vertikal : Nasion ke Spina Nasalis Anterior (SNA) = 43% dari jumlah panjang Nasion ke Mentum (Gnathion). Ukuran ini sangat penting untuk mengetahui prognosis dari deep overbite yaitu koreksinya ditujukan pada elevasi (ekstrusi) gigi-gigi bukal dan atau depresi (intrusi) gigi-gigi anterior. Analisis deep overbite dapat dipelajari dari: 1. Cetakan model gigi-gigi penderita 2. Foto profil penderita 3. Langsung dari penderita 4. Dengan sefalometri radiografik 1. Mempelajari model gigi-gigi penderita : - Sempurna tidaknya kalsifikasi dilihat adanya benjolan yang tidak sempurna rata pada model, pada palatum, prosesus alveolaris, dan lain-lain. - Adanya benjolan berarti kalsifikasi tidak sempurna. - Adanya gingiva tebal. - Kurva Von Spee yang tajam. 2. Dari foto profil penderita a. Jika Nasion SNA > 43%, maka SNA ke Mentum lebih pendek, berarti ada infraklusi gigi-gigi posterior. b. Jika NA SNA < 43% maka SNA ke Mentum lebih panjang, berarti ada supraoklusi gigi-gigi anterior. 3. Langsung dari penderita Cara Thompson & Brodie: a. Ambil sepotong stenz (wax) dilunakkan. b. Letakkan stenz tersebut di atas permukaan oklusal P dan M salah satu rahang atau kanan dan kiri. c. Penderita disuruh menggigit stenz sehingga kedudukan profil muka penderita pada keseimbangan: NA SNA = 43% NA Mentum d. Setelah stenz keras dilihat pada regio anteriornya: Jika deep overbite sama sekali hilang, sedang stenz masih tebal berarti ada infraoklusi gigi-gigi P & M. Jika deep overbite masih, sedang stenz tergigit habis berarti adanya supraoklusi gigi-gigi anterior Jika deep overbite masih, sedang stenz masih ada ketebalan; hal ini berarti ada kombinasi keadaan tersebut di atas. 4. Dari mempelajari sefalometri radiografik : - Cara yang baik untuk menentukan deep overbite yang bersifat skeletal type, dimana akan terlihat: a. Frankfurt Mandibulair Plane Angle kecil. b. Panjang Ramus Mandibulae lebih panjang. c. Sudut gonion tajam d. Pertumbuhan ke arah vertikal dan bagian muka kurang. Prognosa: 1. Dental baik.

2. Skeletal tidak menguntungkan. 3. Deep overbite karena kalsifikasi yang jelek dari alveolaris dan basal bone biasanya jelek. METODE KESLING Adalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan atau menyusun suatu lengkung gigi dari model aslinya dengan membelah atau memisahkan gigi-giginya, kemudian disusun kembali pada basal archnya baik mandibula atau maksila dalam bentuk lengkung yang dikehendaki sesuai posisi aksisnya. Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat dipakai untuk menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun prognosis perawatan suatu kasus secara individual. Karena cara ini mampu untuk mendiagnosis maka disebut : DIAGNOSTIC SET UP MODEL Karena model yang telah disusun kembali dalam lengkung gigi tersebut merupakan gambaran suatu hasil perawatan maka disebut : PROGNOSIS SET UP MODEL Prosedur: 1. Siapkan model kasus RA & RB. 2. Fiksasi pada okludator yang sesuai, dengan dibuat kedudukan basis dari model sejajar dengan bidang oklusal (model RB). 3. Pemeriksaan Sefalometri Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Manfaat sefalometri radiografik adalah: a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidak seimbangan struktur tulang muka). c. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2) relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau cekung. d. Merencanakan perawatan ortodontik. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan. e.Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat. Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan ortodontik. Analisis fungsional. Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat. TEKNIK SEFALOMETRI RADIOGRAFIK 1. AlatAlat-alat dasar yang digunakan untuk menghasilkan suatu sefalogram terdiri dari sefalostat atau sefalometer, tabung sinar tembus dan pemegang kaset beserta kaset yang berisi film dan layar pengintensif (intensifying screen). Pemegang kaset dapat diatur sedemikian rupa agar diperoleh gambar yang tajam. Layar pengintensif digunakan untuk mengurangi jumlah penyinaran yang tidak diperlukan. Bagian dari sefalometer yang diletakkan pada telinga (ear rod) dapat

digerakkan sehingga mudah disesuaikan dengan lebar kepala pasien. Tabung sinar harus dapat menghasilkan tegangan yang cukup tinggi (90 KvP) guna menembus jaringan keras dan dapat menggambarkan dengan jelas jaringan keras dan lunak. Dikenal 2 macam sefalometer, yaitu: a. Broadbent-Bolton, digunakan 2 tabung sinar X dan 2 pemegang kaset, sehingga objek tidak perlu bergerak atau berubah apabila akan dibuat penyinaran/proyeksi lateral atau antero-posterior. b. Higley, terdiri dari 1 tabung sinar X, 1 pemegang kaset dan sefalometernya dapat berputar sedemikian rupa sehingga objek dapat diatur dalam beberapa macam proyeksi yang diperlukan. Sefalometer modern pada umumnya adalah jenis ini yaitu Rotating type. 2. Teknik pembuatan dan penapakan sefalogram a. Teknik pembuatan sefalogram Proyeksi lateral atau profil Proyeksi lateral dapat diambil pada subjek dengan oklusi sentrik , mulut terbuka atau istirahat. Kepala subjek difiksir pada sefalometer, bidang sagital tengah terletak 60 inci atau 152,4 cm dari pusat sinar X dan muka sebelah kiri dekat dengan film. Pusat berkas sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod) sefalometer. Jarak bidang sagital tengah-film 18 cm. FHP (Frankfurt Horizontal Plane) sejajar lantai, subjek duduk tegak, kedua telinga setinggi ear rod. Proyeksi postero-anterior/frontal Pada proyeksi postero-anterior tube diputar 90o Oblique sefalogram sehingga arah sinar X tegak lurus sumbu transmeatal. Oblique sefalogram kanan dan kiri dibuat dengan sudut 45 dan 135 terhadap proyeksi lateral. Arah sinar X dari belakang untuk menghindari superimposisi dari sisi mandibula yang satunya. FHP sejajar lantai. Oblique sefalogram sering digunakan untuk analisis subjek pada periode gigi bercampur. b. Teknik penapakan sefalogram Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan sefalogram. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 810 inci dipakai untuk penapakan sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape (agar dapat dibuka apabila diperlukan), kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope). Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis yang cermat dan tipis. Bagian-bagian yang perlu ditapak pada sefalogram lateral antara lain: Bagian 1: Profil jaringan lunak Kontur eksternal kranium Vertebra servikalis pertama dan kedua Bagian 2: Kontur internal kranium Atap orbita Sella tursika atau fossa pituitari Ear rod Bagian 3: Tulang nasal dan sutura frontonasalis Rigi infraorbital Fisura pterigomaksilaris Spina nasalis anterior

Spina nasalis posterior Molar pertama atas dan insisivus sentralis atas Bagian 4: Simfisis mandibula Tepi inferior mandibula Kondilus mandibula Mandibular notch dan prosesus koronoideus Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah KELEMAHAN SEFALOMETRIK 1. Kesalahan sefalometer Kesalahan sefalometer meliputi: a. Kesalahan dalam pembuatan sefalogram. Kesalahan yang sering dilakukan yaitu posisi subjek tidak benar, waktu penyinaran tidak cukup, penentuan jarak sagital-film tidak tepat. Kesalahan ini dapat diatasi dengan pengalaman dan teknik pemotretan yang benar. b. Pembesaran dan distorsi. Makin besar jarak sumber sinar X terhadap film maka semakin sejajar arah sinar X sehingga distorsi dan pembesaran semakin kecil. Makin dekat jarak film terhadap objek semakin kecil terjadi pembesaran. Hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan teknik pemotretan yang benar. 2. Kesalahan penapakan dan metode yang digunakan a. Kesalahan penapakan pada umumnya disebabkan karena kurang terlatih atau kurangnya pengetahuan tentang anatomi atau referensi sefalometrik. Hal ini dapat diatasi dengan latihan-latihan dan pengalaman. b. Kesalahan metode yang digunakan pada umumnya karena pengukuran 3 dimensi menjadi 2 dimensi, kesalahan interpretasi perubahan akibat pertumbuhan dan perawatan. 4. Rencana perawatan Menurut Andresen (1920), Aktivator adalah pesawat fungsional yang bersifat fisologis karena tidak menggunakan atau menghasilkan kekuatan-kekuatan mekanis tetapi melanjutkan kekuatan fungsional dari otot-otot di sekitar mulut ke tulang gigigegi dan alveolus, rahang dan persendian rahang. Aktivator ada beberapa macam antara lain aktivator yang dibuat oleh Robin, Andresen, Harvold dan Vargervik. Aktivator Robin dan Andresen pada dasarnya mempunyai efek dan fungsi yang sama, mereka menekankan pada penutupan muskulus, Aktivator disebut juga pesawat dari Andresen.dan Haupl atau pesawat dari Norwegia oleh karena ditemukan oleh Andresen dan Haupl dari Norwegia,. Karena rahang atas dan rahang bawah bersatu disebut juga monoblok. Sifat-sifat : a. Fungsional fisiologis -otot lidah, bibir, muka, pengunyahan, yang memberi rangsangan secara pasif terhadap gigi dan alveolus, jaringan periodontal, dan persendian rahang. b. Fungsional Orthopedik pendukung gigi terjadi secara masal. c. Pasif -gigi, yang secara pasif meneruskan tekanan otot-otot muka dan pengunyahan Menurut Andresen dkk, dengan merubah kedudukan mandibula ke anterior, akan menimbulkan suatu refleks kontraksi otot-otot

masseter, temporalis pterygoideus dan supra hyoideus. Rangsangan otot-otot pengunyahan tersebut dilanjutkan oleh aktivator ke gigi, jaringan pendukung gigi, rahang dan persendian rahang. Gerakan gigi dihasilkan oleh tarikan otot-otot pengunyah yang berusaha untuk mengembalikan mandibula ke kedudukan istirahat. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA PEMAKAIAN AKTIVATOR 1. Perubahan dento alveolair, dalam arah Antero posterior Terjadi pergeseran gigi-gigi posterior maupun anterior sehingga terjadi perubahan oklusi menjadi relasi klas I Angle, dari Klas II Angle atau Klas III Angle Gigi-gigi bergerak ke arah ruangan pada pelat yang sebelumnya telah dikurangi. Vertikal atau ekstrusi pada gigi-gigi posterior karena pelat sebelah oklusal gigi-gigi posterior maksila dan mandibula telah dikurangi. Lateral atau ekspansi Disini lengkung gigi bertambah lebar. Apabila penderita menggerakkan mandibula ke kiri, aktivator akan menekan dinding maksila kiri dan dinding lingual mandibula sebelah kanan, demikian juga sebaliknya hal ini berefek melebarkan tulang rahang. Intrusi gigi-gigi anterior RB apabila gigi-gigi tidak protrusi yang berlebihan. 2. Perubahan artikulasi rahang Menurut Korkhaus (Tulley, 1972), terjadi perubahan condylus yaitu pada cartilago yang merupakan pusat pertumbuhan mandibula. Terjadi rangsangan pertumbuhan pada condylus dan menggerakkan mandibula secara bodily ke anterior Penambahan pertumbuhan condylus adalah karena antara gigi-gigi posterior maksila dan mandibula terdapat pelat Aktivator yang berjarak lebih besar dari jarak inter-oklusal. KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN PEMAKAIAN AKTIVATOR 1. Tidak ada kerusakan jaringan alat pengunyahan 2. Tidak ada tekanan pertumbuhan normal dari arkus dentalis dan rahang dan tidak ada hambatan pembetulan posisi suatu anomali KERUGIAN-KERUGIAN PEMAKAIAN AKTIVATOR 1. Untuk pasien yang tidak kooperatif, perawatan tidak berhasil. 2. Hanya dapat digunakan pada kasus-kasus tertentu. Contoh : pada kasus gigi berjejal berat tidak dapat digunakan. BAGIAN-BAGIAN AKTIVATOR : a. Plat dasar b. Plat oklusal Pada RA menutupi permukaan oklusal gigi-gigi posterior sebatas fissura dan incisal gigi-gigi anterior. Pada RB menutupi seluruh permukaan oklusal gigi-gigi posterior dan incisal gigi-gigi anterior. c. Guide wire Lengkung Labial pada Aktivator disebut juga Guide Wire ada 3 macam: 1) Maxillary Guide Wire 2) Mandibulary Guide Wire 3) Intermaxillary Guide Wire Pemakaian macam Guide Wire tergantung dari tujuan perawatan, misalnya Untuk Maloklusi Angle Klas I : Maxillary Guide wire atau Mandibulary Guide Wire atau keduanya, sedangkan Maloklusi Angle Klas II : Maxillary Guide Wire atau Maxillary Guide wire dengan Mandibulary Guide wire; Maloklusi Angle Klas III : Intermaxillary Guide wire atau Mandibullary Guide Wire. Basis Guide wire terletak pada daerah embrasure antara C dan P1

LAMA PEMAKAIAN AKTIVATOR : RA, ditengah-tengah plat oklusal, dengan tujuan tidak mengganggu pengurangan plat pada waktu penyesuaian atau pengurangan Aktivator. Menurut Schwartz dan Groutzinger (1966), pemakaian aktivator pada maloklusi klas II divisi 1 adalah 2 2 tahun, dipakai terus menerus pada malam hari (minimal 7 jam/hari) dan dilanjutkan pemakaian retainer aktivator selama 1 tahun. PROSEDUR PEMBUATAN AKTIVATOR 1. Pembuatan Gigitan kerja 2. Fiksasi articulator untuk pembuatan Aktivator khusus yaitu Tripoid. 3. Pembuatan Guide Wire 4. Pembuatan model malam a. Plat dasar Rahang Atas b. Plat dasar Rahang Bawah c. Tanam Guide Wire d. Plat dasar Rahang Atas dan Rahang Bawah disatukan. 5. Try-in 6. Inbed dalam cuvet 7. Pengisian Akrilik 8. Insersi EKSPANSI Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam lengkung yang baik. Tergantung pada jumlah kekurangan ruang yang diperlukan untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi tersebut, dapat dilakukan : 1. Grinding/ slicing/ stripping pada gigi-gigi anterior 2. Melebarkan ( ekspansi ) perimeter lengkung gigi 3. Kombinasi antara ekspansi lengkung gigi dan grinding gigi-gigi anterior 4. Pencabutan satu atau beberapa gigi. Pelebaran dengan alat ekspansi dapat dilakukan secara ortodontik ( pelebaran lengkung gigi ) maupun ortopedik ( pelebaran lengkung basal ). Pelebaran lengkung gigi sangat efektif dilakukan pada periode gigi bercampur, waktu sutura palatina belum menutup dan pertumbuhan pasien masih aktif sehingga selain lengkung gigi ( lengkung koronal ) melebar, maka lengkung basal juga mengalami pelebaran. Pada periode gigi permanen hanya dapat dilakukan perubahan inklinasi gigi saja, yaitu melebarkan lengkung gigi tanpa diikuti pelebaran lengkung basal.. Macam alat ekspansi a. Berdasarkan cara pemakaiannya alat ekspansi dapat bersifat: 1. Fixed/ cekat, misalnya RME ( Rapid Maxillary Expansion ) 2. Semi cekat, misalnya Quad Helix. 3. Removable/ lepasan, misalnya plat ekspansi b. Berdasarkan pergerakan/ reaksi jaringan yang dihasilkan : 1. Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortodontik , misalnya : plat ekspansi Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortopedik, misalnya RME.

RAPID MAXILLARY EXPANSION Alat ini bersifat cekat, menghasilkan pelebaran arah lateral, paralel dan simetris, digunakan untuk melakukan pelebaran lengkung basal pada periode gigi bercampur. RME terdiri dari cincin stainless yang disemenkan pada gigi-gigi molar satu desidui atau premolar satu dan gigi molar satu permanen kanan dan kiri, dihubungkan dengan sekrup ekspansi yang mempunyai daya pelebaran yang besar. Dengan alat ini terjadi pelebaran sutura palatina mediana ke arah lateral dan lengkung gigi bergerak secara bodily. Indikasi perawatan dengan ekspansi 1. Gigitan silang anterior ( anterior crossbite ) 2. Gigitan silang posterior ( posterior crossbite ) bilateral atau unilateral 3. Lengkung gigi atau lengkung basal yang sempit yang disebabkan pertumbuhan ke arah lateral kurang 4. Adanya space loss , sebagai akibat pergeseran gigi molar permanen ke mesial pada pencabutan gigi desidui terlalu awal ( premature loss ) 5. Adanya gigi depan berjejal yang ringan, dengan diskrepansi lengkung gigi 4 6 mm. QUAD HELIX Alat ini bersifat semi cekat, dapat menghasilkan gerakan paralel simetris atau asimetris maupun gerakan non paralel simetris atau asimetris, tergantung kebutuhan. Semi cakat, karena sebagian dapat dilepas untuk diaktifkan ( bagian ekspansif yang terbuat dari kawat stainless steel diameter 0,9 mm ) dan cincin yang dipasang cekat dengan semen pada kedua gigi molar pertama. Pelebaran lengkung gigi diperoleh dengan cara mengaktifkan coil, lengan helix ataupun palatal bar, tergantung arah pelebaran yang diharapkan. PLAT EKSPANSI Plat ekspansi merupakan alat ortodontik lepasan yang sering digunakan pada kasus gigi depan berjejal yang ringan. Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh dengan menambah perimeter lengkung gigi menggunakan plat ekspansi. Pada pasien dewasa, pelebaran yang dihasilkan merupakan gerakan ortodontik, yaitu hanya melebarkan lengkung gigi dengan cara tipping, merubah inklinasi gigi. Sifat plat ekspansi 1. Lepasan atau removable : alat bisa dipasang dan dilepas oleh pasien 2. Aktif : mempunyai sumber kekuatan untuk menngerakkan gigi, yaitu sekrup ekspansi atau coffin spring, atau pir-pir penolong ( auxilliary spring ). 3. Mekanis : merubah posisi gigi secara mekanis 4. Stabilitas tinggi : alat tidak mudah lepas, karena retensi yang diperoleh dari Adams clasp atau Arrowhead clasp serta verkeilung dari plat dasar yang menempel pada permukaan lingual atau palatinal gigi. Elemen-elemen plat ekspansi Plat ekspansi terdiri dari : 1. Plat dasar akrilik 2. Klamer yang mempunyai daya retensi tinggi, misalnya Adams clasp atau Arrowhead clasp. 3. Elemen ekspansif, dapat berupa sekrup ekspansi maupun coffin spring 4. Busur labial ( labial arch ) 5. Kadang dilengkapi juga dengan spur atau taji, tie-bar dan pir-pir penolong ( auxilliary spring ). Macam macam plat ekspansi A. Ekspansi arah lateral 1. Paralel : a. simetris b. asimetris 2. Non paralel ( radial ) :

a. simetris b. asimetris B. Ekspansi arah antero-posterior ( Schwartz plate ) 1. Pergerakan ke distal gigi-gigi posterior 2. Pergerakan ke labial atau proklinasi gigi-gigi anterior Untuk plat ekspansi rahang bawah yang paralel dan simetris, sekrup diletakkan di garis tengah sebelah lingual gigi-gigi anterior.Sumbu panjang sekrup paralel dengan bidang oklusal dan tegak lurus terhadap garis tengah. Plat tidak boleh terlalu tebal dan dalam karena dapat mengganggu gerakan lidah yang dapat mengurangi stabilitas alat. Retensi diperoleh dengan pemasangan Adams clasp pada gigi-gigi premolar dan molar bawah.. telah diterangkan dimuka bahwa plat ekspansi sangat efektif digunakan untuk perawatan pada periode gigi bercampur karena pertumbuhan tulang masih aktif, sehingga selain dapat dilakukan pelebaran lengkung gigi juga dapat terjadi pelebaran tulang basal. Pada pasien dewasa hanya terjadi pelebaran pada coronal arch ( leng-kung gigi ) tanpa diikuti oleh pelebaran lengkung basal. Untuk melakukan ekspansi pada pasien dewasa perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: Jika menurut perhitungan metode Pont didapatkan pertumbuhan lengkung gigi tidak mencapai normal ( istilah umum : kontraksi ). a. Jika indeks Howes menujukkan : - inter tonjol P1 - inter fossa canina antara 37% 44%. antara 36% 43% Jadi jarak interfossa lebih besar dari jarak intertonjol bukal P1. Secara klinis atau pada model studi terlihat inklinasi gigi P1 b. Jika terdapat diharmoni rahang, yaitu dalam keadaan oklusi menunjukkan adanya penyempitan salah satu rahang dibandingkan dengan lengkung gigi antagonisnya. condong ke palatinal ( conver-gen ). 3. Perawatan ortodontik dengan melebarkan lengkung gigi/ rahang menggunakan alat ekspansi harus dilakukan over expansion untuk mengatasi relaps yang mungkin terjadi. Hal ini disebabkan tertariknya serabut-serabut periodontal yang sangat elastis sewaktu dilebarkan, serabut-serabut tersebut akan mengkerut kembali sehigga kemungkinan terjadinya relaps sangat besar.

Mei 5, 2012

bingkaikehidupanmujahidah

Tinggalkan Komentar

Kategori: my DENTIST diary

Laporan Tutorial : Hukum Dan Etika Kedokteran

1 Vote 1.Latar Belakang Andi pergi ke drg. Aziz untuk mencabut gigi geraham belakangnya. Karena saat mencabut lama dan sakit sekali, setibahnya dirumah Andi bercemin untuk melihat bekas pencabutan gigi tersebut.Ternyata gigi yang dicabut bukan gigi gerahamnya. Merasa

kesal dan dirugikan Andi menuliskan pengalamannya di surat pembaca sebuah surat kabar. Andi juga mendatangi PDGI untuk melaporkan drg. Aziz.Saat ini drg. Aziz sedang mengurus perpanjangan surat izin prakteknya yang telah habis. 2.Batasan Topik Adapun yang menjadi batasan topik pada diskusi kelompok Modul A Pemicu II ini, yaitu meliputi : 1. Pengertian PDGI 2. Tugas dan Wewenang PDGI 3. Fungsi surat izin praktek ( SIP ) 4. Cara mendapatkan dan memperpanjang surat izin praktek ( SIP ) 5. Tindakan PDGI dalam menindak lanjuti kasus 6. Mengapa msyarakat dapat melaporkan dokter ke PDGI 7. Pelanggaran beserta saksi dalam kedokteran 8. Profesi kedokteran 9. Standar Profesi kedokteran Dan Hukum kedokteran BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian PDGI PDGI ( Persatuan Dokter Gigi Inonesia ) Merupakan satu-satunya Organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di Hotel Savoy Homannbandung dan kini telah berusia lebih dari 50 tahun. Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat ini memiliki 14 Pengurus Wilayah dan 188 pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota, Jumlah dokter gigi yang terdata sampai februari tahun 2009 mencapai kurang lebih 19 juta. Adapun Jaringan PDGI di tingkat Internasional, Yaitu : a. APDF/APRO (Asian Pacific Dental Federation/Asian Pacific regional Organization) b. FDI (Federation dentaire Internationale)-Organisasi Dokter Gigi se-dunia Sedangkan Tujuan PDGI : Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan negara. Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya 2.Tugas dan Wewenang PDGI Wewenang PDGI Wilayah : Membina dan mengadakan hubungan dengan semua aparat pemerintah,organisasi profesi yang ada khususnya yang berkaitan dengan pengembangkan kebijakan dalam program-program kesehatan yang mempunyai tujuan yang sama. Melaksanakan keputusan kongres,rakernas,rakerwil dan bertanggung jawab pada rapat umum anggota wilayah dan pengurus besar. Memberikan mandat kepada peserta utusan kongres Memberikan laporan kepada pengurus besar tentang hasil yang dilakukan minimal 1 x dalam setahun Membangun kapasitasi sebagai Organisasi yang profesional Menggalang seluruh kesatuan anggota dalam menjalankan program PDGI. Melakukan Pembinaan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi PDGI berada dibawah naungan KKI yang memiliki tugas dan wewenang tentang : Tugasnya : a. Melakukan registrasi dokter/dokter gigi mengesahkan standar pendidikan dokter/dokter gigi b. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilakukan bersama lembaga terkait sesuai fungsinya masing-masing Wewenangnya :

a. Menyetujui/Menolak surat tanda registrasi dokter/dokter gigi b. Menerbitkan/mencabut surat tanda registrasi dokter/dokter gigi 3. Fungsi Surat Izin Praktek ( SIP ) SIP adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter/dokter gigi yang akan menjalankan praktek kedokteran setelah memenuhi persyaratan. UU dalam praktek kedokteran dalam beberapa pasalnya mengatur tentang kewajiban-kewajiban administrasi yang harus dipenuhi oleh setiap dokter/dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran Indonesia. Fungsinya : Sebagai salah satu persyaratan/bukti seorang dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktek Sebagai bukti bahwa praktek yang dilaksanakan bersifat legal Sebagai kekuatan hukum apabila terjadi kasus yang tidak diinginkan Untuk menyatakan batasan wilayah dimana seorang dokter tersebut bertugas Untuk mengetahui berkompetens seorang dokter dan dokter gigi dalam pelayanan medis Agar dokter dan dokter gigi dapat mengamalkan praktek dan pengetahuan ilmu kedokterannya untuk kepentingan masyarakat secara resmi Kewajiban administrasi tersebut antara lain ; Kewajiban memiliki surat tanda registrasi (STP) dan surat izin praktek (SIP) dokter/dokter gigi Kewajiban memiliki SIP diatur dalam pasal 36 bunyinya ; Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Praktek Sedangkan menurut Permenkes No.512/menkes/per/IV/2007 mengenai izin praktek dan pelaksaan praktek kedokteran, Bab 2 pasal2 ayat (2) untuk memperoleh SIP,dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada kepala Dinkes Kab/Kota tempat praktek kedokteran yang dilaksanakan dengan melampirkan : Fotocopy surat tanda registrasi dokter/dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh KKI yang berlaku Sure pernyataan mempunyai tempat praktek/surat ketermagangan dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya Surat rekomendasi dari organisasi profesi,sesuai tempat praktek Pasfoto berwarna ukuran 46 sebanyak 3 lembar dan 34 sebanyak 2 lembar. 4.Cara Mendapatkan dan Memperpanjang SIP Cara Mendapatkan SIP sesuai dengan pasal 7 ayat (3),SIP diberikan oleh menteri/pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi persyaratan. SIP diberikan oleh menteri/pejabat setelah memenuhi syarat : Memiliki STR Memiliki tempat praktek Memiliki rekomendasi organisasi profesi Memiliki surat penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Memiliki surat penugasan/keputusan penempatan yang dikeluarkan oleh depkes/depdikbud/dephankam dalam rangka pelaksanaan masa bakti Memiliki kemampuan Jasmani dan rohani untuk menjalankan pekerjaan doktet dan dokter gigi Hanya diberikan paling banyak 3 tempat Satu SIP hanya berlaku untuk 1 tempat praktek SIP diberikan dengan memperhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan,penyebaran dokter dan dokter gigi Cara memperpanjang SIP : Dengan berlakunya UUPK NO. 29 tahun 2004 yang mewajibkan dokter mengumpulkan angka keredit (SKP), bila ingin memperpanjang STR dokter harus mengikiti acara ilmiah dengan tekun, SKP dan STR adalah syarat perpanjangan SIP. seorang dokter wajib mengikuti min 15 x seminar setara dengan 30 SKP

SIP berlaku selama 5 tahun disertai rekomendasi IDI dan diberikan 3 tempat praktek Pembaruan SIP tiap 5 tahun mengikuti standar Internasional 5.Tindakan PDGI Dalam Menindak Lanjuti Kasus Apabila seseorang mengetahui atau merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran maka orang tersebut bisa melaporkan masalahnya ke PGDI. Selanjutnya PDGI akan melanjutkan pelaporan tersebut ke MKEKG. Pelaporan ke MKEKG berupa laporan tertulis (Identitas pelapor/ pasien, nama dan tempat praktek,waktu,tindakan dilakukan atas tindakan pengaduan dan kronologis, pernyataan tentang kebenaran pengaduan) MKEKG membutuhkan identitas pelapor untuk mendapatkan info yang cukup,untuk melakukan investigasi dan untuk melakukan pemeriksaan oleh majelis. Setelah itu pengaduan akan ditanda tangani oleh majelis pemeriksa awal, pemeriksa awal oleh MPA untuk menentukan kewenangan MKEKG terhadap pengaduan tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh majelis pemeriksa disiplin (MPD) => Pemeriksaan proses pembuktian. Jika dokter gigi teradu dinyatakan melanggar disiplin kedokteran gigi, maka sanksi disiplin dalam keputusan MKEKG dapat berupa : 1. Pemberian peringatan tertulis 2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP 3. Kewajiban mengikuti pendidikan di Instansi kedokteran gigi 6. Mengapa Masyarakat Dapat Melaporkan Dokter ke PDGI Pertama PDGI melaporkan masalah tersebut ke MKEKG,MKEKG yang mempunyai wewenang dalam mengatasi masalah karena Sesuai dengan UU RI No. 29 tahun 2004,pengaduan pasal 66 ayat 1 : Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigidalam menjalankan praktek kedokteran dapat mengadukan secara tertulis pada ketua MKDKI yang keputusannya akan diambil oleh MKDKI mengangkat dokter dan dokter gigi dan KKI dan bisa dikenakan ketentuan pidana sesuai pasal 75 ayat 1 : Setiap dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokterantanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana penjara paling lama 3 tahun/didenda paling banyak 100 juta Dalam pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat : a. Identitas pengaduan pasien b. Nama dan alamat tempat praktek dokter/dokter gigi c. Waktu tindakan dilakukan d. Alasan pengaduan e. Alat bukti bila ada f. Pernyataan tentang benar pengaduan Adapun Tugas MKEKG adalah : Mengirim pengaduan,memeriksa,memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi yang diajukan Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 7.Pelanggaran Beserta Sanksi Dalam Kedokteran Pasal 32 : Sanksi dilaksanakan oleh pengurus PDGI sesuai keputusan MKEKG 3 sanksi berupa : 1.Peringatan lisan berlaku paling lama 6 bulan 2.Peringatan tertulis paling lama 6 bulan 3.Penekanan rekomendasi PDGI untuk mendapatkan SIP paling lama 12 bulan Bentuk Sanksi pelanggaran : 1.Teguran/tuntutan secara lisan/tulisan berlaku paling lama 6 bulan

2.Penundaan kenaikan gaji/pangkat 3.Penurunan gaji/pangkat setingkat lebih rendah 4.Dicabut izin praktek dikantor sementara/selama-lamanya 5.Pada kasus pelanggaran etikolegal (pelayanan dibawah standar,pelecehan dll), diberikan hukuman sesuai peraturan kepegawaianyang berlaku dan diproses ke pengadilan 6.Kewajiban mengikuti pendidikan/pelatihan di Institusi pendidikan/kedokteran/dokter gigi Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki STR dan SIP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda banyak seratus juta Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja menyelenggarakan praktek kedokteran tanpa memasang papan nama praktek dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 Juta Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi dengan sengaja tidak membuat rekaman medis diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 juta Sanksi PDGI : -KOmisi kehormatan disiplin kedokteran gigi -KKI -Sanksi Berupa : 1. Administratif 2. Hak Regresi 3. Perdata/ Pidana (UU praktek kedokteran gigi No.29 tahun 2004) Penegak Hukum : - Perdata : KUH perdata 1365,1366,1371 - Pidana : KUHP 359 8.Profesi Kedokteran Adapun definisi awal profesi, Yaitu : Profesi Merupakan Kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia Pemakaian keterampilan dengan cara yang benar dan keahlian yang tinggi Hanya dapat dicapai melalui penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup luas,mencakup sifat manusia,kecendrungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta,Disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi Profesi memiliki 3 ciri Utama : 1.Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ektensif sebelum memasuki sebuah profesi 2.Pelatihan tersebut meliputi komponen Intelektual yang signifikan 3.Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat 3 ciri tambahan Profesi : 1.Ada proses lisensi atau sertifikat 2.Ada Organisasi 3.Ada Otonomi dalam pekerjaannya Profesi Kedokteran dan Dokter gigi : Suatu pekerjaan/profesi kedokteran dan dokter gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu ke Ilmuwan,kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang diperolehnya dimasa pendidikan guna pekerjaannya menyediakan atau memberikan pelayanan kepada masayarakat.

9.Standar Profesi kedokteran dan Hukum Kedokteran Standar Profesi kedokteran dan Dokter Gigi, Yaitu : 1.Ketelitian 2.Sesuai ukuran medic 3.Kemampuan rata-rata 4.Sikon yang sama 5.Sarana upaya Adapun Standar Umum profesi kedokteran dan dokter gigi, Yakni : Mempunyai sikap dan perilaku Insani pancasarjana dan menjujung tinggi etika kedokteran Indonesia Mempunyai kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memimpin Lab. Klinik secara professional Mampu mengembnagngkan Ilmu pengetahuan dan keterampilan Mampu mengembnagkan pengetahuan,keterampilan dalam memimpin Lab.Klinik secara mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat Memiliki pengetahuam,keterampilan,sikap prosfesional dalam mendidik dan melaksanakan penelitian maupun apresiasi atas hasil penelitian Hukum : Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup,tata tertib dalalm masyarakat dan harus ditaati Juga merupakan batasan-batasan bertindak bagi seorang dokter atau dokter gigi. Hukum disusun oleh badan pemerintah, bebentuk undang-undang, berlaku untuk umum, bentuk sanksi berupa tuntutan, bukti pelanggaran perlu bukti fisik, dan diselesaikan di pengadilan. Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan yaitu menyangkut asuhan pelayanan kedokteran yang berisikan tentang aturan-aturan pelayanan kesehatan dan saksi untuk pelanggarannya. BAB III PENUTUP Rangkuman Jadi Pelanggaran yang terjadi dalam kasus Ini karena kurangnya standar profesi kedokteran/dokter gigi yang berupa : 1.Ketelitian 2.Sesuai ukuran medic 3.Kemampuan rata-rata 4.Sikon yang sama 5.Sarana upaya Sintesa Segala bentuk tindakan maupun pelanggaran dalam bidang hukum dan profesi kedokteran harus diselesaikan melalui prosedur etik dan hukum kedokteran yang berlaku agar tidak merugikan berbagai pihak. REFERENSI http://www.google.com http://Ippm-aceh.org http://www.inam.org/v4/download.php Artikel dalam Internasional Enclopedia pf Education hukum kedokteran.2009.www.google.com. Standar profesi kedokteran.pdf Mei 3, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar Kategori: my DENTIST diary, Uncategorized

Tentang Dunia Perkuliahanku :)

Rate This Tentang hari ini ..

Saya rasa bukan namanya anak kedokteran Gigi jika setiap harinya,,setiap waktunya tidak di hantui dengan tugaspraktikum tutorial .. Yang kalo lagi praktikum ..bawaannya sudah kayak anak jualan gorengan pke box segala ,,kalo liat isinya kayak tukang amplas, tukang semen deh _ Hari ini sesuai jadwal yang ada ..tutorial DK2 di layo lagi lagi hoaammm ___ capek juga lama-lama hidup nomaden layopalembang-layo .. Kemaren waktu DK1 fasilitatornya bilang sih minggu depan tepatnya hari ini fasilitator akan digantikan sama dokter yang paling manisss yang mampu buat teman cwe kampus ku klepek-klepek karena kebaikannya ..dan wajahnya yang kayak gula arennn ituu lho u,u..jadinya saya agak santaian dikitlah buat nulis logbook yang seabrek itu ___..tapi entah karena ikut-ikutan cuaca yang dari pagi sudah hujan ajee ,,ternyata bukan dokter gula aren itu yang menjadi fasilitator kami ..oo *musibah bagi nasib logbook saya yang tak ada tempelan gambaran berwarna sedikitpun Lalu spontan Langsung ekspresi wajah berubah waktu tau yang gantiin itu dokter cantik yang maunya pke bahasa Indonesia formal kalo ngomng ..baik sih dokternya ga banyak macem tapii spontan yang tadinya kelompok C nyantai jadi dibuat sedikit tegangdokternya pke pasang muka badmood gthu juga ..-___-

Its my problem kalo dari awal udah niatnya santai ,,feel nya udah males-malesan ..satu per satu bahasan Learning Issue udah di bahas teman-teman dengan di ketuai oleh Lina (anaknya pendiam, baek banget ,,pokoknya wanita idaman lah ,,apalagi suaranya lembut ditambah anaknya sholeha *sekalian mau publish hhi )..back to my problem ..AKU MAU NGOMONG APAA temanteman ??? Sambil lirik-lirikan sama wajah badmoodnya dokter itu..saya mulai baca-baca lagi apa yang telah saya tulis dari jam 21-00 sampe jam 00-00..sudah tau lah tulisan gak tau mirip cacing jenis apa lagi ..ditambah gak ngertiii sama bahannyaa T___T.. *al hasil dari toleh menoleh sama teman yang lain ..aku akhirnya bahas masalah tumbuh kembang dentokraniofasial ..hhaha yang aku taunya Cuma kalo dentokraniofasial itu berarti kan struktur anatomis dimana dibagi aja jadi tiga istilah nya dentokranio-fasial nah bearti hubungan antara gigi geligi dengan rahang dan profil wajah ..nah dari gigi itu akan mempengaruhi bentuk wajah kita .. Trus bahas dari kasusnya juga yang bilang kalo ni remaja 15tahun giginya berlebih ya jadi namanya supernumerary ..done itu aja yang aku bahas hahha Selesai bahas ..mulai timbul bosan,,males dengarin penjelasan lain hha ..emang dasar aku nya yang gak mau lagi denger udah gak nyangkut tuh bahan di otakku .. Saya salut sama teman-teman yang mau bnyak kasih tambahan bahan ..mereka rajin sekaliii aaa..aku akuu akuu kpan yaa ?? haha

Seakan sadar dari lamunan itu ..tau-tau sudah sintesa aja nih ..itu artinya udah selesai tutorial kali ini ..Alhamdulillah Nah ini nih habis tutorial terbitlah laperr oOOO April 22, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Kategori: my DENTIST diary Tinggalkan Komentar

Makalah Ilmiah Oral Biologi

Rate This PERANAN SEL LAGERHANS ORAL MUKOSA IMMUNOPATOGENESIS pada PENYAKIT PERIODONTAL ABSTRAK Oral Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme.4 Daerah di dalam rongga mulut pertemuan antara gingival dan gigi merupakan tempat yang sedikit rawan untuk perlekatan mikroorganisme. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke gigi yang baik sehingga pada keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat masuk kedalam membran periodontal. Rongga mulut merupakan jalan keluar masuk utamanya mikroorganisme, oleh karena itu sangat banyak faktor yang terlibat dalam proses imun terhadap mikroorganisme yang pathogen. Lebih dari 300 spesies bakteri dapat ditemukan sebagai mikrobiota di daerah subgingiva, dan hanya beberapa spesies yang telah diketahui terlibat dalam proses inisiasi dan progresifitas penyakit periodontal [21]. Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Bacteroidesforsythus merupakan bakteri periodontopathogen yang sangat agresif. Infeksi bakteri periodontophatogen inilah yang dapat memicu sekresi peningkatan inflamatory sitokin 5, yang akan memicu timbulnya proses keradangan atau inflamatory. Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal, diduga sitokin dan sel langerhans ikut berperan dalam perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan gingival dan crevicular fluid, dan kadarnya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi peningkatan fibroblast prokolagen, Prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. Il-2 yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi periodontitis. Hasil akhir dari metabolisme bakteri periodotophatogen berupa berbagai macam asam amino dan berbagai macam endotoksin, hemolisin, kolagenase dan berbagai macam protease juga dapat menyebabkan kerusakan imunnoglobulin, faktor komplemen, dan heme-sequestering proteins : suatu protein dari host yang dapat menahan kerusakan kolagen. Banyak faktor lain seperti respon imun seluler lokal dan sistemik serta respon humoral sekretori lokal dan serum juga ikut berperan dalam proses patogenase berbagai kelainan atau penyakit periodontal. Kata kunci : oral mukosa, sel langerhans dan sistem imun terhadap penyakit periodontal. ISI Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis yang menggambarkan bentuk klinis dari proses inflamasi yang di produksi oleh dental biofilm.2 periodontitis merupakan penyakit jaringan penyangga gigi, disebabkan oleh mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan adanya poket, resesi gingival atau keduanya. Jenis periodontitis yang sering terjadi adalah periodontitis kronis yang di sebabkan oleh plak dan kalkulus yang berkembang sangat lamabat dan biasanya menyerang pada orang dewasa atau tua. 4 Meskipun mekanisme pathogenesis belum jelas diketahui, konsep ini meyatakan bahwa kerusakan jaringan periodontal lebih di sebabkan oleh ketidak seimbangan host bacterial ecosystem di daerah sub gingival.3

Endotoksin merupakan hasil dari metabolisme bakteri periodonpathogen yang akan merangsang timbulnya matrix metalloproteinase, sehingga merangsang proses apoptosis pada sel tulang. Apoptosis yang berlebihan akan menyebabkan resesi tulang tetap berlanjut meskipun plak dan kalkulusnya sudah di bersihkan. 24 Dengan adanya terapi periodontal terbaru yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan tulang yang berlanjut dan merusak endotoksin. Terapi ini menggunakan antibiotik dan antiseptic telah terbukti efektif untuk membunuh bakteri periodontophatogen serta mengahambat terjadinya proses MMP. Penyakit periodontal merupakan kondisi keradangan yang menyebabkan kerusakan secara perlahan-lahan terhadap jaringan penyangga gigi. Matriks ekstraseluler, seperti kolagen, fibronectin dan proteoglikan merupakan matriks yang penting dalam menjaga integritas struktural jaringan penyangga gigi. Terjadinya kerusakan tulang pada jaringan periodontal yang bersifat irreversible.bakteri periodontopathogen dan produknya dapat memicu respon inflamasi dan respon imun pada host. Adanya inflamasi ini meningkatkan sekelompok enzim proteolitik yang disebut dengan matrixmetalloproteinase (MMP) yang berperan besar terhadap timbulnya penyakit periodontal. MMP merupakan protein yang bertanggung jawab terhadap remodeling dan degradasi komponen matriks ekstraselluler. Keberadaan MMP dikontrol oleh sel lain seperti fibroblast dan makrofag, serta distribusi tissue inhibitor of MMP (TIMP) yang tersebar pada jaringan dan cairan ekstrasel. MMP-1 dan MMP-8 keduanya merupakan kolagenase; dimana MMP-8 dihasilkan oleh neutrofil danMMP-1 dihasilkan oleh sel host, termasuk epitel, fibroblast dan makrofag. MMP diketahui juga diproduksi oleh PG dan AA. Peran Sitokin dan Sel Lagerhans Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal,diduga sitokin dan sel Lagerhans ikut berperan pada perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan gingiva dan crevicular fluid, dan kadar keduanya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi peningkatan fibroblas prokolagen, prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. IL-2 yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi periodontitis. Demikian juga dengan IL-4 yang berperan dalam mengaktivasi proliferasi dan diferensiasi sel B, pertumbuhan selT, fungsi makrofag, serta pertumbuhan sel mast kadarnya juga meningkat selama periodontitis. IL-6 yang menginduksi produksi antibodi, kadarnya meningkat pada peradangan gusi (gingivitis) dan berperan pada resorbsi tulang. 5 Kemampuan leukosit melekat pada sel endotel akan meningkat karena induksi TNF. Aktivitas fagositosis dan kemotaksisnya juga akan meningkat. Efek TNF pada leukosit dan juga induksinya terhadap makrofag, mempunyai peran dalam perubahan vaskular yang terjadi pada kelaianan periodontal. Sitotoksisitas sel jaringan juga dapat disebabkan oleh interaksi langsung limfosit dengan sel target yang mengandung antigen spesifik yang berada pada permukaannya. Walaupun antigen yang ditemukan oleh limfosit yang tersensitisasi umumnya sangat spesifik, efek sitotoksik akibat interaksi limfosit-sel pejamu biasanya tidak spesifik. Oleh karena itu, diduga bahwa bertahannya deposisi antigen plak gigi ke dalam jaringan gusi, dibantu oleh terbentuknya sel yang memproduksi limfotoksin dan / atau langsung karena limfosi totoksisitas. Kejadian ini mengakibatkan kerusakan jaringan pada kasus kelainan periodontal. Komponen Jaringan Membran Mukosa Barier protektif mukosa rongga mulut terlihat berlapis-lapis, terdiri dari air liur dan permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan komponen selular serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. 5 Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri atas squamosa yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan derajat keratimisasinya yang menyebabkan mukosa mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini haruslah dalam keadaan seimbang. 6

Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi, dan bibir, mirip yang berasal dari gusi dan pulpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah danstruktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria, akan difagositosis oleh sel-sel Lagerhans yang banyak ditemukan dimukosa mulut. Celah gusi Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel functional yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran cairan crevicular fluid ini merupakan proses fifiologik atau merupakan respons terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum jelas. Pendapat yang banyak dianut saat ini adalah pada keadaan normal cairan crevicular fluid yang mengandung leukositini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit, cairan crevicular ini juga mengandung komponen komplemen, seluler, dan humoral yang terlibat pada respon imun.7 Saliva Saliva disekresikan oleh kelenjar-kelenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar kecil pada permukaan mukosa. Aliran saliva sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini, saliva berperan sebagai pelumas aksi otot-otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran saliva akan mencuci permukaan mukosa mulut, sedangkan sirkulasi darah sub epitel bertindak sebagai suplemen pada batas jaringan lunak dan jaringan keras melalui celah gingival. Berbagai senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan ditemukan dalam saliva. Lisozim atau muramidase mempunyai aktivitas bakterisidal yang bekerja memecah ikatan antara N-asetil glukosaamin dengan asam N-asetilmuramat dalam komponen mukopeptida dinding sel. Komponen-komponen yang terdapat pada saliva adalah C3 yang sebagian besar berasal dari cairan celah gingival. Komponen seluler yang banyak ditemukan di dalam aliran saliva adalah leukosit. Diperkirakan migrasi leukosit sekitar satu juta per menit melalui air liur. Asal leukosit ini dari cairan celah gusi dansekitar 9899% berupa PMN, neutrofil, sisanya terdiri atas limfosit, monosit, dan eosinofil. Antibodi yang paling penting di dalam air liur adalah immunoglobulin A (IgA) sekresi air liur. Selain itu, juga ditemukan sedikit IgG dan IgM yangberasal dari cairan celah gusi.6 Adanya reaksi hipersensitivitas pada kelainan periodontal Dalam tahap awal, respon imun digunakan sebagai pertahanan tubuh untuk melawan serangan antigen yang melekat pada plak gigi. Tetapi akibat adanya akumulasi plak, respon imun menjadi lebih kompleks sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe IV, III,II,I. Pada reaksi hipersensitif tipe IV, immunitas seluler (CMI) diaktivasi oleh antigen bakterial plak gigi sehingga menjadi proliferasi sel T dan sel B. Subpopulasi sel T sangat sitotoksik terhadap jaringan periodonsium. Limfosit memasok mediator terlarut, seperti MIF yang akan menghambat pergerakan makrofag dan PMN neutrofil, faktor merusak fibroblas, dan OAF yang dapat menimbulkan kerusakan tulang. Akibat kerusakan ini, antigen akan masuk lebih dalam lagi ke dalam jaringan periodonsium. Adanya kompleks imun di dalam jaringan periodontal, berupa ikatan antigen-antibodi, menunjukan bahwa terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III. PMN di dalam cairan celah gusi ( crevicular fluid), mempunyai membran yang dapatmengikat IgG, IgM, dan C3. Kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik komplemen dengan akibat terjadi peningkatan mediator biologik yang akanmenginduksi peningkatan permeabilitas vaskular, agregasi platelet, kemotaksisfagosit, opsonisasi, dan fagositosis. Pada proses ini juga dilepaskan enzim-enzimlisisim oleh PMN dn makrofag, seperti lozosim, hialuronidase, dan kolagenaseyang mengakbatkan kerusakan jaringan lokal. Kolagenase akan merusak kolagen jaringan periodontal. Hasil akhir proses ini adalah lisisnya sel disertai resorbsi tulang yang dimediatori oleh prostaglandin. Pada reaksi tipe III ini, CMI juga ikut dilibatkan, karena

C3b dapat berinteraksi dengan reseptor limfosit sehingga terjadi pelepasan limfokin. Dengan demikian, sering terlihat adanya reaksi hipersensitivitas tipe III dengan tipe IV. Pada kelainan periodontal terdapat tiga proses reaksi hipersensitivitas tipe II, yaitu: 1. Fagositosis setelah terjadi ikatan antigen-antibodi 2. Aktivitas sel T 3. Lisisnya sel karena aktivasi komplemen Respon imun yang semula dibangkitkan untuk mekanisme pertahanan,ternyata kemudian justru merusak jaringan periodontal. Untuk menghadapi keadaan ini, tubuh dibekali mekanisme perthanan lain yaitu dengan menghamba tperningkatan respon imun lebih lanjut untuk mencegah kerusakan total jaringan periodontal. Mekanisme penekanan respon imun ini meliputi: 1. Penekanan CMIR dengan mneginduksi sek sel supresif 2.Berbagai faktor penghambat di dalam serum juga ditemukan pada kasus periodontitis berat 3. Makrofag mensekresikan prostaglandin yang menghambat respon seluler 4. Inhibitior proteinase akan menghambat jalur komolemen 5. Komponen-komponen plak gigi seperti LPS menurunkan aktivitas CMI,LTA menghambat HMIR, dekstran ikatan ( 1menjadi 6 ) menurunkantoleransi sel B, dan bakteri plak mengeluarkan proteinase spesifik yangmenghambat kerja beberapa klas imunoglobuolin. Sistem Imun Stem sel yang diproduksi oleh sumsum tulang, merupakan sel multipoten. Dalam perkembangannya, sel ini dapat menjadi sel promonosit dan prelimfosit(limfosit primitive). Promonosit kemudian akan menjadi monosit di dalam pembuluh darah dan bila memasuki jaringan dikenal sebagai makrofag. Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi. Bila di pengaruhi oleh Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi.Bila dipengaruhi timus, prelimfosit akan berkembang menjadi limfosit T (sel-T),yang nantinya bertanggung jawab pada sistem imunitas seluler (Cell-mediated immunresponses/CMI). Prelimfosit yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh organ yang equivalen dengan bursa of fabricius pada unggas atau gut associated lymphoid tissues (GALT), seperti tonsil, umbai cacing, limpa, ataubercak-bercak Peyerss pada usus, akan berubah menjadi Limfosit B (sel-B)yang akan bertindak sebagai mediator immunitas humoral (humoral-mediated immunoresponses / HMI) . Begitu menyusup ke dalam jaringan, antigen di fagositosis oleh makrofag,diproses menjadi superantigen. Kemudian, makrofag akan bertindak sebagai selpenyaji antigen (antigen-presenting cells / APC), yaitu mempresentasikan antigenyang sudah diproses kepada sel-T dan sel-B. Sel dendritik dan sel Lagerhans juga dapat bertindak sebagai APS. Mekanisme Respons Imun Titik sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limfosit T,terutama sel T CD4 (T4).[20] Setellah diproses oleh APC ( Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel Lagerhans, dan sel dendritik, antigen akan disajikan kepada sel T4 oleh APC. Akibatnya, sel T4 akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral.Untuk mengaktivasi sel T4, sedikitnya dibutuhkan dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen sel T pada kompleks antigen MHC kelas II yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua berasal dari interleukin (IL-1),suatu protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel T4 yang sudah tersensitisasi antigen, akan mengaktifkan sel T8 yang berfungsi

menghancurkan sel asing, sel T memori yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T8 yang sudah teraktivasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghancurkan sel target. [3-4] Gambar 1-3. Immunopatogenesis kelainan periodontal KESIMPULAN Kelainan gingiva dan periodontal diinduksi oleh plak gigi bakterial. Pada kelainan ini terdapat empat stadium immunopatologi yang melibatkan respon imun sistemik. 1. Awal lesi ditemukan dalam kondisi normal, namun sudah ada respon inflamasi lokal oleh PMN leukosit, aktivasi komplemen, kemotaksis yang dihasilkan antigen plak, dan mungkin sudah terjadi kompleks imun. 2. Pada lesi ini terlihat infiltrasi lokal sel T dan beberapa sel B. Limfosit didalam sirkulasi sudah tersensitisasi antigen plak yang dapat dilihat darikemampuannya melepaskan limfokin. 3. Lesi yang menetap di karakterisasikan dengan infiltrasi sel plasma secaralokal dan limfosit di dalam darah perifer dapat distimulasi untuk berproliferasi oleh antigen plak. 4. Pada lesi yang sudah lanjut, ditandai dengan mekanisme imunopatologiyang destruktif. Proses destruktif ini dapat mengakibatkan hilangnya gigi.Mekanisme imunologi kelainan periodontal sangat kompleks yang melibatkanreaksi hipersensitivitas tipe IV,III,II, dan I disertai mekanisme protektif-destruktif melalui fungsi limfosit dan makrofag serta aktivasi antibodi dankomplemen. Proses ini dimodulasi oleh bahan immunopotensiasi danimunosupresi untuk mencegah respon imun yang tidak terkontrol. . Referensi 1. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology, 9th ed.WBSaunders Co. Philadelphia.(2002).67-69, 559-560, 676-681 5. Wilson TG and Kornman KS.Anatomy of the Periodontium Fundamentalsof Periodontics, 2 Nd ed. Quintessence Publishing Co,Inc.(2003).32-33. 6. Roeslan, Boedi. Immunologi Oral Kelainan di Rongga Mulut.BalaiPenerbit FK UI. Jakarta.(2002).113-115Reddy, Santhypria.Essentials of clinical periodontology and periodontics..2006 ISBN : 81-8448-148-9 5. F.X. Lu1,2* and R.S. Jacobson2. Oral Mucosal Immunity and HIV/SIV Infection J Dent Res . (2007).86(3):216-226 7. H. Ohyama, N. Kato-Kogoe, A. Kuhara, F. Nishimura, K. Nakasho, K. Yamanegi, N. Yamada, M. Hata, J. Yamane and N.The Involvement of IL-23 and the Th17 Pathway in Periodontitis. 2009. J Dent Res88(7):633-638 6. C.W. Cutler and R. Jotwani .Dendritic Cells at the Oral Mucosal Interface. J DENT RES 2006 85: 678 8. Baker, P.J., et al., Heterogeneity of Porphyromonas gingivalis strains in the induction of alveolar bone loss in mice. Oral Microbiol Immunol, 2000. 15(1): p. 27-32. 9. Kinane DF, Lappin DF. Clinical, pathological and immunological aspects of periodontal disease. Acta Odontol 2001;59:154-160. April 4, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Kategori: my DENTIST diary Tinggalkan Komentar

Makalah BM : Klasifikasi Kelainan Kelenjar Ludah

Rate This MAKALAH BM KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH

Oleh: Sonya Annisa Ilma 04091004005

Dosen: Drg. Galuh Anggraini, SpBM

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 2011 KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH 1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI

1.

A.

APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K. Graamans)

Definisi Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah kelenjar parotis. Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan. Diagnosis Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri. Perawatan

Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan sialadenitis bakteri

1. B. ABERANSIA Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah. Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher , mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak memerlukan intervensi. Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose. Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.

Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula. 1. C. ATRESIA Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah. Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.

II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi. A. SIALOLITHIASIS Definisi Calculi atau batu dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris. Etiologi Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari duktus.

Gambaran klinis

Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya. Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang bersangkutan. Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam

Diagnosis

Secara klinis abnormal saat pemeriksaan Ekstraoral Pembengkakan Intraoral Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran. Pemeriksaan

Radiografi tidak semua kalkuli radioopaq Sialografi Dapat mendeteksi adanya mucous plugs

Perawatan : . Pemijatan dari kelenjar . Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi ke depan. Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder. Analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pembedahan jika diperlukan

III. MUCOUS RETENTION

1. A. MUCOCELE Definisi Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara khas disebut Mucocele Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus : 1. 2. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus dibatasi oleh epitel duktus dan merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus tidak ada batas-batas epitel. Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat. 3. 3. Etiologi Etiologi Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigitgigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Diagnosis Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi. Gambaran Klinis

Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter, beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.

Mucocele pada anterior median line ventral lidah

mucocele pada bibir bawah

Perawatan Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.

1.

B.

RANULA

Definisi ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan glandula saliva minor. Etiologi Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.. Gejala klinis Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang kadang lesi hanya terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas, tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal. Gambaran klinis ranula simpel Perawatan Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula. gambaran klinis ranula plunging

IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS 1. A. NECROTIZING METAPLASIA

Definisi Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor. Etiologi Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.

Gambaran Klinis Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor. Perawatan Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.

1.

B.

VIRAL INFECTIONS MUMPS

1. 1. Etiologi

Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki mumps.

Gejala klinis Biasanya, mumps menyerang anak anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva, nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis, tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan. Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.

Perawatan Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan

1.

2.

CYTOMEGALOVIRUS INFECTION

Etiologi Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya. CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV adalah penyebab utama terjadi ny non Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada kebanyak populasi. Gejala klinis CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi pembesaran kelenjar saliva.

Perawatan Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir

1.

3.

HIV INFECTION

Etiologi Neoplastik dan non neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogrens syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini HIV penykit kelenjar ludah (HIV-SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.

Gejala klinis Kebanyakan gejala HIV GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien mengalami pembesaran bilateral.

Perawatan Pengobatan HIV SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.

1.

4.

Hepatitis C virus Infection

Etiiologi

HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara HCV dan Sjogrens syndrome

Gejala klinis Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.

Perawatan Perawatan berdasarkan gejalanya.

1.

C.

BACTERY INFECTIONS

1. 1. ALLERGIC SIALADENITIS Definisi Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak. Etiologi Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak tepat. Perawatan Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder. 1. D. ACTINOMYCOSIS

Etiologi Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas. Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk: 1. 2. 3. 4. Bentuk abdominalis Bentuk servikofasialis Bentuk torakalis Bentuk generalisata

Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut. Gambaran klinis

Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan. Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput otak (meningens).

V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT

1.

A.

SJOGREN SYNDROME

Definisi Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.

Gejala klinis tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).

Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbedabeda. Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome

Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat menyebabkan kematian.

1.

DIABETES

Definisi Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan penyakit mata dapat terjadi. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol, peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya. Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada pada pasien diabetes yang lebih tua.

Etiologi Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini. Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf otonom pada populasi diabetes

1.

B.

GRANULOMATOUS CONDITIONS

1.

1.

TUBERCULOSIS

Definisi Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.

Diagnosa Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium

Perawatan Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.

1.

2.

SARCOIDOSIS

Definisi Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordts syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20 kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit, bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.

Pemeriksaan Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin Iconverting enzyme )

Perawatan Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.

1. 3. BULIMIA / ANOREKSIA Definisi Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Etiologi Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Gambaran klinis

Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah. Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis. Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut. Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia. Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.

Pemeriksaan Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.

Perawatan

Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang dan profil psikologikal.

Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan. Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan hipertropi kelenjar saliva.

1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.

Terapi : Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien. Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis. Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan jarang ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini. Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik. Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini. Tidak di perlukan biopsy

VI. NEOPLASMA BENIGN TUMORS A. PLEOMORPHIC ADENOMA Definisi dan Etiologi Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan kelenjar saliva minor. Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan jenis kelamin perempuan lebih sering terkena. Gambaran klinis Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal. Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar jika tumor ini tidak dirawat.

Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa

Fig.Pleomorphic adenoma of the palate.

Perawatan Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan pembuangan dari kelenjar saliva tersebut. B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM Definisi Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis, tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila. Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita Gambaran klinis Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri kecuali tumor ini menjadi superinfected. Fig.Lipoma of the buccal mucosa. Perawatan Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi rekurensi. C. ONCOMYTIS Definisi Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan. Gambaran klinis Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral. Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral. Pathology Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi yang agrresive Perawatan Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis. Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi

1. D. BASAL CELL ADENOMAS Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor. Patologi Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva yang normal .

Perawatan Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk membraneous sering terjadi rekuren. E. CANALICULAR ADENOMA Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic. Patologi Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan vaskularisasi yang tinggi Perawatan Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur F. SEBACEOUS ADENOMA Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena. Perawatan Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang dengan pembedahan

G. MYOEPITHELIOMA Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik dengan pertumbuhan yang lambat.

Patologi Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein.

Perawatan Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren. H. Ductal papilloma Definisi Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori, dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum Simple Ductal Papilloma. Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang berwarna merah. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Inverted Ductal Papilloma. Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Sialadenoma Papilliferum. Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren. MALIGNANT NEOPLASMA Definisi Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008). Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis). Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008). Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008). 2.Klasifikasi malignant Neoplasma

2.1. Mucoepidermoid Carcinoma Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008). Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).

Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel epidermoid (sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008). Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk, dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008). 2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma Definisi Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 4% dari neoplasma ganas kepala dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 23% dari seluruh neoplasma malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma. Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang orang dengan rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1. Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor, dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.

Tanda dan gejala

Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang . Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular, padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.

Perawatan Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu pembedahan ini diikuti oleh radioterapi. Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%), namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.

2.3Adenoid Cystic Carcinoma Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008). Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997; Lee, 2003). Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi. Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum. Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk silindris (Syafriadi, 2008). Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008). Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka prognosisnya buruk (Adam et al., 1997). 2.4.Clear Cell carcinoma Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Sel-

sel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .

Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi.

Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .

2.5.Acinic Cell Carsinoma Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul, merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm (Syafriadi,2008). Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap. Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi (Vidyadhara et al., 2007).

Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini kelenjar saliva (kiri). Sumber : Anonim, 2008. 2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan 36 sampai 39% masing-masingnya.

Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun. Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.

MAKALAH BM KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH

Oleh: Anggi Sona Putri Nonegrina 04091004059

Dosen:

Drg. Galuh Anggraini, SpBM

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 2011 KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH 1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI

1. A. APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K. Graamans) Definisi Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah kelenjar parotis. Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan. Diagnosis Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri. Perawatan Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan sialadenitis bakteri

1. B. ABERANSIA Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah. Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher , mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak memerlukan intervensi. Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose. Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.

Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula. 1. C. ATRESIA Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah. Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.

II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi. A. SIALOLITHIASIS Definisi Calculi atau batu dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris. Etiologi Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari duktus.

Gambaran klinis

Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya. Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang bersangkutan. Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam

Diagnosis Secara klinis abnormal saat pemeriksaan Ekstraoral Pembengkakan Intraoral Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran. Pemeriksaan

Radiografi tidak semua kalkuli radioopaq Sialografi Dapat mendeteksi adanya mucous plugs

Perawatan : . Pemijatan dari kelenjar . Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi ke depan. Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder. Analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pembedahan jika diperlukan

III. MUCOUS RETENTION

1.

A.

MUCOCELE

Definisi Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara khas disebut Mucocele Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus : 1. 2. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus dibatasi oleh epitel duktus dan merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus tidak ada batas-batas epitel. Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat. 3. 3. Etiologi Etiologi Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigitgigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Diagnosis Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi. Gambaran Klinis Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter, beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.

Mucocele pada anterior median line ventral lidah

mucocele pada bibir bawah

Perawatan Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.

1.

B.

RANULA

Definisi ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan glandula saliva minor. Etiologi Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.. Gejala klinis Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang kadang lesi hanya terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas, tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal. Gambaran klinis ranula simpel Perawatan Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula. gambaran klinis ranula plunging

IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS 1. A. NECROTIZING METAPLASIA Definisi Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor. Etiologi Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.

Gambaran Klinis Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor. Perawatan

Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.

1.

B. VIRAL INFECTIONS 1. 1. MUMPS

Etiologi Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki mumps.

Gejala klinis Biasanya, mumps menyerang anak anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva, nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis, tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan. Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.

Perawatan Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan

1.

2.

CYTOMEGALOVIRUS INFECTION

Etiologi Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya. CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV adalah penyebab utama terjadi ny non Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada kebanyak populasi. Gejala klinis CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi pembesaran kelenjar saliva.

Perawatan Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir

1. 3. HIV INFECTION Etiologi Neoplastik dan non neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogrens syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini HIV penykit kelenjar ludah (HIV-SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.

Gejala klinis Kebanyakan gejala HIV GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien mengalami pembesaran bilateral.

Perawatan Pengobatan HIV SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.

1. 4. Hepatitis C virus Infection Etiiologi HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara HCV dan Sjogrens syndrome

Gejala klinis Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.

Perawatan Perawatan berdasarkan gejalanya.

1.

C.

BACTERY INFECTIONS

1.

1.

ALLERGIC SIALADENITIS

Definisi Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak. Etiologi Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak tepat. Perawatan Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder. 1. D. ACTINOMYCOSIS

Etiologi Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas. Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk: 1. 2. 3. Bentuk abdominalis Bentuk servikofasialis Bentuk torakalis

4. Bentuk generalisata Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut. Gambaran klinis Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan. Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput otak (meningens).

V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT

1.

A.

SJOGREN SYNDROME

Definisi Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.

Gejala klinis tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).

Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbedabeda. Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome

Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat menyebabkan kematian.

1.

DIABETES

Definisi Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan penyakit mata dapat terjadi. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol, peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya. Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada pada pasien diabetes yang lebih tua.

Etiologi

Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini. Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf otonom pada populasi diabetes

1.

B.

GRANULOMATOUS CONDITIONS

1. 1. TUBERCULOSIS Definisi Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.

Diagnosa Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium

Perawatan Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.

1.

2.

SARCOIDOSIS

Definisi Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordts syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20 kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit, bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.

Pemeriksaan Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin Iconverting enzyme )

Perawatan Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.

1.

3.

BULIMIA / ANOREKSIA

Definisi Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Etiologi Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Gambaran klinis

Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah. Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis. Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut. Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia. Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.

Pemeriksaan Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.

Perawatan

Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang dan profil psikologikal. Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan. Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan hipertropi kelenjar saliva.

1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.

Terapi : Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien. Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis. Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan

jarang ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini. Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik. Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini. Tidak di perlukan biopsy

VI. NEOPLASMA BENIGN TUMORS A. PLEOMORPHIC ADENOMA Definisi dan Etiologi Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan kelenjar saliva minor. Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan jenis kelamin perempuan lebih sering terkena. Gambaran klinis Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal. Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar jika tumor ini tidak dirawat.

Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa

Fig.Pleomorphic adenoma of the palate.

Perawatan Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan pembuangan dari kelenjar saliva tersebut. B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM Definisi Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis, tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila. Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita

Gambaran klinis Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri kecuali tumor ini menjadi superinfected. Fig.Lipoma of the buccal mucosa. Perawatan Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi rekurensi. C. ONCOMYTIS Definisi Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan. Gambaran klinis Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral. Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral. Pathology Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi yang agrresive Perawatan Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis. Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi 1. D. BASAL CELL ADENOMAS Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor. Patologi Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva yang normal .

Perawatan Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk membraneous sering terjadi rekuren. E. CANALICULAR ADENOMA Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic.

Patologi Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan vaskularisasi yang tinggi Perawatan Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur F. SEBACEOUS ADENOMA Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena. Perawatan Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang dengan pembedahan

G. MYOEPITHELIOMA Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik dengan pertumbuhan yang lambat.

Patologi Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein. Perawatan Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren. H. Ductal papilloma Definisi Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori, dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum Simple Ductal Papilloma. Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang berwarna merah. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Inverted Ductal Papilloma. Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft. Perawatan

Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Sialadenoma Papilliferum. Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren. MALIGNANT NEOPLASMA Definisi Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008). Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis). Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008). Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008). 2.Klasifikasi malignant Neoplasma 2.1. Mucoepidermoid Carcinoma Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008). Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).

Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel

epidermoid (sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008). Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk, dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008). 2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma Definisi Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 4% dari neoplasma ganas kepala dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 23% dari seluruh neoplasma malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma. Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang orang dengan rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1. Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor, dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.

Tanda dan gejala Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang . Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular, padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.

Perawatan Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu pembedahan ini diikuti oleh radioterapi. Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%), namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.

2.3Adenoid Cystic Carcinoma Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).

Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997; Lee, 2003). Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi. Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum. Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk silindris (Syafriadi, 2008). Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008). Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka prognosisnya buruk (Adam et al., 1997). 2.4.Clear Cell carcinoma Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Selsel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .

Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi.

Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .

2.5.Acinic Cell Carsinoma Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul, merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm (Syafriadi,2008). Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap. Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi (Vidyadhara et al., 2007).

Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini kelenjar saliva (kiri). Sumber : Anonim, 2008. 2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan 36 sampai 39% masing-masingnya. Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun. Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.

September 30, 2011

bingkaikehidupanmujahidah

Tinggalkan Komentar

Kategori: my DENTIST diary

Oral Biology

Rate This MANTLE DENTIN & CIRCUMPULPAL DENTIN (Tugas Makalah Mata Kuliah Oral Biologi III) Disusun oleh : Sonya Annisa Ilma 04091004005 04091004006 Dwi Woro Pancarwati

Mantle Dentin dan Circumpulpal Dentin ( definisi, gambaran dan perbedaanya ) Dentin primer terbentuk cepat selama pembentukan gigi. Dentin primer ini terbentuk sebelum erupsi gigi dan akar selesai dibentuk sempurna. Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk. Hal ini menjelaskan bahwa ruang pulpa merupakan bagian utama dari masa dentin. Lapisan luar dentin primer yang disintesis pada awal dentinogenesis disebut dentin mantel. Dentin Mantle lebih sedikit mengandung mineral daripada lapisan lain dari dentin yaitu dentin primer circumpulpal. Pembentukan dentin utama terus berlanjut sampai gigi menjadi fungsional (Linde & Goldberg 1993) atau sampai apeks akar ditutup (Torneck 1994). Setelah itu hasil pembentukan dentin sebagai dentinogenesis sekunder, yang berlanjut pada tingkat lebih lambat dibandingkan dengan dentinogenesis utama selama waktu-kehidupan individu.

Ada tiga jenis dentin : 1. Dentin primer 1. 2. 3. 4. a. Dentin mantel b. Dentin circumpulpal Dentin sekunder Dentin tersier primer

Dentin primer, dentin yang paling menonjol di gigi terletak antara email dan ruang pulpa. Dentin primer memenuhi fungsi pembentukan ruang pulpa. Lapisan luar yang paling dekat dengan email dikenal sebagai dentin mantel. Sedangkan di bawahnya terletak dentin circumpulpal. 1. 2. 3. 4. Tahap kuncup Tahap tudung Tahap lonceng pengapuran tulang Aposisi dan pengapuran email dan dentin

5. Mahkota desidui sdh lengkap dg pmbntukan Email & gigi permanen brbeda saat lahir 1. Erupsi awal gigi desidui & mahkota gigi perma-

Nen hampir selesai terbentuk 1. Akar gigi desidui terlihat tanda2 resorbsi &gigi Permanen ,pembentukan gigi telah selesai 1. 2. Gigi permanen sedang erupsi Pd gigi permanen trlihat tnda2 Diagram mengambarkan tahap perkembangan gigi keausan. (Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996)

DEFINISI 1. Dentin Mantel http://www.pua.edu.eg/Version2/Courses2/Dentistry%20Courses/2008/Spring/Sophomore/OB212/Lectures/Histology%20of%20 Dentin.pdf Gmbr.Struktur dalam dentin Dentin mantel adalah dentin yang terbentuk pertama kali didekat persimpangan dentinoenamel junction . Dentin mantel merupakan lapisan pertama dentin yang mengapur, ditumpuk pada email, dan merupakan sisi dentin pada pertemuan dentin email. Dentin mantle dibatasi oleh zona dentin interglobular dan persimpangan dentinoenamel junction, yang berarti bahwa pertemuan mantle dentin dan circumpulpal itu ditandai dgn adanya interglobular. Zona ini memiliki fibril tegak yang lurus ke persimpangan dentinoenamel junction. Fibrills kolagen yang lebih besar daripada yang ada didalam dentin circumpulpal. Sehingga terletak pada bagian luar atau sebagian besar perangkat dentin primer. Dentin mantel dibentuk oleh odontoblas dan membentuk sebuah lapisan dengan tebal sekitar 150 mikrometer. 1. b. Circumpulpal dentin

A, Epithelial rests B, Mantle dentin C, Globular dentin D, Circumpulpal dentin http://210.44.214.13/lab/oral%20histology%20slides/chap01/01_21big.htm

Dentin primer yang mengelilingi pulpa disebut dentin circumpulpal. Dentin circumpulpal terletak dibawah dentin mantel. Dentin ini membentuk sebagian besar gigi. Mengandung mineral sedikit lebih banyak dari dentin mantel yaitu sebuah dentin termineralisasi yang membuat sebagian besar lapisan dentin dan terbentuk setelah dentin mantel di keluarkan oleh odontoblas. Oleh karena itu circumpulpal dentin mengandung serat kolagen yang lebih kecil dengan diameter (0,05 mikron) dan lebih dekat terkumpul dibandingkan dengan dentin mantel. Circumpulpal dentin menunjukkan semua dentin dibentuk sebelum lengkap. Perbedaan dentin mantle dengan dentin circumpulpal : Mantle dentin : Dentin mantle sedikit kurang mineral Serat kolagen berorientasi tegak lurus dengan DEJ. Banyak terdapat cabang tubulus di daerah ini. Mengalami mineralisasi di vesikel matriks. mantle dentin biasanya dekat dgn enamel sedangkan circumpulpal dekat dengan dentin pulpa.

Dentin circumpulpal : Dasar struktur dentin. Bentuk sebagian besar dari dentin Seragam dalam struktur kecuali pada daerah dentin interglobular Termasuk dentin interglobular dan sekunder.

http://www.google.co.id/imglanding?q=mantle+dentin&hl=id&gbv=2&sout=0&biw=1366&bih=549&tbs=isch:1&tbnid=s1m6O IA52Y5R1M:&imgrefurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/histology/D_4_0.htm&imgurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/histology/ d_4_0.jpg&ei=heJfTZC3HJGvrAfG0LSzAQ&zoom=0&w=309&h=40 Keterangan gambar : A. Striae of Retzius B. Reparative dentin (irregular secondary dentin) C. Cementum D. Mantle dentin E. Circumpulpal dentin Referensi 1. 2. 3. 4. Louis l. Grossman ,Seymour Oliet Carlos E.Del Rio. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta : EGC, 1995 N. W. Johnson & D.F.G Poole. Medical Research Council Dental Research Unit, Dental School, Bristol Walton, Richard, E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC, 2008 Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996

Tulisan dari my DENTIST diary Kategori


Plat Ekspansi BLOK XII ORTHODONSI

1 Vote judul : Kasus Orthodonti seorang wanita 11 tahun datang ke dokter gigi bersama orang tuanya dengan keluhan gigi tidak rapi. pemeriksaan subyektif diketahui ayah pasien memiliki bentuk rahang yang sama dengan pasien. pemeriksaan obyektif profil muka cekung, relasi molar pertama tonjol mesio bukal molar pertama maksila bertemu tonjol distobukal molar pertama mandibula. perhitungan metode pont menunjukkan adanya kontraksi derajat sedang atau medium pada maksila. metode Howes indeks interfossa canina 42%. perhitungan metode korkhaus menunjukkan retrusi insisivus maksila. pemeriksaan penunjang sefalometri, diketahui SNA 80% dan SNB 81%. maka dokter gigi merencanakan perawatan pasien dengan alat removable . Learning issu : 1. pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial 2. perhitungan-perhitungan dalam diagnosis orthodonti 3. pemeriksaan sefalometri 4. rencana perawatan Belajar Mandiri : 1. Pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial Definisi : Pertumbuhan (growth) Adalah proses fisikokimia (biofisis) yang menyebabkan organisme menjadi besar Perkembangan (development) Adalah semua rentetan peristiwa (perubahan) yang berurutan dari pembuahan sel telur sampai menjadi dewasa. Maturasi (maturation) Berarti masak, kemantapan (stabilitas) dari tahap dewasa yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum pola arah pertumbuhan dan perkembangandentofacial adalah sama dengan organ tubuh yang lain yaitu ke arah depan belakang, ke samping dan ke arah atas bawah, tergantung titik mana yang dipakai sebagai acuan pengukuran. POLA ARAH PERTUMBUHAN MUKA DAN KEPALA Pertumbuhan muka dan kepala seseorang menuruti sebuah pola yang pada umumnya ditentukan oleh ras, keluarga dan umur. Ras-ras yang ada, Kaukasoid, Mongoloid dan Negroid mempunyai pola wajah yang berbeda-beda. Demikian juga dalam satu ras terdapat pola tertentu pada keluarga-keluarga. Selain itu pola pada bayi berbeda dengan anak-anak ataupun dewasa. Pada umurumur tertentu wajah dan kepala mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Baik ras maupun keluarga mempunyai pola pertumbuhan yang dapat dibedakan pada kelompok umur. Terdapat tiga bentuk umur fisiologis yaitu : 1. Berdasarkan pertumbuhan tulang (skeletal age) 2. Berdasarkan pertumbuhan gigi (dental age) 3. Berdasarkan perkembangan sistem fenetalia dengan sifat seksual sekunder. Umur skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi daerah yang terdapat banyak tulang-tulang dan discus epiphyseal seperti tulang pergelangan tangan. Gambar radiografi tulang pergelangan tangan dari tiap-tiap

umur anak yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan kasus seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai sebagai gambaran baku tersebut disebut indeks karpal. Umur dental ditentukan dengan dua cara : a. Berdasarkan atas jumlah dan tipe elemen gigi yang kelihatan di mulut. Tidak hanya jumlah gigi saja, tetapi dalam dunia binatang dan antropologi ragawi derajat pemakaian oklusal gigi dipakai juga untuk menentukan umur gigi. b. Umur dental ditentukan dengan membuat gambaran radiografi gigi desidui atau gigi permanen mandibula, gigi maxilla biasanya tidak digunakan. Gambaran gigi-gigi mandibula ini ditentukan sampai seberapa jauh tahap-tahap klasifikasi dan pembentukan akar gigi. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN A. Herediter (keturunan) B. Lingkungan 1. Trauma a. Trauma prenatal b. Trauma postnatal 2. Agen fisis a. Prematur ekstraksi gigi susu b. Makanan Kebiasaan buruk a. Mengisap jempol dan mengisap jari b. Menjulurkan lidah c. Mengisap dan menggigit bibir d. Posture e. Menggigit kuku f. Kebiasaan buruk lain 4. Penyakit a. Penyakit sistemik b. Penyakit endokrin c. Penyakit-penyakit lokal Penyakit periodontal Tumor Karies Premature loss gigi susu Gangguan urutan erupsi gigi permanen Hilangnya gigi permanen 5. Malnutrisi C. Gangguan perkembangan oleh sebab yang tidak diketahui HERIDITER Sudah lama diketahui bahwa faktor heriditer sebagai penyebab maloklusi. Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur orofasial. KELAINAN DENTOFASIAL

Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan menutup. Definisi : Oklusi adalah hubungan timbal balik permukaan gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah yang terjadi selama gerakan mandibula sampai terjadi kontak maksimal. KELAINAN DENTOFASIAL = DENTOFACIAL ANOMALI 1. Besar gigi dipengaruhi oleh ras dan keturunan 2. Bentuk gigi dipengaruhi : Ras : Gigi incisivus pertama orang Afrika permukaan lingualnya lebih halus. Keturunan: Besar setelah erupsi tidak berubah 3. Jumlah gigi : yang sering mengalami agenese adalah : M3, I2, P2, I1, P1 4. Posisi gigi: Inklisasi aksial, tonjol gigi yang rendah; tonjol gigi yang lebih tinggi, rotasi, hal ini akan mempengaruhi bentuk lengkung gigi, aktivitas TMJ, fungsi otot perioral atau sekitar mulut. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan maloklusi : 1. Keturunan 2. Lingkungan 3. Fungsional Maloklusi adalah hal yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. GOLONGAN MALOKLUSI : 1. Dental displasia 2. Skeleto Dental displasia 3. Skeletal displasia 1. Dental displasia : maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain. Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal Keseimbangan muka dan fungsi normal Perkembangan muka dan pola skeletal baik Macam-macam kelainan : Misalnya : kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan sebagainya. 2. Skeleto Dental displasia Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak normal pada hubungan rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium, fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut. 3. Skeletal Displasia Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada : a. Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium. b. Hubungan rahang atas dan rahang bawah KLASIFIKASI MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE Dasar : Hubungan mesiodistal yang normal antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Sebagai kunci oklusi digunakan gigi M1 atas. Dasar pemilihan : 1. Merupakan gigi terbesar 2. Merupakan gigi permanen yang tumbuh dalam urutan pertama 3. Tidak mengganti gigi desidui 4. Bila pergeseran gigi M1 maka akan diikuti oleh pergeseran poros gigi lainnya. 5. Jarang mengalami anomali 1. Kelas I Angle = Neutro Oklusi Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang normal terhadap maksila. Tanda-tanda :

a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi M1 bawah. b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi mesial P1 bawah. Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah. 2. Kelas II Angle = Disto oklusi Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila. Tanda-tanda : a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal gigi P2 bawah. b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah. c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke distal terhadap lengkung gigi di maksila sebanyak 12 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P. Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 : a. Kelas II Angle Divisi 1 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi b. Kelas II Angle Divisi 2 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya tidak ke labial atau retrusi. Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu sisi atau unilateral. 3. Kelas III Angle Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila. Tanda-tanda : a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah. b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada relasi gigi anterior. 2. PERHITUNGAN-PERHITUNGAN DALAM PERAWATAN ORTODONTIK Masing-masing periode metode perhitungan yang dilakukan berbeda. 1. Periode gigi susu 2. Periode gigi bercampur Metode Nance Metode Moyers 3. Periode gigi permanen Metode Pont Metode Korkhaus Metode Howes Metode Thompson & Brodie Metode Kesling Analisis dan perhitungan-perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menyiapkan: Model studi Ronsen : - Individual atau intraoral Panoramic atau opique - sefalometrik Tabel Rumus Alat ukur : sliding calipers (jangka sorong)

METODE NANCE 1. Dikemukakan pada tahun 1934, di Pasadena, Kalifornia, Amerika. 2. Dasar : adanya hubungan antara jumlah mesiodistal gigi-gigi desidui dengan gigi pengganti 3. Tujuan : untuk mengetahui apakah gigi tetap yang akan tumbuh cukup tersedia/lebih/kurang ruang. 4. Gigi-gigi yang dipakai sebagai dasar : c m1 m2 Lee way space: selisih ruang antara ruang yang tersedia dan ruang yang digunakan. Masing-masing sisi : RA : 0,9 mm RB : 1,7 mm Hal ini telah dibuktikan oleh G.V. BLACK dengan cara menghitung lebar mesio distal dari: Gigi desidui RBc = 5,0 mm m dan gigi pengganti 3 4 5. 1 = 7,7 mm m2 + 22,6 mm -Gigi permanen RB 3 = 6,9 mm 4 = 6,9 mm 5 = 7,1 mm = 9,9 mm + 20,9 mm Selisih satu sisi 22,6 20,9 = 1,7mm Prosedur : a. Persiapan 1. Model RA & RB 2. Ro foto regio III, IV, V 3. Alat : jangka sorong b. Cara 1. Ukur mesiodistal c m1m2 RA-kanan, kiri RB-kanan, kiri Kemudian dijumlahkan. dari model atau langsung 2. Ukur jumlah mesiodistal 3 4 5 yang belum tumbuh dari ro foto di regio III, IV, V RA & RB kanan dan kiri. Kemudian dijumlahkan. Akurasi hasil ro foto perlu, supaya tidak terjadi distorsi. Bila perlu dari masing-masing regio III, IV, V atau dibatasi tiap dua gigi satu ro foto. Kemudian bandingkan hasil 1 & 2 Kemungkinan : 1. hasil 1=2 cukup 2. hasil 1>2 kelebihan 3. hasil 1<2 kurang Hubungan molar : Satu bidang terminal edge to edge Penyesuaian molar/Molar adjustment. Leeway Space RA = 0,9 mm - RB =1,7 mm - Neutro oklusi ad.1 perlu observasi ad.2 molar adjustment pengaturan gigi anterior ad.3 observasi Huckaba Cara untuk mengetahui akurasi lebar mesiodistal masing-masing gigi 3,4,5 digunakan: -Rumus : (y)(x1 x = (y) 1) x= gigi tetap yang dicari y= besar gigi susu diukur dari model y1= besar gigi susu diukur dari ronsen x1 METODE MOYERS = besar gigi tetap diukur dari ronsen 1. Diperkenalkan oleh Moyers, Jenkins dan staf ortodonsia Universitas Michigan. 2. Pemakaian ronsen foto tidak mutlak diperlukan. 3. Keuntungannya: a. Kesalahan sedikit dan ralat kecil diketahui dengan tepat. b. Dapat dikerjakan dengan baik oleh ahli maupun bukan ahli. c. Tidak membutuhkan banyak waktu. d. Tidak memerlukan alat khusus. e. Dapat dikerjakan dalam mulut maupun pada studi model baik RA/RB

Dasar : adanya korelasi antara satu kelompok gigi dengan kelompok lain. Jadi dengan mengukur jumlah lebar gigi dalam satu kelompok pada satu segmen dimungkinkan dapat membuat suatu perkiraan yang tepat jumlah lebar gigi-gigi dari kelompok lain dalam mulut yang sama. 5. Kelompok gigi yang dipakai sebagai pedoman: 21 12 - Alasan : 1. Merupakan gigi permanen yang tumbuh paling awal. 2. Mudah diukur dengan tepat baik intraoral/ekstraoral (model). 3. Ukurannya tidak bervariasi banyak dibanding RA. Prosedur a. Disiapkan: model RA & RB jangka sorong tabel kemungkinan RA, RB b. RB: misal sisi kanan dulu 1. ukur lebar mesiodistal gigi 21 12 2. kemudian dijumlahkan 3. menentukan jumlah ruang yang diperlukan kalau gigi tersebut diatur dalam susunan yang baik. Caranya: - tetapkan dengan jangka sorong suatu jumlah ukuran yang besarnya sama dengan jumlah 1 2 kanan - tempatkan satu ujung jangka sorong tadi pada midline antara 1 1 & ujung lain pada lengkung gigi sebelah kanan. Ujung ini mungkin akan terletak pada regio III . Buat tanda titik dengan pensil,titik ini merupakan distal gigi 2 setelah gigi 1 & 2 diatur. Ulangi step ini untuk sisi kiri. jumlah ruang yang tersisa sesudah gigi 1 & 2 diatur sampai tepi mesial gigi 6 bawah. Ruang ini merupakan ruang yang akan disediakan untuk gigi 3 4 5 atau 3 4 5 kelak jika erupsi. Catat besarnya. 5. Berapa perkiraan jumlah lebar 3 4 5 ? Dapat dilihat pada tabel kemungkinan, caranya: secara klinis diambil nilai 75%. 6. Berapa jumlah ruang yang tertinggal? Hasil ad.4 dibanding ad.5. Kemungkinan yang terjadi: tidak ada sisa ruang kurang ruang kelebihan ruang. Prosedur untuk RA = RB 1. Siapkan model RA 2. Hitung jumlah mesiodistal gigi 1+2 kanan/kiri 3. Buat lengkung imajiner RA dengan overjet yang diinginkan 4. Letakkan 1+2 pada lengkung tersebut 5. Distal gigi 2 kanan / kiri dapat ditentukan letaknya pada gigi III kanan/kiri. 6. Ber i tanda 7. Cari ruang yang disediakan untuk 345 kanan/kiri - dari tanda ad.6 sampai mesial gigi 6 (alat: jangka sorong) 8. Berapa ruang 345 yang seharusnya 9. Lihat tabel RA - ingat pedoman 21 12 - bandingkan ad.7 dan ad.8 10. Kemungkinan hasil ?

Perbedaan: 1. Tabel kemungkinan dipakai RA 2. Overjet harus dipertimbangkan METODE PONT (DR.Pont, drg. Perancis, 1909) Dasar : dalam lengkung gigi (dental arch) dengan susunan gigi teratur terdapat hubungan antara jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus atas dengan lebar lengkung inter premolar pertama dan inter molar pertama. Susunan normal : Ideal : -gigi -gigi yang lebar membutuhkan suatu lengkung yang lebar -gigi-gigi yang kecil membutuhkan suatu lengkung yang kecil -ada keseimbangan antara besar gigi dengan lengkung gigi Tujuan : untuk mengetahui apakah suatu lengkung gigi dalam keadaan kontraksi atau distraksi atau normal. Kontraksi = kompresi = intraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih mendekati bidang midsagital. Distraksi = ekstraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih menjauhi bidang midsagital. Derajat kontraksi/distraksi : Mild degree : hanya 5 mm Medium degree : antara 5-10 mm Extreem degree : >10 mm Hubungan dirumuskan: 1. Untuk lengkung gigi yang normal jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus atas tetap kali 100, kemudian dibagi jarak transversal interpremolar pertama atas merupakan indeks premolar. Indeks Premolar = 80 Indeks Premolar = I x 100 Jarak P1 P Jarak P 1 = 80 1-P1 Indeks Molar = I x 100 jarak M = I x 100 80 Jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus tetap atas kali 100, kemudian dibagi jarak transversal intermolar pertama tetap atas merupakan indeks molar. Indeks Molar = 64 1-M Jarak M 1 = 64 1-M1 diameter paling lebar dari masing-masing gigi insisivus = I x 100 64 Pengukuran lebar mesiodistal I: alat: jangka sorong. Pengukuran jarak inter P1 : jarak antara tepi paling distal dari cekung mesial pada permukaan oklusal P sudut distobukal pada tonjol bukal P 1. Pengukuran jarak inter M 1 1 jarak antara cekung mesial pada permukaan oklusal M: titik tertinggi tonjol tengah pada tonjol bukal M 1 1 Menentukan jarak inter P1 & inter M1 : 1. Mengukur langsung dari model (yang sesungguhnya) 2. Dari perhitungan rumus (yang seharusnya) 3. Dari tabel Pont (sebagai bandingan). Cara memakai tabel Pont :

1. Jumlahkan lebar mesiodistal 4 insisivus atas tetap, masing-masing diukur dengan jangka sorong (dari model). 2. Cari ukuran tersebut dalam tabel. Pada tabel terlihat bahwa, pada garis yang sama dalam kolom ke arah kanan menunjukkan jarak antara premolar kanan dan kiri, sedangkan kolom selanjutnya dalam garis yang sama menunjukkan jarak antara molar atas kanan dan kiri. Juga dapat ditentukan pada kolom selanjutnya jarak antara insisivus dan premolar atas. Pont 1.Mixed dentition 6 V 4 III 2 1 1 2 III 4 V 6 6 V IV 3 2 1 1 2 3 IV V 6 2.Permanen 654321123456 METODE KORKHAUS Jarak insisivus tetap atas dan premolar adalah jarak pada garis sagital antara titik pertemuan insisivus tetap sentral dan titik dimana garis sagital tersebut memotong garis transversal yang menghubungkan premolar pertama atas pada palatum. P1 P1 METODE HOWES (Ashley E. Howes, 1947) Dasar: 1. Ada hubungan lebar lengkung gigi dengan panjang perimeter lengkung gigi. 2. Ada hubungan basal arch dengan coronal arch. - Keseimbangan basal arch dengan lebar mesiodistal gigi. 1. Bila gigi dipertahankan dalam lengkung seharusnya lebar inter P1 sekurang-kurangnya = 43 % dari ukuran mesiodistal M1-M1. lebar inter P1: dari titik bagian dalam puncak tonjol bukal P1. ukuran lengkung gigi: distal M1 kanan distal M1 kiri Seharusnya lebar interfossa canina sekurang-kurangnya = 44% lebar mesiodistal gigi anterior sampai molar kedua. Fossa canina terletak pada apeks premolar pertama. METODE THOMPSON & BRODIE Menentukan lokasi (daerah) sebab-sebab terjadinya deep overbite. Deep overbite: suatu kelainan gigi dimana tutup menutup (over lapping) gigi-gigi depan atas bawah sangat dalam menurut arah bidang vertikal. Normal overbite: rata-rata tutup menutup = 1/3 panjang mahkota 1 . normalnya adalah = 2 4 mm Dapat terjadi pada ketiga klas maloklusi Angle: kelas I, II, III Keadaan ini sangat tidak menguntungkan untuk kesehatan di kemudian hari serta keawetan gigi geligi tersebut.dan melihat bagaimana pengaruhnya pada gigi anak-anak. Beberapa hubungan yang mungkin terjadi : 1. Deep overbite 2. Palatal bite / Closed bite 3. Shallow bite 4. Edge to edge bite 5. Cross bite = reversed bite 6. Open bite Deep overbite dapat disebabkan: 1. Dental: a. Supra oklusi gigi-gigi anterior. b. Infra oklusi gigi-gigi posterior. c. Kombinasi a dan b. d. Inklinasi lingual gigi-gigi P dan M. 2. Skeletal:

Ramus mandibulae yang panjang b. Sudut gonion yang tajam c. Pertumbuhan procesus alveolaris yang berlebihan. 3. Kombinasi Pada keadaan normal dalam keadaan physiologic rest position (istirahat) proporsi muka pada ukuran vertikal : Nasion ke Spina Nasalis Anterior (SNA) = 43% dari jumlah panjang Nasion ke Mentum (Gnathion). Ukuran ini sangat penting untuk mengetahui prognosis dari deep overbite yaitu koreksinya ditujukan pada elevasi (ekstrusi) gigi-gigi bukal dan atau depresi (intrusi) gigi-gigi anterior. Analisis deep overbite dapat dipelajari dari: 1. Cetakan model gigi-gigi penderita 2. Foto profil penderita 3. Langsung dari penderita 4. Dengan sefalometri radiografik 1. Mempelajari model gigi-gigi penderita : - Sempurna tidaknya kalsifikasi dilihat adanya benjolan yang tidak sempurna rata pada model, pada palatum, prosesus alveolaris, dan lain-lain. - Adanya benjolan berarti kalsifikasi tidak sempurna. - Adanya gingiva tebal. - Kurva Von Spee yang tajam. 2. Dari foto profil penderita a. Jika Nasion SNA > 43%, maka SNA ke Mentum lebih pendek, berarti ada infraklusi gigi-gigi posterior. b. Jika NA SNA < 43% maka SNA ke Mentum lebih panjang, berarti ada supraoklusi gigi-gigi anterior. 3. Langsung dari penderita Cara Thompson & Brodie: a. Ambil sepotong stenz (wax) dilunakkan. b. Letakkan stenz tersebut di atas permukaan oklusal P dan M salah satu rahang atau kanan dan kiri. c. Penderita disuruh menggigit stenz sehingga kedudukan profil muka penderita pada keseimbangan: NA SNA = 43% NA Mentum d. Setelah stenz keras dilihat pada regio anteriornya: Jika deep overbite sama sekali hilang, sedang stenz masih tebal berarti ada infraoklusi gigi-gigi P & M. Jika deep overbite masih, sedang stenz tergigit habis berarti adanya supraoklusi gigi-gigi anterior Jika deep overbite masih, sedang stenz masih ada ketebalan; hal ini berarti ada kombinasi keadaan tersebut di atas. 4. Dari mempelajari sefalometri radiografik : - Cara yang baik untuk menentukan deep overbite yang bersifat skeletal type, dimana akan terlihat: a. Frankfurt Mandibulair Plane Angle kecil. b. Panjang Ramus Mandibulae lebih panjang. c. Sudut gonion tajam d. Pertumbuhan ke arah vertikal dan bagian muka kurang. Prognosa: 1. Dental baik. 2. Skeletal tidak menguntungkan. 3. Deep overbite karena kalsifikasi yang jelek dari alveolaris dan basal bone biasanya jelek. METODE KESLING Adalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan atau menyusun suatu lengkung gigi dari model aslinya dengan membelah atau memisahkan gigi-giginya, kemudian disusun kembali pada basal archnya baik mandibula atau maksila

dalam bentuk lengkung yang dikehendaki sesuai posisi aksisnya. Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat dipakai untuk menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun prognosis perawatan suatu kasus secara individual. Karena cara ini mampu untuk mendiagnosis maka disebut : DIAGNOSTIC SET UP MODEL Karena model yang telah disusun kembali dalam lengkung gigi tersebut merupakan gambaran suatu hasil perawatan maka disebut : PROGNOSIS SET UP MODEL Prosedur: 1. Siapkan model kasus RA & RB. 2. Fiksasi pada okludator yang sesuai, dengan dibuat kedudukan basis dari model sejajar dengan bidang oklusal (model RB). 3. Pemeriksaan Sefalometri Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Manfaat sefalometri radiografik adalah: a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidak seimbangan struktur tulang muka). c. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2) relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau cekung. d. Merencanakan perawatan ortodontik. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan. e.Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat. Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan ortodontik. Analisis fungsional. Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat. TEKNIK SEFALOMETRI RADIOGRAFIK 1. AlatAlat-alat dasar yang digunakan untuk menghasilkan suatu sefalogram terdiri dari sefalostat atau sefalometer, tabung sinar tembus dan pemegang kaset beserta kaset yang berisi film dan layar pengintensif (intensifying screen). Pemegang kaset dapat diatur sedemikian rupa agar diperoleh gambar yang tajam. Layar pengintensif digunakan untuk mengurangi jumlah penyinaran yang tidak diperlukan. Bagian dari sefalometer yang diletakkan pada telinga (ear rod) dapat digerakkan sehingga mudah disesuaikan dengan lebar kepala pasien. Tabung sinar harus dapat menghasilkan tegangan yang cukup tinggi (90 KvP) guna menembus jaringan keras dan dapat menggambarkan dengan jelas jaringan keras dan lunak. Dikenal 2 macam sefalometer, yaitu: a. Broadbent-Bolton, digunakan 2 tabung sinar X dan 2 pemegang kaset, sehingga objek tidak perlu bergerak atau berubah apabila akan dibuat penyinaran/proyeksi lateral atau antero-posterior.

b. Higley, terdiri dari 1 tabung sinar X, 1 pemegang kaset dan sefalometernya dapat berputar sedemikian rupa sehingga objek dapat diatur dalam beberapa macam proyeksi yang diperlukan. Sefalometer modern pada umumnya adalah jenis ini yaitu Rotating type. 2. Teknik pembuatan dan penapakan sefalogram a. Teknik pembuatan sefalogram Proyeksi lateral atau profil Proyeksi lateral dapat diambil pada subjek dengan oklusi sentrik , mulut terbuka atau istirahat. Kepala subjek difiksir pada sefalometer, bidang sagital tengah terletak 60 inci atau 152,4 cm dari pusat sinar X dan muka sebelah kiri dekat dengan film. Pusat berkas sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod) sefalometer. Jarak bidang sagital tengah-film 18 cm. FHP (Frankfurt Horizontal Plane) sejajar lantai, subjek duduk tegak, kedua telinga setinggi ear rod. Proyeksi postero-anterior/frontal Pada proyeksi postero-anterior tube diputar 90o Oblique sefalogram sehingga arah sinar X tegak lurus sumbu transmeatal. Oblique sefalogram kanan dan kiri dibuat dengan sudut 45 dan 135 terhadap proyeksi lateral. Arah sinar X dari belakang untuk menghindari superimposisi dari sisi mandibula yang satunya. FHP sejajar lantai. Oblique sefalogram sering digunakan untuk analisis subjek pada periode gigi bercampur. b. Teknik penapakan sefalogram Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan sefalogram. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 810 inci dipakai untuk penapakan sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape (agar dapat dibuka apabila diperlukan), kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope). Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis yang cermat dan tipis. Bagian-bagian yang perlu ditapak pada sefalogram lateral antara lain: Bagian 1: Profil jaringan lunak Kontur eksternal kranium Vertebra servikalis pertama dan kedua Bagian 2: Kontur internal kranium Atap orbita Sella tursika atau fossa pituitari Ear rod Bagian 3: Tulang nasal dan sutura frontonasalis Rigi infraorbital Fisura pterigomaksilaris Spina nasalis anterior Spina nasalis posterior Molar pertama atas dan insisivus sentralis atas Bagian 4: Simfisis mandibula Tepi inferior mandibula

Kondilus mandibula Mandibular notch dan prosesus koronoideus Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah KELEMAHAN SEFALOMETRIK 1. Kesalahan sefalometer Kesalahan sefalometer meliputi: a. Kesalahan dalam pembuatan sefalogram. Kesalahan yang sering dilakukan yaitu posisi subjek tidak benar, waktu penyinaran tidak cukup, penentuan jarak sagital-film tidak tepat. Kesalahan ini dapat diatasi dengan pengalaman dan teknik pemotretan yang benar. b. Pembesaran dan distorsi. Makin besar jarak sumber sinar X terhadap film maka semakin sejajar arah sinar X sehingga distorsi dan pembesaran semakin kecil. Makin dekat jarak film terhadap objek semakin kecil terjadi pembesaran. Hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan teknik pemotretan yang benar. 2. Kesalahan penapakan dan metode yang digunakan a. Kesalahan penapakan pada umumnya disebabkan karena kurang terlatih atau kurangnya pengetahuan tentang anatomi atau referensi sefalometrik. Hal ini dapat diatasi dengan latihan-latihan dan pengalaman. b. Kesalahan metode yang digunakan pada umumnya karena pengukuran 3 dimensi menjadi 2 dimensi, kesalahan interpretasi perubahan akibat pertumbuhan dan perawatan. 4. Rencana perawatan Menurut Andresen (1920), Aktivator adalah pesawat fungsional yang bersifat fisologis karena tidak menggunakan atau menghasilkan kekuatan-kekuatan mekanis tetapi melanjutkan kekuatan fungsional dari otot-otot di sekitar mulut ke tulang gigigegi dan alveolus, rahang dan persendian rahang. Aktivator ada beberapa macam antara lain aktivator yang dibuat oleh Robin, Andresen, Harvold dan Vargervik. Aktivator Robin dan Andresen pada dasarnya mempunyai efek dan fungsi yang sama, mereka menekankan pada penutupan muskulus, Aktivator disebut juga pesawat dari Andresen.dan Haupl atau pesawat dari Norwegia oleh karena ditemukan oleh Andresen dan Haupl dari Norwegia,. Karena rahang atas dan rahang bawah bersatu disebut juga monoblok. Sifat-sifat : a. Fungsional fisiologis -otot lidah, bibir, muka, pengunyahan, yang memberi rangsangan secara pasif terhadap gigi dan alveolus, jaringan periodontal, dan persendian rahang. b. Fungsional Orthopedik pendukung gigi terjadi secara masal. c. Pasif -gigi, yang secara pasif meneruskan tekanan otot-otot muka dan pengunyahan Menurut Andresen dkk, dengan merubah kedudukan mandibula ke anterior, akan menimbulkan suatu refleks kontraksi otot-otot masseter, temporalis pterygoideus dan supra hyoideus. Rangsangan otot-otot pengunyahan tersebut dilanjutkan oleh aktivator ke gigi, jaringan pendukung gigi, rahang dan persendian rahang. Gerakan gigi dihasilkan oleh tarikan otot-otot pengunyah yang berusaha untuk mengembalikan mandibula ke kedudukan istirahat. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA PEMAKAIAN AKTIVATOR

1. Perubahan dento alveolair, dalam arah Antero posterior Terjadi pergeseran gigi-gigi posterior maupun anterior sehingga terjadi perubahan oklusi menjadi relasi klas I Angle, dari Klas II Angle atau Klas III Angle Gigi-gigi bergerak ke arah ruangan pada pelat yang sebelumnya telah dikurangi. Vertikal atau ekstrusi pada gigi-gigi posterior karena pelat sebelah oklusal gigi-gigi posterior maksila dan mandibula telah dikurangi. Lateral atau ekspansi Disini lengkung gigi bertambah lebar. Apabila penderita menggerakkan mandibula ke kiri, aktivator akan menekan dinding maksila kiri dan dinding lingual mandibula sebelah kanan, demikian juga sebaliknya hal ini berefek melebarkan tulang rahang. Intrusi gigi-gigi anterior RB apabila gigi-gigi tidak protrusi yang berlebihan. 2. Perubahan artikulasi rahang Menurut Korkhaus (Tulley, 1972), terjadi perubahan condylus yaitu pada cartilago yang merupakan pusat pertumbuhan mandibula. Terjadi rangsangan pertumbuhan pada condylus dan menggerakkan mandibula secara bodily ke anterior Penambahan pertumbuhan condylus adalah karena antara gigi-gigi posterior maksila dan mandibula terdapat pelat Aktivator yang berjarak lebih besar dari jarak inter-oklusal. KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN PEMAKAIAN AKTIVATOR 1. Tidak ada kerusakan jaringan alat pengunyahan 2. Tidak ada tekanan pertumbuhan normal dari arkus dentalis dan rahang dan tidak ada hambatan pembetulan posisi suatu anomali KERUGIAN-KERUGIAN PEMAKAIAN AKTIVATOR 1. Untuk pasien yang tidak kooperatif, perawatan tidak berhasil. 2. Hanya dapat digunakan pada kasus-kasus tertentu. Contoh : pada kasus gigi berjejal berat tidak dapat digunakan. BAGIAN-BAGIAN AKTIVATOR : a. Plat dasar b. Plat oklusal Pada RA menutupi permukaan oklusal gigi-gigi posterior sebatas fissura dan incisal gigi-gigi anterior. Pada RB menutupi seluruh permukaan oklusal gigi-gigi posterior dan incisal gigi-gigi anterior. c. Guide wire Lengkung Labial pada Aktivator disebut juga Guide Wire ada 3 macam: 1) Maxillary Guide Wire 2) Mandibulary Guide Wire 3) Intermaxillary Guide Wire Pemakaian macam Guide Wire tergantung dari tujuan perawatan, misalnya Untuk Maloklusi Angle Klas I : Maxillary Guide wire atau Mandibulary Guide Wire atau keduanya, sedangkan Maloklusi Angle Klas II : Maxillary Guide Wire atau Maxillary Guide wire dengan Mandibulary Guide wire; Maloklusi Angle Klas III : Intermaxillary Guide wire atau Mandibullary Guide Wire. Basis Guide wire terletak pada daerah embrasure antara C dan P1 LAMA PEMAKAIAN AKTIVATOR : RA, ditengah-tengah plat oklusal, dengan tujuan tidak mengganggu pengurangan plat pada waktu penyesuaian atau pengurangan Aktivator. Menurut Schwartz dan Groutzinger (1966), pemakaian aktivator pada maloklusi klas II divisi 1 adalah 2 2 tahun, dipakai terus menerus pada malam hari (minimal 7 jam/hari) dan dilanjutkan pemakaian retainer aktivator selama 1 tahun.

PROSEDUR PEMBUATAN AKTIVATOR 1. Pembuatan Gigitan kerja 2. Fiksasi articulator untuk pembuatan Aktivator khusus yaitu Tripoid. 3. Pembuatan Guide Wire 4. Pembuatan model malam a. Plat dasar Rahang Atas b. Plat dasar Rahang Bawah c. Tanam Guide Wire d. Plat dasar Rahang Atas dan Rahang Bawah disatukan. 5. Try-in 6. Inbed dalam cuvet 7. Pengisian Akrilik 8. Insersi EKSPANSI Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam lengkung yang baik. Tergantung pada jumlah kekurangan ruang yang diperlukan untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi tersebut, dapat dilakukan : 1. Grinding/ slicing/ stripping pada gigi-gigi anterior 2. Melebarkan ( ekspansi ) perimeter lengkung gigi 3. Kombinasi antara ekspansi lengkung gigi dan grinding gigi-gigi anterior 4. Pencabutan satu atau beberapa gigi. Pelebaran dengan alat ekspansi dapat dilakukan secara ortodontik ( pelebaran lengkung gigi ) maupun ortopedik ( pelebaran lengkung basal ). Pelebaran lengkung gigi sangat efektif dilakukan pada periode gigi bercampur, waktu sutura palatina belum menutup dan pertumbuhan pasien masih aktif sehingga selain lengkung gigi ( lengkung koronal ) melebar, maka lengkung basal juga mengalami pelebaran. Pada periode gigi permanen hanya dapat dilakukan perubahan inklinasi gigi saja, yaitu melebarkan lengkung gigi tanpa diikuti pelebaran lengkung basal.. Macam alat ekspansi a. Berdasarkan cara pemakaiannya alat ekspansi dapat bersifat: 1. Fixed/ cekat, misalnya RME ( Rapid Maxillary Expansion ) 2. Semi cekat, misalnya Quad Helix. 3. Removable/ lepasan, misalnya plat ekspansi b. Berdasarkan pergerakan/ reaksi jaringan yang dihasilkan : 1. Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortodontik , misalnya : plat ekspansi Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortopedik, misalnya RME. RAPID MAXILLARY EXPANSION Alat ini bersifat cekat, menghasilkan pelebaran arah lateral, paralel dan simetris, digunakan untuk melakukan pelebaran lengkung basal pada periode gigi bercampur. RME terdiri dari cincin stainless yang disemenkan pada gigi-gigi molar satu desidui atau premolar satu dan gigi molar satu permanen kanan dan kiri, dihubungkan dengan sekrup ekspansi yang mempunyai daya pelebaran yang besar. Dengan alat ini terjadi pelebaran sutura palatina mediana ke arah lateral dan lengkung gigi bergerak secara bodily.

Indikasi perawatan dengan ekspansi 1. Gigitan silang anterior ( anterior crossbite ) 2. Gigitan silang posterior ( posterior crossbite ) bilateral atau unilateral 3. Lengkung gigi atau lengkung basal yang sempit yang disebabkan pertumbuhan ke arah lateral kurang 4. Adanya space loss , sebagai akibat pergeseran gigi molar permanen ke mesial pada pencabutan gigi desidui terlalu awal ( premature loss ) 5. Adanya gigi depan berjejal yang ringan, dengan diskrepansi lengkung gigi 4 6 mm. QUAD HELIX Alat ini bersifat semi cekat, dapat menghasilkan gerakan paralel simetris atau asimetris maupun gerakan non paralel simetris atau asimetris, tergantung kebutuhan. Semi cakat, karena sebagian dapat dilepas untuk diaktifkan ( bagian ekspansif yang terbuat dari kawat stainless steel diameter 0,9 mm ) dan cincin yang dipasang cekat dengan semen pada kedua gigi molar pertama. Pelebaran lengkung gigi diperoleh dengan cara mengaktifkan coil, lengan helix ataupun palatal bar, tergantung arah pelebaran yang diharapkan. PLAT EKSPANSI Plat ekspansi merupakan alat ortodontik lepasan yang sering digunakan pada kasus gigi depan berjejal yang ringan. Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh dengan menambah perimeter lengkung gigi menggunakan plat ekspansi. Pada pasien dewasa, pelebaran yang dihasilkan merupakan gerakan ortodontik, yaitu hanya melebarkan lengkung gigi dengan cara tipping, merubah inklinasi gigi. Sifat plat ekspansi 1. Lepasan atau removable : alat bisa dipasang dan dilepas oleh pasien 2. Aktif : mempunyai sumber kekuatan untuk menngerakkan gigi, yaitu sekrup ekspansi atau coffin spring, atau pir-pir penolong ( auxilliary spring ). 3. Mekanis : merubah posisi gigi secara mekanis 4. Stabilitas tinggi : alat tidak mudah lepas, karena retensi yang diperoleh dari Adams clasp atau Arrowhead clasp serta verkeilung dari plat dasar yang menempel pada permukaan lingual atau palatinal gigi. Elemen-elemen plat ekspansi Plat ekspansi terdiri dari : 1. Plat dasar akrilik 2. Klamer yang mempunyai daya retensi tinggi, misalnya Adams clasp atau Arrowhead clasp. 3. Elemen ekspansif, dapat berupa sekrup ekspansi maupun coffin spring 4. Busur labial ( labial arch ) 5. Kadang dilengkapi juga dengan spur atau taji, tie-bar dan pir-pir penolong ( auxilliary spring ). Macam macam plat ekspansi A. Ekspansi arah lateral 1. Paralel : a. simetris b. asimetris 2. Non paralel ( radial ) : a. simetris b. asimetris B. Ekspansi arah antero-posterior ( Schwartz plate ) 1. Pergerakan ke distal gigi-gigi posterior 2. Pergerakan ke labial atau proklinasi gigi-gigi anterior

Untuk plat ekspansi rahang bawah yang paralel dan simetris, sekrup diletakkan di garis tengah sebelah lingual gigi-gigi anterior.Sumbu panjang sekrup paralel dengan bidang oklusal dan tegak lurus terhadap garis tengah. Plat tidak boleh terlalu tebal dan dalam karena dapat mengganggu gerakan lidah yang dapat mengurangi stabilitas alat. Retensi diperoleh dengan pemasangan Adams clasp pada gigi-gigi premolar dan molar bawah.. telah diterangkan dimuka bahwa plat ekspansi sangat efektif digunakan untuk perawatan pada periode gigi bercampur karena pertumbuhan tulang masih aktif, sehingga selain dapat dilakukan pelebaran lengkung gigi juga dapat terjadi pelebaran tulang basal. Pada pasien dewasa hanya terjadi pelebaran pada coronal arch ( leng-kung gigi ) tanpa diikuti oleh pelebaran lengkung basal. Untuk melakukan ekspansi pada pasien dewasa perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: Jika menurut perhitungan metode Pont didapatkan pertumbuhan lengkung gigi tidak mencapai normal ( istilah umum : kontraksi ). a. Jika indeks Howes menujukkan : - inter tonjol P1 - inter fossa canina antara 37% 44%. antara 36% 43% Jadi jarak interfossa lebih besar dari jarak intertonjol bukal P1. Secara klinis atau pada model studi terlihat inklinasi gigi P1 b. Jika terdapat diharmoni rahang, yaitu dalam keadaan oklusi menunjukkan adanya penyempitan salah satu rahang dibandingkan dengan lengkung gigi antagonisnya. condong ke palatinal ( conver-gen ). 3. Perawatan ortodontik dengan melebarkan lengkung gigi/ rahang menggunakan alat ekspansi harus dilakukan over expansion untuk mengatasi relaps yang mungkin terjadi. Hal ini disebabkan tertariknya serabut-serabut periodontal yang sangat elastis sewaktu dilebarkan, serabut-serabut tersebut akan mengkerut kembali sehigga kemungkinan terjadinya relaps sangat besar.

Mei 5, 2012

bingkaikehidupanmujahidah

Tinggalkan Komentar

Kategori: my DENTIST diary

Laporan Tutorial : Hukum Dan Etika Kedokteran

1 Vote 1.Latar Belakang Andi pergi ke drg. Aziz untuk mencabut gigi geraham belakangnya. Karena saat mencabut lama dan sakit sekali, setibahnya dirumah Andi bercemin untuk melihat bekas pencabutan gigi tersebut.Ternyata gigi yang dicabut bukan gigi gerahamnya. Merasa

kesal dan dirugikan Andi menuliskan pengalamannya di surat pembaca sebuah surat kabar. Andi juga mendatangi PDGI untuk melaporkan drg. Aziz.Saat ini drg. Aziz sedang mengurus perpanjangan surat izin prakteknya yang telah habis. 2.Batasan Topik Adapun yang menjadi batasan topik pada diskusi kelompok Modul A Pemicu II ini, yaitu meliputi : 1. Pengertian PDGI 2. Tugas dan Wewenang PDGI 3. Fungsi surat izin praktek ( SIP ) 4. Cara mendapatkan dan memperpanjang surat izin praktek ( SIP ) 5. Tindakan PDGI dalam menindak lanjuti kasus 6. Mengapa msyarakat dapat melaporkan dokter ke PDGI 7. Pelanggaran beserta saksi dalam kedokteran 8. Profesi kedokteran 9. Standar Profesi kedokteran Dan Hukum kedokteran BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian PDGI PDGI ( Persatuan Dokter Gigi Inonesia ) Merupakan satu-satunya Organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di Hotel Savoy Homannbandung dan kini telah berusia lebih dari 50 tahun. Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat ini memiliki 14 Pengurus Wilayah dan 188 pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota, Jumlah dokter gigi yang terdata sampai februari tahun 2009 mencapai kurang lebih 19 juta. Adapun Jaringan PDGI di tingkat Internasional, Yaitu : a. APDF/APRO (Asian Pacific Dental Federation/Asian Pacific regional Organization) b. FDI (Federation dentaire Internationale)-Organisasi Dokter Gigi se-dunia Sedangkan Tujuan PDGI : Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan negara. Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya 2.Tugas dan Wewenang PDGI Wewenang PDGI Wilayah : Membina dan mengadakan hubungan dengan semua aparat pemerintah,organisasi profesi yang ada khususnya yang berkaitan dengan pengembangkan kebijakan dalam program-program kesehatan yang mempunyai tujuan yang sama. Melaksanakan keputusan kongres,rakernas,rakerwil dan bertanggung jawab pada rapat umum anggota wilayah dan pengurus besar. Memberikan mandat kepada peserta utusan kongres Memberikan laporan kepada pengurus besar tentang hasil yang dilakukan minimal 1 x dalam setahun Membangun kapasitasi sebagai Organisasi yang profesional Menggalang seluruh kesatuan anggota dalam menjalankan program PDGI. Melakukan Pembinaan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi PDGI berada dibawah naungan KKI yang memiliki tugas dan wewenang tentang : Tugasnya : a. Melakukan registrasi dokter/dokter gigi mengesahkan standar pendidikan dokter/dokter gigi b. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilakukan bersama lembaga terkait sesuai fungsinya masing-masing Wewenangnya :

a. Menyetujui/Menolak surat tanda registrasi dokter/dokter gigi b. Menerbitkan/mencabut surat tanda registrasi dokter/dokter gigi 3. Fungsi Surat Izin Praktek ( SIP ) SIP adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter/dokter gigi yang akan menjalankan praktek kedokteran setelah memenuhi persyaratan. UU dalam praktek kedokteran dalam beberapa pasalnya mengatur tentang kewajiban-kewajiban administrasi yang harus dipenuhi oleh setiap dokter/dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran Indonesia. Fungsinya : Sebagai salah satu persyaratan/bukti seorang dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktek Sebagai bukti bahwa praktek yang dilaksanakan bersifat legal Sebagai kekuatan hukum apabila terjadi kasus yang tidak diinginkan Untuk menyatakan batasan wilayah dimana seorang dokter tersebut bertugas Untuk mengetahui berkompetens seorang dokter dan dokter gigi dalam pelayanan medis Agar dokter dan dokter gigi dapat mengamalkan praktek dan pengetahuan ilmu kedokterannya untuk kepentingan masyarakat secara resmi Kewajiban administrasi tersebut antara lain ; Kewajiban memiliki surat tanda registrasi (STP) dan surat izin praktek (SIP) dokter/dokter gigi Kewajiban memiliki SIP diatur dalam pasal 36 bunyinya ; Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Praktek Sedangkan menurut Permenkes No.512/menkes/per/IV/2007 mengenai izin praktek dan pelaksaan praktek kedokteran, Bab 2 pasal2 ayat (2) untuk memperoleh SIP,dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada kepala Dinkes Kab/Kota tempat praktek kedokteran yang dilaksanakan dengan melampirkan : Fotocopy surat tanda registrasi dokter/dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh KKI yang berlaku Sure pernyataan mempunyai tempat praktek/surat ketermagangan dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya Surat rekomendasi dari organisasi profesi,sesuai tempat praktek Pasfoto berwarna ukuran 46 sebanyak 3 lembar dan 34 sebanyak 2 lembar. 4.Cara Mendapatkan dan Memperpanjang SIP Cara Mendapatkan SIP sesuai dengan pasal 7 ayat (3),SIP diberikan oleh menteri/pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi persyaratan. SIP diberikan oleh menteri/pejabat setelah memenuhi syarat : Memiliki STR Memiliki tempat praktek Memiliki rekomendasi organisasi profesi Memiliki surat penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Memiliki surat penugasan/keputusan penempatan yang dikeluarkan oleh depkes/depdikbud/dephankam dalam rangka pelaksanaan masa bakti Memiliki kemampuan Jasmani dan rohani untuk menjalankan pekerjaan doktet dan dokter gigi Hanya diberikan paling banyak 3 tempat Satu SIP hanya berlaku untuk 1 tempat praktek SIP diberikan dengan memperhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan,penyebaran dokter dan dokter gigi Cara memperpanjang SIP : Dengan berlakunya UUPK NO. 29 tahun 2004 yang mewajibkan dokter mengumpulkan angka keredit (SKP), bila ingin memperpanjang STR dokter harus mengikiti acara ilmiah dengan tekun, SKP dan STR adalah syarat perpanjangan SIP. seorang dokter wajib mengikuti min 15 x seminar setara dengan 30 SKP

SIP berlaku selama 5 tahun disertai rekomendasi IDI dan diberikan 3 tempat praktek Pembaruan SIP tiap 5 tahun mengikuti standar Internasional 5.Tindakan PDGI Dalam Menindak Lanjuti Kasus Apabila seseorang mengetahui atau merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran maka orang tersebut bisa melaporkan masalahnya ke PGDI. Selanjutnya PDGI akan melanjutkan pelaporan tersebut ke MKEKG. Pelaporan ke MKEKG berupa laporan tertulis (Identitas pelapor/ pasien, nama dan tempat praktek,waktu,tindakan dilakukan atas tindakan pengaduan dan kronologis, pernyataan tentang kebenaran pengaduan) MKEKG membutuhkan identitas pelapor untuk mendapatkan info yang cukup,untuk melakukan investigasi dan untuk melakukan pemeriksaan oleh majelis. Setelah itu pengaduan akan ditanda tangani oleh majelis pemeriksa awal, pemeriksa awal oleh MPA untuk menentukan kewenangan MKEKG terhadap pengaduan tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh majelis pemeriksa disiplin (MPD) => Pemeriksaan proses pembuktian. Jika dokter gigi teradu dinyatakan melanggar disiplin kedokteran gigi, maka sanksi disiplin dalam keputusan MKEKG dapat berupa : 1. Pemberian peringatan tertulis 2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP 3. Kewajiban mengikuti pendidikan di Instansi kedokteran gigi 6. Mengapa Masyarakat Dapat Melaporkan Dokter ke PDGI Pertama PDGI melaporkan masalah tersebut ke MKEKG,MKEKG yang mempunyai wewenang dalam mengatasi masalah karena Sesuai dengan UU RI No. 29 tahun 2004,pengaduan pasal 66 ayat 1 : Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigidalam menjalankan praktek kedokteran dapat mengadukan secara tertulis pada ketua MKDKI yang keputusannya akan diambil oleh MKDKI mengangkat dokter dan dokter gigi dan KKI dan bisa dikenakan ketentuan pidana sesuai pasal 75 ayat 1 : Setiap dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokterantanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana penjara paling lama 3 tahun/didenda paling banyak 100 juta Dalam pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat : a. Identitas pengaduan pasien b. Nama dan alamat tempat praktek dokter/dokter gigi c. Waktu tindakan dilakukan d. Alasan pengaduan e. Alat bukti bila ada f. Pernyataan tentang benar pengaduan Adapun Tugas MKEKG adalah : Mengirim pengaduan,memeriksa,memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi yang diajukan Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 7.Pelanggaran Beserta Sanksi Dalam Kedokteran Pasal 32 : Sanksi dilaksanakan oleh pengurus PDGI sesuai keputusan MKEKG 3 sanksi berupa : 1.Peringatan lisan berlaku paling lama 6 bulan 2.Peringatan tertulis paling lama 6 bulan 3.Penekanan rekomendasi PDGI untuk mendapatkan SIP paling lama 12 bulan Bentuk Sanksi pelanggaran : 1.Teguran/tuntutan secara lisan/tulisan berlaku paling lama 6 bulan

2.Penundaan kenaikan gaji/pangkat 3.Penurunan gaji/pangkat setingkat lebih rendah 4.Dicabut izin praktek dikantor sementara/selama-lamanya 5.Pada kasus pelanggaran etikolegal (pelayanan dibawah standar,pelecehan dll), diberikan hukuman sesuai peraturan kepegawaianyang berlaku dan diproses ke pengadilan 6.Kewajiban mengikuti pendidikan/pelatihan di Institusi pendidikan/kedokteran/dokter gigi Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki STR dan SIP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda banyak seratus juta Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja menyelenggarakan praktek kedokteran tanpa memasang papan nama praktek dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 Juta Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi dengan sengaja tidak membuat rekaman medis diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 juta Sanksi PDGI : -KOmisi kehormatan disiplin kedokteran gigi -KKI -Sanksi Berupa : 1. Administratif 2. Hak Regresi 3. Perdata/ Pidana (UU praktek kedokteran gigi No.29 tahun 2004) Penegak Hukum : - Perdata : KUH perdata 1365,1366,1371 - Pidana : KUHP 359 8.Profesi Kedokteran Adapun definisi awal profesi, Yaitu : Profesi Merupakan Kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia Pemakaian keterampilan dengan cara yang benar dan keahlian yang tinggi Hanya dapat dicapai melalui penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup luas,mencakup sifat manusia,kecendrungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta,Disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi Profesi memiliki 3 ciri Utama : 1.Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ektensif sebelum memasuki sebuah profesi 2.Pelatihan tersebut meliputi komponen Intelektual yang signifikan 3.Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat 3 ciri tambahan Profesi : 1.Ada proses lisensi atau sertifikat 2.Ada Organisasi 3.Ada Otonomi dalam pekerjaannya Profesi Kedokteran dan Dokter gigi : Suatu pekerjaan/profesi kedokteran dan dokter gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu ke Ilmuwan,kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang diperolehnya dimasa pendidikan guna pekerjaannya menyediakan atau memberikan pelayanan kepada masayarakat.

9.Standar Profesi kedokteran dan Hukum Kedokteran Standar Profesi kedokteran dan Dokter Gigi, Yaitu : 1.Ketelitian 2.Sesuai ukuran medic 3.Kemampuan rata-rata 4.Sikon yang sama 5.Sarana upaya Adapun Standar Umum profesi kedokteran dan dokter gigi, Yakni : Mempunyai sikap dan perilaku Insani pancasarjana dan menjujung tinggi etika kedokteran Indonesia Mempunyai kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memimpin Lab. Klinik secara professional Mampu mengembnagngkan Ilmu pengetahuan dan keterampilan Mampu mengembnagkan pengetahuan,keterampilan dalam memimpin Lab.Klinik secara mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat Memiliki pengetahuam,keterampilan,sikap prosfesional dalam mendidik dan melaksanakan penelitian maupun apresiasi atas hasil penelitian Hukum : Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup,tata tertib dalalm masyarakat dan harus ditaati Juga merupakan batasan-batasan bertindak bagi seorang dokter atau dokter gigi. Hukum disusun oleh badan pemerintah, bebentuk undang-undang, berlaku untuk umum, bentuk sanksi berupa tuntutan, bukti pelanggaran perlu bukti fisik, dan diselesaikan di pengadilan. Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan yaitu menyangkut asuhan pelayanan kedokteran yang berisikan tentang aturan-aturan pelayanan kesehatan dan saksi untuk pelanggarannya. BAB III PENUTUP Rangkuman Jadi Pelanggaran yang terjadi dalam kasus Ini karena kurangnya standar profesi kedokteran/dokter gigi yang berupa : 1.Ketelitian 2.Sesuai ukuran medic 3.Kemampuan rata-rata 4.Sikon yang sama 5.Sarana upaya Sintesa Segala bentuk tindakan maupun pelanggaran dalam bidang hukum dan profesi kedokteran harus diselesaikan melalui prosedur etik dan hukum kedokteran yang berlaku agar tidak merugikan berbagai pihak. REFERENSI http://www.google.com http://Ippm-aceh.org http://www.inam.org/v4/download.php Artikel dalam Internasional Enclopedia pf Education hukum kedokteran.2009.www.google.com. Standar profesi kedokteran.pdf Mei 3, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar Kategori: my DENTIST diary, Uncategorized

Tentang Dunia Perkuliahanku :)

Rate This Tentang hari ini ..

Saya rasa bukan namanya anak kedokteran Gigi jika setiap harinya,,setiap waktunya tidak di hantui dengan tugaspraktikum tutorial .. Yang kalo lagi praktikum ..bawaannya sudah kayak anak jualan gorengan pke box segala ,,kalo liat isinya kayak tukang amplas, tukang semen deh _ Hari ini sesuai jadwal yang ada ..tutorial DK2 di layo lagi lagi hoaammm ___ capek juga lama-lama hidup nomaden layopalembang-layo .. Kemaren waktu DK1 fasilitatornya bilang sih minggu depan tepatnya hari ini fasilitator akan digantikan sama dokter yang paling manisss yang mampu buat teman cwe kampus ku klepek-klepek karena kebaikannya ..dan wajahnya yang kayak gula arennn ituu lho u,u..jadinya saya agak santaian dikitlah buat nulis logbook yang seabrek itu ___..tapi entah karena ikut-ikutan cuaca yang dari pagi sudah hujan ajee ,,ternyata bukan dokter gula aren itu yang menjadi fasilitator kami ..oo *musibah bagi nasib logbook saya yang tak ada tempelan gambaran berwarna sedikitpun Lalu spontan Langsung ekspresi wajah berubah waktu tau yang gantiin itu dokter cantik yang maunya pke bahasa Indonesia formal kalo ngomng ..baik sih dokternya ga banyak macem tapii spontan yang tadinya kelompok C nyantai jadi dibuat sedikit tegangdokternya pke pasang muka badmood gthu juga ..-___-

Its my problem kalo dari awal udah niatnya santai ,,feel nya udah males-malesan ..satu per satu bahasan Learning Issue udah di bahas teman-teman dengan di ketuai oleh Lina (anaknya pendiam, baek banget ,,pokoknya wanita idaman lah ,,apalagi suaranya lembut ditambah anaknya sholeha *sekalian mau publish hhi )..back to my problem ..AKU MAU NGOMONG APAA temanteman ??? Sambil lirik-lirikan sama wajah badmoodnya dokter itu..saya mulai baca-baca lagi apa yang telah saya tulis dari jam 21-00 sampe jam 00-00..sudah tau lah tulisan gak tau mirip cacing jenis apa lagi ..ditambah gak ngertiii sama bahannyaa T___T.. *al hasil dari toleh menoleh sama teman yang lain ..aku akhirnya bahas masalah tumbuh kembang dentokraniofasial ..hhaha yang aku taunya Cuma kalo dentokraniofasial itu berarti kan struktur anatomis dimana dibagi aja jadi tiga istilah nya dentokranio-fasial nah bearti hubungan antara gigi geligi dengan rahang dan profil wajah ..nah dari gigi itu akan mempengaruhi bentuk wajah kita .. Trus bahas dari kasusnya juga yang bilang kalo ni remaja 15tahun giginya berlebih ya jadi namanya supernumerary ..done itu aja yang aku bahas hahha Selesai bahas ..mulai timbul bosan,,males dengarin penjelasan lain hha ..emang dasar aku nya yang gak mau lagi denger udah gak nyangkut tuh bahan di otakku .. Saya salut sama teman-teman yang mau bnyak kasih tambahan bahan ..mereka rajin sekaliii aaa..aku akuu akuu kpan yaa ?? haha

Seakan sadar dari lamunan itu ..tau-tau sudah sintesa aja nih ..itu artinya udah selesai tutorial kali ini ..Alhamdulillah Nah ini nih habis tutorial terbitlah laperr oOOO April 22, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Kategori: my DENTIST diary Tinggalkan Komentar

Makalah Ilmiah Oral Biologi

Rate This PERANAN SEL LAGERHANS ORAL MUKOSA IMMUNOPATOGENESIS pada PENYAKIT PERIODONTAL ABSTRAK Oral Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme.4 Daerah di dalam rongga mulut pertemuan antara gingival dan gigi merupakan tempat yang sedikit rawan untuk perlekatan mikroorganisme. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke gigi yang baik sehingga pada keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat masuk kedalam membran periodontal. Rongga mulut merupakan jalan keluar masuk utamanya mikroorganisme, oleh karena itu sangat banyak faktor yang terlibat dalam proses imun terhadap mikroorganisme yang pathogen. Lebih dari 300 spesies bakteri dapat ditemukan sebagai mikrobiota di daerah subgingiva, dan hanya beberapa spesies yang telah diketahui terlibat dalam proses inisiasi dan progresifitas penyakit periodontal [21]. Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Bacteroidesforsythus merupakan bakteri periodontopathogen yang sangat agresif. Infeksi bakteri periodontophatogen inilah yang dapat memicu sekresi peningkatan inflamatory sitokin 5, yang akan memicu timbulnya proses keradangan atau inflamatory. Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal, diduga sitokin dan sel langerhans ikut berperan dalam perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan gingival dan crevicular fluid, dan kadarnya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi peningkatan fibroblast prokolagen, Prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. Il-2 yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi periodontitis. Hasil akhir dari metabolisme bakteri periodotophatogen berupa berbagai macam asam amino dan berbagai macam endotoksin, hemolisin, kolagenase dan berbagai macam protease juga dapat menyebabkan kerusakan imunnoglobulin, faktor komplemen, dan heme-sequestering proteins : suatu protein dari host yang dapat menahan kerusakan kolagen. Banyak faktor lain seperti respon imun seluler lokal dan sistemik serta respon humoral sekretori lokal dan serum juga ikut berperan dalam proses patogenase berbagai kelainan atau penyakit periodontal. Kata kunci : oral mukosa, sel langerhans dan sistem imun terhadap penyakit periodontal. ISI Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis yang menggambarkan bentuk klinis dari proses inflamasi yang di produksi oleh dental biofilm.2 periodontitis merupakan penyakit jaringan penyangga gigi, disebabkan oleh mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan adanya poket, resesi gingival atau keduanya. Jenis periodontitis yang sering terjadi adalah periodontitis kronis yang di sebabkan oleh plak dan kalkulus yang berkembang sangat lamabat dan biasanya menyerang pada orang dewasa atau tua. 4 Meskipun mekanisme pathogenesis belum jelas diketahui, konsep ini meyatakan bahwa kerusakan jaringan periodontal lebih di sebabkan oleh ketidak seimbangan host bacterial ecosystem di daerah sub gingival.3

Endotoksin merupakan hasil dari metabolisme bakteri periodonpathogen yang akan merangsang timbulnya matrix metalloproteinase, sehingga merangsang proses apoptosis pada sel tulang. Apoptosis yang berlebihan akan menyebabkan resesi tulang tetap berlanjut meskipun plak dan kalkulusnya sudah di bersihkan. 24 Dengan adanya terapi periodontal terbaru yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan tulang yang berlanjut dan merusak endotoksin. Terapi ini menggunakan antibiotik dan antiseptic telah terbukti efektif untuk membunuh bakteri periodontophatogen serta mengahambat terjadinya proses MMP. Penyakit periodontal merupakan kondisi keradangan yang menyebabkan kerusakan secara perlahan-lahan terhadap jaringan penyangga gigi. Matriks ekstraseluler, seperti kolagen, fibronectin dan proteoglikan merupakan matriks yang penting dalam menjaga integritas struktural jaringan penyangga gigi. Terjadinya kerusakan tulang pada jaringan periodontal yang bersifat irreversible.bakteri periodontopathogen dan produknya dapat memicu respon inflamasi dan respon imun pada host. Adanya inflamasi ini meningkatkan sekelompok enzim proteolitik yang disebut dengan matrixmetalloproteinase (MMP) yang berperan besar terhadap timbulnya penyakit periodontal. MMP merupakan protein yang bertanggung jawab terhadap remodeling dan degradasi komponen matriks ekstraselluler. Keberadaan MMP dikontrol oleh sel lain seperti fibroblast dan makrofag, serta distribusi tissue inhibitor of MMP (TIMP) yang tersebar pada jaringan dan cairan ekstrasel. MMP-1 dan MMP-8 keduanya merupakan kolagenase; dimana MMP-8 dihasilkan oleh neutrofil danMMP-1 dihasilkan oleh sel host, termasuk epitel, fibroblast dan makrofag. MMP diketahui juga diproduksi oleh PG dan AA. Peran Sitokin dan Sel Lagerhans Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal,diduga sitokin dan sel Lagerhans ikut berperan pada perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan gingiva dan crevicular fluid, dan kadar keduanya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi peningkatan fibroblas prokolagen, prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. IL-2 yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi periodontitis. Demikian juga dengan IL-4 yang berperan dalam mengaktivasi proliferasi dan diferensiasi sel B, pertumbuhan selT, fungsi makrofag, serta pertumbuhan sel mast kadarnya juga meningkat selama periodontitis. IL-6 yang menginduksi produksi antibodi, kadarnya meningkat pada peradangan gusi (gingivitis) dan berperan pada resorbsi tulang. 5 Kemampuan leukosit melekat pada sel endotel akan meningkat karena induksi TNF. Aktivitas fagositosis dan kemotaksisnya juga akan meningkat. Efek TNF pada leukosit dan juga induksinya terhadap makrofag, mempunyai peran dalam perubahan vaskular yang terjadi pada kelaianan periodontal. Sitotoksisitas sel jaringan juga dapat disebabkan oleh interaksi langsung limfosit dengan sel target yang mengandung antigen spesifik yang berada pada permukaannya. Walaupun antigen yang ditemukan oleh limfosit yang tersensitisasi umumnya sangat spesifik, efek sitotoksik akibat interaksi limfosit-sel pejamu biasanya tidak spesifik. Oleh karena itu, diduga bahwa bertahannya deposisi antigen plak gigi ke dalam jaringan gusi, dibantu oleh terbentuknya sel yang memproduksi limfotoksin dan / atau langsung karena limfosi totoksisitas. Kejadian ini mengakibatkan kerusakan jaringan pada kasus kelainan periodontal. Komponen Jaringan Membran Mukosa Barier protektif mukosa rongga mulut terlihat berlapis-lapis, terdiri dari air liur dan permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan komponen selular serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. 5 Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri atas squamosa yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan derajat keratimisasinya yang menyebabkan mukosa mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini haruslah dalam keadaan seimbang. 6

Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi, dan bibir, mirip yang berasal dari gusi dan pulpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah danstruktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria, akan difagositosis oleh sel-sel Lagerhans yang banyak ditemukan dimukosa mulut. Celah gusi Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel functional yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran cairan crevicular fluid ini merupakan proses fifiologik atau merupakan respons terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum jelas. Pendapat yang banyak dianut saat ini adalah pada keadaan normal cairan crevicular fluid yang mengandung leukositini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit, cairan crevicular ini juga mengandung komponen komplemen, seluler, dan humoral yang terlibat pada respon imun.7 Saliva Saliva disekresikan oleh kelenjar-kelenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar kecil pada permukaan mukosa. Aliran saliva sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini, saliva berperan sebagai pelumas aksi otot-otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran saliva akan mencuci permukaan mukosa mulut, sedangkan sirkulasi darah sub epitel bertindak sebagai suplemen pada batas jaringan lunak dan jaringan keras melalui celah gingival. Berbagai senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan ditemukan dalam saliva. Lisozim atau muramidase mempunyai aktivitas bakterisidal yang bekerja memecah ikatan antara N-asetil glukosaamin dengan asam N-asetilmuramat dalam komponen mukopeptida dinding sel. Komponen-komponen yang terdapat pada saliva adalah C3 yang sebagian besar berasal dari cairan celah gingival. Komponen seluler yang banyak ditemukan di dalam aliran saliva adalah leukosit. Diperkirakan migrasi leukosit sekitar satu juta per menit melalui air liur. Asal leukosit ini dari cairan celah gusi dansekitar 9899% berupa PMN, neutrofil, sisanya terdiri atas limfosit, monosit, dan eosinofil. Antibodi yang paling penting di dalam air liur adalah immunoglobulin A (IgA) sekresi air liur. Selain itu, juga ditemukan sedikit IgG dan IgM yangberasal dari cairan celah gusi.6 Adanya reaksi hipersensitivitas pada kelainan periodontal Dalam tahap awal, respon imun digunakan sebagai pertahanan tubuh untuk melawan serangan antigen yang melekat pada plak gigi. Tetapi akibat adanya akumulasi plak, respon imun menjadi lebih kompleks sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe IV, III,II,I. Pada reaksi hipersensitif tipe IV, immunitas seluler (CMI) diaktivasi oleh antigen bakterial plak gigi sehingga menjadi proliferasi sel T dan sel B. Subpopulasi sel T sangat sitotoksik terhadap jaringan periodonsium. Limfosit memasok mediator terlarut, seperti MIF yang akan menghambat pergerakan makrofag dan PMN neutrofil, faktor merusak fibroblas, dan OAF yang dapat menimbulkan kerusakan tulang. Akibat kerusakan ini, antigen akan masuk lebih dalam lagi ke dalam jaringan periodonsium. Adanya kompleks imun di dalam jaringan periodontal, berupa ikatan antigen-antibodi, menunjukan bahwa terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III. PMN di dalam cairan celah gusi ( crevicular fluid), mempunyai membran yang dapatmengikat IgG, IgM, dan C3. Kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik komplemen dengan akibat terjadi peningkatan mediator biologik yang akanmenginduksi peningkatan permeabilitas vaskular, agregasi platelet, kemotaksisfagosit, opsonisasi, dan fagositosis. Pada proses ini juga dilepaskan enzim-enzimlisisim oleh PMN dn makrofag, seperti lozosim, hialuronidase, dan kolagenaseyang mengakbatkan kerusakan jaringan lokal. Kolagenase akan merusak kolagen jaringan periodontal. Hasil akhir proses ini adalah lisisnya sel disertai resorbsi tulang yang dimediatori oleh prostaglandin. Pada reaksi tipe III ini, CMI juga ikut dilibatkan, karena

C3b dapat berinteraksi dengan reseptor limfosit sehingga terjadi pelepasan limfokin. Dengan demikian, sering terlihat adanya reaksi hipersensitivitas tipe III dengan tipe IV. Pada kelainan periodontal terdapat tiga proses reaksi hipersensitivitas tipe II, yaitu: 1. Fagositosis setelah terjadi ikatan antigen-antibodi 2. Aktivitas sel T 3. Lisisnya sel karena aktivasi komplemen Respon imun yang semula dibangkitkan untuk mekanisme pertahanan,ternyata kemudian justru merusak jaringan periodontal. Untuk menghadapi keadaan ini, tubuh dibekali mekanisme perthanan lain yaitu dengan menghamba tperningkatan respon imun lebih lanjut untuk mencegah kerusakan total jaringan periodontal. Mekanisme penekanan respon imun ini meliputi: 1. Penekanan CMIR dengan mneginduksi sek sel supresif 2.Berbagai faktor penghambat di dalam serum juga ditemukan pada kasus periodontitis berat 3. Makrofag mensekresikan prostaglandin yang menghambat respon seluler 4. Inhibitior proteinase akan menghambat jalur komolemen 5. Komponen-komponen plak gigi seperti LPS menurunkan aktivitas CMI,LTA menghambat HMIR, dekstran ikatan ( 1menjadi 6 ) menurunkantoleransi sel B, dan bakteri plak mengeluarkan proteinase spesifik yangmenghambat kerja beberapa klas imunoglobuolin. Sistem Imun Stem sel yang diproduksi oleh sumsum tulang, merupakan sel multipoten. Dalam perkembangannya, sel ini dapat menjadi sel promonosit dan prelimfosit(limfosit primitive). Promonosit kemudian akan menjadi monosit di dalam pembuluh darah dan bila memasuki jaringan dikenal sebagai makrofag. Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi. Bila di pengaruhi oleh Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi.Bila dipengaruhi timus, prelimfosit akan berkembang menjadi limfosit T (sel-T),yang nantinya bertanggung jawab pada sistem imunitas seluler (Cell-mediated immunresponses/CMI). Prelimfosit yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh organ yang equivalen dengan bursa of fabricius pada unggas atau gut associated lymphoid tissues (GALT), seperti tonsil, umbai cacing, limpa, ataubercak-bercak Peyerss pada usus, akan berubah menjadi Limfosit B (sel-B)yang akan bertindak sebagai mediator immunitas humoral (humoral-mediated immunoresponses / HMI) . Begitu menyusup ke dalam jaringan, antigen di fagositosis oleh makrofag,diproses menjadi superantigen. Kemudian, makrofag akan bertindak sebagai selpenyaji antigen (antigen-presenting cells / APC), yaitu mempresentasikan antigenyang sudah diproses kepada sel-T dan sel-B. Sel dendritik dan sel Lagerhans juga dapat bertindak sebagai APS. Mekanisme Respons Imun Titik sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limfosit T,terutama sel T CD4 (T4).[20] Setellah diproses oleh APC ( Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel Lagerhans, dan sel dendritik, antigen akan disajikan kepada sel T4 oleh APC. Akibatnya, sel T4 akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral.Untuk mengaktivasi sel T4, sedikitnya dibutuhkan dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen sel T pada kompleks antigen MHC kelas II yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua berasal dari interleukin (IL-1),suatu protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel T4 yang sudah tersensitisasi antigen, akan mengaktifkan sel T8 yang berfungsi

menghancurkan sel asing, sel T memori yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T8 yang sudah teraktivasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghancurkan sel target. [3-4] Gambar 1-3. Immunopatogenesis kelainan periodontal KESIMPULAN Kelainan gingiva dan periodontal diinduksi oleh plak gigi bakterial. Pada kelainan ini terdapat empat stadium immunopatologi yang melibatkan respon imun sistemik. 1. Awal lesi ditemukan dalam kondisi normal, namun sudah ada respon inflamasi lokal oleh PMN leukosit, aktivasi komplemen, kemotaksis yang dihasilkan antigen plak, dan mungkin sudah terjadi kompleks imun. 2. Pada lesi ini terlihat infiltrasi lokal sel T dan beberapa sel B. Limfosit didalam sirkulasi sudah tersensitisasi antigen plak yang dapat dilihat darikemampuannya melepaskan limfokin. 3. Lesi yang menetap di karakterisasikan dengan infiltrasi sel plasma secaralokal dan limfosit di dalam darah perifer dapat distimulasi untuk berproliferasi oleh antigen plak. 4. Pada lesi yang sudah lanjut, ditandai dengan mekanisme imunopatologiyang destruktif. Proses destruktif ini dapat mengakibatkan hilangnya gigi.Mekanisme imunologi kelainan periodontal sangat kompleks yang melibatkanreaksi hipersensitivitas tipe IV,III,II, dan I disertai mekanisme protektif-destruktif melalui fungsi limfosit dan makrofag serta aktivasi antibodi dankomplemen. Proses ini dimodulasi oleh bahan immunopotensiasi danimunosupresi untuk mencegah respon imun yang tidak terkontrol. . Referensi 1. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology, 9th ed.WBSaunders Co. Philadelphia.(2002).67-69, 559-560, 676-681 5. Wilson TG and Kornman KS.Anatomy of the Periodontium Fundamentalsof Periodontics, 2 Nd ed. Quintessence Publishing Co,Inc.(2003).32-33. 6. Roeslan, Boedi. Immunologi Oral Kelainan di Rongga Mulut.BalaiPenerbit FK UI. Jakarta.(2002).113-115Reddy, Santhypria.Essentials of clinical periodontology and periodontics..2006 ISBN : 81-8448-148-9 5. F.X. Lu1,2* and R.S. Jacobson2. Oral Mucosal Immunity and HIV/SIV Infection J Dent Res . (2007).86(3):216-226 7. H. Ohyama, N. Kato-Kogoe, A. Kuhara, F. Nishimura, K. Nakasho, K. Yamanegi, N. Yamada, M. Hata, J. Yamane and N.The Involvement of IL-23 and the Th17 Pathway in Periodontitis. 2009. J Dent Res88(7):633-638 6. C.W. Cutler and R. Jotwani .Dendritic Cells at the Oral Mucosal Interface. J DENT RES 2006 85: 678 8. Baker, P.J., et al., Heterogeneity of Porphyromonas gingivalis strains in the induction of alveolar bone loss in mice. Oral Microbiol Immunol, 2000. 15(1): p. 27-32. 9. Kinane DF, Lappin DF. Clinical, pathological and immunological aspects of periodontal disease. Acta Odontol 2001;59:154-160. April 4, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Kategori: my DENTIST diary Tinggalkan Komentar

Makalah BM : Klasifikasi Kelainan Kelenjar Ludah

Rate This MAKALAH BM KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH

Oleh: Sonya Annisa Ilma 04091004005

Dosen: Drg. Galuh Anggraini, SpBM

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 2011 KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH 1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI

1.

A.

APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K. Graamans)

Definisi Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah kelenjar parotis. Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan. Diagnosis Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri. Perawatan

Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan sialadenitis bakteri

1. B. ABERANSIA Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah. Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher , mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak memerlukan intervensi. Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose. Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.

Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula. 1. C. ATRESIA Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah. Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.

II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi. A. SIALOLITHIASIS Definisi Calculi atau batu dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris. Etiologi Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari duktus.

Gambaran klinis

Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya. Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang bersangkutan. Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam

Diagnosis

Secara klinis abnormal saat pemeriksaan Ekstraoral Pembengkakan Intraoral Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran. Pemeriksaan

Radiografi tidak semua kalkuli radioopaq Sialografi Dapat mendeteksi adanya mucous plugs

Perawatan : . Pemijatan dari kelenjar . Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi ke depan. Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder. Analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pembedahan jika diperlukan

III. MUCOUS RETENTION

1. A. MUCOCELE Definisi Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara khas disebut Mucocele Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus : 1. 2. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus dibatasi oleh epitel duktus dan merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus tidak ada batas-batas epitel. Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat. 3. 3. Etiologi Etiologi Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigitgigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Diagnosis Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi. Gambaran Klinis

Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter, beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.

Mucocele pada anterior median line ventral lidah

mucocele pada bibir bawah

Perawatan Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.

1.

B.

RANULA

Definisi ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan glandula saliva minor. Etiologi Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.. Gejala klinis Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang kadang lesi hanya terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas, tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal. Gambaran klinis ranula simpel Perawatan Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula. gambaran klinis ranula plunging

IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS 1. A. NECROTIZING METAPLASIA

Definisi Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor. Etiologi Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.

Gambaran Klinis Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor. Perawatan Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.

1.

B.

VIRAL INFECTIONS MUMPS

1. 1. Etiologi

Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki mumps.

Gejala klinis Biasanya, mumps menyerang anak anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva, nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis, tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan. Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.

Perawatan Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan

1.

2.

CYTOMEGALOVIRUS INFECTION

Etiologi Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya. CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV adalah penyebab utama terjadi ny non Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada kebanyak populasi. Gejala klinis CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi pembesaran kelenjar saliva.

Perawatan Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir

1.

3.

HIV INFECTION

Etiologi Neoplastik dan non neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogrens syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini HIV penykit kelenjar ludah (HIV-SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.

Gejala klinis Kebanyakan gejala HIV GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien mengalami pembesaran bilateral.

Perawatan Pengobatan HIV SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.

1.

4.

Hepatitis C virus Infection

Etiiologi

HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara HCV dan Sjogrens syndrome

Gejala klinis Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.

Perawatan Perawatan berdasarkan gejalanya.

1.

C.

BACTERY INFECTIONS

1. 1. ALLERGIC SIALADENITIS Definisi Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak. Etiologi Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak tepat. Perawatan Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder. 1. D. ACTINOMYCOSIS

Etiologi Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas. Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk: 1. 2. 3. 4. Bentuk abdominalis Bentuk servikofasialis Bentuk torakalis Bentuk generalisata

Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut. Gambaran klinis

Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan. Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput otak (meningens).

V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT

1.

A.

SJOGREN SYNDROME

Definisi Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.

Gejala klinis tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).

Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbedabeda. Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome

Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat menyebabkan kematian.

1.

DIABETES

Definisi Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan penyakit mata dapat terjadi. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol, peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya. Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada pada pasien diabetes yang lebih tua.

Etiologi Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini. Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf otonom pada populasi diabetes

1.

B.

GRANULOMATOUS CONDITIONS

1.

1.

TUBERCULOSIS

Definisi Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.

Diagnosa Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium

Perawatan Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.

1.

2.

SARCOIDOSIS

Definisi Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordts syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20 kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit, bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.

Pemeriksaan Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin Iconverting enzyme )

Perawatan Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.

1. 3. BULIMIA / ANOREKSIA Definisi Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Etiologi Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Gambaran klinis

Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah. Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis. Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut. Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia. Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.

Pemeriksaan Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.

Perawatan

Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang dan profil psikologikal.

Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan. Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan hipertropi kelenjar saliva.

1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.

Terapi : Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien. Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis. Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan jarang ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini. Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik. Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini. Tidak di perlukan biopsy

VI. NEOPLASMA BENIGN TUMORS A. PLEOMORPHIC ADENOMA Definisi dan Etiologi Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan kelenjar saliva minor. Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan jenis kelamin perempuan lebih sering terkena. Gambaran klinis Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal. Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar jika tumor ini tidak dirawat.

Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa

Fig.Pleomorphic adenoma of the palate.

Perawatan Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan pembuangan dari kelenjar saliva tersebut. B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM Definisi Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis, tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila. Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita Gambaran klinis Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri kecuali tumor ini menjadi superinfected. Fig.Lipoma of the buccal mucosa. Perawatan Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi rekurensi. C. ONCOMYTIS Definisi Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan. Gambaran klinis Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral. Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral. Pathology Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi yang agrresive Perawatan Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis. Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi

1. D. BASAL CELL ADENOMAS Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor. Patologi Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva yang normal .

Perawatan Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk membraneous sering terjadi rekuren. E. CANALICULAR ADENOMA Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic. Patologi Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan vaskularisasi yang tinggi Perawatan Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur F. SEBACEOUS ADENOMA Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena. Perawatan Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang dengan pembedahan

G. MYOEPITHELIOMA Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik dengan pertumbuhan yang lambat.

Patologi Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein.

Perawatan Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren. H. Ductal papilloma Definisi Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori, dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum Simple Ductal Papilloma. Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang berwarna merah. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Inverted Ductal Papilloma. Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Sialadenoma Papilliferum. Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren. MALIGNANT NEOPLASMA Definisi Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008). Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis). Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008). Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008). 2.Klasifikasi malignant Neoplasma

2.1. Mucoepidermoid Carcinoma Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008). Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).

Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel epidermoid (sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008). Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk, dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008). 2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma Definisi Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 4% dari neoplasma ganas kepala dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 23% dari seluruh neoplasma malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma. Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang orang dengan rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1. Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor, dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.

Tanda dan gejala

Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang . Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular, padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.

Perawatan Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu pembedahan ini diikuti oleh radioterapi. Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%), namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.

2.3Adenoid Cystic Carcinoma Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008). Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997; Lee, 2003). Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi. Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum. Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk silindris (Syafriadi, 2008). Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008). Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka prognosisnya buruk (Adam et al., 1997). 2.4.Clear Cell carcinoma Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Sel-

sel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .

Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi.

Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .

2.5.Acinic Cell Carsinoma Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul, merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm (Syafriadi,2008). Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap. Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi (Vidyadhara et al., 2007).

Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini kelenjar saliva (kiri). Sumber : Anonim, 2008. 2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan 36 sampai 39% masing-masingnya.

Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun. Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.

MAKALAH BM KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH

Oleh: Anggi Sona Putri Nonegrina 04091004059

Dosen:

Drg. Galuh Anggraini, SpBM

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 2011 KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH 1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI

1. A. APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K. Graamans) Definisi Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah kelenjar parotis. Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan. Diagnosis Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri. Perawatan Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan sialadenitis bakteri

1. B. ABERANSIA Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah. Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher , mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak memerlukan intervensi. Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose. Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.

Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula. 1. C. ATRESIA Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah. Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.

II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi. A. SIALOLITHIASIS Definisi Calculi atau batu dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris. Etiologi Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari duktus.

Gambaran klinis

Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya. Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang bersangkutan. Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam

Diagnosis Secara klinis abnormal saat pemeriksaan Ekstraoral Pembengkakan Intraoral Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran. Pemeriksaan

Radiografi tidak semua kalkuli radioopaq Sialografi Dapat mendeteksi adanya mucous plugs

Perawatan : . Pemijatan dari kelenjar . Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi ke depan. Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder. Analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pembedahan jika diperlukan

III. MUCOUS RETENTION

1.

A.

MUCOCELE

Definisi Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara khas disebut Mucocele Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus : 1. 2. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus dibatasi oleh epitel duktus dan merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus tidak ada batas-batas epitel. Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat. 3. 3. Etiologi Etiologi Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigitgigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Diagnosis Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi. Gambaran Klinis Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter, beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.

Mucocele pada anterior median line ventral lidah

mucocele pada bibir bawah

Perawatan Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.

1.

B.

RANULA

Definisi ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan glandula saliva minor. Etiologi Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.. Gejala klinis Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang kadang lesi hanya terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas, tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal. Gambaran klinis ranula simpel Perawatan Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula. gambaran klinis ranula plunging

IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS 1. A. NECROTIZING METAPLASIA Definisi Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor. Etiologi Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.

Gambaran Klinis Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor. Perawatan

Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.

1.

B. VIRAL INFECTIONS 1. 1. MUMPS

Etiologi Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki mumps.

Gejala klinis Biasanya, mumps menyerang anak anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva, nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis, tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan. Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.

Perawatan Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan

1.

2.

CYTOMEGALOVIRUS INFECTION

Etiologi Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya. CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV adalah penyebab utama terjadi ny non Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada kebanyak populasi. Gejala klinis CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi pembesaran kelenjar saliva.

Perawatan Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir

1. 3. HIV INFECTION Etiologi Neoplastik dan non neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogrens syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini HIV penykit kelenjar ludah (HIV-SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.

Gejala klinis Kebanyakan gejala HIV GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien mengalami pembesaran bilateral.

Perawatan Pengobatan HIV SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.

1. 4. Hepatitis C virus Infection Etiiologi HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara HCV dan Sjogrens syndrome

Gejala klinis Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.

Perawatan Perawatan berdasarkan gejalanya.

1.

C.

BACTERY INFECTIONS

1.

1.

ALLERGIC SIALADENITIS

Definisi Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak. Etiologi Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak tepat. Perawatan Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder. 1. D. ACTINOMYCOSIS

Etiologi Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas. Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk: 1. 2. 3. Bentuk abdominalis Bentuk servikofasialis Bentuk torakalis

4. Bentuk generalisata Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut. Gambaran klinis Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan. Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput otak (meningens).

V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT

1.

A.

SJOGREN SYNDROME

Definisi Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.

Gejala klinis tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).

Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbedabeda. Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome

Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat menyebabkan kematian.

1.

DIABETES

Definisi Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan penyakit mata dapat terjadi. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol, peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya. Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada pada pasien diabetes yang lebih tua.

Etiologi

Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini. Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf otonom pada populasi diabetes

1.

B.

GRANULOMATOUS CONDITIONS

1. 1. TUBERCULOSIS Definisi Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.

Diagnosa Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium

Perawatan Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.

1.

2.

SARCOIDOSIS

Definisi Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordts syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20 kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit, bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.

Pemeriksaan Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin Iconverting enzyme )

Perawatan Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.

1.

3.

BULIMIA / ANOREKSIA

Definisi Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Etiologi Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering. Gambaran klinis

Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah. Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis. Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut. Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia. Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.

Pemeriksaan Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.

Perawatan

Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang dan profil psikologikal. Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan. Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan hipertropi kelenjar saliva.

1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.

Terapi : Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien. Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis. Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan

jarang ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini. Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik. Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini. Tidak di perlukan biopsy

VI. NEOPLASMA BENIGN TUMORS A. PLEOMORPHIC ADENOMA Definisi dan Etiologi Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan kelenjar saliva minor. Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan jenis kelamin perempuan lebih sering terkena. Gambaran klinis Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal. Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar jika tumor ini tidak dirawat.

Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa

Fig.Pleomorphic adenoma of the palate.

Perawatan Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan pembuangan dari kelenjar saliva tersebut. B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM Definisi Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis, tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila. Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita

Gambaran klinis Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri kecuali tumor ini menjadi superinfected. Fig.Lipoma of the buccal mucosa. Perawatan Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi rekurensi. C. ONCOMYTIS Definisi Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan. Gambaran klinis Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral. Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral. Pathology Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi yang agrresive Perawatan Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis. Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi 1. D. BASAL CELL ADENOMAS Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor. Patologi Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva yang normal .

Perawatan Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk membraneous sering terjadi rekuren. E. CANALICULAR ADENOMA Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic.

Patologi Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan vaskularisasi yang tinggi Perawatan Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur F. SEBACEOUS ADENOMA Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena. Perawatan Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang dengan pembedahan

G. MYOEPITHELIOMA Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik dengan pertumbuhan yang lambat.

Patologi Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein. Perawatan Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren. H. Ductal papilloma Definisi Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori, dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum Simple Ductal Papilloma. Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang berwarna merah. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Inverted Ductal Papilloma. Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft. Perawatan

Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren Sialadenoma Papilliferum. Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular. Perawatan Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren. MALIGNANT NEOPLASMA Definisi Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008). Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis). Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008). Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008). 2.Klasifikasi malignant Neoplasma 2.1. Mucoepidermoid Carcinoma Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008). Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).

Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel

epidermoid (sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008). Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk, dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008). 2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma Definisi Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 4% dari neoplasma ganas kepala dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 23% dari seluruh neoplasma malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma. Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang orang dengan rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1. Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor, dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.

Tanda dan gejala Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang . Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular, padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.

Perawatan Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu pembedahan ini diikuti oleh radioterapi. Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%), namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.

2.3Adenoid Cystic Carcinoma Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).

Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997; Lee, 2003). Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi. Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum. Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk silindris (Syafriadi, 2008). Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008). Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka prognosisnya buruk (Adam et al., 1997). 2.4.Clear Cell carcinoma Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Selsel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .

Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi.

Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .

2.5.Acinic Cell Carsinoma Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul, merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm (Syafriadi,2008). Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap. Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi (Vidyadhara et al., 2007).

Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini kelenjar saliva (kiri). Sumber : Anonim, 2008. 2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan 36 sampai 39% masing-masingnya. Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun. Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.

September 30, 2011

bingkaikehidupanmujahidah

Tinggalkan Komentar

Kategori: my DENTIST diary

Oral Biology

Rate This MANTLE DENTIN & CIRCUMPULPAL DENTIN (Tugas Makalah Mata Kuliah Oral Biologi III) Disusun oleh : Sonya Annisa Ilma 04091004005 04091004006 Dwi Woro Pancarwati

Mantle Dentin dan Circumpulpal Dentin ( definisi, gambaran dan perbedaanya ) Dentin primer terbentuk cepat selama pembentukan gigi. Dentin primer ini terbentuk sebelum erupsi gigi dan akar selesai dibentuk sempurna. Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk. Hal ini menjelaskan bahwa ruang pulpa merupakan bagian utama dari masa dentin. Lapisan luar dentin primer yang disintesis pada awal dentinogenesis disebut dentin mantel. Dentin Mantle lebih sedikit mengandung mineral daripada lapisan lain dari dentin yaitu dentin primer circumpulpal. Pembentukan dentin utama terus berlanjut sampai gigi menjadi fungsional (Linde & Goldberg 1993) atau sampai apeks akar ditutup (Torneck 1994). Setelah itu hasil pembentukan dentin sebagai dentinogenesis sekunder, yang berlanjut pada tingkat lebih lambat dibandingkan dengan dentinogenesis utama selama waktu-kehidupan individu.

Ada tiga jenis dentin : 1. Dentin primer 1. 2. 3. 4. a. Dentin mantel b. Dentin circumpulpal Dentin sekunder Dentin tersier primer

Dentin primer, dentin yang paling menonjol di gigi terletak antara email dan ruang pulpa. Dentin primer memenuhi fungsi pembentukan ruang pulpa. Lapisan luar yang paling dekat dengan email dikenal sebagai dentin mantel. Sedangkan di bawahnya terletak dentin circumpulpal. 1. 2. 3. 4. Tahap kuncup Tahap tudung Tahap lonceng pengapuran tulang Aposisi dan pengapuran email dan dentin

5. Mahkota desidui sdh lengkap dg pmbntukan Email & gigi permanen brbeda saat lahir 1. Erupsi awal gigi desidui & mahkota gigi perma-

Nen hampir selesai terbentuk 1. Akar gigi desidui terlihat tanda2 resorbsi &gigi Permanen ,pembentukan gigi telah selesai 1. 2. Gigi permanen sedang erupsi Pd gigi permanen trlihat tnda2 Diagram mengambarkan tahap perkembangan gigi keausan. (Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996)

DEFINISI 1. Dentin Mantel http://www.pua.edu.eg/Version2/Courses2/Dentistry%20Courses/2008/Spring/Sophomore/OB212/Lectures/Histology%20of%20 Dentin.pdf Gmbr.Struktur dalam dentin Dentin mantel adalah dentin yang terbentuk pertama kali didekat persimpangan dentinoenamel junction . Dentin mantel merupakan lapisan pertama dentin yang mengapur, ditumpuk pada email, dan merupakan sisi dentin pada pertemuan dentin email. Dentin mantle dibatasi oleh zona dentin interglobular dan persimpangan dentinoenamel junction, yang berarti bahwa pertemuan mantle dentin dan circumpulpal itu ditandai dgn adanya interglobular. Zona ini memiliki fibril tegak yang lurus ke persimpangan dentinoenamel junction. Fibrills kolagen yang lebih besar daripada yang ada didalam dentin circumpulpal. Sehingga terletak pada bagian luar atau sebagian besar perangkat dentin primer. Dentin mantel dibentuk oleh odontoblas dan membentuk sebuah lapisan dengan tebal sekitar 150 mikrometer. 1. b. Circumpulpal dentin

A, Epithelial rests B, Mantle dentin C, Globular dentin D, Circumpulpal dentin http://210.44.214.13/lab/oral%20histology%20slides/chap01/01_21big.htm

Dentin primer yang mengelilingi pulpa disebut dentin circumpulpal. Dentin circumpulpal terletak dibawah dentin mantel. Dentin ini membentuk sebagian besar gigi. Mengandung mineral sedikit lebih banyak dari dentin mantel yaitu sebuah dentin termineralisasi yang membuat sebagian besar lapisan dentin dan terbentuk setelah dentin mantel di keluarkan oleh odontoblas. Oleh karena itu circumpulpal dentin mengandung serat kolagen yang lebih kecil dengan diameter (0,05 mikron) dan lebih dekat terkumpul dibandingkan dengan dentin mantel. Circumpulpal dentin menunjukkan semua dentin dibentuk sebelum lengkap. Perbedaan dentin mantle dengan dentin circumpulpal : Mantle dentin : Dentin mantle sedikit kurang mineral Serat kolagen berorientasi tegak lurus dengan DEJ. Banyak terdapat cabang tubulus di daerah ini. Mengalami mineralisasi di vesikel matriks. mantle dentin biasanya dekat dgn enamel sedangkan circumpulpal dekat dengan dentin pulpa.

Dentin circumpulpal : Dasar struktur dentin. Bentuk sebagian besar dari dentin Seragam dalam struktur kecuali pada daerah dentin interglobular Termasuk dentin interglobular dan sekunder.

http://www.google.co.id/imglanding?q=mantle+dentin&hl=id&gbv=2&sout=0&biw=1366&bih=549&tbs=isch:1&tbnid=s1m6O IA52Y5R1M:&imgrefurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/histology/D_4_0.htm&imgurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/histology/ d_4_0.jpg&ei=heJfTZC3HJGvrAfG0LSzAQ&zoom=0&w=309&h=40 Keterangan gambar : A. Striae of Retzius B. Reparative dentin (irregular secondary dentin) C. Cementum D. Mantle dentin E. Circumpulpal dentin Referensi 1. 2. 3. 4. Louis l. Grossman ,Seymour Oliet Carlos E.Del Rio. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta : EGC, 1995 N. W. Johnson & D.F.G Poole. Medical Research Council Dental Research Unit, Dental School, Bristol Walton, Richard, E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC, 2008 Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996

You might also like