You are on page 1of 15

ENTEROHEPATIK

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perubahan besar telah terjadi dalam semua bidang kedokteran selama dekade terakhir dan disertai dengan makin meningkatnya pemahaman tentang proses biokimia, fisiologi, dan imunologi yang terlibat dalam proses pembentukan dan fungsi sel darah normal serta gangguan yang mungkin timbul pada berbagai penyakit. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk. Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic

cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah. Perkembangan ilmu kedokteran yang sangat dinamis sehingga menuntut mahasiswa untuk terus belajar dan menggali ilmu tanpa mengenal waktu. Hal itu sangat diperlukan terhadap mahasiswa yang menjadi calon dokter masa depan dinegara Indonesia, jadi dengan konsep keilmuan yang baik maka lahirlah seorang dokter yang kompeten dan dipercaya oleh masyarakat, itulah yang merupakan salah satu latar belakang pada penyusun makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang hendak dikaji adalah dalam makalah ini adalah:
1

ENTEROHEPATIK
1. Apa yang dimaksud dengan ikterus dan jaundice? 2. Apa yang menyebabkan terjadinya ikterus dan jaundice? 3. Apa saja klasifikasi dari ikterik dan jaundice? 4. Gangguan apa saja yang dapat menyebabkan ikterus dan jaundice? 5. Apa saja pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti penyebab ikterus dan jaundice?

1.3. Tujuan Pembahasan Dalam penyusunan makalah ini tentunya penulis memiliki tujuan yang diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Tujuannya dibagi menjadi dua, yaitu yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/i dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih cara pemikiran ilmiah. Cara pemikiran ilmiah ini sangat dibutuhkan bagi seorang calon dokter maupun dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai IKTERUS DAN JAUNDICE yang meliputi: 1. Defenisi 2. Klasifikasi 3. Patofisiologi 4. Etiologi 5. Kelainan kelainan Yang Dapat Menyebabkan Ikterus dan Jaundice 6. Pemeriksaan 7. Penatalaksanaan 8. Fisiologi Dari Bilirubin 9. Perbedaan Bilirubin Indirect dan Direct

1.4. Manfaat Pembelajaran Manfaat pembelajaran dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa/i mampu untuk mencapai segala Learning Objective yang telah didapat dan dapat menerapkan pada saat sudah mendapat gelar dokter dan ditugaskan di instansi kesehatan pemerintah maupun praktik sendiri.

ENTEROHEPATIK
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Skenario KUNING Nyonya Ratih terkejut saat melihat anaknya yang baru berumur 2 bulan mengalami ikterik pada sklera mata dan jaundice pada seluruh tubuh. Atas anjuran tetangga anaknya diberi banyak minum dan dijemur dibawah sinar matahari pagi untuk menghilangkan gejala yang timbul. Namun, meski telah dilakukan selama beberapa hari kondisi ini tidak membaik sehingga nyonya ratih membawa anaknya berobat ke dokter. Dokter menganjurkan pemeriksaan LFT pada pasien.

2.2. Learning Objective Dari skenario tersebut learning objective yang harus dicapai mahasiswa adalah mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang IKTERUS DAN JAUNDICE yang meliputi, yaitu: 1. Defenisi 2. Klasifikasi 3. Patofisiologi 4. Etiologi 5. Kelainan kelainan Yang Dapat Menyebabkan Ikterus dan Jaundice 6. Pemeriksaan
3

ENTEROHEPATIK
7. Penatalaksanaan 8. Fisiologi Dari Bilirubin 9. Perbedaan Bilirubin Indirect dan Direct

2.3. Pembahasan Learning Objective 2.3.1. Defenisi Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Ikterus dan jaundice adalah perubahan warna kuning yang masing terjadi pada mata (sklera) dan kulit akibat penimbunan pigmen empudu dan kolestasis yang ditandai dengan retensi sistemik dan tidak hanya bilirubin namun zat zat larut lain yang dikeluarkan melalui empedu. Bila kadar bilirubin > 1,5 mg / 100 cc, maka pada jaringan elastik kulit dan membran mukosa mulai terdapat penimbunan bilirubin, dan akan terlihat kekuning kuningan.

2.3.2. Klasifikasi Berikut adalah klasifikasi ikterus berdasarkan tempat terjadinya kerusakan atau kelainan, yaitu: IKTERUS RETENSI HEMOLITIK (PREHEPATIK) Warna Kulit Kuning Pucat REGURGITASI HEPATOSELULER (HEPATIK) OBSTRUKTIF (POSTHEPATIK) / Hijau

Orange Kuning Muda / Kuning Tua

Muda / Tua (Bilirubin Gelap (Bilirubin

Warna Urin

Normal

(Atau

Gelap Gelap Terkonjugasi)

Dengan Urobilinogen) Warna Feses Normal (Atau

Terkonjugasi) Warna (Tidak Stercobilin) Dempul ada

Gelap Pucat (< Stercobilin)

Dengan Stercobilin)

Pruritus Bilirubin Indirect

Tidak Ada Meningkat

Tidak Menetap Meningkat

Biasanya Menetap Meningkat

ENTEROHEPATIK
Bilirubin Direct Bilirubin Urine Urobilinogen Urine Keterangan: Klasifikasi berdasarkan hubungan antara bilirubin dan sel hati, yaitu sebelum, hati dan sesudah hati. Meningkat Normal Meningkat Meningkat Sedikit Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

2.3.3. Patofisiologi Ada 5 fase dalam patofisiologi ikterus dan jaundice, yaitu: fase pembentukan bilirubin, transport plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilirubin. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut, yaitu: a. Fase Prehepatik Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Transport Plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

b. Fase Intrahepatik Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin Liver Uptake Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

Konjugasi.
5

ENTEROHEPATIK
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.

c. Fase Pascahepatik
Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.

2.3.4. Etiologi Etiologi dari ikterus dan jaundice ini dapat terjadi karena adanya gangguan metabolisme bilirubin yang terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).

A. Hiperbilirubinemia Tak Terkonjugasi / Indirek 1. Over produksi Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua

atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin
6

ENTEROHEPATIK
berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.
2. Penurunan Ambilan Hepatik Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari

albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.

3. Penurunan Konjugasi Hepatik Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak

terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin

ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yg.meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : Obstruksi sal.empedu didalam hepar Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor
maligna primer dan sekunder. Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris. Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu.
7

ENTEROHEPATIK
Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

2.3.5. Kelainan kelainan Yang Dapat Menyebabkan Ikterus dan Jaundice Berikut adalah kelainan kelainan yang dapat menyebabkan ikterus dan jaundice, yaitu: a. Ikterus Hemolitik Anemia Hemolitik Yang Didapat Sferositosis Herediter Sickle Cell Anemia Malaria Thalasemia Bakteremia (Clostridium welchii) Ketidakselarasan Darah Keracunan Anemia Perniciosa Shint Hyperbilirubinemia (Israels Sindrome) Hipersplenisme Kernikteus

b.

Ikterus Hepatoselular Ditemukan pada penyakit yang disertai dengan kerusakan hati, yaitu: Hepatitis akibat virus Penyakit Weil Keracunan

c.

Ikterus Obstruksi Biasanya disebabkan oleh adanya batu, radang, dan neoplasma: Batu didalam Duktus Choledochus Cholangitis / Pericholangitis Tumor Saluran Empedu Sindrom Dubin Jhonson Sindrom Rotor
8

ENTEROHEPATIK
2.3.6. Pemeriksaan Tahap awal pemeriksaan adalah pemeriksa mengadakan penilaian klinis pada pasien dengan ikterus apakah hiperbilirubinemia terkonjugasi atau hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi. Ikterus ringan, air seni berwarna tidak gelap. Kemungkinan hiperbilirubinemia indirect yang disebabkan oleh hemolisis, Sindrom Gilbert atau Sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit hepatoselular. Ikterus lebih berat, air seni berwarna gelap. Menandakan penyakit terdapat di hati atau bilier. Ikterus progresif, perlu dipikirkan bahwa kolestatis lebih bersifat kearah sumbatan extrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan caput pankreas) Kolestatis Extrahepatik, dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian caput) sering timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestatis extrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestatis intrahepatik.

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan dari gejala gejala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hati serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Dan berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang mungkin dapat dilakukan, yaitu: a. Tes Darah, hitung darah lengkap makrositosis, trombositopenia, atau ureum yang rendah bisa ditemukan pada penyakit hati kronis. Natrium yang rendah (bukan disebabkan oleh diuretik) adalah tanda bahwa prognosis buruk. Dan untuk mengetahui apakah pasien anemia atau dalam keadaan infeksi. b. Tes Fungsi Hati, Kadar albumin yang rendahh mungkin nonspesifik. Transminase bisa memberikan petunjuk apakah ikterus terutama terjadi karena penyebab hepatoselular (SGOT dan SGPT > Fosfatase Alkali) atau kolestatik (Fosfatase Alkali atau GGT > SGOT), walaupun dapat juga bersifat campuran. Transminase yang nomal menunjukkan kelainan hemolisis yang lebih jarang atau Sindrom Gilbert.

ENTEROHEPATIK
c. Tes Serologi Hepatitis Virus, IgM hepatitis A adalah pemerikasaan diagnostik untuk hepatitis A akit. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg (Antigen permukaan hepatitis B) dan dideteksi DNA hepatitis B. Hepatitis C jarang menyebabkan hepatitis akut namun sering menyebabkan penyakit hati kronis. d. USG Hati, bisa membantu menegakkan diagnosis klinis, karena bisa menunjukkan abnormalitas hati fokal sepesti metastatis, abses hati, atau kelainan vaskular. Bisa menemukan tanda tanda obstruksi bilier (dilatasi duktusbiliaris) dan menyebabkan ikterus (batu empedu, kanker pankreas). Bisa juga tidak tampak ada kelainan. e. ERCP (Endosopic Retrograd Cholangingiopankreatography), ERCP merupakan perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk mendapatkan anatomi dan sistem traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus pankreas (pankreatogram) dan merupakan modalitas yang sangat bermanfaat dalam membantu diagnostik ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus bedah yang inoperable. Jika ada tanda tanda obstruksi bilier, ERCP tetap merupakan test definitif untuk menentukan apakah obstruksi terjadi intraluminal (batu empedu pada duktus komunis (CBD)) atau extraluminal (striktur maligna dari karsinoma pankreas). Pemeriksaan ini juga mengurangi derajad obstruksi. f. Biopsi Hati, histologi hati tetap merupakan pemeriksaan defenitif untuk ikterus hepatoselular dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestatis intrahepatik akibat obat obatan (drug induced)). Terdapat berbagai indikasi absolut untuk pemeriksaan ini.

2.3.7. Penatalaksanaan Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP). Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP
10

ENTEROHEPATIK
terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu.

2.3.8. Metabolisme Bilirubin Hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag didalam limpa, hati dan alat retikuloendotelial lain akan mengalami proses pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein lain. Unsur heme selanjutnya oleh hemeoksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal( disebut pula bilirubin indirect karena hanya bereaksi positif pada setelah dilarutkan dalam alkohol). Karena sifat lipofilik, zat ini dapat melalui membran sel dengan relativ mudah. Setelah dilepas kedalam plasma sebagian besar bilirubin tidak terkonjugasi ini membentuk ikatan denagn albumin sehingga dapat larut didalam darah. Pigmen ini secara bertahap berdifusi kedalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi, dikonjugasi dengan asam glukoromat membentuk bilirubin glukoronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direct). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim glukoronil transferase suatu enzim yang dapat diretikulum endoplasmic dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi ini dikeluarkan kedalam empedu, suatu campuran kolesterol, posfolipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu. Sesudah dilepas kedalam saluran cerna bilirubin glukoronida (bilirubin terkonjugasi) diaktivasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (stercobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa kehati dan dikeluarkan kembali kedalam empedu. Urobilinogen dapat larut dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.

11

ENTEROHEPATIK
Berikut adalah skema dari metabolisme bilirubin, yaitu: 70 80% Dari Eritrosit Yang Telah Matang 20 30 % Dari Hati Dan Protein Heme Lainnya

SEL RETIKULOENDOTEL (Makrofag Monosit) Limpa, dll

HEMOGLOBIN

GLOBIN

HEME

ASAM AMINO

FE

BILIVERDIN

CO

PEMBENTUKAN PROTEIN BARU

BILIRUBIN TIDAK TERKONJUGASI

DIDALAM PLASMA DIIKAT OLEH ALBUMIN

DISERAP KEMBALI

HATI

BILIRUBIN TIDAK TERKONJUGASI + ASAM GLUKORONAT KANTUNG EMPEDU (BILIRUBIN TERKONJUGASI)

SALURAN CERNA (USUS) DIBANTU OLEH BAKTERI USUS URINE UROBILINOGEN TINJA
12

ENTEROHEPATIK
2.3.9. Perbedaan Bilirubin Indirect dan Direct Berikut adalah perbedaan antara bilirubin inderict dan bilirubin direct, yaitu: No 1 Mempunyai (toksik) 2 3 4 5 6 Tidak mewarnai jaringan lain Larut dalam lemak Bilirubin tak terkonjugasi Hemobilirubin Berikatan dengan albumin (kuat) Mewarnai jaringan lain Larut dalam air Bilirubin terkonjugasi Cholebilirubin Berikatan dengan albumin (lemah) Bilirubin Indirect afinitas terhadap Bilirubin Direct otak Tidak mempunyai afinitas terhadap otak

13

ENTEROHEPATIK
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Maka dari uraian diatas dapat diartikan bahwa ikterus dan jaundice adalah perubahan warna kuning yang masing terjadi pada mata (sklera) dan kulit akibat penimbunan pigmen empudu dan kolestasis yang ditandai dengan retensi sistemik dan tidak hanya bilirubin namun zat zat larut lain yang dikeluarkan melalui empedu. Bila kadar bilirubin > 1,5 mg / 100 cc, maka pada jaringan elastik kulit dan membran mukosa mulai terdapat penimbunan bilirubin, dan akan terlihat kekuning kuningan. Ada 5 fase dalam patofisiologi ikterus dan jaundice, yaitu: fase pembentukan bilirubin, transport plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilirubin. Etiologi dari ikterus dan jaundice ini dapat terjadi karena adanya gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik). Penatalaksanaan pasien ikterus sangat tergantung pada penyakit penyebabnya dan ada tidaknya gambaran klinis gagal hati. Ikterus sendiri tidak selalu membutuhkan perawatan di rumah sakit penyakit penyebab ikterus dan komplikasinya yang sering memerlukan perawatan di rumah sakit.

3.2. Kritik dan Saran Banyak kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Kritik dan saran dari para pembaca yang membangun kami harapkan untuk memperbaiki bentuk dan isi dari makalah ini. Sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

14

ENTEROHEPATIK
DAFTAR PUSTAKA

1. Davey Patrick, 2005. At a Glance Medicine. Jakarta, EMS 2. Murray, Robert K., Daryl K. Granner, & Victor W. Rodwell, 2009. Biokimia Harper, ed. 27, Jakarta. EGC. 3. Rubenstein, David, David Wayne, & Jhon Bradley, 2007. Lecture Note Kedokteran Klinis, ed. 6. Jakarta, Penerbit Erlangga. 4. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung. P.T. Alumni. 5. Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta. Interna Publishing. 6. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Volume I1. Jakarta. EGC.

15

You might also like