You are on page 1of 39

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwa hama dan penyakit tumbuhan telah menjadi hal yang paling ditakuti oleh kebanyakan petani. Sehingga telah banyak kita dengar di masyarakat tidak ada panen tanpa penyemprotan, hal ini sangat memprihatinkan karena ketergantungan masyarakat petani terhadap penggunaan pestisida tersebut dapat mengancam kelestarian alam dan kesehatan tidak hanya kesehatan bagi konsumen saja tetapi juga kesehatan petani yang bersangkutan. Mengingat hal tersebut maka perencanaan tata pertanian dalam bidang pengendalian hama dan penyakit tumbuhan sangat diperlukan. Peramalan akan terjadinya serangan OPT pada tanaman budidaya akan sangat membantu bagi kinerja petani dalam hal kesiapan dalam menangani serangan OPT yang mungkin akan terjadi, mengendalikannya sehingga serangan tidak meluas atau bahkan mengantisipasi sedini mungkin agar OPT tidak menyerang pada tanaman budidaya mereka. Untuk itu, pembelajaran terkait Peramalan Hama dan Epidemiologi Penyakit dirasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan mengenai bagaimana untuk memprediksi terjadinya serangan oleh OPT. Pengamatan dilakukan pada komoditas cabai dengan pertimbangan tanaman cabai pada kebun praktikum kepuharjo bagian depan sudah banyak yang terserang penyakit dan juga hama, misalkan kepik dan belalang sehingga pengambilan sample ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan dan

membuktikkan adanya serangan OPT. Selain itu pada petak penanaman komoditas cabai didapati tanaman lain misalkan terong sebagai tanaman pagar atau border, jadi diharapkan ada arthropoda yang didapatkan dari komoditaslain sebagai pembanding sehingga arhtropoda yang didapatkan semakin beragam untuk menunjukkan contoh dari agroekosistem secara real.

Page 1 of 39

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui serangga yang terdapat pada areal pertanaman cabai yaitu hama, musuh alami dan serangga lain

Untuk mengetahui perbedaan tingkat serangan patogen pada bagian tanaman yang berbeda

Untuk mengetahui serangga apa saja yang terdapat dalam areal pertanaman cabai di lahan praktikum Kepuharjo Malang

Page 2 of 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi Menurut TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), pengamatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dengan jalan mengamati, melakukan perhitungan atau pengukuran terhadap objek yang diteliti. Pengamatan tersebut dilakukan dengan melakukan kegiatan untuk mendapatkan data tentang: Adanya hama dan penyakit tanaman Jenis hama dan penyakit yang bersangkutan Tingkat kerusakan yang diakibatkannya, yang dinyatakan dalam intensitas serangan hama adan intensitas penyakit Luas daerah serangan Kepadatan populasi Faktor lingkungan baik yang bersifat biotik maupun abiotik yang berpengaruh terhadap hama dan penyakit tanaman Kerugian hasil yang disebabkan oleh timbulnya hama dan penyakit tanaman (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2011). Pada literatur lain juga dijelaskan mengenai pengamatan. Pengamatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pengamat untuk, 1. Mendapatkan data 2. Mencocokkan data, 3. Mendapatkan Informasi, 4. Menyusun laporan, 5. Pengaduan dengan fakta dan membahas serta mengambangkannya (Gustiawan S., Uwon. 2007).

Page 3 of 39

Sedangkan menurut Surahman, Enceng dan Widodo Agus. 1989, pengamatan bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan atau kepadatan populasi OPT, luas serangan, daerah penyebaran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT. Nilai ambang pengendalian yang juga disebut ambang perlakuan biasanya lebih rendah daripada ambang ekonomi. Ambang pengendalian ini pada lahan yang luas menjadi lebih rendah daripada ambang ekonomi, sedangkan pada luas lahan yang sempit atau kecil, akan lebih baik memiliki ambang pengendalian yang lebih tinggi daripada ambang ekonomi. Cara untuk menentukan adalah: Tentukan sepetak kecil lahan sayuran sebagai contoh atau sampel Amati serangga pemakan daun tersebut dan hitung serapa jumlahnya dalam petak kecil tersebut Hitung secara perkiraan jumlah hama serangga dalam seluruh lahan, sehingga dapat diketahui seberapa jumlah serangan hama dapat mempengaruhi proses asimilasi atau proses pemasakan makanan pada daun Kemudian lakukan pengamatan musuh alami yang terdiri dari pemangsa, parasit, atau patogen terhadap serangga pemakan daun tersebut. Sudah mampukah musuh alami tersebut menekan perkembangan hama? Apabila dirasakan belum mampu menghambat serangan dari sejumlah serangga hama tersebut, maka dengan mempertimbangkan kelestarian musuh alami, usaha penyemprotan dapat dilakukan (Aak. 1992). Pada Oka, I.N. (2005), disebutkan bahwa ambang ekonomi adalah suatu konsep yang erat hubungannya dengan tingkat kerusakan ekonomi. Ambang ekonomi dapat didefinisikan sebagai kepadatan populasi yang harus dilakukan pengendalian untuk mencagah populasi hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TKE). TKE lebih rendah dari AE untuk memberikan kesempatan mempersiapkan pengendalian dan agar perlakuan tersebut sempat memperlihatkan pengaruhnya sebelum populasi hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi (Stern et al.1959).

Page 4 of 39

Ambang ekonomi adalah suatu batas dimana serangan hama sudah seharusnya dilakukan pengendalian agar tidak meningkat sehingga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TIM dosen jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, 2011). 2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Menurut TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman (2011), bahwa pengamatan adalah suatu bentuk kegiatan yang saling berkaitan dengan kegiatan pengendalian hama terpadu (PHT). Pengamatan tersebut dapat dilakukan sebelum tindakan pengendalian untuk memperkirakan apakah tindakan pengendalian perlu dilakukan atau tidak, ataupun dilakukan setelah pengendalian untuk mengevaliasi atau menganalisis hasil dari pengendalian yang telah dilakukan. Pengamatan tesebut dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan: a. Perlu atau tidaknya suatu kegiatan pengendalian OPT dilakukan b. Metode pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara aplikasinya c. Menentukan tindakan yang harus dipilih untuk mengatasi terjadinya serangan OPT agar serangan tidak meluas 2.3 Macam-macam Pengamatan Menurut TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), macam-macam pengamatan ada tiga, yaitu berdasarkan Sifatnya, Frekuensi dan Sampelnya, yang disajikan dalam tabel berikut ini: Berdasarkan Sifatnya Macamnya 1. Kualitatif Deskripsi Pengamatan tentang macam OPT, lokasi penyerangan dan keadaan secara umum 2. Kuantitatif Pengamatan untuk mendapatkan

keterangan yang lebih rinci, misalkan tentang intensitas serangannya dan luas arela yang diserang Frekuensinya 1. Pengamatan tetap, Pengamatan yang dilakukan secara terus

Page 5 of 39

kontinu regiuler

atau menerus dari waktu ke waktu sehingga akan dapat menunjukkan perkemabngan gambaran tingkat

mengenai serangan. 2. Pengamatan keliling insidental

Pengamatan untuk mengetahui tingkat atau serangan OPT pada waktu dan tempat tertentu saja jika suatu tanaman pada areal pertanaman menunjukkan gejala terjadinya serang OPT baru kita lakukan pengamatan.

Berdasar Sampelnya

1. Pengamatan Global

Pengamatn dilakukan secara garis besar, pada areal yang luas tetapi sampel yang digunakan relatif sedikit minimal 10% sample tanaman per luasan lahan

2. Pengamatan halus

Pengamatan yang dilakukan dengan tngkat ketelitian yang lebih tinggi, jadi penggamatan lebih datail yang dilakukan setelah diketahui melalui pengamatan global bahwa suatu wilayah pertanaman terserang OPT.

(TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011) 2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama Langkah taktis dan sistematis yang harus ditempuh untuk

mengimplementasikan PHT adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis status hama yang akan dikelola. Hamahama yang menyerang suatu agroekosistem harus dikategorikan sebagai hama uatam, hama kedua, hama potensial atau hama migran. Dengan mengetahui status hama dapat ditentukan jenjang toleransi ekonomi untuk mesing-masing hama.

Page 6 of 39

2. Mempelajari anasir dan saling tindak dalam ekosistem, terutama yang berpengaruh terhadap hama-hama utama. Kegiatan ini juga meliputi inventarisasi berbagai musuh alami dan peran mereka sebagai pengendali amani. 3. Penetapan dan pengambangan ambang ekonomi. Amabng ekonomi atau ambang pengendalian atau ambang toleransi ekonomi merupakan ketetapan tentang pengendalian keputusan waktu pelaksanaan

pengendalian pestisida. Jika populasi atau kerusakan hama belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida belum diperlukan. 4. Mengembangkan sistem pengamatan dan monitoring hama, untuk mengetahui letak dan keadaan suatu jenis hama oada waktu dan tempat tertentu terhadapa ambang ekonomi hama tersebut. Pengamatan dan monitoring hama dilakukan secara rutin dan terorganisir dengan baik. Metode pengambilan sampel perlu dikembangkan agar data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik dengan cara pengumpulan data yang mudah dikerjakan. 5. Mengembangkan model deskriptif dan peramalan hama. Jika gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem lian telah diketahui, dapat dikembangkan model kuantitatif yang dinamis yang mampu meramalkan gejolak populasi dan kerusakan dengan tingkat probabilitas tertentu. 6. Mengembangkan strategi pengelolaan hama. Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik ganda pengendalian dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi, yang mengusahakan agar populasi atau kerusakan karena hama (Salikin, K.A., 2003). Pada literatur lain disebutkan bahwa tingkat serangan hama dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat serangannya pada tumbuhan, yaitu sebagai berikut: Skala atau skor Pertanaman yang sehat Kerusakan ringan Deskripsi Tingkat serangan 0% Tingkat serangan <25%

Page 7 of 39

Kerusakan sedang Kerusakan berat Puso

Tingkat serangan 25%-50% Tingkat serangan 50%-85% Tingkat serangan >85%

Tingkat serangan fatal atau puso yang menyebabkan tingkat kehilangan hasil tidak dapat diselamatkan lagi, sedangkan pertanaman yang sehat digambarkan bahwa tingkat serangan yang mungkin terjadi adalah jauh dibawah ambang ekonomi (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011). 2.5 Pengamatan dan Penilaian Serangan Penyakit Syarat penilaian penyakit di lapangan harus memenuhi syarat utama: 1. Komprehensif : Artinya aplikasi yang digunakan berlaku untuk bermacam-macam penyakit. 2. Akurasi ketepatan untuk tingkat praktek. 3. Bersifatt objektif, karena sifatnya cenderung subjektif, penilaian penyakit sangat tergantung pada pengamat yang bersangkutan. Pada literatur TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011) dijelaskan bahwa cara penetuan intensitas serangan penyakit ada dua cara yaitu dengan cara : a. Penentuan tingkat serangan pada tanaman dapat dilakukan dengan

memberikan penilaian menurut tingkat intensitas serangannya. Pada tanaman yang hanya dilihat tentang sehat atau tidaknya tanaman misalkan pada tanaman yang jika terserang penyakit tertentu menyebabkan tidak berproduksinya atau matinya tanaman tersebut maka cara untuk mendapatkan tingkat intensitas serangan hanya dengan menghitung bagian tanaman atau tanaman yang mati atau tidak berproduksi terhadap tanaman total atau bagian tanaman total yang diamati. IP = (jumlah tanaman sakit / total tanaman) x 100% Rumus tersebut berlaku untuk kondisi :

Page 8 of 39

Penyakit yang dapat menyebabkan tanaman mati secara menyeluruh, misalkan penyakit layu dan dumping off pada tanaman

Penyakit yang dapat menyebabkan penurunan tingkat produktivitas sehingga menyebabkan kehilangan hasil yang setara dengan kematian tanaman, misalkan penyakit yang disebabkan karena serangan virus dan organisme yang mirip dengan mikoplasme (MLO)

Penyakit yang meskipun tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan kehilangan hasil secara total, misalkan penyakit gosong bengkak (Ustilago maydis) pada jagung dan penyakit neck blast pada padi (Pyricularia oryzae).

b.

Untuk kasus selain pada mati atau tidak berproduksinya tanaman maka

cara untuk menentukan intensitas penyakit jauh lebih rumit. Umumnya penilaian dilakukan pada bagian atau organ tanaman tertentu misalkan daun, dan buah karena kita harus memberikan penilaian terhadap masing-masing organ tersebut dengan standar nilai seranga tertentu. Pennghitungan intensitas penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus : IP = ((n.v))/N.Z Keterangan : N : Bagian organ total Z : Skor tertinggi n : Jumlah daun terserang dengan skor v v : Skor penyakit pada organ Penentuan yang menggunakan skala deskriptif seperti ini juga dijelaskan bahwa menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Direktorat Perlindungan Tanaman Perkebunan menggunakan 5 skala skor sebagai berikut ini: Skala skor Deskripsi

Page 9 of 39

0 1 2 3 4

Tanaman bebas penyakit Bagian tanaman yang sakit 0-25% Bagian tanaman yang sakit 26-50% Bagian tanaman yang sakit 51-75% Bagian tanaman yang sakit >75%

Sedangkan karena terjadi ketidaksesuaian antara penggunaan skor diatas dengan kondisi di lapang pada akhirnya terbentuk skala skor yang baru dan umum digunakan adalah sebagai berikut : Skor penyakit 0 1 Deskripsi Tidak ada infeksi Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang tererang mencapai 10% 2 Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 10% sampai 25% 3 Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 25% sampai 50% 4 Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 50%

2.6 Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri a. Penyebaran acak Kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak dipengaruhi atau mempengaruhi serangga hama di titik yang lain, atau bebas dari individu serangga hama yang lain. Umumnya penyebaran acak terjadi pada tingkat awal imigrasi, atau tingkat awal penghunian hama, ataupun ketika telah terajadi perkembangbiakan, itupun masih terjadi pada tingkat awal dan belum membentuk populasi yang besar. Mortalitas alami akan tetap menjaga tingkat hama pada populasi yang rendah. Biasanya populasi yang rendah akan menyebabkan bentuk penyebaran yang acak.

Page 10 of 39

b. Penyebaran teratur Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit relatif akan sama. Bentuk penyebaran populasi demikian jarang dijumpai pada serangga yang mempunyai sifat kanibal, sehingga satu individu terhadap individu yang lain kedudukannya akan terpisah satu dengan yang lain. c. Penyebaran mengelompok Berkebalikan dengan bentuk penyebaran acak, bentuk penyebaran mengelompok lebih saling terkait antar individu dalam populasi. Individu hama pada habitatnya saling mempengaruhi. Umumnya penyebaran mengelompok terjadi pada tingkat lanjut dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat imigrasi yang lebih lanjut. Disini telah terjadi proses perkembangbiakan yang cukup lama, sehingga tingkat kepadatan populasi tinggi (TIM dosen jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, 2011). 2.7 Teknik Pengambilan Contoh a. Teknik Sampling acak Cara ini didasarkan atas pemikiran bahwa untuk mendapatkan data yang dapat mewakili objek secara keseluruhan dapat dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak. Pengambilan contoh sampel secara acak menyebabkan setiap objek yang diteliti memiliki peluang dan kesempatan yang sana untuk dipilih menjadi bagian dari sample, sehingga sifat memihak atau bias dapat dihindari. Ada beberapa teknik sampling yang umum digunakan, yaitu: - Sampling acak sederhana yaitu pengambilan sampling dengan cara yang sederhana, misalkan dengan cara lotre atau tabel acak. - Sampling acak kelompok yaitu pengambilan yang berkelompok yang disebabkan karena banyaknya populasi sehingga dalam pengambilan sample ssecara acak akan mengalami kesulitan. Untuk menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh dapat dilakukan dengan membagi objek menjadi kelompok-

Page 11 of 39

kelompok tertentu, hal ini dapat mengurangi pemberian nomer. Pengacakan selanjutnya dapat dilakukan pada sample kelompok yang telah diambil. - Sampel acak sistematis. Pengacakan dilakukan hanya pada sampel pertama, sedangkan untuk pengambilan sampel selanjutnya dapat dilekukan dengan cara memberiakn skala jarak tertentu antar sampel yang sudah ada. - Sampel acak berlapis (stratified) adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada pengambilan sampel dengan melihat pada tingkat serangan. Karena di alam, umumnya dalam satu populasi tidak dapat diseragamkan tingkat serangnnya, sehingga kita dapat menggunakan sampel acak berlapis. - Sampel acak bertingkat dapat dilakukan survai terhadap wilayah tertentu misalkan suatu kabupaten tertentu, untuk mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatan intensitas serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya. Untuk menetapkan sampai kepada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak berngkat. b. Teknik Sampling Terpilih Pengamatan dapat dilakukan pada cakupan wilayah tertentu dengan ketelitian yang cukup jelas jadi sifat pengamatan adalah ekstensif. Pengamatn dengan teknik sampling terpilih umumnya relatif lebih sedikit. Karena sampel yang digunakan relatif sedikit maka kita harus benar-benar memilih sampel yang dapat mewakili keadaan di wilayah tersebut secara umum. Pengamatan yang seperti ini hanya dapat dilakukan apabila kita telah faham betul tentang keadaan objek. Pengamatan yang demikian hanya untuk membuktikan bahwa sampel pengamatan dapat mewakili kondisi secara umum. Jadi secara ringkas, kita harus mengambil sampel secara acak yang kemudian langsun dipetak-petakkan yang kondisinya dapat merupakan gambaran dari kondisi umum atau global. Pada petak yang telah dipilih dapat langsung dilakukan pengamatan secara lebih detail (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2011).

Page 12 of 39

Pada persebaran penyakit didapatkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, yaitu: - Penyakit umumnya menunjukkan pengaruh batas, atau border, biasanya tanaman yang ada di pinggir memiliki tingkat serangan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Sehingga tidak dianjurkan untuk mengambil tanaman di tepi sebagai sampel. - Pengamat cenderung mengambil tanaman dengan penyakit yang mencolok untuk dijadikan sampel. Lebih baik menggunakan cara penarikan garis secara diagonal, meskipun kelihatannya sederhana tetapi ternyata teknik ini cukup baik. - Unit contoh dan ukuran contoh. Unit contoh atau unit sampel adalah unit yang diamati, diukur, atau dihitung untuk memperoleh data yang dikehendaki, sedangkan ukuran contoh atau ukuran sampel adalah jumlah unit sampel yang diambil dalam suatu kegiatan pengamatan. Agar data yang diperoleh dari pengamatan dengan cara tersebut cukup baik perlu diperhatikan hal berikut ini: - Ukuran sampel dibuat sebesar mungkin - Pengamatan harus dilakukan pada bagian yang paling rentan (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2011). 2.8 Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama a. Penafsiran populasi mutlak populasi hama tiap satuan unit luas tanah. Beberapa cara untuk mendapatkan penafsiran populasi mutlak adalah : - Mengadakan pengamatan hama langsung pertanaman pada areal lahannya - mengadakan penggoyangan atau penyapuan bagian tanaman dari suatu unit habitat untuk dihitung banyaknya jumlah hama yang terjatuh

Page 13 of 39

- menangkap hama secara langsung oleh aspirator ataupun alat penangkap hama yang lain pada suatu unit habitat. - penangkapan individu bertanda dengan cara menangkap individu hama dan diberi tanda kemudian dilepaskan lagi, hal ini dapat dilakukan pada serangga hama yang sifatnya aktif bergerak pada habitatnya - perhitungan jarak dekat yang dilakukan dengan menghitung pada serangga hama yang bersifat tidak bergerak secara aktif, maka serangga hama dapat dihitung secara langsung pada habitatnya - melakukan pemindahan individu yang tertangkap, penangkapan yang hingga menyebabkan hama habis dapat mewakili jumlah kumulatif serangga hama yang ada di habitatnya (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011). b. Penafsiran populasi relatif Metode ini banyak digunakan untuk mengetahui perubahan jumlah populasi hama dari waktu ke waktu ataupun perbedaan populasi pada daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Faktor-faktor yang umumnya dapat mempengaruhi pengamatan relatif adalah sebagai berikut ini: Kerapatan populasi hama Aktivitas serangga Respon serangga terhadap alat yang digunakan untuk menangkap Kondisi cuaca misalkan suhu, kelembaban dan angin Secara umum ada dua cara dalam penentuan penafsiran relatif yaitu: 1. Penangkapan pada setiap unit yang dibagi menjadi 5 yaitu: a. Penangkapan secara visual dalam waktu dan areal tertentu b. Penggunaan jaring serangga (swept net) Penangkapan terhadap penggunaan jaring serangga umumnya dipengaruhi: o Jenis serangga hama o Jenis habitat, terutama berkaitan dengan tinggi tanaman

Page 14 of 39

o Kondisi cuaca misalkan angin, suhu dan kelembaban o Waktu misalkan pagi, siang, sore atau malam o Cara dalam mengayunkan jaring seranggga c. Penggunaan perangkap, misalkan lampu, malaise, nampan, jatuhan (pitfall), perangkap rekat misalkan yellow sticky trap, dengan zat penarik (atraktan) misalkan feromon, dll. d. Penggunaan alat penghisap, misalkan D-vac e. Penggoyangan atau penepisan. 2. penggunaan perangkap menurut jenisnya ada perangkap basah dan perangkap kering. Jenis-jenis perangkapa adalah: - Perangkap Malaise : Berupa botol pembunuh - Perangkap nampan : umumnya diberikan warna yang sesuai dengan efektivitas hama tertentu - Perangkap jatuhan atau pitfall : digunakan untuk serangga yang beraktifitas di tanah - Perangkap letak : digunakan untuk serangga yang aktif terbang - Perangkap zat penarik : biasanya dengan penggunaan atraknan atau feromon maka hama akan terrpancing untuk datang pada perangkap (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011). c. Indeks populasi Penilaian banyaknya populasi hama pada habitatnya dengan meliihat tanda-tanda keberadaannya melalui jumlah sarang dan kotoran yang dihasilkan oleh serangga (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011). 2.9 Macam-macam Perangkap 1. Perangkap kuning Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Sebab warna itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem sehingga serangga yang hinggap akan merekat sampai akhirnya mati. Umumnya seranga yang dapat terjebak adalah

Page 15 of 39

hama golongan apid, kutu, dan tungau yang kemudian dijadikan indikator populasi hama sekitar. Biasanya jebakan ini disebut dengan yellow sticky trap.

2. Lampu / Light trap Serangga nokturnal menjadikan cahaya dominan di suatu tempat sebagai panduan utama. Mereka akan terbang mendekat begitu melihat cahaya, baik berasal dari lampu menyala ataupun api. Pada saat terbang mengitari lampu itulah mereka membentuk generasi baru. Hama dari golongan serangga di kebun juga mempunyai sifat yang sama, sehingga pekebun membuat perangkap lampu. Serangga akan terbang mengitarinya hingga akhirnya jatuh dan masuk ke dalam jebakan beridi air atau lem yang ada di bawah lampu. Umumnya hama yang terperangkap adalah golongan aphid, ngengat, atau coleoptera. 3. Feromon Jebakan tersebut dibuat dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman. Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Hal ini berguna untuk menunjukkan adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial, atau memisahkan kelas serangga antara serangga pekerja, tentara dan ratu. Feromon yang umum digunakan adalah feromon untuk menarik pasangan dari hama. Zat yang berbau seperti feromon betina disebut atraktan yang dipasang pada perangkap yang diletakkan di kebun. Serangga jantan akan tertarik dan masuk ke dalam perangkap yang telah diberi air atau lem. Makhluk yang akhirnya masuk ke dalam jebakan umumnya kana tetap disana hingga mati (Majalah Trubus.2011). 4. Pitfall trap Perangkap jenis ini digunakan untuk memperangkap serangga yang berjalan di atas permukaan tanah. Pitfall trap dibuat dengan cara membenamkan kaleng kecil ke dalam tanah. Di bagian dalam kaleng kita berikan larutan

Page 16 of 39

pengawet yang terdiri atas campuran 5 bagian propylene phenoxytol, 45 bagian propylene glycol, 50 bagian formalin, dan 900 bagian air. Untuk menarik kedatangan serangga, maka kita tempatkan umpan di dalam perangkap tersebut. Umpan diletakkan sedemikian rupa sehingga serangga akan tertarik oleh umpan tersebut. Perangkap ini diberi penutup untuk melindungi dari hujan atau gangguan lainnya (Jumar, 2000). 5. Aerial bait trap Perangkap jenis ini berukuran relatif kecil, dan biasanya terbuat dari dua buah stoples plastik yang berdiameter 15 cm dengan bagian tutup berulir. Kedua stoples tersebut diletakkan berhadapan pada bagian mulutnya, satu diatas yang lain. Tutup stoples tersebut diberi lubang besar. Pada bagian dalam akan diletakkan corong yang dibuat dari kawat kasa. Bagian dasar dari stoples yang atas diberi ventilasi untuk mencegah kondensasi dan membiarkan serangga yang terperangkap akan tetap hidup. Serangga yang tertarik dengan umpan akan masuk melalui lubang pada stoples bagian bawah. Sesuai dengan perilaku serangga, setelah makan mereka akan terbang dan berjalan ke stoples atas melalui corongg kawat kasa dan tidak bisa lagi keluar. Serangga yang tertangkap dipindahkan ke botol lain. Perangkap ini diletakkan dengan cara menggantungkannya di atas sebuah tiang atau tanaman. Pada bagian penggantung diberikan zat penolah (repellan) untuk mencegah semut (Jumar, 2000). 2.10 Hama Penting Tanaman 1. A. Nama : Nematoda perusak akar B. Gejala : Meloidogyne adalah nematoda perusak akar pada berbagai tanaman, termasuk di antaranya tanaman cabai dan famili solanaceae lainnya. Gejalanya : Tanaman akan tumbuh terhambat dan kerdil, jika dicabut akan menampakkan gejala bitil akar (Tjahjadi, Nur.1999).

Page 17 of 39

2. A. Nama : Ulat perusak daun B. Gejala : Ulat penggulung daun Phthorimaea makan daun cabai di dalam gulungan daun cabai. Ulat pemakan daun Spodoptera, dan Plusia makan daun pada waktu sore atau senja hari, pada siang hari ulat bersembunyi di balik daun (Tjahjadi, Nur.1999). 3. A. Nama : Kutu penghisap daun B. Gejala : Kutu dan Aphis menghisap cairan daun dan pucuk cabai, daun yang berkembang menjadi keriting, dan pembentukan bunga terhambat. Aphis juga dapat menularkan virus keriting, mosaik dan kerdil. Tanaman yang terserang Aphis akan mengalami kegagalan panen (Tjahjadi, Nur.1999). 4. A. Nama : Tungau Tetranychus B. Gejala : Serangan oleh tungau ini akan menimbulkan bercak merah kecoklatan. Tungau biasanya menyerang pada musim kemarau (Tjahjadi, Nur.1999). 5. A. Nama : Lalat perusak buah B. Gejala : Dacus menyerang buah cabai yang menjelang masak, buah yang terserang akan gugur sebelum waktunya. Lalat buah Dacus meletakkan telur dibawah buah cabai yang masih menggantung di tanaman dan juga pada cabai yang ada di tempat penyimpanan. Beberapa hari kemudian telur Dacus akan menetas dan memakan daging buah cabai (Tjahjadi, Nur.1999). 6. A. Nama: Thrips pada cabai merah (Thrips parvispinus) B. Gejala : Hama trips menyerang pada daun bagian bawah dengan

menyerap cairan daun bagian bawah. Tanda-tandanya adalah bercak-bercak putih dan daun menjadi keriput. Jika serangan yang berat maka daun pucuk dan tunas akan menggulung ke dalam, timbul benjolan seperti tumor, pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan mati pucuk. Hama ini dapat juga menjadi vektor bagi virus kriting dan virus mozaik (Suryanto,W.A.,2010).

Page 18 of 39

7. A. Nama : Kutu Kebul (Bemicia tabaci) B. Gejala : Sebagai vektor penyakir kuning cabai. Tanda kehadira hama adalah adanya telur yang diletakkan pada daun oleh induk betina. Telur berwarna kuning dan lonjong (Harpenas A. Dan R. Dermawan., 2001). 2.11 Penyakit Penting Tanaman 1. A. Nama : Penyakit virus keriting B. Penyebab : Virus menyerang tanaman cabai yang pertumbuhannya kurang baik atau karena tanaman tersebut kurang pupuk TSP dan KCI. C. Gejala : Tanaman yang terserang virus keriting akan sembuh jika bagian yang terserang dipangkas dan diberi pupuk yang seimbang. Virus yang menyerang di pembibitan cabai akan mematikan tanaman. 2. A. Nama : Penyakit busuk daun B. Penyebab : Patogen penyebab penyakit ini adalah Phytophthora capsic. C. Gejala : Serangan ditunjukkan dengan layunya pucuk daun, kemudian membusuk dan gugur. Penyakit timbul jika keadaan cuaca lembab. Sumber penularan di antaranya pupuk kandang atau kompos yang belum masak. Pengendalan dilakukan dengan rotasi tanaman, pengolahan tanah yang baik, dan penggunaan pupuk kandang yang sudah masak atau dingin. 3. A. Nama : Penyakit gugur daun B. Patogen : Patogen penyebab penyakit ini yaitu cendawan Oidium. C. Gejala : Akibat serangannya daun menguning dan gugur sebelum waktunya. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan larutan fangisida, dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang. 4. A. Nama : Penyakit busuk batang B. Patogen : Patogen penyebab penyakit ini yaitu cendawan Pythium.

Page 19 of 39

C. Gejala : Patogen menyerang tanaman di pembibitan dan yang sudah dipindah ke lapangan. Tanaman yang terserang tampak layu, kemudian mati. Jika tanaman yang mati diperiksa, maka batangnya sudah busuk. Penyebaran penyakit melalui aliran air tanah atau air hujan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan tata air yang baik, pemusnahan tanaman yang terserang, dan penyemprotan dengan fungisida. 5. A. Nama : Penyakit bercak daun B. Patogen : Patogen penyebab penyakit ini yaitu cendawan Cercospora capsici. C. Gejala : Patogen menyebabkan bercak pada daun dan batang. Bercak berbentuk bulat atau oblong, bagian pusatnya berwarna abu-abu dan tepinya coklat kekuningan. Jika serangan berat, daun yang terserang akan rontok, kemudian tanaman mati. Pengendalian dilakukan dengan memusnahkan dengan memusnahkan tanaman yang terseramh, dan penyemprotan larutan fungisida. 6. A. Nama : Antraknose OPT cabai B. Penyebab : Patogen Capsicum annum atau Colletotricum capsici C. Gejala : Tanda-tanda tanaman terserang adalah busuk buah yaitu timbul bercak hitam pada permukaan buah. Apabila buah cabai yang terserang penyakit tersebut ditekan akan terasa lunak karena mengalami proses pembusukan. Pada tingkat serangan berat buah cabai tersebut akan menjadi keriput dan mengering, sehingga warna kulit buah akan menjadi seperti jerami padi (Suryanto, W.A.,2010). 7. A. Nama : Virus Kuning Cabai B. Penyebab : Virus gemini yang dibawa oleh vektor penyakit kutu kebul (Bemissia tabaci). C. Gejala : Daun berwarna kuning (Suryanto, W.A.,2010).

Page 20 of 39

2.12

Faktor Yang Mempengaruhi Penyebaran Hama Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan OPT tersebut yang terdiri atas faktor biotik (misalkan : musuh alami OPT, jenis tanaman, dan tindakan manusia) dan faktor abiotik (misalkan : temperatur, kelembaban udara, sinar matahari, hujan, angin, tanah, air, dsb) (Reijntjes, Coen.1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua (Little, 1971) yaitu: 1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya. 2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan. Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT. Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh. Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin (Anonymous a, 2011). 1. suhu

Page 21 of 39

Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara. Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada (nayar et al, 1981) kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya. Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan antara perkembangan serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk perkiraan perkembangan serngga. Potter dan Timmons melaporkan bahwa log-degree day mempunyai korelasi yang tinggi dengan kumulatif persentase tangkapan hama penggerek tanaman hortikultura. Ternyata hubungan tersebut dapat digunakan untuk menduga saat penerbangan pertama seranga penggerek tersebut. Hama wereng batang coklat untuk menyelesaikan siklus hidupnya dari telur sampai dewasa/mati membutuhkan total konstanta panas efektif sebesar 500 hari derajat. Untuk mencapai jumlah tersebut diperlukan waktu sebulan (30 hari) untuk generasi musim panas dengan suhu rata-rata harian 27 derajat celcius dan membutuhkan waktu 42 hari untuk generasi musim gugur dengan suhu rata-rata harian 22 derajat celcius (Kisimoto, 1981) Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat ditahan serangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang mengakibatkan serangga mati.

Page 22 of 39

Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena terbentukknya kristal es dalam sel. 2. Kelembaban Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut berakibat kerdilnya

pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah. Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan

pertumbuhan serangga. 3. Cahaya Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan,

perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai. Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya. Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan 1. Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang hari 2. Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari.

Page 23 of 39

3. Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari . Penelitian menunjukkan bahwa cahaya bulan berpengaruh nyata pada tangkapan lampu perangkap terhadp serangga nokturnal. 4. pergerakan udara Pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah angin. Hal yang juga dapat mempengaruhi penyebaran Hama adalah aktivitasnya sendiri, yaitu: 1. Hama yang menetap Misalkan berbagai macam ulat daun dan ulat buah. Hama ini merusak berbagai tanaman yang mula-mula dihinggapi sampai hampir habis atau habis sama sekali, barulah mereka pindah ke bagian lain. 2. Hama yang tak menetap Hama yang tak menetap ini biasanya: berbagai macam kepik, belalang dan lebah. Jenis hama ini merusak daun-daun sayuran dengan berpindah-pindah dari satu daun ke daun lain ataupun kepada tanaman lainnya. Hama-hama tersebut di atas mudah dibasmi secara langsung. 3. Hama yang menyerang pada malam hari Hama-hama ini misalkan: ulat tanah, siput dan berbagai macam kepik, jangkrik, gangsir, dan belalang. Hama-hama yang menyerang pada malam hari ini, datangnya bila matahari telah terbenam. Pada siang hari mereka bersembunyi pada tempat-tempat yang teduh, di bawah daun-daun yang dirusaknya atau di bawah saun tanaman lain, jauh dari sasaran semula. Siput misalnya, pada siang hari ada yang bersembunyi di dalam tanah. 4. Hama yang menyerang siang malam

Page 24 of 39

Ada berbagao jenis hama yang menyerang tanaman sayuran terus-menerus siang malam. Hama-hama tersebut antara lain: Berbagai jenis kutu daun Berbagai jenis kutu buah Berbagai jenis kutu cabang dan batang (Aak, 1992)

2.13 Epidemiologi Tumbuhan Epidemiologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari tentang

penyebaran perkembangan penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Matnawy, Hudi, 1989). Faktor-faktor penyebab penyakit : A. Adanya pengendalian alami (Natural control) oleh jasad antagonis Salah satu faktor yang juga mempengaruhi menurunnya epidemi suatu penyakit yaitu adanya pengendalian yang terjadi secara alami oleh jasad antagonis. Akhir-akhir ini banyak sekali penelitian yang menjadikan hal tersebut sebagai bahannya, karena hal tersebut dianggap sebagai pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Contoh pengaruh pengendalian alami terhadap menurunnya epidemi yaitu penyakit karat nyali (blister rust, Cronartium ribicola) pada tanaman pinus dapat dikendalikan oleh jamur Tuberculina maxima dengan cara merusak spora Cronartium. b. Penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan yang tahan atau jenis tanaman yang lain Faktor ini hampir sama dengan faktor di atas, karena dengan adanya penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan tanaman yang tahan atau jenis tanaman yang lain secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan, sehingga penyebab penyakit tidak mempunyai tempat
Page 25 of 39

tinggal atau tempat untuk memenuhi kebutuhannya dan akhirnya epidemi suatu penyakit menjadi menurun. Sebagai contoh yaitu penyakit karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang terjadi di Sri Langka antara tahun 1870 sampai 1889, menjadi berkurang setelah didaerah tersebut tidak lagi menanam kopi atau mengurangi penanaman kopi dan menggantinya dengan tanaman teh. c. Terjadinya populasi tumbuhan yang tahan Setelah terjadi epidemi suatu penyakit dalam kurun waktu yang cukup lama membuat tanaman yang rentan menjadi musnah dan hanya tanaman yang mempunyai ketahanan resistensi alam yang mampu bertahan hidup. Kemudian tanaman yang tahan tersebut diperbanyak atau memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan populasi tumbuahan yang tahan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan angka tanaman yang terserang oleh suatu penyebab penyakit. Contohnya yaitu penyakit Lanas atau penyakit kolot basah yang disebabkan oleh jamur Phytopthora nicotianae menjadi menurun karena adanya populasi tanaman yang tahan antara lain tembakau Virginia DB 101, NC 95 dan sebagainya. d. Berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan. Merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menurunnya epidemi, karena dengan berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan memaksa sebagian penyebab penyakit (patogen) tidak mampu bertahan hidup sehingga jumlahnya semakin menurun dan hal ini menyebabkan suatu penyakit yang bersifat epidemik menjadi menurun. Contohnya yaitu Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang semula menjadi penyakit yang epidemik mulai menurun stelah tanaman kopi tersebut di kurangi. e. Adanya upaya pengendalian penyakit Upaya pengendalian penyakit yang dilakukan secra meluas sangat berpengaruh terhadap menurunnya epidemi, karena dengan perlakuan tersebut membuat patogen banyak yang mati sehingga jumlah tanaman yang terserang

Page 26 of 39

menjadi berkurang atau walaupun terserang tetapi intensitas serangannya tidak parah. Sebagai contoh yaitu penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans disetiap musim hujan ditekan dengan penyemprotan beberapa macam fungisida secara meluas, yang sudah umum dilakukan oleh para penanam (Anonymous b, 2011).

Page 27 of 39

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Tempat yang dipilih adalah kebun percobaan Kepuharjo Malang karena pada lokasi, tanaman yang dibudidayakan bermacam-macam maka diharapkan Arthropoda yang dapat diamati dari sample lokasi dapat menunjukkan kombinasi dari berbagai komoditas. Arthropoda yang didapatkan akan semakin

beranekaragam pada kondisi pertanaman yang polikultur, sedangkan jika pertanaman monokultur, arthropoda yang didapatkan hanyalah yang spesifik terhadap komoditas tertentu saja. 3.2 Alat dan Bahan

a. Pitfall : Bahan : - Gelas Air Mineral (10 gelas) Untuk menjebak serangga yang hidup di permukaan tanah - Deterjen dan Air Mengurangi tegangan permukaan pada serangga dengan air pada pitfall Alat : - Buku Kunci Determinasi Serangga Identifikasi Arthropoda - Kamera Dokumentasi - Kaca Pembesar Mengamati serangga yang kecil b. Yellow sticky trap : Bahan : - Yellow Sticky Trap Untuk mnjebak serangga yang terbang - Double Tip Merekatkan kaca preparat pada bagian tanaman

Page 28 of 39

Alat : - Kayu Merekatkan YST dan meletakkan diantara areal pertanaman - Buku Kunci Determinasi Serangga Identifikasi Arthropoda - Kamera Dokumentasi - Kaca Pembesar Mengamati serangga yang kecil c. Spore trap : Bahan : - Minyak Twin 80 Merekatkan spora pada kaca preparat Alat : - Kaca Preparat Untuk menangkap spora - Mikroskop Pengamatan spora 3.3 Cara Kerja a. Spore Trap
Menyiapkan alat dan bahan

Object Glass diolesi dengan minyak twin 80 Meletakkan pada 3 bagian tanaman Membiarkan 1x24 jam Mengambil dan meletakkannya dalm peridsk Wrapping peridisk dan menyimpan selama 7 hari Mengamati dibawah Mikroskop b. Pit Fall

Page 29 of 39

Menyiapkan alat dan bahan Melarutkan deterjen dalam gelas plastik Menggali lubang tanah dan memasukkan pitfall ke dalam

Membiarkan 1x24 jam


Mengambil dan menyimpannya selama 7 hari Identifikasi menggunakan buku KDS c. Yellow Sticky Trap Menyiapkan alat dan bahan Membuka Yellow Sticky Trap dan melekatkan pada kayu

Bentangkan pada bolot, kayu atau pembentang lainnya


Menancapkan pada arela pertanaman dan membiarkan 1x24 jam Mengambil dan menyimpannya selama 7 hari Identifikasi menggunakan buku KDS 3.4 Fungsi Perlakuan Spore Trap: Penangkapan spora dengan menggunakan objeck glass yang diolesi dengan minyak twin 80 sebagai perekat spora. Objeck glass yang sudah diolesi minyak twin 80 selanjutnya diberi double tip dan direkatkan pada bagian atas

Page 30 of 39

tanaman, tengah dan bawah, tujuannya adalah agar kita dapat mengetahui perbedaan tingkat serangan patogen terhadap tanaman berdasarkan letaknya. Yellow Sticky Trap Penangkapan dengan menggunakan kertas perekat yang menjebak serangga yang hidup secara aktif dan berpindah-pindah. Umumnya serangga yang terjebak adalah serangga terbang. Dengan memahami prinsip ketertarikan warna kuning pada beberapa jenis hama maka kertas yang digunakan berwarna kuning menyerupai bunga yang sedang mekar. Pemasangan yellow sticky trap adalah dengan dibentangkan pada kayu atau dilingkarkan pada botol plastik agar tidak terbawa angin. Pemasangan pada areal pertanaman sebaiknya sejajar dengan tinggi kanopi tanaman, karena serangga hama, musuh alami ataupun serangga lain biasanya tidak akan terbang lebih tinggi dari kanopi tanaman inangnya. Pit fall Perangkap pitfall menggunakan gelas plastik yang telah diisi dengan air dan sabun deterjen untuk mengurangi tegangan permukaan serangga sehingga ia akan masuh dalam air dan akhirnya mati. Pemasangan pitfall pada areal pertanaman dilakukan dengan cara diagonal dan acak disekitasnya, caranya adalah dengan menggali lubang pada tanah, dan masukkan gelas. Gelas harus sejajar dengan tanah, tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah. Ada 10 gelas pitfall, tujuannya agar didapatkan hasil yang dapat menggambarkan ekosistem yang bersangkutan.

Page 31 of 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penangkapan Spora a. Jumlah Spora Bagian Tanaman Atas Tengah Bawah Jumlah Spora 1 spora 1 spora 0 spora

b. Gambar Bagian Atas Foto Dokumentasi Deskripsi Ada satu Spora

Tengah -

Ada satu spora

Bawah -

Tidak ada spora

c. Analisa Hasil Perlakuan Dapat dikatakan bahwa inokulasi patogen didapatkan sebagai spora, spora menyerang lebih tinggi pada bagian tanamn yang terdapat daun, misalkan bagian

Page 32 of 39

atas dan tengah terdapat masing-masing 1 spora, sedangkan bagian bawah tanaman tidak terdapat daun dan tidak terdapat tanda-tanda serangan patogen karena tidak ada spora yang terperangkap pada kaca objek. Bagian daun lebih mudah terserang penyakit karena jaringannya lunak, dan tidak mengandung jaringan kayu, sehingga lebih mudah untuk terserang dan tertular. 4.2 Pitfall No. Nama 1. Laba-laba (Lycosa sp.) 2. Kumbang (Meliodae) 3. Jangkrik 4. Kumbang (Palacridae) 5. Semut (Soleonopsis spp) 6. Kumbang (chrysomelidae) 7. Kepiting 2 16 12 4 1 1 Hama V V MA V V V SL V -

daun 1

a. Hama Jangkrik dan kumbang daun b. Musuh Alami Laba-laba, kumbang, semut c. Analisa Hasil Pengamatan Dari hasil praktikum dengan pitfall didapatkan hama jangkrik dan kumbangg daun, dengan musuh alami laba-laba sebagai predator, sedangkan kepiting juga ditemukan sebagai hewan lain karena bukan kelas insecta. Ciri-ciri predator : 1. Predator membunuh, memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat, 2. Predator baik nimfa ataupun imago dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya,

Page 33 of 39

3. Predator bersifat karniforik baik saat dia masih belum dewasa maupun setelah dewasa atau imago, dan memakan jenis serangga yang sama atau beberapa jenis mangsa, 4. Ia memakan banyak mangsa, 5. Predator membunuh mangsa untuk dirinya sendiri, dan ukuran tubuhnya lebih besar daripada mangsanya, 6. Predator umumnya langsung mengunyah mangsanya atau juga menghisap mangsanya dengan menginjeksikan racun ke dalam tubuh mangsanya (Oka, Ida Nyoman, 2005). Dari pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa laba-laba, semut dan kumbang Palacridae bersifat sebagai predator. Dokumentasi :

4.3 Yellow Sticky Trap No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Lalat (simuliidae) Nyamuk (culicidae) Lalat Hijau (Chrysomya megacephala) Lebah a (Mydidae) Lebah b (Conopidae) Hewan malam x 5 15 2 1 1 68 H V V V MA SL V V V -

Page 34 of 39

a. Hama Lalat, nyamuk, dan hewan malam b. Musuh Alami c. Analisa Hasil Perlakuan Dari praktikum dengan menggunakan yellow sticky trap didapatkan hama lalat, nyamuk dan hewan malam x (belum teridentifikasi), sedangkan serangga lain yaitu lalat hijau yang bersifat sebagi pengurai yang membawa belatung, lebah ada dua jenis spesies lebah yaitu lebah a dan lebah b sebagai serangga lain yang dapat bertindak sebagai polinator atau serangga yang membantu penyerbukan. Dokumentasi :

Page 35 of 39

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan - Pengamatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang dapat dijadikan bahan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam usaha pengendalian OPT. - Ambang ekonomi adalah suatu pedoman yang menjadi dasar perlu atau tidaknya suatu pengendalian terhadap OPT. - Penyebaran hama dan penyakit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah faktor biotik dan fisik atau abiotik - Peranan Arthropoda di alam secara umum ada tiga, yaitu hama, musuh alami (predator, parasit, parasitoid) dan serangga lain. - Umumnya penyakit menyerang tanaman bagian ujung atau pucuk tanaman, dan tingkat serangan menurun dari atas ke bawah, hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa spora yang dapat ditangkap adalah satu di atas, satu di tengah dan tidak ada spora di bagian bawah. - Arthropoda yan di dapatkan pada - Pitfall Hama: Jangkrik dan kumbang daun dan musuh Alami Labalaba, kumbang, semut - Yellow sticky trap Hama : Lalat, nyamuk, dan hewan malam dan tidak ditemukan musuh alami. 5.2 Saran - Pengambilan sample untuk serangan penyakit terhadap tanaman harus lebih evektif, yaitu dengan mengambil sampel langsung pada tanaman yang telah terlihat adanya tanda-tanda serangan penyakit - Cara untuk meletakkan pitfall harus rata dengan tanah sehingga serangga yang akan diperangkap dapat masuk dengan mudah

Page 36 of 39

- Dalam pengisian air pada pitfall jangan terlalu penuh karena jika terjadi hujan ditakutkan air akan meluber - Sebaiknya perangkap dibiarkan 1x24 jam sehingga serangga yang tertangkap dapat mewakili serangga dari ekosistem yang bersangkutan (serangga nokturnal ataupun serangga yang aktif di siang hari).

Page 37 of 39

DAFTAR PUSTAKA Aak. 1992. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius. Jogjakarta Anonymous a,2011. Faktor yang mempengaruhi serangan hama.

http://ysvina.blogspot.com/2009/06/hubungan-cuaca-dan-hama.html. diakses 12 Desember 2011 Anonymous b, 2011. Faktor yang mempengaruhi serangan penyakit.

http://sikeceng.blogspot.com/2010/07/faktor-faktor-yangmempengaruhi.html. diakses 12 Desember 2011 Harpenas A. Dan R. Dermawan., 2001. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Gustiawan S., Uwon. 2007. Pedoman Praktis Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Grasindo dan Cikal Sakti. Jakarta Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta Kishimoto, 1981. Epidemiology in Plant. University of Tokyo. Tokyo Japan Little, 1971. Plant Potology and Epidemiology. Wageningen University. Holland Majalah Trubus. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman : Deteksi dini dan penanggulangan vol.09.Infokit. PT. Niaga Swadaya. Jakarta Matnawy, Hudi, 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Jogjakarta Nayar et al, 1981. Peramalan penyakit tanaman budidaya. Penerbitan Bersama. Jakarta Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu : Dan Implementasinya di Indonesia. Gajahmada University Press. Jogjakarta Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Andi Offside. Yogjakarta Purwono dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar swadaya. Depok Jakarta

Page 38 of 39

Reijntjes, Coen.1999). Pertanian masa depan : Pengantar untuk pertanian berkelanjutan. Kanisius. Jogjakarta. Salikin, K.A., 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Jogjakarta Stern, Vernon M., Ray F. Smith, Robert van den Bosch, and Kenneth S. Hagen. 1959. Integration Of Chemical and Biological control of the spotted alfalfa aphid. Hilgardia, vol 2.9. no. 2:81-101 Supriyati, Yati danErsi Herliana. 2010. Bertanam 15 sayuran organik dalam pot. Penebar Swadaya. Depok Jakarta Surahman, Enceng dan Widodo Agus. 1989. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Kanisius. Jogjakarta Suryanto, Widada Agus. 2010. Hama dan Penyakit. Kanisius. Jogjakarta TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman. 2011. Modul Penuntun Praktikum Peramalan Hama dan Epidemiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Tjahjadi, Nur.1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Jogjakarta

Page 39 of 39

You might also like