Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh: Kelompok II 1. Ari Handayani 2. Caecilia Eka A.W.S. 3. Dwi Darmawan Saputra (4409216094) (4409216097) (4409216100)
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................................. 2 1.3. Tujuan Praktikum ................................................................................................... 2 1.4. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 2 BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................. 4 2.1. Perencanaan Agregat ............................................................................................ 4 2.2. Tujuan Perencanaan Agregat ................................................................................ 4 2.3. Sifat Perencanaan Agregat .................................................................................... 5 2.4. Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat .............................................. 5 2.5. Ongkos-ongkos yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat................................ 6 2.6. Strategi Perencanaan Agregat .............................................................................. 7 2.7. Metode Perencanaan Agregat ............................................................................... 9 2.8. Fase-Fase Perencanaan Agregat ........................................................................ 15 2.9. Prosedur Praktikum ............................................................................................. 17 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ...................................................... 20 3.1. Data Permintaan 6 Bulan Ke Depan .................................................................... 20 3.2. Strategi yang Digunakan ..................................................................................... 20 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 29 4.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 29 4.2. Saran ................................................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Diagram Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat ......................... 5 Gambar 2.2. Fase-fase Perencanaan Agregat .................................................................. 15 Gambar 2. 3 Tampilan Awal WinQSB Agregate Planning ................................................. 17 Gambar 2. 4 Tampilan Planning Information WinQSB ...................................................... 18 Gambar 2. 5 Tampilan Agregate Planning Option ............................................................. 18 Gambar 2. 6 Tampilan Planning Result WinQSB .............................................................. 18 Gambar 2. 7 Tampilan Cost Analysis WinQSB ................................................................. 19 Gambar 2. 8 Grafik Perencanaan Agregat ........................................................................ 19 Gambar 3. 1 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan ........................... 22 Gambar 3. 2 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja ......................... 25 Gambar 3. 3 Grafik Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak ........................... 27
ii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Contoh Data Peramalan Produksi ..................................................................... 11 Tabel 2.2 Contoh Hasil Evaluasi Data Peramalan Produksi.............................................. 11 Tabel 3. 1 Data Permintaan AADC Chair untuk 6 Bulan Ke Depan ................................. 20 Tabel 3. 2 Informasi Lain yang Dibutuhkan ....................................................................... 20 Tabel 3. 3 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan ................. 21 Tabel 3. 4 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan .................... 21 Tabel 3. 5 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja ............. 23 Tabel 3. 6 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja ................. 24 Tabel 3. 7 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak ............... 26 Tabel 3. 8 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak .................. 26
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2. 1. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan Lampiran 2. 2. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja Lampiran 2. 3. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kursi merupakan salah satu furniture yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Menurut fungsinya, jenis kursi bisa dibagi dalam 2 jenis, yaitu sebagai kursi kerja dan sebagai kursi santai atau kursi untuk beristirahat. Permintaan terhadap kursi cukup beragam. Kadang permintaan untuk satu jenis kursi cukup tinggi, namun terkadang bisa sangat rendah. Terkadang perusahaan memproduksi cukup banyak kursi namun ternyata permintaan rendah. Perusahaan tentu saja akan mengalami kerugian, karena biaya simpan akan meningkat. Namun, kadang perusahaan memproduksi sedikit kursi, namun ternyata permintaan tinggi, sehingga perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan produksi berdasarkan peramalan permintaan akan produk pada periode berikutnya. Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk tersebut juga harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebutuhan spare-part dan service, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk secara kasar (tanpa memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khususnya selama periode waktu yang panjang. Perencanaan agregat kemudian
dikembangkan untuk merencanakan kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompok produk sebagaimana yang telah diperkirakan dalam peramalan permintaan. Perencanaan produksi akan mudah dibuat bila tingkat permintaan bersifat konstan atau bila waktu produksi tidak menjadi kendala. Tetapi kedua kondisi ini jarang terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana secara nyata tingkat permintaan akan berfluktuasi dan perusahaan selalu dibatasi oleh tanggal waktu penyerahan produk. Perencanaan produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan
tingginya/rendahnya tingkat persediaan, sehingga mengakibatkan peningkatan ongkos simpan/ongkos kehabisan persediaan. Dan yang lebih fatal, hal tersebut
2 dapat mengurangi pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk. Perencanaan produksi sebagai suatu perencanaan taktis adalah bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan sumber daya yang dimiliki adalah kapasitas mesin, tenaga kerja, teknologi yang dimiliki, dan Iainnya. Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi sangat diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, pemasaran dan keuangannya. Dan sudut pandang pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan
penyesuaian-penyesuaian kapasitas apa saja yang perlu dilakukan. Dan sudut pandang pemasaran, perencanaan produksi menentukan berapa jumlah produk yang akan disediakan untuk memenuhi permintaan. Dan sudut pandang keuangan, perencanaan produksi mengidentifikasikan besarnya kebutuhan dana dan
memberikan dasar dalam pembuatan anggaran. 1.2. Perumusan Masalah Dalam praktikum Sistem Produksi Modul-2, perusahaan kelompok II memproduksi kursi kerja dengan rumusan masalah sebagai berikut : Terlalu besarnya biaya yang dikeluarkan dalam perencanaan agregat ini. Sering tidak tepatnya memilih strategi yang digunakan perusahaan dalam menentukan perencanaan agregat produksi AADC Chair. 1.3. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Sistem Produksi Modul-2 adalah sebagai berikut : Mengetahui perencanaan agregat yang tepat untuk diterapkan di perusahaan. Mengetahui total biaya yang dikeluarkan berdasarkan strategi yang dipilih. Menyusun perencanaan agregat untuk 6 bulan mendatang.
1.4. Pembatasan Masalah Dalam Praktikum Modul 2 hanya membahas masalah berikut ini : Perencanaan yang dilakukan hanya untuk horizon periode waktu 6 bulan ke depan. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan Software WinQSB.
3 Metode perencanaan yang digunakan yaitu Simple Model (Constant Regular time Employee, Hire or Dissmisal Allowed, Subcontract) Strategi perencanaan yang digunakan adalah Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan, Tingkat Tenaga Kerja, dan Tingkat Sub Kontrak. .
5 d. model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan penjadwalan dapat dibuat untuk periode perencanaan. 2.3. Sifat Perencanaan Agregat Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengkombinasikan sumber daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan. Dengan prediksi permintaan, kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input yang saling berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk sebuah fasilitas selama 3 hingga 12 bulan yang akan datang. Dalam perencanaan agregat, rencana produksi tidak menguraikan per produk tetapi menyangkut berapa banyak produk yang akan dihasilkan tanpa mempermasalahkan jenis dan produk tersebut. Sebagai contoh pada perusahaan pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa banyak mobil yang akan dibuat, tetapi bukan berapa banyak mobil dua pintu atau empat pintu atau berapa banyak mobil berwarna merah atau biru. 2.4. Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat Input Dan Output Perencanaan Agregat
Pembatasan kapasitas untuk alternatif produksi
Keputusan
INPUTS
OUTPUTS
Ramalan permintaan tiap periode Alternatif produksi yang mungkin Data biaya pada item 2
Perencanaan Agregat
Kriteria Performan Gambar 2.1. Diagram Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat Peminimalan total biaya produksi
2.5. Ongkos-ongkos yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat Berdasarkan keterangan diatas, maka ongkos-ongkos yang terlibat dalam perencanaan agregat adalah: a. Hiring Cost (Ongkos Penambahan Tenaga Kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan, proses seleksi dan training. Ongkos training merupakan ongkos yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman. b. Firing Cost (Ongkos Pemberhentian Tenaga Kerja) Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastis. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus
mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktifitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Kesemua akibat ini dianggap sebagai ongkos pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan. c. Overtime Cost and Undertime Cost (Ongkos Lembur Dan Ongkos Menganggur) Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi,tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos tambahan lembur yang biasanya 150% dari ongkos kerja reguler. Disamping ongkos tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena capek. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung ongkos menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.
7 d. Inventory Cost and Backorder Cost (Ongkos Persediaan Dan Ongkos Kehabisan Persediaan) Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijaksanaan
persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya ongkos penyimpanan (inventory cost/holding cost) yang berupa ongkos tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan ongkos sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa permintaan yang datang tetapi tidak dapat dilayani karena barang yang diminta tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make To Order = Memproduksi Berdasarkan Pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan order terlambat, sedangkan pada sistem MTS (Make To Stock = Memproduksi Untuk Memenuhi Persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diingikan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan ongkos pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu. e. Subcontract Cost (Ongkos Subkontrak) Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya perusahaan mensubkontrakkan kelebihan permintaan yang tidak bisa
ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya ongkos subkontrak, dimana biasanya ongkos
mensubkontrakkan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor. 2.6. Strategi Perencanaan Agregat Pada umumnya, ada empat jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya, dan pertimbangan biaya. Keempat jenis strategi tersebut adalah sebagai berikut: a. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan. Alternatif ini akan menghasilkan
8 tingkat produksi relatif konstan, tetapi mengakibatkan ongkos persediaan yang tinggi. b. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. Penambahan tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya konpensasi dan reorganisasi sering kali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti: kemerosotan moral kerja dan turn over tenaga kerja yang tinggi. Karena kapasitas fasilitas produksi adalah tetap, maka penurunan produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa disertai dengan penambahan peralatan produksi (mesin-mesin). c. Melemburkan pekerja. Alternatif ini sering dipakai dalam perencanaan agregat, tetapi ada keterbatasannya dalam menjadwalkan kapasitas mesin dan tenaga kerja yang ada. Jika permintaan naik, maka kapasitas produksi dapat dinaikkan dengan melemburkan pekerja. Tetapi penggunaan lembur hanya dapat dilakukan dalam batas-batas maksimum kerja lembur yang bisa dilakukan perusahaan, misalnya pemerintah mengatur kerja lembur tidak boleh melebihi 25% dari waktu total kerja reguler. Kenaikkan kapasitas produksi melebihi aturan tersebut hanya dapat dilakukan melalui penambahan tenaga kerja. Alternatif lembur akan menyebabkan biaya tambahan karena biasanya tarif upah lembur adalah 150% dari upah regular. Jika permintaan turun, maka kapasitas produksi dapat disesuaikan dengan mengatur pekerja (undertime). Undertime akan mengakibatkan biaya tetap yang harus dibayar meskipun tenaga menganggur, kecuali manajemen dapat memberikan kerja tambahan selama mereka menganggur seperti pemeliharaan mesin dan lain-lain. d. Mensubkontrakkkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. Alternatif ini akan mengakibatkan tambahan ongkos karena subkontrak dan ongkos kekecewaan konsumen bila terjadi kelambatan penyerahan dari barang yang
berpengaruh secara psikologis (moral, produktivitas) maupun non psikologis (ongkos, efisiensi). Sebagai contoh, perusahaan yang menaikkan tingkat produksi dengan cara lembur pada saat permintaan tinggi ada kemungkinan akan mengalami penurunan semangat pekerja pada saat lembur ditiadakan. Biasanya bagian perencanaan produksi akan membuat strategi perencaan agregat dengan
9 mengkombinasikan alternatif-alternatif di atas sehingga fluktuasi permintaan dapat dikendalikan dan biaya total produksi yang direncanakan dapat ditekan seminim mungkin. 2.7. Metode Perencanaan Agregat Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier Trial and Error Program Linier Transportasi Programa Dinamis
Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier Programa Linier
Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier Linier Decision Rule Heuristic Search
Metode Trial-Error Metode trial-error ini merupakan metode yang paling sederhana, tetapi tidak menghasilkan keputusan yang optimal. Metode ini memerlukan ketelitian dalam perhitungannya, karena sekali langkah awal salah, maka langkah berikutnya akan salah. Metode Transportasi Perencanaan agregat dapat mengunakan metode transportasi yang merupakan bagian dari perencanaan produksi programa linier dengan jumlah tenaga kerja (work force) tetap. Metode ini mengijinkan penggunaan produksi reguler, overtime, inventori, backorder, dan subkontrak. Hasil perencanaan yang diperoleh dapat dijamin optimal dengan asumsi optimistik bahwa tingkat produksi (yang dipengaruhi oleh hiring dan training pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar metode ini dapat diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan perencanaan agregat sehingga : a. Kapasitas tersedia (supplay) dinyatakan dalam unit yang sama dengan kebutuhan (demand).
10 b. Total kapasitas untuk horison perencanaan harus sama dengaN total peramalan kebutuhan. Bila tidak sam, kita gunakan variabel bayangan (dummy) sebanyak jumlah selisih tersebut dengan unit cost = 0. c. Semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.
Metode Programa Dinamis Tanpa Backorder Programa dinamis dapat diaplikasikan dalam menyelesaikan problem perencanaan produksi agregat dengan batasan-batasan tertentu. Ada 2 algoritma yang diperkenalkan, yaitu Algoritma Wagner Within yang digunakan untuk membuat perencanaan produksi tanpa ada kasus backorder, dan Algoritma Zangwill yang digunakan untuk membuat perencanaan produksi yang melibatkan kasus backorder. Asumsikan bahwa biaya produksi pada periode-t (C(Pt)) mengikuti tungsi sebagai berikut : 0 C(Pt) = At + bPt dimana : At = biaya produksi tetap pada periode-t b = biaya produksi variabel per-unit Pt = jumlah produksi pada periode t Bila kita definisikan variabel-variabel berikut ini sedemikian, dimana : Ft = peramalan (forecast) permintaan pada periode t It = persediaan (inventory) pada akhir periode t Maka Wagner dan Within menyatakan bahwa solusi optimal akan mempunyai sifatsifat sebagai berikut : It-1 . Pt Pt = 0, Ft, Ft+Ft+1, Ft+ Ft+1+ Ft+2,........., Ft (1.2) (1.3) bila Pt > 0 (1.1) bila Pt = 0
Persamaan (1.2) menyatakan bahwa untuk periode-t kapanpun kita dapat memakai persediaan dari periode sebelumnya untuk memenuhi semua permintaan pada periode sekarang (It-1 > Ft, Pt = 0) atau kita dapat memenuhi semua permintaan pada periode sekarang hanya memproduksi saja tanpa menggunakan persediaan (Pt > Ft , It-1 = 0).
11 Persamaan (1.3) menyatakan bahwa jumlah produksi yang ditetapkan dalam periode kapanpun akan merupakan produksi keseluruhan periode atau kombinasi dari keseluruhan periode. Asumsikan bahwa akan dibuat perencanaan produksi yang sederhana untuk dua periode dengan peramalan permintaan F1 = F2 = 10. Jika backorder tidak diperbolehkan, maka akan ada 11 kombinasi yang mungkin dan jumlah produksi (Pt) sebagai berikut :
P1 20 19 18 12 11 10 P2 0 1 2 8 9 10
karena It-1 . Pt=0, maka kasus tersebut akan mengakibatkan dua jadwal utama yaitu: karena kita hanya perlu mengevaluasi jadwal yang utama, maka akan ada pengurangan usaha yang besar dalam perhitungan.
P1 20 10 P2 0 10
Struktur dari situasi perencanaan untuk banyak periode ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
12 Pada akhir periode ke-j kapanpun, dimana Ij = 0, maka akan ada sejumlah strategi produksi yang mungkin sehingga memenuhi seluruh permintaan yang masih tersisa dalam horison perencanaan, J+1 sampai T.
Bila Cjk = ongkos produksi pada periode j+1 untuk memenuhi permintaan pada j+1, j+2,....,k. Cjk diatas termasuk biaya produksi dan biaya persediaan selama sub-periode-j ke periode-k adalah sebagai berikut : C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk) = AI + bI PI ]
= biaya simpan untuk periode-r = biaya produksi untuk interval j ke k = biaya persediaan yang dibawa pada akhir periode-r = biaya persediaan yang dibawa selama interval j ke k
Oleh karena itu, total biaya produksi dan persediaan selama periode j ke k dapat ditulis sebagai berikut : TCjk = C(Pjk) + C(Ijk) = Aj+1 + bPj+1 + TCjk merupakan semua biaya-biaya yang terlibat dalam subperiode ke-k dalam keseluruhan horizon perencanaan dari 0 ke T.
Hal ini berarti bahwa setiap tahap rekursiv, kita mencari kombinasi biaya produksi mminimum diantara dua titik regenerasi (j dan k) ditambah dengan solusi optimal ke-j. Langkah rkursiv dihitung untuk ke T, dimana Zo* = 0. Metode Programa Dinamis Dengan Backorder Pada bagian sebelumnya, algoritma Wagner Within terlihat dapat dialokasikan pada kondisi dimana kurva biaya yang berbeda dari periode ke periode tanpa mempunyai sifat peningkatan biaya marginal. Hal ini berlaku pada kasus dimana biaya-biaya bersifat konkav dan pada kasus khusus dengan: 0 C(Pt) = At + bPt bila Pt > 0 memperbaki algoritma Wagner-Within untuk kasus yang dimana bt tidak konstan untuk semua periode-t. Zangwill memperbolehkan terjadinya backorder. Keputusan produksi pada kasus dengan backorder ini dapat digambarkan sebagai berikut : bila Pt = 0
Bila TCjk adalah biaya minimum untuk satu periode, j+1, j+2,....., k untuk memenuhi permintaan yang terjadi selama periode j+1 sampai k, dan bila kegiatan produksi terjadi selama periode I, dimana terjadi backorder terakumulasi dari periode j+1 sampai I, maka kegiatan produksi pada periode-I harus dapat dengan segera memenuhi kondisi backorder sebelumnya dan juga harus dapat
menyediakan inventori untuk memenuhi permintaan dari periode I+1 sampai k, secara lebih tepatnya, karena C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk) = AI + bI PI
14 dimana : PI =
C(Sjk) = dimana : St Pt
= backorder pada akhir periode-t = ongkos penalti per-unit terjadinya backorder (Pt biasanya disimbolkan juga
t)
dengan
sehingga : TCjk =
15 2.8. Fase-Fase Perencanaan Agregat Pengembangan perencanaa agregat mengikuti prosedur yang terdiri dari empat fase. Setelah prosedur ini diaplikasikan beberapa kali dan persoalanpersoalan pokok yang terlibat pada fase 2 dan 3 telah dapat dipecahkan, maka pihak manajemen dapat memproses langsung dari fase 1 ke fase 4.
PHASE 1 Peramalan Permintaan Agregat Time Series With Seasionals Moving Average Exponential Smoothing Yang lain
Penetapan tenaga kerja: -Overtime -Undertime Variabel tenaga kerja: -Penyewaan -Pemberhentian Inventory Backorder Subkontrak
Promosi
FASE 1 : Persiapan Peramalan Permintaan Agregat Peramalan permintaan agregat mencakup beberapa permintaan yang diperkirakan pada tiap-tiap periode selama horison perencanaan dalam satuan unit yang sama untuk semua jenis item produk yang dihasilkan. Peramalan ini dapat menggunakan analisis deret waktu, rata-rata bergerak, dan lain-lain. FASE 2 : Mengkhususkan Kebijaksanaan Organisasi Untuk Melancarkan Penggunaan Kapasitas Pada fase ini, manajemen mencoba mengidentifikasi kebijaksanaankebijaksanaan yang dapat melancarkan perkiraan permintaan agregat yang telah diramalkan pada fase sebelumnya. Kombinasi dari kebijaksanaan-kebijaksanaan
16 yang paling diinginkan akan merupakan strategi terbaik untuk mengantisipasi permintaan dimasan mendatang yang bersifat musiman dan berfluktuasi secara acak. Penentuan kebijaksanaan ini akan melibatkan kerja sama divisi marketing dengan divisi produksi, dimana kebijaksanaan-kebijaksanaan umum yang biasa diambil adalah: 1) Memperkenalkan produk pelengkap pada saat permintaan tahunan produk utama menurun, misalnya produsen AC akan memperkenalkan produk berupa unit pemanas pada saat musim dingin tiba. 2) Memberikan diskon harga pada saat yang tidak sibuk, misalnya tarif pulsa telepon pada malam hari lebih murah 75% dibanding jam-jam sibuk. 3) 4) Meningkatkan kegiatan promosi untuk mempengaruhi konsumen. Menawarkan perjanjian khusus kepada konsumen untuk mendapatkan batas waktu pengiriman barang yang fleksibel sehingga kegiatan produksi dapat dijadwalkan lebih merata. FASE 3 : Menentukan Alternatif Produksi yang Layak Fase ini terdiri dari 2 alternati, yaitu : 1) Merubah tingkat produksi dengan tenaga kerja yang sama, hal ini dilakukan dengan melemburkan karyawan yang ada pada saat permintaan tingggi, dan mengalokasikan karyawan yang ada ke pekerjaan non produksi pada saat permintaan turun. 2) Merubah tingkat produksi dengan merubah jumlah tenaga kerja, hal ini dilakukan dengan merekrut tenaga kerja baru pada saat permintaan tinggi dan memberhentikan tenaga kerja pada saat permintaan turun. FASE 4 : Menentukan Strategi Produksi yang Optimal Setelah alternatif produksi yang layak telah dipilih dan dihitung perkiraan ongkosnya, langkah berikutnya adalah menentukan strategi produksi yang optimal. Langkah ini melibatkan pengalokasian peramalan permintaan dengan
menggunakan alternatif-alternatif dalam setiap periode yang meminimasikan ongkos total untuk keseluruhan horison perencanaan. Metode perencanaan agregat untuk mengalokasikan permintaan selama periode produksi adalah bervariasi tergantung asumsi-asumsi yang dibuat pada alternatif-alternatif yang dianggap layak dan biayanya (Linier atau Non Linier). Secara matematis, maka ongkos produksi selama periode-t adalah; Ct = CR + CO + CI + CB + CH + CF + CS
17 dimana : Ct = ongkos produksi pada periode-t CR = ongkos produksi reguler CO = ongkos produksi overtime (lembur) CI = ongkos unit yang dipakai dari inventori (persediaan) CB = ongkos backorder CH = ongkos hiring (penambahan tenaga kerja) CF = ongkos firing (pemberhentian tenaga kerja) CS = ongkos subkontrak Sedangkan ongkos total produksi selama horison perencanaan (TPC) adalah : TPC C1 + C2 + ..... + C12 = Ct 2.9. Prosedur Praktikum Praktikum perencanaan agregat dilakukan dengan menggunakan software
WinQSB, dengan langkah langkah sebagai berikut: Buka program WinQSB dan pilih modul Agregate Planning. Muncul tampilan sebagai berikut:
Pilih problem type Simple Models perencanaan, dan kapasitas lalu klik OK
Setelah jumlah permintaan, kapasitas dan biaya di isi maka klik gambar orang sehingga muncul tampilan sebagai berikut:
Pilih metode agregat planning yang anda inginkan, laku klik OK, maka akan muncul tampilan hasil dari perencanaan seperti berikut:
19
Simbol
Simbol
Tabel 3. 2 Informasi Lain yang Dibutuhkan Biaya Tenaga Kerja (/orang/hari) Rp Biaya Penyimpanan persediaan (/unit/bulan) Biaya marginal sub kontrak (/unit) Biaya penambahan tenaga kerja (/orang) Biaya pengurangan tenaga kerja (/orang) Rata-rata produksi (unit/jam) Jumlah Jam Kerja (jam) Kapasitas sub kontrak (unit/bulan) Rp Rp Rp
Rp 100,000
3.2. Strategi yang Digunakan Berikut adalah beberapa strategi yang digunakan dalam praktikum Sistem Produksi modul 2 ; 3.2.1. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan Pada strategi ini jumlah karyawan dan waktu kerja dipertahankan tetap sehingga akan menghasilkan tingkat persediaan produksi yang relative konstan.kelebihan produksi yang terjadi pada periode permintaan rendah disimpan sebagai persediaan yang nantinya digunakan untuk menutupi kekurangan pada waktu terjadinya permintaan yang lebih tinggi dari tingkat produksi. Kelemahan strategi ini adalah mengakibatkan ongkos persediaan yang tinggi, yang berupa sewa gudang, administrasi, asuransi, kerusakan material, dan bertambahnya modal tertanam. Namun di pihak lain, pada saat terjadi permintaan tinggi, perusahaan dapat menghindari terjadinya
kehilangan penjualan karena memiliki kelebihan persediaan yang diperoleh pada saat permintaan rendah. 20
21 Berikut adalah hasil perhitungan untuk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan:
Tabel 3. 3 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan Jumlah Jumlah Jumlah Akumulasi Jam Jumlah Permintaan Tenaga Bulan Hari Kerja Tersedia Produksi Persediaan (unit) Kerja (unit) (hari) (jam (unit) (orang) orang) Initial 16 0 Januari Februari Maret April Mei Juni Total 1,306 1,133 1,503 1,253 1,553 1,203 7,951 22 21 19 20 20 21 16 16 16 16 16 16 2,816 2,688 2,432 2,560 2,560 2,688 1,408 1,344 1,216 1,280 1,280 1,344 7,872 102 313 26 53 -220 -79
b.
Jumlah Produksi
c.
Akumulasi Persediaan
Tabel 3. 4 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan Biaya Biaya Produksi Total Biaya Bulan Persediaan (Rp) Reguler Time (Rp) (Rp) Januari 8,448,000 102,000 8,550,000 Februari Maret April Mei Juni Total Biaya 8,064,000 7,296,000 7,680,000 7,680,000 8,064,000 47,232,000 313,000 26,000 53,000 0 0 494,000 8,377,000 7,322,000 7,733,000 7,680,000 8,064,000 47,726,000
e.
Biaya Persediaan
f.
Total Biaya
Berdasarkan
pengumpulan
dan
pengolahan
data,
didapatkan
hasil
perencanaan agregat dengan variasi tingkat persediaan sebagai berikut: Jumlah permintaan sebesar 7,951 unit, namun jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 7,872 unit. Hal ini menyebabkan strategi variasi tingkat persediaan tidak dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada. Terjadi kekurangan persediaan pada bulan Mei dan Juni dikarenakan kapasitas produksi yang tidak sesuai. Jumlah tenaga kerja setiap bulan tetap, yaitu sebanyak 16 orang. Strategi ini menyebabkan adanya biaya persediaan karena kelebihan produksi pada bulan dengan permintaan rendah dilakukan penyimpanan untuk memenuhi pada saat permintaan produksi tinggi.
23 Total biaya yang dikeluarkan untuk strategi variasi tingkat persediaan ini sebesar Rp 47,726,000,3.2.2. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja Metode ini akan melakukan pengurangan atau penambahan tenaga kerja sesuai dengan tingkat permintaan atau kebutuhan. Perusahaan akan melakukan penambahan tenaga kerja ketika permintaan meningkat dan mengurangi tenaga kerja bila permintaan menurun. Penambahan tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya kompensasi dan reorganisasi seringkali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti kemerosotan moral kerja dan turn over tenaga kerja yang tinggi. Karena kapasitas fasilitas produksi tetap, maka penurunan produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa disertai dengan penambahan peralatan produksi. Strategi ini cocok diterapkan bila tenaga kerja yang disewa atau dikurangi mempunyai keterampilan yang rendah dan jika pasar tenaga kerja memiliki suplai yang besar. Bagi perusahaan yang memerlukan tenaga kerja dengan
keterampilan tinggi, strategi ini tidak mudah diterpakan karena tenaga kerja yang demikian lebih menyukai pekerjaan yang tetap dan terjamin. Berikut adalah hasil perhitungan untuk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja:
Tabel 3. 5 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja Jumlah Jumlah Jumlah Penambahan Pengurangan Peramalan Hari Tenaga Bulan Produksi Tenaga Tenaga Kerja (unit) Kerja Kerja (unit) Kerja (orang) (orang) (hari) (orang) Initial 16 Januari Februari Maret April Mei Juni Total 1,306 1,133 1,503 1,253 1,553 1,203 7,951 22 21 19 20 20 21 1,306 1,133 1,503 1,253 1,553 1,203 7,951 15 14 20 16 20 15 0 0 6 0 4 0 10 1 1 0 4 0 5 11
24 Perhitungan Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja a. Jumlah Tenaga Kerja
b.
Tabel 3. 6 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja Biaya Produksi Reguler Time (Rp) 7,836,000 6,798,000 9,018,000 7,518,000 9,318,000 7,218,000 47,706,000 Biaya Penambahan Tenaga Kerja (Rp) 0 0 270,000 0 180,000 0 450,000 Biaya Pengurangan Tenaga Kerja (Rp) 100,000 100,000 0 400,000 0 500,000 1,100,000 Total Biaya (Rp) 7,936,000 6,898,000 9,288,000 7,918,000 9,498,000 7,718,000 49,256,000
Bulan
c.
d.
e.
f.
Total Biaya
Jumlah
Peramalan (unit) Jumlah Produksi (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang) Bulan
Berdasarkan
pengumpulan
dan
pengolahan
data,
didapatkan
hasil
perencanaan agregat dengan variasi tingkat tenaga kerja sebagai berikut: Jumlah permintaan sebesar 7,951 unit, jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 7,951 unit. Hal ini menyebabkan strategi variasi tingkat tenaga kerja dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada. Jumlah tenaga kerja setiap bulan berubah-ubah sesuai kebutuhan. Strategi ini menyebabkan adanya biaya penambahan dan pengurangan karyawan dikarenakan perbedaan kebutuhan tenaga kerja di tiap bulannya. Total biaya yang dikeluarkan untuk strategi variasi tingkat tenaga kerja ini sebesar Rp 49,256,000,3.2.3. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak Sub kontrak dilakukan apabila terjadi permintaan yang bertambah sementara kapasitas produksi tidak cukup untuk memenuhinya, sedangkan perusahaan tidak menghendaki hilangnya pelanggan. Subkontrak yang dipilih tentunya yang dapat memenuhi standar mutu yang disyaratkan dan dapat memenuhi jadwal pengiriman. Alternative ini akan mengakibatkan tambahan ongkos karena sub kontrak menyebabkan harga pokok produksi menjadi lebih tinggi, ongkos kekecewaan konsumen bila terjadi keterlambatan penyerahan dari barang yang disubkontrakkan, dan resiko karena tidak dapat secara langsung mengontrol mutu produk dan penjadwalannya.
26 Berikut adalah hasil perhitungan untuk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak:
Tabel 3. 7 Planning Result Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Permintaan Hari Tenaga Produksi Bulan Produksi Produksi Persediaan (unit) Kerja Kerja SK RT (unit) (unit) (unit) (hari) (orang) (unit) Januari Februari Maret April Mei Juni Total 1,306 1,133 1,503 1,253 1,553 1,203 7,951 22 21 19 20 20 21 14 14 14 14 14 14 1,232 1,176 1,064 1,120 1,120 1,176 6,888 74 0 439 133 433 27 1,106 1,306 1,176 1,503 1,253 1,553 1,203 7,994 0 43 43 43 43 43 215
Perhitungan Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak a. Jumlah Produksi Reguler Time
b.
c.
d.
Jumlah Persediaan
Tabel 3. 8 Cost Analysis Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak Biaya Produksi RT (Rp) 7,392,000 7,056,000 6,384,000 6,720,000 6,720,000 7,056,000 41,328,000 Biaya Sub Kontrak (Rp) 444,000 0 2,634,000 798,000 2,598,000 162,000 6,636,000 Biaya Persediaan (Rp) 0 43,000 43,000 43,000 43,000 43,000 215,000 Total Biaya (Rp) 7,836,000 7,099,000 9,061,000 7,561,000 9,361,000 7,261,000 48,179,000
Bulan
f.
g.
Biaya Persediaan
h.
Total Biaya
Jumlah
Bulan
Berdasarkan
pengumpulan
dan
pengolahan
data,
didapatkan
hasil
perencanaan agregat dengan variasi tingkat tenaga kerja sebagai berikut: Jumlah permintaan sebesar 7,951 unit, jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 7,951 unit. Hal ini menyebabkan strategi variasi tingkat sub kontrak dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada. Jumlah tenaga kerja setiap bulan tetap, yaitu sebanyak 16 orang.
28 Pada strategi ini, jumlah produksi yang dihasilkan di setiap bulannya sesuai dengan permintaan dan kekurangan produksi dilakukan dengan menggunakan sub kontrak. Strategi ini dapat menimbulkan undertime, karena perbedaan
permintaan di tiap bulannya namun proses produksi dilakukan oleh tenaga kerja yang tetap. Strategi ini menyebabkan adanya biaya sub kontrak pada bulan Maret dan Mei, karena untuk memenuhi permintaan yang melebihi kapasitas produksi dilakukan produksi pada sub kontrak. Total biaya yang dikeluarkan untuk strategi variasi tingkat sub kontrak ini sebesar Rp 48,179,000,-
Sehingga strategi yang dipilih adalah strategi perencanaan agregat variasi tingkat sub kontrak. Karena dengan strategi ini permintaan dapat terpenuhi dengan total biaya lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan strategi tingkat tenaga kerja. Untuk strategi tingkat persediaan tidak dapat dipilih karena dengan strategi tersebut jumlah produksi tidak dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada, meskipun total biaya yang dihasilkan paling rendah di antara strategi yang lain. Berikut adalah tabel rencana produksi AADC Chair 6 bulan ke depan dengan menggunakan perencanaan agregat strategi variasi sub kontrak.
Tabel 4. 2 Rencana Produksi AADC Chair 6 bulan ke depan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Permintaan Hari Tenaga Produksi Produksi Produksi (unit) Kerja Kerja SK RT (unit) (unit) (hari) (orang) (unit) 1,306 1,133 1,503 1,253 1,553 1,203 7,951 22 21 19 20 20 21 14 14 14 14 14 14 1,232 1,176 1,064 1,120 1,120 1,176 6,888 74 0 439 133 433 27 1,106 1,306 1,176 1,503 1,253 1,553 1,203 7,994
29
30 4.2. Saran Berdasarkan hasil dari perencanaan agregat produk kursi AADC Chair , kelompok kami memberikan saran: Agregate planning sebaiknya dibuat untuk periode 12 bulan, sehingga manajemen dapat melihat dan memenuhi kebutuhan sumber daya (tenaga kerja dan kapasitas produksi) untuk 1 tahun ke depan. Pada penggunaan variasi dengan sub kontrak sebaiknya jumlah kelebihan produksi pada bulan permintaan rendah dikeluarkan pada bulan permintaan tinggi, sehingga tidak menghasilkan biaya penyimpanan persediaan yang besar. Sebelum menggunakan strategi dengan sub kontrak, sebaiknya dibandingkan terlebih dahulu dengan variasi jam kerja seperti penambahan waktu kerja (overtime). Sebaiknya strategi perencanaan yang lain perlu dicoba, agar didapatkan hasil perencanaan yang efektif dan efisien. Penggunaan software perencanaan agregat yang lain, seperti POM-QM juga dapat membantu penyelesaian permasalahan dalam sistem produksi. Hal ini dapat dilakukan sebagai koreksi.
DAFTAR PUSTAKA
Herjanto, Edy. 2007. Manajemen Operasi (Edisi 3). Jakarta. Penerbit: Grasindo Maarif, Mohamad Syamsul dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta. Penerbit: Grasindo Prasetya, Hery dan Fitri Lukiastuti. 2009. Manajemen Operasi. Yogyakarta. Penerbit: MedPress
Lampiran 2. 1. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan Tabel Planning Information for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Persediaan
Lampiran 2. 2. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja Tabel Planning Information for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Tabel Planning Result for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Tabel Cost Analysis for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Gambar Grafik Jumlah Produk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Gambar Grafik Total Biaya Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Tenaga Kerja
Lampiran 2. 3. Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak Tabel Planning Information for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Tabel Planning Result for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Tabel Cost Analysis for Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Gambar Grafik Jumlah Produk Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak
Gambar Grafik Total Biaya Perencanaan Agregat Variasi Tingkat Sub Kontrak