You are on page 1of 13

Konservatif manajemen pada perdarahan post partum dini oleh karena atonia uteri dengan tehnik condom chateter

tamponade
oleh: dr. Pritasari Dewi Damayanti Skenario kasus Ny S. Seorang G1P0A0, 36 tahun, uk: 39 minggu, kiriman RSUD Simo dengan keterangan eklampsi, hamil 39 minggu dalam persalinan fase aktif. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur dirasakan sejak 8 jam yang lalu, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 20 jam yang lalu, lendir darah (+) Dua jam SMRS pasien kejang 1 kali, diberikan injeksi diazepam 1 amp dan MgSO4 40% 4 gram (im) dan MgSO4 20% drip. Saat tiba di RSDM, pasien sudah tidak kejang. Pasien datang ke VK PONEK RS Dr. Moewardi pada hari selasa tanggal 7 Agustus 2012 pukul 16.00 setelah sebelumnya (pukul 14.00) mengalami eklampsia di RS Simo Boyolali. Kejang satu kali dan diberikan injeksi diazepam 1 ampul dan MgSO4 40% 4 gram (im) serta MgSO4 20% 4 gram drip. Saat tiba di VK RSDM pasien sadar penuh dengan TD: 180/110 mmHg, nadi:88x/menit, respirasi rate 22 x/menit dan suhu 38,7
0

C. Dari

pemeriksaan abdomen: supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterine, presentasi kepala, punggung kanan, kepala masuk panggul > 1/3 bagian, HIS (+) 3-4 kali/10 menit/4050 detik/kuat, DJJ:12-12-13/13-13/13/12-13-13/reguler. TFU: 28 cm sesuai TBJ: 2635 gram. Dari pemeriksaan dalam (VT) didapatkan vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, mendatar didepan dengan pembukaan 7 cm, effisemen 75%, presentasi kepala, kepala turun di Hodge II, kulit ketuban (-), penunjuk (ubun-ubun kecil) di jam 11, air ketuban (+), keruh dan berbau, sarung tangan lendir darah (+). Dari USG didapatkan tampak janin tunggal, IU, preskep, DJJ (+) dengan FB:BPD: 90 AC:320 FL:70 EFBW: 2700 gr Placenta insersi di corpus kiri grade III, air kawah kesan cukup,Tak tampak elas kelainan kongenital mayor. Kesan: saat ini janin dalam keadaan baik. Pemeriksaan laboratorium: HB : 12,6 AL : 20,5, AT : 260 Alb : 3,5, Ureum : 7 Creatinin : 0,6GDS : 97, SGOT:26, Na : 138SGPT:18, K : 3,8, Cl : 107, Gol : B, LDH: 434, HBsAg : (-), Ewitz:+1 Diagnosis : Eklampsi bebas kejang 2 jam, KPD 20 jam infekted pada primigravida tua hamil aterm dalam persalinan kala I fase aktif persalinan berlangsung 8 jam. Terapi: Usul SCTP-em
1

O2 4 liter/mnt Inj. Ceftriakson 1 gr/12 jam Jika dalam persiapan SC kala II, diperingan dengan VE

Lapor staf jaga acc dx/tx 17.25 (operasi dimulai) Durante operasi: Setelah peritoneum parietale dibuka, tampak uterus gravid
Plica vesico uterina dibebaskandilakukan incisi SBR secara tajam, incisi

diperdalam dan diperlebar secara tumpul


KK dipecahkeluar air ketuban, keruh dan berbau, jumlah kesan cukup

Tangan kiri operator meluksir kepala bayi, assisten mendorong fundus uteri Lahir bayi laki-laki, BB:2800, AS: 7-8-10
Bloody angel di klemkontrol perdarahan Placenta lahir perabdominal, lengkap insersi IUD SBR dijahit lapis demi lapisreperitonealisasi viseralis

Cavum abdomen dibersihkan dari sisa jendalan darah


Evaluasi kontraksi uteruskontraksi baik

Operasi selesai
Perdarahan selama operasi + 300 cc

KU ibu post operasi masih tersedasi (dalam pengaruh obat anestesi) 18.10 operasi selesai 18. 40ekstubasi 18.50 KU: tersedasi VS: T:90/50 N:110x/mnt rr:24x/mnt (SpO2 99%) Mata: CA+/+ SI-/ Toraks: C/P dbn Abd: supel, TFU teraba setinggi pusat, kontraksi lemah (hilang timbul)
Genitalia: darah (+) mengalir

Inspekulo: V/U tenang, dinding vagina dbn, portio utuh, OUE terbuka, tampak darah mengalir dari OUE kesan dari cavum uteri + 1000 cc Diagnosis:
2

Syok hipovolemic e.c perdarahan post partum dini e.c atonia uteri post SC a.i eklampsi bebas kejang 2 jam KPD 20 jam infected. Terapi: Infus 2 jalur
O2 5 liter/mnt (masker rebreathing) Protap atonia: - masase uterus

- drip oksitosin 10 IU dalam 500 cc RL - inj. Methyl ergometrin 1 amp iv - misoprostol 600 mcg (rectal) Cek Hb cito KIE keluarga Lapor staf jaga Advis: Sedia darah 4 kolf PRC
Drip met 1 amp

Evaluasi:19.05 dilakukan intubasi kembali KU: tersedasi


VS: T:100/60 N:100x/mnt rr: intubasi (SpO2 100%)

Mata: CA+/+ SI-/ Toraks: C/P dbn


Abd: supel, TFU teraba setinggi pusat, kontraksi lemah (hilang timbul) Genitalia: darah (+) mengalir

Hb:5,6 Diagnosis: Syok hipovolemic e.c perdarahan post partum dini e.c atonia uteri post SC a.i eklampsi bebas kejang KPD 20 jam infekted dengan anemia Terapi: Kompresi bimanual Tranfusi PRC Evaluasi 19.20 Masih perdarahan
3

KU: tersedasi VS: T:100/60 N:110x/mnt rr:intubasi (SpO2 100%) Mata: CA+/+ SI-/ Toraks: C/P dbn Abd: supel, TFU teraba setinggi pusat, kontraksi lemah (hilang timbul)
Genitalia: darah (+) mengalir

Diagnosis: Syok hipovolemic e.c perdarahan post partum dini e.c atonia uteri post SC a.i eklampsi bebas kejang KPD 20 jam infekted dengan anemia Tx:
Usul pemasangan kondom kateter berhasil dilakukan pemasangan kondom kateter

dengan volume cairan 600 cc Dilakukan pemasangan tampon padat vagina untuk mencegah condom cateter keluar Lapor staf jaga acc dx/tx Evaluasi 19.50 KU: tersedasi VS: T: 130/80 N:110 rr: intubasi (SpO2 100%) Abdomen: TFU setinggi pusat Genitalia: perdarahan minimal lapor staf jaga: Advis: Jika tidak ada perdarahan aff tampon vagina 12 jam setelah pemasangan dan aff kondom kateter 24 jam setelah pemasangan secara bertahap 21.15 Pasien pindah ICU Permasalahan yang akan dibahas pada kasus ini adalah pemilihan metode konservatif manajemen pada kasus perdarahan post partum dini et causa atonia uteri.

PENDAHULUAN: Perdarahan post partum merupakan penyebab utama kematian maternal secara global. WHO memperkirakan lebih kurang 166,000 kematian terjadi karena perdarahan post partum dan menyumbang 28% dari kematian maternal oleh karena sebab langsung dari komplikasi persalinan.1,2 Penyebab dari perdarahan post partum antara lain: 3,4,5 1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus. 2. Penatalaksanaan yang salah pada kala III, mencoba mempercepat kala III dengan dorongan dan pemijatan uterus yang akan menganggu mekanisme pelepasan fisiologis dari plasenta, dan meyebabkan pemisahan bagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan. 3. Anestesi yang dalam & lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan perdarahan post partum 4. Overdistensi uterus: uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibatnya keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar, hidramion, cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. 5. Kelemahan akibat partus lama: bukan hanya kontraksi rahim yang lemah, tetapi juga ibu yang keletihan rentan terhadap kehilangan darah.
6. Grandemultipara: uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak

efisien dalam semua kala persalinan.


7. Mioma uteri: dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan

retraksi miometrium.
8. Melahirkan dengan tindakan: keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti forsep

vaccum, versi ekstraksi dan seksio sesaria Penyebab tersering dari perdarahan post partum ini adalah adanya atonia uteri. Penanganan yang cepat dan tepat akan menyelamatkan ibu maupun fungsi reproduksi dari kemungkinan dilakukannya operasi radikal.

Manajemen dari atonia uteri dibagi:1,5 A. Terapi medisinalis Terapi medisinalis pada perdarahan post partum oleh karena atonia uteri adalah dengan uterotonika (oksitosin, methyl ergometrin dan prostaglandin). Terapi medisinalis ini diberikan paling awal sebelum terapi lain. Efektifitas pemeberian oksitosin atau kombinasi oksitosin, methyl ergometrin dan prostaglandin terbukti efektif dalam mengatasi perdarahan post partum oleh karena atonia uteri dan terbukti mengurangi angka terapi radikal pada kasus-kasus perdarahan post partum.
Protokol penggunaan uterotonika yang direkomendasikan oleh WHO1

B. Terapi non medisinalis perdarahan post partum 6,7.8 1. Massase uterus Massase uterus sebagai tindakan terapeutik didefinisikan sebagai memijat rahim secara manual diatas perut secara simultan sampai perdarahan berhenti atau kontraksi rahim timbul. Memang belum ada bukti RCT (randomized controle trial) pada metode ini, namun beberapa studi kasus melaporkan bahwa tindakan massase uterus terbukti mengurangi penggunaan uterotonika dalam jumlah besar dan meminimalisir tindakan bedah baik konservatif maupun radikal. Ringkasan bukti Tidak ada penelitian RCT pada penggunaan massase uterus dalam manajemen perdarahan post partum. Namun ada satu laporan kasus dan bukti tidak langsung
6

dari satu review sistematis pada penggunaan massase uterus pada pencegahan perdarahan post partum. Dalam satu studi dari penggunaan profilaksis massase uterus yang melibatkan 200 wanita, dengan hasil yang tidak signifikan dalam kehilangan darah > 500 ml (RR 0,52, 95% CI 0,16-1,67) dan berkurangnya penggunaan uterotonika dalam jumlah besar untuk mengurangi perdarahan post aprtum (RR 0,20, 95% CI 0,08-0,50) 3 Rekomendasi Masase uterus harus dimulai segera setelah didiagnosis sebelum terapi lainya. 2. Kompresi bimanual Kompresi bimanual adalah suatu tindakan penekanan rahim dengan menggunakan kepalan tangan yang bertujuan membuat tampon pada uterus. Dapat dilakukan dari luar (komprei bimanual eksterna) atau dari dalam (kompresi bimanual interna). Tindakan ini dapat sebagai pertimbangan saat kita menunggu dilakukanya tindakan definitif pada kasus perdarahan post partum karena atonia uteri. Memang belum ada bukti RCT tentang penggunaan kompresi bimanual dalam penanganan atonia uteri. Namun beberapa studi kasus mengindikasikan manfaat dilkukanya kompresi bimanual ini dalam mengurangi jumlah perdarahan sebelum tindakan selanjutnya. 6,7 Rekomendasi Kompresi bimanual uterus dapat ditawarkan sebagai penanganan sementara dalam pengobatan perdarahan post partum karena atonia uteri sambil menunggu persiapan tindakan selanjutnya.
3. Uterine packing (tampon padat uterus)

Studi tentang penggunaan tampon padat uterus dalam pengobatan perdarahan post partum yang ditemukan, tujuh laporan kasus serial dan satu laporan kasus, dengan total 89 perempuan. Tingkat keberhasilan (yang tidak perlu dilakukan histerektomi atau prosedur invasif lainnya) 75% - 100% dilaporkan dalam studi ini.8
4. Tamponade dengan ballon atau condom chateter

Sembilan kasus serial dan dua belas laporan kasus, mengevaluasi 97 perempuan dengan perdarahan post partum oleh karena atonia uteri yang dilakukan terapi konservatif dengan ballon cateter atau condom cateter. Instrumen yang digunakan termasuk Sengstaken- Blakemore dan kateter Foley, Bakri dan Rusch balon, dan

kondom. Satu kasus serial telah melaporkan tingkat keberhasilan (yaitu tidak perlu untuk histerektomi atau prosedur invasiv lainnya) 71% - 100%.3 Rekomendasi: Pada wanita yang tidak respon pengobatan dengan uterotonika, atau jika uterotonika tidak tersedia, pemasangan balon intra uterin atau tamponade kondom mungkin dapat dijadikan pengobatan perdarahan post partum karena atonia uteri. 5. Kompresi aorta eksterna Tidak ada uji RCT yang menggambarkan penggunaan kompresi aorta eksternal dalam pengobatan perdarahan post partum. Sebuah studi prospektif dilakukan di Australia untuk menjelaskan status hemodinamik efek kompresi aorta eksternal dalam perdarahan postpartum pada wanita. Aorta yang berhasil di kompresi, terlihat dengan hilangnya pulsasi arteri femoralis dan tidak terukurnya tekanan darah di ekstremitas bawah. Para penulis menyimpulkan bahwa prosedur tersebut aman pada wanita dengan hemodinamik yang baik dan mungkin bermanfaat sebagai upaya sementara dalam pengobatan perdarahan postpartum saat resusitasi. Selanjutnya, satu laporan kasus dari Australia menjelaskan penggunaan kompresi aorta internal sebagai upaya sementara untuk mengontrol perdarahan postpartum berat karena plasenta perkreta pada saat operasi sesaria.6,7 Rekomendasi: kompresi aorta eksternal untuk pengobatan perdarahan postpartum karena atonia uteri setelah persalinan pervaginam dapat ditawarkan sebagai pengobatan sementara hingga dilakukannya perawatan yang tepat.
6. Embolisasi arteri uterina

Embolisasi arteri percutaneous trans kateter dari arteri uterina telah dilaporkan dari lembaga yang memiliki fasilitas radiologi yang memadai untuk tindakan ini. Satu studi kohort retrospektif membandingkan 15 wanita yang diobati dengan embolisasi arteri uterine dengan 14 wanita yang menerima perawatan lain untuk perdarahan postpartum. 10 dari 15 perempuan berhasil diobati dengan embolisasi arteri uterine, sementara 11 perempuan dari 14 awalnya diobati dengan metode bedah konservatif, 3 kemudian menjalani embolisasi arteri uterina, 2 kasus berhasil sementara 1 pasien akhirnya dilakukan histerektomi. Delapan belas kasus serial dan 15 laporan kasus telah dipublikasikan, menggambarkan intervensi pada 340 wanita. Studi tersebut melaporkan tingkat keberhasilan (yaitu tidak perlu
8

untuk histerektomi atau prosedur invasif lainnya) mulai dari 82% menjadi 100%.6,7,8 Rekomendasi: jika langkah-langkah lain telah gagal dan adanya sumber daya yang tersedia mampu melakukan metode ini , embolisasi arteri uterina dapat ditawarkan sebagai pengobatan untuk perdarahan post partum karena atonia uteri. C. Metode pembedahan dalam penanganan atonia uteri Berbagai intervensi bedah telah dilaporkan untuk manajemen perdarahan postpartum yang tidak responsif terhadap intervensi medis atau mekanis, termasuk berbagai bentuk jahitan kompresi, ligasi arteri ovarika, arteri uterina atau arteri iliaka interna, dan histerektomi subtotal atau total.9 Studi kasus 13 kasus serial dan 12 laporan kasus menggambarkan total 13 wanita dengan perdarahan postpartum. 8 kasus mendapatkan jahitan kompresi. Teknik B-Lynch tampaknya menjadi yang paling umum dilaporkan sebagai prosedur utama. Tingkat keberhasilan (yaitu tidak perlu untuk histerektomi atau invasif prosedur) berkisar dari 89 sampai 100%. Namun, tidak ada studi RCT tentang penggunaan ligasi arteri uterina atau ovarika dalam pengobatan perdarahan postpartum. 21 penelitian serial dan 13 laporan kasus telah diterbitkan, menggambarkan intervensi bedah pada 532 wanita. Studi tersebut melaporkan tingkat keberhasilan mulai dari 62% sampai 100%.8,9 Rekomendasi: Jika pendarahan tidak berhenti meskipun telah dilakukan pengobatan dengan uterotonika, intervensi konservatif lain (massase uterus misalnya), dan kompresi bimanual eksternal atau internal pada rahim, maka intervensi bedah harus dimulai. Pendekatan konservatif harus menjadi pilihan pertama, diikuti - jika tidak bekerja - dengan prosedur yang lebih invasif. Sebagai contoh, pertama dengan jahitan kompresi dan jika gagal embolisasi arteri uterina, arteri ovarika dan ligasi pembuluh hipogastrik mungkin dapat dicoba. Jika perdarahan yang mengancam jiwa berlanjut bahkan setelah ligasi, histerektomi subtotal (juga disebut supra servikal atau total histerektomi) harus dilakukan.

Searching evidance Pencarian data evidance base medicine dilakukan melalui sistemic reviw secara elektronik. Kata kunci yang digunakan adalah uterine atony AND ballon tamponade AND conservative management of uterine atony. Evidance
1. http://www.AJOG.org. Anke Diemert, MD; Gerhard Ortmeyer, MD; Bettina

Hollwitz, MD; Manuela Lotz, MD; Thierry Somville, MD; Peter Glosemeyer, MD; Werner Diehl, MD; Kurt Hecher, MD : The combination of intrauterine balloon tamponade and the B-Lynch procedure for the treatment of severe postpartum hemorrhage: American Journal of Obsteric ang Gynaecokogy; January 2012 Suatu studi retrospektif yang bertujuan untuk mengevaluasi tampon balon intrauterin dengan atau tanpa B-Lynch methode dalam penanganan perdarahan postpartum berat untuk menghindari dilakukanya histerektomi post partum. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah semua wanita yang melahirkan antara Januari 2005 dan Juli 2010 di 19 pusat kesehatan akademik yang tergabung dalam National Institute of Child Health and Human Development's Maternal-Fetal Medicine Units Network. Hasil utama yang diamati adalah kejadian histerektomi post partum pada pasien-pasien dengan perdarahan hebat oleh karena atonia uteri. Selama periode penelitian didapatkan 24 kasus perdarahan post partum dan 4 kasus berhasil diatasi dengan terapi medicinalis, sementara 20 kasus yang gagal terapi medicinalis dimasukan dalam penelitian ini. Enam puluh persen (n = 12) dari mereka berhasil diobati dengan balon saja, 30% (n = 6) berhasil diatasi dengan kombinasi balon tamponade dan jahitan B-Lynch. Dari hasil diatas, 90% (n=18) perdarahan post partum berhasil diobati dengan balon sebagai bagian dari pengobatan (baik berdiri sendiri maupun kombinasi dengan jahitan B-lynch) metode. Dari penelitian ini, kegagalan balon tamponade terjadi pada dua kasus dan empat kasus diobati dengan histerektomi darurat karena terapi konservatif yang tidak memungkinkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Bakris ballon tamponade dengan atau tanpa B-Lynch metode adalah suatu pendekatan pilihan yang efektif untuk pengobatan perdarahan post partum berat.10
10

CRITICAL APPRAISAL:
1. VALIDITAS INTERNAL:

A. Rekruitment : Subyek di ambil tidak secara acak karena subyek penelitian mempunyai diagnosis yang pasti. Kriteria inklusi meliputi semua pasien yang mengalami perdarahan post partum yang gagal diterapi dengan terapi medisinalis. Kriteria eksklusi meliputi semua pasien yang berhasil diobati dengan terapi medisinalis.
B. Alokasi : Sampel penelitian yang diterapi dengan balon tamponade saja sebanyak

12 kasus dengan kombinasi B-Lynch methode sebanyak 6 kasus, selebihnya gagal diterapi dngan terapi konservatif dan dilakukan histerektomi C. Maintenence : Subyek diterapi dengan alternativ pertama yaitu dengan balon, dan apabila gagal dilanjutkan dengan alternatif kedua dengan kombinsi B-Lynch methode, apabila keduanya gagal dilakukan penanganan radikal. Outcome disimpulkn dengan kriteria yang sama. D. Measurement/Pengukuran Binding/penyamaran : Pada penelitian ini subyek tidak dilakukan secara blinding karena kriteria sample dan kriteria hasil memiliki kriteria yang jelas.
E. Objectivitas

Pengukuran

outcome

tidak

tergantung

interpretasi

subyektivitas penilai.
F. Overall : Penelitian dilakukan dengan baik tetapi memiliki kelemahan metodologi

dalam jumlah sample

yang terlampau sedikit dan tidak menggunakan data

perhitungan statistik yang jelas sehingga berdampak pada validitas outcome.


G. Hasil : Hasil tidak menunjukkan signifikan atau tidaknya penelitian ini secara

statistik.
H. Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa

Bakris ballon

tamponade dengan atau tanpa B-Lynch metode adalah suatu pendekatan pilihan yang efektif untuk pengobatan perdarahan post partum berat.10 Tetapi validitas penelitian ini masih diragukan karena tidak adanya penghitungan statistik yang memadai.

11

2. PICO: P: kelahiran yang terjadi di 19 pusat kesehatan akademik yang berpartisipasi dalam National Institute of Child Health and Human Development's Maternal-Fetal Medicine Units Network. I: balon tamponade C: kombinasi balon tamponade dan B-Lynch metode O: keberhasilan dalam penanganan perdarahan post partum

3. VALIDITAS PENELITIAN A. Apakah pada penelitian ini kriteria populasi didefinisiskan secara jelas?

YA YA TIDAK YA TIDAK

B. Apakah dilakukan follow up jangka panjang yang memadai pada populasi penelitian?
C. Apakah kriteria hasil dari penelitin diterapkan secara blind?

D. Jika sub kelompok dengan prognosis yang berbeda diidentifikasi, apakah ada penyesuaian untuk faktor prognostik penting?
E. Apakah ada validasi dalam kelompok independen dari pasien?

4. Manfaat penelitian/ tingkat kepentingan penelitian A. Apakah hasil penelitian ini dapat untuk memperkirakan prognosis selanjutnya?
B. Apakah penelitian ini memiliki karakteristik sama dengan di daerah kita

YA YA

dan bisa diterapkan?

5. Kesimpulan Jurnal: Tidak Valid, Penting dan dapat diterapkan

12

DAFTAR PUSTAKA:
1. WHO recommendations for the prevention of postpartum haemorrhage. Geneva,

World

Health

Organization,

2007

(http://whqlibdoc.who.int/hq/2007/

WHO_MPS_07.06_eng.pdf, accessed 4 May 2009). 2. Patel A et al. Drape estimation vs. visual assessment for estimating postpartum hemorrhage. International Journal of Gynecologyand Obstetrics, 2006, 93:220224. 3. Bakri YN, et al. Tamponade-balloon for obstetrical bleeding. Int. J. Gynecol. Obstet.2001; 74: 139-142. 4. G. S. Condous, et al. The Tamponade Test in the Management of Massive PostpartumHemorrhage. Obstetrics and Gynecology (2003) Vol. 101, No. 4:767-772. 5. Bakri YN. Balloon device for control of obstetrical bleeding. Euro J Obstet GynecolReprod Biol. 1999; 86:S84. 6. Toledo P et al. The accuracy of blood loss estimation after simulated vaginal delivery. Anesthesia and Analgesia, 2007, 105:17361740. 7. Managing complications in pregnancy and childbirth: a guide for midwives and doctors. Geneva, World Health Organization, 2007. 8. Cotter A, Ness A, Tolosa J. Prophylactic oxytocin in the third stage of labour. Cochrane Database of Systematic Reviews, 2001;Issue 4. Art. No.: CD001808. 9. McDonald S, Abbott JM, Higgins SP. Prophylactic ergometrine-oxytocin versus oxytocin for the third stage of labour. CochraneDatabase of Systematic Reviews, 2004; Issue 1. Art. No.:CD000201.
10. Anke Diemert, MD; Gerhard Ortmeyer, MD; Bettina Hollwitz, MD; Manuela Lotz,

MD; Thierry Somville, MD; Peter Glosemeyer, MD; Werner Diehl, MD; Kurt Hecher, MD : The combination of intrauterine balloon tamponade and the B-Lynch procedure for the treatment of severe postpartum hemorrhage: American Journal of Obstetric ang Gynaecology; January 2012

13

You might also like