You are on page 1of 8

Membangun Komitmen Daerah untuk Meningkatan Motivasi Provider

Paper Kebijakan ditujukan kepada Walikota/Bupati seluruh Indonesia

Pendahuluan
Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) di Indonesia masih relatif tinggi. Dari data SDKI tahun 2007 AKI 228 per 100.000 KH dalam target MDGs 2015 menjadi 102 per 100.000 KH. Sedangkan AKB dari data SDKI 2007 adalah 34 per 1000 menjadi 23 per 1000 pada target MDGs Tahun 2015. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak dan mempercepat pencapaian MDGs tersebut, Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2011 menetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya ditanggung oleh Pemerintah melalui Program Jaminan Persalinan. Secara umum tujuan dari kebijakan program Jaminan Persalinan adalah meningkatnya akses pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI & AKB. Hasil kajian yang dilakukan oleh PMPK Universitas Gadjah Mada bersama dengan UNFPA di tiga lokasi (DI Yogyakarta, Papua dan Nusa Tenggara Timur) menyebutkan bahwa terjadi kendala lapangan berupa hambatan administrasi keuangan, karena prosedur administrasi yang kompleks dan baru membuat penyaluran dan penyerapan tertunda. Hal ini tentu saja juga berakibat pada tertundanya pembayaran jasa pelayanan pada provider. Fakta serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Kesehatan. Penelitian yang dilakukan di 14 kabupaten/kota di 7 propinsi menemukan variasi kebijakan lokal yang berbeda-beda, yang beberapa di antaranya juga menemui kendala administrasi. Penelitian yang dilakukan di Propinsi
- Page |1

Maluku, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi termasuk dalam pelayanan dasar adalah Tenggara, Jawa Timur, Jawa Barat, bidan praktek swasta serta Puskesmas dan Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau ini jaringannya. menemui beberapa hambatan administrasi yang seringkali lebih dikarenakan pemahaman dan implementasi yang berbeda terhadap kebijakan yang ditujukan untuk menghilangkan hambatan finansial Dengan harapan bisa memberi acuan ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan ini. pada pemerintah daerah dan berbagai pihak Pemahaman yang berbeda terhadap terkait dalam pelaksanaan Jampersal, Menkebijakan Jampersal, juga teri Kesehatan mengeberakibat terhadap turunan luarkan Peraturan Menkebijakan yang ada di Pelaksanaan kebijakan teri Kesehatan Nomor bawahnya, dalam hal ini 631 tahun 2011 yang Jampersal membutuhkan kebijakan lokal/daerah yang kemudian diperbaiki dekomitmen Pemerintah dibuat sebagai tindak lanjut ngan Peraturan Menteri Daerah secara dari kebijakan Jampersal. Kesehatan Nomor 2562 berkesinambungan, Berdasarkan beberapa tahun 2011 tentang terutama dalam hal fakta lapangan yang ditemuPetunjuk Teknis Pelakkan, maka diangkat sebuah mengupayakan pencairan sanaan Jaminan Persaisu/masalah kebijakan provilinan. Regulasi tingkat klaim secara lancar dan der kurang termotivasi dalam menteri ini juga mentepat waktu, dan juga memberikan pelayanan decakup aspek pembiabesaran jasa pelayanan ngan Jampersal. Selanjutnya yaan agar terselenggara sesuai dengan juknis pembahasan akan diarahkan pengelolaan keuangan Jampersal. pada penajaman permasayang efisien, efektif, lahan serta solusi yang bisa transparan dan akuntadilakukan sebagai sebuah bel. pilihan kebijakan. Lebih lanjut, untuk pembiayaan seperti diatur dalam Peraturan Dirjen PBN Tujuan Nomor 21 tahun 2011, dikemukakan bahwa Tujuan penulisan paper kebijakan ini dana Jamkesmas dan Jampersal yang adalah memberikan rekomendasi pilihan disalurkan ke Dinas Kesehatan bukan bagian kebijakan terkait komitmen daerah untuk dari dana transfer daerah ke pemerintah meningkatkan motivasi provider. kabupaten/kota, sehingga penggunaan dana tersebut tidak melalui kas daerah. Setelah Pendekatan fasilitas kesehatan melakukan pelayanan Dalam penulisan kajian ini lebih kesehatan dan mendapatkan pembayaran menekankan pada pendekatan aspek legal klaim, maka status dana menjadi pendadalam pilihan kebijakannya. patan/penerimaan fasilitas kesehatan. Setelah itu mengikuti peraturan perundangan Ruang Lingkup dan Keterbatasan yang berlaku. Paper kebijakan ini dikhususkan pada Untuk itu, dalam pelaksanaannya, provider pelayanan dasar kesehatan ibu dan kebijakan Jampersal membutuhkan komitanak dalam Jampersal. Sedang yang men Pemerintah Daerah secara serius dan

Perkembangan

- Page |2

Gambar 1. Alur Pengajuan Klaim di Puskesmas berkesinambungan, terutama dalam hal menjamin kelancaran pencairan klaim tepat klaim, waktu, dan juga besaran jasa pelayanan yang sesuai dengan petunjuk teknis Jampersal yang diatur pemerintah pusat pusat. Di lapangan, masih ditemukan beberapa masalah dan hambatan terkait dengan implementasi jampersal, misalnya lamanya pencairan klaim dan tarif jasa pelayanan yang diberikan terlalu rendah. Hal ini disinyalir berdampak menurunnya ampak motivasi provider (bidan) dalam membe memberikan pelayanan, yang tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Bila berlarut, hal ini akan kontra produktif dengan kebijakan Jamper ra Jampersal itu sendiri yang sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kehamilan dan persalinan dengan pembe pemberian reward yang sesuai dengan beban kerja tenaga penolong. Lebih lanjut, fakta dan realitas permasalahan yang terjadi di lapangan akan diuraikan lebih detail sesuai dengan antisipasi daerah dalam menyikapi kebijakan Jampersal ini.

Tidak Ada Kebijakan Lokal


Kebijakan Jampersal sebagai kebijakan tingkat pusat, seharusnya mendapat dukungan dari daerah dengan mengeluarkan turunan kebijakan untuk menjamin implementasi yang sesuai dengan harapan, misalnya dengan Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Walikota (Perwali) dan/atau Peraturan Bupati (Perbup). Tetapi kenyataan di lapangan, beberapa lokasi ditemukan ditemuka bahwa ada kabupaten/kota yang tidak mempunyai kebijakan lokal dan atau regulasi yang berlaku positif di tingkat lokal yang mendukung implementasi Jampersal. BebeBebe rapa daerah itu antara lain Kabupaten
- Page |3

Gambar 2 Alur Pembayaran Klaim di Puskesmas 2. Bogor, Kota Balikpapan, Kabupaten Paser, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Kepu katobi Kepulauan Aru. Di Kota Mataram, pada tahun 2011 sampai dengan pertengahan tahun 2012 untuk pembagian jasa pelayanan Jampersal diberlakukan hanya berdasar kesepakatan yang antara Dinas Kesehatan dengan Puskesmas saja. Hal ini sangat rentan dari . sisi hukum, karena berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Tetapi akhirnya pada akhir tahun 2012 kesepakatan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk Peraturan Walikota. Hal ini terjadi di Kota Ambon, Kota Bandung, serta Kabupaten Lombok Tengah. Kota Bandung sejatinya sudah mengluarkan kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang besaran jasa pelayanan yang berlaku secara umum untuk semua jasa pelayanan kesehatan, tetapi untuk pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas masih dianggap terlalu rendah oleh provider. Hal berbeda berlaku di Kota Batam, pemerintah setempat pada tahun 2011-2012 mengelu2011 arkan kebijakan pelayanan kesehatan gratis atau tidak bayar bagi penduduk di wilawila yahnya. Dalam implementasi kebijakan terter sebut di lapangan membuat pemerintah setempat memberlakukan tidak adanya jasa pelayanan untuk per-kegiatan pelayanan, per jasa pelayanan diberikan secara borongan per bulan semacam tunjangan jabatan/tunj fungsional. Berbeda dengan Kota Ambon dan Batam, kebijakan implementasi Jampersal sangat dipengaruhi oleh organisasi profesi, dalam hal ini Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
- Page |4

Kebijakan Lokal Tidak Mendukung idak


Fakta lain, di beberapa daerah sudah i ada kebijakan lokal sebagai turunan kebijakan yang lebih tinggi. Tetapi seringkali kebi kebijakan yang dikeluarkan tidak mendukung terhadap kebijakan yang sudah ada, kadang juga tidak sesuai dengan petunjuk teknis teknisnya.

Sampai pada akhir tahun 2012 di Kota Ambon hanya terdapat 1 (satu) Bidan Praktek Swasta (BPS) atau Bidan Praktek Mandiri (BPM) yang melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) untuk Jampersal. Minimnya Bidan PKS ini merupakan dampak dari implementasi persyaratan yang diberlakukan oleh IBI untuk mendapatkan Surat Ijin Praktek. Meski juga tak menampik dilatarbelakangi oleh bidan yang merasa kurang mendapat keuntungan dari pelayanan Jampersal. Selain itu, segi lain yang membuat Jampersal kurang menarik di Kota Ambon adalah besaran jasa pelayanan yang lebih rendah dari tarif yang biasa didapatkan. Juga lamanya proses pencairan klaim serta penyediaan sendiri bahan habis pakai oleh Bidan PKS membuat bidan enggan melayani pasien Jampersal. Di Kabupaten Lombok Tengah terjadi fenomena yang berbeda, sejak tahun 2003 kabupaten ini sudah memberlakukan kebijakan bebas biaya persalinan. Kebijakan ini semakin diperkuat oleh kebijakan di tingkat Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang pada tahun 2009 mulai memberlakukan kebijakan AKINO yang merupakan akronim dari Angka Kematian ibu Nol. Pada pertengahan tahun 2011, seperti kabupaten/kota lainnya di Indonesia, Kabupaten Lombok Tengah juga mulai memberlakukan kebijakan pembiayaan Jampersal untuk mendukung kebijakan Angka Kematian Ibu Nol yang berlaku sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, secara administrasi Jampersal mengacu pada petunjuk teknis Pusat. Tetapi selain itu, Kabupaten Lombok Tengah juga membuat petunjuk teknis penunjang, terutama yang menyangkut jasa pelayanan dalam hal detail tarif dan jasa. Petunjuk teknis penunjang ini dirasa perlu karena dianggap sebagai masalah sensitif. Bidan menganggap bahwa jasa pelayanan hanya untuk bidan saja, sedang pemerintah setempat menganggap

pelayanan dukun bayi juga merupakan bagian integral dari itu, sehingga perlu dikeluarkan Surat Keputusan tentang Dukun Bayi untuk legalisasi pembiayaan tersebut. Meski sudah diatur detail sedemikian rupa dengan Peraturan Bupati sebagai turunan petunjuk teknis Jampersal, tetapi masalah utama hampir sama, yaitu lamanya pencairan klaim Jampersal dan juga sangat rendahnya tarif Jampersal yang diatur dalam Peraturan Bupati tersebut.

Pilihan Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan Jampersal, di daerah Kabupaten/Kota yang otonom, kebijakan Jampersal dihadapkan pada kondisi yang beragam. Karena kondisi keuangan berlebih, ada Pemerintah Daerah yang tidak perlu dengan dana Jampersal, ada yang perlu tapi tidak bisa memanfaatkan dana jampersal dengan optimal, meski juga ada daerah yang mampu memanfaatkan keberadaan dana jampersal secara optimal dengan dukungan kebijakan lokalnya. Selama mampu memberikan jaminan kepada masyarakatnya yang belum mempunyai jaminan persalinan, tidak diadopsinya kebijakan jampersal oleh Daerah bukan merupakan sebuah masalah. Sama seperti Daerah yang mendukung dengan memberikan payung hukum berupa agar program Jampersal dapat terselenggara dengan baik, termasuk aspek administrasi keuangannya. Di beberapa daerah terdapat beberapa perbedaan dalam menerjemahkan besaran jasa pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar antara Pemerintah Daerah dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan. Pemanfaatan dana pelayanan pada fasilitas kesehatan, dalam petunjuk teknis Jampersal tahun 2012 dikemukakan secara eksplisit

- Page |5

bahwa dana yang diterima oleh tenaga pelayanan Jampersal bisa merasa jasanya kesehatan sepenuhnya menjadi hak dari kurang dihargai. Dampak lain yang sudah tenaga kesehatan itu. Namun demikian terjadi adalah ditemukannya kasus dimana penggunaan dana setelah menjadi bidan menjadi lebih suka merujuk pasiennya pendapatan fasilitas kesehatan diminta ke fasilitas pelayanan kesehatan lanjutan/ mengacu pada tata kelola keuangan daerah, rujukan. karena penerimaan dari fasilitas kesehatan Upaya yang bisa dilakukan untuk merupakan pendapatan daerah dan wajib meminimalisasi pengaruh kurang baik pada disetorkan ke kas daerah. proses penyelenggaraan Jampersal di daeLebih lanjut dikemukakan bahwa jasa rah adalah dengan mengupayakan dukungan pelayanan yang dimaksudkan sebagai kebijakan yang sesuai. Untuk itu ada dua insentif perlu menjadi pilihan bentuk kebijakperhatian serius Pemean, Peraturan Daerah rintah Daerah agar dadan Peraturan Bupati/ Pilihan Pertama, membuat Perda pat membantu memWalikota. yang secara hukum mempunyai percepat pencapaian Pilihan Pertama, kekuatan mengikat. Akan sangat target penurunan membuat Peraturan bagus bila Pemerintah Daerah Angka Kematian Ibu Daerah (Perda) yang mampu menghantarkan dan Bayi. Untuk itu, secara hukum mempuPemerintah Daerah dikebijakan kepada nyai kekuatan yang minta membuat turunmasyarakatnya dengan baik dan lebih kuat. Bentuk kebian kebijakan berkaitan mempunyai legitimasi yang jakan yang berupa redengan pengaturan jagulasi perda ini sangat kuat. sa pelayanan. bagus karena lebih Bagi daerah mempunyai legitimasi Pilihan Kedua, adalah dengan yang tidak didukung yang kuat. adanya regulasi atau membuat Perbup/Perwali. Hanya saja, upakebijakan yang mengBerbeda dengan pembuatan ya untuk mewujudkan atur jasa pelayanan sebuah Perda tentang Perda yang memerlukan proses Jampersal secara jelas, Jampersal merupakan dan biaya, pembuatan berpotensi menimbulpersoalan tersendiri Perbup/Perwali relatif lebih kan perbedaan peryang membutuhkan cepat dan murah dari segi biaya sepsi antar aktor pelakwaktu yang tidak sesana lapangan. Implikarena tidak perlu melibatkan bentar. Sebagai prokasinya, besar jasa DPRD dalam perumusannya gram yang bukan dipelayanan yang diteriinisiasi oleh Pemema oleh tenaga pemrintah Daerah, Jamperberi pelayanan bisa tidak sama dengan sal perlu dilakukan advokasi pada Bupati/ besaran jasa pelayanan Jampersal Walikota agar diinisiatifkan sebagai kebisebagaimana yang diatur oleh Menteri jakan Kepala Daerah untuk kemudian disahKesehatan dalam petunjuk teknis Jampersal. kan oleh DPRD menjadi Perda. Kondisi inilah yang disinyalir akan Dalam prosesnya, draft Perda akan berpengaruh kurang baik terhadap motivasi dibahas pada beberapa tingkatan yang provider dalam memberikan pelayanan berbeda. Pembahasan dilakukan di tingkat Jampersal. Pada kondisi ini, pemberi
- Page |6

komisi, panitia dan terakhir pleno, yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sementara itu program Jampersal sebagaimana jaminan kesehatan lainnya juga perlu memperhatikan mekanisme yang sesuai dengan UndangUndang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang sedianya akan diberlakukan per tanggal 1 Januari 2014.

sal, maka Pemerintah Daerah diharapkan mampu membuat regulasi tentang pengelolaan jasa pelayanan. Untuk itu Dinas Kesehatan sebagai wakil pemerintah daerah di bidang kesehatan perlu membuat draft usulan Perwali/Perbup tentang penyelenggaraan dan petunjuk pelaksanaan Jampersal di wilayahnya.

Pilihan Kedua, adalah dengan membuat


Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/ Perwali). Berbeda dengan pembuatan Perda yang memerlukan proses waktu yang cukup lama, serta biaya yang tidak sedikit, proses pembuatan Perbup/Perwali relatif lebih cepat dan murah dari segi biaya, karena tidak perlu melibatkan DPRD dalam perumusannya. Dinas Kesehatan sebagai leading sector bidang kesehatan di daerah hanya perlu melakukan advokasi kepada Bupati/ Walikota sebagai Kepala Daerah. Dengan pertimbangan pencapaian MDGs, RPJMN Bidang Kesehatan, konsekwensi teknis dan politis, Dinas Kesehatan dituntut mampu menunjukkan peran strategis Jampersal dalam keberhasilan pembangunan kesehatan daerah. Sebuah logika sederhana, bahwa orang Daerahlah yang paling tahu dan memahami permasalahan dan potensi apa yang mereka miliki. Untuk itu Dinas Kesehatan harus memiliki sense of allocations untuk menentukan suatu kebutuhan berdasar skala prioritas, serta bagaimana merencanakan dan memenuhi kebutuhan tersebut. Adalah sangat penting untuk menciptakan suatu kondisi yang bisa memotivasi provider (bidan) dalam pelayanan Jamper-

Rekomendasi
Berdasarkan pilihan kebijakan yang ada, pilihan kebijakan yang paling memungkinkan untuk dengan cepat merespon dan dengan segera dapat diimplementasikan, maka pilihan kebijakannya adalah membuat turunan kebijakan berupa Perwali atau Perbup. Untuk keperluan tersebut, ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan untuk menjamin implementasi lapangan yang lebih sesuai. Beberapa hal tersebut adalah; 1. Menetapkan jasa pelayanan sesuai dengan petunjuk teknis, yaitu minimal 75% dari tarif pelayanan. 2. Tidak memberikan syarat tambahan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan Jampersal. 3. Menetapkan syarat bagi bidan yang ingin melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) sesuai dengan petunjuk teknis, tetapi dengan tetap memperhatikan sumber daya yang tersedia. Bila bidan yang tersedia 100% adalah lulusan P2B (D1), maka menjadi tidak cocok bila syarat yang ditetapkan hanya untuk bidan lulusan akademi (D3).

- Page |7

Telp. Kepala (031) 3522952, Opr. (031) 3528748, Fax (031) 3528749, (031) 3555901

Untuk keterangan lebih detail bisa dibaca pada buku Riset Evaluasi Jampersal. Buku bisa didownload pada tautan berikut; http://www.scribd.com/doc/120760873/Riset-Evaluasi-Jampersal Penyusun Agung Dwi Laksono Tety Rahmawati Setia Pranata Muhammad Agus Mikrajab Ira Ummu Aimanah Niniek L. Pratiwi Vita Kartika Mahirawati Rukmini Yurika Fauzia Yunita Fitrianti Sri Handayani Rozana Ika Agustiya Made Asri Budisuari

Pusat Humaniora, Kebijkan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176.

- Page |8

You might also like