You are on page 1of 59

1

BAB I PENDAHULUAN

Analgetika

merupakan

suatu

senyawa

atau

obat

yang

dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri yang diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisika sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak yang secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika non narkotik seperti asetosal, parasetamol dan analgetika narkotik seperti morfin (1, 2). Rangsang yang menimbulkan rasa nyeri ialah kerusakan pada jaringan, atau gangguan metabolisme jaringan. Hal ini mengakibatkan perubahan pada konsentrasi lokal ion (penurunan harga pH jaringan, peninggian konsentrasi ion kalium ekstrasel) maupun pembebasan senyawa mediator. Sebagai akibatnya, reseptor nyeri (nosiseptor) yang terdapat dikulit, didalam jaringan yang terdapat didalam kerangka otot, jaringan ikat, dan selaput tulang dapat terangsang. Tergantung pada letak timbulnya rasa nyeri dapat dibedakan antara nyeri permukaan, nyeri yang dalam dan nyeri viceral, yang secara kualitatif dialami dengan cara yang berbeda. Dari reseptor, nyeri dikonduksi sebagai impuls listrik yang bersusulan (potensial aksi) melalui urat saraf sensorik (urat saraf nyeri) ke

sumsum tulang belakang dan akhirnya melalui otak tengah (talamus) ke sinusoid pusat posterior dari otak besar, dimana terjadi kesadaran akan nyeri (3). Peperomia pellucida (L). H.B.K, suku Piperaceae atau sering dikenal dengan tumbuhan suruhan biasanya tumbuh liar ditempat-tempat yang lembab dan bergerombol. Tanaman suruhan mudah dijumpai di kebun, di halaman rumah, tepi jalan, di pinggiran selokan, dan di tempat lain yang lembab atau berair. Tinggi tanaman suruhan sekitar 40 cm, dengan dahan berbuku-buku serupa tanaman sirih. Tumbuhan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat luas sebagai obat, bahkan telah diperdagangkan. Di Filipina tanaman ini disebut tangon-tangon atau ulasiman-bato, dan telah lama dimanfaatkan sebagai obat, antara lain untuk membantu mengatasi gangguan artritis, gout (asam urat), bisul, bengkak bernanah, jerawat, sakit kepala, nyeri perut, dan masalah pada ginjal (4). Infus herba P. pellucida telah dilaporkan pada konsentrasi 10% dapat menurunkan kadar asam urat dengan beda signifikan terhadap kontrol positif Alopurinol (4). P. pellucida umumnya dikonsumsi dengan cara diseduh, tetapi ada juga yang mengkonsumsinya sebagai lalapan segar. Herba suruhan mengandung alkaloid, saponin, polifenol, kalsium oksalat, lemak, dan minyak atsiri (5). Khan A, Rahman M dan Islam S juga telah membuktikan bahwa P. pellucida mempunyai aktivitas antipiretik dengan cara menghambat

prostaglandin (6). Sehingga diduga bahwa herba suruhan memiliki aktivitas sebagai analgetika, maka penelitian ini dilakukan dengan menguji kebenaran khasiat analgetika pada pemberian ekstrak etanol herba suruhan (kecuali akarnya) pada mencit jantan dengan menggunkan metode kimia. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka telah dilakukan penelitian untuk mengetahui efek analgetika ekstrak etanol suruhan (Peperomia pellucida (L). H.B.K. terhadap mencit jantan (Mus musculus) dengan menggunakan metode kimia. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui kebenaran khasiat analgetik setelah pemberian suspensi ekstrak etanol dari herba suruhan pada mencit jantan (Mus musculus) dengan menghitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 30 menit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida (L). H.B.K.) II.1.1 Klasifikasi Tanaman (7). Klasifikasi tanaman Suruhan (Peperomia pellucida (Linnaeus) H. B. Kunth) : Kerajaan Divisi Anak divisi Kelas Anak kelas Bangsa Suku Marga Jenis : : : : : : : : : Plantae Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Magnoliidae Piperales Piperaceae Peperomia Peperomia pellucida (Linnaeus) H.B.Kunth

II.1.2 Nama Asing dan Daerah Sumatera Jawa Maluku Makassar : : : : Ketumpangan ayer (Melayu) Saladaan (Sunda) Sladanan, Suruhan (Jawa) Gofu goroho (Ternate) Kaca-kaca

II.1.3 Morfologi Tanaman. Tinggi batang 20 sampai 40 cm, berair, bercabang, bulat, tebalnya sekitar 5 mm, warnanya hijau pucat. Daun tunggal letaknya berseling, bentuk bundar telur melebar dengan ujung meruncing, pangkalnya membentuk jantung, tepi rata, panjang 1-3 cm, permukaan atas hijau pucat mengkilap, permukaan bawahnya lebih muda dan agak kelabu. Bunga tersusun dalam rangkaian berbentuk bulir yang panjangnya 1-6 cm, warnanya hijau, di ujung tangkai dan ketiak daun. Buah berbentuk bulat, ujung runcing, sangat kecil dengan diameter kurang dari 1 mm tersusun seperti buah lada, berbentuk bujur dan berwarna hijau ketika muda dan coklat apabila matang mempunyai minyak sari apabila dimasak. Herba ini tumbuh menegak (8).

II.1.4 Tempat Tumbuh Herba Suruhan (P. pellucida) tumbuh liar dan biasanya

menggerombol. Mudah dijumpai di kebun, di halaman rumah, tepi jalan, di pinggiran selokan, dan di tempat lain yang lembab atau berair. II.1.5 Kegunaan Herba Suruhan menunjukkan aktivitas agen antibakteri

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Herba suruhan juga biasa digunakan sebagai analgetik, obat asam urat (4), antipiretik (6), dan memberikan efek neurofarmakologi (9).

II.2 Obat Tradisional Obat Tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman (10).

II.3 Nyeri dan Analgetika II.3.1 Patofisiologi Nyeri Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas dalam fase akhir, meringankan nyeri kadang-kadang merupakan satusatunya tindakan yang berharga (11). Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanisme atau kimiawi, panas atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (1). Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangsang dialirkan melalui saraf sensoris ke sistem saraf pusat (SSP), melalui

sumsum tulang belakang ke talamus optikus kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar dimana rangsang terasa sebagai nyeri (12). Berdasarkan tempat terjadinya, nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu: nyeri somatik dan nyeri viceral. Nyeri somatik dibagi dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Bila nyeri berasal dari kulit rangsang yang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut nyeri permukaan, sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang, atau dari jaringan ikat disebut nyeri dalam (11). Nyeri permukaan yang terbentuk kira-kira setelah tertusuk dengan jarum pada kulit, mempunyai karakter yang ringan, dapat dilokalisasi dengan baik dengan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri ini dapat dikatakan nyeri pertama. Nyeri pertama sering diikuti nyeri kedua khususnya pada intensitas rangsang yang tinggi. Sifatnya menekan dan membakar yang sukar untuk dilokalisasi dan lambat hilang. Nyeri ini disebut nyeri lama (11). Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamin,

serotonin, plasmakinin (antara lain bradikinin) dan prostaglandin, juga ionion kalium. Zat-zat tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi radang dan kejang-kejang dari jaringan otot yang selanjutnya mengaktifkan reseptor nyeri. Plasmakinin merupakan peptida (rangkaian asam-asam amino) yang terbentuk dari protein-protein plasma, sedangkan

prostaglandin merupakan zat yang mirip asam lemak dan terbentuk dari asam-asam lemak esensial. Kedua zat tersebut berkhasiat sebagai

vasodilatator kuat dan memperbesar permeabilitas (daya hablur) kapiler dengan akibat terjadinya radang dan udema (1). Selain sistem penghantar nyeri, masih terdapat sistem penghambat nyeri tubuh sendiri pada tingkat yang berbeda, terutama dalam batang otak dan dalam sumsum tulang belakang, mempersulit penerusan impuls nyeri sehingga menurunkan rasa nyeri. Endorfin sebagai agonis system penghambat nyeri tubuh sendiri telah diidentifikasikan sebagai polipeptida dan oligopeptida. Minimum sebagian merupakan bagian pecahan hormon yang berasal dari hipofisis yaitu -lipotropin yang tidak berkhasiat analgetika, termasuk golongan endorfin. Yang termasuk endorfin: endorfin dengan 31 asam amino, - dan - endorfin (fragmen dari endorfin), dimorfin dengan 17 atau 18 asam amino, pentapeptida metionin enkefalin (met-enkefalin dan leu-enkefalin), yang terdiri atas 5 asam amino ujung dari endorfin (met-enkefalin) serta 5 asam amino ujung dari dinorfin (leu-enkefalin) (11). Endorfin bekerja pada reseptor yang sama, disebut reseptor opiat, sehingga menunjukkan kerja farmakodinamika yang sama seperti opiat, dan karena sifat peptidanya maka farmakokinetiknya berbeda. Endorfin melalui kerja pada prasinaptik menurunkan pembebasan neurotransmiter lain khususnya senyawa P sebagai pembawa impuls nyeri somatik sehingga jumlah potensial aksi yang diteruskan menurun (11).

Gambar 1. Mediator Yang Dapat Menimbulkan Rangsangan Nyeri Setelah Kerusakan Jaringan (11).

Zat nyeri yang mempunyai potensi kecil adalah ion hidrogen. Pada penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Demikian halnya dengan ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan dan dalam interstisium pada konsentrasi >20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan histamin pada konsentrasi relatif tinggi (10-8 g/l ) terbukti sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah mensensibilisasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain sehingga senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendiri tidak berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri. Pada

10

konsentrasi tinggi, asetilkolin bekerja sebagai nyeri yang berdiri sendiri. Serotonin merupakan senyawa yang menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmitter. Kelompok senyawa penting lainnya adalah kinin, khususnya bradikinin yang termasuk senyawa penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa nyeri, mensensibilitasi reseptor nyeri dan juga menjadi penentu dalam nyeri lama (11). Cara pemberantasan nyeri (1): 1. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetika perifer atau oleh anastetik lokal. 2. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anastetik lokal. 3. Menghalangi pusat nyeri dalam sistem syaraf pusat dengan analgetika sentral (narkotik) atau dengan anastetik umum.

II.3.2 Analgetika Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik

meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri atas dua tahap yaitu tahap penerimaan perangsang sakit dibagian otak besar dan tahap reaksi emosional dari individu terhadap perangsang ini. Obat penghilang nyeri (analgetika) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi

ambang kesadaraan akan rasa sakit, sedangkan narkotika menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh perangsang sakit itu (11).

11

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi 2 kelompok besar, yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.

II.3.3 Penggolongan Analgetika A. Analgetika Narkotik (1). Zat ini mempunyai daya penghalau nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di sistem saraf sentral, mereka umumnya menurunkan menimbulkan kesadaran perasaan (sifat meredakan (euforia), dan menidurkan) dan

nyaman

serta

mengakibatkan

ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan, adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Analgetika narkotik atau analgesik opioid merupakan kelompok obat yang mempunyai sifat-sifat seperti opium atau morfin. Termasuk golongan obat ini yaitu: 1) Obat yang berasal dari opium-morfin, 2) Senyawa semi sintetik morfin, 3) Semi sintetik yang berefek seperti morfin. Mekanisme aksi dari obat-obat golongan ini adalah menghambat adenilat siklase dari neuron, sehingga terjadi penghambatan sintesis c-AMP (siklik Adenosin Mono Phosphat), selanjutnya menyebabkan perubahan keseimbangan antara neuron noradrenergik, serotonik dan kolinergik. Mekanisme kerja yang sesungguhnya belum benar-benar jelas (11).

12

B. Analgetika Non Narkotik (1) Analgetika non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgetika narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan analgetika perifer, tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan ketagihan secara kimiawi. Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obatan ini efektif untuk nyeri perifer pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi, nyeri otot, dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan dari analgetika menurunkan suhu tubuh yang tinggi, sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgetika seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan. Efek samping dari analgetika yang paling umum adalah gangguan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati, dan juga reaksi alergi di kulit. Analgetika secara kimiawi dibagi atas 4 golongan yaitu : 1) Golongan salisilat a. Asetosal b. Salisilamid c. Natrium salisilat 2) Golongan pirazolon a. Antipirin b. Aminopirin c. Fenilbutazon

13

3) Golongan antranilat a. Glafenin b. Asam mefenamat c. Ibuprofen 4) Golongan p-aminofenol a. Fenasetin b. Paracetamol

II.4 Uraian Bahan II.4.1 Asam Mefenamat Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan antipiretik.

Gambar 2. Asam N-2,3-xililantranilat. Struktur Kimia Asam Mefenamat. (Sumber : Direktorat Jenderal Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi IV. 1995. Jakarta, hal. 43).

14

II.4.1.1 Uraian Kimia (13). Nama resmi Sinonim : Acidum Mefenamicum : Benzoic acid, 2-[(2,3-etilfenil) amino], N-(2,3 Xyly) anthranilic acid, ponstan. Rumus molekul : C15H15N3NO2 II.4.1.2 Farmakodinamika (13). Asam mefenamat mempunyai sifat analgesik, tetapi efek

antiinflamasinya lebih sedikit dibandingkan dengan aspirin, karena terikat kuat pada protein plasma maka interaksi terhadap antikoangulan harus diperhatikan. II.4.1.3 Farmakokinetika (13). Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, 99% obat terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral, dan waktu paruh dalam plasma 2-4 jam.

II.4.1.4 Efek Samping dan Intoksikasi (13). Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25% dari seluruh pasien) melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa dispepsia atau ketidaknyamanan gastrointestinal bagian atas, diare yang mungkin berat dan disertai pembengkakan perut, serta perdarahan gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk, tegang dan gangguan penglihatan juga umum terjadi.

15

II.4.2 Asam Asetat Asam asetat asam asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH, dengan berat molekul 60,05. Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari 37,0% b/b C2H4O2. Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk dan rasa asam yang tajam (14).

II.5 Metode Pengujian Analetika Penggunaan metode yang berbeda dari stimulasi yang

menghasilkan sakit memberikan teknik yang dapat digunakan untuk membedakan antara analgetika narkotik dan analgetika non narkotik. Empat kategori besar dari stimulasi analgetika yang telah ditemukan dan digunakan dalam mengevaluasi kelompok aktivitas analgetika

adalah: mekanik, listrik, panas, dan kimia. Metode panas, mekanik, dan listrik digunakan untuk mengevaluasi aktivitas analgetika narkotik, sedangkan metode induksi kimia digunakan untuk mengevaluasi

analgetika non narkotik. Sifat antagonis non narkotik ditentukan dengan melihat daya menghilangkan rasa sakit atau analgetika akibat pemberian asam asetat secara i.p. pada mencit percobaan. Gejala sakit pada mencit sebagai akibat pemberian asam asetat adalah: adanya kontraksi dari dinding perut, kepala dan kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya, gejala ini dinamakan geliat (writhing) (15).

16

II.6 Metode Ekstraksi Bahan Alam II.6.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (16). Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan dan termasuk biota laut (17). Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia. Zat-zat aktif tersebut berada di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (18). Zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan biasanya lebih larut dalam pelarut organik (19). Proses terekstraksinya zat aktif dalam tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel (19). Maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini berulang terus sampai tejadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel dan di luar sel.

II.6.2 Simplisia Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain,

17

berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman, dan eksudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.

II.6.3 Ekstraksi secara Maserasi Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur yang terlindung oleh cahaya. Keuntungan penyarian dengan cara maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Maserasi dilakukan dengan cara memasukan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian penyari dan ditutup, serta dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil sekali-kali diaduk, diserkai dan peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian. Pindahkan dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari (17). II.6.4 Etanol Etanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin (20). Etanol tidak menyebabkan

pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain dari etanol mampu mengendapkan albumin dan

18

menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol-air. Etanol (96%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi, selain itu ekstrak etanol sulit ditumbuhi kapang dan kuman, dan tidak beracun (21).

19

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat Maserasi, penangas air, jarum suntik peroral, jarum suntik intraperitonial 1 ml, timbangan mencit, stop watch, alat-alat gelas, timbangan analitik, alat rotavapor, oven, dan kandang pengamatan. Bahan yang digunakan untuk uji daya analgetika dengan rangsang kimia terdiri dari esktrak etanol herba suruhan, tablet Asam Mefenamat sebagai penghambat nyeri (kontrol positif), asam asetat 1% sebagai induktor nyeri, CMC-Na 1% (kontrol negatif), etanol 96 % dan aquadest. Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih berjenis kelamin jantan dengan berat badan antara 20-30 gram, berumur antara 2-3 bulan, dalam kondisi sehat (22).

III.2 Penyiapan Sampel Penelitian III.2.1 Penyiapan Sampel Sampel herba suruhan (P.pellucida) diambil dari lingkungan sekitar kampus UNHAS Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10. Herba yang diambil dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan air mengalir, dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, terlindung dari sinar matahari langsung. Sampel yang digunakan dideterminasi di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia UNHAS. 19

20

III.2.2 Ekstraksi Sampel Herba Suruhan kering sebanyak 200 g dimasukan dalam bejana maserasi kemudian ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 2,5 liter dan didiamkan terendam selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Bejana maserasi ditutup rapat dan disimpan dalam tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung. Filtrat disaring dengan kain saring, ampas diekstraksi kembali dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstrak cair yang diperoleh dikisatkan dengan rotavapor sampai diperoleh ekstrak kental, lalu diangin-anginkan untuk

mendapatkan ekstrak kering (23).

III.2.3 Penetapan Dosis Asam Mefenamat Dosis Asam Mefenamat ditentukan berdasakan faktor konversi dosis manusia. Dosis lazim Asam Mefenamat adalah 500 mg satu kali pakai. Pemberian dosis didasarkan pada berat badan orang dewasa ratarata 70 kg. Konversi dosis manusia (70 kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026, jadi dosis Asam Mefenamat untuk mencit 20 g adalah 1,3 mg/20 g BB atau 65 mg/kg BB (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2). III.2.4 Perhitungan Volume Pemberian Asam Mefenamat Dosis Asam Mefenamat untuk mencit ditentukan berdasarkan faktor konversi berat badan manusia ke berat badan mencit adalah 65 g/kgBB. Dosis untuk mencit 20 g adalah 1,3 mg. Untuk volume pemberian Asam mefenamat adalah 0,13 ml (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2).

21

Stok larutan asam mefenamat dibuat dengan konsentrasi 1 % b/v yang berarti 1 g asam mefenamat dilarutkan dengan aquades steril hingga 100 ml (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2)

III.2.5 Penetapan Dosis Ekstrak Etanol Herba Suruhan Berdasarkan penggunaan herba suruhan kering sebagai obat tradisional penghilang nyeri mempunyai dosis sekali minum yaitu 30 g (25). Rata-rata berat manusia Indonesia adalah 50 kg, dikonversikan ke bobot manusia berat 70 kg adalah 42 g. Faktor konversi manusia (70 kg) adalah 0,0026 g, jadi dosis herba suruhan kering untuk mencit 20 gram 5,46 g/kg BB. Rata-rata randemen ekstrak etanol herba suruhan terhadap bobot herba kering adalah 11% (lampiran 7), sehingga dapat diperoleh dosis ekstrak etanol herba suruhan untuk mencit 20 g adalah 0,6 g/kg BB. Dosis tersebut dijadikan acuan untuk orientasi penetapan dosis. Kemudian dosis dikalikan 2, hasil perkalian dosis tersebut dijadikan dosis pertama untuk pembuatan 3 peringkat dosis, sehingga dosis yang diperoleh adalah 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB, dan 4,8 g/kg BB (lampiran 6). III.3 Pembuatan Bahan Penelitian III.3.1 Pembuatan Larutan Natrium CMC 1 % Sebanyak 1 g Na-CMC dimasukan sedikit demi sedikit kedalam 50 ml air suling panas (suhu 700C) sambil diaduk dengan pengaduk elektrik hingga terbentuk larutan kolodial dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml dengan aquades dalam labu takar 100 ml (24).

22

III.3.2 Pembuatan Suspensi Asam Mefenamat Asam Mefenamat sebanyak 20 tablet ditimbang dan dihitung bobot rata-rata. Setelah itu, semua tablet Asam Mefenamat dimasukkan kedalam lumpang dan digerus sampai menjadi serbuk. Ditimbang 1 g Asam Mefenamat serbuk kemudian disuspensikan dalam Na-CMC 1% sedikit demi sedikit sambil diaduk, dicukupkan volumenya sampai 100 ml. (Perhitungan konversi dosis dan pembuatan suspensi asam mefenamat dapat dilihat pada lampiran 2).

III.3.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Herba Suruhan Suspensi dibuat dengan mendispersikan ekstrak etanol herba suruhan dengan larutan koloidal Natrium CMC 1% b/v sebagai pembawa. Dibuat dalam konsentrasi 1,2 g/kg BB; 2,4 g/kg BB; dan 4,8 g/kg BB (Lampiran 6). III.3.4 Pembuatan penginduksi Asam Asetat Induksi rasa nyeri secara kimiawi digunakan asam asetat 1% yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% dengan cara disuntikkan secara

intraperitoneal yang diberikan 30 menit setelah pemberian suspensi ekstrak etanol herba suruhan uji secara oral (25).

III.4 Pelaksanaan Uji Efek Analgetika Pada Mencit III.4.1 Penyiapan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus) yang sudah dewasa, sehat dan aktivitas normal dengan bobot badan

23

antara 20-30 gram. Hewan tersebut diadaptasikan dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 minggu. Mencit jantan disiapkan sebanyak 15 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari 3 ekor (26).

III.4.2 Uji Analgetika Mencit sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu ditimbang dan dipuasakan selama 5 jam. Setiap kelompok diberi perlakuan secara peroral sebagai berikut : a. Kelompok I (Na-CMC) sebagai kontrol negatif b. Kelompok II (Asam Mefenamat) sebagai kontrol positif dengan dosis 65 mg/kg BB yang disuspensikan dalam Na-CMC 1%. c. Kelompok III diberikan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan dosis 1,2 g/kg BB. d. Kelompok IV diberikan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan dosis 2,4 g/kg BB. e. Kelompok V diberikan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan dosis 4,8 g/kg BB. Perangsang nyeri diberikan secara intra peritonial pada menit ke 30 setelah diberi perlakuan dosis tunggal peroral, yaitu dengan pemberian asam asetat 1% dosis 262,5 mg/kg BB. III. 5 Pengumpulan Data dan Cara Analisis Data Pengamatan dan Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung timbulnya writhing atau geliat yang ditunjukkan dengan bagian abdomen

24

menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik ke belakang setiap 5 menit selama 30 menit. Data penelitian berupa jumlah geliat kumulatif pada masing-masing kelompok perlakuan digunakan untuk menghitung daya analgetika yang dinyatakan sebagai % proteksi dengan rumus sebagai berikut :

(27). Setelah data persen proteksi diperoleh kemudian dilakukan test Kolmogorov-Smirnov, test ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas varian. Jika varian homogen maka dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik yaitu analisis varian (ANAVA) satu jalan dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan SPSS versi 17,0 for windows. Uji ANAVA bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna atau tidak antar kelompok perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) untuk mengetahui perbedaan bermakna (signifikasi) atau tidak antar dua kelompok perlakuan yang dibandingkan.

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan Data uji analgetika ekstrak etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucida (L.) H.B.K.) terhadap mencit jantan sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengamatan jumlah geliat mencit setelah pemberian Na-CMC 1%, Suspensi asam mefenamat, suspensi ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB, dan 4,8 g/kg BB.

Kelompok kontrol negatif (Na-CMC 1%)


Mencit 1 2 3 BB (g) 22 22 20 Na-CMC (ml) 0,55 0,55 0,5 As. Asetat (ml) Jumlah geliat (Selang waktu 5 menit selama 1 jam) 5 10 15 20 25 30 5 15 25 20 13 12 4 12 24 19 14 13 6 13 27 22 17 13 Jumlah 90 86 98 274 91,33 39 38 39 116 38,67 34 38 37 109 36,33 30 31 32 93 31 25 22 21 68 22,67

0,55 0,55 0,5 Total Jumlah Komulatif

Kelompok kontrol positif (Asam Mefenamat 1%)


1 2 3 20 22 20 0,13 0,14 0,13 0,5 2 0,55 2 0,5 3 Total Jumlah Komulatif 0,5 3 0,6 4 0,5 2 Total Jumlah Komulatif 0,55 1 0,5 2 0,55 2 Total Jumlah Komulatif 0,5 2 0,5 1 0,55 2 Total Jumlah Komulatif 7 5 7 13 9 9 10 11 12 5 7 5 2 4 3

Kelompok ekstrak etanol herba suruhan dosis I (1,2 g/kg BB)


1 2 3 20 24 20 0,5 0,6 0,5 7 8 7 10 12 13 6 7 7 3 5 6 5 2 2

Kelompok ekstrak etanol herba suruhan dosis II (2,4 g/kg BB)


1 2 3 22 20 22 0,55 0,5 0,55 4 5 3 9 8 6 11 9 11 3 5 9 2 2 1

Kelompok ekstrak etanol herba suruhan dosis III (4,8 g/kg BB)
1 2 3 20 20 22 0,5 0,5 0,55 3 2 4 6 7 5 7 5 6 4 4 3 3 3 1

25

26

IV. 2 Pembahasan Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanisme atau kimiawi, panas atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode kimia (siegmud test) yang menggunakan mencit jantan sebagai hewan uji dan asam asetat sebagai perangsang terbentuknya prostaglandin dan menimbulkan rasa nyeri pada mencit. Metode ini cukup peka untuk pengujian analgetika, obat yang mempunyai efek analgetika lemahpun dapat memberikan hasil positif. Sebelum perlakuan, masing-masing mencit dipuasakan selama kurang lebih 8 jam untuk menghindari kemungkinan adanya pengaruh makanan terhdap kandungan bahan yang berkhasiat pada herba suruhan yang dapat mempengaruhi efek analgetika yang ditimbulkan. Selain itu, untuk memudahkan selama pemberian ekstrak herba suruhan secara oral pada mencit. Mencit putih jantan digunakan dengan alasan kondisi biologisnya stabil bila dibandingkan dengan mencit betina yang kondisi biologisnya dipengaruhi masa siklus estrus. Disamping keseragaman jenis kelamin, hewan uji digunakan juga mempunyai keseragaman berat badan (antara 20-30 gram), dan umur (3-4 bulan). Hal ini bertujuan untuk memperkecil variabilitas biologis antar hewan uji yang digunakan, sehingga dapat

27

memberikan respon yang relatif lebih seragam terhadap rangsang kimia yang digunakan dalam penelitian ini. Pengelompokan hewan uji dilakukan secara acak, maksudnya adalah setiap anggota dari masing-masing kelompok perlakuan memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Uji efek analgetika ekstrak herba suruhan dilakukan dengan pemberian suspensi ekstrak etanol secara peroral dengan volume pemberian 0,5 ml/20 g BB dalam beberapa konsentrasi, kemudian disuntikan secara intra peritonial asam asetat sebanyak 0,25 ml/kg BB. Pemberian asam asetat akan memacu prostaglandin sehingga

menimbulkan rasa nyeri pada hewan percobaan, hal ini ditandai dengan adanya geliat dari mencit. Penelitian ini menggunakan Asam Mefenamat sebagai pembanding dengan maksud untuk membandingkan efektivitas ekstrak herba suruhan dari beberapa konsentrasi dengan Asam Mefenamat yang selama ini digunakan sebagai obat analgetika. Asam mefenamat digunakan sebagai pembanding karena obat ini memiliki aktivitas dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Penelitian ini menggunakan 3 peringkat dosis sediaan uji yaitu 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB, 4,8 g/kg BB berdasarkan hasil uji orientasi dan 2 kelompok kontrol, yaitu kelompok kontrol positif menggunakan suspensi asam mefenamat 1% dan kontrol negatif menggunakan 1% suspensi NaCMC. Kontrol positif berfungsi untuk membandingkan daya analgetika

28

dengan sampel yang diteliti, juga dapat digunakan untuk membuktikan kevalidan dari metode yang digunakan. Hasil jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit selama 30 menit dapat dilihat pada tabel 2. Perlakuan suspensi Asam Mefenamat dan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan dosis 1,2 g/kg BB, 2,4 g/Kg BB, dan 4,8 g/Kg BB mempunyai efek analgetika. Suatu obat dikatakan mempunyai aktivitas analgetika bila mampu menurunkan jumlah geliat mencit sebesar lebih besar 50% dari jumlah geliat pada kelompok kontrol negatif.
Tabel 2. Jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit selama 30 menit setelah mendapat perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/Kg BB, 2,4 g/Kg BB, 4,8 g/kg BB, kontrol (+), dan kontrol (-) setelah diinduksi dengan asam asetat dosis 262,5 mg/kg BB.

Kelompok perlakuan Kontrol (-) Kontrol (+) Dosis 1,2 g/Kg BB Dosis 2,4 g/Kg BB Dosis 4,8 g/Kg BB

Jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit selama 30 menit 1 2 3 90 86 98 39 38 39 34 38 37 30 31 32 25 22 21

x SE
94,00 4,01 38,67 0,34 36,33 1,20 31,00 0,58 22,67 1,20

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa jumlah geliat kumulatif mencit pada semua kelompok yang mendapatkan perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dan suspensi asam mefenamat mengalami penurunan dibandingkan terhadap kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak herba suruhan mampu mengurangi

timbulnya geliat mencit sebagai respon nyeri yang ditimbulkan oleh pemberian asam asetat 1% (v/v) dosis 262,5 mg/kg BB sebagai perangsang nyeri.

29

Data jumlah geliat kumulatif mencit masing-masing kelompok perlakuan selanjutnya dibuat persen proteksi, hasil dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 3 dimana setiap kelompok perlakuan menunjukan persen proteksi yang berbeda-beda pada tiap peringkat dosisnya. Presentase rata-rata tertinggi dosis 4,8 g/Kg BB yaitu 75,88%. Pada dosis 2,4 g/kg BB dan dosis 1,2 g/kg BB ekstrak etanol herba suruhan juga mempunyai aktivitas sebagai analgetika karena persen proteksinya lebih dari 50%. Jumlah kumulatif rata-rata geliat mencit berkurang dengan semakin bertambahnya dosis, hal ini diperjelas dengan grafik yang terdapat pada gambar 3 yang memperlihatkan semakin tingginya gambar batang seiring dengan meningkatnya dosis.
Tabel 3. Presentase proteksi pada mencit jantan kelompok perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/Kg BB, 2,4 g/Kg BB, 4,8 g/kg BB dan kontrol (+) terhadap kontrol negatif.

Kelompok perlakuan Kontrol (+) Dosis 1,2 g/Kg BB Dosis 2,4 g/Kg BB Dosis 4,8 g/Kg BB

Replikasi persen proteksi geliat 1 2 3 58,51 59,57 58,51 63,83 59,57 60,64 68,08 67,02 65,96 73,40 76,59 77,66

x SE
58,86 0,35 61,35 1,28 67,02 0,61 75,88 1,28

75,88% 67,02% 58,86% 61,35%

Keterangan : Dosis I 1,2 g/Kg BB Dosis II 2,4 g/Kg BB Dosis III 4,8 g/Kg BB

Gambar 3. Grafik presentase proteksi rata-rata pada mencit jantan kelompok perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dosis I III dan kontrol (+).

30

Tabel 3 diketahui bahwa semua dosis dapat menurunkan jumlah geliat nyeri lebih dari 50% terhadap kontrol negatif, dengan kata lain semua dosis tersebut memiliki aktivitas sebagai analgesik. Gambaran yang menunjukan hubungan antara dosis dan daya analgetik herba suruhan dapat dilihat pada gambar 3. Pada grafik tersebut tampak bahwa daya analgetik kelompok perlakuan herba suruhan dosis 4,8 g/kg BB lebih besar daripada daya analgetik asam mefenamat 65 mg/kg BB, yaitu 75,88 1,28% dan 58,86 0,35%. Daya analgetik semakin meningkat mulai dari dosis 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB dan 4,8 g/kg BB. Hasil pengujian ini juga menunjukkan bahwa daya analgetik terbesar di antara kelompok lain yang mendapatkan perlakuan ekstrak herba suruhan dihasilkan oleh dosis 4,8 g/kg BB sebesar 75,88 1,28%. Data yang diperoleh diketahui bahwa masing-masing kelompok perlakuan menghasilkan rata-rata geliat kumulatif yang berbeda-beda dan untuk mengetahui data itu berbeda signifikan atau tidak maka dilakukan analisis statistik dengan uji ANAVA satu jalan menggunakan SPSS version 17 for windows, dilanjutkan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95%. Persen proteksi analgetika yang diperoleh terlebih dahulu diuji normalitasnya dengan uji Klomogorov-Smirnov untuk mengukur apakah data memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik. Dari tabel One-sample Klomogrov-Smirnov test diperoleh

31

angka probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed). Nilai ini dibandingkan dengan 0,05 (dalam kasus ini menggunakan taraf signifikansi atau

adalah 5%) untuk pengambilan keputusan dengan pedoman jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal dan jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka distribusi data adalah normal. Pada tabel 3 hasil uji memperlihatkan data terdistribusi normal dengan nilai sebesar 0,802 (0,802>0,05).
Tabel 4. Keputusan Uji Normalitas Data

Nama Variabel Analgetika Dosis

Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,802 0,897

Taraf signifikansi 0,05 0,05

Keputusan Normal Normal

Dari tabel 4 diketuhui data terdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas varian dengan menggunakan significance level sebesar 5%, Jika probabilitas kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika probabilitas lebih besar 0,05 maka H0 diterima. Nilai Levene Statistic atau Levene hitung adalah 2.312 dengan probabilitas sebesar 0,153. Oleh karena probabilitas lebih besar dari (0,153 > 0,05) maka H0 diterima yang berarti tidak ada perbedaan (sama) daya analgetika yang dihasilkan dan dosis yang diberikan kepada mencit percobaan. Dengan demikian asumsi kesamaan varian untuk uji One-Way ANOVA sudah terpenuhi. Hasil uji statistik parametrik analisis varian (ANAVA) satu jalan diperoleh hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata persen proteksi tiap kelompok perlakuan memang benar-benar

32

berbeda. Hasil uji LSD persen proteksi antar kelompok perlakuan dari kontrol (+) dengan ekstrak etanol pada mencit dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 5. Uji LSD persen proteksi antar kelompok perlakuan kontrol (+) dengan ekstrak etanol.

P (signifikan)
Kontrol (+) Kontrol (+) Dosis 1,2 g/kg BB Dosis 2,4 g/kg BB Dosis 4,8 g/kg BB Dosis 1,2 g/kg BB 0,108 Dosis 2,4 g/kg BB 0,000* 0,000* Dosis 4,8 g/kg BB 0,000* 0,000* 0,000*

Keterangan : * = berbeda bermakna (p<0,05) = tidak dibandingkan = berbeda tidak bermakna (p>0,05) Hasil uji LSD persen proteksi antara 2 kelompok perlakuan (tabel 4) menunjukan bahwa ekstrak etanol dosis 1,2 g/Kg BB mempunyai persen proteksi berbeda tidak bermakna (p>0,05) dengan kontrol positif. Berarti ekstrak etanol dosis 1,2 g/kg BB dengan kontrol positif mempunyai daya analgetika yang hampir sama, hal ini dimungkinkan karena selisih perbedaan yang terjadi relatif kecil. Pada dosis 2,4 g/Kg BB dan 4,8 g/Kg BB mempunyai persen proteksi yang berbeda bermakna dengan kontrol positif namun pada dosis tersebut mempunyai aktivitas analgetika yang lebih kuat dari kontrol positif dosis 65 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan aktivitas analgetika yang terjadi karena pemberian dosis yang berbeda.

33

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa suspensi ekstrak etanol herba suruhan berkhasiat sebagai analgetika, dimana semakin tinggi dosis maka aktivitas analgetikanya semakin besar. Pada dosis 1,2 g/kg BB mempunyai aktivitas analgetika rata-rata sebesar 61,35% dan Asam Mefenamat dosis 65 mg/kg BB sebesar 58,86%, keduanya memiliki aktivitas analgetik yang hampir sama. Perbandingan potensi efek analgetik ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/kg BB memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan dengan suspensi asam mefenamat dosis 65 mg/kg BB, karena dengan dosis yang kecil sudah mampu memberikan aktivitas analgetika. Dosis 4,8 g/Kg BB dalam penelitian ini memberikan proteksi analgetika yang terbaik, karena efek analgetika yang dihasilkan adalah yang tertinggi yaitu 75,88 1,28 dibanding dengan dosis yang lain. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa seluruh kelompok konsentrasi suspensi ekstrak etanol herba suruhan memiliki aktivitas sebagai analgetika. Hal ini diduga merupakan efek dari flavonoid sebagai salah satu zat aktif herba suruhan yang dapat menghambat prostaglandin dan menghambat aktivitas enzim lipooksigenase yang merupakan jalur pertama menuju hormon eikosanoid.

34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan Ekstrak etanol herba Suruhan (Peperomia pellucida (Linnaeus) H. B. Kunth) hasil maserasi mempunyai aktivitas sebagai analgetika pada mencit putih jantan. Ekstrak etanol herba Suruhan dengan dosis 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB, dan 4,8 g/kg BB mempunyai persen proteksi rata-rata sebesar 61,35%; 67,02%; dan 75,88%. Semakin meningkatnya dosis ekstrak etanol herba Suruhan yang digunakan, maka presentase daya analgetika yang dihasilkan juga semakin meningkat.

V.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek analgetika ekstrak dari Herba Suruhan dengan menggunakan metode pengujian yang berbeda. 2. Perlu dilakukan uji kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol herba suruhan sehingga dapat diketahui senyawa aktif yang terdapat dalam herba Suruhan (Peperomia pellucida (Linnaeus) H. B. Kunth) yang bertanggung jawab terhadap efek analgetika.

34

35

Daftar Pustaka

1. Tan HT, dan Rahardja K. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Edisi V. PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 2002. Hal. 293, 295-296 2. Model W. 1972 Drugs of Choice 1973. Ed. 1972-1973. CV Misbay Company. London. 1973. Hal 185. 3. Pudjiastuti B, Dzulkarnain dan Widyawati L. Uji Analgetik Daun Kemuning (Murraya panicuata JACK) Pada Mencit Putih. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1986. Hal. 7 4. Sumardiyanto, Tugiyanti, Kurniati Z, dan Endriyanti F. Infusa Heba Suruhan Sebagai Obat Asam Urat. Buletin Penalaran Mahasiswa 2003. Vol. 34. No. X. 5. Dalimartha S. Herbal Untuk Pengobatan Reumatik. Penebar Swadaya. Jakarta. 2008. Hal. 78. 6. Khan A., Rahman M., and Islam S. Antipyretic Activity of Peperomia pellucida Leaves in Rabbit. Turk J Biol. 8 May 2007; 32(2008); pp. 3741. 7. Toshiyuki G. Medical Herb Index In Indonesia. 2rd ed. PT. Eisai Indonesia. 1995. Hal. 21. 8. Dalimatrtha S. Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat. Jakarta 2008. Hal. 51. 9. Khan A., Rahman M., and Islam S. Neuropharmacological Effects of Peperomia pellucida Leaves in Mice. Daru. 17 Nov 2007; Vol. 16(1); pp. 35-40. 10. Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 179 Tahun 1976 Tentang Peraturan Kesehatan. Mentri Kesehatan. Jakarta. 1976. 11. Mutschler, E. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Diterjemahkan oleh Widianto, M. B., dan Ranti, A. S., Edisi V. ITB, Bandung. 1991. Hal. 28-30; 177-183; 194-197. 12. Anief M. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Penerbit Universitas Gadjah Mada, 1996. Yogyakarta. Hal. 9. 35

36

13. Meo ML. Uji Perbandingan Efek Beberapa Analgetika Pada Mencit Jantan (Mus musculus) dengan Metode Singmud. Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin. Makassar. 2003. Hal. 12-14. 14. Direktorat Jenderal Badan Pengawasan Obat Farmakope Indonesia. Edisi IV. 1995. Jakarta. 45. dan Makanan.

15. Domer, F. R, Charles, C, Springfield, T, Animal Experimental in Pharmacological Analysis, Edisi III. 1971. USA, 237-317. 16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi III, Departemen Kesehatan RI. 1979. Jakarta, 9. 17. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Sediaan Galenik. 1986. Departemen Kesehatan RI., Jakarta, 25. 18. Gennaro, A.R. Remingtons Pharmaceutical Sciences. 18th Edition. 1990. Mack Publishing Company, Easton-Pensiylvania, Hal. 1047. 19. Kresno, S.B. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi III, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. (1996). pp. 3-4, 26, 33. 20. Ansel, H. C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 1989. Hal. 605-607. 21. Voigt. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. diterjemahkan oleh Dr. rer. nat. Soendani N. S. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1995. Hal. 564-567. 22. Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica. Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka. Jakarta 1991. Hal. 3-4. 23. Direktorat Jendral POM. Materia Medika Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1997. Hal. XX. 24. Parrot EL. Pharmaceutical Technology Fundomental Pharmaceutics. Burgess Publishing Company. Minneapolis. 1979. Hal. 353. 25. Yan T, Xiao-MZ, Shu-JW, Yang Y, and Ying-LC. Analgesic Activity of Myricetin Isolated from Myrica rubra Sieb. Et Zucc. Leaves. Arch Pharm Res. April 2009. Volume 32 (4); pp. 527-533.

37

26. Puspitasari H, Listyawati S, Widiyani T. Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Biofarmasi. Agustus 2003. Vol. I (2); 50-57. 27. Tuhu PFS. Efek Analgetika Ekstrak Etanol Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L) pada Mencit Jantan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. 2008. Hal. 29-31. 28. Van Steenis. CGGJ. Flora. Cetakan kesebelas. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 2006.

38

Lampiran 1 Cara Kerja Pengamatan 15 Mencit Jantan (Mus musculus)

Dipuasakan selama 8 jam dengan tetap diberi minum

Dibagi 5 kelompok perlakuan (tiap kelompok 3 ekor mencit)

Kelompok I Kontrol (-) Na-CMC 1% (p.o)

Kelompok II Kontrol (+) Suspensi Asam Mefenamat 1% (p.o)

Kelompok III Ekstrak etanol Herba Suruhan dosis 1,2 g/kg BB (p.o)

Kelompok IV Ekstrak etanol Herba Suruhan dosis 2,4 g/kg BB (p.o)

Kelompok V Ekstrak etanol Herba Suruhan dosis 4,8 g/kg BB (p.o)

Ditunggu 30 menit

Diinduksi asam asetat 1% dengan volume pemberian 0,5 ml tiap 20 g BB mencit (i.p)

Diamai jumlah geliat masing-masing kelompok tiap 5 menit selama 30 menit

Hasil kmulatif geliat Analisis data

Pembahasan dan Kesimpulan

39

Lampiran 2 Perhitungan Konversi Dosis dan Pembuatan Suspensi Asam Mefenamat Stok suspensi asam mefenamat = = Dosis Asam Mefenamat 1% b/v 1 g/100 ml 1000 mg/100 ml

: 500 mg/kg BB

Faktor Konversi manusia (70 kg) ke mencit (20 g) = 0,0026 Dosis mencit 20 g : 500 mg x 0,0026 mg = 1,3 mg/20 g BB : 1,3 mg X 1000 mg = 65 g/kg BB 20 g : 30 g X 1,3 mg = 1,95 mg 20 g : Dosis untuk mencit Konsentrasi suspensi asam mefenamat 1,3 mg = 0,13 ml 1 g/100 ml

Untuk mencit 30 g Volume pemberian

Tersedia tablet asam mefenamat 500 mg/tablet. Volume pemberian : 1 ml Untuk 100 ml suspensi : 100 ml X 1,95 mg = 195 mg 1 ml Berat 20 tablet : 13,07 g Berat rata-rata 1 tablet : 0,6535 g (653,5 mg) Berat yang diperlukan : 195 mg => 0,195 g Yang ditimbang : Berat yang diinginkan X berat rata-rata Berat etiket : 195 mg X 653,5 mg = 254,865 mg 0,254865 g 500 mg

Yang ditimbang

Jadi, sebanyak 0,254865 g serbuk asam mefenamat (yang setara dengan 0,195 mg asam mefenamat) ditimbang dan disuspensikan dengan larutan kolodial Natrium CMC 1% sampai 100 ml. Jadi, volume pemberian ke mencit adalah = BB x 0,13 ml 20

40

Lampiran 3 Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan


Hewan dan BB Rata-rata Mencit 20 mg Tikus 200 g Marmut 400 g Kelinci 1,5 kg Kucing 2,0 kg Kera 4,0 kg Anjing 12,0 kg Manusia 70,0 kg Mencit 20 mg 1,0 0,14 0,08 0,04 0,03 0,016 0,008 0,0026 Tikus 200 g 7,0 1,0 0,57 0,25 0,23 0,11 0,06 0,018 Marmut 400 g 12,29 1,74 1,0 0,44 0,41 0,19 0,10 0,031 Kelinci 1,5 kg 27,8 3,9 2,25 1,0 0,92 0,42 0,22 0,07 Kucing 2,0 kg 26,7 4,2 2,4 1,06 1,0 0,45 0,24 0,36 Kera 4,0 kg 64,1 9,2 5,2 2,4 2,2 1,0 0,52 0,16 Anjing 12,0 kg 124,2 17,8 10,2 4,5 4,1 1,9 1,0 0,32 Manusia 70,0 kg 387,9 60,5 31,5 14,2 13,0 6,1 3,1 1,0

41

Lampiran 4 Volume Maksimum Larutan Obat yang Diberikan pada Hewan


Jenis hewan dan BB Mencit (20-30 g) Tikus (100 g) Hamster (50 mg) Marmut (250 g) Merpati (300 g) Kelinci (2,5 kg) Kucing (3 kg) Anjing (5 kg) Cara pemberian dan volume maksimum dalam milimeter i.v i.m i.p s.c p.o 0,5 0,05 1,0 0,5 1,0 1,0 1,0 0,1 2,0 5,0 2,0 5,0 5,0 0,1 1,0 5,0 2,5 2,5 0,25 2,0 5,0 5,0 10,0 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0 5,0 10,0 0,5 10,0 20,0 5,0 10,0 20,0 5,0 10,0 1,0 10,0 20,0 5,0 10,0 50,0 10,0 20,0 5,0 20,0 50,0 10,0 10 - 00

Keterangan BB i.v i.m s.c p.o

: Didistribusikan kedaerah yang lebih luas. : Berat badan : Intra vena : Intra muscular : Subcutan : Peroral

42

Lampiran 5 Perhitungan Dosis Asam Asetat

Volume pemberian asam asetat = 0,5 ml Berat jenis = 1,050 kg/l = 1050 mg/ml

Stok larutan asam asetat : 1 % v/v : 1 ml/100 ml : 0,005 ml/0,5 ml : 0,005 ml/20 g BB Dosis asam asetat untuk mencit 20 g = 1000 X 0,005 ml 20 = 0,25 ml/kg = 0,25 ml/kg BB x 1050 mg/ml = 262,5 mg/kg BB Jadi, volume pemberian ke mencit adalah = BB x 0,5 ml 20

43

Lampiran 6 Perhitungan Dosis dan Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucid (L). H.B.K)

Perkiraan dosis awal untuk mencit = 5,46 g/kg BB = 5,46 g/kg BB x 11% = 0,6 g/kg BB dosis awal (dikali 2) Volume pemberian untuk masing-masing mencit 20 g = 0,5 ml = 0,012 mg = 12 g/0,5 ml = 24 mg/ml Dibuat stok sebanyak 5 ml = 120 mg/5 ml

Jadi stok awal ekstrak etanol herba suruhan adalah 120 mg/5 ml 1. Dosis I = 1,2 g/kg BB 1,2 g/kg BB

= 0,024 g/20 g mencit = 0,024 g/0,5 ml = 24 mg/0,5 ml = 48 mg/ml = 240 mg/5 ml = 0,048 g/20 g mencit = 0,048 g/0,5 ml = 48 mg/0,5 ml = 96 mg/ml = 480 mg/5 ml = 0,096 g/20 g mencit = 0,096 g/0,5 ml = 96 mg/0,5 ml = 192 mg/ml = 960 mg/5 ml

2. Dosis II = 2,4 g/kg BB 2,4 g/kg BB

3. Dosis III = 4,8 g/kg BB 4,8 g/kg BB

Jadi, volume pemberian ke mencit adalah = BB x 0,5 ml 20

44

Lampiran 7 Perhitungan Berat Randemen

Randamen = Berat ekstrak yang diperoleh (gram) X 100% = Berat sampel (gram) Berat ekstrak yang diperoleh adalah 22 gram, dan berat sampel yang ditimbang adalah 200 gram, maka : Randamen = 22 gram X 100% = 11% 200 gram

45

Lampiran 8 Perhitungan Jumlah Kumulatif Geliat Mencit

A. Kelompok Kontrol Negatif (Na-CMC 1%)


As. Asetat (ml) Jumlah geliat (Selang waktu 5 menit selama 1 jam) 5 10 15 20 25 30 5 15 25 20 13 12 4 12 24 19 14 13 6 13 27 22 17 13

Mencit 1 2 3

BB (g) 22 22 20

Na-CMC (ml) 0,55 0,55 0,5

Jumlah 90 86 98 274 91,33

0,55 0,55 0,5 Total Jumlah Komulatif

% Proteksi :

B. Kelompok Kontrol Positif (Asam Mefenamat)

Mencit I = 100 ( Mencit II = 100 ( Mencit III = 100 (

39 94 38 94 39 94

x 100%) = 58,51%

x 100%) = 59,57%

x 100%) = 58,51%

C. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis I (1,2 g/kg BB) % Proteksi Mencit I = 100 ( 34 94

x 100%) = 63.83%

46

Mencit II = 100 ( Mencit III = 100 (

38 94 37 94

x 100%) = 59,57%

x 100%) = 60,64%

D. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis II (2,4 g/kg BB) % Proteksi Mencit I = 100 ( Mencit II = 100 ( 30 94 31 94

x 100%) = 68,08%

x 100%) = 67,02%

Mencit III = 100 (

32 94

x 100%) = 65,96%

E. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis III (4,8 g/kg BB) % Proteksi Mencit I = 100 ( Mencit II = 100 ( Mencit III = 100 ( 25 94 22 94 21 94

x 100%) = 73,40%

x 100%) = 76,59%

x 100%) = 77,66%

47

Lampiran 9 Perhitungan % Proteksi

1. Kelompok Kontrol Positif (Asam Mefenamat) = 100 ( 38,67 x 100%) = 58,86% 94 2. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis I (1,2 g/kg BB) = 100 ( 36,33 x 100%) = 61,35% 94 3. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis II (2,4 g/kg BB) = 100 ( 31,00 x 100%) = 67,02% 94 4. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis III (2,8 g/kg BB) = 100 ( 22,67 x 100%) = 75,88% 94

48

Lampiran 10 Perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Standar Eror 1. Untuk perlakuan kontrol positif dosis 65 mg/kg BB diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut : Hewan uji 1 2 3 Jumlah X 39 38 39

x
38,67

x x 0,33 -0,67 0,33

I x x I2 0,11 0,44 0,11 0,67

x SE
38,67 0,34

Xi X
SD =

SE =

SD

N 1
0,67 3 1 0,67 2

SD =

N 0,58 SE = 3 0,58 SE = 1,73 SE = 0,34

SD = 0,34 = 0,58

49

2. Untuk perlakuan Dosis 1,2 g/kg BB diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut : Hewan uji 1 2 3 Jumlah X 34 38 37

x
36,33

x x -2,33 1,67 0,67

I x x I2 5,43 2,79 0,45 8,67

x SE
36,33 1,20

SD =

Xi X
SE =

SD N 2,08

N 1
SE =

8,67 3 1 8,67 2
4,34

SD = SD =

3 2,08 SE = 1,73 SE = 1,20

SD = 2,08

50

3. Untuk perlakuan Dosis 2,4 g/kg BB diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut : Hewan uji 1 2 3 Jumlah X 30 31 32

x
31,00

x x -1 0 1

I x x I2 1 0 1 2

x SE
31,00 0,58

Xi X
SD =

SE =

SD

N 1
2 3 1 2 2

SD =

N 1 SE = 3 1 SE = 1,73 SE = 0,58

SD = 1 SD = 1

51

4. Untuk perlakuan Dosis 4,8 g/kg BB diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut : Hewan uji 1 2 3 Jumlah X 25 22 21

x
22,67

x x 2,33 -0,67 -1,67

I x x I2 5,43 0,45 2,79 8,67

x SE
22,67 1,20

Xi X
SD =

SE =

SD

N 1
8,67 3 1 8,67 2
4,33

SD = SD =

N 2,08 SE = 3 2,08 SE = 1,73 SE = 1,20

SD = 2,08

52

5. Untuk perlakuan kontrol negatif diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut : Hewan uji 1 2 3 Jumlah X 90 86 98

x
91,33

x x -4 -8 4

I x x I2 16 64 16 96

x SE
94 3,53

Xi X
SD =

SE =

SD

N 1
96 3 1 96 2
37,33

SD = SD =

N 11 SE = 3 11 SE = 1,73 SE = 3,53

SD = 11

53

LAMPIRAN 11 Hasil Uji Kolmogrof-Smirnov untuk Uji Normalitas, Homogenitas, ANAVA Dan LSD Data Persen Proteksi Perlakuan.

NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Analgetika N Normal Parameters
a,,b

Dosis 12 2.5000 1.16775 .166 .166 -.166 .574 .897

12 Mean Std. Deviation 65.7783 6.98030 .186 .186 -.149 .644 .802

Most Extreme Differences

Absolute Positive Negative

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

54 Oneway Descriptives
Analgetika 95% Confidence Interval for Mean N Kontrol Positif 1% Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB Total 3 3 3 3 12 Mean 58.8633 61.3467 67.0200 75.8833 65.7783 Std. Deviation .61199 2.21618 1.06000 2.21618 6.98030 Std. Error .35333 1.27951 .61199 1.27951 2.01504 Lower Bound 57.3431 55.8414 64.3868 70.3780 61.3433 Upper Bound 60.3836 66.8520 69.6532 81.3886 70.2134 Minimum 58.51 59.57 65.96 73.40 58.51 Maximum 59.57 63.83 68.08 77.66 77.66

55

Test of Homogeneity of Variances


Analgetika Levene Statistic 2.312 df1 3 Df2 8 Sig. .153

ANOVA
Analgetika Sum of Squares Between Groups Within Groups Total 513.329 22.642 535.971 Df 3 8 11 Mean Square 171.110 2.830 F 60.457 Sig. .000

56 Post Hoc Test Multiple Comparisons


Analgetika LSD Mean Difference (I) Dosis Kontrol Positif 1% (J) Dosis Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB Kontrol Positif 1% Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB Kontrol Positif 1% Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB Kontrol Positif 1% Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB *. The mean difference is significant at the 0.05 level. (I-J) -2.48333 -8.15667
*

95% Confidence Interval Std. Error 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 1.37362 Sig. .108 .000 .000 .108 .003 .000 .000 .003 .000 .000 .000 .000 Lower Bound -5.6509 -11.3242 -20.1876 -.6842 -8.8409 -17.7042 4.9891 2.5058 -12.0309 13.8524 11.3691 5.6958 Upper Bound .6842 -4.9891 -13.8524 5.6509 -2.5058 -11.3691 11.3242 8.8409 -5.6958 20.1876 17.7042 12.0309

-17.02000

2.48333 -5.67333
* * * * * * * *

-14.53667

8.15667 5.67333 -8.86333

17.02000 14.53667

8.86333

57

Lampiran 12 Gambar Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida (L.) H. B. K)

58

Lampiran 13 Geliat Mencit

59

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN


Kampus UNHAS Tamalanrea, Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Telp. 0411-588566 (Fax 0411-588586)

Determinasi Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida (L.) H. B. K.

Determinasi dilakukan dengan berpedoman pada buku Flora (Dr. C.G.G.J. van Steenis, dkk 2006) di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar. Hasil determinasinya sebagai berikut: Suku : Piperaceae 1b., 2b., 3. a . . . . (4. peperomia) Marga : Peperomia 1b., 4a., 5.a, 6.a. . . . (P. pellucida (L.) H. B. K.) Berdasarkan hasil determinasi dapat diperoleh kepastian bahwa tanaman yang dideterminasi dan akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis tanaman Suruhan dengan nama spesies Peperomia pellucida (L.) H. B.K. Makassar, Februari 2010

Kepala Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt. NIP. 19641231 199002 1 005

You might also like