You are on page 1of 14

PENDAHULUAN Retensio Plasenta ( Placenta Retention ) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengan jam setelah janin

lahir. Sedangkan sisa plasenta ( rest placenta ) merupakan tertinggalnya plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini ( early postpartum hemorrhage ) atau perdarahan postpartum lambat ( late postpartum hemorrhage ) yang biasanya terjadi dalam 6 10 hari pasca persalinan. Sebab sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena : 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau 2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. URAIAN MATERI 3.1. MASALAH PERDARAHAN POSPARTUM 3.1.1. Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998 ). Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah leih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi ( Williams, 1998 ). Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 60% ) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta diaporkan berkisar 16 17%. Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun ( 1997 1999 ) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat

retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus ( 0,68% ) berakhir dengan kematian ibu. Yang dinamakan perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebu perdarahan postpartum yang lambat, biasanya disebabkan oleh jaringan plasenta yang tertinggal. Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahn postpartum Selain dari itu dimana perdarahan postpartum tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anaemia mengurangkan daya tahan. Maka tugas kita mencegah perdarahan yang banyak, amat penting. Perdarahan postpartum lebih sering terjadi pada iu ibu di Indonesia dibandingkan dengan kejadian di luar negeri. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 1. Early Postpartum lahir. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Menghentikan perdarahan. Mencegah timbulnya syok. Mengganti darah yang hilang. Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan penyebabnya : : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir. 2. Late postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi

1. 2. 3. 4. 5. 3.1.2.

Atoni uteri ( 50 60% ). Retensio plasenta ( 16 17% ). Sisa plasenta ( 23 24% ). Laserasi jalan lahir ( 4 5% ). Kelainan darah ( 0,5 0,8% ). Etiologi dan Patogenesis

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu : 1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat palsenta, namun dinding uterus temap plasenta melekat masih tipis. 2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat ( dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm ). 3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematon yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa. 4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda tanda lepasnya plasenta :

1. 2. 3.

Keluanya darah secara tiba tiba. Tali pusat memanjang. Uterus membulat dan memanjang.

Faktor faktor yang mempengaruhi plasenta : 1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks ; kelemahan dan tidak efektifnya pembentukan constriction ring. 2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa ; implantasi di cornu ; dan adanya plasenta akreta. 3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik ; pemberian uterotonik yang tidak tepat wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plaenta ; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus. kontraksi uterus ; serta

3.1.3.

Manifestasi Klinis Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam

jumlah banyak > 500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual. Gejala klinis berdasarkan penyebab : 1. Atonia Uteri

Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ). Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar ; persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek. Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat

dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim. Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : umur, paritas, partus lama dan partus terlantar, obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu renggang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, factor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. 2. Retensio Plasenta Gejala yang selalu ada : plasenta belu lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang kadang timbul : tali pusat putus akibat raksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta : 1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya : a. Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b. Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.

d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau peritoneum dinding rahim. 2. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar ( plasenta inkarserata ). 3. Inversio Uteri Inversiio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Pembagian inversion uteri : a. b. vagina. c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. Penyebab inversion uteri ; a. batuk ). b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

Faktor faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri : a. b. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan. Gejala klinis inversion uteri : a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi dan nekrosis. b. Pemeriksaan dalam : 1. Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam. 2. Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak. 3. Kavum uteri sudah tidak ada. 4. Perdarahan karena robekan serviks Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit. Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang cabang arteria uterine.

5. Perdarahan postpartum karena sisa plasenta Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan ekksplorasi dari kavum uteri. Potongan potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui, biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat. Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa sisa plasenta ini segera dikeluarkan walaupun ada demam. 6. Robekan Jalan Lahir Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang kadang kadang timbul : pucat, lemah, menggigil. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. a. Robekan serviks Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. b. Robekan Vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan

biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam. Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum. c. Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran panggul yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah : 1) Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi). a. Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi ). b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir. c. Bila 2) a. b. kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat. Atonia uteri ( robekan jaringan lunak ) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir.

Perdarahan ini terus menerus, penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan. c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

3.1.4.

Patofisiologi Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus

melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik. 3.1.5. 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan suhu badan

a. Pemerikasan tanda tanda vital Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia. 2. Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat. 3. 4. Tekanan darah Pernafasan Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.

Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.

3.1.6.

Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda tanda : komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi 1. 2. Nyeri / ketidaknyamanan Sistem vaskuler tiap jam berikutnya. b. Tensi diawasi setiap 8 jam. c. Apakah ada tanda tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah. d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura. 3. a. Sistem reproduksi Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya. b. c. d. e. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum. warna, banyak dan bau. tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas. Nyeri tekan uterus ( fragmen fragmen plasenta tertahan ). a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian

f. 4.

Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran Traktus urinarus

dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ). Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain lain. 5. 6. 3.1.7. 1. Traktur gastro intestinal. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir. Pemeriksaan Penunjang Hitung darah lengkap Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.

Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi 2. Menentukan adanya gangguan kongulasi ( PT ) dan activated Partial Dengan hitung protombrin time

Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua. 3.1.8. Diagnosa Banding Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui spons desidua. 3.1.9. 1. Penatalaksanaan Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV garis

Penanganan Retensio Plasenta line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid ( sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan ). Monitor jantung, nadi, tekanan

darah dan saturasi oksigen. 2.

Tranfusi darah apabila diperlukan

yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi. 3. uterus. 4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus. 5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. 6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. 7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan

You might also like