You are on page 1of 56

TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma.

Insiden cedera medula spinalis di dunia diperkirakan 40 kasus per juta setiap tahunnya (menurut Sekhon dan Fehlings, 2001; National SCI Statistical Center, 2004). Angka insiden di Amerika Serikat kurang lebih 11.000 kasus baru setiap tahunnya dan 4000 kasus yang tidak dapat bertahan sewaktu mencapai rumah sakit.4 Cedera kolumna vertebralis, dengan atau tanpa defisit neurologis, harus selalu di-cari dan disingkirkan pada penderita dengan cedera multipel. Daerah servikal merupakan segmen vertebra yang sering terjadi cedera akibat kecelakaan kendaraan, khususnya mereka yang tidak memakai alat pengaman bahu dan sabuk pengaman.6 Level cedera yang paling sering adalah C4, C5 (tersering), dan C6, sedangkan level untuk paraplegi adalah thoracolumbar junction (T12).5 Trauma dapat mencederai segala bagian dari kolumna spinalis, namun sehubungan dengan sifat anatomis-fisiologis masing-masing segmen vertebra, maka ada bagian tertentu yang mempunyai risiko lebih tinggi daripada yang lain terhadap salah satu tipe cedera spinal. Sebagai contoh antara lain leher yang bersifat lebih mobil dan merupakan penggabung antar dua bagian tubuh yang besar cenderung terlibat pada sebagian besar cedera spinal tertutup. Penyakit medula spinalis dapat terjadi akibat berbagai macam proses patologi termasuk trauma. Tanpa memandang patogenesisnya, yang dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada fungsi motorik, sensorik atau otonom7. Defisit neurologis pada cedera spinal dapat terjadi karena memar (kontusio) atau kompresi (fraktur, dislokasi, luksasi, hematom) sehingga menyebabkan gangguan yang permanen; atau dapat juga hanya karena edema temporer (komosio) yang menimbulkan gangguan sementara dan kemudian pulih.10 Angka mortalitas trauma medula spinalis diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servikalis yang memiliki resiko trauma yang paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, C6 , dan kemudian T12, L1 dan T10.10 Cedera medula spinalis akut tulang belakang merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, karena alasan ini, evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 1

terintegrasi. Diagnosa dini, preservasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.17 II. ANATOMI DAN FISIOLOGI A. KOLUMNA VERTEBRALIS (Tulang Belakang) Kolumna vertebralis membentuk struktur dasar batang badan. Kolumna vertebralis terdiri dari 33-34 vertebrae dan diskus intervertebralis. Vertebrae dibagi atas 7 vertebrae servikalis, 12 vertebrae torakalis, 5 vertebrae lumbalis, 5 vertebrae sakralis dan 4-5 vertebrae koksigeae. Vertebrae sakralis bergabung membentuk sakrum dan vertebrae koksigeus bersatu membentuk koksigeus. Oleh karena itu vertebrae sakralis dan koksigeae merupakan vertebrae palsu, sedangkan yang lain adalah vertebrae sejati21

Gambar 1. Gambaran khas vertebra servikal. Potongan axial CT (kanan atas) menunjukkan bagian khas vertebra servikal

(C3-C6). Satu rekonstruksi 3 dimensi dari evaluasi CT axial (kiri atas) (Image courtesy of Nicholas Joseph Jr. Reprinted with permission from:www.radiographicceu.com/article5.html.)

Bila dilihat dari samping, kolumna vertebralis sedikit berbentuk S, tulang belakang servikalis konveks (cembung) ke ventral, tulang belakang torakalis konkav (cekung) ke ventral, dan tulang belakang lumbalis konveks (cembung) ke ventral dengan lengkung yang berakhir di sudut lumbosakral. Konveksitas ventral kadang - kadang dianggap sebagai lordosis normal dan konveksitas dorsal sebagai kifosis normal.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 2

Lengkung pelvis (sacrum dan koksigeus)

konkaf ke bawah dan ventral dari sudut lumbosakral ke ujung koksiks. Tulang belakang pada orang dewasa sering sedikit terpilin menurut sumbu panjangnya, keadaan ini diGambar 2 : Tulang belakang tampak dari samping

namakan normal.13

skoliosis Gambar 3 : Tulang belakang


tampak anterior, posterior & lateral

Untuk beberapa alasan, vertebra servikalis mudah terkena cedera.

Kanalis servikalis lebar pada daerah servikal atas, dari foramen magnum sampai bagian bawah vertebra C-2. Meskipun demikian kurang lebih 1/3 dengan cedera
Gambar 5 : Vertebra Cervikalis C1-C2 Gambar 4 : Vertebra Cervikal 1-7

vertebra servikal atas meninggal di tempat ter -jadinya cedera karena -

kuadriplegia tinggi. Kebanyakan penderita yang selamat dengan cedera pada tingkat ini adalah dalam keadaan dengan neurologis yang masih baik pada saat tiba di rumah sakit. Trauma pada C-3 atau tingkat di bawahnya, mempunyai insidens lebih tinggi untuk mengalami defisit neurologis.1 Tulang vertebra terdiri dari bagian anterior, yaitu korpus vertebra yang merupakan tiang penunjang berat badan utama, korpus vertebra dipisahkan oleh diskus intervertebralis -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 3

dan dipegang pada bagian anterior dan posterior oleh ligamentum longitudinal anterior serta posterior. Di bagian posterolateral, 2 pedikel membentuk pilar yang

merupakan atap dari kanalis vertebralis (lamina). Sendi faset, ligamentum interspiGambar 6 : Vertebra Cervikalis C1-C2

nosus, dan muskulus paraspinalis semuanya menambah stabilitas tulang belakang.1

Gambar 7 : Vertebra cervikalis 5-7

Denis mengemukakan konsep Kolum (Collum Concept) yang digunakan untuk mengevaluasi stabilitas spinal yang terdiri dari tiga kolum yaitu : 1. Kolum anterior : ligamentum longitudinal anterior dan 2/3 anterior annulus dan korpus vertebra

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 4

2. Kolum Media

: 1/3 anulus

dan korpus vertebra serta lig. longitudinal posterior. 3. Kolum posterior : arkus neu -ralis posterior, prosesus spinosus dan prosesus artikularis yang secara keseluruhan di -satukan oleh lig. Kapsuler.

Jika 2 dari 3 kolum rusak, maka dikatakan tidak stabil.


8. Model tiga kolom. (Image courtesy of Nicholas Joseph Jr. Reprinted with permission from : www.radiographicceu.com/ article5.html. Gambar

Gambar 9 : Kolum Konsep Menurut Denis (Kolum anterior, kolum media, kolum posterior)

Gambar 10 : . Ligamentum flavum, ligamentum longitudinal anterior dan posterior

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 5

B. ANATOMI MEDULA SPINALIS Sumsum tulang belakang (medula spinalis, atau mielon) merupakan suatu massa jaringan saraf yang berbentuk silinder memanjang dan menempati dua pertiga bagian atas kanal spinal orang dewasa di dalam kolumna vertebralis. Panjang normal sumsum tulang belakang orang dewasa 42-45 cm dan bagian ujung atas dari sumsum tulang belakang ini dilanjutkan dengan batang otak. Konus medularis merupakan ujung distal (inferior) dari sumsum tulang belakang yang berbentuk kerucut; filum terminale memGambar 11 : Ilustrasi bagan dari hubungan bentang dari ujung konus dan melekat pada antara kolumna vertebralis, sumsum tulang belakang dan saraf spinal bagian distal kantong dura. Filum terminale ter-

diri dari pia dan serabut-serabut glia dan seringkali mengandung suatu vena. Sumsum tulang belakang dibagi menjadi kira-kira 30 segmen : 8 segmen servikal (C), 12 segmen torakal (T), 5 segmen lumbal (L), 5 segmen sacral (S), dan beberapa segmen koksigeal (Co) yang kecil, yang sesuai dengan perlekatan dari kelompok-kelompok akar saraf. Masingmasing segmen bervariasi dalam panjangnya ; di bagian thorakal tengah, panjang segmen kurang lebih dua kali panjang dari segmen servikal atau bagian atas lumbal. Di dalam sumsum tulang
Gambar 12 : Bagan aspek dorsalis medulla spinalis dan saraf spinal yang batas berdiri sendiri

belakang sendiri tidak ditemukan adanya batasyang tegas di antara segmen-segmen tersebut.13

Medula spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis columna vertebralis dan dibungkus oleh tiga meninges : durameter, arachnoidea-mater, dan piameter. Perlindungan

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 6

lebih lanjut dilakukan oleh cairan serebrospinal yang mengelilingi medula spinalis di dalam ruang subarachnoid.18

Gambar 13 : Struktur Medula spinalis

Medula spinalis terdiri dari inti dalam yang berupa substansia grisea yang dikelilingi oleh bagian luar berupa substansia alba. Medula spinalis berasal dari bagian kaudal dari medulaoblongata pada foramen magnum. Pada orang dewasa biasanya berakhir pada batas tulang L-1 sebagai konus medularis. Di bawah level ini terdapat kauda ekuina, yang lebih tahan terhadap trauma. Dari banyak traktus medula spinalis hanya 3 yang dapat diperiksa secara klinis : (1) Traktus Kortikospinalis, (2) Traktus Spinotalamikus, (3) Kolum posterior. Tiap traktus terdapat 1 pasang yang dapat mengalami kerusakan pada satu sisi atau kedua sisi medula spinalis. Traktus kortikospinalis terdapat pada daerah segmen posterolateral medula spinalis dan fungsinya adalah mengontrol kekuatan motoris pada sisi yang sama pada tubuh dan dapat diuji dengan kontraksi otot volunteer atau respon involunter terhadap stimulus nyeri. Traktus spinotalamikus pada daerah anterolateral dari medula spinalis mengtransmisikan rasa nyeri dan temperatur dari sisi yang berlawanan dari tubuh. Se-cara umum dapat dilakukan test dengan pin prick dan raba halus. Kolum posterior membawa

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 7

propioseptif, vibrasi dan sensasi raba halus dari sisi yang sama dari tubuh, dan kolum ini diuji dengan rasa posisi pada jari atau vibrasi dengan menggunakan garpu tala.. Bila tidak terdapat fungsi, baik motoris maupun sensoris di bawah level, ini dikenal sebagai complete spinal cord injury (cedera medula spinalis komplit). Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini disebut sebagai incomplete injury dan prognosis untuk penyembuhan adalah lebih baik. Sparing dari sensasi di daerah perianal (sacral sparing) mungkin hanya satu-satunya tanda fungsi yang tertingal. Sacral sparing disenstrasikan dengan masih adanya persepsi sensoris di daerah perianal dan atau kontraksi volunteer sfinkter rektal. 1 C. SUPLAI DARAH MEDULA SPINALIS ARTERI A. Arteri spinalis anterior : arteri ini dibentuk dari penggabungan sepasang cabang dari arteri vertebralis. Arteri ini berjalan turun sepanjang permukaan ventral sumsum tulang belakang servikal dan sedikit menyempit dekat T4 B. Arteri Spinalis Medialis Anterior : arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri spinalis anterior dibawah T4. C. Arteri Spinalis Posterolateralis : arteri ini berasal dari arteri vertebralis dan berjalan turun ke segmen servikal bawah dan torakal atas. D. Arteri Radikularis : beberapa (tetapi tidak semua) arteri interkostalis dari aorta memberikan cabang segmental (radikular) ke sumsum tulang belakang dari T1 sampai L1; cabang yang terbesar, arteri radikularis ventralis magna, juga dikenal sebagai arteri radikularis magna atau arteri Adamkiewicz, memasuki sumsum tulang belakang di antara segmen T8 dan L4, Arteri ini biasanya timbul di sisi kiri, dan pada kebanyakan orang, memberikan sebagian besar suplai darah arteri untuk setengah dari bagian bawah sumsum tulang belakang. Walaupun oklusi pada arteri ini jarang terjadi, oklusi ini menyebabkan defisit neurologis yang besar (misalnya paraplegia, hilangnya rasa pada tungkai, inkontinensia urin). Beberapa arteri radikularis berasal dari arteri lumbalis, iliolumbalis, dan sakralis lateral yang terdapat di bagian lumbosakral. Di antaranya suatu pembuluh yang besar nampaknya memasuki foramen intervertebralis pada vertebra L2 untuk membentuk bagian arteri spinalis

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 8

anterior yang paling bawah - arteri terminalis - yang berjalan sepanjang filum terminalis. E. Arteri Spinalis Posterior : sepasang arteri ini jauh lebih kecil daripada arteri spinalis anterior besar yang tunggal; arteri ini bercabang-cabang pada berbagai tingkat untuk membentuk pleksus arterialis posterolateralis. Arteri spinalis posterior menyuplai kolumna putih dorsalis dan bagian posterior dari kolumna kelabu dorsalis. F. Arteri Sulkalis : pada setiap segmen, cabangcabang dari arteri radikular yang memasuki foramen intervertebralis menyertai akar saraf dorsalis dan ventralis. Cabang-cabang ini me nyatu langsung dengan arteri spinalis posterior dan anterior untuk membentuk cincin arteri yang tidak beraturan (suatu korona arterialis) dengan hubungan-hubungan vertical. Arteri sulkalis bercabang dari dari arteri koronalis pada kebanyakan segmen. Arteri sulkalis anterior muncul di berbagai tingkat sepanjang sumsum tulang belakang servikal dan torakal di dalam sulkus ventralis; arteri ini menyuplai kolumna ventralis dan lateralis di kedua sisi sumsum tulang belakang.13 VENA Pleksus venosus eksternus yang tidak

beraturan terletak di dalam ruang epidural dan berhubungan dengan vena-vena segmental, vena basivertebralis dari kolumna vertebralis, pleksus basi
Gambar 14 : Suplai darah med. spinalis

laris di kepala, dan melalui vena pedikularis-pleksus venosus internus yang lebih kecil yang terletak di dalam ruang subarachnoid. Seluruh drainase darah vena berakhir ke dalam vena kava. Kedua pleksus membentang sepanjang sumsum tulang belakang.13

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 9

III. DEFINISI Trauma medula spinalis adalah trauma langsung atau tidak langsung terhadap medula spinalis yang menyebabkan kerusakan medula spinalis.10 Trauma Medula Spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.10 Tetraplegia atau kwadriplegia ialah kelumpuhan atau kelemahan otot-otot keempat anggota gerak yang biasanya terjadi akibat lesi bilateral atau transversal di medula spinalis setingi servikal.4 Tetraplegi dapat terjadi akibat cedera medula spinalis di dalam canalis servikal yang merusak saraf-saraf pada ke empat anggota gerak, yang mengakibatkan defisit neurologis pada ekstremitas superior, badan, ekstremitas inferior dan visera.16 Menurut American Spinal Injury Association (ASIA), klasifikasi tingkat dan keparahan trauma medula spinalis yang merupakan modifikasi dari Frankle, yaitu sebagai berikut : A = Komplit B = inkomplit : tidak ada fungsi motorik ataupun sensorik yang terpelihara : pada segmen sacral S4-S5. tidak ada fungsi motorik, tetapi ada fungsi sensorik yang ter pelihara di bawah level neurologic, hingga segmen sacral S4S5. Fungsi motorik terpelihara di bawah level neurologic, dan sebagian besar otot kunci di bawah level neurologik mempunyai kekuatan kurang dari 3 Fungsi motorik terpelihara di bawah level neurologic dan sebagian besar otot kunci di bawah level neurologic mempunyai kekuatan lebih besar atau sama dengan 3 Fungsi motorik maupun sensorik normal.

C = inkomplit

D = Inkomplit

E = Normal IV. Epidemiologi

Insiden trauma medulla spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun, dengan sekitar 8.000-10.000 kasus per tahun. Angka mortalitas diperkirakan 48% dlam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servicalis yang memiliki resiko trauma yang paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, c6 dan kemudian T12, L1 dan T10.4 Cedera medulla spinalis sering pada pria usia sekitar 15-30 tahun, 25% cedera medu-

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 10

-la spinalis terjadi pada anak-anak. Kausa cedera medulla spinalis biasanya multiple dan bervariasi untuk tiap daerah, misalnya di daerah industry kecelakaan motor sering sebagai penyebab cedera medulla spinalis.1 Cedera medulla spinalis akut dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, terjatuh, olahraga (misalnya : diving, berkuda, dll), kecelaka -an industri. Di negara maju angka CMS relative menurun karena penggunaan alat pelindung diri misalnya seat-belts dan airbags. Faktor resiko cedera spinalis 25% karena pengguna alkohol, dan insidens laki-laki berkisar 80-85% dan wanita 15-20%.3 V. ETIOLOGI Penyebab dari cedera medula spinalis yang paling sering menyebabkan cedera traumatik di United States adalah kecelakaan kendaraan bermotor, kira-kira sekitar 44% yang menyebabkan cedera medula spinalis. Contoh cedera yang terjadi pada medula spinalis akibat trauma antara lain14 : Ischemia : penurunan aliran darah pada medula spinalis Contusio : merusak medula spinalis Fraktur : tulang retak (vertebra) Dislokasi : displaced atau vertebra tidak lurus lagi

V. PATOFISIOLOGI Cedera spinalis akut memberikan resiko yang sangat besar pada jaringan saraf yaitu, medulla spinalis dan akar saraf (radix), jaringan saraf akan mengalami cedera karena beberapa keadaan yaitu : 1. Kompresi karena tulang, ligamen,benda asing dan hematoma. Penyebab yang paling berat ialah kompresi oleh tulang, kompresi bergeser bagian posterior korpus vertebra dan cedera hiperektensi. 2. Regangan jaringan : regangan yang berlebihan misalnya pada keadaan hiperfleksi, menyebabkan jaringan robek, toleransi jaringan tergantung pada usia penderita. 3. Edema : segera setelah cedera spinalis akut, akan timbul edema pada medulla

spinalis, memberikan gangguan sirkulasi kapiler dan venous return. 4. Sirkulasi terganggu akibat kompresi oleh tulang atau struktur lain pada system a.spinalis anterior maupun a. spinalis posterior.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 11

Beberapa menit setelah cedera spinal, medulla spinalis secara makroskopik dan histologik terlihat normal. Pada penelitian binatang yang lebih mendalam bahwa proses patologis telah berlangsung dari proses normal menjadi total nekrosis dan inflamasi dalam waktu 24 sampai 48 jam. Cedera neuron primer ialah kerusakan axon dan neuron pada saat terjadi cedera, sedang cedera neuron sekunder terjadi perubahan progresif patologis dan fisiologis setelah cedera neuron primer. Secara patologis dengan pemeriksaan mikroskop bahwa perdarahan peteki pada bagian sentral masa abu-abu medulla spinalis timbul dalam waktu 30 menit pasca cedera, mula-mula terbatas pada daerah cornu anterior dan sekitar kanalis sentralis, kemudian setelah beberapa jam perdarahan berkumpul dan meluas ke masa abu-abu cornu posterior dan ke masa putih. Dua jam pasca cedera terjadi invasi sel-sel inflamasi dimulai oleh mikroglia dan leukosit polimorfonuklear, 4 jam pasca cedera hampir separuh medulla spinalis menjadi nekrotik, 6 jam pasca cedera terjadi edema primer vasogenik, sehingga dalam waktu 48 jam akan terjadi edema dan nekrotik kros-sektional pada tempat cedera, kadang-kadang ada bagian kecil masa putih yang masih baik. Gangguan fisiologis menyertai perubahan patologis. Dua jam pasca cedera terjadi penurunan yang nyata dari aliran darah di medulla spinalis dari 40-50 ml per 100 gram jaringan per menit menjadi kurang dari 20 ml pada massa abu-abu, sedang pada masa putih sedikit lebih tinggi. Kemudian terjadi kongesti vaskuler yang berat yang menimbulkan extrapasasi sel darah merah dan cairan edema yang kaya protein sehingga timbul edema medula spinalis, tekanan interstitial dan menurunnya tekanan perfusi di medula spinalis. Tekanan O2 menurun, tekanan CO2 meningkat, otoreaktivitas vascular negatif timbul hipoksia, iskemik dan infark. Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung. Selain itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah yang terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan eksitotoksin, terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis yang terkena. Edema yang terjadi pada daerah iskemik akan memperparah

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 12

kerusakan sel neuron. Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut yang terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini diduga sebagai penyebab terjadinya kecacatan permanen pada cedera medula spinalis15. MEKANISME CEDERA MEDULA SPINALIS
Tabel 1. Mekanisme klasifikasi cervical spine injury

Mekanisme klasifikasi cervical spine injury 1. Fleksi Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain) Bilateral inter facetal dislokasi Simple wedge compression fracture Clay-Shovelerr fracture (spinosus proc.avulsion) Flexion tear drop fracture 2. Flexion rotation Unilateral facet dislocation 3. Extension Hyperextention dislocation Avulsion tear drop fracture of axis Fracture of posterior arch of atlas Lacunar fracture Traumatic spodylolistesis (Hangmans Fracture) Hyperextension fracture dislocation) 4 Vertical Compresion Occipital condyle fracture Burst fracture Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas) 5 Lateral Flexion Uncinate process fracture 6 Imprecisely understood or multiple force mekanism Atlanto occipital dislocation Odontoid fractures Spinal cord injury without radiography Abnormality
Gambar 15a : Mekanisme Cervical spine injury

Klasifikasi cedera tulang cervical, menurut biomekanikal studi dan autopsi atau -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 13

experimental cadaver menunjukkan terdapat hubungan antara mekanisme, kekuatan vektor yang menghasilkan cedera dan beratnya cedera tulang maupun ligament. Kekuatan vektor yang menimbulkan fleksi, ekstensi, kompresi vertical (axial cord), lateral fleksi, rotasi atau kombinasi kekuatan (flexi dan rotasi) akan menghasilkan lesi yang spesifik seperti pada Tabel.1 Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut : 1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan
Gambar 15b : Mekanisme Cervical spine injury

trauma hiperekstensi.

2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan. Hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia. 3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena. 4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior. Gambar 16a : Fraktur Disokasi

Gambar 16b : Subluxasi

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 14

MANIFESTASI LESI TRAUMATIK Lesi cedera medula spinalis akibat trauma pada tulang belakang, dapat berupa:23 1. Komosio Medula spinalis Komosio medula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medula spinalis hilang sementara akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi. Terjadi sembuh sempurna dalam beberapa menit hingga beberapa jam/hari tanpa meninggalkan gejala sisa. 2. Kontusio Medula spinalis pada kontusio medula spinalis didapati kerusakan makroskopik dan mikroskopik medula spinalis yaitu perdarahan, pembengkakan (edema), perubahan neuron, reaksi peradangan. Perdarahan dalam substansia alba memperlihatkan adanya bercak-bercak degenerasi Waller dan pada kornu anterior terjadi hilangnya neuron yang diikuti proliferasi microglia dan astrosit. 3. Laseratio Medula spinalis Pada laseratio medula spinalis terjadi kerusakan yang berat akibat diskontinuitas medula spinalis. Biasanya penyebab lesi ini adalah luka tembak atau bacok/tusukan, fraktur dislokasi vertebra. 4. Perdarahan Akibat trauma, medula spinalis dapat mengalami perdarahan epidural, subdural, maupun hematomieli. Hematom epidural dan subdural dapat terjadi akibat trauma maupun akibat anesthesia epidural dan sepsis. Gambaran klinisnya adalah adanya trauma yang relatif ringan tetapi segera diikuti paralisis flaksid berat akibat penekanan medula spinalis. Kedua keadaan di atas memerlukan tindakan darurat bedah. Hematomielia adalah perdarahan di dalam substansia grisea medula spinalis. Perdarahan ini dapat terjadi akibat fraktur-dislokasi, trauma whisplash atau trauma tidak langsung misalnya akibat gaya eksplosi atau jatuh dalam posisi berdiri/ duduk. Klinis adalah hilangnya fungsi medula spinalis di bawah lesi, sering menyerupai lesi transversal. Tapi fungsi funikulus lateralis dan posterior medula spinalis masih utuh. Hal ini menimbulkan gambaran klinis khas hematomielia sebagai berikut : terdapat paralisis flaksid dan atrofi otot setinggi lesi dan di bawah lesi terdapat paresis spastic, dengan utuhnya sensibilitas nyeri dan suhu serta fungsi funikulus posterior.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 15

5. Kompresi Medula spinalis Kompresi medula spinalis dapat terjadi akibat dislokasi vertebra maupun perdarahan epidural dan subdural. Klinis mirip dengan sindrom kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses di dalam kanalis vertebralis. Terdapat nyeri radikuler, dan paralisis flaksid setinggi lesi akibat kompresi pada radiks saraf tepi. Akibat hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan gerak lecutan (whiplash) radiks saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas.23 VI. KLASIFIKASI CEDERA MEDULA SPINALIS Cedera medula spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan1 : A. LEVEL Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medula spinalis yang masih dapat ditemukan sensoris dan motoris normal di kedua sisi tubuh. Level sensoris digunakan menunjukkan bagian segmen paling kaudal medula spinalis dengan fungsi sensoris normal pada kedua sisi tubuh. Level motoris, yaitu daerah paling kaudal dimana masih ditemukan fungsi motoris dengan tenaga 3/5. Pada lesi komplit, mungkin masih dapat ditemukan funsi sensoris maupun motoris di bawah level sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan perseverasi parsial. Penentuan level cedera pada ke 2 sisi adalah penting. Terdapat perbedaan jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera pada segmen servikal di atas T1 medula spinalis menyebabkan kuadriplegia dan lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level vertebra yang mengalami cedera adalah dimana tulang yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera pada medula spinalis. Level kelainan neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat ketidakcocokan antara level tulang dan neurologis sebab nervus spinalis memasuki kanalis spinalis melalui foramina dan naik atau turun di dalam kanalis spinalis sebelum betul-betul masuk ke dalam medula spinalis. Ketidakcocokan akan lebih jelas semakin ke kaudal dari cedera. Pada pengelolaan awal level kerusakan menunjukkan kelainan tulang, tapi pada uraian di bawah ini level cedera dimaksudkan dengan level neurologis. B. BERATNYA DEFISIT NEUROLOGIS Berdasarkan luasnya, lesi medula spinalis dibedakan menjadi2 :

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 16

I.

Lesi transversal total (Complete)

II. Lesi Transversal parsial (incomplete) (I). Lesi Transversal Total (Complete) Pada lesi transversal total ini, seluruh penampang melintang medula spinalis terkena lesi. Apapun penyebabnya, lesi semacam ini akan memberikan 3 gejala pokok, yaitu2 : 1. Gangguan motorik 2. Gangguan sensibiliras 3. Gangguan fungsi otonom

(II). Lesi Transversal parsial (incomplete)

Gambar 17 : Cedera medula spinalis komplit

Istilah parsial dimaksudkan bahwa jika dilihat dari penampang melintangnya, hanya sebagian saja yang terkena lesi2. Setiap masih adanya fungsi sensoris atau motoris di bawah level cedera merupakan cedera tidak komplit, termasuk : 1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunter pada ekstremitas bawah. 2. Sacral Sparing, sebagai contoh sensasi perianal, kontraksi sphincter ani secara volunter, atau fleksi jari kaki volunter. Spinal Cord Syndrome Beberapa tanda yang khas untuk cedera neurologis kadang-kadang dapat dilihat pada penderita dengan cedera medula spinalis. Gambaran ini harus selalu dikenali karena akan menyebabkan kesulitan pada saat pemeriksaan. 1. Central Cord Syndrome, yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga pada ekstremitas atas lebih besar dibandingkan ekstremitas bawah, dengan tambahan adanya kehilangan sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini terjadi setelah terjadinya cedera hiperekstensi pada penderita dengan riwayat adanya stenosis kanalis servikalis (sering disebabkan karena oleh osteoarthritis degeneratif). Dari anamnesis umumnya ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan pada wajah, yang dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal. Penyembuhan biasanya khas, dengan penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah, kemudian fungsi kandung kencing, lalu ke arah proksimal yaitu ekstremitas atas dan berikutnya adalah tangan. Prognosis penyembuhan central cord

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 17

syndrome lebih baik dibandingkan dengan cedera inkomplit lain. Central cord syndrome diduga disebabkan oleh karena gangguan vaskuler pada daerah medula spinalis pada daerah distribusi arteri spinalis anterior. Arteri ini mensuplai bagian tengah medula spinalis. Karena serabut saraf motoris ke segmen servikal secara topografis mengarah ke center medula spinalis, inilah bagian yang paling terkena.1 Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang timbul dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipo/ isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema.8 Gambaran klinis yang khas berikut terlihat setelah fase syok spinal berakhir. 1. Paralisis lower motor neuron bilateral dan atrofi otot di segmen lesi. Hal ini disebabkan oleh karena kerusakan neuron didalam

columna grisea anterior (yaitu lower motor neuron) dan mungkin akibat kerusakan radix saraf anterior pada segmen yang sama. 2. Paralisis spastik bilateral di bawah tingkat lesi dengan karakteristik sacral sparing. Serabut Gambar 18 : Central Cord Syndrome

serabut ekstremitas bawah lebih sedikit terkena daripada serabut ekstremitas atas karena serabut desendens di traktus corticospinalis lateralis tersusun berlapis-lapis,

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 18

dengan serabut ekstremitas atas terletak lebih medial dan serabut untuk ekstremitas bawah lebih ke lateral. 3. Hilangnya sensasi nyeri, suhu, dan raba ringan dan tekanan bilateral dibawah tingkat lesi dengan cirri khas sacral sparing. Oleh karena serabut-serabut asendens pada tractus spinothalamicus lateralis dan anterior tersusun berlapis-lapis, dengan serabut untuk ekstremitas atas terletak lebih medial dan serabut untuk ekstremitas bawah lebih ke lateral, sehingga serabut untuk ekstremitas atas lebih mudah rusak daripada serabut ekstremitas bawah. 18 2. Anterior Cord Syndrome, ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan disosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi kolumna posterior (kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih ditemukan. Biasanya anterior cord syndrome disebabkan oleh infark medula spinalis pada daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Sindrom ini mempunyai prognosis yang terburuk di antara cedera inkomplit. Gambaran klinis yang khas berikut terlihat setelah fase syok spinal berakhir. 1. Paralisis lower motor neuron bilateral dan atrofi otot di segmen lesi. Hal ini terjadi akibat kerusakan neuron di dalam columna grisea anterior (yaitu lower motor neuron) dan mungkin akibat kerusakan radix saraf anterior pada segmen yang sama. Paralisis spastic bilateral di bawah tingkat lesi, luasnya paralisis bergantung pada luas daerah medula spinalis yang cedera. Paralisis bilateral Gambar 19 : Anterior Cord Syndrome

disebabkan oleh gangguan traktus corticospinalis pada ke dua sisi medula spinalis. Paralisis spastik bilateral terjadi akibat terputusnya traktus-traktus desendens selain traktus corticospinalis. 2. Hilangnya sensasi nyeri, suhu, dan raba ringan bilateral dibawah tingkat lesi. Tandatanda ini disebabkan oleh kerusakan oleh tractus spinotalamicus lateralis dan anterior kedua sisi. 3. Terdapat diskriminasi taktil dan getar serta sensasi propioseptif karena columna alba posterior kedua sisi tidak rusak.1

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 19

3. Brown Sequard Syndrome, timbul karena hemiseksi dari medula spinalis dan jarang dijumpai. Akan tetapi, variasi gambaran klasik cukup sering ditemukan. Dalam bentuk yang asli sindrom ini terdiri dari kehilangan motoris ipsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran posisi (kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilang-an disosiasi sensori kontralateral dimulai dari satu atau dua level di bawah level cedera (traktus spinotalamikus). Kecuali kalau sindrom ini disebabkan oleh cedera penetrans pada medula spinalis, penyembuhan (walaupun sedikit) biasanya akan terjadi. Gambaran klinis yang khas berikut ini dapat ditemukan pada pasien dengan hemiseksi total medula spinalis setelah fase syok spinal berakhir. 1. Paralisis lower motor neuron ipsilateral dan atrofi otot di segmen lesi. Tanda ini akibat kerusakan neuron-neuron didalam columna grisea anterior dan mungkin akibat kerusakan radix saraf anterior pada segmen yang sama. 2. Paralisis spastic ipsilateral dibawah tingkat lesi. Terdapat tanda Babinski ipsilateral, dan bergantung pada segmen medula spinalis yang rusak, reflex abdominalis superfisialis dan kremaster dapat menghilang. Semua tanda-tanda ini disebabkan oleh kerusakan traktus kortikospinalis pada sisi lesi. Paralisis spastik terjadi akibat gangguan pada tractus

descendens selain tractus corticospinalis. 3. Pita anestesi kulit ipsilateral pada segmen lesi. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan radix posterior dan tempat masuknya ke dalam medula spinalis di tingkat lesi. 4. Hilangnya diskriminasi taktil dan getar serta
Gambar 20 : Brown Sequard Syndrome

sensasi propioseptif ipsilateral dibawah tingkat

lesi. Tanda ini disebakan oleh kerusakan traktus desendens di columna alba posterior pada sisi yang sama dengan lesi (neuroanatomi klinik).

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 20

5. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi, hal ini disebab kan oleh karena kerusakan tractus spinothalamicus lateralis yang telah menyilang pada sisi yang sama dengan lesi. Karena traktus menyilang miring, kehilangan sensasi terjadi dua atau tiga segmen di bawah tingkat lesi. 6. Hilangnya sensasi taktil yang inkomplit pada sisi kontralateral. Keadaan ini disebab kan oleh kerusakan pada tractus spinothalamicus anterior yang telah menyilang pada sisi yang sama dengan lesi. Dalam hal ini sekalian lagi gangguan sensorik terjadi dua atau tiga segmen dibawah tingkat lesi karena tractus menyilang miring. Kehilangan sensasi taktil kontralateral inkomplit terjadi karena sensasi diskriminatif yang berjalan melalui tractus ascendens di dalam columna alba posterior kontralateral yang tetap utuh.18 4. Posterior Cord Syndrome Sindrom ini sering terlihat pada cedera hiperekstensi dengan fraktur pada elemen pos -terior dari tulang belakang. Terjadi kontusio pada colum posterior jadi pasien mungkin
Gambar 21 : Posterior Cord Syndrom

mempunyai kekuatan, nyeri dan sensasi suhu yang baik tetapi beberapa kadang ataxia yang mendalam disebabkan karena kehilangan propioseptif, yang dapat membuat seseorang berjalan jadi sangat sulit. (ABC). Terdapat beberapa sindrom cedera medula spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association
Tabel.2. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplit dan inkomplit 8

KARAKTERISTIK Motoric Protopatik(nyeri /suhu) Propioseptik(joint position, vibrasi) Sacral sparing Ro.Vertebra

LESI KOMPLIT

LESI INKOMPLIT

Hilang dibawah lesi Hilang dibawah lesi Sering(+) Hilang dibawah lesi Sering(+) negative positif Sering(+) sering fraktur, luksasi atau sering normal listesis MRI (Ramon 1997, data 55 pasien Hemoragi (54%) Edema (62%) cedera medula spinalis, 28 komplet, Kompresi (25%) Kontusi (26%0 27 inkomplit) Kontusi (11%) Normal (15%)

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 21

Tabel 3. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinalis


Karakteristik Klinik Kejadian Biomekanika Motorik Central Cord Syndrome Sering Hiperekstensi Gangguan bervariasi ; jarang paralisis komplet Gangguan bervariasi tidak khas Jarang sekali terganggu Sering nyata dan cepat; khas kelemahan tangan dan jari menetap Anterior Cord Syndrome Jarang Hiperfleksi Sering paralisis komplet (ggn tractus desenden); biasanya bilateral Sering hilang total (ggn tractus ascenden); bilateral Biasanya utuh Brown Sequard Syndrome Jarang Penetrasi Kelemahan anggota gerak ipsilateral lesi; ggn traktus desenden (+) Sering hilang total (ggn tractus ascenden) kontralateral Hilang total ipsilateral; ggn tractus ascenden Fungsi buruk, namun indepen-densi paling baik Posterior Cord Syndrome jarang Hiperekstensi Gangguan bervariasi, ggn tractus descenden ringan Gangguan bervariasi, biasanya ringan Terganggu

Protopatik

Propioseptik

Perbaikan

Paling buruk di antara lainnya

NA

C. MORFOLOGI Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera medula spinalis tanpa abnormalitas radiologic (SCIWORA), atau cedera penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut sebagai stabil dan tidak stabil. Walaupun demikian, menentukan stabilitas tipe cedera tidak selalu sederhana dan ahli pun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita dengan defisit neurologis, harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang tidak stabil. Karena itu, penderita ini harus tetap immobilisasi sampai ada konsultasi dengan ahli bedah saraf atau ortopedi. VII. DIAGNOSIS Pemeriksaan untuk Level Cedera Medula spinalis Penderita dengan cedera medula spinalis mungkin mempunyai level yang bervariasi dari defisit neurologis. Level fungsi motoris dan sensasi harus dinilai ulang secara berkala dan secara hati-hati dan didokumentasikan, karena tidak terlepas kemungkinan terjadi perubahan level.1 A. PEMERIKSAAN MOTORIS TERBAIK 1. Menentukan level kuadriplegia, level radiks saraf a. Mengangkat siku sampai setinggi bahu-deltoid, C-5 b. Fleksi lengan bawah- Bisep, C-6

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 22

c. Ekstensi lengan bawah-Tricep, C-7 d. Fleksi pergelangan tamngan dan jari, C-8 e. Membuka jari T1 2. Menentukan level paraplegia, level radiks saraf a. Fleksi panggul iliopsoas,L-2 b. Ekstensi lutut-Kuadriseps, L-3 c. Dosofleksi ankle Tibialis anterior, L4 d. Plantar fleksi ankle-Gastroknemius, S-1 B. PEMERIKSAAN SENSORIS Dermatom adalah daerah pada kulit yang dipersarafi oleh akson sensoris dalam radiks saraf segmental. Pengertian terhadap be berapa level dermatom utama tidak terlalu ber -makna untuk menentu -kan level cedera dan menentukan perbaikan atau penurunan neurologis. Level sensoris adalah dermatom teren -dah dengan fungsi sen -soris yang normal dan dapat dibedakan pada ke dua sisi tubuh.
Gambar 21 : Dermatom

Untuk praktisnya, dermatom servikal atas (C1-C4) adalah bervariasi dalam distribusi persarafan kulitnya dan tidak selalu perlu untuk dilokalisasi sedangkan saraf supraklavikular (C2-C4) mempersarafi sensasi pada daerah yang menutup otot pectoralis. Adanya sensasi di daerah ini dapat menyebabkan pemeriksa kebingungan bila mencoba menentukan level sen -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 23

-soris pada penderita dengan cedera leher bawah.1 Kunci untuk menentukan titik sensasi adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. C5 C6 C7 C8 T4 T8 T10 area di atas deltoid Jempol Jari tangan tengah Kelingking Papila mamae Xifosternum Umbilikus 8. T12 9. L4 10. L5 11. S1 12. S-3 13. S-4 & S-5 Simfisis Bagian medial betis Ruang di antara jari kaki I & II Batas lateral Pedis Daerah Tuberositas Iskhii Daerah perianal

C. MIOTOM Setiap saraf segmental (radiks) mempersarafi lebih dari satu otot dan kebanyakan otot dipersarafi oleh lebih dari satu saraf (biasanya 2). Untuk memudahkan, beberapa otot atau kelompok otot diidentifikasikan sebagai satu segmen saraf spinal.1 Otot-otot yang terpenting adalah : 1. C-5 2. C-6 3. C-7 4. C-8 5. T-1 6. L-2 7. L-3 8. L-4 9. L-5 10. S-1 Deltoid Ekstensor pergelangan (ekstensor karpi radialis longus dan brevis) Ekstensor siku (trisep) Fleksor jari-jari sampai dengan jari tengah (fleksor digitorum profundus) Abduktor jari kelingking (abductor digiti minimi) Fleksor panggul (iliopsoas) Ekstensor lutut (otot Kuadriseps) Dorsofleksi pergelangan kaki (tibialis anterior) ekstensor jari kaki II(ekstensor halusis longus) Fleksi pergelangan kaki (gastroknemius, soleus)

Sebagai tambahan dari tes otot bilateral, sfinkter ani eksterna harus diperiksa dengan pemeriksaan colok dubur. Setiap otot dilakukan gradasi menjadi 6 tingkat (table 4). Derajat kekuatan otot. dokumentasi kekuatan kelompok otot kunci membantu mengetahui perbaikan atau memburuknya keadaan neurologis.
Tabel 4. derajat kekuatan otot.

Skor 0 1 2 3 4 5 NT

Hasil Pemeriksaan Kelumpuhan total Teraba atau terasanya kontraksi Gerakan tanpa menahan gaya berat Gerakan melawan gaya berat Gerakan kesegala arah, tetapi kekuatan kurang kekuatan normal tidak dapat diperiksa

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 24

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG EVALUASI RADIOLOGI Harus dilakukan pemeriksaan foto lateral vertebra servikal pada seluruh kasus yang dicurigai mengalami cedera servikal, setelah identifikasi dan control gangguan yang mengancam jiwa. Dasar tengkorak dari seluruh ke 7 vertebra servikal dan T-1 harus tampak dalam foto ronsen. Untuk menghindarkan terlewatnya fraktur dan fraktur dislokasi pada vertebra servikal bawah, maka bahu penderita ditarik ke bawah sewaktu melakukan foto servikal lateral. Bila ke 7 vertebra servikal tidak tampak dengan pemeriksaan foto lateral, maka perlu dilakukan Swimmers view untuk melihat vertebra servikal bawah dan torakal atas. Kombinasi dari foto ini dilaporkan mempunyai sensivitas sebesar 85% terhadap adanya fraktur. Untuk menilai vertebra servikal atas secara adekuat terutama pada penderita dengan keluhan nyeri servikal atas atau pada pemeriksaan foto servikal lateral dicurigai adanya cedera C-1 atau C-2, pemeriksaan foto ronsen buka mulut (open, mouth odontoid view) untuk prosesus odontoid dan artikulasi antara C-1 dan C-2 harus dilakukan. Bila penderita tidak mau atau tidak koopertif untuk pemeriksaan foto ronsen buka mulut, maka

pemeriksaan oblik untuk prosesus odontoid atau foramen magnum view dapat menilai keadaan dens epistrofeus. Pemeriksaan foto servikal AP membantu mengidentifkasi adanya

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 25

dislokasi faset unilateral dimana hanya tampak sedikit atau tidak terlihat adanya dislokasi pada foto lateral. Kombinasi foto ronsen lateral, AP dan buka mulut meningkatkan sensitivitas untuk identifikasi fraktur sebesar 92%. Foto oblik dilakukan dengan mengatur letak sinar ronsen tanpa menggerakkan leher penderita, dan sangat berguna untuk menentukan anatomi faset. Bila gambaran foto rosen yang baik vertebra servikal tidak dapat diperoleh atau terdapat kecurigaan adanya kelainan pada foto polos, maka harus dilakukan pemeriksaan CT scan pada daerah yang dicurigai. Pada kurang lebih 10% penderita fraktur vertebra servikalis akan ditemukan fraktur lain pada vertebra (yang mungkin tidak berdekatan) pada kolumna vertebralis. Maka perlu pemeriksaan skrinning radiologic lengkap vertebra pada penderita dengan fraktur vertebra servikalis. Skrining semacam ini disarankan pada semua penderita koma karena trauma. Foto fleksi-ekstensi vertebra servikalis dilakukan pada penderita trauma untuk mendeteksi instabilitas yang tidak jelas atau untuk menentukan stabilitas fraktur yang telah diketahui, seperti fraktur lamina atau fraktur kompresi.mungkin saja penderita hanya mengalami cedera ligament saja sebagai hasil dari instabilitas tanpa adanya fraktur. Sering penderita dengan cedera jaringan lunak yang jelas, mengalami spasme otot paraspinal yang akan membatasi gerakan leher penderita. Pada kasus seperti ini, tidak terlihat adannya fraktur, penderita ditangani dengan penggunaan kolar servikal semirigid selama 2-3 minggu sebelum pemeriksaan lain dilakukan untuk mendapatkan gambaran foto fleksi-ekstensi. Seluruh gerakan leher dilakukan oleh penderita sendiri, tanpa bantuan orang lain. Jadi kontraindikasi foto fleksi-ekstensi adalah adanya gangguan sensoris, subluksasi pada penderita foto ronsen lateral, atau adanya defisit neurologis. Foto ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter yang berpengalaman. Pada penderita dengan kecurigaan fraktur servikal atau jika gambaran daerah servikotorakal tidak jelas, maka perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau tomogram pada daerah yang dicurigai sebelum melakukan foto fleksi-ekstensi servikal. Bila pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan segera, leher penderita harus tetap imobilisasi dalam kolar servikal sampai penderita telah distabilkna dan telah mendapat pemeriksaan yang tepat. Jika terdapat defisit neurologis, penggunaan MRI paling tepat. Tetapi kadang kadang MRI tidak mungkin untuk dilakukan karena penderita tidak stabil. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan pemeriksaan CT mielografi untuk menyingkirkan adanya

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 26

kompresi pada medula spinalis. Pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan seorang ahli bedah saraf atau ahli bedah ortopedi. 1 VIII. KOMPLIKASI A. SYOK NEUROGENIK VERSUS SYOK SPINAL Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatetik desending pada medula spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung. Keadaan ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah, terjadi penumpukan darah dan sebagai konsekuensinya terjadi hipotensi. Sebagai akibat kehilangan cardiac sympathetic tone, penderita akan mengalami bradikardi atau setidak-tidaknya gagal untuk menjadi takikardi sebagai respon dari hipovolemia. Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik hanya dengan in-fus cairan saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan darah akan menyebabkan kelebih-an cairan dan edema paru. Tekanan darah biasanya dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi perfusi yang adekuat akan dapat dipertahankan walaupun tekanan darah belum normal. Atropine dapat digunakan untuk mengatasi bradikardi yang jelas. Syok spinal adalah keadaan flaksid dan hilangnya reflex, terlihat setelah terjadi-nya cedera medula spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak. Lama berlangsungnya syok spinal dapat bervari-asi.1 Sebagian besar, syok berlangsung kurang dari 24 jam, pada pasien lain dapat menetap selama 1 - 4 minggu. Ketika syok menghilang, neuron-neuron dapat dieksitasi kembali. Akibat hilangnya pengaruh upper motor neuron pada segmen-segmen medula spinalis dibawah tingkat lesi, maka dapat terlihat, misalnya spastisitas dan reflex yang berlebihan. Adanya syok spinal dapat diketahui melalui pemeriksaan aktivitas reflex spinkter ani. Reflek ini dapat ditimbulkan dengan meletakkan ujung jari yang telah dilindungi dengan sarung tangan ke dalam canalis analis dan merangsang m.spinkter ani berkontraksi dengan cara memijit glans penis atau clitoris atau secara hati-hati menarik kateter foley yang dimasukkan kedalamnya. Tidak adanya reflex spinkter ani menunjukkan syok spinal. Tes ini tidak bermanfaat pada lesi medula spinalis yang mengenai segmen sacralis karena neuronneuron yang merupakan tempat asal nervus haemorroidalis inferior yang yang mempersarafi m. spinkter ani (S2-4) tidak berfungsi.18

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 27

B. PROBLEM SPESIFIK LESI MEDULA SPINALIS

Kardiovaskular 20,23 Regulasi kardiovaskular diatur melalui sistem saraf otonom, baik simpatis maupun parasimpatis. Semua outflow simpatis muncul pada level T6 dan cedera di atas level tersebut biasanya menyebabkan hilangnya input inhibisi dan eksitasi ke bawah (desenden) ke semua neuron simpatis preganglionik. Dalam perubahan ke posisi tegak, normalnya, penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor di aorta dan karotis yang merangsang reflek peningkatan aktivitas simpatis yang menyebabkan takikardi dan vasokonstriksi. Jika terjadi gangguan jaras aferen simpatis spinal, penderita akan mengalami hipotensi ortostatik dengan gejala pusing, gangguan penglihatan atau sampai pingsan. Hipotensi ortostatik biasanya akan terjadi segera setelah cedera medula spinalis, berhubungan dengan hilangnya simpatis vasokonstriksi perifer. Hal ini harus dibedakan dengan dehidrasi. Penanganan dengan latihan postural berulang dan bertahap, pemakaian stocking ekstremitas bawah dan pembalut kompresi abdomen.

Ulkus dekubitus 4 Ulkus dekubitus dapat terjadi sewaktu-waktu setelah cedera medula spinalis dan merupakan komplikasi yang perlu dikhawatirkan. Ulkus terjadi pada bagian tubuh yang menerima banyak tekanan, biasanya pada daerah tulang yang menonjol. Ulkus daerah sakral sering terjadi selama perawatan di rumah sakit dan ulkus ischial pada cedera medula spinalis kronik. (Yarkony dan Heinemann, 1995). Tidak dibebaskan dari tekanan dan gesekan pada luka merupakan penyebab rusaknya kulit, dan mem-butuhkan perhatian dan penanganan multidisiplin tim dalam penatalaksanaan akut maupun kronis.

Pulmoner 20,23 Penderita dengan lesi di atas C8 terdapat kehilangan semua otot abdomen dan interkostal dan selanjutnya terjadi impairment pada inspirasi dan ekspirasi. C4 pada umumnya merupakan level lesi tertinggi di mana pernapasan spontan dimungkinkan. Lesi di atas level C4 biasanya membutuhkan ventilasi mekanik. Tindakan umum yang dianjurkan untuk mencegah komplikasi respiratorik antara lain perubahan posisi, deep breathing yang teratur dan penggunaan spirometri pendorong / perangsang (incentive spirometry). Bantuan batuk dapat diberikan untuk membantu

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 28

pasien paraplegia atau tetraplegia tinggi dalam menimbulkan batuk yang produktif dan kuat. Spastisitas 20,23 Dampak spastisitas pada keadaan fungsional, perawatan, kenyamanan dan kondisi klinis pasien sebaiknya dinilai sebelum dimulainya pengobatan. Pengobatan biasanya diindikasikan bila spastisitas mengganggu pelaksanaan kegiatan perawatan diri, gaya jalan, positioning di kursi roda atau aktifitas transfer, mengganggu tidur, atau menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan atau deformitas. Selanjutnya, spastisitas dapat menambah kerusakan kulit dan kontraktur sendi. Di lain pihak, beberapa pasien menggunakan tonus ekstensor untuk membantu transfer, berdiri, atau aktivitas ambulasi, sehingga pengobatan spastisitas sebenarnya dapat menyebabkan penurunan fungsi dan oleh karenanya mungkin tidak diindikasikan. Spastisitas mungkin juga membantu memelihara bagian terbesar otot. Program harian rutin peregangan otot yang dipertahankan akan berfungsi sebagai dasar pengelolaan semua pasien dengan spastisitas. Pengurangan spastisitas yang mengikuti peregangan dapat bertahan beberapa jam. Hal ini mungkin diakibatkan oleh perubahan mekanik dalam unit muskulotendineus dan penurunan sensitifitas spindle serta aktivitas gamma. Selanjutnya, pemakaian tilt table standing dapat bermanfaat dalam mengurangi spastisitas ekstensor. Kandung kemih neurogenik (neurogenic bladder) 20,23 Neurogenik bladder adalah kandung kemih yang terganggu fungsinya karena kerusakan inervasi. Selama syok spinal, penderita cedera medula spinalis di atas konus medularis menunjukkan gejala retensi urin yang kemudian disusul dengan overflow incontinence (seperti tipe LMN). Tetapi setelah fase syok spinal terlewati, terjadi kandung kemih tipe UMN atau kandung kemih otomatik atau reflex bladder. Disini pola refleks melalui saraf otonom dan somatic tetap utuh tetapi kontrol dari pusat yang lebih tinggi terputus. Akibatnya, kandung kemih tidak di bawah kemauan penderita lagi. Otot dinding kandung kemih (detrusor) dan otot sfingter eksternus menjadi gampang terangsang (hiperiritabel) sehingga terjadi inkontinensia.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 29

Pengelolaannya dengan cara pada waktu miksi diberikan stimulasi untuk memulai refleks berkemih dengan cara menepuk-nepuk paha sebelah dalam atau menarik rambut pubis, mencubit glans penis dengan gentle atau memasukkan jari ke dalam rectum. Pada fase awal rehabilitasi, kadang-kadang masih diperlukan kateter menetap atau berkala, dengan segala keuntungan dan kerugiannya. Usus besar 20,23 Disfungsi usus neurogenik (neurogenic bowel dysfunction) dapat berakibat gangguan penyimpanan dan eliminasi feses. Ketidakmampuan menghambat defekasi spontan secara volunter mengarah kepada inkontinensia alvi, sedangkan ketidak-mampuan mengeluarkan feses secara adekuat mengarah kepada konstipasi dan impaksi. Sedangkan impaksi feses secara paradoksal dapat berakibat diare dan inkontinensia. Dalam hal ini perlu diusahakan eliminasi feses secara adekuat dan juga inhibisi defekasi spontan pada saat yang diinginkan untuk mencapai kontinen (kemampuan menahan defekasi) yang baik secara sosial. Sembilan puluh empat persen orang sehat akan defekasi tiga kali atau lebih per minggu, sehingga secara fisiologis orang diharapkan defekasi satu kali dalam dua hari atau kurang. Oleh sebab itu menstimulasi eliminasi feses secara reguler pada saat dan frekuensi yang teratur akan mengurangi kemungkinan kejadian inkontinensia. Bila intervalnya terlalu panjang, feses akan lebih keras dan lebih sulit dikeluarkan. DVT dan Emboli paru 4 Deteksi awal dari deep venous thrombosis (DVT), dan resiko yang berhubungan dengan emboli pulmonary harus terus dicari. Penilaian DVT biasanya dengan venous Doppler (duplex scan) dan penilaian laboratorium D-dimer. Emboli paru dapat di periksa dengan pulmonary arteriografi atau CT spiral. IX. PENGELOLAAN UMUM 1. KONSENSUS MANAJEMEN PRE HOSPITAL Untuk tujuan penyembuhan optimal, perlu diperhatikan penatalaksanaan pre hospital10 : Stabilisasi manual Membatasi fleksi dan gerakan-gerakan lain Penanganan imobilisasi vertebra dengan kolar leher dan vertebral brace.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 30

IMOBILISASI

Dokter dan tim medis yang menolong penderita cedera tulang belakang harus selalu berhati-hati bahwa manipulasi berlebihan serta imobilisasi yang tidak adekuat menambah kerusakan neurologik dan memperburuk prognosis penderita. Kurang lebih 5% akan timbul gejala neurologis, atau memburuknya keadaan, setelah penderita mencapai UGD. Hal ini disebabkan karena ischemia atau

Gbr 22. Soft collar

edema progresif pada sumsum tulang belakang. Hal ini juga disebabkan kegagalan mempertahankan imobilisasi yang adekuat. Selama tulang belakang dilindungi, evaluasi tulang belakang dapat ditunda dengan aman, terutama jika terdapat instabilitas sistemik, seperti hipotensi dan pernafasan yang tidak adekuat. Pergerakan penderita dengan kolumna vertebralis yang tidak stabil akan memberikan risiko kerusakan lebih lanjut sumsum tulang belakang.1

Gbr 23. Philadelphia collar

Pada fase pra RS biasanya dilakukan tindakan imobilisasi se -belum transfer penderita ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai mengalami cedera tulang belakang harus dilakukan imobilisasi di bagian atas dan bawah yang dicurigai menderita cedera, sampai frak -tur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan ronsen. Imobilisasi yang tepat dilakukan pada penderita dengan posisi netral, seperti ber -baring terlentang tanpa rotasi atau membengkokkan tulang bela-

Gbr 24. SternoOccipito-Mandibular Immobilizer (SOMI)

kang. Apabila ditemukan deformitas yang jelas, terutama pada anak -anak, jangan lakukan reduksi, melainkan cukup mempertahankan penderita dalam posisi netral. Perlu digunakan bantalan yang tepat untuk mencegah terbentuknya dekubitus. Bila terdapat defisit neurologis, perlu secepatnya melepas penderita dari spine board untuk mencegah terjadinya dekubitus. Tempat tersering terjadinya dekubitus adalah pada daerah oksiput dan sacrum.

Gbr 25. Yale cervicothoracic ortosis

Imobilisasi leher dengan kolar servikal semirigid tidak men-

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 31

jamin stabilisasi tulang leher yang lengkap. Imobilisasi dengan menggunakan spine board dengan memakai tambahan alat penyangga, jauh lebih efektif mengurangi gerakan leher. Bila akan dilakukan transfer ke fasilitas yang definitif, maka penderita trauma servikal membutuhkan imobilisasi dengan menggunakan kolar
Gbr 26. Halo device / vest 1

servikal, backboard, plester dan tali pengikat. Hiperekstensi atau fleksi leher harus dihindarkan. Hal yang sangat penting adalah airway pada penderita cedera medula spinalis karena intubasi harus segera dilakukan bila terdapat adanya bukti gangguan respirasi. Intubasi dilakukan dalam posisi leher netral. Ada 2 macam cervical orthosis, yaitu : a. Cervical orthosis (CO) contoh : soft collar, hard collar,

Gbr 27. Original Minerva design

Philadelphia collar. b. Cervicothoracic Orthosis (CTO) contoh : Sterno-OccipitoMandibular immobilizer (SOMI), Yale brace, Minerva brace, Halo brace.

Perlu diperhatikan khusus dalam melakukan imobilisasi bagi penderita yang gelisah dan agitasi. Keadaan ini disebabkan karena nyeri, bingung yang berhubungan dengan hipoksia atau hipotensi, alkohol atau obat-obatan, atau kelainan kepribadian. Dapat diberikan sedatif bila diperlukan, bahkan obat pelumpuh otot, dengan catatan perlu proteksi dan kontrol airway serta ventilasi. Penggunaan sedatif atau pelumpuh otot memerlukan pertimbangan klinis yang tepat, dianjurkan untuk menggunakan obat dengan masa kerja pendek serta reversibel. 1 TRANSFER Penderita fraktur tidak stabil atau tercatat mengalami defisit neurologis harus di transfer ke fasilitas perawatan definitif. Prosedur aman untuk transfer penderita setelah melakukan konsultasi dengan ahli terkait melalui telpon. Hindari keterlambatan yang tidak perlu. Lakukan stabilisasi penderita, dan dilakukan fiksasi mengunakan bidai, backboard dan atau kolar servikal semirigid. Perlu diingat, trauma servikal letak tinggi akan menyebabkan gangguan fungsi respirasi secara total atau parsial. Bila pernafasan tidak adekuat, maka perlu dilakukan intubasi sebelum transfer penderita.1

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 32

2. KONSENSUS MANAJEMEN DI UNIT GAWAT DARURAT Tindakan darurat mengacu pada :10 a) A (AIRWAY) : Menjaga jalan nafas tetap lapang. b) B (BREATHING) : Mengatasi gangguan pernafasan, kalau perlu lakukan intubasi endotrakheal (pada cedera medula spinalis servikal atas) dan pemasangan alat bantu nafas supaya oksigenasi kuat. c) C (CIRCULATION) : Memperhatikan tanda-tanda hipotensi, terjadi karena pengaruh pada system saraf orthosimpatis. Harus dibedakan antara : Syok Hipovolemik (hipotensi, takhikardi, ekstremitas dingin atau basah). Tindakan berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% / Ringer Laktat), kalau perlu dengan koloid (misal : Albumin 5%) Syok neurogenik (hipotensi, bradikardia, ekstremitas hangat atau kering), pemberian cairan tidak akan menaikkan tensi (awasi udem paru) maka harus diberi obat vasopressor : Dopamine untuk menjaga MAP > 70 Bila perlu adrenalin 0,2 mg s.k Dan boleh diulangi 1 jam kemudian. Cairan yang diberikan kristaloid (Nacl 0,9% / Ringer Laktat) atau koloid (misal : albumin 5%) Penggunaan cairan i.v. dibatasi hanya untuk maintenens cairan saja, kecuali bila ada syok. Akibat hilangnya tonus simpatis jantung, penderita yang mengalami kuadri-plegia tidak akan mengalami takhikardia, bahkan menjadi bradikardia. Penderita yang mengalami syok hipovolemik biasanya takhikardia sedangkan yang mengalami syok neurogenik akan mengalami bradikardia. Bila tekanan darah tidak membaik setelah pemberian

cairan,pertimbangkan indikasi penggunaan vasopresor. Penggunaan kateter Schwann Ganz akan membantu penderita cedera medula spinalis yang keadaan volume cairannya tidak jelas diketahui. 1 d) Selanjutnya Pasang foley kateter untuk monitor hasil urine dan cegah retensi urin. Pasang pipa nasogastrik (hati-hati pada cedera servikal), dengan tujuan untuk : dekompresi lambung pada distensi

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 33

Kepentingan nutrisi enteral e) Pemeriksaan Umum dan Neurologis Khusus f) Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis : a. Servikal : pasang kerah fiksasi leher, jangan dimanipulasi dan di samping kiri kanan leher ditaruh bantal pasir b. Torakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace) c. Lumbal : fiksasi dengan korset lumbal g) Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : darah perifer lengkap, urine lengkap, gula darah sewaktu, ureum & kreatinin, analisa gas darah (ASTRUP) b. Radiologi : Foto Vertebra posisi AP/Lat/odontoid dengan sesuai letak lesi. h) Pemberian Kortikosteroid Bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma berikan : Methylprednisolon 30 mg/ kgBB IV bolus selama 15 menit, ditunggu selama 45 menit (tidak diberikan methylprednisolon dalam kurun waktu ini), selanjutnya diberikan infus terus menerus methylprednisolon selama 23 jam dengan dosis 5,4 mg/kgbb/jam. Bila 3-8 jam, idem, hanya infus metyhlprednisolon dilanjutkan untuk 47 jam Bila > 8 jam tidak dianjurkan pemberian methylprednisolon.10 Belakangan penggunaan steroid mulai dipertanyakan, dan tidak diterima secara menyeluruh. Kebijakan tentang terapi steroid seharusnya disesuaikan dengan unit cedera medula spinalis lokal. Tidak ada indikasi antibiotik untuk pencegahan infeksi paru atau kandung kencing, diberikan jika infeksi benar-benar ada.22 3. KONSENSUS MANAJEMEN DI RUANG RAWAT 1. Perawatan umum Lanjutkan A,B,C sesuai keperluan Usahakan suhu badan tetap normal (jika lesi di atas C-8, termoregulasi tidak ada) Jika ada gangguan miksi pasang kondom kateter atau dauer kateter dan jika ada retensio alvi, berikan laksan/klisma 2. Pemeriksaan neurofisiologi klinik SSEP 3. Medikamentosa

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 34

a) Lanjutkan pemberian metilprednisolon (mencegah proses sekunder) b) Antispastisitas otot sesuai keadaan klinis c) analgetik d) Mencegah dekubitus, kalau perlu pakai kasur khusus e) Mencegah thrombosis vena dalam (DVT) dengan stoking kaki khusus atau fisioterapi. Kalau perlu diberikan antikoagulan (Heparin atau LMWH) f) Mencegah proses sekunder (free radikal,dll) dengan pemberian antioksidan (vit C, vit E) g) Stimulasi sel saraf dengan pemberian GMI-Ganglioside. Dimulai dalam kurun waktu 72 jam sejak onset sampai dengan 18-32 hari. h) Terapi obat lain sesuai indikasi, seperti antibiotik bila ada infeksi,dll i) Memperbaiki sel saraf yang rusak dengan stem sel (dimasa mendatang) 4. Operasi Waktu Operasi Waktu operasi antara 24 jam sampai 3 minggu Tindakan operatif awal (< 24 jam) lebih bermakna menurunkan perburukan neurologis, komplikasi dan keluaran skor motorik satu tahun paska trauma Konsultasi ke bagian bedah saraf/ spinal ortopedik berdasarkan indikasi. Pada saat ini laminektomi dekompresif tak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu. Indikasi operasi pada saat ini adalah : 1. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal, bilamana traksi dan manipulasi gagal. 2. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang adekuat. 3. Trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scen tomografik untuk membuktikannya. 4. Fragmen yang menekan lengkung saraf. 5. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 35

6. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.23 PENANGANAN OPERATIF PADA CEDERA SPINAL TRAUMATIKA Terapi cedera spinal traumatika ditujukan untuk11 : Meminimalkan kemungkinan terjadinya defisit neurologis Mengembalikan integritas kolum spinalis semaksimal mungkin Mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi Optimalisasi rehabilitasi fungsional Terkait sifat struktural, mobilitas dan konskuensi neurologis khas dari cedera spinal mulai dari basis sampai servikal 3, maka penanganannya pun khusus dan berbeda dengan cedera spinal segmen-segmen di bawahnya. Kebanyakan mal-alignment servikal membutuhkan pemasangan traksi servikal dan juga kebanyakan lesi membutuhkan fiksasi yang mana dalam hal ini sering dipakai adalah halo apparatus.11 Manajemen trauma spinal tergantung dari letak lesi dan stabilitasnya, tetapi prinsip dasar yang digunakan : 1. Lesi tidak stabil risiko kerusakan medula spinalis dan serabut saraf lebih lanjut, diharuskan : - Operasi Fiksasi atau - Imobilisasi, seperti traksi tulang tengkorak, jaket Halo atau jaket plaster. 2. Tidak ada bukti bahwa dekompressi lesi medula spinalis (anterior-posterior) akan memperbaiki outcome neurologi 3. Jika pasien dengan fungsi medula spinalis normal atau dengan lesi medula spinalis inkomplit, terjadi perburukan yang progresif, operasi dekompressi diwajibkan.12 Fiksasi jaket Halo Ada berbagai merek komersial dari jaket halo ini, namun pada prinsipnya sistem fiksasi jaket ini

terdiri dari suatu cincin (halo) logam yang terpaku Gambar 28. Fiksasi jaket

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 36

Halo (pin) untuk fiksasi pada tengkorak, jaket plastik dan batang logam penghubung antar jaket dan halo, yang dapat diatur tingginya. Biasanya jaket ini dipasang untuk menggantikan traksi skeletal yang sebelumnya telah dipasang. Traksi Servikal Tujuan dari traksi cranial cervikal adalah untuk mengembalikan ke keadaan semula dislokasi fraktur, memelihara aligment yang normal dan atau imobilisasi tulang servikal untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut, untuk decompresi medula spinalis dan serabut-serabut saraf, dan untuk memudahkan penyembuhan tulang. 6 Ada dua macam traksi servikal yaitu traksi memakai pita kulit lebar yang disarung kan di dagu-oksiput (biasanya untuk stabilisasi sementara) yang disebut Halter traction dan traksi skeletal (Gardner Wells tongs) yang dipasang pada tulang tengkorak. Beban traksi yang diberikan sebaiknya jangan melebihi 5 kg untuk maksimal waktu 2 jam. Traksi skeletal dipasang di tengkorak pada lokasi di atas telinga, pada titik diatas garis yang ditarik dari processus mastoid ke meatus auditorius eksternal. Pemasangan pada lokasi yang lebih anterior akan membuka traksi leher menjadi lebih ekstensi (untuk fraktur odontoid); sedangkan lokasi yang lebih posterior akan menjadikan traksi leher yang fleksi (untuk membuka sendi faset). Kaidah umum yang dipakai untuk menentukan berat traksi pada awalnya adalah 2,5
Gambar 29 :Traksi dengan Gardner Wells caliper

kg per vertebra mulai dari basis sampai dengan lokasi cedera. Namun biar bagaimanapun, pemasangan traksi ini harus dipantau ketat melalui pemeriksaan klinis neurologis dan radiologis. Kadang perlu pula diberi obat penenang ringan seperti diazepam dan atau anlgetika selama pemasangan traksi. Berat awal (dalam lbs) : 3 x level vertebra cervical, dinaikkan 5-10 lb penambah-an sampai mencapai aligment yang diinginkan. Tidak boleh lebih dari 10 lbs per level vertebra. Traksi Crutchfield Tong, Crutcfield (1954) menganjurkan traksi dengan berat sesuai dengan level dari servikal yang terlibat yang digambarkan pada tabel 5.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 37

Traksi biasanya di terapkan dengan batas Tabel 5. Cervical Traction Weights tersebut, tergantung dari ukuran dan Level of Injury C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 Minimum Weight in Pounds 5 6 8 10 12 15 18 Maximum Weight in Pounds 10 12 15 20 25 30 35

perkembangan muscular pasien, tergantung jumlah spasme otot paraspinal dan tipe dari cedera. mungkin Berat traksi terlalu untuk dibatasi sementara

diwajibkan

waktu untuk mengurangi fraktur dislokasi atau locked facet (sendi faset terkunci). Meskipun demikian, foro ronsen dan pemeriksaan neurologic serial harus dilakukan ketika batasnya sudah melebihi, dan pasien harus dijaga secara konstan. Pada mulanya, foto ronsen harus dibuat setiap hari untuk mengecek bahwa level servikal -

Gambar 30 : Crutchfield Skull Traction Tong

menjadi tidak berlebihan terganggu seperti spasme otot paraspinal menurun. Distraksi yang berlebihan mungkin akan mengganggu penyembuhan yang memuaskan atau mungkin mengiritasi medula spinalis dan serabut saraf.24 Komplikasi pemasangan traksi : Penembusan tempat pin pada tulang tengkorak terlalu rendah di beberapa bagian squamosa yang tipis dari tulang temporal. Osteomielitis pada tempat pin(penjepit) Over-distraction karena beban yang berlebihan,sehingga bisa membahayakan jaringan penyokong. Hati-hati pada cedera di C1-C3, khususnya karena fraktur elemen posterior. Hati-hati pada dislokasi atlanto-occipital Hati-hati pada kelompok usia anak (jangan digunakan pada anak usia < = 3 th).6 Cedera tulang cervical.22 Traksi tulang tengkorak selama paling sedikit 6 minggu Traksi Halo diberikan pada mobilisasi awal dengan mengubah ke halo brace pada pasien yang terpilih Spinal fusion : prolaps discus central akut ( wajib decompresi secepatnya) Kerusakan ligamentum yang berat Koreksi deformitas medula spinalis major.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 38

4. KONSENSUS NEURORESTORASI DAN NEUROREHABILITASI : Tujuan : memberikan penerangan & pendidikan kepada pasien dan keluarga mengenai trauma medula spinalis Memaksimalkan kemampuan mobilisasi & self care (latihan mandiri) dan atau tidak langsung jika diperlukan. Mencegah komorbiditi (kontraktur, dekubitus, infeksi paru) Tindakan : Fisioterapi Terapi okupasi Latihan miksi dan defekasi rutin. Terapi psikologis.10

Rehabilitasi spinal servikal Merupakan suatu kegiatan rehabilitasi dari hanya berbaring di tempat tidur menuju kehidupan berkomunitas (rehabilitation from bedside to community) 1. Penyembuhan (Recovery) Penyembuhan dapat terjadi karena adanya neuroplastisitas. Penyembuhan fungsi dinilai dengan FIM (Functional Independence Measure) ada 18 item. 2. Rehabilitasi Definisi WHO : rehabilitasi ialah suatu proses progresif, dinamis, dalam waktu yang terbatas bertujuan untuk meningkatkan kualitas individu yang mengalami gangguan secara optimal dalam bidang mental, fisik, kognitif dan social. Rehabilitasi cedera medula spinalis merupakan suatu pelayanan kesehatan professional yang bersifat multi-disiplin, yang dimulai sejak fase akut, secara terus menerus dan ekstensif, lalu melakukan pelayanan khusus selama fase sub akut meliputi : Perawatan Latihan mengendarai mobil Terapi fisik Pelayanan Nutrisi Terapi kerja Latihan Wicara Menjaga pernafasan dan obat-obatan Pekerja sosial Istirahat dan rekreasi Konseling kesehatan seksual Psikologi Kemudian rehabilitasi dilanjutkan supaya pasien dapat kembali keadaan lingkunagn

komunitasnya dan dapat berperan sesuai keadaan fisiknya yang baru.10

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 39

XI. PROGNOSIS Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal (4) . Penelitian Muslumanoglu dkk (16) terhadap 55 pasien cedera medula spinalis traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama. Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. 8 Prognosis cedera medula spinalis tergantung : Lokasi lesi (lesi servikal atas prognosis lebih buruk) Luas Lesi (komplit/inkomplit) Tindakan dini (prehospital dan hospital) Trauma multiple Faktor penyulit (komorbiditas).10

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 40

DAFTAR PUSTAKA 1. Committee on Trauma of the American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support (ATLS), program untuk dokter. 1997: 237-57 2. Noerjanto. Gangguan Gerak Akibat Lesi pada Medula Spinalis. Dalam: Hadinoto S (editor). Gangguan Gerak, Ed 2. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 1996 : 65-79. 3. American Spinal Injury Association (ASIA). Standards for Neurological and Functional Classification of Spinal Cord Injury. Revised by Ditunno JF. Chicago 1992 ; 1-26 4. Mardjono M, Sidharta P, Pemeriksaan Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat 1994: 20113. 5. Duus P., Sistem motorik. Dalam : Suwono JW (editor), Diagnosis Topik Neurologi, anatomi,fisiologi, tanda, gejala. EGC 1996: 31-73. 6. Greenberg M.S, Handbook of Neurosurgery, Spine Injuries, Fouth edition, Greenberg Graphic, Florida 1997: 754-83. 7. Davenport M., Fracture Cervical Spine, department of Emergency edicine and

Orthopedic Surgery, Allegeny General Hospital, www.emedicine.com, Apr 1, 2008. 8. Pinzon R., Mielopati Servikal Traumatika: Telaah Pustaka Terkini, Cermin Dunia Kedokteran, 2007. 9. Goodrich A.J., Lower cervical Spine Fractures and Dislocation, Department of Surgery, section of Orthopedic Surgery, medicl college of Georgia, www.emedicine.com, July 1, 2008. 10. PERDOSSI, Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan TGrauma Spinal, PERDOSSI, FKUI/RSCM, 2006 : 19-29 11. Listiono D.L., Cedera Spinal. Dalam: Ilmu Bedah saraf Satyanegara, Edisi ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998 :321-27. 12. Lindsay W.K., Bone I., Callender R., Spinal Trauma, dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated, Fouth Edition, Churchill Livingstone, 2004 : 412-15. 13. DeGroot J., Neuroanatomi Korelatif, Edisi ke -21, EGC, 1997: 47-52 14. Wagener L.M., Stewart A.J., Stenger M.K., Spinal Cord Injury a Guide for Patients, University of Lowa Hospitals and Clinics, first edition, 2007.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 41

15. Islam S.M., Terapi Stem Cell pada Cedera Medula Spinalis, Cermin Dunia Kedokteran, SMF saraf Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2006. 16. Kim H. D.,Ludwig C.S., Vaccaro R.A., Chang J., Atlas Of Spine Trauma Adult and Pediatric, Phyladelphia, 2008. 17. Japardi I., Cervical Injury, Fakultas Bagian Bedah USU digital Library, 2002 18. Snell S. R., Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, 2007: 154-59 19. Dawodu T. S., Spinal Cord Injury: Definition, Epidemiology,

Pathophysiology,www.emedicine.com, Mar 30, 2009. 20. Gondim A.A.F., Spinal Cord Trauma and Related Diseases. Department of Physiology and Pharmacology Neurology Residency Program Director, www.emedicine.com, Jan 24, 2008. 21. Platzer W., Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia Sistem Lokomotor Muskuloskeletal & Topografi, Jilid I, edisi 6, 1997; 36-39. 22. Grundy D., Swain A., ABC of Spinal Cord Injury, Fourth edition, BMJ, 2002. 23. Harsono, Kapita selekta Neurologi, edisi kedua, Gajah Mada University Press, 2007; 319-27. 24. Rothman H., R., Simeone, A., F., The Spine, Second Edition, WB Saunders Company, Phyladelphia London Toronto, 1982; Hal : 97-99.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 42

Presentasi Kasus Bangsal

Tetraparesis Flaksid ec Trauma Medula Spinalis Cervikalis


Penyaji : Anthoni Togar I. IDENTITAS Nama Umur Agama Alamat Pendidikan Pekerjaan Masuk RS No. CM : : : : : : : : Tn. S 53 tahun 6 bln Islam Popongan RT 1 RW 2 Bringin, Kodia Semarang SLTA Pegawai Swasta 26 Juli 2010 C 235611 / 6378948

II. DAFTAR MASALAH No MASALAH AKTIF 1 2 3 4 5 Tetraparesis flaksid 5 Anestesi dari kedua ujung kaki sampai dermatom Thorakal 3 5 Inkontinensia urin 5 Inkontinensia alvi 5 Lesi tranversal total Medula Spinalis setinggi servical 5-6 ec susp trauma TANGGAL MASALAH PASIF 26-Juli 2010 26-Juli 2010 26-Juli 2010 26-Juli 2010 26-Juli 2010 TANGGAL

III. DATA SUBYEKTIF AUTOANAMNESIS (dgn penderita tgl 26-7- 2010) Riwayat Penyakit Sekarang - Keluhan Utama : Lemah ke- 4 anggota gerak - Onset : 10 hari sebelum masuk RS,mendadak - Lokasi : ke 4 anggota gerak - Kualitas : anggota gerak bawah tidak bisa digerakkan anggota gerak atas masih dapat melawan tahanan ringan - Kuantitas : ADL dibantu keluarga . - Kronologis : 10 hari SMRS penderita terjatuh dari motor dengan posisi terduduk, tidak sadar (sebentar.?), kemudian anggota gerak tidak dapat digerakkan dan tidak terasa saat disentuh. Kedua anggota gerak atas juga sulit digunakan untuk memegang sesuatu, tetapi masih dapat diangkat. Buang air kecil mengompol, dan buang air besar tidak terasa. Oleh keluarganya lalu penderita di bawa ke RSUD Salatiga, dirawat 10 hari, karena tidak ada perbaikan lalu dirujuk ke RSDK. Gejala penyerta : tidak merasa kedua tungkai, bab & bak tidak terasa Faktor yg memperberat : Faktor yg memperingan : -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 43

Riwayat Penyakit Dahulu - Baru pertama kali sakit seperti ini - Riwayat trauma (+) - Riwayat batuk lama (-), riwayat TB paru (-) - Riwayat darah tinggi, kencing manis, sakit jantung disangkal - Riwayat penurunan penurunan berat badan dan demam akhir-akhir ini (-) Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini Riwayat Sosial Ekonomi Pasien seorang karyawan PTPN dengan 1 orang istri dan 2 orang anak yang sudah mandiri. Biaya berobat ditanggung perusahaan. Kesan sosial ekonomi : cukup. IV. DATA OBYEKTIF 1. Status presens Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis GCS : E4M6V5 = 15 Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg; N : 72 x/menit; RR : 20 x/ mnt; T : 36.5 C. 2. Status Internus Kepala Mata Leher Dada Jantung Paru Abdomen Tinggi badan BMI = BB / TB2 3.Status Psikikus Cara berpikir Perasaan hati Tingkah laku Ingatan Kecerdasan : : : : : : Simetris, mesosefal : Konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik -/: Simetris, pergerakan bebas : simetris, statis dinamis. : Bunyi jantung I-II murni, gallop (-), bising () : Vesiculer, ronkhi (-), wheezing () : Supel, nyeri tekan () : 176 cm, Berat badan : 70 kg. = 70 Kg/ (1,76)2 = 22.6 (normoweigth) Realistik Euthyme Normoaktif Baik Cukup

4. Status Neurologis Kesadaran : GCS E4M6V5 : 15 Kepala : Mesosefal,simetris. Mata Leher Nn.Craniales Anggota gerak : Pupil bulat, isokor 2,5 mm / 2,5 mm, RC + / + : kaku kuduk (-), collar brace (+) : dalam batas normal : supor (+) / (+) 4.4.3 / 4.4.3 infor ( - )/ ( - ) 0 / 0

Motorik : Pergerakan : Kekuatan :

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 44

Tonus Trofi RF RP Klonus Sensibilitas

: N / N N / N : E / E E / E : (+) / (+) (+) / (+) : (-) / (-) (-)/ (-) : (-)/ (-) : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.3

Alat vegetatif : Inkontinensia urin et alvi Koordinasi, Gait dan Keseimbangan Cara berjalan Tes Romberg Disdiadokokinesis Ataksia Rebound phenomen Dismetri Gerakan-gerakan abnormal : Tremor Athetose Mioklonik Khorea : : : : : : : : : : tidak dilakukan tidak dilakukan (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

4. Pemeriksaan Penunjang a. EKG : Normo sinus Rythm (resting) b. X-FOTO THORACAL (AP/LAT/OBLIQUE Dx/Sn) 20 Juli 2010 Kesan : Skoliosis kolumna vertebra Thorax Spondilosis thorakalis c. X FOTO CERVICAL (AP/LAT/OBLIK) 26 Juli 2010

Kesan : Tak tampak fraktur pada vertebra cervical Spondilosis cervicalis d. X FOTO THORAKS (AP/LAT)

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 45

Kesan : Cor tidak membesar Elongatio aorta Gambaran TB Paru

V. RINGKASAN Anamnesis Laki-laki, 54 tahun dengan keluhan kelemahan ke-4 anggota gerak sejak 10 hari SMRS, dengan riwayat trauma (KLL). Kedua tungkai lemah dan tidak merasa. Kedua anggota gerak atas sulit untuk memegang sesuatu, tapi masih dapat diangkat. Inkontinensia urin dan alvi. Sebelumnya dirawat di RS Salatiga 10 hari, tidak ada perbaikan lalu dirujuk ke RSDK. Pemeriksaan Fisik 1. Status praesens Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis GCS : E4M6V5 = 15 Tanda Vital : TD : 120 / 80 mmHg ; N : 100 x / menit ; RR : 20 x / mnt ; T : 36.8 C. 2. Status Internus : dalam batas normal 3. Status Psikikus : dalam batas normal 4. Status Neurologis Kesadaran : GCS = E4M6V5 = 15 Nn.Craniales : dalam batas normal Motorik : Tetraparesis flaksid Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Thorakal 3 Alat vegetatif : Inkontinensia urine et alvi 5. Pemeriksaan Penunjang EKG : Normo-Synus-Rythm X-foto V.Torakal : - scoliosis kolumna vertebra Thorax - spondilosis thorakalis X-foto V.cervical : Spondilosis cervicalis X-foto Thoraks : elongatio aorta Gambaran TB paru VI. DIAGNOSIS DK : Tetraparesis flaksid Anestesi dari ujung jari kaki sampai dermatom Thorakal 3 Inkontinensia urine et alvi

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 46

DT DE

: Medula Spinalis segmen Cervikal 5-6 : Lesi transversal total Medula Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis

VII. RENCANA PENGELOLAAN AWAL Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis Dx : Darah lengkap, GDS, ureum, creatinin, elektrolit, HbA1C, LED I/II, TB ICT, urine lengkap, Perspirasi test, MRI, Rectal Touche, Ko sub Pulmo Interna, Ko PRU, Ko Bedah saraf Rx : - Infus RL 20 tts/mnt + Neurobion 5000 - Inj Ceftriakson 2 dd 1 gr (IV) - Parasetamol 3 x 500 mg po Mx : GCS, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, dan menjelaskan program dan terapi yang akan dilakukan. VIII. CATATAN KEMAJUAN DAN PERKEMBANGAN Tanggal 27-7-2010 ( Hari Perawatan ke 1) Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S : lemah ke-4 anggota gerak, sesak nafas O : TD : 110/80 mmHg, N : 64 x/mnt, RR : 16 x /menit, T : 36,3 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat, isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : Motorik : supor infor Pergerakan : (+) / (+) ( - )/ ( - ) Kekuatan : 3.3.3 / 3.3.3 0 / 0 Tonus : N / N N / N Trofi : E / E E / E RF : (+) / (+) (+) / (+) RP : (-) /(-) (-)/ (-) Klonus : (-)/ (-) Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Alat vegetatif Lab : : Inkontinensia urin et alvi 15,30 gr% (13,00-16,00) 44,44 % (40,0-54,0) 4,43 jt/mmk (4,50-6,50) 22,60 ribu/mmk (4,00-11.00) 226,0 ribu/mmk (150,0-400,0) 117 mg/dL (80-110) 44 mg/dL (15-39) 0,87 mg/dL (0,60-1,30) Natrium : 131 mmol/L (136-145) Kalium : 3,4 mmol/L (3,5-5,1) Chlorida : 107 mmol/L (98-107) Hb : Ht : Erit : Leuko : Trombo : GDS : Ureum : Creatinin : Elektrolit : -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 47

- Calcium : 2,13 mmol/L (2,12-2,52) - LED I : 56,0 mm (NN : 1,0-10,0 mm) - LED II : 94,0 mm - GD I : 100 mg/dL - GD II : 142 mg/dL - HbA1C : 5,2 % (4,8-6,0) - TB ICT : (-)/neg - urine lengkap : warna kuning muda, jernih Berat Jenis : 1,020 pH : 6.00 Protein : 25 mg/dL Reduksi : neg Urobillinogen : 0 Ko sub Pulmo Interna : Ass. : Infiltrat paru : - Pneumonia - TB paru Px : 1. Rehidrasi RL 40 tpm 2. Obat TB Paru 3. lain-lain sesuai TS 4. monitoring balance cairan Perspirasi Test : perubahan warna jadi hitam sisi leher s.d sejajar clavikula

A : Susp Fraktur kompresi V.cervikalis 5-6 Infiltrat Paru TB Paru P : Dx : MRI, EMG, Ko PRU Rx : tetap Mx : GCS, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, dan program dan penatalaksanaan yang akan dilakukan.

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 48

Tanggal 28-7-2010 ( Hari Perawatan ke 2) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S : lemah ke-4 anggota gerak, sesak nafas O : TD : 110/80 mmHg, N : 66 x/mnt, RR : 34 x /menit, T : 37,6 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : Motorik : supor infor Pergerakan : (+) / (+) ( - )/ ( - ) Kekuatan : 3.3.3 / 3.3.3 0 / 0 Tonus : N / N N / N Trofi : E / E E / E RF : (+) / (+) (+) / (+) RP : (-) /(-) (-)/ (-) Klonus : (-)/ (-) Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Alat vegetatif : Inkontinensia urin et alvi Pemeriksaan Tambahan : RT : - spinkter ani (-) - isi : skibala, massa (-) - refleks Bulbokavernosus (-) - refleks Cremaster (-) A :P: Dx : MRI & rigid collar bandage menunggu konfirmasi keluarga Rx : tetap + Ripamfisin 1 x 600 mg po INH 1 x 450 mg po Ethambutol 1 x 500 mg po PZA 1 x 1000 mg po Mx : GCS, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, dan program dan penatalaksanaan yang akan dilakukan. 2. Infiltrat Paru - TB Paru S : sesak nafas, demam (malam) O : RR : 24 x /menit, T : 36.3 C A : P : Dx : Ko ulang sub Pulmo Penyakit Dalam Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Tanggal 31-7-2010 ( Hari Perawatan ke 5, onset hari ke 17) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S :O : TD : 130/80 mmHg, N : 72 x/mnt, RR : 24 x /menit, T : 36.3 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 49

Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : tetraparesis flaksid Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Alat vegetatif : Inkontinensia urin et alvi A : Susp Fraktur kompresi V.cervikalis 5-6 P : Dx : Ko Ulang sub Pulmo belum ada jawaban tunggu acc MRI ke RS Telogorejo Rigid Collar Bandage Philadelphia Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan perlunya imaging dalam menegakkan diagnosis kepada pasien dan keluarga. 2. Infiltrat Paru - TB Paru S : sesak nafas, demam (malam) O : RR : 24 x /menit, T : 36.3 C A : P : Dx : Ko ulang sub Pulmo Penyakit Dalam Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Tanggal 3-8-2010 ( Hari Perawatan ke 8, onset hari ke 20) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S : lemah ke-4 anggota gerak, sesak nafas berkurang O : TD : 120/80 mmHg, N : 68 x/mnt, RR : 24 x /menit, T : 36,5 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : tetraparesis flaksid Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Vegetatif : Inkontinensia urin et alvi MRI - kesan : Stenosis servikalis multipel dengan tanda spondilosis servikalis yang jelas Degenerasi end plate C6-C7 (MODIC TYPE I) Lesi noduler di korpus C3, suspek hemangioma HNP diskus C4-5, C6 dan C6-7 disertai stenosis foramen neuralis kanan-kiri Tidak ada massa intra maupun ekstra dural Konsul Bedah Saraf : Setuju akan dilakukan laminektomi Terapi Tuberkulosis diteruskan Akan didiskusikan hari Jumat A : Susp Fraktur kompresi V.cervikalis 5-6 P : Dx : ambil hasil MRI Rx : tetap

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 50

Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan perlunya imaging dalam menegakkan diagnosis kepada pasien dan keluarga. 2. Infiltrat Paru - TB Paru S : sesak nafas, demam (malam) O : RR : 24 x /menit, T : 36.5 C A : P : Dx : Ko ulang sub Pulmo Penyakit Dalam Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Tanggal 9-8-2010 ( Hari Perawatan ke 14, onset hari ke 26) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S : lemah ke-4 anggota gerak O : TD : 110/70 mmHg, N : 82 x/mnt, RR : 28 x /menit, T : 36,5 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kakuk kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Alat vegetatif : Inkontinensia urin et alvi Lab : - Albumin : 2,8 gr/dL (3,4-5,0) - HbsAg : (-) / neg Ko Anestesi : - informed consent tindakan - puasa 6 jam pre op - pasang iv line inf RL 20 tpm - premedikasi di ok - lain-lain sesuai operator Ko Bedah Saraf : - rencana operasi besok - infus RL 20 tpm - inj Ceftriaxon 1 gr iv, 1 jam pre op (skin test dulu) - informed consent (+) - Lab : Albumin, HbSAg - besok bawa semua hasil imaging ke IBS A : Susp Fraktur kompresi V.cervikalis 5-6 P : Dx : Laminektomi hari ini jam 08 wib Rx : tetap + Usaha Albumin inj Ceftriaxon 1 gr iv, 1 jam pre op (1x) Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan rencana dan tujuan laminektomi Laporan operasi : - insisi craniospinal 12 cm - jaringan kutis dan sub-kutis disisipkan ke lateral dengan spreader - laminektomi V.C4-C.5-C.6

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 51

tampak dura tegang Medixon (Methyl Prednisolon) 500 mg pasang extra-dural drain vacuum luka operasi ditutup lapis demi lapis secara anatomis instruksi post operasi Laminektomi : - Ceftum 2 x 1 gr iv - Ketoprofen 3 x 30 mg iv - Ranitidin 4 x 50 mg iv 2. Infiltrat Paru - TB Paru S : sesak nafas, demam (malam) O : RR : 28 x /menit, T : 36.5 C A : P : Dx : Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Tanggal 10-8-2010 ( Hari Perawatan ke 15, onset hari ke 27, post op hari 1) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S : lemah ke-4 anggota gerak O : TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/mnt, RR : 22 x /menit, T : 37,7 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 lemah Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kakuk kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : Motorik : supor infor Pergerakan : (+) / (+) (-) /(-) Kekuatan : 4.4.4 / 4.4.4 0 / 0 Tonus : N / N N / N Trofi : E / E E / E RF : (+) / (+) (+) / (+) RP : (-) / (-) (-)/ (-) Klonus : (-)/ (-) Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Vegetatif : Inkontinensia urin et alvi A : Post Laminektomi V.C4-C5-C6 P : Dx : Rx : Immobilisasi/fiksasi Philadelpia Collar Band O2 3 l/mnt nasal-canule (k/p) Infus RL + Neurobion 5000 20 tpm Koreksi Albumin Ceftum inj 2 x 1 gr iv Ketesse 3 x 30 mg iv Ranitidin 4 x 50 mg iv Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan rencana dan tujuan laminektomi 2. Infiltrat Paru - TB Paru

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 52

S O A P

: : : :

sesak nafas, demam (malam) RR : 22 x /menit, T : 37.7 C Dx : Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : -

Tanggal 14-8-2010 ( Hari Perawatan ke 19, onset hari ke 31, post op hari 5) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S :O : TD : 100/70 mmHg, N : 78 x/mnt, RR : 18 x /menit, T : 37,1 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : tetraparesis flaksid Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Alat vegetatif : Inkontinensia urin et alvi Lab : - Hb : 13,40 gr% (13,00-16,00) - Ht : 36,7 % (40,0-54,0) - Erit : 4,13 jt/mmk (4,50-6,50) - Leuko : 15,30 ribu/mmk (4,00-11.00) - Trombo : 283,0 ribu/mmk (150,0-400,0) - Ureum : 38 mg/dL (15-39) - Creatinin : 0,71 mg/dL (0,60-1,30) - Elektrolit : - Natrium : 114 mmol/L (136-145) - Kalium : 3,7 mmol/L (3,5-5,1) - Chlorida : 90 mmol/L (98-107) - Calcium : 1,99 mmol/L (2,12-2,52) A : Hiponatremi P : Dx : Rx : tetap + koreksi hiponatremia Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan rencana dan tujuan laminektomi 2. Infiltrat Paru - TB Paru S :O : RR : 22 x /menit, T : 36.7 C A :P : Dx : Rx : Advis Pulmo : - Pasang DC - Diet 1900 kal : porsi padat, porsi cair Ceftum ganti Avelox 400 mg/hari/drip Koreksi Hiponatremi lain-lain tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 53

Tanggal 24-8-2010 ( Hari Perawatan ke 29, onset hari ke 41, post op hari 15) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S :O : TD : 100/60 mmHg, N : 76 x/mnt, RR : 22 x /menit, T : 36,7 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : tetraparesis flaksid Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Alat vegetatif : Inkontinensia urin et alvi Lab : - Hb : 12,30 gr% (13,00-16,00) - Ht : 33,5 % (40,0-54,0) - Erit : 3,77 jt/mmk (4,50-6,50) - Leuko : 14,40 ribu/mmk (4,00-11.00) - Trombo : 254,0 ribu/mmk (150,0-400,0) - Albumin : 2,1 gr/dL (3,4-5,0) - Creatinin : 0,71 mg/dL (0,60-1,30) A : tetap P : Dx : Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Menjelaskan rencana dan tujuan laminektomi 2. Infiltrat Paru - TB Paru S :O : RR : 22 x /menit, T : 36.7 C Sputum : Pengecatan Gram : Diplococcus (+)/positif Pengecatan Ziehl Nielsen : BTA (-)/neg Pengecatan Jamur : jamur (-)/neg X-Foto Thoraks AP/Lat (ulangan) :

Kesan : Cor tidak membesar TB paru lama

A :P : Dx : Rx : tetap + Avelox 400 mg/hari/drip Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : -

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 54

3. Hiponatremia S :O : Lab : - Elektrolit : - Natrium : 123 mmol/L (136-145) (post koreksi) - Kalium : 2,8 mmol/L (3,5-5,1) - Chlorida : 86 mmol/L (98-107) A :P : Dx : Rx : tetap Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : Tanggal 25-8-2010 ( Hari Perawatan ke 30, onset hari ke 42, post op hari 16) 1. Lesi transversal total Med.Spinalis setinggi Cervikal 5-6 ec Trauma Medula Spinalis S : O : TD : 100/60 mmHg, N : 76 x/mnt, RR : 22 x /menit, T : 36,7 C Kesadaran GCS E4 M6 V5 = 15 Mata : pupil bulat,isokor 2,5 mm / 2,5 mm, Reflek cahaya + / + Leher : kaku kuduk (-), collar bandage (+) terpasang Nervi Craniales : dalam batas normal Anggota Gerak : tetraparesis flaksid Sensibilitas : Anestesi dari kedua ujung kaki sampai setinggi dermatom Th.2-3 Vegetatif : Inkontinensia urin et alvi A : Post Laminektomi V.C4-C5-C6 + TB Paru P : Dx : Rx : Fisioterapi Ketesse 3 x 30 mg po Ranitidin 2 x 150 po Mersibion 5000 1 x 1 po Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis, obat pulang Ex : Menjelaskan pengelolaan di rumah dan berobat jalan 2. Infiltrat Paru - TB Paru S :O : RR : 22 x /menit, T : 36.7 C A :P : Dx : Rx : OAT teruskan Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : 3. Hiponatremia S :O :A :P : Dx : Rx : NaCl 3 x 1 tablet Mx : KU, Tanda vital, defisit neurologis Ex : PASIEN BOLEH PULANG !

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 55

DECISION MAKING

pkb.4 TOGAR : Tetraparesis | 56

You might also like