You are on page 1of 6

Nama Semester Terbitan Redaktur Reporter

: Syamsul Maarif :7F : 3 Juli 2012 : Chairul Akhmad : Heri Ruslan ILMUWAN MUSLIM AL KINDI FILSUF PERTAMA

REPUBLIKA.CO.ID, ''Al-Kindi adalah salah satu dari 12 pemikir terbesar di abad pertengahan,'' ujar sarjana Italia era Renaissance, Geralomo Cardano (1501-1575). Di mata sejarawan Ibnu Al-Nadim, Al-Kindi merupakan manusia terbaik pada zamannya. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan. Dunia pun mendapuknya sebagai filsuf Arab yang paling tangguh. Ilmuwan kelahiran Kufah, 185 H/801 M itu bernama lengkap Abu Yusuf Ya'qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin Al-Asy'ats bin Qais Al-Kindi. Ia berasal dari sebuah keluarga pejabat. Keluarganya berasal dari suku Kindah salah satu suku Arab besar di Yaman sebelum Islam datang. Nenek moyangnya kemudian hijrah ke Kufah. Ayahnya bernama Ibnu As-Sabah. Sang ayah pernah menduduki jabatan Gubernur Kufah pada era kepemimpinan Al-Mahdi (775-785) dan Harun Arrasyid (786-809). Kakeknya Asy'ats bin Qais, dikenal sebagah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bila ditelusuri nasabnya, Al-Kindi merupakan keturunan Ya'rib bin Qathan, raja di wilayah Qindah. Pendidikan dasar ditempuh Al-Kindi di tanah kelahirannya. Kemudian, dia melanjutkan dan menamatkan pendidikan di Baghdad. Sejak belia, dia sudah dikenal berotak encer. Tiga bahasa penting dikuasainya; Yunani, Suryani, dan Arab. Sebuah kelebihan yang jarang dimiliki orang pada era itu. Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin (809-813), Al-Ma'mun (813-833), Al-Mu'tasim, Al-Wasiq (842-847) dan Mutawakil (847-861). Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib

kerajaan. Khalifah juga memercayainya untuk berkiprah di Baitul Hikmah (House of Wisdom) yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani. Ketika Khalifah Al-Ma'mun tutup usia dan digantikan putranya, Al-Mu'tasim, posisi Al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan. Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitul Hikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukkan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam. Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul. Buah pikir yang dihasilkannya begitu berpengaruh terhadap perkembangan peradaban Barat pada abad pertengahan. Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa. Buku-buku itu tetap digunakan selama beberapa abad setelah ia meninggal dunia. Al-Kindi dikenal sebagai filsuf Muslim pertama, karena dialah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, filsafat masih didominasi orang Kristen Suriah. Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani, namun dia juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Salah satu kontribusinya yang besar adalah menyelaraskan filsafat dan agama. Setelah era Khalifah Al-Mu'tasim berakhir dan tampuk kepemimpin beralih ke Al-

Watiq dan Al-Mutawakkil, peran Al-Kindi semakin dipersempit. Namun, tulisan kaligrafinya yang menawan sempat membuat Khalifah kepincut. Khalifah AlMutawakkil kemudian mendapuknya sebagai ahli kaligrafi istana. Namun, itu tak berlangsung lama. Ketika Khalifah Al-Mutawakkil tak lagi menggunakan paham Muktazilah sebagai aliran pemikiran resmi kerajaan, Al-Kindi tersingkir. Ia dipecat dari berbagai jabatan yang sempat diembannya. Jabatannya sebagai guru istana pun diambil alih ilmuwan lain yang tak sepopuler Al-Kindi. Sebagai penggagas filsafat murni dalam dunia Islam, Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mulia. Sebab, melalui filsafatlah, manusia bisa belajar mengenai sebab dan realitas Ilahi yang pertama daN merupakan sebab dari semua realitas lainnya. Baginya, filsafat adalah ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat, dalam pandangan Al-Kindi bertujuan untuk memperkuat agama dan merupakan bagian dari kebudayaan Islam Salah seorang penulis buku tentang studi Islam, Henry Corbin, menggambarkan akhir hayat sang filsuf Islam. Menurut Corbin, pada tahun 873, Al-Kindi tutup usia dalam kesendirian dan kesepian. Saat itu, Baghdad tengah dikuasai rezim Al-Mu'tamid. Begitu dia meninggal, buku- buku filsafat yang dihasilkannya banyak yang hilang, tulis Corbin. Sejarawan Felix Klein-Franke menduga lenyapnya sejumlah karya filsafat AlKindi akibat dimusnahkan rezim Al-Mutawakkil yang tak senang dengan paham Muktazilah. Selain itu, bisa juga lenyapnya karya-karya Al-Kindi akibat ulah serangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang membumihanguskan Kota Baghdad dan Baitul Hikmah, papar Klein-Franke. Hingga kini, Al-Kindi tetap dikenang sebagai ilmuwan Islam yang banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Kitab pemecah kode Sebagai ilmuwan serba bisa, Al-Kindi tak cuma melahirkan pemikiran di bidang filsafat saja. Salah satu karyanya yang termasuk fenomenal adalah Risalah Fi Istikhraj Al-Mu'amma. Kitab itu mengurai dan membahas kriptologi atau seni

memecahkan kode. Dalam kitabnya itu, Al-Kindi memaparkan bagaimana kodekode rahasia diurai. Teknik-teknik penguraian kode atau sandi-sandi yang sulit dipecahkan dikupas tuntas dalam kitab ini. Selain itu, ia juga mengklasifikasikan sandi-sandi rahasia serta menjelaskan ilmu fonetik Arab dan sintaksisnya. Yang paling penting lagi, dalam buku tersebut, Al-Kindi mengenalkan penggunaan beberapa teknik statistika untuk memecahkan kode-kode rahasia. Kriptografi dikuasainya, lantaran dia pakar di bidang matematika. Di area ilmu ini, ia menulis empat buku mengenai sistem penomoran dan menjadi dasar bagi aritmatika modern. Al-Kindi juga berkontribusi besar dalam bidang geometri bola, bidang yang sangat mendukungnya dalam studi astronomi. Bekerja di bidang sandi-sandi rahasia dan pesan-pesan tersembunyi dalam naskah-naskah asli Yunani dan Romawi mempertajam nalurinya dalam bidang kriptoanalisa. Ia menjabarkannya dalam sebuah makalah, yang setelah dibawa ke Barat beberapa abad sesudahnya diterjemahkan sebagai Manuscript on Deciphering Cryptographic Messages. ''Salah satu cara untuk memecahkan kode rahasia, jika kita tahu bahasannya adalah dengan menemukan satu naskah asli yang berbeda dari bahasa yang sama, lalu kita hitung kejadian-kejadian pada tiap naskah. Pilah menjadi naskah kejadian satu, kejadian dua, dan seterusnya,'' kata Al-Kindi Setelah itu, lanjut Al-Kindi, baru kemudian dilihat kepada teks rahasia yang ingin dipecahkan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi simbolsimbolnya. ''Di situ kita akan menemukan simbol yang paling sering muncul, lalu ubahlah dengan catatan kejadian satu, dua, dan seterusnya itu, sampai seluruh simbol itu terbaca,'' bebernya. Teknik itu kemudian dikenal sebagai analisa frekuensi dalam kriptografi, yaitu cara paling sederhana untuk menghitung persentase bahasa khusus dalam naskah asli, persentase huruf dalam kode rahasia, dan menggantikan simbol dengan huruf. Filsafat Al-Kindi Bagi Al-Kindi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mulia. Filsafatnya tentang keesaan Tuhan selain didasarkan pada wahyu juga proposisi filosofis. Menurut

dia, Tuhan tak mempunyai hakikat, baik hakikat secara juz'iyah atau aniyah (sebagian) maupun hakikat kulliyyah atau mahiyah (keseluruhan). Dalam pandangan filsafat Al-Kindi, Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan adalah Pencipta. Tuhan adalah yang Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang Benar Tunggal. Al-Kindi juga menolak pendapat yang menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri sendiri. Tuhan haruslah merupakan keesaan mutlak. Bukan keesaan metaforis yang hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat ditangkap indra. Menurut Al-Kindi, Tuhan tidak memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut lain yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan atribut-atribut tersebut haruslah tak terpisahkan dengan Zat-Nya. Jiwa atau roh adalah salah satu pembahasan AlKindi. Ia juga merupakan filsuf Muslim pertama yang membahas hakikat roh secara terperinci. Al-Kindi membagi roh atau jiwa ke dalam tiga daya, yakni daya nafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Menurutnya, daya yang paling penting adalah daya berpikir, karena bisa mengangkat eksistensi manusia ke derajat yang lebih tinggi. Al-Kindi juga membagi akal mejadi tiga, yakni akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Akal yang bersifat potensial, kata dia, tak bisa mempunyai sifat aktual, jika tak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, masih ada satu macam akal lagi, yakni akal yang selamanya dalam aktualitas, ujarnya

KESIMPULAN
Nama Semester Terbitan Redaktur Reporter : Syamsul Maarif :7F : 3 Juli 2012 : Chairul Akhmad : Heri Ruslan ILMUWAN MUSLIM AL KINDI FILSUF PERTAMA

Al Kindi merupakan filsuf muslim pertama yang mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu filsafat, karena pada saat itu filsafat masih didominasi orang kristen. Dalam pandangannya, filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mulia. Filsafatnya tentang keesaan Tuhan, Tuhan adalah pencipta, Tuhan adalah yang benar pertama, Tuhan haruslah merupakan keesaan mutlak. Bukan keesaan metaforis yang hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat ditangkap indra. Sehingga Tuhan itu merupakan kebenaran yang mutlak Jiwa atau roh adalah salah satu pembahasan Al-Kindi. Ia juga merupakan filsuf Muslim pertama yang membahas hakikat roh secara terperinci. Al Kindi sendiri berpendapat bahwa stiap manusia di pengaruhi jiwa dan akal. Karena akal yang digunakan untuk berpikir dan jiwa sebagai kekuatan yang bergerak untuk mengaktualisasi potensinya Karena banyak karya-karya yang dihasilkan oleh Al Kindi, beliau sering di percaya oleh para pemimpin pada massa itu diberikan peran besar dalam khalifahnya. Mulai dari khalifah Al-Amin (809-813), Al-Ma'mun (813-833), AlMu'tasim, Al-Wasiq (842-847) dan Mutawakil (847-861).

You might also like