You are on page 1of 39

PROPOSAL ANALISIS KANDUNGAN NITRIT DAN PEWARNA SINTETIS (RHODAMIN B) PADA BEEF BURGER YANG DI JUAL DI TOSERBA YOGYA

CIAMIS

Cici Sifa Fauziah 20109043

PRODI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2011

HALAMAN PERSETUJUAN Mahasiswa jurusan Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya yang Saya bimbing dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiahnya : Nama NIM Judul : Cici Sifa Fauziah : 20109043 : Analisis kandungan nitrit dan zat pewarna

pewarna sintetis (Rhodamin B) pada beef burger yang dijual di Toserba Yogya Ciamis Proposal penelitiannya telah selesai dan siap untuk diseminarkan. Tasikmalaya, 22 Desember 2011 Disetujui, Pembimbing Utama PembimbingTeknis

Diketahui, Ketua Jurusan Analis Kesehatan STIKes BTH Tasikmalaya Rianti Nurfalah, SKM

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang di rancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Untuk kelangsungan hidupnya, manusia memerlukan kebutuhan yang asasi, yang sering disebut kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar manusia dapat berbeda satu dengan yang lainnya bergantung pada tingkat peradaban manusia, kebutuhan dasar itu tidak cukup bila dipenuhi hanya dengan sandang, pangan, serta perumahan dan pemukiman (Winarno, 1993: 3). Makanan mempunyai sifat mudah busuk, terutama bila penyimpanan dan pengolahannya salah. Makanan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi sebagian besar biasanya terlebih dahulu diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan lain Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan (Winarno,1993 : 133). terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi

Bahan pangan berkualitas tinggi yang dikehendaki manusia juga merupakan produk yang mudah sekali rusak. Dengan keberhasilan aplikasi teknologi pengawetan pangan secara komersial penyediaan bahan pangan yang mudah rusak dapat di perpanjang, sehingga memberikan andil yang penuh bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia (Norman W Desrosier, 1988 : 32) Menurut Cahyadi (2006), peranan bahan tambahan pangan khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga relatif murah akan mendorng meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu. Salah satu jenis pangan yang membutuhkan pengawetan adalah daging. Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas dan kebersihannnya tetap terjaga. Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur (kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak (Margono, 1993).Tujuan dari pengawetan pangan secara komersial adalah dapt mengawetkan bahan pangan secara transportasi dari produsen ke konsumen dengan menghindarkan perubahan-perubahan bahan pangan dari nilai gizinya atau perubahan secara

fisiologis, mengatasi kekurangan produksi akibat musim dan memudahkan dalam penanganan melalui berbagai bentuk kemasan ( Afrianti, 2008 : 3). Salah satu jenis pengawet adalah garam nitrit. Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan beef burger serta berbagai daging olahan lainnya(Yuliarti, 2007 : 141). Permenkes RI No. No.722/Menkes/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg (Cahyadi, 2006 : 7). Konsusmsi nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Masalah keracunan nitrit pernah terjadi di Indonesia sekitar tahun 1990 terdapat kasus biskuit beracun yang menelan korban 38 jiwa akibat mengkonsumsi natrium nitrit yang secara tidak sengaja ditambahkan pada makanan karena kekeliruan ( Winarno dan Rahayu, 1994 : 140 ). Pada awalnya nitrat dan nitrit digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan yang di awetkan. Penggunaan nitrat dan nitrit semakin meluas pada pembuatan berbagai jenis daging olahan lainnya (John.M.Deman, 1997 : 531).

Laporan yang di kemukakan oleh food Addictives and Contaminant Committe tentang pemakaian nitrit dan nitrat pada daging curing dan keju perlu dilakukan penurunan total maksimum nitrit dan nitrat yang di izinkan. Alasannya didasarkan pada hasil studi yang dikemukakan pada tahun 1978, yang menyatakan bahwa pemakaian nitrit dengan dosis tinggi menyebabkan kanker pada sistem hewan percobaan (tikus). Karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin secara alami kedapatan dalam bahan pangan sehingga membentuk senyawa nitrosamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Baik di dalam pangan maupun pencernaan, ternyata senyawa mudah diubah menjadi nitrit, yaitu senyawa yang tergolong sebagai racun, khususnya NO yang terserap dalam darah, mengubah haemoglobin darah manusia menjadi nitrose hemoglobin atau

methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut oksigen. Kebanyakan penderita methaemoglobinemia menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak napas, muntah, dan shock. Kemudian kematian penderita terjadi apabila kandungan methaemoglobinemia lebih tinggi dari 70% (Cahyadi, 2006 : 29 ). Selain pengawet bahan tambahan makanan lain yang sering ditambahkan adalah zat pewarna. Pewarna adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya sepeti karamel, kalsofil, eritrosin dan tartazine Irianto & Waluyo, 2010 : 76). Di Indonesia seringkali masih terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan

kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan, dan di samping itu harga zat pewarna untuk industri relatif murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan, salah satu zat pewarna tekstil yang penggunaannya sering digunakan untuk mewarnai makanan adalah rhodamin B (Winarno & Rahayu, 1994 : 68). Mengingat perubahan pola konsumsi masyarakat yang pada saat ini lebih menyukai makanan siap saji karena rasa dan penyiapannya lebih praktis seperti beef burger, serta adanya kemungkinan pada kedua produk tersebut di tambahkan nitrit dan zat pewarna Rhodamin B yang melebihi batas maka penulis tertarik untuk mengetahui kadar nitrit dan zat pewarna Rhodamin B pada produk beef burger yang di jual di Toserba Yogya Ciamis. B. Rumusan Masalah Produk Daging olahan banyak beredar di masyarakat. Dalam hal pembuatan daging olahan di gunakan nitrit untuk mengawetkannya, dan apabila jumlahnya berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti methaemoglobinemia. Selain itu bahan tambahan makanan lain yang sering di tambahkan adalah pewarna sintetis Rhodamin B, yang juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bila jumlahnya berlebihan. Berdasarkan hal tersebut, dan latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan yaitu apakah kadar nitrit dan zat pewarna Rhodamin B yang di tambahkan pada produk beef burger yang di jual di Toserba Yogya Ciamis memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No. No.722/Menkes/PER/IX/88. C. Pembatasan Masalah Sampel yang digunakan yaitu Beef Burger yang di jual di Toserba Yogya Ciamis. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kandungan nitrit yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan beef burger yang dijual di Toserba Yogya Ciamis. 2. Untuk mengetahui apakah zat pewarna rhodamin B ditambahakan pada produk beef burger yang dijual di Toserba Yogya Ciamis E. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kandungan nitrit dalam beef burger 2. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih produk beef burger olahan yang tidak mengandung nitrit dan zat pewarna yang sesuai dengan Permenkes RI No. No.722/Menkes/PER/IX/88.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Daging 1.Definisi Daging Daging adalah salah satu komoditi pertanian hasil hewani yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein, karena protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Menurut Food and Drug Administration, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak mamalia seperti sapi dan domba, yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian otot yang berserat, yaitu yang berasal dari otot rangka atau lidah, diafragma, jantung dan usofagus Daging adalah salah satu komoditi pertanian hasil hewani yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein, karena protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, (Muchtadi dkk, 2010 : 2).

B. Beef Burger 1.Definisi Beef Burger Burger sapi merupakan produk olahan daging sapi yang digiling dan dihaluskan, dicampur bumbu dan kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dengan proses kuring (Soeparno, 1994). Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging giling atau cacah, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi dan aneka bumbu (Senior, 2006). 2. Syarat mutu Beef Burger TABEL 2 Syarat Mutu Beef Burger No 1. Keadaan 1.1 Aroma Normal,Sesuai Label 1.2 Rasa Normal,Sesuai Label 1.3 Tekstur 2. Benda Asing Normal Tidak Ada Boleh Jenis Uji Satuan Persyaratan

3. 4. 5. 6. 7. 8

Air Protein Lemak Karbohidrat Kalsium (Ca) BTM 8.1 Pengawet

% b/b % b/b % b/b Mg/100 g

Maks 60 Min 13 Maks 20 Maks 25 Maks 30

Sesuai SNI 010222-1995

8.2 Pewarna

Sesuai SNI 010222-1995

9.

Cemaran Logam 9.1 Timbal (Pb) 9.2 Tembaga 9.3 Seng (Zn) 9.4 Timah (Sn) 9.5 Raksa (Hg) Mg/Kg Mg/Kg Mg/Kg Mg/Kg Mg/Kg Mg/Kg Maks 2,0 Maks 20,0 Maks 40,0 Maks 40,0 Maks 0,03 Maks 1,0

10. 11.

Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba 11.1 Angka Lempeng Total 11.2 Coliform 11.3 E.Coli

Koloni/g APM/g APM/g

Maks 105 Maks 10 <3

11.4 Enterococci 11.5 Clostridium perfringens (SNI 01-6683-2002)

Koloni/g Koloni/g

102 Maks 1 x 102

C.Bahan Tambahan makanan (Zat aditif) Bahan tambahan makanan adalah zat yang ditambahkan pada makanan yang diberikan dalam jumlah kecil dengan maksud untuk memperbaiki rupa, susunan, atau sifat makanan (Irianto & Waluyo.2010 : 75 ). Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76 yang di maksud bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke dalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 2002 : 214). Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2006 : 2). 1. Berdasarkan cara penambahan Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, Yaitu :

a. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengoahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. b. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan secara tidak sengaja, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari baghan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan di konsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestidida (termasuk insektisida, herbisida, Fungisida, dan Rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2006 : 2). 2. Penggunaan Bahan tambahan makanan Bahan tambahan makanan yang digunakan hanya dapat di benarkan apabila : a. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan

b. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan c. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan d. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi.2006 : 2-3). 7. Macam-macam bahan tambahan pangan : a. Zat pengikat logam Sekuestran atau zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur contohnya seperti(Winarno, 2002 : 215). b.Zat Antikerak Zat Antikerak biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbentuk tepung atau butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat butirannya. Zata Antikerak akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan atau membentuk campuran senyawa yang tak dapat larut (Winarno, 2002 : 217).

c.Zat Pemantap Digunakan untuk memperoleh tekstur yang keras, contohnya seperti CaCl2, Ca-Sitrat, Ca-monofosfat d. Zat Pemanis sintetik Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia yang berbeda dengan polihidrat gula alam (Winarno, 2002 : 218). a. Zat Penjernih Larutan Zat ini dipakai untuk mengatasi masalah kekeruhan, pengendapan, dan oksidasi yang menyebabkan perubahan warna (Winarno, 2002 : 219). b. Zat Pemucat Zat pemucat ada yang berfungsi sebagai pemucat saja, dan ada juga yang berfungsi meningkatkan daya mengembang terigu, dan ada yang berfungsi untuk keduanya (Winarno, 2002 : 220). c. Zat Pengasam

Asidulan atau zat pengasam merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Zat ini dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet (Winarno, 2002 : 220). d. Zat Pengembang Adonan Bahan pengembang yang sekarang sering dipakai menggunakan bahanbahan kimia yang dapat menghasilkan gas CO2. Gas ini diperoleh dari garam karbonat atau garam bikarbonat.bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) (Winarno, 2002 : 221). e. Zat Pengawet Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir ataupun kapang(Winarno, 2002 : 224). f. Zat Pengental

Bahan makanan yang berupa cairan dapat dikentalkan dengan menggunakan gumi dan bahan polimer sintetik. Viskositas yang lebih tinggi diperoleh dengan teknik pembuatan emulsi (Winarno, 2002 : 226). g. Zat Pewarna Zat pewarna merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel, karsofil, eritrosin, tartazine. Juga bisa digunakan untuk menentukan mutu, indikator kesegaran atau kematangan (Irianto & Waluyo, 2010 : 76). h. Penyedap Rasa dan aroma Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan atau mempertegas rasa dan aroma, contohnya asam butirat, ametal, asam glutamat, dan eugenal (Irianto & Waluyo.2010 : 76). i. Antioksidan Antioksidan yang paling umum digunakan adalah hidroksianisol yang di butilasi (BHA), hidroksitoluena yang di butilasi (BHT), propilgalat (PG), tokoferol, dan asam askorbat (Winarno, 2002 : 77). D. Zat Pengawet 1. Pengertian Zat Pengawet

Zat pengawet adalah bahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, penguraian, atau pengasaman yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Zat pengawet dipergunakan untuk memberikan kesan segar terhadap makanan (Irianto & Waluyo.2010 : 75). Terdapat 2 jenis zat pengawet yaitu pengawet organik dan anorganik a. Zat pengawet Organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. b. Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet anorganik yangsering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitri, zat pengawet anorganik lebih berbahaya karena bersifat karsinogenik. (Cahyadi, 2006 : 7) E. Nitrit 1. Fungsi Nitrit Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama

berabad-abad. Pada akhir abad ke-19, para ahli telah berhasil mengungkapkan penemuannya lebih dalam lagi yaitu bahwa senyawa (garam nitrat) bukan penyebab merahnya daging, tetapi penyebab sesungguhnya adalah garam nitrit (NO2), dan sendawa berfungsi sebagai sumber nitrit. Oleh bakteri nitrat dapat direduksi menjadi nitrit. Dapat diketahui bahwa di dalam daging, nitrit dipecah sehingga menghasilkan NO (Nitroso). Senyawa ini mudah bereaksi dengan pigmen dalam daging

(myoglobin) dan pigmen dalam darah (heme), dengan membentuk warna merah muda yang stabil yang disebut nitrosamyo chromogen dan nitrosochemo chromogen. Warna inilah yang bertanggung jawab terhadap warna corned yang menarik itu (F G Winarno dan Titi Sulistyowati, 1994 : 141). Nitrit mampu menghambat Clostridium Botulinum, bakteri ini merupakan mikroorganisme patogenik paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium Botulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium Botulinum disebut botulisme. (Winarno, 1994 : 141).

Mioglobin (Ungu Merah)

Oksigenisasi Deoksigenis asi Oksid asi Oksid asi Reduksi + NO

Oksimioglobin (Merah terang)

Reduksi + Oksigenisasi

Oksidasi (Nitrit)

Reduk si
NO Mioglobin (Merah)

Metmioglobin (Coklat)

Panas

Panas

NO Hemokromoge n (Pink)

Bakteri, Oksigen Bahan kimia, sinar

Oxidized porphyrins (Hijau,kuning, tidak berwarna)

Gambar 1. Pembentukan Warna Merah Pada Daging (F.G Winarno, 1989 : 71). 2. Efek penggunaan nitrit pada bayi Bayi pada umumnya lebih sensitif terhadap methemoglobinemia daripada orang dewasa, disebabkan karena pembentukan enzim untuk menguraikan metHb menjadi Hb masih belum sempurna. Sebagai akibat methemoglobinemia adalah bayi akan kekurangan oksigen,pucat,maka mukanya akan tampak membiru (cianosis), muntah dan shock. Dan karenanya penyakit ini dikenal sebagai penyakit Blue Babies.

5% dari batas methemoglobinemia merupakan suatu batas aman sebelum terjadi gejala akut. Pada anak usia 1 tahun,konsumsi spinach (sebangsa bayam yang mengandung nitrit) sekitar 350 mg dengan kadar nitrit sekitar 110 ppm akan menyebabkan keracunan (Juli Soemirat Slamet, 1994 : 116 ; Winarno dan Tuti Sulistyowati Rahayu, 1994 : 142). 3. Efek Penggunaan Nitrit Pada Orang Dewasa Meskipun pada orang dewasa, nitrit dapat juga bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, tetapi methaemoglobin yang terbentuk dapat dengan mudah direduksi (diubah) menjadi haemoglobin kembali oleh enzim methaemoglobin reduktase, dan darah menjadi normal kembali fungsinya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Nitrit dianggap berbahaya pada orang dewasa karena sifatnya yang sangat reaktif dengan senyawa amin sekunder, seperti pyrrolidin, dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker) yang kuat, yang disebut nitrosoamine. F. Zat Pewarna 1. Definisi Zat Pewarna Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau atau memberi warna pada makanan. Warna makanan dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan dari suatu makanan (Irianto & Waluyo, 2010 : 76).

2. Dampak Zat Pewarna Sintetis Bagi Kesehatan Penggunaan zat pewarna sintetis secara terus menerus dan melebihi kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi dalam tubuh yang pada akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu. Tingginya kadar bahan pewarna akan memberatkan fungsi hati untuk merombaknya agar keluar dari hati. Hati mempunyai kemampuan yang terbatas untuk merombak bahan pewarna, akibatnya ada yang tertimbun di dalam hati dan mengganggu fungsi organ ginjal. Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal- hal yang tidak diinginkan (Irianto & Waluyo, 2010 : 76). Penggunaan pewarna merah seperti amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak. Allura red dapat memicu kanker limpa. Pemakaian erythrosine akan mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak-anak dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku. Carmoissine bisa memicu terjadinya kanker hati. Penggunaan Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urine,

kemudian dapat memicu timbulnya tumor. Rhodamin B bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, dan usus (Yuliarti, 2007 : 35). G.Analisa Nitrit dengan Spektrofotometer Sinar Tampak Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi. Penentuan kadar nitrit secara kuantitatif dapat di ukur di spektrofotometer sinar tampak. Keuntungan utama suatu metode spektrofotometri yaitu memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil

(A.Hadyana,I.Setiono, 1994 : 810 dan 880). H. Analisis Rhodamin B dengan KLT Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan sintetik. Kromatografi kertas telah digunakan pada tahun 1950. Pada tahun 1970an, penggunaan KLT lebih disukai oleh banyak laboratorium. Teknik ini

masih digunakan oleh banyak laboratorium karena peralatan yang digunakan

sederhana.

Namun

telah

dikembangkan

metode

baru

yang

memberikan

keuntungan yang lebih besar, seperti HPLC dan elektroforesis kapiler. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada analisis pewarna sintetik. KLT merupakan metode

pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun demikian KLT tidak mahal dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan. Pada hakekatnya KLT melibatkan dua fase: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran larutan pengembang (Gritter, dkk, 1991 : 107-109

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif. B. Prosedur 1. Pembuatan Larutan standar Nitrit a. Larutan Induk Standar Ditimbang 0,1125 gram NaNO2 dengan teliti, masukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar yaitu : PPM = = x x

= 150 ppm b. Dari larutan induk standar dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi standar 1,5 ppm. Dari konsentrasi 1,5 ppm dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dimasukkan ke dalm labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi standar secara berurutan adalah 0,015 ppm ; 0,030 ppm ; 0,060 ppm ; 0,090 ppm ; 0,120 ppm.

2. Pembuatan pereaksi a. Pembuatan larutan induk nitrit Ditimbang 0,150 gram NaNO2 dengan teliti. Larutkan dengan aquadest dalam labu ukur 500 ml samopai tanda batas sehingga diperoleh larutan standar 200 ppm. b. Pereaksi Griess Dilarutakan 0,5 gram asam sulfanilat dalam 150 ml CH3COOH 15% v/v. Didihkan 0,1 gram alfanaftilamin dalam 20 ml H20 sampai larut dan dituangkan dalam keadaan panas ke dalam 150 ml CH3COOH encer. Campurkan kedua larutan tersebut dan disimpan didalam botol kaca berwarna coklat. c. Larutan HgCl2 jenuh Hgcl2 dimasukan ke dalam 20 ml aquadest sedikit demi sedikit sampai larutan tersebut tidak larut lagi. d. Larutan H2SO4 2N Sebanyak 5,6 ml H2SO4 pekat dimasukan ke dalam gelas ukur 100 ml yang telah ditambahkan sedikit aquadest kemudian tambahkan lagi aquadest sampai tanda batas. e. Larutan HCl 2N Sebanyak 16,7 ml HCl pekat dimasukan ke dalam gelas ukur 100 ml yang telah ditambahkan sedikit aquadest kemudian tambahkan aquadest sampai tanda batas. f. Amilum 1%

Sebnayak 0,1 gram amilum dibuat suspensi dalam 3 ml aquadest lalu dimasukan ke dalam 7 ml aquadest yang telah dipanaskan sedikit demi sedikit. g. Larutan KMnO4 0,5% Sebanyak 0,05 gram KMnO4 dimasukan ke dalam gelas kimia tambahkan 5 ml aquadest kemudian panaskan dan diamkan selama 1 malam, saring menggunakan glass woll, lalu bilas. Encerkan sampai volumenya 10 ml. 3. Pembuatan larutan sampel a. Timbang dengan seksama sampel beef burger yang telah dihaluskan dengan mortir, masukan ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan kurang lebih 40 ml air bebas nitrit yang telah dipanaskan 80C aduk dengan batang pengaduk b. Ditambahkan air panas ke dalam erlenmeyer 500 ml hingga erlenmeyer berisi kurang lebih 300 ml, simpan diatas penangas air selama 2 jam sambil sekali-kali digoyang c. Pindahkan ke dalam labu ukur 500 ml, kemudian bilas dengan aquadest d. Ditambahkan 5 ml HgCl2 jenuh, digoyangkan pada suhu kamar, lalu encerkan sampai tanda garis, dikocok dan disaring (SNI-012894-1992).

4. Pemeriksaan Nitrit secara Kualitatif a. Sebanyak 1 ml larutan sampel di dalam tabung reaksi di tambahkan larutan H2SO4 2N, sedikit serbuk FeSO4 lalu campur merata. Kemudian secara hati-hati melalui dinding tabung tambahkan 1 ml H2SO4 pekat (jangan digoyang). Bila terdapat nitrit akan terbentuk cincin berwarna coklat atau merah. Reaksi yang terjadi yaitu : FE2+ + SO42- + NO [Fe,NO]SO4

b. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml HCl 2N, maka akan terbentuk warna biru. Dengan reaksi : NO2- + H+ HNO2

c. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 1 ml KMnO4, maka warna KMnO4 akan hilang. Reaksi yang terjadi : 5NO2- + 2 MnO4- +6H+ 3H2O. d. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml larutan KI, 1 ml H2SO4 2N dan 1 ml amilum 1%, maka akan terbentuk warna biru Dengan reaksi : 2NO2- + 2I- + H2SO4 2H2O (G Svehla, 1979 : 330-331) 5. Pemeriksaan Nitrit Secara Kuantitatif Prinsip : Berdasarkan reaksi diazotasi asam sulfanilat oleh asam nitrit, yang diikuti dengan reaksi kopling dengan -nafhtilamin membentuk suatu zat pewarna azo yang merah. I2 + 2NO + SO4- + 5NO3- + 2Mn2+ +

a. Dipipet 5 ml larutan hasil penyaringan, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, ditambahkan 2 ml pereaksi Griess dan diencerkan sampai tanda garis. Dibiarkan selama 1 jam supaya terbentuk warna b. Absorban sampel dihitung dengan menggunakan spektrofotometer, tentukan terlebih dulu panjang gelombang maksimalnya c. Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan memplot pada kurva standar yang diperiksa sama seperti sampel (SNI 01-2894-1992).

C. Prosedur Pemeriksaan Pewarna Rhodamin B 1. Identifikasi Rhodamin B a. Pembuatan larutan induk nitrit Eluen yang digunakan antara lain etil asetat, methanol dan ammonia 10% dengan perbandingan 24 : 26 :23. Kocok dengan corong pisah. b. Persiapan Chamber 1) Chamber yang digunakan dengan panjang 14 cm,tinggi 25 cm dan lebar 6 cm. 2) Masukkan campuran eluen kedalam chamber yang telah dilapisi kertas saring. 3) Tutup rapat, kemudian lakukan penjenuhan selama 1 malam. c. Persiapan plat KLT 1) Siapkan lempeng silica gel GF254 dengan ukuran 10 x 10 cm. 2) Beri batas bawah 1 cm, batas atas 1 cm.

d. Penanganan sampel 1) Ditimbang sejumlah 100 mg cuplikan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 50 ml. 2) Tambahkan methanol 10 ml, saring dengan kertas saring. e. Identifikasi Rhodamin B 1) Uji asam basa Bahan H2SO4 p HCL p NH4OH 10% NaOH 3N Rhodamin B Jingga Jingga Tetap merah Tetap merah

2) Kromatografi Lapis Tipis a) Larutan uji dan larutan standar masing-masing ditotolkan pada batas bawah lempeng silica gel GF254 serta terpisah dengan jarak 1,5 cm. b) Masukan ke dalam bejana kromatografi (chamber) yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan eluen, tutup rapat. c) Larutan uji dan larutan standar dielusi. Keringkan di udara lalu bandingkan Rf bercak sampel dengan bercak Rf bercak standar.

2. Pembuatan Rhodamin B Ditimbang sejumlah 50 mg rhodamin B, larutkan dalam 20 ml methanol. 3. Pembuatan reagen a. HCl 4 N Dibuat 50 ml HCl 4 N dari HCl 12 N. Masukkan 33,3 ml aquadest ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian tambahkan 16,7 ml HCl 12 N ke dalamnya melalui dinfing secara perlahan-lahan,add dengan aquadest sampai batas. b. NH4OH 10 % Dibuat 100 ml ammonia 10% dari ammonia 21%. Masukan 40 ml aquadest ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian tambahkan 47,6 ml ammonia ke dalamnya melalui dinding secara perlahanlahan,add dengan aquadest hingga batas. c. NaOH 3N 50 ml Ditimbang 6 gram NaOH, masukan ke dalam labu ukur 50 ml, add dengan aquadest bebas CO2, sampai tanda batas.

B. Alat Alat-alat yang digunakan dalam analisis kandungan nitrit adalah seperti yang tercantum dalam tabel 3.1 sebagai berikut : TABEL.3.1.1 Alat-alat yang digunakan

No

Nama Alat

Jumlah

Spesifikasi

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Batang pengaduk Botol semprot Corong tangkai panjang Gelas kimia Gelas ukur Kaca arloji Kertas saring Whatman Kuvet Labu Erlenmeyer Labu ukur

1 buah 1 buah 2 buah 2 buah 1 buah 1 buah 4 buah 2 buah 4 buah 11 buah

P = 25 = 100 cm 100 ml V = 100 ml = 7,5 cm No 42 = 0,8 cm V = 250 ml V = 50 ml, 100 ml, 500 ml

10

Mortir dan stemper

1 pasang

= 14 cm, P =

12 cm 11 12 Neraca listrik Pipet volume 1 unit 1 buah 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 5,0 ; 10,0 ; 25,0 ml 13 14 Pipet tetes Spektrofotometer uvvisible 15 16 Tabung reaksi Waterbath 4 buah 1 unit V = 20 ml 2 buah 1 unit -

Alat yang digunakan untuk analisis Rhodamin B adalah seperti yang tercantum dalam tabel 3.1.2 sebagai berikut :

TABEL 2 Alat yang digunakan untuk penelitian No 1 2 Nama alat Corong pisah Corong spesifikasi 250 ml 10 ml 3 Gelas Ukur 100 ml 4 Gelas kimia 100 ml 1 2 Jumlah 1 1 1

5 6 7 8 9 10 11 12 13

Kaca arloji Batang pengaduk Pipet tetes Plat tetes Pipa kapiler Botol semprot Chamber Lempeng silika gel GF Neraca elektrik

254 50 ml

2 2 2 1 Secukupnya 1 2 Secukupnya 1 1

14

Labu ukur 100 ml

C. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam Analisis kandungan nitrit adalah seperti yang tercantum dalam tabel 3.2.1 sebagai berikut : TABEL 3.2 Bahan-bahan yang digunakan

No 1

Nama Alat Alfanaftilamin (C12H16Cl2N2)

Jumlah 0,01 gram

Konsentrasi -

2 3 4 5

Amilum Asam asetat (CH3COOH) Asam klorida (HCl) Asam Sulfanilat (C6H7NO3S.H2O)

0,1 gram 4 ml 1,6 ml 0,05 gram

Serbuk 98% 12 N -

6 7 8 9

Asam sulfat (H2SO4) Ferrosulfat (FeSO4) Kalium Iodida (KI) Kalium permanganat (KMnO4)

4,8 ml 0,5 gram 1 gram 1 ml

36 N Serbuk Serbuk -

10

Natrium nitrit (NaNO2)

0,1 gram

11

Merkuri II klorida (HgCl2)

2 gram

Serbuk

12

Aquadest

Secukupnya

Bahan yang diperlukan untuk analisis Rhodamin B adalah seperti yang tercantum dalam tabel 3.2.1 sebagai berikut : TABEL 2 Bahan yang digunakan untuk penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama Bahan Sampel Ammonia Matanol Etil Asetat NH4OH H2SO4 HCl NaOH Aquadest Kertas saring Konsentrasi 10 % 10 % 36 N 12 N 3N Volume / gram 0,1 gr 28 ml 160 ml 16 ml 20 ml 1 ml 1 ml 1 ml Secukupnya Secukupnya

DAFTAR PUSTAKA Afrianti, L.H. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung : Alfabeta, 2008. Alaerts,G. Sri Sumestri Santika. Metode Penelitian Air. Surabaya : Penerbit Usaha Nasional, 1987. Badan Standarisasi Nasional. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MENKES/PER/IX/88/Tentang Bahan Tambahan Makanan. 2002. Buckle, K A, Edwards, R.A dkk. Ilmu Bahan pangan. Jakarta : UI-Press, 1987. Cahyadi, W.Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. 2006 Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Day, R. A. Dan Underwood, A.L. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Jakarta: Erlangga, 2002. Desroiser, N W. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah : Mucji Muljohardjo. Jakarta: Universtas Indonesia, 1988. Irianto, K dan Waluyo K. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : CV. Yrama Widya, 2004. Muchtadi, D. Keamanan Pangan, Sulfit Dipermasalahkan da Nitrit Dikurangi?. Tanggal akses Desember 2011.http://www.web.ipb.ac.id Muchtadi, T R. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung : Alfabeta CV.

Stahl, E. Analisis Obat Secara Khromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah : Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung : ITB, 1985. Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 1994. Srikandi Fardiaz. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992. Vogel. (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi V. Jilid II. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka. Winarno, F. G dan Tuti Sulistyowati Rahayu. (1994). Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997. Winarno, F. G. Pangan Gizi Teknologi dan Keracunan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993. Winarno, F. G. Teknologi Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1989. Yuliarti, N. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit Andi, 2007.

You might also like