You are on page 1of 220

KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP PADA PRODUKSI

YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG

SKRIPSI YONGKI WAHYU PERDANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN YONGKI WAHYU PERDANA. D14204043. 2008. Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP serta Penyusunan Awal Rencana HACCP pada Produksi Yoghurt di KPSBU Lembang, Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP,. M.Si Masalah keamanan pangan merupakan hal serius yang saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Adanya jaminan keamanan dalam produk pangan menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan preferensi masyarakat terhadap produk tersebut. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang merupakan bentuk usaha koperasi yang melayani kebutuhan peternak termasuk menyalurkan susu segar ke industri pengolahan susu, kini juga melakukan proses pengolahan susu dengan hasil yoghurt sebagai produk yang akan dikembangkan. KPSBU berkeinginan untuk menciptakan produk yang aman dipasarkan secara luas sesuai dengan tuntutan konsumen saat ini. Aplikasi sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) perlu dilakukan untuk mewujudkan keinginan KPSBU tersebut. HACCP merupakan sistem yang dapat menjamin bahwa keamanan pangan telah dilaksanakan dengan efektif. Pada penerapan HACCP, syarat mendasar yang harus dipenuhi yaitu telah dilaksanakannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating procedures (SSOP) dalam suatu perusahaan dengan Good Transporting Practices (GTP) dan Good Retailing Practices (GRP) sebagai pendukung untuk mewujudkan tersedianya produk yang aman hingga ke tangan konsumen sehingga sistem HACCP dapat dapat diterapkan lebih efektif. Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di KPSBU Lembang, Bandung selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 9 Juli 2007 sampai dengan 31 Agustus 2007. Pelaksanaan magang dilakukan di unit pengolahan susu KPSBU dengan berpartisipasi aktif dalam aktivitas keseharian, diantaranya dengan ikut serta melakukan pekerjaan sehari-hari pada unit produksi yoghurt dan distribusi yoghurt, observasi lapangan, wawancara, pengumpulan data, evaluasi dan analisis data serta penetapan Critical Control Point (CCP) pada tiap proses. Studi literatur dilakukan sesuai dengan topik yang dibahas untuk mendukung pembuatan rencana HACCP. Hasil penelitian menunjukkan standar tentang praktek higiene yang disyaratkan pemerintah yaitu GMP yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/Menkes/SK/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan dan SSOP, belum dapat dilaksanakan secara maksimal oleh unit pengolahan koperasi. Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan yang dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik, meliputi GTP dan GRP juga belum maksimal diterapkan unit pengolahan koperasi. Penyediaan fasilitas sanitasi belum dilengkapi dengan sabun pencuci tangan serta alat pengering, proses penyimpanan masih rentan kontaminasi silang, serta penggunaan air yang belum diuji kualitasnya secara laboratorium untuk digunakan pada proses pengolahan dan kurang terkontrolnya suhu produk selama transportasi dan pemasaran. Penyusunan awal rencana sistem HACCP didapatkan enam CCP

pada proses produksi yoghurt yaitu bahan baku susu segar, gula, proses pasteurisasi, proses inokulasi starter, proses pengemasan, dan proses distribusi. Pada tahap proses penambahan gula dan pensterilisasian kemasan diperlukan adanya modifikasi proses agar tidak menjadi sumber bahaya. Oleh karena itu perlu perevisian Standard Operating Procedures yang sesuai dengan aspek-aspek GMP, GTP, GRP dan SSOP guna meminimalisir CCP dan disosialisasikan kepada karyawan agar penerapan GMP, GTP, GRP, dan SSOP dapat dilakukan secara benar dan sistem HACCP dapat berjalan efektif dan siap diterapkan di KPSBU. Kata-kata kunci: HACCP, yoghurt, GMP, GTP, GRP,SSOP

ii

ABSTRACT Study of GMP, GTP, GRP, SSOP Applications and Initiation of HACCP Plan System on Yoghurt Production at KPSBU Lembang, Bandung Perdana Y.W., R. R. A. Maheswari, and Z. Wulandari Nowadays consumers are more concern about food safety, therefore quality and food safety assurance take the top place in food industry. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) is one of food safety assurance that prevent products from hazard material. HACCP system is concern about identify and anticipate hazards in processing lines, not only final products examination. KPSBU has been developed yoghurt products. The main ingredient of KPSBUs yoghurt is fresh milks which are come from the farmers in Lembang, Bandung. KPSBU wants to produce their yoghurt safety and have high quality as the reaction of consumer awareness in food safety, so HACCP plan system need to be arranged in KPSBU to reach that goal. This internship study was conducted to study the GMP and SSOP applications in KPSBU as pre-requisites of HACCP system and also the GTP and GRP aspects to accompany the HACCP plan system effectively that will be applied in KPSBU. The results explained that the GMP, GTP, GRP and SSOPs application in KPSBU were need to be developed. SOP documentary revisions that accompany GMP, GTP, GRP and SSOPs applications, complete sanitary facilities arrangement, water safety and products temperature control during transportation and retailing process need to be managed well. HACCP plan system has been identifying Six Critical Control Points (CCPs) in yoghurt production of KPSBU. Raw milks, sucrose material, also pasteurization, starter inoculation, packaging and distribution processing are the CCPs. KPSBU must pay attention in identified CCPs and make corrections in the process to eliminate the hazards. Keywords: Yoghurt, HACCP, GMP, GTP, GRP, SSOP

KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG

SKRIPSI YONGKI WAHYU PERDANA

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG

Oleh
YONGKI WAHYU PERDANA D14204043

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Agustus 2008

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Rarah. R. A. Maheswari, DEA. NIP. 131 671 595

Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. NIP. 132 206 246

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP.131 955 531

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1986 di Surabaya. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yoyok Wahyu Handayanto dan Ibu Saptawatie Saputra. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 002 Tanjung Uban, Kep. Riau. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Swastika Karya Negara, Bali dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2004 di SMUN 10 Bekasi, Jawa Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun 2004. Selama pendidikan penulis aktif menjadi staf Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB pada masa jabatan Tahun 2005-2006, dan aktif di beberapa kepanitiaan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu tahun 2008. Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, penulis melaksanakan magang penelitian di Unit Produksi Yoghurt KPSBU Lembang Bandung. Hasil kegiatan magang penelitian telah dituangkan ke dalam bentuk skripsi berjudul Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP serta Penyusunan Awal Rencana Sistem HACCP pada Produksi Yoghurt di KPSBU Lembang Bandung dibawah bimbingan Dr. Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA dan Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan pada Nabi Muhammad SAW dan keselamatan seluruh umat Islam. Skripsi yang berjudul Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP, dan SSOP serta Penyusunan Awal Rencana Sistem HACCP pada Produksi Yoghurt di KPSBU Lembang, Bandung ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. KPSBU merupakan salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang industri susu dengan produk utama susu segar. Pada saat ini KPSBU sedang mengembangkan produk yoghurt sebagai diversifikasi produk olahan susu. KPSBU berusaha menciptakan produk yoghurt yang bermutu untuk dapat bersaing di pasaran. Upaya pengendalian dan peningkatan mutu, pada saat ini dilakukan oleh KPSBU Lembang melalui usaha penerapan GMP dan SSOP dengan benar sebagai dasar penyusunan rencana HACCP untuk lebih menjamin keamanan produk yang dihasilkan, dan meningkatkan kualitas produk serta penerapan GTP dan GRP agar produk tetap aman hingga diterima oleh konsumen. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi praktisi, akademisi serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan peternakan terutama pihak KPSBU dalam mengembangkan produknya.

Bogor, September 2008

Penulis

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................ ABSTRACT............................................................................................... RIWAYAT HIDUP.................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI.............................................................................................. DAFTAR TABEL...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang........................................... ......................................... Tujuan.................................................................................................. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ Keamanan Pangan................................................................................ Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).............................. Rencana Sistem HACCP...................................................................... Good Manufacturing Practices (GMP) .............................................. Good Transportation Practices (GTP) ................................................ Good Retailing Practices (GRP)................ ......................................... Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ........................ Susu...................................................................................................... Yoghurt ................................................................................................ Kerusakan Yoghurt ............................................................................. Kerusakan Fisik....................................................................... Kerusakan Mikrobiologis........................................................ METODE ................................................................................................... Lokasi dan Waktu ................................................................................ Materi................................................................................................... Prosedur ............................................................................................... KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................... Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) ......................... Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan........................................... Pelayanan dan Produk Koperasi ......................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. Penerimaan Susu dari Peternak ke Koperasi ....................................... Uji Alkohol............................. ................................................. i iii iv v vi ix x xi 1 1 3 4 4 4 6 7 9 10 11 12 13 16 16 16 18 18 18 18 23 23 24 24 25 25 25

Uji Berat Jenis.......................................................................... Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)............................. Lokasi dan Lingkungan Pabrik............................. ................... Bangunan dan Ruangan Pengolahan........................................ Fasilitas Sanitasi ...................................................................... Peralatan dan Perlengkapan Produksi...................................... Bahan ....................................................................................... Produk Akhir............................................................................ Laboratorium dan Pemeriksaan ............................................... Kesehatan dan Kebersihan Karyawan............................. ........ Wadah Kemasan ...................................................................... Label ........................................................................................ Penyimpanan............................................................................ Pemeliharaan............................................................................ Penerapan Good Transporting Practices (GTP).................................. Desain Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya ... Pembersihan dan Perawatan Peralatan dan Unit Transportasi. Higien dan Kesehatan Karyawan............................................. Prosedur Operasional............................................................... Dokumen Kontrol dan Penyimpanan Catatan ......................... Verifikasi ................................................................................. Penerapan Good Retailing Practices (GRP)........................................ Cara Penempatan Pangan......................................................... Pengendalian Stok Penerimaan dan Penjualan ........................ Mengatur Rotasi Stok Pangan sesuai dengan Masa Kadaluwarsanya ....................................................................... Mengendalikan Kondisi Lingkungan Penyimpanan ................ Penerapan Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ...... Keamanan Air............................. ............................................. Pencegahan Kontaminasi dari Pekerja..................................... Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan .. Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan .................................. Perlindungan dari Bahan Cemaran (Adulteran)....................... Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk............................ Kontrol Kesehatan Pegawai..................................................... Pencegahan Hama Pabrik ........................................................ Penyusunan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ......... Kebijakan Mutu ....................................................................... Organisasi Tim HACCP .......................................................... Mendefinisikan Ruang Lingkup HACCP Plan ....................... Deskripsi Produk Yoghurt ...................................................... Penyusunan dan Verifikasi Diagram Alir................................ Analisa Bahaya ........................................................................ Penetapan Critical Control Point (CCP) .................................

26 27 27 29 34 37 37 38 38 38 39 39 39 41 53 55 57 58 59 64 64 64 65 65 66 66 66 67 68 69 70 71 71 72 72 88 88 88 89 89 90 94 97 vii

Menentukan Batas Kritis, Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi..................................................................... Membuat Proses Verifikasi dan Sistem Pencatatan................. Dokumentasi dan Pencatatan ................................................... KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. Kesimpulan .......................................................................................... Saran .................................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN...............................................................................................

100 101 101 119 119 119 122 123 126

viii

DAFTAR TABEL Nomor 1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) ................................. 2. Syarat Mutu Yoghurt (SNI 01-2981-1992) .............................. 3. Penilaian Penerapan GMP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU 4. Rekapitulasi Penerapan GMP di KPSBU................................. 5. Penilaian Penerapan GTP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU . 6. Penilaian Penerapan SSOP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU 7. Rekapitulasi Penerapan GTP di KPSBU .................................. 8. Rekapitulasi Penerapan SSOP di KPSBU ................................ 5. Deskripsi Produk Yoghurt Freshtime....................................... 6. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Bahan Baku dan Proses Produksi Yoghurt ......................................................... Halaman 13 14 28 42 54 67 73 82 89 102 109 112 115

7. Penetapan CCP Bahan Baku..................................................... 8. Penetapan CCP Proses Produksi Yoghurt ................................ 9. HACCP Table Plan Yoghurt ....................................................

ix

DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Aktivitas Penerimaan Susu.............................................................. 2. Lokasi dan Lingkungan Koperasi.................................................... 3. Gudang Bahan Baku, Ruang Produksi, Area Pasteurisasi dan Ruang Penyimpanan Produk Akhir.................................................. 4. Kondisi Lantai dan Saluran Pembuangan Air.................................. 5. Kondisi Dinding............................................................................... 6. Kondisi Pintu.................................................................................... 7. Kondisi Lampu. 8. Kondisi Ventilasi Udara... 9. Desain Tempat Sampah yang Digunakan........................................ 10. Kondisi Bak Pencuci Tangan........................................................... 11. Penyimpanan Peralatan Produksi..................................................... 12. Kendaraan Transportasi yang Digunakan........................................ 13. Peralatan pendingin: Cool box dan Showcase................................. 14. Penerapan Higien Personal Karyawan di Ruang Pengemasan........ 15. Diagram Alir Yoghurt..................................................................... Halaman 25 29 29 30 31 32 33 34 35 36 40 55 56 68 93

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Struktur Organisasi KPSBU....................................................... 2. Denah KPSBU............................................................................ 3. Sistem Pelabelan dan Penyimpanan dengan Kartu .................... 4. Manajemen Pengendalian Hama ................................................ 5. Check List GMP, GTP dan SSOP .............................................. 6. SOP Good Transporting Practices ............................................ 7. SOP Good Retailing Practices................................................... 8. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990................................................. 9. SSOP pada Produksi Yoghurt .................................................... 10. Contoh Penyusunan Tim HACCP KPSBU ............................... 11. SOP Produksi Yoghurt............................................................... 12. Decision Tree untuk Bahan Mentah .......................................... 13. Decision Tree untuk Proses Pengolahan.................................... Halaman 127 128 129 135 138 158 174 178 181 191 193 205 206

xi

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah keamanan pangan saat ini merupakan hal serius yang menjadi perhatian berbagai pihak yaitu pemerintah, industri maupun konsumen. Masyarakat semakin selektif dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. Susu sebagai salah satu produk pangan hasil ternak memiliki nilai gizi yang lengkap. Komposisi susu terdiri atas protein, laktosa, lemak, vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai nutrisi yang lengkap membuat susu dan produk produk olahannya menjadi produk pangan yang mudah rusak, karena rentan akan pertumbuhan mikroba. Adanya jaminan keamanan dalam produk pangan dapat menjadi salah satu faktor yang meningkatkan preferensi pada masyarakat. Sistem pengendalian bahaya yang disebut Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) direkomendasikan untuk memenuhi tuntutan keamanan pangan tersebut. HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan menentukan tindakan pencegahan yang perlu diperlukan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. Sistem HACCP mampu mencegah terjadinya penyimpangan dan bukannya menunggu sampai timbul masalah karena sistem HACCP tidak bergantung pada pengujian produk akhir. Penerapan sistem HACCP bermanfaat bagi konsumen maupun bagi pihak industri pangan. Manfaat sistem HACCP bagi industri pangan diantaranya yaitu meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pasar, mencegah penarikan produk serta mencegah pemborosan biaya kerugian akibat masalah keamanan produk. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem HACCP akan meningkatkan keuntungan dari perusahaan serta penggunaan sumber daya menjadi lebih efisien dan pemecahan masalah dapat lebih cepat. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang merupakan bentuk usaha koperasi yang melayani kebutuhan peternak termasuk menyalurkan susu segar ke industri pengolahan susu, kini juga melakukan pengolahan dengan hasil yoghurt sebagai produk yang akan dikembangkan. KPSBU berkeinginan untuk menciptakan produk yang aman dipasarkan secara luas sesuai dengan tuntutan konsumen saat ini. Rancangan HACCP perlu dipersiapkan untuk

mewujudkan keinginan KPSBU tersebut, oleh karenanya magang penelitian di unit pengolahan KPSBU dipilih untuk melakukan kajian terhadap penerapan aspek-aspek Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) sebagai persyaratan dasar yang harus diterapkan dengan baik agar sistem HACCP dapat berjalan secara efektif dan membantu mewujudkan penyusunan dokumen sistem HACCP plan yang diperlukan. Kajian terhadap aspekaspek Good Transporting Practices (GTP) dan Good Retailing Practices (GRP) juga dilakukan sebagai pendukung untuk menjamin produk aman hingga ke tangan konsumen Safe from Farm to Table. Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan pedoman cara

memproduksi makanan yang baik pada seluruh rantai produksi, mulai dari produksi sampai konsumen akhir dan menekankan higiene pada setiap tahap pengolahan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap aman hingga tangan konsumen. Good Retailing Practices merupakan pedoman cara menjual produk atau memasarkan produk yang aman dan baik. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah prosedur tertulis tentang proses pembuatan pangan yang harus diproduksi dalam kondisi dan cara yang higienis.

Tujuan Adapun tujuan magang penelitian ini antara lain : 1) melakukan evaluasi terhadap permasalahan manajemen dan teknik khususnya dalam bidang GMP, GTP, GRP dan SSOP yang terkait dengan disiplin ilmu teknologi hasil ternak dan mencari solusi untuk permasalahan sesuai dengan kaidah ilmiah dan praktek langsung di KPSBU. 2) membantu KPSBU dalam mempersiapkan rencana HACCP, menentukan karakteristik bahaya, batas kritis dan tindakan untuk mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan serta tindakan koreksi yang harus dilakukan bila bahaya tersebut muncul.

TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Tuntutan terhadap bahan pangan yang sehat dan aman sudah menjadi perhatian sejak dulu. Hal tersebut dengan diperlihatkan dengan konsepsi higien pada penanganan bahan pangan yang bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroorganisme dengan pendekatan pemeriksaan/pengujian produk akhir. Konsep tersebut tidak cukup memberikan perlindungan terhadap kesehatan konsumen akibat konsumsi bahan pangan. Beberapa kasus gangguan kesehatan yang disebabkan mikroba diantaranya Campylobacter dan Salmonella memiliki tingkat kejadian lebih dari 3000 kasus (Heijden et al., 1999). Konsep pengawasan keamanan pangan berubah dari pendekatan

meminimalisir bahaya menjadi mencegah dan menghilangkan bahaya dengan tidak hanya menerapkan metode pengujian produk akhir namun juga melakukan analisis kemungkinan bahaya yang dapat terjadi. Codex Alimentarius Comissions merekomendasikan penggunaan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), yaitu sistem yang menekankan pada analisis bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya sehingga bahaya kesehatan yang terjadi pada pangan dapat terjadi. Komponen-komponen dalam sistem pengawasan keamanan pangan berdasarkan food hygiene yang baik adalah dengan penentuan kriteria bahan pangan yang baik, pelaksanaan analisis resiko untuk mengidentifikasi dan karakterisasi potensi bahaya, pelaksanaan pengawasan keamanan pangan berdasarkan hasil analisis resiko dan penetapan panduan pelaksanaan penanganan bahan pangan secara higienis (CAC, 1995) HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Hazard Analysis Analitical Control Point merupakan suatu analisa yang dilakukan terhadap bahan baku, proses dan produk untuk menentukan komponen, kondisi atau tahapan proses yang harus mendapat pengawasan ketat untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. HACCP merupakan sistem pengawasan yang bersifat mencegah atau preventif (Fardiaz, 1996). Konsep HACCP telah diterima secara internasional oleh Codex Alimentarius Commision dan diadopsi sebagai teks Guidelines for the

Application of the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System (Mortimore dan Wallace, 1994). Dalam HACCP dikenal istilah CCP (Critical Control Point) yaitu semua titik di dalam sistem keamanan pangan yang spesifik yaitu yang bila terjadi hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang besar (Pierson dan Corlett, 1992). Prinsip HACCP yang diadopsi pada SNI 01-4852-1998 sesuai dengan Codex terdiri atas tujuh: 1) analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya; 2) penetapan titik kendali kritis (CCP); 3) penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan; 4) dokumetasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP; 5) penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantauan CCP; 6) penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan 7) penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya. Sistem HACCP terdiri atas dua belas langkah dan terdapat tujuh prinsip menurut Codex Alimentarius Comission. Langkah-langkah dalam menerapkan HACCP yang direkomendasikan oleh BSN (1998) meliputi : 1) menyusun tim HACCP; 2) membuat keterangan mengenai produk pangan; 3) identifikasi mengenai cara penggunaan atau konsumsi oleh konsumen; 4) menyusun diagram alir proses; 5) verifikasi diagram alir; 6) prinsip 1 : analisis bahaya dan pencegahan; 7) prinsip 2 : identifikasi CCP (Critical Control Point) di dalam proses; 8) prinsip 3 : menetapkan batas kritis untuk setiap CCP; 9) prinsip 4 : menetapkan cara pemantauan CCP; 10) prinsip 5 : menetapkan tindakan koreksi; 11) prinsip 6 : menyusun prosedur untuk verifikasi; dan 12) prinsip 7 : menetapkan prosedur pencatatan. 5

Rencana Sistem HACCP Rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan pangan pada bagian rantai pangan yang sedang dipertimbangkan (BSN, 2002). Rencana HACCP ditulis oleh tim HACCP dan berisi dua komponen esensial yaitu diagram alir proses HACCP Control Chart beserta dokumentasi pendukung lainnya (Mortimore dan Wallace, 1994). Penyusunan dokumen rencana HACCP di Indonesia mengacu pada pedoman BSN 1004-2002. Ruang lingkup rencana HACCP mencakup 3 materi utama: 1) prinsip-prinsip HACCP merupakan implementasi dari tujuh prinsip dan langkahlangkah penerapannya sesuai dengan SNI 01-4852-1998; 2) persyaratan dasar (prerequisite) merupakan syarat minimal untuk menjamin keamanan pangan melalui penerapan GMP dan SSOP yang terkendali; dan 3) program universal manajemen mutu merupakan program manajemen mutu untuk menjamin konsistensi dan ketelusuran penerapan system HACCP. Unsur atau elemen yang harus tercakup dan dipertimbangkan dalam penyusunan rencana HACCP: 1) kebijakan mutu perusahaan; 2) deskripsi dari organisasi yang meliputi identitas, struktur organisasi, bidang kegiatan, personil (tim HACCP) dan pelatihan bagi tim HACCP; 3) penjelasan mengenai deskripsi produk yang berupa sebuah daftar yang berisikan seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP; 4) memuat persyaratan dasar (pre-requisite); 5) memuat diagram alir dan memverifikasinya; 6) adanya penjelasan mengenai analisis bahaya; 7) adanya lembar kerja pengendalian (control measure) yang mencakup informasi lokasi CCP pada setiap proses, jenis bahaya, batas kritis , prosedur pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi dan system pencatatan; 8) sistem penyimpanan catatan; 9) prosedur verifikasi;

Good Manufacturing Practice (GMP) Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005). Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut Menteri Kesehatan No.23/MEN. KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan produksi, bahan, higiene karyawan, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah kemasan, dan transportasi: Lokasi Pabrik Lokasi pabrik mempunyai syarat berada pada daerah bebas atau jauh dari pencemaran. Pencemaran yang dimaksud dapat bersumber dari daerah pembuangan sampah, rawa, pemukiman padat penduduk, dan sistem saluran air yang tidak baik. Bangunan Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi, mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Produk Akhir Produk akhir perlu dianalisis sesuai bahan baku secara kimia, fisik, dan mikrobiologis sebelum produk dipasarkan agar aman dikonsumsi. Peralatan Produksi Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene, antara lain sesuai dengan jenis produksi, permukaan alat yang digunakan berhubungan makanan harus tidak menyerap air, tidak mengelupas, dan tidak mudah berkarat.

Bahan Bahan baku dan bahan tambahan serta bahan penolong yang digunakan untuk pembuatan produk tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu persyaratan yang ditetapkan. Sebelum diproses bahan tersebut dianalisis secara organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologis dan biologis. Higiene Karyawan Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus dalam keadaan sehat (bebas penyakit, luka, dan penyakit kulit). Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala, karyawan selama bekerjaharus meninggalkan kebiasaankebiasaan buruk (seperti : membersihkan hidung, membuang air ludah sembarangan, bersin tidak ditutup) dan tidak boleh mengenakan perhiasan serta arloji karena akan beresiko terjadi kontaminasi fisik pada produk. Pengendalian Proses Pengolahan Pengendalian proses pengolahan dilakukan dengan cara : menetapkan persyaratan bahan mentah, komposisi, pengolahan distribusi, pengendalian bahaya melalui penerapan HACCP, dan adanya catatan lengkap mengenai proses produksi, keterangan produk serta jumlah atau tanggal batas kadaluarsa produk. Fasilitas Sanitasi Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan dan higiene, antara lain : sarana penyediaan air bersih harus cukup, sumber dan saluran air untuk keperluan lain (pemadam api, penghasil uap dan pendinginan ) harus terpisah dari sumber saluran air untuk pengolahan. Label Label makanan harus memenuhi ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang label dan periklanan . Keterangan Produk Keterangan produk harus lengkap dan jelas, yang mencakup : cara penggunaan, penyimpanan, dan pengolahan. 8

Penyimpanan Penyimpanan menjaga agar tidak terjadi kontaminasi silang sehingga harus terpisah antara bahan yang sudah diolah dengan yang belum, bahan beracun dengan bahan non pangan, dan bahan yang dikemas dengan bahan yang tidak dikemas serta kondisi yang sesuai. Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Kegiatan Sanitasi Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi pada bangunan dilakukan dengan cara melakukan pencegahan binatang (serangga, unggas dan lain-lain) masuk ke dalamnya, pembasmian jasad renik dan serangga serta monitoring keefektifan sistem sanitasi. Laboratorium Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan Menteri Kesehatan harus dilengkapi atau memiliki fasilitas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan serta produk akhir. Wadah Kemasan Bahan dan kemasan mempunyai fungsi utama untuk melindungi produk, namun aman bagi konsumen dan benar benar sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Kemasan tidak bersifat mencemari produk sehingga dalam

penggunaanya perlu dipertimbangkan jenis bahan kemasan tersebut. Transportasi Distribusi produk harus dilakukan dengan sistem transportasi yang mampu menjaga produk agar tidak terkontaminasi, terlindung dari kerusakan yang menyebabkan produk tidak layak dikonsumsi dan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Good Transporting Practices (GTP) Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengiriman atau pendistribusian yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap aman hingga ketangan konsumen. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pengangkutan

pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan yang digunakan dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Pedoman cara distribusi pangan yang baik seperti yang dimaksud dalam PP No. 28 tahun 2004 Pasal 7 adalah cara distribusi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: 1) melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pangan; 2) mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara; dan 3) mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan yang didistribusikan. Adapun yang ditinjau dalam pelaksanaan Good Transporting Practices menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007) adalah : 1) desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya; 2) pembersihan dan perawatan unit transportasi; 3) higienitas dan kesehatan karyawan; 4) prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta distribusi produk; 5) dokumen kontrol dan record keeping; dan 6) verifikasi. Good Retailing Practices (GRP) Undang undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 6 menyatakan Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib: 1) memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia; 2) menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan 3) menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi. Ritel atau penjualan produk pangan merupakan salah satu bagian dari peredaran pangan, oleh karenanya diperlukan adanya pelaksanaan ritel yang aman dalam penyediaan makanan bagi konsumen. Undang Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menjamin konsumen untuk mendapatkan produk 10

yang bermutu. Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam Pedoman cara ritel pangan yang baik seperti yang dimaksud dalam PP no 28 tahun 2004 pasal 8 yaitu cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: 1) mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; 2) mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; 3) mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan 4) mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Menurut Undang undang pangan RI No. 7 (1996) sanitasi pangan didefinisikan sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Prosedur SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu : 1) keamanan air proses produksi; 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; 3) pencegahan kontaminasi silang; 4) kebersihan pekerja; 5) pencegahan atau perlindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama.

11

Susu Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengukuran suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan (SNI 01-31411998). Susu merupakan bahan pangan yang dapat dikatakan sempurna karena susu mempunyai daya cerna tinggi (Biological Value) yaitu 98% untuk protein susu (asam amino lengkap) dan 99% untuk karbohidrat dan lemak susu dapat diserap dan digunakan oleh tubuh manusia (Sudono, 1985). Standar susu segar menurut SNI 013141-1992 terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992)
Sifat susu Berat jenis Kadar lemak Kadar bahan kering tanpa lemak Kadar protein Warna, bau, rasa dan konsistensi Tingkat keasaman Uji alkohol (70%) E.coli Salmonella Titik beku Uji pemalsuan TPC (CFU/ml maks)
Sumber : DSN (1992)

Nilai 1,026 1,028 g/cm3 Minimum 3,0% Minimum 8,0% Minimum 2,7% Normal 4,5-7oSH Negatif Maksimum 10 APM/ml Negatif -0,520oC s.d -0,560oC Negatif 1x106

Susu merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap 20 hingga 30 menit makan pertumbuhan mikroorganisme dalam susu akan berlipat ganda (Dwidjoseputro, 1987). Mikroorganisme hidup dan berkembang dengan baik secara optimal pada suhu 37oC dan menjadi tidak aktif pada suhu kurang dari 10oC (Ressang dan Nasution, 1982). Mikroorganisme dalam susu dapat berasal dari peralatan yang kurang bersih, sumber air dan kandang dengan mikroorganisme yang umum didapatkan adalah bakteri psikotrofik, seperti Enterobacter sp, Bacillus sp dan Flavobacterium sp (Lampert 1970). 12

Yoghurt Yoghurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (SNI 01-2981-1992). yoghurt dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori, berdasarkan flavornya, yoghurt dibedakan menjadi plain yoghurt atau natural yoghurt, dan flavored yoghurt atau fruit yoghurt. Plain yoghurt adalah yoghurt yang tidak ditambah flavor lain dari luar sehingga memiliki rasa asam yang sangat tajam sedangkan flavored yoghurt adalah yoghurt yang ditambah dengan flavor (Rahman, et al., 1992). Terdapat tiga kategori produk yoghurt berdasarkan kandungan lemaknya. Produk yang mengandung minimum 3,25% lemak susu disebut yoghurt. yoghurt dengan kadar lemak rendah bila mengandung lemak susu 0,5-2,0%, dan yoghurt tanpa lemak bila mengandung lemak susu kurang dari 0,5%. Pada ketiga kategori yoghurt tersebut, jumlah padatan susu tanpa lemak minimum 8,25%. Syarat Mutu yoghurt menurut SNI 01-2981-1992 dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan cara pembuatannya, yoghurt dibagi menjadi dua tipe, yaitu set yoghurt dan stirred yoghurt. Keduanya berbeda dari cara pembuatan dan struktur fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yoghurt adalah yoghurt yang diinkubasi dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter itu sendiri, sedangkan tipe stirred yoghurt adalah yoghurt yang difermentasi dengan kultur pada wadah besar. Koagulum yang terbentuk kemudian dipecah agar produk mudah dialirkan ke dalam kemasan-kemasan kecil. Gel atau koagulum yang terbentuk bukan hanya merupakan hasil dari aktivitas starter, melainkan juga dari penambahan stabilizer (Rahman et al., 1992). Pembuatan yoghurt secara umum meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi. Tujuan pemanasan susu adalah untuk menurunkan populasi mikroba patogen dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan starter yoghurt, mengurangi kadar air susu sehingga diperoleh yoghurt dengan tekstur yang kompak (Kuntarso, 2007). Selain itu pemanasan susu bertujuan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin) agar yoghurt 13

yang dihasilkan menjadi lebih kental, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal yang bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh dengan baik (Tamime dan Robinson, 1999). Rekomendasi suhu pemasakan susu yaitu 90oC selama 15-30 menit (Buckle et al., 1987). Tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan susu agar suhu susu optimum untuk pertumbuhan kultur starter yaitu 43oC (Buckle et al., 1987). Inokulasi kultur starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dilakukan sebanyak 2% dan dibiarkan pada suhu 43oC selama 3 jam sampai tercapai keasaman yang dikehendaki 0,85% - 0,90% dan pH 4,0 - 4,5, kemudian produk didinginkan sampai 5oC untuk dikemas (Buckle et al., 1987).
Tabel 2. Syarat Mutu Yoghurt ( SNI 01-2981-1992) Kriteria uji Keadaan Penampakan Bau Rasa Konsistensi Lemak Berat kering tanpa lemak (BKTL) Protein Abu Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Timah (Sn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba a. Koliform b. E. coli c. Salmonella
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (1992)

Satuan

Persyaratan Cairan kental/semipadat Normal/khas Khas/asam Homogen

(% b/b) (% b/b) (% b/b) (% b/b) (% b/b) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (APM/g)

Maksimum 3,8 min 8,2 Min 3,5 Maks 1,0 0,5-2,0 Maksimum 0,3 Maksimum 20 Maksimum 40 Maksimum 0,03 Maksimum 0,1 maks 10 <3 negatif/gram

14

Yoghurt dibuat dengan menambahkan bakteri spesifik ke dalam susu dibawah kontrol suhu dan kondisi lingkungan, khususnya dalam produksi industri. Bakteri mencerna gula susu dan melepaskan asam laktat sebagai hasil ikutannya. Keasaman yang meningkat menyebabkan protein susu menggumpal. Meningkatnya keasaman (pH 4,0-5,0) juga mencegah proliferasi (perbanyakan sel) dari bakteri patogen yang potensial. Produk yoghurt, dipastikan mengandung bakteri Streptococcus salivarius ssp thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus (nama resminya Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus). Keduanya sering di ko-kulturkan dengan bakteri asam laktat lain untuk efek rasa dan kesehatan. Bakteri tersebut disebut probiotik, diantaranya termasuk L. acidophilus, L. casei dan spesies Bifidobacteria. Karena produksi asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat, maka pertumbuhan miroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat (Sumedi, 2004). Kelompok bakteri yang termasuk bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus dan famili Streptocaceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus (Fardiaz, 1992). Dua peranan utama kultur starter selama fermentasi yoghurt adalah menghasilkan asam laktat dan senyawa karbonil, asetal dehida, aseton, asetoin dan diasetil (Marcon, 1994). Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk bulat yang membentuk rantai pendek atau rantai panjang, gram positif, dapat mereduksi litmus milk dan katalase negatif. Bakteri ini tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6.5%, tidak berspora, termodurik dan menyukai suasana mendekati netral dengan pH pertumbuhan optimum 6.5 (Helferich dan Westhoff, 1980). Streptococcus thermophilus dibedakan dari Streptococcus yang lainnya berdasarkan pertumbuhan pada suhu 450C dan tidak dapat hidup pada suhu 100C (Tamime dan Robinson 1999). Umumnya bakteri Streptococcus adalah penghasil asam laktat, tumbuh sangat baik pada pH 6.5 dan terhenti pertumbuhannya pada pH 4,2-4,4 (Marcon, 1994). Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang, mereduksi litmus milk, tidak berspora, katalase negatif dan toleran terhadap kadar garam dengan konsentrasi lebih dari 6,5% (Marcon, 1994). Lactobacillus bulgaricus bersifat termodurik dengan suhu optimum 450C dan menyukai suasana agak asam dengan pH optimum 5.5, sedangkan pH lebih rendah dari 3,5 akan menghambat pertumbuhannya (Marcon, 1994). 15

L. bulgaricus dan S. thermophilus akan menghasilkan interaksi yang saling menguntungkan karena bakteri yang pertama akan mensintesa dan membebaskan senyawa yang dibutuhkan untuk menstimulir pertumbuhan bakteri yang lain. Lactobacillus bulgaricus akan membebaskan asama amino seperti valin, histidin dan glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus. Sebaliknya S. thermophilus menurunkan pH dan mensintesa asam format yang diperlukan L. bulgaricus (Tamime dan Robinson 1999). Penggunaan kultur campuran L. bulgaricus dan S. thermophilus akan lebih banyak menghasilkan asam, daripada penggunaan kultur tunggal. Asam dapat diproduksi dengan cepat, bila perbandingan kedua bakteri tersebut dipertahankan sebesar 1:1. Semakin cepat asam terbentuk berarti waktu inkubasi akan semakin cepat (Tamime dan Robinson 1999). Perbandingan ini dapat sebesar 1:1 sampai 1:3 dan perbandingan ini perlu dijaga agar citarasa dan bentuk yang dihasilkan seperti yang diinginkan. Kerusakan Yoghurt Kerusakan Fisik Kerusakan fisik yang terjadi umumnya adalah sineresis. Sineresis adalah pemisahan whey protein bebas ke permukaan yoghurt (Robinson, 1993). Sineresis dapat disebabkan oleh padatan bukan lemak atau lemak yang rendah, mineral susu yang kurang dan tidak cukupnya proses pemanasan. Sineresis dapat terjadi pada saat inkubasi. Menurut Robinson (1993) sineresis juga dapat terjadi akibat kurangnya pendinginan setelah inkubasi pada suhu 420C. Kerusakan Mikrobiologis Kerusakan yoghurt umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, khususnya adalah kapang dan khamir yang relaif tahan asam. Mikroba perusak seperti kapang dan khamir umumnya kurang sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang di dalam yoghurt (Rahman et al., 1992). Kontaminasi mikroorganisme biasanya disebabkan oleh kontaminasi silang dari udara pada ruang pengemasan, perlatan untuk pengisian, buah-buahan atau sirup yang ditambahkan dan kontaminasi pengemas (Vedamuthu, 1982) 16

Yoghurt yang telah dipasarkan menurut Rahman et al. (1992) tidak boleh mengandung khamir lebih dari 100 sel/ml, dan bila jumlah khamir mencapai 1000 sel/ml atau lebih, maka menunjukkan kemungkinan terjadinya resiko kerusakan yang sangat serius. Beberapa jenis khamir yang sering mengkontaminasi yoghurt adalah Kluyveromyces fragilis, Saccharomyces cereviceae, dan Kluyveromyces lactis. Pertumbuhan kapang pada yoghurt biasanya lebih lambat dari khamir dan dapat dilihat secara visual pada permukaannya. Beberapa jenis kapang seperti Mucor, Aspergillus, atau Alternaria. Jumlah maksimum kapang yang terdapat yoghurt tidak boleh lebih dari 10 cfu/ml (Robinson, 1993).

17

METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang penelitian ini bertempat di KPSBU Lembang, Bandung. Pelaksanaan magang penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 9 Juli 2007 sampai dengan 31 Agustus 2007. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu bahan baku, bahan tambahan dan bahan pendukung dalam proses pembuatan yoghurt, personel yang terlibat dalam proses pembuatan yoghurt dan pendistribusian yoghurt, beberapa catatan atau dokumentasi data-data perusahaan yang berkaitan erat dengan HACCP. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu check list, questioner, dan alat tulis lengkap sebagai sarana untuk memperoleh data yang diperlukan serta thermometer untuk mengecek suhu selama transportasi dan stopwatch sebagai sarana verifikasi waktu proses produksi yoghurt. Prosedur Pelaksanaan magang dilakukan di unit pengolahan susu KPSBU dengan ikut berpartisipasi aktif, diantaranya dengan ikut serta langsung dalam tugas keseharian baik dibagian penerimaan susu dan bahan-bahan tambahan dan pendukung, pengujian kualitas, proses pembuatan yoghurt, transportasi dan distribusi produk. Melakukan observasi lapang, wawancara, pengumpulan data, evaluasi dan analisis data untuk penetapan CCP pada tiap proses. Dilakukan pula studi literatur sesuai dengan topik yang dibahas untuk mendukung pembuatan rencana HACCP. Observasi Lapangan. Observasi lapangan dilakukan bersamaan pada saat mengikuti berbagai kegiatan kegiatan di unit pengolahan susu KPSBU Lembang, Bandung. Kegiatan ini juga sebagai upaya untuk melakukan verifikasi kesesuaian antara GMP,

GTP, GRP dan SSOP secara teoritis dengan keadaan sesungguhnya yang terjadi di lapangan pada saat penyusunan rencana HACCP. Wawancara dan Pengumpulan Data. Pengambilan dan pengumpulan data yang dilakukan adalah yang terkait dengan pengendalian keamanan pangan pada seluruh rantai produksi yoghurt seperti Good Manufacturing Practices, Good Transporting Practices,Good Retailing Practices, Standard Sanitation Operating Procedures, dan Hazard Analysisi Critical Control Point. Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan melalui pengamatan langsung, pencatatan data informasi yang sudah ada di perusahaan, dan melalui wawancara pada pihak manajemen yang terlibat langsung dalam pelaksanaan sistem tersebut. Wawancara juga dilakukan terhadap beberapa karyawan yang melakukan kegiatan produksi sehari-hari. Evaluasi dan Analisis Data. Evaluasi dilakukan terhadap data yang diperoleh di lapangan dengan data yang diperlukan dalam penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP secara baik berdasarkan form monitoring yang telah dibuat pada lampiran 5. Hasil evaluasi kemudian dianalisis untuk penilaian terhadap persentase kesesuaian antara penerapan GMP menurut SK MENKES No. 23/MEN KES/I/1978, penerapan GTP menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007), Penerapan GRP menurut PP no 28 tahun 2004 pasal 8 dan penerapan SSOP menurut FDA (1995) dengan kondisi di lapangan. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan persentase kesesuaian penerapan GMP, GTP dan SSOP adalah dengan melihat hasil perhitungan jumlah aspek yang sesuai dengan jumlah poin kesesuaian yang telah ditentukan yaitu Y = (n x 0) + (n x 1) + (n x 2) + (n x 3) + (n x 4) Keterangan : Y = nilai total penerapan n = jumlah aspek prinsip dalam form monitoring yang dicheck list Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% 25% Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% 50% Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% 75% Nilai 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Memenuhi) (Cukup memenuhi) (Kurang memenuhi) (Sangat kurang memenuhi) (Tidak memenuhi)

19

Nilai total penerapan (Y) kemudian di sesuaikan dengan persentase skala yang dibuat berdasarkan nilai sempurna di setiap poin kesesuaian untuk melihat klasifikasi penerapan perusahaan yaitu (n x 0) = perusahaan telah menerapkan aspek

GMP/GTP/SSOP sebesar 100% (memenuhi) ((n x 0) + 1) s/d (n x 1) = perusahaan telah menerapkan sebesar 75% aspek (cukup

GMP/GTP/SSOP memenuhi) ((n x 1) + 1) s/d (n x 2) = perusahaan telah

menerapkan sebesar 50%

aspek (kurang

GMP/GTP/SSOP memenuhi) ((n x 2) + 1) s/d (n x 3) = perusahaan telah

menerapkan sebesar 25%

aspek (sangat

GMP/GTP/SSOP kurang memenuhi) ((n x 3) + 1) s/d (n x 4) = perusahaan telah

menerapkan sebesar <25%

aspek (tidak

GMP/GTP/SSOP memenuhi)

Keterangan : n = jumlah total aspek prinsip yang diamati pada setiap sub bab dalam form monitoring Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) sistem HACCP dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Menurut Mortimore dan Wallace (1995), penyusunan HACCP terdiri atas membuat kebijakan mutu, membentuk organisasi tim HACCP, mendefinisikan ruang lingkup HACCP, mendeskripsikan produk, pembuatan persyaratan dasar HACCP plan, pembuatan diagram alir proses dan melakukan verifikasi, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pencegahannya, mengidentifikasi titik kendali kritis, menentukan batas kritis, menentukan prosedur pemantauan, menentukan prosedur tindakan koreksi dan validasi HACCP plan. Studi Pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan secara umum mengenai sistem HACCP beserta implementasinya secara langsung pada 20

industri pengolahan susu. Studi pustaka juga diharapkan dapat memberikan pembekalan terhadap berbagai permasalahan-permasalahan pelaksanaan penerapan HACCP, GMP, GTP, GRP dan SSOP. Standar yang digunakan untuk GMP adalah SK MENKES No. 23/MEN KES/I/1978 tentang cara produksi makanan yang baik (CPMB) yaitu meliputi : 1) lokasi pabrik; 2) bangunan; 3) fasilitas sanitasi 4) peralatan produksi; 5) bahan; 6) produk akhir; 7) laboratorium; 8) higiene karyawan; 9) wadah kemasan; 10) label; 11) penyimpanan; 12) pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi; dan Good Transporting Practices ditinjau menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007) : 1) desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya; 2) pembersihan dan perawatan unit transportasi; 3) higienitas dan kesehatan karyawan; 4) prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta transportasi produk; 5) dokumen kontrol dan record keeping; dan 6) verifikasi. Good Retailing Practices ditinjau menurut PP no 28 tahun 2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: 1) mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; 2) mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; 21

3) mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan 4) mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara. Standard Sanitation Operating Procedures dibandingkan dengan SSOP menurut FDA (1995) tentang sanitasi yang terdiri dari delapan aspek yaitu : 1) keamanan air; 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan; 3) pencegahan kontaminasi silang; 4) kebersihan pekerja; 5) pencegahan atau pelindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama . Penyusunan HACCP menggunakan pedoman dari BSN 1004-2002 yang terdiri dari : 1) kebijakan mutu perusahaan; 2) deskripsi dari organisasi yang meliputi identitas, struktur organisasi, bidang kegiatan, personil (tim HACCP) dan pelatihan bagi tim HACCP; 3) penjelasan mengenai deskripsi produk yang berupa sebuah daftar yang berisikan seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP; 4) memuat persyaratan dasar (pre-requisite); 5) memuat diagram alir dan verifikasi; 6) adanya penjelasan mengenai analisis bahaya; 7) adanya lembar kerja pengendalian (control measure); 8) sistem penyimpanan catatan; 9) prosedur verifikasi; Aspek lain yang dikaji meliputi keadaan umum perusahaan yang mencakup sejarah singkat perusahaan, lokasi dan tata letak pabrik, struktur organisasi perusahaan, ketenagakerjaan dan produk serta pelayanan koperasi.

22

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara Peternakan sapi perah diperkenalkan di daerah Lembang oleh bangsa asing sekitar satu abad yang lalu. Bertambahnya jumlah peternak di daerah Lembang membuat semakin sadar akan pentingnya kebutuhan memasarkan produk susu yang dihasilkan. Meskipun banyak industri yang menampung hasil susu segar dari peternak, namun harga yang diterapkan masih belum memuaskan. Oleh karena Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) didirikan oleh 35 orang peternak pada 8 Agustus 1971 dan terus berupaya mencapai tujuan menjadi koperasi dalam mensejahterakan anggota. Wilayah kerja KPSBU terletak pada daerah dengan ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut dan berada pada 15 km sebelah utara Kota Bandung. Daerah ini termasuk dataran tinggi yang berhawa sejuk dengan kisaran suhu antara 15,6-16,8 0C pada musim hujan dan 30,5-32,7 0C pada musim kemarau (rataan suhu mencapai 1518 0C). Curah hujan yang cukup tinggi yaitu sekitar 1800-2500 mm/tahun serta kondisi geografis yang berbukit menjadikan daerah ini cocok untuk peternakan sapi perah. Lokasi KPSBU berada pada Komplek Pasar Panorama Lembang, Bandung. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang semakin berkembang dengan meningkatnya produksi susu yang dihasilkan dari 56 ton per hari pada tahun 1996 menjadi 110 ton per hari pada tahun 2006. Peningkatan itu turut didorong upaya pengembangan susu segar dengan adanya kerjasama dari PT Frisian Flag Indonesia (FFI) yang menampung pasokan dari KPSBU sejak tahun 2002. Produksi KPSBU tumbuh 10% setiap tahunnya. Tercatat hingga sekarang sekitar 6.000 peternak menjadi anggota KPSBU. Jumlah peternak yang aktif adalah 4.500 anggota. Jumlah satuan ternak (ST) di KPSBU adalah sebanyak 16.553 ST. Pada umumnya sapi yang dipelihara adalah sapi bangsa Fries Holland (FH) dan peranakan FH. Pasokan susu KPSBU Lembang kini telah menempati 25% dari seluruh pasokan susu IPS FFI. Pada saat ini, KPSBU menjadi salah satu koperasi terbaik di Indonesia. KPSBU menempati urutan pertama sebagai koperasi susu terbaik dan merupakan leader, baik dari segi manajemen, pengembangan organisasi, maupun kualitas produk di Jawa Barat. Keberhasilan KPSBU dapat terukur dengan diberikannya

penghargaan Indonesia Cooperative Award dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan Majalah SWA pada tahun 2006. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Koperasi Struktur organisasi KPSBU dapat dilihat pada Lampiran 1 terdiri atas beberapa unsur yaitu rapat anggota, pengurus, badan pengawas, penasehat dan manajer serta karyawan. Pengurus bertugas mengelola koperasi yang dibantu oleh penasehat, manajer operasional, manajer keuangan dan para karyawan. Badan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Jumlah tenaga kerja di KPSBU Lembang terdiri atas tiga orang Pengurus, tiga orang Pengawas, dua orang Manajer yang mengurusi bidang Teknis dan Operasional serta Keuangan dan 269 orang karyawan dengan 43 orang karyawan kontrak/harian didalamnya. Karyawan KPSBU diwajibkan masuk kerja enam hari dalam seminggu. Adapun jam kerja untuk hari Senin-Kamis dimulai pukul 07.3014.00 WIB, hari Jumat mulai pukul 07.30-11.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu pukul 07.30-13.00 WIB. Pelayanan dan Produk Koperasi Pelayanan yang diberikan KPSBU diantaranya 1) memberikan pelayanan pemasaran susu segar yang dihasilkan oleh peternak untuk dikirimkan ke industri pengolahan susu, 2) memberikan pinjaman tanpa bunga bagi anggota koperasi, 3) menyediakan WASERDA yang menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga dan kandang bagi anggota koperasi, 4) pelayanan kesehatan anggota bekerjasama dengan Klinik/Rumah Sakit swasta, 5) pelayanan kesehatan hewan dan inseminasi buatan untuk ternak sapi perah dan 6) menyediakan unit produksi makanan ternak yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ransum sapi perah milik anggota. KPSBU berusaha untuk menyejahterakan anggotanya dengan memasarkan susu segar yang berasal dari peternak secara langsung ke masyarakat dengan harga Rp. 3000,-/liter dan mengolah susu menjadi produk yoghurt Freshtime dengan 5 rasa yang berbeda yaitu melon, durian, anggur, moka dan strowberi.

24

HASIL DAN PEMBAHASAN Susu dengan kualitas yang baik sangat penting dalam pembuatan produkproduk olahan yang berkualitas terbebas dari patogen serta mempunyai daya simpan yang lama. Produk-produk olahan berkualitas baik tidak akan di dapat dari bahan mentah berkualitas rendah. Penerapan proses yang higienis di setiap tahap diperlukan untuk menjamin dihasilkannya produk-produk yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) . Penerimaan Susu dari Peternak di Koperasi Penerimaan susu dilakukan di tiap Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.00-07.30 WIB dan pada sore hari pukul 15.30-17.30 WIB. KPSBU Lembang selalu melakukan pengujian susu untuk mencegah kerusakan pada susu akibat rendahnya kualitas susu asal peternak atau adanya pemalsuan susu yang dilakukan oleh peternak. Pengujian kualitas yang dilakukan meliputi uji alkohol 70% dan uji berat jenis yang dilaksanakan di setiap TPK sebelum susu dibawa ke KPSBU atau cooling unit yang berada di Nagrak, Pamecelan, Cibedug dan Pojok. Aktivitas penerimaan susu ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Tempat Penerimaan Susu (A), Alat Transportasi Susu (B), Uji Alkohol (C), Uji Berat Jenis (D) Uji Alkohol Uji alkohol dilakukan dengan alat bantu berupa gun tester yang berisi alkohol 70% sebagai indikatornya. Pada uji alkohol yang diperiksa adalah terjadinya koagulasi protein susu. Protein susu segar yang berkualitas baik mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap mantel-mantel airnya. Susu yang dalam keadaan asam stabilitas proteinnya terganggu. Alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi akan

menarik mantel air sehingga protein tidak dapat mempertahankan selubung air yang menyelimutinya. Bila air susu yang keasamannya tinggi dicampur dengan alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi tersebut, maka protein susu terkoagulasi, sehingga tampak butiran-butiran susu pada dinding tabung reaksi yang digunakan dan uji alkohol dikatakan positif, artinya susu telah rusak (Rachmawan, 2001). Susu yang diterima koperasi adalah susu yang mempunyai karakteristik uji alkohol negatif. Uji Berat Jenis Uji berat bertujuan untuk mengukur berat jenis suatu bahan yang merupakan perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama (Rachmawan, 2001). Pengujian berat jenis menggunakan alat bantu laktodensimeter dengan cara mencelupkan kedalam susu ditunggu hingga stabil lalu dibaca nilai suhu yang tertera dan berat jenisnya. Nilai berat jenis yang diperoleh pada susu harus dikoreksikan pada suhu 27,50C. Susu yang telah memenuhi syarat dibawa ke KPSBU Lembang dengan menggunakan mobil tangki atau milk can yang diangkut dengan truk. Susu yang akan didinginkan untuk disetorkan ke Industri Pengolahan Susu atau akan diolah menjadi yoghurt Fresh time diambil 250 ml oleh petugas Quality Control untuk dijadikan sampel. Pengadukan dilakukan terlebih dahulu terhadap sampel susu tersebut yang selanjutnya dilakukan uji kadar lemak, SNF (Solid Non Fat), uji protein, titik beku dan TS (Total Solid). Susu didinginkan dalam cooling unit atau diolah menjadi yoghurt. Kualitas susu sapi yang diterima oleh pihak KPSBU adalah dengan batasan TS (Total Solid) yang masih dapat ditolerir adalah 10,86%, kadar lemak 3,5%, SNF 7,0-8,0% dan titik beku susu yang dianjurkan adalah -0,520 s/d -0,560. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan harga susu dari peternak berdasarkan tingkat kualitas susu yang disetorkan. Standar kualitas yang digunakan oleh KPSBU berdasarkan SNI susu segar (SNI 01-3141-1992). Susu yang telah memenuhi standar SNI dikirim menuju IPS dan digunakan sebagai bahan baku produksi yoghurt, sedangkan yang tidak terkirim ke IPS akan dipasarkan secara langsung kepada konsumen.

26

Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, untuk memproduksi makanan dan minuman yang baik. GMP menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/MenKes/SK/1978 meliputi: lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan, mutu produk akhir, peralatan produksi, bahan baku, higiene karyawan, fasilitas sanitasi, pelabelan, wadah kemasan, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, serta laboratorium dan pemeriksaan. Hasil pengamatan penerapan GMP pada unit produksi yoghurt di KPSBU didapatkan masih terdapat kekurangan di beberapa aspek GMP yang dikaji. Nilai penerapan GMP di unit produksi yoghurt KPSBU secara lengkap dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3. Pemeliharaan memiliki persentase kesesuaian terendah yaitu 25% dan label produk akhir yoghurt telah 100% sesuai dengan ketentuan GMP tentang pelabelan. Rekapitulasi penerapan GMP di KPSBU serta tindakan koreksi yang perlu diambil oleh KPSBU secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Audit internal yang dilakukan oleh tim HACCP pada setiap aspek GMP perlu dilaksanakan secara rutin untuk mengetahui tingkat pelaksanaan GMP di KPSBU. Contoh check list pemantauan GMP dapat dilihat pada Lampiran 5. Lokasi dan Lingkungan Pabrik. perusahaan Lokasi dan lingkungan dari suatu

menjadi faktor awal yang mempengaruhi kegiatan proses produksi.

Lingkungan Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) induk tempat unit usaha produksi yoghurt berada di dalam kompleks pasar tradisional Lembang Bandung dan juga lokasi tempat pembuangan sampah serta limbah sementara dari pasar yang berada 50 m di dekat lokasi perusahaan (Gambar 2).

Gambar 2. Tempat Pembuangan Sampah Pasar Dekat Lokasi Koperasi (A), Lokasi Koperasi (B)

27

Tabel 3. Penilaian Penerapan GMP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU


No 1. Parameter Lokasi dan Lingkungan - Lokasi - Lingkungan Bangunan - Desain dan Tata Letak Ruangan - Lantai - Dinding - Atap - Langit-langit - Pintu - Jendela - Penerangan - Ventilasi dan Pengatur Suhu - Keadaan Area Produksi o Ruang Pasteurisasi, Pendinginan dan Inokulasi o Ruang Inkubasi o Ruang Pengemasan Fasilitas Sanitasi - Sarana Penyediaan Air - Sarana pembuangan air dan limbah - Toilet - Sarana Higiene Karyawan Peralatan Produksi Bahan Produk Akhir Laboratorium Penyimpanan - Area Penyimpanan Bahan Baku - Area Penyimpanan Produk Akhir - Penyimpanan Bahan Toksin Pelabelan Karyawan - Kesehatan Karyawan - Kebersihan Karyawan Kemasan Pemeliharaan Penilaian 50% 75% <25% 50% 100% 100% 50% 100% 100% 75% 100% 75% 25% Kategori penerapan GMP Kurang memenuhi Cukup memenuhi Tidak memenuhi Kurang memenuhi Memenuhi Memenuhi Kurang memenuhi Memenuhi Memenuhi Cukup memenuhi Memenuhi Cukup memenuhi Sangat kurang memenuhi

2.

25% Sangat kurang memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 50% Kurang memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 25% Sangat kurang memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 50% Kurang memenuhi 50% Kurang memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 75% Cukup memenuhi 100% Memenuhi 50% Kurang memenuhi 50% Kurang memenuhi 50% Kurang memenuhi 75% Cukup memenuhi 25% Sangat kurang memenuhi

3.

4. 5. 6. 7. 8.

9. 10.

11. 12.

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi jasaboga jarak minimum letak industri pangan dengan sumber pencemaran adalah 500 m. Polusi udara dari lingkungan yang tidak sehat dapat mencemari produk berbahan baku susu yang memiliki sifat sangat mudah menyerap bau dan masuknya kontaminasi mikroorganisme melalui udara, dengan demikian lokasi perusahaan belum memenuhi persyaratan GMP. Perbaikan yang bisa dilakukan oleh pihak KPSBU adalah merelokasikan unit produksi yoghurt di daerah 28

yang bebas pencemaran atau dengan melakukan protokol khusus seperti mendesain bangunan yang dilengkapi dengan filter udara dan melakukan sterilisasi ruangan dengan sinar UV sebelum dan setelah produksi serta menjaga ruangan selalu tertutup selama proses produksi, serta menegakkan peraturan bahwa karyawan tidak bebas keluar masuk ruang produksi. Higien karyawan harus selalu terjaga dengan disediakan fasilitas sanitasi yang lengkap. Bangunan dan Ruangan Pengolahan Bangunan koperasi terdiri dari beberapa ruang yaitu : ruang produksi, ruang pelayanan, ruang penyimpanan dan gudang. Ruang produksi terdiri atas 4 bagian ruang yaitu ruang pemasakan, ruang inkubasi, ruang pengemasan dan ruang penyimpanan. Denah Bangunan koperasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

C Gambar 3.

Gudang Bahan Baku Gula, (A), Ruang Produksi (B), Area Pasteurisasi, Pendinginan dan Inokulasi Starter (C), Ruang Penyimpanan Produk Akhir (D)

Keterbatasan ruang menyebabkan terdapat ruangan yang berfungsi ganda. Kondisi ruangan di KPSBU dan peruntukannya dapat dilihat pada Gambar 3. Ruangan produksi telah sesuai dengan urutan proses namun di dalam ruang pasteurisasi susu terdapat beberapa kegiatan produksi yaitu : pasteurisasi, pendinginan dan inokulasi starter. Beberapa aspek bangunan dan ruangan yang

29

diamati dalam GMP adalah lantai dan saluran pembuangan air, dinding, atap dan langit langit, pintu dan jendela, penerangan serta ventilasi udara. Lantai dan Saluran Pembuangan Air. Lantai merupakan salah satu aspek penting dan berpengaruh dalam industri, karena berkaitan erat dengan kebersihan ruangan dan keamanan pekerja selama melakukan aktifitas produksi contoh tidak licin. Lantai yang terdapat pada ruang produksi koperasi berupa keramik yang rapat air, permukaannya rata, halus tetapi tidak licin, mudah dibersihkan dan memudahkan aliran air. Saluran pembuangan air yang terdapat di dalam ruang produksi sudah langsung dialirkan melalui pipa ke bawah tanah, kekurangan yang diamati dari lubang pembuangan air tersebut adalah belum terdapat penahan bau, saringan dan katup untuk mencegah masuknya binatang atau benda asing lain dari luar masuk ke dalam ruang produksi.

Gambar 4. Konstruksi Lantai Keramik yang Rapat Air, Tidak Licin dan Membentuk Sudut Siku-Siku (A), Saluran Pembuangan Air yang Belum Dilengkapi Katup serta Penahan Bau (B) Secara umum konstruksi lantai telah memenuhi persyaratan GMP. Lantai berbahan keramik dengan arah kemiringan ke samping untuk memudahkan aliran air ke saluran pembuangan yang berada di samping area produksi. Bila memungkinkan dilakukan perbaikan terhadap lantai adalah sudut antara lantai dengan dinding tidak membentuk sudut siku-siku melainkan harus melengkun. Bila tidak memungkinkan dilakukan perbaikan maka pihak KPSBU harus mampu menjaga bahwa kebersihan pada bagian-bagian tersebut dapat terjamin. Sarana pembuangan air perlu dilengkapi dengan saringan, katup serta penahan bau agar dapat melindungi ruangan produksi dari bau, serta benda banda asing lain termasuk hewan pengerat masuk ke dalam ruang produksi, seperti contoh pada Gambar 4. 30

Dinding. Dinding ruangan pokok telah memenuhi ketentuan GMP yaitu berwarna terang, tidak mudah mengelupas, dan mudah dibersihkan. Beberapa kekurangan pada dinding yang perlu diperbaiki : 1) sudut pertemuan antara dinding dengan dinding masih membentuk sudut sikusiku dan tidak melengkung, kondisi ini akan menyulitkan pada saat pembersihan; 2) dinding yang dilapisi dengan keramik kedap air masih kurang dari persyaratan GMP yaitu minimal 2 m dari permukaan lantai. Dinding keramik pada ruang produksi hanya memiliki tinggi 120 cm dari permukaan lantai. Persyaratan ini bertujuan agar dinding lebih mudah dibersihkan; dan 3) terdapat beberapa instalasi listrik yang belum tertanam didalam dinding dan berdekatan dengan sumber air yang dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 14. Dinding

Gambar 5.

Dinding Keramik yang Hanya Memiliki Tinggi 120 m dan Instalasi Listrik yang Belum Tertanam di dinding serta Berdekatan dengan Sumber Air.

Bila tidak memungkinkan dilakukan perbaikan konstruksi dinding, maka sebaiknya KPSBU melapisi dinding dengan menggunakan cat epoxy sehingga dinding lebih mudah dibersihkan serta KPSBU harus melaksanakan peraturan yang ketat dalam menjaga kebersihan dinding dengan meningkatkan frekuensi pembersihan dinding dan ruangan setiap selesai melaksanakan proses produksi dengan cara sanitasi kering seperti menyikat atau menggosok dinding serta menggunakan vacuum cleaner dan atau dengan menyemprotkan larutan alkohol 70 % serta menyinari dengan sinar UV (Thaheer, 2005). Instalasi listrik yang berada di area produksi harus dijauhkan dari sumber air.

31

Atap dan Langit Langit. Konstruksi atap terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan berbagai kondisi. Sedangkan konstruksi langit langit terbuat dari bahan internit berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan. Langit langit tersebut memiliki tinggi 3 m dari permukaan lantai. Konstruksi atap dan langit langit telah memenuhi persyaratan GMP secara umum. Pintu dan Jendela. Pintu terbuat dari kayu dan mudah dibersihkan, namun

kelemahan yang perlu diperbaiki adalah pintu membuka ke arah dalam sehingga akan mempersempit ruangan dan menyebabkan pemanfaatan ruangan menjadi tidak optimal seperti terlihat pada Gambar 6, sebaiknya pintu membuka ke arah luar . Pintu yang berfungsi sebagai pembatas antar ruang sebaiknya menggunakan pintu jenis rolling door agar pemanfaatan ruang lebih optimal dan pembersihan area produksi dapat berlangsung secara keseluruhan tanpa ada area yang terlupakan seperti area di belakang pintu yang masih sering dalam keadaan kotor.

Gambar 6. Pintu yang Membuka ke Arah Dalam Jendela kaca mudah dibersihkan terdapat pada ruang pasteurisasi susu dan ruang inkubasi, ukuran luasnya telah sesuai dengan besar bangunan. Jendela tidak dapat dibuka. Konstruksi jendela telah memenuhi GMP. Penerangan. Penerangan merupakan salah satu bagian yang mendukung kelancaran proses produksi. Penerangan yang cukup akan mempermudah karyawan untuk dapat mengetahui adanya kontaminasi fisik pada produk. Lampu yang digunakan belum cukup menerangi ruangan produksi yaitu diperlukan kekuatan penerangan minimal 220 lux untuk ruangan produksi. Pada setiap area produksi tersedia dua buah lampu 32

TL 40 watt dan telah berpenutup, untuk menghindari bahaya masuknya pecahan lampu kedalam produk dapat dilihat pada Gambar 7. Pemenuhan kekuatan penerangan 220 lux pada ruangan pasteurisasi, ruang inkubasi dengan luas 30 m2 maka diperlukan 3 unit 2 lampu TL 40 watt dan ruang pengemasan dengan luas 21 m2 maka memerlukan 2 unit 2 lampu TL 40 watt, sedangkan pemenuhan kekuatan penerangan minimal 110 lux pada ruang penyimpanan produk akhir 20 m2 telah memenuhi syarat yaitu diperlukan 1 unit 2 lampu TL 40 watt. Cara penghitungan menurut Poerbo (1999): Jumlah lampu yang dibutuhkan = EXA Qlampu X Cu X LLF Keterangan: E A : Kuat Penerangan (lux) : Luas Bidang Kerja

Qlampu : Lumen Lampu Cu LLF : Coeffisien of Utilization = (50-65)% : Light Loss Factor = 0,7-0,8

Kekuatan cahaya (I) = 75 candle Lumen : = I X watt

Gambar 7. Lampu yang Telah Berpenutup Ventilasi Udara. Ventilasi udara yang ada belum sesuai dengan keadaan ruangan, karena belum mampu menjamin peredaran udara dengan baik diantaranya menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan 33

(Gambar 8). KPSBU mengatasi masalah tersebut dengan cara selama proses produksi, ruangan dibiarkan terbuka. Walaupun dapat menyelesaikan masalah, namun hal ini dapat menimbulkan masalah baru berupa peluang kontaminasi melalui udara. Sebaiknya ventilasi udara dibuat dengan penambahan exhaust fan yang terintegrasi dengan langit-langit agar asap serta suhu ruangan tidak terlampau panas terutama di atas alat pasteurisasi agar sirkulasi udara terjamin sehingga pintu ruangan tidak harus dibuka selama proses produksi. Ruang pengemasan telah disertai dengan AC yang mampu mempertahankan suhu di dalam ruangan 17oC.

Gambar 8. Ventilasi Udara yang Kurang Menjamin Sirkulasi Udara Dalam Ruangan Produksi Fasilitas Sanitasi Beberapa aspek fasilitas sanitasi yang diamati menurut GMP diantaranya adalah sarana penyediaan air, sarana pembuangan limbah, sarana toilet dan sarana hygiene karyawan. Sarana Penyediaan Air. Sumber air yang digunakan diperoleh dari air sumur perusahaan. Air tersebut digunakan untuk berbagai keperluan proses produksi. Instalasi air bersih dan saluran pembuangan air tidak ada hubungan silang yang dapat menyebabkan kontaminasi. Air dapat terdistribusi secara baik pada seluruh area perusahaan baik itu ruang pokok maupun ruang pelengkap. Kekurangan yang dijumpai selama pengamatan adalah KPSBU belum melakukan pengujian kualitas air sumur yang digunakan sesuai dengan standar mutu air minum yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan lingkungan kerja perkantoran dan 34

industri, setiap sumber air yang digunakan dan didistribusikan harus bebas dari cemaran fisik, kimia dan mikrobiologis. Pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas air yang digunakan harus dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh. Sarana Pembuangan Limbah. Sarana pembuangan limbah telah cukup baik

dengan adanya water treatment untuk limbah cair sehingga limbah cair yang dibuang telah dalam keadaan bersih. Penempatan dan bentuk sarana pembuangan limbah padat masih perlu diperbaiki, yaitu letaknya yang masih di dalam ruang produksi. Tempat sampah merupakan sumber kontaminasi, oleh karenanya penempatan serta desain wadah juga perlu diperhatikan. Bentuk tempat sampah yang belum sesuai yaitu sebaiknya menggunakan tempat sampah tertutup yang menggunakan pijakan kaki sebagai pembuka akan lebih aman dari kontaminasi silang dan bau (Gambar 9). Tempat pembuangan sampah akhir dari limbah padat adalah tempat sampah sementara yang berada di dalam pasar yang jaraknya 50 m dari lokasi perusahaan.

Gambar 9. Tempat Sampah yang Belum Menggunakan Pijakan Kaki Sebagai Pembuka Sarana Toilet. Tata letak toilet telah memenuhi syarat GMP yaitu letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses produksi dan berjarak 5 m dari ruang produksi. Jumlah toilet yang disediakan berjumlah 2 buah cukup dengan jumlah karyawan yang ada yaitu 4 orang. Ketentuan jumlah toilet telah diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan lingkungan kerja perkantoran dan industri yaitu untuk 1 sampai dengan 25 orang karyawan pria 35

maka perusahaan harus menyediakan 1 buah kamar mandi, 1 buah jamban, dan 2 buah wastafel, sedangkan untuk 1 sampai dengan 20 orang karyawan wanita maka perusahaan harus menyediakan 1 buah kamar mandi, 1 buah jamban dan 2 buah wastafel. Ketentuan lain yang belum sesuai dengan GMP yaitu toilet tidak dilengkapi dengan wastafel, sabun cair dan sarana pengering tangan. Sarana higiene karyawan. Secara umum fasilitas higiene untuk karyawan masih memerlukan beberapa tambahan untuk mendukung proses produksi yang higienis. Sarana higiene karyawan yang telah disediakan adalah bak cuci tangan berjumlah 1 unit dan ruang ganti pakaian di dalam ruang produksi. Sarana higiene karyawan yang belum memenuhi persyaratan GMP, disarankan untuk diperbaiki diantaranya: 1) bak cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau sarana lain untuk mengeringkan tangan serta tempat sampah tertutup (Gambar 10); 2) perlu disediakan foot bath yaitu sarana pembilas sepatu karyawan yang dilengkapi dengan desinfektan di depan ruang produksi sebagai salah satu tindakan pencegahan terjadinya kontaminasi; dan 3) fasilitas ruang ganti pakaian karyawan yang telah ada perlu dilengkapi dengan lemari pakaian untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara pakaian luar dan pakaian produksi.

Gambar 10. Bak Pencuci Tangan yang Belum Dilengkapi dengan Sabun dan Tissue

36

Peralatan dan Perlengkapan Produksi Peralatan di ruang pemasakan susu terdiri atas alat penangas air dari bahan stainless tahan korosif berkapasitas cukup untuk 10 milk can dengan volume susu sekitar 40 liter, aman digunakan dan mudah dibersihkan. Pada ruang inkubasi terdapat inkubator dengan kapasitas 480 liter. Peralatan pada ruang pengemas terdiri atas freezer, sealer, mixer serta panci sebagai wadah yoghurt yang kebersihannya cukup terjaga. Peralatan dan perlengkapan yang berada di area produksi terutama yang langsung kontak dengan produk telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, yaitu permukaannya halus, tahan karat, kedap air dan tahan korosif terhadap bahan kimia serta mudah dibersihkan. Penempatan peralatan serta perlengkapan produksi sesuai dengan tempat dan fungsinya masing-masing. Perlengkapan dan peralatan yang belum tersedia adalah ruang steril untuk inokulasi starter sehingga proses inokulasi starter yoghurt ke dalam susu dilakukan pada ruang pemasakan sehingga memungkinkan masuknya kontaminasi bakteri lain ke dalam susu. Bahan Bahan yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan. Bahan-bahan tambahan berupa gula dan flavour yang digunakan oleh KPSBU telah mendapat izin dari Depkes dan telah memiliki MD. KPSBU belum melakukan pemeriksaan mandiri kualitas organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi pada bahan bahan yang digunakan kecuali susu segar. Selain melakukan pemeriksaan terhadap Certificate of Analysis (CoA) dari pemasok sebaiknya pemeriksaan secara mandiri terhadap bahan yang digunakan juga dilakukan. Resiko adanya kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologis pada bahan baku dari pemasok mungkin terjadi selama proses produksi, pendistribusian dan penyimpanan sebelum bahan baku digunakan di KPSBU. Alur keluar masuk stok bahan dalam gudang dan tempat penyimpanan telah melakukan sistem First In First Out (FIFO).

37

Produk akhir Sebelum produk dipasarkan, KPSBU telah melakukan pemeriksaan secara organoleptik, namun tidak dilakukan pemeriksaan secara kimia dan mikrobiologis pada produk untuk setiap batch produksinya. Setiap produk yang dipasarkan diambil sampel untuk disimpan dalam laboratorium sebagai recording produk yang telah beredar di pasaran. Pemeriksaan secara kimia dan mikrobologi sangat disarankan untuk selalu dilakukan sebagai tindakan jaminan terhadap kualitas dan keamanan produk yang dipasarkan. Laboratorium dan Pemeriksaan KPSBU telah memiliki laboratorium untuk pengujian susu yang digunakan sebagai bahan baku yoghurt, namun belum mempunyai sarana yang diperlukan laboratorium untuk pengujian produk hasil produksi yaitu yoghurt. Pemeriksaan produk akhir dilakukan pada laboratorium swasta di luar koperasi yang telah terakreditasi. Pengujian berkala dilakukan setiap satu tahun sekali terhadap kualitas produk akhir yoghurt. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia yang meliputi uji protein, lemak, padatan susu tanpa lemak, abu, keasaman, zat warna sintetis, arsen, logam Cu, logam Pb, dan logam Zn serta uji mikrobiologis yang meliputi Salmonella, E. coli, dan koliform. Kesehatan dan Kebersihan Karyawan Kesehatan dan kebersihan karyawan telah memenuhi aturan aturan yang ada yaitu 1) karyawan yang bekerja dalam keadaan dan kondisi yang sehat; 2) karyawan menggunakan pakaian khusus pada saat melakukan produksi yaitu pakaian seragam kerja dan perlengkapannya yaitu masker dan penutup kepala serta sandal khusus yang dikenakan di ruang pengemasan dan tidak digunakan saat keluar dari ruang pengemasan; dan 3) karyawan selalu mencuci tangan setelah melakukan suatu kerja/proses, tidak makan, meludah, bersin, merokok saat melakukan produksi. KPSBU belum melaksanakan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan karyawan sehingga berakibat tidak ada recording kesehatan karyawan. Hal ini beresiko masuknya bibit penyakit seperti virus hepatitis, bakteri Salmonella typhosa dan lain38

lain yang dapat menular melalui saluran pernapasan ke dalam produk akibat karyawan yang telah bekerja meski masih terdapat bibit penyakit tersebut di dalam tubuhnya (karier) karena belum adanya recording dan monitoring kesehatan karyawan oleh perusahaan. Wadah Kemasan Wadah yang digunakan untuk mengemas adalah gelas plastik polypropylene yang aman digunakan dan memiliki kestabilan pada suhu 150oC sehingga aman untuk produk yang membutuhkan sterilisasi panas, dan memiliki kerapuhan pada suhu -30oC, kaku dan tidak mudah sobek sehingga aman saat distribusi, dan tidak mempengaruhi isi (Syarief dan Halid, 1993). Sebelu wadah digunakan, gelas plastik tersebut selalu disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan menggunakan alkohol 90%. Proses pensterilisasian gelas plastik sebaiknya tidak menggunakan alcohol dikhawatirkan masih ada residu alkohol yang akan tercampur dengan produk saat dikemas, proses pensterilan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Tamime, 2006). Label Label produk yoghurt KPSBU telah sesuai dengan PP nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yaitu tercantum merk dagang dan jenis rasa, setiap jenis produk diberi warna yang berbeda, komposisi yang sesuai dengan isi, tanggal kadaluwarsa, nama produsen, serta logo sertifikasi halal dari MUI. Penyimpanan Bahan baku berupa stok disimpan dalam jumlah yang terbatas yaitu untuk penggunaan 3 kali produksi. Penyimpanan sistem FIFO telah diterapkan oleh koperasi. Penyimpanan bahan dilakukan sebagai berikut : 1) gudang digunakan sebagai tempat penyimpanan gula. Disediakan rak - rak sehingga bahan tidak menyentuh lantai 20 cm dari lantai, 10 cm dari dinding serta jauh dari langit langit. Kebersihan serta peredaran udara dalam gudang cukup terjaga dengan tersedianya ventilasi yang cukup dan pembersihan oleh petugas kebersihan dua kali sehari. 2) flavour disimpan dalam ruang produksi disediakan lemari beretalase yang terjaga kebersihannya. 39

3) Starter disimpan di dalam refrigerator ruang produksi dengan suhu 0 7o C. 4) Produk akhir disimpan dalam freezer tersendiri tanpa ada campuran produk lain dan terpisah dari ruang produksi, dalam ruangan yang cukup bersih, penerangan cukup, ada pencatatan tentang produk yang masuk dan keluar. 5) kemasan yang belum digunakan dan label tersimpan rapi di lemari beretalase yang sama dengan flavour di ruang produksi. 6) Peralatan dan perlengkapan produksi yang belum atau telah digunakan disimpan dalam ruang produksi.

Gambar 11.

Penyimpanan Alat Pengaduk dan Penyaring yang Masih Menempel di Dinding

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut beberapa catatan hal-hal yang perlu diperbaiki : 1) tidak ada pencatatan secara khusus terhadap penyimpanan bahan (menggunakan sistem kartu yang berisi ; nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan, tanggal keluar gudang, sisa akhir dalam kemasan, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan). Keterangan secara lengkap mengenai penggunaan sistem penyimpanan yang tercatat dalam kartu dapat dilihat pada Lampiran 3. KPSBU telah menerapkan catatan pembukuan secara sederhana seperti jumlah dan tanggal bahan yang masuk dan keluar tanpa menggunakan sistem kartu terhadap bahan yang masuk. 2) terdapat bahan bahan sanitasi terkemas yang penyimpanannya disatukan dalam satu lemari dengan bahan tambahan seperti flavor dan bahan kemasan, walaupun berbeda rak. Sebaiknya bahan-bahan sanitasi diletakkan terpisah untuk menghindari bahaya kontaminasi kimia karena terjadi kekeliruan dalam penggunaan. 40

3) belum tersedia tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan produksi yang tersendiri sehingga mencegah alat terkotori oleh debu dan pencemaran lainnya (Gambar 11). Tempat penyimpanan tersebut sebaiknya disediakan khusus dapat berbentuk lemari tertutup atau disediakan tempat penggantungan peralatan yang tidak menempel dengan dinding, lantai ataupun langit langit dan alat selalu disterilisasi dengan air panas setiap selesai ataupun akan digunakan. Pemeliharaan Pemeliharaan bangunan dan peralatan produksi masih memerlukan tindakan sanitasi secara teratur dan berkala. Pembuatan SOP tentang pemeliharaan bangunan yang meliputi perbaikan dan pembersihan perlu dilakukan dan disosialisasikan kepada pekerja yang dalam pelaksanaannya harus selalu dimonitoring oleh supervisor produksi dan Quality Control. Bangunan dan peralatan yang terjaga

kebersihannya akan memperkecil peluang kontaminasi. Usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat dan binatang lain ke dalam bangunan harus dilakukan, diantaranya dengan memastikan tidak ada celah atau ruang bagi binatang-binatang tersebut masuk kedalam ruangan. Contoh manajemen pengendalian hama yang dapat diterapkan KPSBU secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Setiap alat yang digunakan dan berhubungan langsung dengan makanan harus selalu dikenakan tindakan sanitasi yaitu selalu dicuci dengan sabun atau deterjen food grade serta dibilas dengan air panas.

41

Tabel 4. Rekapitulasi Penerapan GMP di KPSBU Aspek GMP Kondisi di lapang Berada di dalam kompleks pasar tradisional. Bebas genangan air, serta sarana jalan telah dikeraskan dan dibuatkan saluran pembuangan air yang baik. Pembuangan sampah dan limbah sementara berada di dekat koperasi. Terdapat empat ruang utama, yaitu ruang pemasakan, ruang inkubasi, ruang pengemasan dan ruang penyimpanan. Tata letak pabrik telah sesuai dengan urutan proses, namun terdapat beberapa Kondisi seharusnya Lokasi perusahaan harus berada pada tempat yang bebas pencemaran yaitu daerah pembuangan kotoran sampah, daerah kotor, daerah berpenduduk padat, tempat penimbunan bahan sisa atau sampah serta tempat yang kurang baik salutan pembuangan airnya. Kesesuaian/koreksi Keterangan/penilaian

Lokasi dan lingkungan pabrik

Bangunan dan ruangan pengolahan

Urutan tata letak pabrik dan peralatan yang digunakan sesuai dengan alur proses. Luas ruang harus sebanding dengan jumlah karyawan, peralatan yang digunakan, dan tingkat kerumitan proses yang

Relokasi unit Persen pengolahan hingga kesesuaian 50% berjarak minimal 500 m dari sumber cemaran sampah pasar tradisional. Jika tidak memungkinkan pemindahan lokasi, maka : Ruang unit pengolahan harus tertutup selama pengolahan Dilengkapi dengan fasilitas filter udara Selalu disterilisasi menggunakan sinar uv sebelum dan setelah digunakan. Persen Secara keseluruhan tata kesesuaian 50% letak urutan ruang pengolahan telah sesuai dengan urutan proses. Dibuat ruangan dengan fungsi yang berbeda (pisahkan ruang inokulasi dengan ruang pemasakan) Diperlukan kontrol dan proses pembersihan yang
42

Aspek GMP

Kondisi di lapang

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian

proses yang dilakukan pada ruang yang sama. Luas ruang terbatas. Penempatan peralatan pengolahan tidak rapi. Adanya penumpukkan barang-barang di ruang pengolahan. Lantai berwarna putih dengan kriteria sesuai persayaratan GMP. Saluran Pembuangan air tidak terdapat penahan bau, saringan dan katup. Sudut pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai masih membentuk siku-siku. Dinding lapis keramik kurang dari 2 m.

berlangsung. Sudut pertemuan dinding dengan dinding dan lantai tidak membentuk sikusiku, sehingga dapat memudahkan saat proses pembersihan. Dinding lantai harus memiliki tinggi minimal 2 m dari permukaan lantai. Konstruksi langitlangit, atap, eternit, pintu dan jendela harus terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dibersihkan, dan kuat. Intensitas lampu cukup saat proses berlangsung. Lampu berpenutup. Terdapat alat pencegah masuknya hama dan hewan pengerat ke ruang produksi. Ventilasi udara harus

ketat pada dinding dan lantai ruang pengolahan. Sudut antara lantai dengan dinding dan dinding dengan dinding dibuat melengkung Saluran pembuangan air dilengkapi dengan katup dan penghilang bau Dinding berlapis keramik minimal 2 m dan dinding dilapisi dengan cat epoxy Pintu membuka ke luar atau kesamping. (didesain memaksimalkan luas ruangan dan memudahkan pembersihan ruangan) Kekuatan penerangan pada area proses harus 220 lux, area lain 110 lux ruangan pasteurisasi, ruang inkubasi 3 unit 2 lampu TL 40 watt ruang pengemasan 2 unit 2 lampu TL 40 watt
43

Aspek GMP

Kondisi di lapang Konstruksi atap terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan berbagai kondisi. Konstruksi langit langit terbuat dari bahan internit berwarna terang. Terdapat dua jendela kaca tidak dapat dibuka/tutup dengan jarak 1 m dari lantai. Pintu terbuat dari kayu dan mudah dibersihkan namun pintu membuka ke arah dalam. Penerangan telah menggu-nakan lampu berpenutup di ruang pengemasan. Ventilasi udara belum mampu menjamin peredaran udara dengan baik dan belum mampu menghilangkan uap

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian

mampu menjamin peredaran udara dengan baik, dapat mengatur suhu yang diperlukan dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan serta dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran.

ruang penyimpanan 1 unit 2 lampu TL 40 watt Penambahan exhaust fan yang terintegrasi dengan langit-langit di atas area pemanasan

44

Aspek GMP

Kondisi di lapang

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian

Fasilitas Sanitasi

dalam ruangan pemasakan. Ruang pengemasan telah dilengkapi dengan AC. Sumber air yang digunakan berasal dari air sumur. Belum dilakukan pengujian terhadap mutu airnya. Terdapat wastafel untuk mencuci tangan di ruang pengolahan. Belum disediakan sabun pencuci tangan dan alat pengering tangan. Letak toilet cukup dekat dengan ruang pemasakan dan tidak terbuka secara langsung dengan ruang produksi. Belum terdapat ruang ganti pakaian karyawan secara

Air yang kontak langsung dengan makanan berbeda dengan air yang digunakan untuk proses pembersihan dan pencucian. Terdapat suplai air panas dan dingin. Kualitas air untuk proses produksi sama dengan kualitas air minum. Penempatan wastafel strategis, dekat dengan tempat mengolah produk, dilengkapi dengan sabun dan alat pengering tangan. Toilet/jamban letaknya tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan, dilengkapi dengan

Menyediakan instalasi water treatment plant atau dengan cara berlangganan dengan supplier air yang telah terjamin untuk mendapatkan air yang sesuai untuk produksi. Pemeriksaan terhadap kualitas air minimal dua kali dalam setahun (musim kemarau dan musim hujan), pengambilan sampel air bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh Tempat sampah didesain tertutup rapat menggunakan pijakan kaki sebagai pembuka, Toilet dilengkapi dengan

Persen kesesuaian 50%

45

Aspek GMP

Kondisi di lapang

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian

khusus. Memiliki sarana pengolah limbah cair.

sabun dan alat penunjang lainnya, serta tata tertib penggunaan toilet dan jamban. Terdapat ruang ganti karyawan.

Peralatan produksi

Sebagian besar peralatan yang digunakan adalah aman, tahan korosif dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dicuci segera setelah digunakan dengan menggunakan air bersih dan sabun (deterjen), serta air hangat untuk alat

Peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus sesuai dengan jenis produksinya, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dilepas, permukaan yang berhubungan dengan makanan halus, tidak berlubang atau

wastafel, sabun cair dan sarana pengering tangan Wastafel yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau sarana lain untuk mengeringkan tangan Sarana pembilas sepatu karyawan yang dilengkapi dengan desinfektan di depan ruang produksi Fasilitas ruang ganti pakaian karyawan dilengkapi dengan lemari pakaian Peralatan yang di Persen gunakan telah sesuai. kesesuaian 75% Diperlukan perlindungan khusus (lemari penyimpanan alat) untuk peralatan yang disimpan. Menyediakan ruang steril untuk inokulasi starter Menyediakan lampu UV

46

Aspek GMP

Kondisi di lapang

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian

yang sulit untuk dibersihkan. Penempatan alat masih dalam ruang terbuka, belum ada lemari khusus.

Bahan

Semua bahan yang digunakan telah mendapat izin dari Depkes. Belum dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi pada bahan-bahan yang digunakan kecuali susu segar.

bercelah, tidak mngelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat, tidak mencemari hasil produksi dengan pencemar mudah dibersihkan, didisinfeksi, serta dipelihara. Bahan baku dan bahan Setiap bahan baku harus Persen tambahan tidak boleh diuji laboratorium secara kesesuaian 75% merugikan atau berkala (setiap membahayakan diterima/akan digunakan) kesehatan. dan memiliki jaminan keamanan berdasarkan Harus dilakukan pengujian secara pemeriksaan secara laboratorium organoleptik, fisika, (kimia,fisik,mikrobiologis) kimia, mikrobiologi dan atau biologi sebelum digunakan.

47

Aspek GMP

Kondisi di lapang

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi Produk akhir harus sesuai dengan standar mutu SNI yoghurt Produk akhir harus selalu
diuji organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi sebelum diedarkan

Keterangan/penilaian Persen kesesuaian 50%

Produk akhir

Laboratorium dan pemeriksaan

Sebelum produk dipasarkan, dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, tidak secara kimia dan mikrobiologi pada produk untuk setiap batch produksinya. Setiap produk yang dipasarkan diambil sampel untuk disimpan dalam lab sebagai recording produk yang telah beredar dipasaran. Unit pengolahan ini belum memiliki laboratorium khusus untuk pengujian produk akhir (yoghurt).

Produk akhir harus sesuai standar mutu yang ditetapkan dan tidak merugikan kesehatan. Harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi sebelum diedarkan.

Kesehatan

Keadaan dan kondisi

Perusahaan pengolah pangan memiliki laboratorium pengujian kualitas produk akhir (yoghurt). Perusahaan yang belum memiliki laboratorium, dianjurkan untuk memeriksakan produknya ke laboratorium lain diluar perusahaan. Karyawan yang sakit

Dibutuhkan laboratorium sederhana untuk pengujian produk akhir.

Persen kesesuaian 50%

Recording tentang

Persen
48

Aspek GMP

Kondisi di lapang

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian kesesuaian 50%

dan kebersihan karyawan

karyawan saat bekerja sehat. Pemeriksaan berkala terhadap kesehatan karyawan pengolahan belum dilakukan oleh koperasi. Karyawan yang sakit tidak melakukan produksi. Recording terhadap keseha-tan karyawan belum di-lakukan. Makan, minum, merokok, meludah (kebiasaan buruk) saat produksi tidak di-lakukan. Karyawan mencuci tangan setelah dan akan melakukan suatu kerja/proses. Hanya karyawan bagian pengemasan saja yang menggunakan jas lab, dan masker saat pengemasan yoghurt.

diistirahatkan. Pengecekkan kesehatan karyawan sebelum melakukan proses Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan. Karyawan harus selalu mencuci tangannya sebelum dan setelah melakukan kerja mengolah makanan. Selama mengolah makanan karyawan tidak diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan lainnya. Karyawan yang bekerja harus selalu dalam kondisi bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu, dan perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.

kesehatan karyawan perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan karyawan. Pemeriksaan kesehatan dan kebersihan karyawan dilakukan setiap hari oleh supervisor produksi Penggunaan pakaian khusus dan perlengkapannya selama mengolah produk perlu dilakukan dan dibedakan dengan pakaian karyawan saat keluar ruang produksi. Setiap 10 menit karyawan
melakukan sterilisasi tangan dengan menggunakan alkohol 70%

49

Aspek GMP

Kondisi di lapang Wadah yang digunakan untuk mengemas adalah cup plastik polipropilen aman digunakan, tidak mempe-ngaruhi isi, tidak rusak saat di distribusikan, dan sebelum wadah digunakan, cup plastik tersebut selalu disterilkan terlebih dahulu. Label tercantum merk dagang dan jenis rasa, setiap jenis produk diberi warna yang berbeda, komposisi, tanggal kadaluarsa, nama produsen, serta logo lembaga sertifikasi halal.

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi

Keterangan/penilaian Persen kesesuaian 75%

Wadah kemasan

Label

Wadah kemasan harus Kemasan disterilisasi dapat melindungi, dengan menggunakan tidak berpengaruh alkohol. Alkohol diterhadap isi, terbuat gunakan hanya untuk dari bahan yang tidak mensterilisasi alat. melepaskan bagian Kemasan lebih baik atau unsure yang disterilkan dengan menggangu kesehatan menggunakan sinar UV dan mempengaruhi mutu, tidak merugikan dan membahayakan konsumen, tahan perlakuan serta menjamin keutuhan isi. Berdasarkan UU No. 7 Persyaratan label telah Tahun 1996, label dipenuhi. pangan memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produk pihak yang memproduksi atau yang memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, dan tahun kadaluarsa.

Persen kesesuaian 100%

50

Aspek GMP

Kondisi di lapang Ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir terpisah. Sistem penyimpanannya yaitu first in first out (FIFO). Kondisi ruang penyimpanan bersih, sirkulasi udara lancar, serta bahan tidak kontak langsung dengan lantai, dinding, maupun langit-langit. Hanya dilakukan pencatatan sederhana mengenai jumlah barang yang masuk dan keluar. Terdapat bahan toksin (sanitasi) yang penyimpanannya disatukan dalam lemari namun berbeda rak dengan flavor.

Kondisi seharusnya Bahan-bahan berbahaya harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan yang lain. Penyimpanan bahan produksi atau produk akhir sebaiknya menggunakan sistem kartu yang mencantumkan nama bahan/produk, asal bahan (untuk bahan produksi), tanggal dan kode produksi (untuk produk akhir), tanggal dan jumlah penerimaan di gudang, tanggal dan jumlah pengolahan dari gudang, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, serta hasil pemeriksaan

Kesesuaian/koreksi Pencatatan lebih lengkap mengenai kondisi bahan dan produk perlu dilakukan. Bahan toksin pada ruang
pengolahan disimpan jauh dari produk dan diberi label dengan jelas pada wadahnya

Keterangan/penilaian Persen kesesuaian 75%

Penyimpanan

Pencatatan penyimpanan menggunakan sistem kartu


Disediakan tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan produksi yang tersendiri, mencegah alat terkotori oleh debu dan pencemaran lainnya

51

Aspek GMP

Kondisi di lapang Ruang produksi yang terdapat banyak debu dan kotoran. Monitoring terhadap keefektifan proses kegiatan sanitasi baik sanitasi karyawan, alat, dan ruang sangat kurang.

Kondisi seharusnya Pemeliharaan dan program sanitasi yang dilakukan di pabrik bertujuan untuk menjamin bahwa bangunan, fasilitas, dan peralatan pabrik terawat dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih, menjamin pabrik dan produk bebas dari hama, menjamin penanganan limbah dengan baik, serta memantau keefektifan prosedur pemeliharaan dan sanitasi.

Kesesuaian/koreksi Pembuatan SOP semua jenis kegiatan pemeliharaan yang mencakup perbaikan dan pembersihan terhadap bangunan dan peralatan produksi. Kerjasama dari semua karyawan untuk memelihara sanitasi dan higiene seluruh rantai produksi dan peralatan yang berhubungan dengan produksi Setiap ruang produksi harus
dipelihara dan dilakukan sanitasi secara berkala setiap hari Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat dan binatang lainnya ke dalam area-area produksi Alat dan perlengkapan setelah selesai digunakan selalu dibersihkan dan diletakkan ditempat yang bersih, kering dan bebas hewan pengerat

Keterangan/penilaian Persen kesesuaian 25%

Manajemen pemeliharaan

52

Good Transporting Practices (GTP) Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengangkutan atau pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap berkualitas dan aman hingga ketujuan. Transportasi yang ditinjau meliputi transportasi susu dari peternak ke koperasi dan produk yoghurt dari koperasi ke agen penjualan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai cara atau sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Yoghurt Freshtime dipasarkan di daerah sekitar Lembang, Bandung hingga mencapai daerah Subang, Purwakarta, Karawang, dan Indramayu. Pedoman cara distribusi pangan yang baik seperti dimaksud dalam PP No. 28 tahun 2004 Pasal 7 adalah cara distribusi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: 1) melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pangan; 2) mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara; dan 3) mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan yang didistribusikan. Adapun mengaplikasikannya diadaptasikan dengan pelaksanaan Good Transporting Practices yang ditinjau menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007) adalah dengan mengamati desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya, pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi, higiene dan kesehatan karyawan, prosedur operasional, dokumen kontrol dan penyimpanan catatan serta verifikasi. Hasil pengamatan penerapan GTP pada unit pengolahan yoghurt di KPSBU didapatkan masih terdapat kekurangan di beberapa aspek GTP yang dikaji. Penilaian penerapan GTP yang dilakukan di KPSBU dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 5. Beberapa aspek GTP memiliki persentase kesesuaian penerapan yang masih berada di bawah 75%, kecuali aspek verifikasi yang telah dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kegiatan distribusi/transportasi yoghurt

53

dan susu segar sehingga mempermudah dan mempercepat penentuan kebijakan dalam kegiatan transportasi jika terdapat bahaya. Rekapitulasi penerapan GTP dan tindakan koreksi yang disarankan di KPSBU secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7. Perevisian terhadap SOP transportasi sangat perlu dilakukan untuk memenuhi penerapan aspek-aspek GTP di unit pengolahan yoghurt KPSBU secara benar. Contoh SOP transportasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 5. Penilaian Penerapan GTP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU
No 1. Parameter Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya - Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan) - Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi - Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan) - Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) Higienitas dan kesehatan karyawan - Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan) - Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) Prosedur operasional - Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan) - Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) Dokumen kontrol dan record keeping Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan) - Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) Verifikasi - Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan) - Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) Penilaian 75% Kategori penerapan GTP Cukup memenuhi

50% Kurang memenuhi 100% Memenuhi 75% Cukup memenuhi 50% Kurang memenuhi 100% Memenuhi 50% Kurang memenuhi 25% Sangat kurang memenuhi 50% Kurang memenuhi 50% Kurang memenuhi 50% Kurang memenuhi 75% Cukup memenuhi 25% Sangat kurang memenuhi 25% Sangat kurang memenuhi 25% Sangat kurang memenuhi 100% Memenuhi 100% Memenuhi 100% Memenuhi

2.

3.

4.

5.

6.

54

Desain dan Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya Beberapa aspek desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya yang diamati menurut NZFSA (2007) adalah desain konstruksi alat transportasi, peralatan pendingin dan pencatatan. Desain dan Konstruksi Alat Transportasi. Alat transportasi yang digunakan harus didesain untuk mampu menjaga higiene bahan baku serta produk produk yang dihasilkan. Memiliki kemudahan dalam perawatan serta pembersihan dan mampu mengurangi atau mengatur faktor bahaya dan resiko bagi produk dan bahan baku. Permukaan dalam alat transportasi harus kuat serta bebas dari lubang dan retak yang dapat menimbulkan peluang adanya kontaminasi. Peternak mengangkut susu dari kandang menuju TPK menggunakan milk can dengan berjalan kaki. Waktu tempuh pengiriman susu segar oleh peternak menuju TPK maksimal 20 menit. Koperasi menggunakan 7 unit truk tangki susu untuk TPK yang produksi susunya mencapai 3000 liter dan 7 truk bak yang membawa milk can sebagai wadah susu untuk mengangkut susu dari TPK yang produksinya kurang dari 3000 liter ke koperasi. Truk tangki susu yang digunakan terbuat dari bahan dasar stainless dan fiber (Gambar 12.A). Kendaraan pendistribusian yoghurt yang digunakan adalah mobil kijang yang didesain seperti kendaraan pribadi (Gambar 12.B). Kendaraan distribusi yoghurt sebaiknya menggunakan mobil box yang dilengkapi dengan refrigerator agar lebih mudah dalam pembersihan di bagian dalam kendaraan serta suhu lebih dapat terkontrol serta resiko bahaya kontaminasi dapat dikurangi dan dikendalikan selama perjalanan.

Gambar 12. Kendaraan Transportasi Susu Segar dan Yoghurt : (A) Truk dengan tangki double wall, (B) Kendaraan Minibus ber AC

55

Peralatan Pendingin.

Alat pendingin yang digunakan harus didesain mampu

mempertahankan suhu yang diinginkan selama pendistribusian dan dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu serta kelembaban. Koperasi belum memiliki unit transportasi yang dilengkapi dengan peralatan pendingin seperti kendaraan mobil box. Alat yang digunakan selama transportasi adalah cool box yang merupakan wadah yang tidak dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu dan kelembaban (Gambar 13.A) . Cool box digunakan sebagai wadah agar menahan suhu produk tidak meningkat dengan cepat selama transportasi. Koperasi menyediakan refrigerator pada setiap agen penjualan yang dilengkapi dengan pengatur suhu agar produk bisa segera didinginkan (Gambar 13.B). Kapasitas cool box yang digunakan adalah 35.100 ml ( 195 cup) dan 37.800 ml ( 210 cup). Cool box terkadang digunakan untuk menyimpan yoghurt melebihi kapasitasnya yaitu ditambahkan sekitar 40 cup yoghurt sehingga cool box kurang tertutup rapat. Koperasi perlu memperhatikan hal ini, kondisi cool box yang kurang tertutup rapat akan menyebabkan kenaikan suhu pada produk lebih cepat.

Gambar 13. Peralatan pendingin untuk transportasi dan retail : (A) Cool Box, (B) Show Case Pencatatan. KPSBU sebaiknya perlu menyediakan cheklist record atau dokumen unit transportasi yang mencakup : keadaan kendaraan, kondisi peralatan pendingin, dan masalah yang terjadi serta tindakan koreksi yang di ambil oleh karyawan, seperti perubahan suhu yang terjadi ketika yoghurt didistribusikan. Pencatatan tersebut harus dilakukan oleh operator pada setiap kendaraan. Contoh form pencatatan dapat dilihat di Lampiran 6.

56

Pembersihan dan Perawatan Peralatan dan Unit Transportasi Beberapa aspek desain dan pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi yang diamati menurut NZFSA (2007) adalah pembersihan dan sanitasi, perbaikan dan perawatan serta pencatatan. Pembersihan dan Sanitasi. Alat transportasi dijaga dalam kondisi baik dan

higienis. Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program pembersihan yang telah dibuat. Program tersebut harus mencakup tentang tata cara pembersihan alat transportasi tersebut, bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab untuk membersihkannya. Bahan kimia yang digunakan harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh produsen bahan tersebut. Sebelum alat transportasi tersebut digunakan maka harus dipastikan bahwa alat tersebut dalam keadaan bersih, kering dan tidak berbau yang tidak diinginkan. Pengecekan akhir harus selalu dicatat. Koperasi perlu menerapkan prosedur tersebut yang dilengkapi dengan dokumen cheklist record agar kebersihan alat transportasi yang digunakan untuk pengangkutan bahan baku dan produk lebih terjaga. Penanggung jawab pembersihan dan sanitasi unit transportasi sebaiknya perlu diatur guna mengontrol manajemen pembersihan kendaraan distribusi yaitu sebelum dan setelah digunakan harus selalu dibersihkan baik bagian luar maupun dalam kendaraan. Manajemen pembersihan milk can yang dilakukan oleh koperasi yaitu milk can segera di cuci setelah digunakan dengan cara membersihkan dengan sikat dan deterjen kemudian dibilas dengan air bersih dan dibilas dengan air yang telah mendidih. Catatan yang harus diperbaiki oleh KPSBU adalah tata cara pengeringan milk can yaitu milk can sebaiknya tidak diletakkan terbalik dengan menyentuh lantai melainkan di gantung di atas rak agar tidak terjadi rekontaminasi. Pembersihan cool box selalu dilakukan sebelum cool box digunakan maupun sesudah, dengan cara mencuci bagian dalam cool box dengan spons menggunakan sabun yang telah dicampur dengan air dan dibilas dengan air. Penggunaan sabun yang dicampur dengan air memiliki konsentrasi yang rendah sehingga air sabun tidak mengeluarkan busa dan tidak berbau. Koperasi perlu memperhatikan konsentrasi pencampuran sabun dengan air yang untuk mencuci cool box agar fungsi sabun sebagai sanitaiser dapat berlangsung sempurna. Terkadang karyawan tidak 57

menggunakan sabun untuk mencuci cool box, namun hanya menggunakan air dan spons saja untuk membersihkannya. Koperasi harus memberikan peraturan yang tegas kepada karyawan dalam melaksanakan SSOP sehingga setiap proses pembersihan selalu dilakukan menggunakan deterjen agar cool box tetap higienis dan tidak mengkontaminasi produk. Perbaikan dan Perawatan. Perbaikan dan perawatan dilakukan pada alat atau

perlengkapan yang berhubungan dengan transportasi yoghurt. Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut harus secara rutin dilakukan agar alat alat dan perlengkapan tersebut berfungsi secara baik dan benar. Pada bagian cool box yang perlu diperhatikan adalah pegangan, penutup serta lubang saluran air yang berada di dasar wadah. Salah satu tidak berfungsi maka akan dapat menimbulkan bahaya fisik maupun mikrobiologi. Pada refrigerator yang perlu diperhatikan adalah kemampuan refrigerator menyediakan suhu yang diinginkan serta penutup refrigerator agar suhu didalam refrigerator tetap terjaga. Pencatatan. KPSBU sebaiknya menyediakan cheklist record atau dokumen yang mencakup : catatan kebersihan dan inspeksi, perbaikan dan perawatan serta masalah dan tindakan koreksi yang diambil oleh karyawan, seperti perubahan suhu yang terjadi ketika yoghurt didistribusikan yang dilakukan oleh operator pada setiap kendaraan. Contoh form pencatatan dapat dilihat di Lampiran 6. Higien dan Kesehatan Karyawan Higiene dan kesehatan karyawan sangat penting bagi seluruh kegiatan produksi. Karyawan selalu berhubungan langsung dengan produk sehingga menjadi sumber kontaminasi yang utama terhadap produk apabila higiene dan kesehatannya tidak terjaga dengan benar. Beberapa aspek higiene dan kesehatan karyawan yang diamati menurut NZFSA (2007) adalah kesehatan pekerja, pelatihan dan praktek higienis serta pencatatan. Kesehatan Pekerja. Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang didiagnosa dapat ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka karyawan

58

harus dihentikan dari penanganan produk. Koperasi telah menerapkan prosedur tersebut. Karyawan yang sakit diizinkan untuk tidak bekerja. Pelatihan dan Praktek Higien. KPSBU perlu memberikan pelatihan tentang

pentingnya dan cara-cara untuk menjaga higiene diberikan kepada karyawan yang menangani produk. Supir atau pekerja berkewajiban meminimalisir peluang

terjadinya kontaminasi pada produk dengan selalu melaksanakan personal higiene sebelum bersentuhan dengan produk. Sebaiknya KPSBU juga menyediakan sarana sanitasi yang lengkap seperti wastafel lengkap dengan sabun dan pengering, tersedianya sabun untuk pembersihan cool box serta cairan pembersih semprot yang mudah dibawa dan kain lap untuk menjaga kebersihan refrigerator yang berada pada agen penjualan yoghurt untuk mendukung praktek higiene. Pencatatan. KPSBU sebaiknya menyediakan pencatatan terhadap higiene karyawan yang berisi catatan medis karyawan, pelatihan higiene, serta masalah dan tindakan koreksi yang dilakukan guna memudahkan kontrol terhadap praktek higiene karyawan selama kerja. Prosedur Operasional Beberapa aspek prosedur operasional yang diamati menurut NZFSA (2007) adalah pendataan peralatan dan perlengkapan pendistribusian, penanganan dan transportasi, kontrol terhadap wadah pendingin dan suhu, tindakan yang dilakukan saat kondisi tidak terduga serta pencatatan. Mendata Peralatan dan Perlengkapan Pendistribusian. KPSBU selalu

memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala sehingga mempermudah perawatan peralatan tersebut oleh petugas operator. Koperasi telah menerapkan prosedur ini dengan baik. Setiap perlengkapan dan peralatan yang ada didata oleh bagian logistik. Penanganan dan Transportasi. dikirim dengan selalu Bahan baku serta produk akhir ditangani dan resiko kontaminasi dan kerusakan,

meminimalkan

perkembangbiakan bakteri patogen, dan pembentukan racun. Pengemudi harus selalu

59

memastikan bahwa pengiriman selalu dengan dokumentasi yang tepat. Koperasi perlu melengkapi dokumen-dokumen yang berisikan : 1) identitas bahan baku atau produk, 2) jumlah, sumber atau asal dari bahan dan produk tersebut. 3) waktu yang diperlukan untuk memuat barang, tujuan pengiriman, dan waktu ketika bahan atau produk tersebut telah sampai ke tempat tujuan. 4) Produk dilindungi dari kontaminasi selama pemuatan dan penurunan produk. Beberapa tahap yang terjadi selama proses transportasi adalah tahap pemasukan dan penurunan muatan, pemindahan dan penanganan produk serta transportasi produk. Aspek-aspek yang harus dipenuhi pada setiap tahap tersebut meliputi 1) Pemuatan / Penurunan Muatan Bahaya potensial yang mungkin muncul pada tahap ini adalah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan baku berupa produk susu segar maupun produk jadi yoghurt akibat dari peningkatan suhu yang tidak dapat diterima karena penundaan selama proses pemuatan atau penurunan muatan. Tindakan pencegahan yang harus diterapkan adalah mempercepat waktu pemindahan produk dan segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu dingin pada refrigerator serta memeriksa suhu produk saat diterima ataupun saat akan dikirim. Peternak sapi anggota koperasi mengumpulkan susu segar di tempat pelayanan koperasi (TPK) untuk di angkut oleh Truk tangki atau truk bak koperasi. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi susu mulai dari setelah pemerahan hingga ke tempat pengolahan tidak lebih dari dua jam. Kemudian koperasi mempercepat proses penerimaan susu segar sebagai bahan baku dengan segera melakukan proses pemanasan untuk mencegah berkembangnya

mikroorganisme. Kemasan yoghurt segera dimasukkan kedalam cool box setelah disimpan dalam freezer. Koperasi belum menerapkan pemeriksaan suhu secara berkelanjutan dengan termometer pada produk yoghurt yang akan dikirim atau didistribusikan. Hal ini sebaiknya segera diperbaiki karena koperasi

menggunakan cool box sebagai wadah penyimpanan selama distribusi. Cool box hanya berfungsi untuk menghambat kenaikan suhu, tidak menurunkan suhu.

60

2) Pemindahan dan Penanganan Produk Bahaya potensial yang bisa terjadi selama proses ini adalah kontaminasi mikrobiologi dan fisik pada produk akibat dari kerusakan hasil dari pengemasan dan penanganan yang tidak benar serta praktek higienis yang kurang baik. Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan : a. penanganan produk secara benar, bahan baku susu segar serta produk olahan susu harus selalu diletakkan terpisah dari produk produk lain yang dapat menimbulkan kontaminasi; b. pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut yang benar saat memindahkan produk dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencegah kerusakan kemasan; c. pintu alat transportasi harus selalu tertutup saat tidak melakukan pemuatan atau penurunan muatan; dan d. kesehatan karyawan dan kehigienisan kerja karyawan yang selalu menjaga kebersihan pribadinya dan peralatan peralatan yang digunakan selama bekerja. Penanganan transfer susu selama dalam kendaraan pengangkut cukup baik. Pengangkutan dengan kendaraan pick up, susu dalam wadah milk can dijaga oleh dua orang petugas selama perjalanan. Milk can dipastikan dalam kondisi tertutup rapat dan susu dijaga agar tidak tumpah. Koperasi telah memiliki prosedur standar yang baik dalam kegiatan transfer dan handling produk susu segar dari peternak. Pada proses penanganan transportasi yoghurt perlu diperhatikan pada tahap pengisian yoghurt ke dalam cool box sebagai wadah pendistribusian dan transfer yoghurt dari satu area ke area yang lain yaitu pengisian yoghurt yang terkadang melebihi kapasitas atau terlalu penuh sehingga kemasan yoghurt tetap terjaga serta diberikan penambahan es batu dan melakukan pengecekan suhu setiap 2 jam selama transportasi atau disesuaikan dengan kemampuan cool box mempertahankan suhu untuk menghindari terjadinya peningkatan suhu hingga lebih dari 10oC.

61

3) Transportasi Produk Bahaya yang mungkin mucul adalah bahaya mikrobiologi, kimia, atau fisik dari pembersihan dan perawatan alat angkut atau wadah pengangkut produk yang tidak benar dan dari produk produk lain yang diangkut secara bersamaan. Selain itu juga bahaya berkembangnya mikroorganisme muncul akibat suhu yang tidak terjaga dan penundaan pengiriman yang terlalu lama. Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah perawatan dan pembersihan milk can dan cool box sebagai wadah pengangkutan secara berkelanjutan dan benar yaitu menggunakan sanitaiser. Memastikan agar milk can aman dari panas matahari. Jadwal kedatangan kendaraan pengangkut harus teratur setiap hari dan tepat waktu sehingga tidak terjadi penundaan pengangkutan yang terlalu lama. Menurut Saleh (2004) susu harus segera di dinginkan atau diolah dalam waktu kurang dari 2,5 jam setelah pemerahan. Susu yang baru diperah (keluar dari ambing) memiliki suhu 37oC. Susu yang berasal dari ambing sapi yang sehat secara praktis bebas dari bakteri, namun demikian harus segera dihindari dari kontaminasi lebih lanjut. Pendinginan susu pada suhu 4oC atau pengolahan susu merupakan cara untuk menghambat aktivitas mikroorganisme, namun jika suhu telah naik maka mikroorganisme akan aktif kembali (Rachmawan, 2001). Koperasi telah menerapkan prosedur pengangkutan susu sesuai jadwal dengan baik. Mengontrol dan memonitor suhu didalam cool box selama pendistribusian sangat perlu dilakukan. Koperasi belum melaksanakan pengecekan suhu pada distribusi yoghurt. sebaiknya koperasi juga memberikan prosedur yang ketat kepada karyawan untuk segera mengantarkan yoghurt ke tempat tujuan dan segera disimpan ke dalam refrigerator agar yoghurt suhunya tidak lebih dari 15oC karena pada suhu tersebut mikroorganisme akan berkembang dengan baik (Sudiara dan Sabudi, 1995) selain itu Wadah pendingin juga harus diisi sesuai dengan kapasitas agar kemampuan wadah pendingin tersebut tetap terjaga dan kemasan produk tidak rusak. Produk yang kemasannya telah rusak harus ditangani dengan baik guna meminimalisir kontaminasi pada produk lain serta lingkungan sekitar tempat penyimpanan produk atau bahan tersebut. Koperasi telah melaksanakan prosedur

62

tersebut dengan baik, setiap ada produk yang rusak kemasannya selalu dipisahkan dan sisa tumpuhan dari produk tersebut segera dibersihkan. Kontrol Wadah Pendingin dan Suhu. Pengecekan temperatur harus selalu

dilakukan dan dicatat pada awal pendistribusian dan akhir distribusi, serta pada kondisi kondisi yang diperkirakan terjadinya kenaikan suhu didalam wadah pendingin juga harus dicatat, seperti kerusakan pada AC kendaraan atau cuaca yang terlalu panas. Suhu yoghurt pada awal pendistribusian adalah 7oC sedangkan pada akhir pendistribusian adalah 16oC. Kenaikan suhu produk selama pendistribusian adalah tercatat sebagai berikut: 1) Daerah pemasaran Bandung dan sekitarnya, dengan waktu perjalanan sekitar 3-4 jam, suhu awal yoghurt adalah 4oC-7oC dan suhu akhir yoghurt adalah sekitar 9oC-12oC. 2) Daerah pemasaran Subang, Purwakarta, dan Indramayu dengan waktu perjalanan sekitar 5-6 jam, suhu awal yoghurt adalah 4oC-7oC dan suhu akhir yoghurt setelah sampai di Indramayu sekitar 16oC-17oC. Peningkatan suhu coolbox seharusnya tetap dijaga agar selalu dibawah 10oC agar peningkatan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang mungkin

terkontaminasi selama poses produksi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh koperasi adalah memberikan penambahan es batu didalam coolbox yoghurt tetap berada pada selang suhu 00C 100C. Tindakan Saat Terjadi Kondisi Kondisi Tidak Terduga. Koperasi telah agar suhu

menetapkan prosedur tindakan yang harus dilakukan pada saat saat kondisi tak terduga. Pengemudi mengetahui pihak yang dapat dihubungi segera guna

mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi, seperti kerusakan atau kehilangan produk, gagal mempertahankan suhu sesuai dengan yang ditetapkan, kerusakan kendaraan dan produk jatuh dari kendaraan pengangkut. Produk yang rusak atau tidak sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan dipisahkan, kemudian kepala bagian memberikan instruksi langsung tentang tindakan yang harus diambil oleh petugas. Pencatatan. Pencatatan terhadap prosedur operasi kegiatan transportasi perlu

dilakukan dan berisikan tentang dokumen pengiriman, suhu produk serta masalah 63

dan tindakan koreksi yang dilakukan. Koperasi belum menerapkan kegiatan pencatatan ini dan sebaiknya perlu diterapkan guna memudahkan kontrol terhadap kegiatan transportasi atau distribusi produk. Dokumen Kontrol dan Penyimpanan Catatan Setiap kegiatan selama proses distribusi selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Dokumen pencatat dibuat oleh setiap karyawan yang bersangkutan dengan kegiatan distribusi dan pihak yang diberi wewenang untuk menjaga agar proses pendistribusian berjalan dengan benar serta menunjukkan situasi atau keadaan yang terjadi sebenarnya. Sebaiknya untuk pendistribusian yoghurt perlu disediakan dokumen kontrol dan penyimpanan catatan pada setiap tahap transportasi secara terorganisasi dan lengkap. Koperasi perlu menyediakan form dengan lebih lengkap dan terorganisasi. Verifikasi Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki tanggung jawab penuh serta mampu menguasai pelaksanakan GTP dengan baik. Tindakan verifikasi yang dilakukan adalah mengkoreksi dokumentasi yang ada, disesuaikan dengan keadaan yang terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan memecahkan masalah yang terjadi. Penerapan Good Transporting Practices di KPSBU masih terdapat beberapa kekurangan. Good Retailing Practices (GRP) Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam PP no 28 tahun 2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: 1) mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; 2) mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; 3) mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluwarsanya; dan 4) mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara.

64

Pedoman cara ritel pangan yang baik tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam pemasaran produk yoghurt Freshtime di KPSBU Lembang. Contoh SOP pelaksanaan Good Retail Practices yang dapat diterapkan oleh KPSBU dapat dilihat pada Lampiran 7. Cara Penempatan Pangan Koperasi menyediakan refrigerator khusus produk koperasi yang dilengkapi dengan pengatur suhu bagi setiap agen penjualan. Pada refrigerator tersebut tidak terdapat produk selain produk yoghurt koperasi. Namun dalam beberapa tempat penjualan, refrigerator yang disediakan khusus oleh koperasi untuk agen penjualan terkadang digunakan juga untuk menyimpan produk produk lain selain yoghurt seperti sayuran, adonan dan produk produk minuman lainnya dengan kemasan tetrapack atau kemasan botol dan produk pangan lain yang dijual oleh agen tersebut. Terjadinya pencampuran berbagai produk selama pemasaran dalam lemari pendingin berisi yoghurt sebaiknya perlu diperhatikan oleh koperasi, karena dikhawatirkan akan terjadi kerusakan kemasan yoghurt yang berakibat pada kerusakan produk dan berakibat pada keamanan yoghurt. KPSBU perlu melakukan penyuluhan kepada agen penjualan tentang tata cara penempatan produk pangan yang baik dan benar karena rentannya terjadi kerusakan pada kemasan yoghurt dan terjadinya kontaminasi silang. Pengendalian Stok Penerimaan dan Penjualan Suplai yoghurt dilakukan berdasarkan catatan dari pihak koperasi (sesuai dengan tanggal kadaluarsa produk dan jadwal pengiriman yang ditetapkan oleh koperasi untuk agen tersebut). Pada situasi khusus, agen penjualan akan meminta koperasi untuk mensuplai yoghurt ketika jumlah yoghurt yang tersisa telah sedikit meski belum dalam waktu yang ditetapkan oleh koperasi. Jumlah yoghurt yang disuplai disesuaikan dengan permintaan agen penjualan yang mengetahui besarnya permintaan konsumen akan produk yoghurt di daerah tersebut. Yoghurt yang mendekati tanggal kadaluarsa ditarik dan diganti dengan yoghurt yang baru diproduksi sebagai tindakan quality assurance.

65

Mengatur Rotasi Stok Pangan sesuai dengan Masa Kadaluwarsanya Koperasi mengatur rotasi penempatan produknya sesuai dengan tanggal kadaluwarsa, untuk produk yang telah lama ditempatkan di rak bagian atas show case refrigerator sedangkan produk baru ditempatkan di rak bagian bawah secara berurutan. Penataan produk dalam lemari pendingin untuk penjualan ditampilkan juga sesuai dengan prinsip FIFO, yaitu produk yang pertama masuk kedalam refrigerator akan dijual terlebih dahulu sehingga diletakkan pada rak bagian atas refrigerator dengan tujuan lebih mudah dijangkau konsumen. Mengendalikan Kondisi Lingkungan Penyimpanan Refrigerator diletakkan pada ruangan yang diatur posisinya sehingga tidak secara langsung terkena panas matahari dengan tujuan agar tidak menyebabkan meningkatnya suhu didalam alat pendingin tersebut. Suhu dalam refrigerator diatur pada kisaran suhu 2 - 40C dan selalu dijaga kebersihannya oleh karyawan. Sebaiknya untuk setiap agen penjualan KPSBU memberikan pembinaan penambahan pengetahuan tentang higienis dan handling produk, sehingga: 1) refrigerator yang disediakan selalu dijaga kebersihannya 2) refrigerator yang disediakan tidak digunakan untuk penyimpanan dengan bahanbahan lain yang dapat menyebabkan kontaminasi silang, untuk menghindari terjadi penurunan kualitas yoghurt oleh agen agen tersebut selama penjualan 3) agen juga diberi pengetahuan tentang pentingnya melakukan pengontrolan suhu untuk menjaga kualitas yoghurt, yaitu mempertahankan refrigerator tetap bersuhu dibawah 4oC. Penerapan Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) Standard Sanitation Operational Procedur merupakan aplikasi dari kegiatan GMP dan merupakan prasyarat terlaksananya sistem HACCP yang efektif. SSOP merupakan prosedur yang mewajibkan setiap proses dilakukan dalam kondisi dan cara yang mengaplikasikan sanitasi. Pengamatan SSOP pada unit pengolahan yoghurt koperasi berdasarkan delapan aspek kunci menurut FDA (1995) adalah keamanan air, cara pencegahan kontaminasi dari pekerja, kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan, fasilitas sanitasi di ruang pengolahan,

66

perlindungan terhadap kemasan dan bahan-bahan yang digunakan, sistem pelabelan dan penyimpanan produk, kontrol kesehatan pegawai serta pencegahan hama pabrik. Hasil pengamatan penerapan SSOP pada unit pengolahan yoghurt di KPSBU didapatkan masih terdapat kekurangan di beberapa aspek SSOP yang dikaji. Pada Tabel 6 dapat dilihat persentase kesesuaian penerapan SSOP di KPSBU terhadap beberapa aspek SSOP yang telah ditentukan oleh FDA (1995). KPSBU perlu memperbaiki dan memenuhi kekurangan-kekurangan yang ada di setiap aspek SSOP. Rekapitulasi penerapan SSOP pada KPSBU dapat dilihat pada Tabel 8. Pengawasan secara ketat terhadap karyawan dan penyediaan fasilitas sanitasi secara lengkap perlu dilakukan. Contoh SSOP yang dapat diterapkan oleh KPSBU dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 6. Penilaian Penerapan SSOP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU No 1. 2. 3. Parameter Penilaian Keamanan air 25% Pencegahan kontaminasi silang dari 50% pekerja Kebersihan permukaan 50% yang kontak dengan bahan pangan Fasilitas sanitasi <25% di ruang pengolahan Perlindungan dari bahan cemaran 50% (adulteran) Sistem pelabelan dan penyimpanan 75% produk Kontrol kesehatan pegawai 25% Pencegahan hama pabrik 25% Kategori penerapan SSOP Sangat kurang memenuhi Kurang memenuhi Kurang memenuhi

4. 5. 6. 7. 8.

Tidak memenuhi Kurang memenuhi Cukup memenuhi Sangat kurang memenuhi Sangat kurang memenuhi

Keamanan Air Air yang digunakan adalah air sumur dan belum mengalami pengujian secara laboratorium. Mutu air yang digunakan untuk proses pengolahan harus memiliki mutu seperti air minum (Depkes, 1998). Sebaiknya air tersebut dilakukan pengujian kualitas terlebih dahulu agar diketahui tingkat keamanannya dari segi kandungan mineralnya atau dari kandungan mikrooganismenya. Instalasi water treatment plant perlu disediakan demikian juga tangki penampungnya sehingga KPSBU memiliki supply air yang terjamin untuk dapat selalu menyediakan air bersih dengan mutu air minum. Menurut Soekarto (1990), persyaratan mutu air minum yang terpenting 67

adalah harus bebas dari bakteri dan senyawa kimia yang berbahaya serta tidak berwarna, tidak berbau, tidak menimbulkan rasa aneh dan tidak keruh. Kualitas air yang memenuhi standar air minum dapat dihasilkan melalui tahap-tahap pengolahan yang ketat seperti a) pemurnian air yang meliputi penyaringan air, 2) penghilangan padatan tersuspensi dengan koagulan atau filter, 3) disinfeksi air dengan menggunakan bahan kimia (klorin) atau fisik (ozon, ultraviolet) dan 4) pelunakan air dengan menggunakan lime soda atau resin penukar ion (thaheer, 2005). Standar kualitas air minum harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 8. Pencegahan Kontaminasi dari Pekerja Atribut pencegahan kontaminasi dari pekerja adalah penyediaan seragam khusus, masker, penutup kepala, serta sandal khusus yang disediakan oleh pihak koperasi. Atribut tersebut digunakan pada saat pengolahan terutama dalam ruang pengemasan, sedangkan pada ruang pengolahan disediakan pakaian seragam koperasi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pekerja kurang mematuhi peraturan yang ada, hair net yang disediakan tidak digunakan selama proses pengemasan (Gambar 14).

Gambar 14. Penerapan Higiene Personal Karyawan di Ruang Pengemasan yang Belum Sesuai Rambut adalah sumber kontaminasi dari mikroorganisme. Koperasi harus lebih memperhatikan dan lebih tegas dalam menegakkan higiene personal karyawan selama proses produksi. Pencegahan kontaminasi dari pekerja juga diterapkan dengan selalu melakukan pencucian tangan dengan teepol dan dengan menggunakan

68

alkohol 70% sebelum melakukan produksi, SOP ini hanya dilakukan pada ruang pengemasan, sedangkan pada ruang pemasakan susu hanya pencucian tangan dengan air. Sebaiknya penerapan SSOP pencucian tangan juga diterapkan pada seluruh tahap proses pengolahan tidak hanya tahap pengemasan dan prosedur pencucian tangan sebaiknya ditempel pada area masuk ruang produksi untuk mengingatkan karyawan agar selalu menjaga kebersihan tangan berikut dengan penyediaan fasilitas sanitasi tangan secara lengkap. Hal yang masih belum mendapat perhatian adalah karyawan dapat berkunjung ke bagian lainnya dan membantu pekerjaan karyawan pada bagian lain. Misalnya, karyawan bagian pasteurisasi susu yang membantu karyawan bagian pengemasan saat menunggu proses pendinginan susu. Hal ini mungkin disebabkan karena terbatasnya jumlah karyawan yang dimiliki yaitu 4 orang didalam area produksi. Kebijakan koperasi dalam pengaturan tugas dan alur kerja karyawan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Area pengemasan harus dijadikan area yang memiliki tingkat higiene yang lebih tinggi. Setiap karyawan yang memasuki area pengemasan harus benar-benar menjaga kebersihan dirinya dan melakukan tindak sanitasi secara menyeluruh yaitu, kebersihan tangan, pakaian dan anggota tubuh yang lain serta menggunakan kelengkapan hair net, masker, seragam khusus serta sandal khusus. Kondisi Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan Peralatan dan perlengkapan yang kontak makanan sebagian besar terbuat dari bahan stainless dan aluminium yang tahan korosif, seperti milk can untuk memasak susu, pengaduk, penangas air, dan wadah tempat menampung yoghurt sementara. Alat-alat tersebut masih dalam kondisi baik dan layak pakai. Pencucian dilakukan segera setelah penggunaan dengan menggunakan tipol serta air panas. Alat-alat yang digunakan untuk produksi biasanya dicuci dengan air biasa dan menggunakan tipol, kemudian dibilas dengan menggunakan air panas. Hal yang perlu mendapat perhatian oleh koperasi adalah belum tersedianya tempat penyimpanan khusus bagi peralatan yang kontak dengan makanan. Penyimpanan dilakukan pada area produksi. Pembersihan area produksi belum dilakukan secara sempurna banyak bagianbagian di dalam area yang terlupakan untuk dibersihkan seperti dinding, langitlangit, jendela, ventilasi serta daerah-daerah dibelakang inkubator dan freezer yang 69

memungkinkan terjadinya rekontaminasi terhadap perlatan yang telah di bersihkan. Sebaiknya disediakan tempat khusus untuk menyimpan peralatan yang telah dicuci agar terhindar dari rekontaminasi dan seluruh bagian area produksi harus tersanitasi secara rutin. Pembuatan jadwal pembersihan dan mendaftar semua area dan alat yang harus dibersihkan secara rutin perlu dilakukan oleh koperasi. Pemantauan terhadap proses pembersihan juga perlu dilakukan oleh supervisor produksi atau QC agar proses pembersihan terkontrol dengan baik dan tidak menyebabkan sumber kontaminasi pada prses produksi. QC diharapkan melakukan pengujian terhadap tindak sanitasi yang dilakukan secara rutin setiap bulannya dengan melakukan uji mikrobiologi terhadap peralatan yang kontak dengan makanan agar diketahui jumlah mikroba yang terdapat pada permukaan peralatan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 total mikroba maksimum permukaan alat atau mesin adalah 102 koloni/cm2 dan tidak terdapat E. Coli. Oleh karena itu pengujian mikrobiologi terhadap alat harus dilakukan secara rutin untuk mencegah kontaminasi silang. Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan Kebersihan personil yang harus diperhatikan adalah rambut, mandi, cuci tangan dan membersihkan kuku (Thaheer, 2005). Kebersihan badan personil dapat tercium dari bau serta rambut yang kotor dan berminyak akan menjadi sumber kontaminasi bakteri serta spora kapang. Fasilitas sanitasi yang disediakan antara lain bak pencuci tangan yang berada di dekat pintu masuk ruang produksi dan toilet yang letaknya 5 m di luar ruang produksi. Fasilitas pencuci tangan khusus untuk toilet seperti wastafel dan sabun cuci tangan belum disediakan. Fasilitas bak pencuci tangan yang berada di area pintu masuk ruang produksi belum dilengkapi dengan sabun atau deterjen dan alat pengering. Tempat sampah tertutup letaknya terpisah 1 m dari bak cuci tangan. Penyediaan tempat sampah perlu diperhatikan oleh koperasi, tempat sampah adalah sumber cemaran yang tinggi sehingga desain dan penempatannya harus baik, desain tempat sampah yang dianjurkan adalah tempat sampah yang dapat tertutup rapat dan memiliki pijakan kaki sebagai alat pembuka tutup dan sebaiknya tempat

70

sampah diletakkan pada area yang tidak dapat menimbulkan cemaran terhadap proses produksi. Pemeliharaan fungsi fasilitas sanitasi yang telah tersedia perlu dilakukan dengan selalu menyediakan atribut pelengkapnya yaitu sanitaiser dan alat pengering. Penyediaan fasilitas ruang ganti pakaian karyawan juga diperlukan guna menghindari kontaminasi silang antara pakaian yang digunakan di luar ruang produksi dengan pakaian yang digunakan di dalam ruang produksi. Perlindungan terhadap Kemasan atau Bahan-Bahan yang Digunakan dari Bahan Cemaran (Adulteran) KPSBU tidak melakukan perlindungan khusus terhadap kemasan dan bahanbahan yang digunakan. Bahan baku essens, kemasan dan sanitizer disimpan dalam etalase di ruang yang terpisah dengan ruang produksi. Seharusnya bahan sanitaiser disimpan di dalam gudang dan disimpan di dalam box tertutup yang diberi label dengan jelas mengenai bahan yang tersimpan didalamnya dan bahan sanitaiser dikeluarkan jika akan digunakan. Bahan baku essens disimpan di dalam refrigerator untuk menghindari peluang tumbuhnya mikroorganisme selama penyimpanan. Bahan kemasan sebaiknya disimpan berbeda, untuk kemasan yang akan digunakan disimpan di area steril yang dilengkapi dengan sinar UV dan untuk kemasan stok disimpan di etalase yang bersih dan bebas dari hama, sehingga penggunaan kemasan tidak tertukar dan tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk. Bahan baku gula disimpan di dalam gudang yang terpisah dari ruang proses produksi dan diletakkan diatas rak yang tidak menyentuh langsung ke permukaan lantai. Bahan-bahan tersebut disimpan lengkap dengan kemasan asli dari supplier. Hal yang perlu diperhatikan oleh koperasi adalah botol spray yang berisi alkohol 70% untuk mensanitasi meja atau untuk keperluan sanitasi bagi karyawan yang diletakkan di dalam area pengemasan harus diberi label yang jelas dan tidak boleh ditempatkan di meja tempat menangani produk untuk menghindari tercecernya atau tersemprotnya alkohol ke dalam produk. Sistem Pelabelan Penyimpanan Produk Pelabelan penyimpanan bahan sangat penting dilakukan untuk menghindari kesalahan penggunaan bahan serta memudahkan pengontrolan bahan-bahan yang disimpan sehingga bahaya akibat kesalahan penggunaan dapat dihindari dan alur 71

keluar masuk barang dari gudang dan tempat penyimpanan produk akhir dapat dicatat dan ditelusuri kembali untuk kepentingan monitoring atau audit internal. Saat ini sistem penyimpanan yang diterapkan oleh koperasi adalah sistem FIFO (first in first out). Belum ada pelabelan khusus yang dilakukan untuk menandai bahan baku serta bahan toksin selama penyimpanan label yang digunakan sesuai dengan label dari supplier. Sebaiknya juga dilakukan pengecekan kembali kesesuaian label dengan isi untuk menghindari kesalahan penggunaan dan keamanan produk atau bahan. Kontrol Kesehatan Pegawai KPSBU telah menetapkan kebijakan bahwa karyawan yang sakit dan mengalami luka yang cukup besar atau parah diberi izin untuk beristirahat dirumah dan tidak diperbolehkan bekerja hingga sembuh untuk menghindari kontaminasi mikrobiologi terhadap produk ataupun menularkan penyakit kepada karyawan yang lainnya. KPSBU telah menyediakan pelayanan kesehatan bagi karyawannya bekerja sama dengan rumah sakit terdekat, namun KPSBU belum melakukan pengecekan kesehatan karyawan secara rutin. Sebaiknya KPSBU juga menjalin kerjasama dengan rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kesehatan karyawannya secara berkala karena pemeriksaan kesehatan penting untuk mengetahui adanya carrier penyakit menular pada karyawan. Pencegahan Hama Pabrik Ruang pengolahan di desain tertutup dengan dilengkapi kain kasa pada ventilasi untuk mencegah masuknya serangga, sehingga pihak perusahaan meyakini tidak perlu adanya penggunaan pestisida. Namun menurut pengamatan terdapat beberapa kondisi area ruangan yang memungkinkan masuknya hama ke dalam ruang produksi. Beberapa kondisi tersebut diantaranya selama proses pemasakan pintu ruang produksi dibiarkan terbuka, serta terdapat penumpukan peralatan produksi yang memungkinkan menjadi tempat sembunyinya hama dan saluran pembuangan air yang tidak dilengkapi katup penutup. Sebaiknya perusahaan tetap melakukan monitoring dan tindakan pencegahan dengan memasang perlatan pest control pada area area tertentu.

72

Tabel 7. Rekapitulasi Penerapan GTP di KPSBU


No. Aspek GTP 1. Tahapan Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) Koperasi menggunakan truk dengan tangki sebagai wadah susu dan mobil pick up dengan milk can sebagai wadah susu. Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan) Kendaraan pendistribusian yoghurt yang digunakan adalah mobil kijang dengan kondisi untuk kendaraan pribadi Kondisi seharusnya Alat transportasi harus didesain mampu menjaga kehigienisan bahan baku dan produk. Mudah dalam perawatan dan pembersihan, mampu mengurangi / mengatur faktor bahaya dan resiko. Permukaan dalam alat transportasi harus kuat, bebas lubang dan retak. Alat pendingin didesain mampu menyediakan temperatur yang diinginkan dan dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu serta kelembaban Kesesuaian/koreksi Penilaian Sebaiknya koperasi menggunakan kendaraan distribusi khusus yang dilengkapi dengan pendingin (Mobil box). Serta kendaraan truk tangki susu yang dilengkapi dengan pendingin. Peralatan pendingin yang digunakan sebaiknya yang dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu. Persen kesesuaian 75%

Desain dan Desain dan konstruksi alat konstruksi unit transportasi dan transportasi perlengkapannya

Peralatan pendingin

Wadah yang digunakan adalah milk can dan tangki truk susu tanpa alat pendingin.

Pencatatan

Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.

Alat yang digunakan selama transportasi adalah cool box yang merupakan wadah yang tidak dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu dan kelembaban. Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.

Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan

Disediakan form atau dokumen yang mencakup : Keadaan kendaraan, kondisi peralatan pendingin, dan masalah yang terjadi serta tindakan 73

No. Aspek GTP

Tahapan

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi Penilaian koreksi yang di ambil.

2.

Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi

Pembersihan dan sanitasi

Prosedur pembersihan telah diatur oleh koperasi, kendaraan terutama tangki susu dan milk can yang selalu dibersihkan setiap selesai digunakan.

Manajemen pembersihan mobil diserahkan kepada masing masing karyawan yang mendistribusikan yoghurt.

Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab. Sebelum digunakan alat transportasi harus dipastikan dalam keadaan bersih, kering dan tidak berbau. Pengecekan akhir harus selalu dicatat.

Setiap kendaraan sebaiknya diatur jadwal pembersihannya baik bagian luar kendaraan maupun dalam kendaraan.

Persen kesesuaian 75%

74

No. Aspek GTP

Tahapan Perbaikan dan perawatan

Pencatatan

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) Manajemen perbaikan telah diatur oleh koperasi dengan bagian logistik sebagai penanggung jawab, khusus perbaikan unit transportasi di serahkan pada bagian perbengkelan sedangkan perawatan diserahkan kepada karyawan pengangkutan susu. Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan) Manajemen perbaikan telah diatur oleh koperasi dengan bagian logistik sebagai penanggung jawab khusus perbaikan unit transportasi di serahkan pada bagian perbengkelan sedangkan perawatan diserahkan kepada karyawan pendistribusian yoghurt.

Kondisi seharusnya Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut harus secara rutin dilakukan.

Kesesuaian/koreksi Penilaian Perbaikan dilakukan setiap terdapat kerusakan dan perawatan dilakukan setiap waktu.

Belum dilakukan kegiatan recording secara terorganisasi.

Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan

Disediakan form atau dokumen yang mencakup : catatan kebersihan dan inspeksi, perbaikan dan perawatan serta setiap masalah dan tindakan koreksi yang diambil.

75

No. Aspek GTP 3. Higienitas dan kesehatan karyawan

Tahapan Kesehatan pekerja

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) Karyawan yang sakit diizinkan untuk tidak bekerja.

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan) Karyawan yang sakit diizinkan untuk tidak bekerja.

Kondisi seharusnya Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka harus dihentikan dari penanganan produk.

Kesesuaian/koreksi Penilaian Telah sesuai, setiap karyawan yang sakit tidak diperbolehkan bekerja di bagian produksi yang kontak langsung dengan produk. Manajer produksi perlu mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol higien kerja dan mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS) Persen kesesuaian 50%

Pelatihan dan praktek higienitas

Pengetahuan tentang higienis personal telah diberikan

Pengetahuan tentang higienis personal telah diberikan

Pelatihan tentang kehigienisan kerja karyawan diberikan kepada karyawan yang menangani produk.

Pelatihan sebaiknya perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran karyawan tentang pentingnya bekerja secara higienis. Pemenuhan fasilitas sanitasi yang 76

No. Aspek GTP

Tahapan

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi Penilaian lengkap sangat perlu.

Pencatatan

Pencatatan tentang catatan medis belum ada

Pencatatan tentang catatan medis belum ada

Pencatatan terhadap higienitas karyawan berisikan tentang catatan medis karyawan, pelatihan higienis, serta masalah dan tindakan koreksi yang dilakukan

4.

Prosedur operasional

Mendata peralatan dan perlengkapan pendistribusian Handling dan Transportasi

Peralatan dan perlengkapan di data oleh bagian logistik Jadwal kedatangan kendaraan pengangkut teratur setiap hari dan tepat waktu. Kualitas susu termasuk suhu susu di catat. Koperasi mempercepat

Peralatan dan perlengkapan di data oleh bagian logistik

Selalu memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala Kemasan yoghurt Mempercepat waktu segera dimasukkan pemuatan, kedalam cool box transportasi dan setelah disimpan penurunan produk dalam freezer begitu untuk segera juga untuk penurunan diletakkan dalam produk ke tempat lingkungan bersuhu penjualan, namun refrigerator. untuk waktu Memeriksa suhu transportasi produk produk. terkadang tidak Pengemudi

Disediakan form atau dokumen yang mencakup : catatan kesehatan dan pelatihan karyawan serta setiap masalah dan tindakan koreksi yang diambil. Setiap peralatan dan perlengkapan telah di data oleh bagian logistik Produk harus dihantarkan segera ke tempat tujuan Suhu produk harus selalu di kontrol. Pengemudi telah selalu membawa dokumen yng mencakup

Persen kesesuaian 50%

77

No. Aspek GTP

Tahapan

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) proses penerimaan susu segar dengan segera melakukan proses pemanasan. Pengangkutan dengan kendaraan pick up, susu dalam wadah milk can dijaga oleh dua orang petugas selama pejalanan.Petugas selalu membawa dokumen pengangkutan susu yang disediakan koperasi.

Kondisi di Lapangan Kondisi seharusnya (Koperasi ke agen penjualan) efektif. Koperasi memastikan bahwa belum menerapkan pengiriman selalu pemeriksaan suhu dengan dokumentasi secara berkelanjutan. yang tepat. Petugas selalu Penanganan produk, membawa dokumen pengoperasian pengiriman. Tidak ada peralatan dan produk lain selain kendaraan yoghurt di dalam cool pengangkut secara box. Setiap ada produk benar. yang rusak Bahan baku serta kemasannya selalu produk olahan susu dipisahkan dan sisa harus selalu tumpuhan dari produk diletakkan terpisah tersebut segera dari produk lain. dibersihkan. Produk yang kemasannya telah rusak ditangani dengan baik guna meminimalisir kontaminasi pada produk lain

Kesesuaian/koreksi Penilaian jumlah produk dan tujuan produk. Produk telah tidak dicampur dengan produk lain selama transportasi. Produk dengan kemasan rusak telah selalu dipisahkan dan dibersihkan tumpahannya.

78

No. Aspek GTP

Tahapan Kontrol terhadap wadah pendingin dan suhu

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) Pengecekan suhu dilakukan pada awal penerimaan susu dan penurunan susu.

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan) Belum ada kontrol terhadap suhu.

Kondisi seharusnya

Kesesuaian/koreksi Penilaian Kontrol dan monitoring suhu produk harus selalu dilakukan.

Tindakan yang dilakukan saat kondisi kondisi tidak terduga

Pengemudi menghubungi pihak (penanggung jawab unit) segera dalam mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi.

Pengecekan temperatur harus selalu dilakukan dan dicatat pada awal pendistribusian dan akhir distribusi, serta pada kondisi kondisi yang diperkirakan terjadinya kenaikan suhu didalam wadah pendingin juga harus dicatat. Pengemudi Pengemudi mengetahui menghubungi pihak pihak (yang dapat (kepala distribusi) dihubungi segera guna yang dapat mengambil keputusan jika dihubungi segera terjadi kondisi yang tidak dalam mengambil diduga selama distribusi. keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi.

Telah sesuai, setiap petugas menguhubungi pihak yang bertanggung jawab saat mengalami kondisi yang tidak terduga.

79

No. Aspek GTP

Tahapan Pencatatan

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) Telah dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan) Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.

Kondisi seharusnya Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan

Kesesuaian/koreksi Penilaian Disediakan form atau dokumen yang mencakup : dokumen pengiriman, suhu produk serta setiap masalah dan tindakan koreksi yang diambil.

5.

Dokumen kontrol dan record keeping

Telah terdapat dokumen kontrol dan penyimpanan catatan

Belum ada dokumen kontrol dan penyimpanan catatan secara terorganisasi dan lengkap

Setiap kegiatan selama proses distribusi selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan.

Sebaiknya untuk pendistribusian yoghurt dan pengangkutan susu perlu disediakan dokumen kontrol dan penyimpanan catatan pada setiap tahap transportasi secara terorganisasi dan lengkap.

Persen kesesuaian 25%

80

No. Aspek GTP 6. Verifikasi

Tahapan

Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi) Dilakukan oleh setiap kepala unit

Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan) Dilakukan oleh setiap kepala unit

Kondisi seharusnya Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian lebih baik serta yang memiliki tanggung jawab penuh..

Kesesuaian/koreksi Penilaian Telah sesuai, tidakan verifikasi dilakukan oleh pihak yang memiliki tanggung jawab penuh. Persen kesesuaian 100%

81

Tabel 8. Rekapitulasi Penerapan SSOP di KPSBU Aspek SSOP Keamanan Air Kondisi di lapangan Air yang digunakan adalah air sumur Unit pengolahan yogurt ini belum memiliki alat pengolah air. Kualitas air belum mengalami pengujian secara laboratorium. Kondisi seharusnya Penggunaan air dibedakan antara air yang kontak langsung dengan bahan bahan dan air yang digunakan untuk pencucian alat. Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum. Keterangan/koreksi Menyediakan instalasi water treatment plant, atau dengan membeli atau berlangganan dengan supplier air yang telah ada, untuk mendapatkan air yang sesuai untuk produksi. Melakukan pengujian terhadap kualitas air minimal dua kali dalam satu tahun Bagian QC mengambil sampel air pada output air di dalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya (bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH) setiap hari. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali. Disediakan pencatatan hasil pemeriksaan Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi. Melaksanakan higien personal (tidak merokok, mengobrol, menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah Penilaian Nilai kesesuaian 25%

Pencegahan Kontaminasi Silang

Unit pengolahan mewajibkan penggunaan jas lab, penggunaan masker, penutup kepala, serta sandal pada saat pengolahan. Pembilasan tangan

Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi.

Nilai kesesuaian 50%

82

Aspek SSOP

Kondisi di lapangan dengan alkohol sebelum melakukan produksi hanya dilakukan pada saat pengemasan.

Kondisi seharusnya Melaksanakan higien personal disetiap proses produksi

Keterangan/koreksi dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap melakukan proses produksi Disiplin arus pergerakan pekerja, tidak ada pekerja yang menangani proses di area lain setelah menangani proses di area yang telah ditentukan Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi atau antara aktivitas yang membutuhkan tingkat sanitasi yang tinggi dengan yang rendah Pembuatan SOP pencucian untuk masing-masing alat lengkap dengan bahan sanitasi dan frekuensi pembersihan serta menyimpan peralatan pada area yang bersih, kering bebas rekontaminasi Disediakan cheklist record untuk memonitoring

Penilaian

Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan

Peralatan dan perlengkapan untuk produksi sebagian besar terbuat dari bahan stainless steel yang tahan korosif. Alat cukup bersih

Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat, jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotorankotoran lainnya

Nilai kesesuaian 50%

83

Aspek SSOP

Kondisi di lapangan saat digunakan. Pencucian alat masih dilakukan secara manual, dan belum ada standar dosis pemakaian sabun pencuci yang digunakan. Pencucian dilakukan segera setelah penggunaan dengan menggunakan tipol serta air panas. Terdapat wastafel tanpa sabun pencuci tangan dan handuk pengering. Belum ada ruang ganti pakaian karyawan. Belum tersedia foot bath

Kondisi seharusnya sisa proses sebelumnya.

Keterangan/koreksi kebersihan dan kelayakan peralatan yang digunakan QC melakukan pengujian mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap bulan Alat disimpan dalam suatu lemari khusus penyimpanan alat yang bebas dari rekontaminasi setelah pencucian..

Penilaian

Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan

Sarana pencuci tangan diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air mengalir, alat pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup. Fasilitas ganti pakaian

Menyediakan sabun pencuci tangan dan alat pengering serta tempat sampah berpenutup rapat pada wastafel. Wastafel diletakkan pada area masuk pengolahan dan pengemasan dan diluar toilet. Menyediakan fasilitas foot bath di area masuk. Fasilitas ganti pakaian yang sesuai dengan jumlah karyawan dan dilengkapi

Nilai kesesuaian <25%

84

Aspek SSOP

Kondisi di lapangan

Kondisi seharusnya disesuaikan dengan jumlah karyawan Tersedia fasilitas foot bath di area masuk ruang produksi Terdapat tempat penyimpanan khusus untuk bahan pengemas atau alat-alat untuk produksi. Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi

Keterangan/koreksi dengan lemari penyimpanan pakaian yang tidak mengkontaminasi antara pakaian luar dengan pakaian di dalam ruangan proses Pembuatan SOP mencuci tangan yang baik dan benar.

Penilaian

Perlindungan dari Bahan Cemaran (adulteran)

Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk

Perlindungan khusus terhadap kemasan dan bahan-bahan yang digunakan belum dilakukan. Bahan baku gula disimpan di dalam gudang yang terpisah dari ruang proses produk. Bahanbahan tersebut disimpan lengkap dengan kemasan asli dari supplier Unit pengolahan belum menerapkan sistem pelabelan untuk menandai bahan baku selama

Pelabelan dapat digunakan untuk bahan-bahan yang berbahaya. Untuk

Menyediakan lemari penyimpanan bahan pengemas dan alat-alat. Memisahkan bahan-bahan sanitasi dari area pengolahan dan diberi pelabelan secara jelas sesuai petunjuk penyimpanan dan pemakaian Tempat sampah bebas tumpukan sampah yang berlebihan dan bebas bau, dapat tertutup rapat dan diletakkan tidak berdekatan dengan area aktivitas proses serta area penyimpanan bahan dan produk akhir Penerapan sistem pelabelan dan sistem kartu perlu diterapkan agar dapat memper-mudah proses penyimpanan dan pe-makaian

Nilai kesesuaian 50%

Nilai kesesuaian 75%

85

Aspek SSOP

Kondisi di lapangan penyimpanan (sesuai label dari supplier). Sistem penyimpanannya menggunakan sistem FIFO (first in first out). Penyimpanan belum menggunakan sistem kartu. Pengecekan rutin untuk kesehatan karyawan pengolahan belum dilakukan. Jika ada karyawan yang sakit, karyawan tersebut tidak melakukan produksi. Memasang kawat kasa pada jendela dan lubang angin. Ruang pengolahan di desain tertutup. Terdapat saluran pembuangan air

Kondisi seharusnya menghindari kesalahan penggunaan.

Keterangan/koreksi bahan. Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan di dalam boks tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas

Penilaian

Kontrol Kesehatan Pegawai

Pencegahan Hama Pabrik

Kesehatan karyawan perlu dicek secara rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan. Menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa. Menggunakan filter udara. Menyediakan

Pengecekan kesehatan karyawan dilakukan secara rutin setiap hari sebelum melakukan proses pengolahan Pencatatan riwayat kesehatan karyawan.

Nilai kesesuaian 25%

Penumpukkan barang-barang di ruang inkubasi harus dihindari untuk mencegah munculnya sarang serangga. Perlu disediakan fasilitas pest control dan dilakukan pembersihan ruangan secara

Nilai kesesuaian 25%

86

Aspek SSOP

Kondisi di lapangan yang belum berpenutup. Pintu ruang produksi dibiarkan terbuka saat proses pamasakan berlangsung.

Kondisi seharusnya fasilitas pest control Dilakukan pembersihan ruang produksi secara berkala.

Keterangan/koreksi berkala. Menyediakan filter udara.

Penilaian

87

Penyusunan HACCP Kebijakan Mutu KPSBU mempunyai visi Menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam menyejahterakan Anggota dan misi Menyejahterakan anggota melalui layanan prima dalam industri persusuan dengan manajemen yang berkomitmen dan

meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan, pemberdayaan SDM dan kemitraan strategis, Visi dan misi ini didukung oleh nilai-nilai yang diterapkan didalamnya yaitu inovatif, dinamis, berorientasi pada kualitas, keterbukaan, keadilan, demokratis dan mandiri, selain itu didukung pula dengan perumusan slogan KPSBU Murni Koperasinya, Murni Susunya. KPSBU

bertujuan untuk menghasilkan Core Commodity yang unggul, yakni susu segar yang dihasilkan peternak sebagai produk bermutu tinggi di pasaran yang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi. Yoghurt merk Fresh Time merupakan produk baru yang dihasilkan KPSBU selain produk utama susu segar yang juga diharapkan dapat menjadi produk unggul yang bermutu tinggi. Oleh karenanya penerapan HACCP akan berusaha diterapkan KPSBU untuk memenuhi tujuan tersebut. Organisasi Tim HACCP Organisasi tim HACCP merupakan tim yang bertujuan untuk menyusun HACCP dan memastikan sistem HACCP telah diterapkan dengan baik. Organisasi ini terdiri atas karyawan dengan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan dan sebaiknya tim ini dibagi menjadi tiga tim yaitu tim analisis bahaya, tim validasi yang bertugas memastikan keandalan hasil analisis bahaya tersebut dan tim verifikasi yang bertugas melaksanakan verifikasi terhadap sistem yang telah diterapkan. Tim ini sebaiknya di bawahi langsung oleh penentu keputusan tertinggi dalam perusahaan sehingga pencapaian kebijakan mutu tercapai (Thaheer,2005). Pembentukan tim ini belum dilakukan karena kebijaksanaan dari perusahaan. Rancangan tim yang dapat disarankan ditampilkan pada Lampiran 10.

88

Mendefinisikan Ruang Lingkup Studi HACCP Plan Ruang lingkup dalam penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya terkait, yaitu fisik, kimia, dan biologi. Produk yang dipilih adalah Yoghurt Fresh Time. Penelitian terhadap rencana HACCP difokuskan pada setiap tahap proses produksi yang dianggap titik kritis bahaya di seluruh areal produksi yang terkait. Deskripsi Produk Yoghurt Mendeskripsikan produk adalah membuat gambaran yang lengkap tentang produk yang dihasilkan. Informasi ini mencakup nama produk, komposisi produk, cara penyimpanan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluwarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen yang akan dicapai, dan cara distribusi (Thaheer,2005). Deskripsi produk yoghurt Freshtime dari KPSBU dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Deskripsi Produk Yogurt Fresh time Nama dagang/produk Komposisi Instruksi pelabelan Tipe pengemasan Tgl kadaluarsa(suhu) Model penjualan Cara penanganan/transportasi Standar SNI Persyaratan pelanggan Persyaratan yang direncanakan Yoghurt Freshtime Susu, Gula, Essens, Starter ST dan LB Sesuai badan POM Cup 180 ml Dua minggu setelah produksi (suhu refrigerator (4-7o C)) Retail Yoghurt dingin disimpan dalam cool box SNI yoghurt 01-2981-1992 Umum (kecuali bayi) Sesuai SNI, BP POM, MUI, dan persyaratan pelanggan

Menurut Winarno (1997) persyaratan pelanggan dimaksudkan untuk memberikan informasi spesifitas produk dapat didistribusikan kepada semua populasi atau hanya pada populasi yang sensitif seperti balita, manula, orang sakit dan lain lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya efek bahaya yang tidak diinginkan akibat kesalahan dalam mengkonsumsi produk, sehingga konsumen 89

merasa aman dalam mengkonsumsi produk tersebut. Persyaratan pelanggan yang ditetapkan oleh KPSBU untuk produk yoghurt adalah untuk semua usia kecuali bayi, karena dikhawatirkan lambung bayi belum mampu menerima makanan dengan tingkat keasaman yang tinggi seperti yoghurt . Selain itu adanya penetapan tanggal kadaluwarsa serta ketentuan suhu penyimpanannya juga diperlukan sebagai informasi bagi konsumen cara penyimpanan produk tersebut agar yoghurt tetap aman dikonsumsi hingga tanggal kadaluwarsa yang telah ditetapkan oleh KPSBU yaitu 2 minggu setelah produksi. Penyusunan dan Verifikasi Diagram Alir Diagram alir merupakan suatu diagram atau gambar alur yang menunjukkan urutan proses secara lengkap pada Gambar 15 . Dagram alir harus meliputi seluruh tahapan yang dilalui produk dan secara jelas meliputi rincian seluruh kegiatan proses (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Proses produksi yoghurt meliputi proses penerimaan susu, proses pemasakan susu, proses penambahan bahan pemanis, proses pendinginan susu, proses inokulasi starter, proses inkubasi, proses penambahan essens, proses pengemasan dan proses penyimpanan produk akhir yoghurt serta distribusi dan retail. Contoh Rancangan SOP produksi yoghurt dapat dilihat pada Lampiran 11 Proses Penerimaan Susu. Susu diterima dari para peternak melalui TPK (Tempat Pelayanan Koperasi) lalu dilakukan pengujian terhadap kualitas susu yang meliputi uji alkohol, serta berat jenis susu, kemudian susu dibawa ke koperasi untuk diolah lebih lanjut. Pengujian kualitas susu di laboratorium dilakukan dengan cara susu diambil 250 mililiter sebelum dilakukan pengolahan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap kadar protein susu, kadar lemak susu, kadar gula susu, dan jumlah mikroba susu. Proses standardisasi bahan baku susu sebaiknya dilakukan untuk memenuhi stndar mutu SNI yoghurt terhadap kadar protein serta komposisi yang lainnya dengan menambahkan susu skim sejumlah tertentu berdasarkan hasil uji kualitas susu segar yang digunakan serta meningkatkan bahan kering dengan mengurangi kadar air saat proses pemanasan hingga volume susu segar berkurang 1/3 dari volume awal.

90

Proses Pemasakan Susu. Pemasakan susu menggunakan metode batch, yaitu sama prinsipnya dengan memanaskan susu menggunakan panci double wall. Wadah Milk can berisi susu yang digunakan langsung dimasukkan ke dalam penangas air yang terbuat dari bahan stainless tahan korosif berkapasitas cukup untuk 10 milk can dengan volume 40 liter. Susu dimasak hingga suhunya mencapai 80-90oC, dan dipertahankan kurang lebih 10 menit pada suhu tersebut. Koperasi perlu memperhatikan proses pemanasan, karyawan kurang memperhatikan waktu hanya memperhatikan suhu, karena proses pemasakan tersebut tidak selalu dipantau oleh karyawan. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Selama pengecekan suhu, susu harus terus diaduk (dihomogenisasikan) agar panas merata menyebar ke seluruh bagian susu dan suhu yang tercatat adalah tepat. Proses Penambahan Gula. Pemanis berupa gula/sukrosa ditambahkan setelah

proses pemasakan susu. Setelah suhu susu mencapai 80oC lalu dilakukan penambahan gula sebanyak 5 kg pada masing-masing milk can (12,5%), kemudian dilakukan homogensasi agar gula larut dan tercampur dengan susu. Gula/sukrosa dapat menjadi sumber kontaminasi dari mikroorganisme kapang dan khamir oleh karenanya sebaiknya gula disterilisasi dengan dilakukan pemanasan terlebih dahulu dengan membuat larutan gula. Proses Pendinginan Susu. Bak yang berisi air disiapkan untuk digunakan sebagai wadah pendingin susu. Bak dilapisi dengan keramik. Milk can berisi susu yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam bak pendingin dan didinginkan hingga suhu susu turun menjadi 40oC. Pengecekan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Susu didinginkan dalam milk can yang tertutup. Proses Inokulasi Starter. Proses inokulasi dilakukan pada susu yang suhunya telah mencapai 40oC. Starter bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasikan pada susu yang terdapat dalam milk can sebanyak 5% dari volume susu. inokulasi dilakukan dengan menggunakan gelas liter yang disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan air panas.

91

Proses Inkubasi.

Susu yang telah diinokulasi dengan starter diperam dalam

inkubator dengan kapasitas 480 liter dengan suhu 37 - 40oC selama 4 - 6 jam, lalu dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam. Proses Penambahan Flavour. Penambahan flavour dilakukan setelah proses

pendinginan. Dosis yang diperbolehkan untuk penambahan flavour ini (menurut supplier) 1-5% dari volume awal. Proses penambahan tidak dilakukan sebelum pemasakan dikarenakan sifat flavour yang tidak tahan terhadap panas. Proses mixing dalam wadah khusus berbahan stainless yang telah disterilisasi menggunakan air panas. Jenis flavour yang digunakan telah mendapat jaminan dari supplier bahwa flavour aman digunakan dan aman untuk bahan makanan. Proses Filling dan Pengemasan. Sterilisasi wadah pengemas dilakukan untuk

menghindari kontaminasi silang ke produk. Cup kemasan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%. Alkohol diteteskan sedikit pada kapas (tissue), lalu permukaan dalam cup (kemasan) dioles dengan menggunakan kapas (tissue) tersebut. Setelah semua cup steril, yoghurt dituang dimasukkan kedalam cup 180 ml lalu disealer (ditutup). Catatan yang perlu diperhatikan adalah tutup kemasan sebaiknya dilakukan sterilisasi juga sebelum digunakan karena rentan terjadi kontaminasi melalui tutup kemasan yang tidak steril. Proses Penyimpanan Produk Akhir Yoghurt. Produk akhir yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan disimpan terlebih dahulu didalam freezer selama 24 jam, agar beku dan produk tetap dingin selama dipasarkan dan aman untuk dikonsumsi. Produk akhir disimpan di ruang terpisah dari ruang proses pengolahan. Penyimpanan dilakukan dalam freezer berkapasitas 1950 cup bersuhu -20oC. Yoghurt langsung disimpan dalam freezer yang untuk selanjutnya akan dipasarkan. Kondisi produk akhir saat akan disimpan ke dalam freezer, sebaiknya tidak dalam keadaan hangat agar proses pendinginan di dalam freezer dapat berlangsung sempurna. Distribusi dan Retail. Yoghurt yang telah dingin didistribusikan menuju agen

penjual/retailer dengan menggunakan cool box dan pada setiap agen penjual/retailer disediakan refrigerator/show case untuk menyimpan yoghurt tetap pada suhu dingin selama penjualan.

92

Gambar 15. Diagram Alir Yoghurt Penerimaan susu segar Pasteurisasi Penambahan gula Keterangan : Inspeksi Langkah Pemasukan bahan Penyimpanan Pendinginan

Inokulasi Starter

Inkubasi

Penyimpanan refrigerator

Penambahan flavour

Mixing

Sterilisasi Kemasan

Filling dan Pengemasan Penyimpanan refrigerator

Distribusi dingin dan retailing 93

Analisis Bahaya Analisis bahaya yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui proses yang potensial menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologi berdasarkan peluang timbulnya bahaya tersebut serta keparahan yang ditimbulkan dari bahaya tersebut. Secara sederhana penentuan tingkat keparahan bahaya kimia, fisik dan biologi dikelompokkan menjadi ; a) tingkat keakutan bahaya tinggi bagi bahaya yang

mengancam jiwa manusia, b) tingkat keakutan bahaya sedang bagi bahaya yang mempunyai potensi mengancam jiwa manusia dan c) tingkat keakutan bahaya rendah bagi yang mengakibatkan pangan tidak layak konsumsi (Suliantari et al., 2007). Analisa bahaya potensial secara kualitatif dilakukan dengan

mengkombinasikan antara peluang (probability) dan keakutan/keparahan (severity) menggunakan matriks penentuan resiko menurut ICMSF, 1986 (Gambar 16). Peluang terjadinya/timbulnya bahaya serta keparahan yang ditimbulkan dibedakan atas tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R). Bahaya potensial yang teridentifikasi memiliki resiko tinggi (T) harus/wajib dilakukan tindakan koreksi, sedangkan bahaya potensial dengan resiko sedang (S) mungkin dilakukan tindakan pencegahan. Tahapan-tahapan proses yang memiliki bahaya potensial resiko tinggi ataupun sedang dilanjutkan ke dalam analisa penentuan CCP menggunakan decision tree (Lampiran 12 ).
T S S R R T S R S T S S T

KEPARAHAN

S R

PELUANG
Sumber: ICMSF (1986)

Gambar 16. Matriks Penentuan Resiko Analisis bahaya yang dilakukan terhadap produksi yoghurt dapat dilihat pada Tabel 10. Susu segar merupakan bahan baku yoghurt yang sangat essensial sehingga kualitasnya harus benar-benar terjamin terhindar dari segi cemaran kotoran atau

94

debu, mikroorganisme maupun kimia. Pada tahap penerimaan susu, bahaya yang teridentifikasi yaitu bahaya mikrobiologi seperti keberadaan kapang, khamir, Micrococcus, Salmonella sp, B. cereus, Shigella, S. aureus serta Clostridium sp yang dapat masuk kedalam susu melalui udara, debu, alat pemerahan yang kotor dan dari manusia (Buckle et al., 1987). Micrococcus sp dapat berasal dari ambing yang tidak steril. Micrococcus pyogenes dapat menghasilkan toksin yang mengakibatkan diare, sakit perut dan muntah muntah (Foster, 1961). Pada tahap penerimaan susu milk can terbuka di udara bebas selama 5 detik untuk diambil sampel oleh QC, namun proses ini dilakukan secara cepat untuk mencegah peningkatan kontaminasi. Selain kontaminasi mikroorganisme, kontaminasi fisik seperti adanya feses sapi, debu dan benda benda lain mungkin masuk kedalam susu selama pemerahan dan penanganan bahan mentah. Bahaya kimia yang teridentifikasi adalah adanya pemberian antibiotik serta kandungan pestisida dalam hijauan serta produksi aflatoksin akibat sapi yang mengkonsumsi pakan yang mengandung kapang Aspergillus flavus penghasil toksin. Produk produk kimia tersebut memungkinkan terkandung dalam susu sapi. Aflatoksin tersebut dapat menimbulkan kanker bagi konsumen yang

mengkonsumsinya secara berkelanjutan. Residu antibiotik dalam level rendah dapat menghambat aktifitas kultur starter, dan pada level yang tinggi dapat menjadi bahaya bagi kesehatan manusia (Tamime dan Robinson, 1999). Bahaya-bahaya tersebut digolongkan ke dalam bahaya dengan keakutan tinggi kecuali untuk bahaya fisik yang memiliki tingkat keakutan rendah. Gula sebagai bahan tambahan diidentifikasi potensial mengandung bahaya mikroorganisme pembentuk spora seperti Clostridium sp dan Bacillus sp. Kontaminasi dapat terjadi saat proses pembuatan gula oleh supplier ataupun pada saat penyimpanan. Mikroorganisme tersebut dapat menyebar melalui udara. Bacillus cereus akan tumbuh dengan baik jika substratnya mengandung karbohidrat. Pada tahap penerimaan gula bahaya mikroorganisme pembentuk spora juga dapat mengkontaminasi jika kondisi ruangan penyimpanan yang kurang baik, jika ruangan lembab spora mikroorganisme yang terdapat pada saat pengolahan gula tersebut akan bergerminasi sehingga memiliki signifikansi bahaya sedang. Sedangkan pada starter bahaya yang mungkin timbul adalah adanya kontaminasi kapang dan khamir yang tahan terhadap pH rendah yaitu 2,0 saat pembuatan starter oleh supplier (Jenie,

95

1987). Bahaya ini tergantung tingkat keakutan rendah karena bahaya ini menimbulkan efek kerusakan mutu produk yoghurt sehingga tidak layak untuk dikonsumsi, namun tidak menimbulkan efek bahaya yang signifikan bagi kesehatan. Penerimaan kemasan juga akan menimbulkan bahaya jika kemasan pembungkusnya tidak tersegel dangan rapih, bahaya tersebut adalah bahaya kapang, khamir, dan mikroorganisme pembentuk spora yang akan mengkontaminasi yoghurt yang akan dikemas jika nantinya proses sterilisasi tidak sempurna. Proses pasteurisasi diidentifikasi akan terdapat bahaya mikroorganisme jika suhu dan waktu pasteurisasi tersebut tidak tepat, bahaya yang teridentifikasi adalah bakteri patogen yang memiliki keakutan bahaya tinggi seperti E coli. Pada tahap pemberian gula S aureus dan koliform merupakan kontaminasi dari pekerja dan air serta mikroorganisme pembentuk spora yang telah ada di gula akibat pengolahan yang kurang higienis. Sedangkan pada pendinginan, kapang dan khamir serta mikroorganisme pembentuk spora dapat mengkontaminasi jika penutupan milkcan tidak rapat. Proses inokulasi menimbulkan peluang kontaminasi dari kapang, khamir serta mikroorganisme pembentuk spora yang masuk kedalam milk can bersama dengan starter kultur karena proses tersebut dilakukan pada ruang terbuka tanpa sinar UV. Penambahan flavor, mixing dan pengemasan memiliki bahaya yang sama yaitu bahaya mikroorganisme yang berasal dari pekerja seperti S. aureus dan mikroorganisme lain yang dapat membentuk spora. Pada proses pengemasan bahaya yang timbul adalah dari proses sterilisasi kemasan yang terdapat bahaya kimia residu kimia yang mungkin terjadi karena alkohol bukan merupakan bahan pensteril bagi peralatan yang kontak dengan makanan secara langsung, dikhawatirkan terdapat molekul- molekul kimia yang tertransfer terdalam produk. (Tamime dan Robinson, 1999). Bahaya pada penyimpanan dingin dan distribusi, retail adalah berkembangnya bahaya yang telah terkontam selama proses pengemasan akibat fluktuasi suhu susu. Setelah seluruh bahaya diidentifikasi dan ditentukan signifikansinya, maka dilakukan proses penetapan CCP berdasarkan proses yang memiliki signifikansi bahaya sedang dan tinggi saja (Suliantari, 2007). Pada proses yang mengandung signifikansi bahaya rendah menunjukkan bahwa bahaya tersebut tidak berpotensi

96

mengancam jiwa manusia namun menurunkan mutu dari produk akhir dan membuat produk menjadi tidak layak dikonsumsi. Penetapan Critical Control Point (CCP) Pengertian CCP adalah titik didalam rantai produksi makanan dari bahan baku hingga produk akhir dimana apabila gagal dikembalikan memungkinkan timbulnya suatu risiko keamanan pangan yang tidak dapat diterima (Thaheer, 2005). Sedangkan pengertian CCP menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) adalah suatu titik, tahap, proses atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diterima. Penentuan CCP terhadap produksi yoghurt dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Proses produksi yoghurt Fresh Time memiliki enam CCP yaitu bahan baku susu segar, gula dan proses pasteurisasi, inokulasi starter, pengemasan, serta distribusi . Pada susu segar tersebut terdapat bahaya yang potensial timbul dan tidak dapat dihilangkan pada tahap proses selanjutnya yaitu bahaya kimia adanya residu antibiotik serta pestisida pada susu segar tersebut, karena pada saat penerimaan susu pengujian residu antibiotik tidak dilakukan. Jika dalam susu tersebut terdapat kontaminasi bahaya kimia seperti antibiotik maka akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya selain itu antibiotik juga memiliki kemampuan sebagai inhibitor terhadap aktifitas mikrooganisme (Tamime dan Robinson, 1999). Hal ini akan berbahaya bagi kesehatan jika antibiotik tersebut masuk ke dalam pencernaan manusia dan membunuh mikroflora yang dibutuhkan oleh manusia sehngga timbul gangguan pada pencernaan manusia. Selain itu juga antibiotik tersebut dapat membuat system kekebalan tubuh manusia menjadi terganggu karena mikroorganisme pathogen dalam tubuh menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Bahaya mikrobiologi pada susu segar dapat dihilangkan pada proses pasteurisasi, sedangkan bahaya fisik dihilangkan melalui penyaringan pada saat penerimaan awal susu dari peternak ke KPSBU melalui TPS. Begitu pula pada bahan baku gula terdapat bahaya mikrobiologis yang timbul akibat penyimpanan yang kurang baik dan kontaminasi dari supplier. Sedangkan pada bahan baku lain tidak diidentifikasi kedalam CCP selain karena bahaya yang ditimbulkan memiliki

97

signifikansi rendah juga karena terdapat jaminan dari supplier tentang keamanan produk tersebut. Bahan baku tersebut distok tidak lebih dari tiga kali batch produksi. CCP yang ketiga adalah pada proses pasteurisasi karena tahap ini memang didesain sebagai tahap pengendalian terhadap bahaya sehingga dalam

pelaksanaannya diperlukan pengawasan agar pasteurisasi sempurna dapat tercapai. Pasteurisasi pada suhu 85oC selama 30 menit atau 90 95oC selama 5 menit disebut dengan high pasteurization dapat menghancurkan semua sel vegetativ

mikroorganisme tetapi tidak untuk spora bakteri, semua enzim telah rusak tetapi tidak untuk enzim proteinase dalam susu dan bakteri atau enzim lipase bakteri, selain itu juga terjadi denaturasi whey protein (Tamime dan Robinson, 1999). Jika proses HTST atau LTLT maka membunuh semua mikroorganisme patogen namun tidak semua sel vegetativ terbunuh. Sehingga dapat dipastikan jika suhu dan waktu pasteurisasi dilaksanakan dengan tepat maka setelah proses pasteurisasi hanya tersisa mikroorganisme pembentuk spora seperti Bacillus sp dan Clostridium sp. Namun bakteri tersebut akan terbunuh saat proses fermentasi oleh Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus terjadi. Mikroorganisme pembentuk spora Bacillus sp tidak akan tumbuh pada asam tinggi yang diproduksi oleh bakteri asam laktat (Foster, et al, 1961). Sedangkan bakteri pembentuk spora lainnya seperti Clostridium perfringens dapat dihambat pertumbuhannya oleh adanya bakteri bakteri yang tergolong laktobasil dan enterokoki. Bakteri ini dapat menurunkan pH dan memproduksi zat anti mikroba (Supardi dan Sukamto, 1999). Proses fermentasi atau pembentukan asam laktat yang dihasilkan dari metabolisme bakteri asam laktat memanfaatkan laktosa yang berada dalam susu akan menurunkan pH susu tersebut sehingga mikroorganisme lain yang mampu hidup didalamnya hanya mikroorganisme yang tahan asam dan dapat hidup dalam kondisi asam rendah. Mikroorganisme yang mampu hidup dalam kondisi asam sangat rendah adalah kapang dan khamir yaitu pada media dengan pH minimum 2,0. Kapang dan khamir merupakan mikroorganisme perusak sehingga yang terpengaruh apabila suatu produk terdapat kapang atau khamir maka dapat dipastikan mutu produk tersebut akan turun, namun aktivitas dari kapang dan khamir tidak menimbulkan bahaya kesehatan yang dapat mengancam jiwa manusia. Jika suatu produsen ingin menghasilkan produk yang mutunya terjaga maka keberadaan kapang dan khamir

98

harus dihilangkan dari produknya dengan cara melakukan tahapan proses yang benar benar higienis dengan udara yang steril, karena kapang dan khamir dapat menyebar melalui media udara. Mikroorganisme lain seperti koliform, dan mikroorganisme pathogen lainnya tidak dapat tumbuh di dalam yoghurt. Salmonella sp, Shigella sp dan E. coli tidak dapat tumbuh pada pH dibawah 4,0 dan diatas 9,0 . Sedangkan bakteri S. aureus yang merupakan bakteri dengan sumber kontaminasi dari manusia menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa spesies tertentu dari bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan dan produksi enterotoksin dari bakteri tersebut, terutama bakteri yang tergolong kedalam streptokoki dan juga pediokoki (Supardi dan Sukamto, 1999). Kontaminasi mikroorganisme yang terjadi setelah proses fermentasi tidak dijadikan CCP dikarenakan berdasarkan sifat

pertumbuhannya bakteri tersebut tidak akan dapat tumbuh dalam media yoghurt yang memiliki pH rendah dan terdapat mikroorganisme S. thermophillus dan L. bulgaricus yang mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen lainnya. Teori tersebut dapat diterima selama tahapan proses pengolahan yoghurt dijaga untuk selalu dalam kondisi yang higienis, SSOP selalu diterapkan dengan baik dan selalu ada usaha usaha untuk pencegahan dalam tiap proses untuk meminimalkan kontaminasi. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka teori tersebut menjadi tidak valid, karena jumlah mikroorganisme pathogen yang masuk ke dalam yoghurt jumlahnya akan lebih banyak daripada jumlah bakteri asam laktat yang terdapat dalam yoghurt sehingga aktivtas BAL tersebut akan kalah bersaing dengan bakteri pathogen yang lain dan produk tersebut menjadi tidak aman untuk dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan. Hal ini yang menyebabkan pada proses pengemasan dan distribusi menjadi CCP. Pada proses pengemasan kontaminasi mikroorganisme dengan jumlah yang tinggi dapat terjadi akbat penerapan SSOP yang kurang baik dan belum dilakukannya proses sterilisasi ruangan pengemasan dengan penyinaran sinar UV selama minimal 15 menit. Proses distribusi menjadi CCP karena cool box belum mampu menjaga suhu produk agar tetap stabil selama pendistribusian. Fluktuasi suhu menyebabkan aktivitas mikroorganisme yang terkontaminasi selama proses pengemasan meningkat. Pada tahap penambahan gula dan pensterilisasian kemasan diidentifikasi harus mengalami modifikasi proses dikarenakan penambahan gula dapat

99

menyebabkan

kontaminasi

mikroorganisme

akibat

handling

pekerja

dan

penyimpanan gula yang berada pada suhu ruang. Sebaiknya gula diolah terlebih dahulu menjadi larutan gula steril dengan pemanasan. Penggunaan alkohol sebagai bahan sterilisasi kemasan yang kontak langsung dengan produk tidak disarankan, menurut Tamime dan Robinson (1999) alkohol adalah salah satu Non-acceptable Chemical Sterilisation Agent yang tidak dapat digunakan dalam dairy industry. Penggunaan alcohol terbatas pada peralatan laboratorium saja, karena dikhawatirkan adanya perpindahan molekul alkohol ke dalam yoghurt. Untuk sterilisasi kemasan direkomendasikan menggunakan cara mensterilisasi dengan penyinaran sinar UV selama minimal 15 menit. Menentukan Batas Kritis, Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi atau dicapai untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan dapat mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi secara efektif. Batas tersebut ditentukan berdasarkan pengetahuan terhadap bahaya yang timbul baik fisik, kimia, maupun biologi. Pemantauan dilakukan dengan cara visual dan pengecekan untuk memastikan batas kritis dalam kendali. Pemantauan dilakukan oleh QC, Supervisor produksi atau pekerja yang berwewenang untuk mengambil keputusan dalam mengontrol proses produksi. Penentuan batas kritis,prosedur pemantauan dan tindakan koreksi dapat dilihat pada Tabel 13. Tindakan koreksi dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan batas kritis pada setiap tahapan proses produksi. Tindakan koreksi seharusnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya yang timbul hingga tingkatan yang dapat ditoleransi atau diizinkan. Jika penyimpangan tersebut menimbulkan bahaya yang membahayakan bagi kesehatan konsumen dan tidak dapat ditolerir maka produk harus di reject tidak dapat dilanjutkan dalam tahap proses berikutnya. Pada tahap penerimaan susu segar, jika terdeteksi adanya residu antibiotik maka susu harus di tolak karena tidak terdapat tahapan yang menghilangkan residu tersebut selama proses produksi.

100

Membuat Proses Verifikasi dan Sistem Pencatatan Kegiatan verifikasi terdiri dari empat jenis kegiatan yaitu Validasi HACCP, meninjau hasil pemantauan, pengujian produk dan auditing. Frekuensi verifikasi harus dilakukan secukupnya untuk mengkonfirmasikan bahwa system HACCP bekerja secara efektif (Thaheer, 2005). Peninjauan kembali system HACCP dan catatannya dapat dimasukkan sebagai kegiatan verifikasi. Salah satu kegiatan verifikasi adalah pelaksanaan audit internal HACCP oleh beberapa personal internal perusahaan yang memiliki kompetensi audit dan mengerti tentang HACCP atau dengan mengundang lembaga audit independen dengan tujuan untuk mengevaluasi sistem. Kegiatan verifikasi HACCP dapat dilakukan oleh auditor internal perusahaan setiap satu bulan sekali untuk meneliti keseuaian antara dokumen sistem HACCP yang telah dibuat dengan kenyataan yang terjadi selama di lapangan pada setiap proses produksi yaitu dengan pemantauan langsung serta menelusuri dokumen pencatatan proses produksi. Auditor internal melaporkan ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan kepada tim HACCP yang dibentuk oleh koperasi untuk segera dilakukan tindakan koreksi dan perevisian dokumen-dokumen prosedur yang telah dibuat yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan dan sistem HACCP termasuk didalamnya aspek GMP dan SSOP. Dokumentasi dan Pencatatan Catatan dan pembukuan yang baik dalam system HACCP bertujuan untuk sebagai bukti keamanan produk dengan prosedur dan proses yang ada, jaminan telah memenuhi peraturan, kemudahan dalam pelacakan produk dan peninjauan catatan, membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas dan produk akhir bila masalah keamanan timbul dan memerlukan tindakan penarikan dari pasar serta menjadi sumber tinjauan data yang diperlukan jika ada audit HACCP oleh lembaga yang berwenang (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Pembuatan dokumentasi dan pencatatan sistem HACCP dilakukan oleh tim HACCP yang dibentuk dengan mekanisme adminstratif yang rapih sesuai dengan SOP dari perusahaan dan alur distribusi yang jelas terjamin kerahasiaannya serta aturan perubahan dokumentasi yang jelas (Thaheer, 2005)

101

Tabel 10. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Bahan Baku dan Proses Produksi Yogurt
Tahap Proses 1. Penerimaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan pengemas yogurt a. Susu segar - Biologis : mikroorganisme ( Salmonella sp, Enteropathogenic E coli, B. cereus, S. aureus) - Fisika : kotoran sapi,debu Kontaminasi saat pemerahan, dan kontaminasi dari udara, alat, pekerja saat pemeriksaan kualitas S T T Uji kualitas mikrobiologi susu, mempercepat proses pengambilan sampel Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan

Kontaminasi saat pemerahan dan pengujian kualitas saat penerimaan susu

Mempercepat proses pengambilan sampel, sanitasi alat dan penyaringan

102

Tahap Proses

Bahaya - Kimia : antibiotik, aflatoxin dan pestisida. - Biologis : mikroorganisme

Sumber bahaya

Peluang R

Keparahan T

Signifikansi S -

Pencegahan Melakukan pengujian kimia

Pakan hewan, obat obatan Kontaminasi dari supplier, handling T R S Jaminan supplier dan pemilihan supplier

b. Gula

pembentuk spora pekerja dan (B. cereus, C. perfringens), serangga - Fisik : benang, rambut, logam (timbal, timah, tembaga ) - Biologis : mikroorganisme (kapang, khamir) d. Flavor - Fisik : Kontaminasi dari R T S Kontaminasi dari supplier, handling pekerja dan penyimpanan c. Starter Kontaminasi dari supplier R R R Adanya jaminan dari supplier serta alternatif supplier lain dan pengujian mikroorganisme Adanya jaminan dari penyimpanan

Jaminan supplier dan pemilihan supplier dan pengujian kandungan logam

103

Tahap Proses

Bahaya logam

Sumber bahaya supplier

Peluang

Keparahan

Signifikansi

Pencegahan supplier serta alternatif supplier lain, pengujian kandungan logam

e. Penerimaan kemasan

- Biologis : mikroorganisme berspora (Bacillus, Clostridium, kapang dan khamir) - Biologis : mikroorganisme patogen (Salmonella, Enteropathogenic E. coli) - Biologis : mikroorganisme

Kontaminasi dari supplier dan pekerja saat handling dan penyimpanan serta dari udara

Menjaga kondisi penyimpanan tetap kering, menerima kemasan yang masih tersegel.

2. Pasteurisasi 85 C, 10 - 15 menit
o

Suhu dan waktu pemanasan yang tidak cukup.

Pengawasan kecukupan waktu dan suhu, kalibrasi alat pengukur suhu, pengawasan kinerja alat pemanas.

Perawatan alat dengan baik, SSOP.

3. Pemberian gula

Kontaminasi dari supplier, alat dan

Menerapkan SSOP dengan benar, Jaminan supplier dan pemilihan supplier

pembentuk spora pekerja (B. cereus, C. perfringens,

104

Tahap Proses

Bahaya koliform), serangga - Fisik : benang, rambut, bangkai serangga, rambut

Sumber bahaya

Peluang

Keparahan

Signifikansi

Pencegahan

S Kontaminasi dari penyimpanan, alat dan pekerja

Menerapkan SSOP dengan benar ,Jaminan supplier dan pemilihan supplier dan pengujian kandungan logam

4. Pendinginan 40 oC

- Biologis : Bakteri pembentuk spora, kapang dan khamir, mikroorganisme thermodurik - Biologis : mikroorganisme kapang, khamir, Bacillus sp, Clostridium sp. Staphylococcus

Spora bakteri yang telah bergerminasi, serta mikroorganisme kontaminan dari penambahan gula yang belum mati

Mempercepat proses pendinginan

5. Inokulasi starter

Kontaminasi alat, pekerja, dan lingkungan.

Menerapkan SSOP dengan benar

105

Tahap Proses

Bahaya aureus, koliform, dan salmonella sp - Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridium sp. Staphylococcus aureus, koliform, dan salmonella sp - Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus - Fisika : debu,

Sumber bahaya

Peluang

Keparahan

Signifikansi

Pencegahan

6. Inkubasi pada suhu 40 C selama 6 jam


o

Suhu dan waktu yang kurang tepat

Mengontrol suhu dan waktu

7. Penambahan flavor

Kontaminasi dari alat dan pekerja

Menerapkan SSOP dengan benar

Kontaminasi dari alat

Menerapkan SSOP dengan

106

Tahap Proses

Bahaya rambut, logam - Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus - Fisika : debu, rambut.

Sumber bahaya dan pekerja Kontaminasi dari alat dan pekerja.

Peluang

Keparahan

Signifikansi -

Pencegahan benar

8. Mixing

Menerapkan SSOP dengan benar

R Menerapkan SSOP dengan benar

9. Filling dan Pengemasan

- Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp - Fisika : debu, rambut.

Kontaminasi dari kemasan yang kurang steril, alat, pekerja dan lingkungan.

Menerapkan SSOP dengan benar

S Kontaminasi dari

Menerapkan SSOP dengan benar

107

Tahap Proses

Bahaya - Kimia : Alkohol

Sumber bahaya kemasan yang kurang steril, alat, pekerja dan lingkungan Kontaminasi dari alkohol (Penggunaan alkohol sebagai bahan sterilisasi yang dikhawatirkan meninggalkan residu)

Peluang

Keparahan

Signifikansi -

Pencegahan

Penyinaran dengan sinar UV selama 15 menit

10. Penyimpanan refrigerator

- Biologis : kapang,khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp - Biologis : kapang, khamir, S. aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp

Fluktuasi suhu refrigerator

Pengawasan suhu refrigerator, serta kestabilan aliran listrik.

11. Distribusi dingin dan retail

Fluktuasi suhu dan kerusakan wadah

Kemasan tertutup rapat, SSOP, pengawasan suhu.

108

Tabel 11. Penetapan CCP Bahan Baku


Material Bahaya Penyebab Tindakan pengendalian/ pencegahan Susu segar - Biologis : mikroorganisme (Bacillus sp, Clostridium sp, S. aureus serta Kapang dan Khamir) Waktu tunggu pemeriksaan kualitas susu, dan kontaminasi dari udara , alat, pekerja - Kimia : antibiotik, aflatoxin dan pestisida Pakan, obat obatan hewan Pengaturan pemberian antibiotik oleh KPSBU, Y Y Y CCP Tidak dilakukan uji residu antibiotik dan uji kimia lainnya, tidak ada proses selanjutnya yang mampu mengurangi bahaya tersebut Uji kualitas mikrobiologi susu, mempercepat proses pengambilan sampel Y Y T P1 P2 P3 CCP/ Non CCP Non CCP Bahaya tersebut akan hilang pada tahap High pasteurization Alasan keputusan

109

Material

Bahaya

Penyebab

Tindakan pengendalian/ pencegahan

P1

P2

P3

CCP/ Non CCP

Alasan keputusan

Gula

- Fisik : benang, rambut, bangkai serangga, logam (timbal, timah, tembaga )

Kontaminasi dari supplier

Jaminan supplier dan pemilihan supplier dan pengujian kandungan logam serta

Non CCP

Adanya jaminan dari Supplier Ada izin dari BP- POM

- Biologi : mikroorganisme pembentuk spora (Bacillus cereus, Clostridium perfringens), serangga Kontaminasi dari supplier, handling pekerja dan penyimpanan -

mikroorganisme -

Memonitoring kondisi ruang penyimpanan gula serta pemasakan gula.

CCP

Adanya peluang kontaminasi yang besar akibat tidak adanya tindakan pencegahan yang dilakukan.

110

Material

Bahaya

Penyebab

Tindakan pengendalian/ pencegahan

P1

P2

P3

CCP/ Non CCP

Alasan keputusan

Flavour

- Fisik : logam

Kontaminasi dari supplier Kontaminasi dari supplier

Adanya jaminan dari supplier serta alternatif supplier lain.

NonCCP

Ada jaminan dari supplier Ada izin dari BP- POM

111

Tabel. 12. Penetapan CCP Proses Produksi Yogurt


Tahap Bahaya Penyebab Tindakan pengendalian/ pencegahan Pasteurisasi Biologis : mikroorganisme patogen (Salmonella, Enteropathogenic E. coli) Penambahan gula Biologis : mikroorganisme pembentuk spora koliform, kapang, khamir Kontaminasi dari alat dan pekerja serta lingkungan Menerapkan SSOP dengan benar T Y Modifikasi Proses Proses pemanasan belum dapat mengurangi bahaya hingga level aman, Lakukan pemanasan gula hingga terbentuk larutan gula terlebih dahulu Pendinginan 40 oC - Biologi : Bakteri pembentuk spora, kapang dan khamir dan Spora bakteri yang telah bergerminasi, serta mikroorganisme kontaminan yang Mempercepat proses pendinginan Y T T Non CCP Bahaya tidak dapat meningkat hingga level yang tidak aman Waktu dan suhu pemanasan tidak sesuai Pengawasan kecukupan suhu dan waktu,kalibrasi alat pengukuran suhut Y Y P1 P2 P3 P4 CCP/ Non CCP CCP Proses ini dirancang untuk mengurangi bahaya sampai aman Alasan keputusan

112

Tahap

Bahaya

Penyebab

Tindakan pengendalian/ pencegahan

P1

P2

P3

P4

CCP/ Non CCP

Alasan keputusan

mikroorganisme thermodurik Inokulasi starter Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, E. coli

belum mati dari penambahan gula Kontaminasi alat, pekerja, dan lingkungan. Menerapkan SSOP dengan benar Y T Y T CCP Proses inokulasi kurang higienis, tahapan berikut akan kurang mampu mengurangi bahaya jika kontaminan terlalu banyak

Inkubasi pada suhu 40 C selama 6 jam


o

Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridium sp. Staphylococcus aureus, koliform, dan salmonella sp - Biologis : mikroorganisme

Suhu dan waktu yang kurang tepat

Mengontrol suhu dan waktu

NonCCP

Kontaminasi mikroorganisme tidak sampai pada taraf tidak aman, karena kondisi asam, panas serta adanya bakteri asam laktat

Filling dan Pengemasan

Kontaminasi dari kemasan yang kurang

SSOP

CCP

Kontaminasi mikroorganisme dapat

113

Tahap

Bahaya

Penyebab

Tindakan pengendalian/ pencegahan

P1

P2

P3

P4

CCP/ Non CCP

Alasan keputusan

kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp - Kimia : Alkohol

steril, alat, pekerja dan lingkungan.

meningkat sampai pada taraf tidak aman.

Penggunaan alkohol sebagai bahan pensteril yang dikhawatirkan meninggalkan residu

(Modifikasi proses)

Alkohol dapat meninggalkan residu sebaiknya diganti dengan menyinari kemasan dan tutup kemasan dengan sinar UV selama minimal 15 menit

Distribusi dan retailing

- Biologis : kapang, khamir, S. aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp

Fluktuasi suhu dan kerusakan wadah

Menggunakan cool box sebagai wadah distribusi

CCP

Cool box masih memungkinkan terjadinya fluktuasi suhu selama distribusi

114

Tabel 13. HACCP Table Plan Yoghurt Prinsip 1 Prinsip 2 Tindakan pengendalian CCP Prinsip 3 Prinsip 4 Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7 Catatan

Titik Pengendalian

Bahaya

Batas kritis

Pemantauan

Tindakan koreksi When Who What & Who Segera : ditolak Pencegahan : Penyuluhan tentang GFP kepada peternak QC

Verifikasi

What - Kimia : antibiotik ,aflatoxin dan pestisida

Where

How

What & Who Uji residu antibiotik secara berkala 1 bulan sekali. QC Check sheet (membuat datadata pemantauan)

Susu Segar

CCP 1 Menghentikan pemakaian antibiotik 2 minggu sebelum pemerahan, menjaga kualitas pakan, atau uji kimia susu Memonitor CCP 2 kondisi ruang penyimpanan gula. Serta

Tidak ada kandungan antibiotik, aflatoksin dan pestisida

Batas kritis

Peternak dan susu

Melihat data dari keswan KPSBU atau melakukan uji kimia susu

Per batch

QC

Gula

Biologi : mikroorgan isme pembentuk spora (Bacillus

Ruang penyimpanan bersih dan tidak lembab, Pemasakan

Batas kritis

Per batch

Operator, QC

Segera : peneguran Pencegahan : Pengawasan oleh QC

Cek bakteri patogen secara berkala (1 bulan sekali),

Buku log proses

115

cereus, Clostridium perfringens), serangga

pemasakan gula terlebih dahulu sebelum digunakan dan disimpan di dalam refrigerator CCP 3 Pengawasan kecukupan suhu dan waktu, kalibrasi alat pengukuran dancek kinerja alat

gula hingga 100oC

review record. Operator & QC

Pasteurisasi

Mikrobiologi : Salmonella Kapang Khamir Stafilokokus E. coli

T = 80 85C t = 30 menit

Batas kritis suhu dan waktu

Pasteurizer

Pengukuran suhu proses dan waktu

Per batch

Operator, QC

Segera : dipasteurisasi ulang oleh operator Pencegahan : memastikan alat berfungsi dengan baik, analisis mikro (rapid test) Operator

Cek bakteri patogen secara berkala(1 bulan sekali), review record. Operator & QC

Buku log proses

116

Inokulasi starter

Biologi : mikroorganisme

CCP 4 SSOP pekerja, ruangan dan alat benar benar diterapkan

Ruangan tertutup, pekerja, alat, dan bahan steril, proses aseptis

Alat, ruangan, pekerja, dan proses

Area inokulasi

Pengamatan secara langsung

Per batch

Supervisor, QC

Filling dan - Biologis : Pengemamikroorsan ganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus,

Penerapan SSOP

CCP 5

Ruangan tertutup, suhu 10oC dan telah tersterilisasi dengan sinar UV selam 15 menit. Penerapan higien personal dan

Pekerja, kemasan dan suhu

Area pengemasan

Pengamatan secara langsung

Per batch

Supervisor, QC

Segera : peneguran Pencegahan : mengadakan pelatihan ulang mengenai SSOP, melakukan pengawasan secara kontinu. Supervisor produksi Segera : peneguran dan penstrilisasian ruangan dengan sinar UV selama 15 menit oleh operator Pencegahan : mengadakan pelatihan ulang SSOP,

Internal audit (pekerja, alat,lingkun gan dan pengujian produk), supervisor dan QC

Buku log proses

Internal audit (pekerja, alat, ruangan dan pengujian produk), supervisor dan QC

Buku log proses

117

Clostridium sp dan Bacillus sp

sanitasi peralatan dengan benar

melakukan pengawasan secara kontinu. Supervisor

Distribusi dan retail

- Biologis : kapang, khamir, S. aureus, Clostridi um sp dan Bacillus sp

Mengguna CCP6 kan cool box sebagai wadah distribusi

Suhu dalam Kemasan cool box < dan suhu 10oC, tidak ada kemasan yang bocor/rusak

Cool box

Pengamatan secara langsung

Per distribusi

Opera tor

Segera: penambahan es batu dan mempercepat distribusi Pencegahan: melakukan pemuatan produk dengan cepat, dan memuat produk yang telah beku Operator

Internal audit (pekerja, alat,dan pengujian produk), supervisor dan QC

Buku log distribusi

118

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan GMP, GTP, GRP dan sanitasi di unit produksi yoghurt KPSBU masih harus ditingkatkan lagi agar dapat menunjang keberhasilan sistem HACCP yang akan diterapkan. Pada penerapan GMP Pemeliharaan bangunan dan fasilitas sanitasi serta peralatan produksi memiliki persentase kesesuaian terendah yaitu 25% dan label produk akhir yoghurt telah 100% sesuai dengan ketentuan GMP tentang pelabelan. Beberapa penerapan aspek GTP memiliki persentase kesesuaian penerapan yang masih berada di bawah 75% kecuali aspek verifikasi. Persentase kesesuaian pada penerapan SSOP di unit pengolahan yoghurt KPSBU mempunyai nilai maksimal 75%, demikian juga dengan penerapan GRP yang masih terdapat beberapa kekurangan yaitu diantaranya tidak memberikan pembinaan penambahan pengetahuan kepada agen penjualan tentang higien dan handling produk yoghurt. Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan GMP, GTP, GRP dan SSOP tersebut menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan. Revisian dan dokumentasi prosedur-prosedur (SOP) untuk bagian produksi yang mencakup proses sanitasi dan seluruh rantai proses pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk jadi serta bagian distribusi dan retailing yang mencakup proses penyimpanan dan transportasi produk hingga ketangan konsumen juga masih perlu dilakukan oleh KPSBU. Pengawasan terhadap enam CCP yang teridentifikasi pada proses produksi yoghurt yaitu pada bahan baku susu segar dan gula, proses pasteurisasi, inokulasi, pengemasan dan distribusi perlu diperhatikan agar tidak menjadi peluang timbulnya bahaya bagi produk. Modifikasi terhadap proses penambahan gula dan sterilisasi kemasan juga perlu segera dilakukan agar proses tersebut tidak menjadi sumber bahaya bagi produk yang dihasilkan. Saran 1. Koperasi perlu segera melengkapi dan merevisi dokumen pencatatan dan prosedur-prosedur (SOP) yang ada sesuai dengan aspek GMP, GTP, GRP dan

SSOP dan disosialisasikan secara menyeluruh ke tingkat karyawan sebagai langkah awal menyusun rencana sistem HACCP 2. Koperasi perlu segera melakukan pemenuhan fasilitas yang diperlukan untuk penerapan GMP, GRP, GTP dan SSOP secara benar yaitu dengan melakukan pendataan terhadap fasilitas yang tersedia dan belum tersedia kemudian melakukan penyusunan daftar kebutuhan dalam skala prioritas yang disesuaikan dengan keadaan koperasi sehingga koperasi dapat memenuhi kebutuhan tersebut secara bertahap dengan sempurna agar dapat segera menunjang penerapan sistem HACCP. 3. Pengujian kualitas air sesuai dengan standar air minum dan pengaturan tata letak area produksi agar memiliki jarak minimal 500 m dari sumber kontaminasi seperti tempat pembuangan sampah pasar merupakan prioritas utama yang harus dipertimbangkan KPSBU untuk segera diperbaiki. 4. Sarana pengujian kualitas produk akhir yoghurt dan kemanan air perlu disediakan pada laboratorium yang telah dimiliki sebagai jaminan keamanan produk yang akan dipasarkan 5. Koperasi perlu menyediakan area/tempat steril yang dilengkapi dengan sinar UV untuk melaksanakan proses inokulasi dan pengemasan termasuk didalamnya sterilisasi kemasan 6. Koperasi perlu menyediakan beberapa unit exhaust fan di atas area pasteurisasi agar kondisi ruangan tidak terlalu panas dan selama produksi pintu dapat ditutup sehingga menjamin proses produksi lebih higiene serta memperbaiki atau menjaga agar AC pada area pengemasan tetap berfungsi dengan baik. 7. Koperasi perlu memperhatikan sanitasi di dalam ruang produksi yang meliputi kebersihan dinding, langit-langit, jendela dan lantai. Serta menutup lubang saluran pembuangan air untuk menghindari masuknya binatang dan melakukan pemindahan terhadap instalasi listrik yang berdekatan dengan sumber air. 8. Fasilitas sanitasi yang lengkap seperti wastafel, sabun cair, alkohol 70%, tissue dan tempat sampah berpenutup dengan pijakan sebagai pembuka perlu

120

disediakan di area masuk ruang produksi dan pengemasan serta pintu keluar toilet 9. Fasilitas higiene personal karyawan seperti hair net, masker, seragam kerja khusus dan alas kaki khusus area produksi yang slalu terjaga sanitasinya perlu diadakan atau penyediaan fasilitas foot bath lengkap dengan khlorin 200 ppm di pintu masuk area produksi untuk mensanitasi alas kaki yang digunakan untuk keluar masuk area produksi. 10. Pemenuhan kekuatan penerangan 220 lux pada ruangan pasteurisasi, ruang inkubasi dengan luas 30 m2 diperlukan 3 unit 2 lampu TL 40 watt dan ruang pengemasan dengan luas 21 m2 memerlukan 2 unit 2 lampu TL 40 watt. 11. Koperasi perlu menyediakan tempat khusus penyimpanan peralatan yang telah disanitasi yang bebas dari hama.serta tempat khusus penyimpanan bahan tambahan dan bahan kemasan yang terpisah dari bahan sanitasi. 12. Koperasi perlu menyediakan unit kendaraan box yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban untuk pendistribusian yoghurt atau memberikan penambahan es batu pada cool box dan melakukan pengecekan suhu setiap 2 jam. 13. Penyediaan cool box bagi agen penjual sebagai tindakan koreksi jika refrigerator tidak berfungsi dengan baik atau terjadi pemadaman listrik perlu dipertimbangkan oleh koperasi. 14. Koperasi perlu menjadwalkan pelatihan rutin mengenai GMP, GTP, GRP, dan SSOP kepada karyawan dan bekerja sama dengan klinik atau rumah sakit tertentu untuk memeriksa kesehatan karyawan secara rutin agar diketahui riwayat kesehatan karyawan. 15. Koperasi perlu segera membentuk tim HACCP agar dapat

mengimplementasikan, memperbaiki dan melengkapi rencana HACCP yang dibuat untuk proses sertifikasi HACCP. Setelah semua persyaratan dasar HACCP terpenuhi maka dilakukan review terhadap sistem HACCP yang telah disusun dan melaksanakan validasi awal dengan mengimplementasikan sistem HACCP dalam 10 siklus produksi.

121

UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji kehadirat Allah SWT yang maha menyayangi hamba-Nya, yang maha mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya. Sujud syukurku untuk-Mu Allah. Skripsi ini selesai karena-Mu. Terima kasih kepada Rasul Allah Muhammad SAW atas suri tauladannya, kesabaran dan keikhlasan yang selalu diajarkan pada umatnya. Terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA., dan Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota skripsi sekaligus orangtua selama di Perguruan Tinggi yang telah memberikan nasehat, arahan dan doa kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ir. Afton Atabany, M.Si dan Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. sebagai dosen penguji yang telah memberi masukan-masukan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ir. R. Bambang Pangestu, MS selaku pembimbing akademik. Terima kasih kepada keluargaku, papa dan mama yang selalu menjadi kekuatan hidupku, surgaku, setiap langkahku teriring doa papa dan mama. Setiap yang kucapai, setiap kebaikanku yang terlaku, semuanya untuk papa dan mama. Teruntuk adekku Tommy Wahyu Renanto, terima kasih untuk setiap kesabaran dan keikhlasannya atas kesendiriannya di rumah selama ini. Terima kasih kepada segenap pengurus dan karyawan KPSBU yang telah memberikan bantuan dalam magang penelitian ini. Kepada Iyep Komala, S.Pt,

Bramada W.P, S.Pt, Joni Setiawan, S.Pt, Feri C. K,S.Pt., Devi M, SPt., Fitria B. Y. dan teman-teman magang di Lembang atas bantuan dan dukungannya. Terima kasih penulis kepada Ellyta W. P yang telah memberikan bantuan, dukungan, perhatian dan kesabaran hingga terselesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Tomi Ertanto, Dudi F., M. Tito, Cahyanto, Tofan, Ria K.D, Maya M., Mira Hotri, Rahmadani P., Stefany, Widimartani A., dan semua teman-teman THT 41atas dukungan dan kebersamaannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas doa yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca umumnya.

Penulis

DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menkes Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. BPOM, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Pedoman 1004-2002 Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP), Badan Satandardisasi Nasional, Jakarta. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Adiono dan H. Purnomo. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Codex Alimentarius Comissions. 1997. Food Hygiene Basic Text. Codex Alimentarius Comissions, Rome. Campbell, J. R., and R. T. Marshall. 1975. The Scince of Providing Milk for Man. Mc Graw Hill Book Co, New York. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan Sanitasi Sarana Pengolahan Pangan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2981-1992. Cara uji makanan dan minuman. Standar Nasional Indonesia, Jakarta Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-3141-1992. Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Dwidjoseputro. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Surabaya Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. FDA. 1995. Sanitation, Sanitary regulation and voluntary Programs. In: G Mariot and Norman (Editors). Principles of Food Sanitation, P. 7. 3rd Edition. Chapman and Hall, New York. Foster. E. M., F. E. Nelson., M. L. Speck., R. N. Doesch., and J. C. Olson. 1961. Dairy Microbiology. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall Inc., Englewoods Cliffs, New Jersey. Heijden K., M. Younes., L. Fishbein., and S. Miller. 1999. International Food Safety Handbook: Science, International Regulation and Control. Marcel Dekker, New York. International Commission of Mikrobiological Specification for Foods. 1986. Microorganisms in Foods 4. Application of Hazard Analysis Critical Control

Point (HACCP) System to Ensure Microbiological Safety and Quality. 2 Edition. University Press, Toronto.

nd

Jenie. B. S. L. 1987. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kuntarso, A. 2007. Pengembangan teknologi pembuatan low-fat fruity bio-yogurt (Lo-Bio F). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lampert, L. M. 1970. Modern Dairy Products. Eurasia Publishing House Ltd, New Delhi. Marcon, A. 1994. Yogurt. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Persyaratan Kualitas Air Minum No.416/MENKES/Per/IX/1990, Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri No.1405/MENKES/SK/XI/2002, Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga No.715/MENKES/SK/V/2003, Jakarta. Menteri Negara Sekretaris Negara. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7. 1996 tentang Pangan, Jakarta. Menteri Negara Sekretaris Negara. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Jakarta. Mortimore, S. and C. Wallace. 1994. HACCP A Practical Approach. Chapman and Hall Publ., London. Muhandri. T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB press, Bogor. New Zealand Food Safety Authority. 2007. RMP Template for the Transport of Dairy Material and Dairy Products. New Zealand Food Safety Authority, New Zealand. Pierson, M.P. and D.A. Corlett, Jr. 1992. HACCP : Principles and Applications Chapman and Hall Publ., New York. Poerbo, H. 1992. Utilitas Bangunan Buku Pintar untuk Mahasiswa Arsitektur-Sipil. Penerbit Djambatan, Jakarta. Rachmawan, O. 2001. Penanganan Susu Segar. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Rahman, A., S. Fardiaz, W. D. Rahayu, Suliantri, dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ressang, A. A. dan A. M. Nasution. 1982. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

124

Robinson, R.K. 1993. The Microbiology of Milk Product. Applied Science Publishers, New Jersey. Robinson, R. K. 2002. Dairy Microbiology Handbook. The Microbiology of Milk and Milk Product. 3rd Edition. John Willey and Sons, Inc., New York. Robinson, R.K., and A.Y. Tamime. 1990. Microbiology of Fermented Milk . Elsevier Applied Science, London. Robinson, R.K., C.A. Batt., and P.D. Patel. 1999. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic press, New York. Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan. Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Jakarta. Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Sudiara, B. P., dan Sabudi, I. S. 1995. Hygiene dan Sanitasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Sudono. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suliantari, S. Budijanto. D. R. Adawiyah, S. Koswara, L. Nuaida, H. D. Kusumaningrum, dan D. Indrasti. 2007. Praktikum Terpadu Teknologi Fermentasi : Yoghurt. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sumedi, N.B.T. 2004. Formulasi kultur bakteri asam laktat dalam pengembangan minuman probiotik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supardi. I., dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni, Bandung. Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN, Jakarta. Tamime, A. Y. and R. K. Robinson. 1999. Yoghurt Science and Technology 2nd Edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Tamime, A. 2006. Fermented Milks. Blackwell Science Ltd., Oxford Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8. 1999. Perlindungan Konsumen. http://www.hukumonline.com. [22 Juli 2008] Vedamuthu. E. R. 1982. Fermented Milk. In: A.H. Rose (Editor). Fermented Foods. Academic Press. Inc. Ltd, London. Winarno, F. G. 1997. Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

125

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi KPSBU


RAT Pengurus Pengawas

M. Peltek & SDM

M. Usaha & Keuangan Ass. Manajer

Unit Perkreditan Unit penanganan Susu Unit Pel. Umum Unit HR & GA Unit ADM, Keuangan

SU Quality Control

SU Produksi

SU Makter

SU PAD

SU Personalia

SU. Sekretariat

Pembelian

Pembukuan

SU. S/P

SU. Pertokoan

SU. Kendaraan

SU. Penyuluhan

SU. Keswan

SU. Satpam

IB

Kasir Gudang

Inventaris

SU. Pembibitan

Anggota

Sie. Montir

Sie. Supir

Sie. Peny.

Sie. IB/Keswan

Menular

Garis Komando Garis Pelayanan Garis Konsultasi Garis Pengawasan

Anggota

Lampiran 2. Denah KPSBU

b a c j k

d e f h g i

l
Parkir

Keterangan: a. Limbah b. Gudang c. Kantor d. Ruang Pengolahan Yogurt e. Laboratorium Kualitas susu f. Ruang Penyuluhan g. Kamar susu h. Aula bawah i. Satpam j. IB dan Keswan k. Penyimpanan produk akhir yogurt l. Bengkel

128

Lampiran 3. Sistem Pelabelan dan Penyimpanan dengan Kartu

Sistem Penyimpanan dengan Kartu A. Latar Belakang KPSBU mempunyai komitmen untuk menjaga agar produk yang dihasilkan baik dan aman sampai ke konsumen. Jaminan tersebut didapat jika setiap produk atau bahan yang digunakan memiliki dokumen sehingga mudah melakukan penelusuran kembali (traceablelity). Penggunaan sistem kartu dalam

penyimpanan bahan yang di terima dan produk yang akan dipasarkan akan mempermudah recording dalam penerapan HACCP. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup sistem penyimpanan dengan kartu adalah pada setiap produk atau bahan yang mengalami proses penyimpanan yaitu, bahan baku, bahan tambahan, bahan sanitasi dan produk akhir. Pengisian kartu dilakukan oleh QC atau QA. Setiap item bahan menggunakan kartu yang berbeda dan setiap jenis bahan menggunakan warna kartu yang berbeda sesuai dengan kebijaksanaan KPSBU agar mempermudah pengorganisasian dokumen. C. Prosedur Pengisian Kartu Setiap produk yang akan disimpan maka harus dicatat nama bahan (produk) : berisikan merk dagang beserta jenis bahan asal bahan: berisikan nama supplier atau produsen bahan kode bahan : berisikan kode urutan bahan tersebut masuk ke tempat penyimpanan tanggal bahan diterima : berisikan tanggal,bulan dan tahun barang tersebut diterima

129

jumlah penerimaan : total bahan yang diterima pada tanggal tersebut oleh supplier/produsen yang sama tanggal pemeriksaan : tanggal bahan tersebut diperiksa oleh Quality Control hasil pemeriksaan : keterangan mengenai hasil pengujian secara laboratorium terhadap kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis bahan dibandingkan dengan standar penerimaan bahan KPSBU yaitu berdasarkan SNI. Keterangan tersebut dapat berasal dari CoA supplier atau hasil pengujian laboratorium secara internal. Khusus hasil pemeriksaan bahan sanitasi maka hasil yang dicantumkan adalah CoA dari supplier yang telah diperiksa oleh QC/QA. QC/QA menentukan bahan tersebut aman digunakan dan diterima atau ditolak tanggal keluar gudang : tanggal, bulan dan tahun bahan tersebut keluar dari tempat penyimpanan sisa dalam kemasan : sisa bahan dalam kemasan setelah bahan keluar dari gudang atau digunakan baik untuk keperluan produksi maupun pengujian laboratorium. cara penggunaan dan cara penyimpanan (khusus bahan sanitasi): berisikan cara penggunaan bahan dan penyimpanan bahan yang dianjurkan oleh supplier

130

D. Pelabelan Bahan Baku, Bahan Tambahan dan Bahan Sanitasi Nama Bahan Kode Bahan Tanggal Bahan Diterima Tanggal Keluar Gudang Sisa Akhir dalam Kemasan Nama Pengguna Keterangan lain-lain Mengetahui : Penanggung Jawab

Quality Control

131

E. Kartu Bahan Baku dan Bahan Tambahan KPSBU Unit Pengolahan Yogurt
Nama Bahan Kode Bahan Tanggal Bahan Diterima Asal Bahan (Produsen) Jumlah Penerimaan Tanggal Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan (CoA) Fisik : Keterangan : Diterima Ditolak

Kimia: Keterangan:

Diterima

Ditolak

Mikrobiologis: Keterangan:

Diterima

Ditolak

Tanggal Keluar Gudang Sisa Akhir dalam Kemasan Keterangan lain-lain

Penanggung Jawab

Quality Control

132

F. Kartu Bahan Sanitasi KPSBU Unit Pengolahan Yogurt Nama Bahan Kode Bahan Tanggal Bahan Diterima Asal Bahan (Produsen)

Jumlah Penerimaan Tanggal Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan (CoA) Cara Penggunaan Cara Penyimpanan Tanggal Keluar Gudang Sisa Akhir dalam Kemasan

Penanggung Jawab

Quality Control

133

G. Kartu Penyimpanan Produk Akhir

Rasa Keterangan Anggur Produksi Tanggal penyimpanan produk Jam penyimpanan produk Jumlah penyimpanan produk Jumlah produk yang rusak Jumlah produk yang di reproses Tanda tangan karyawan produksi Distribusi Tanggal pengambilan produk Jam pengambilan produk Jumlah pengambilan produk Jumlah produk dengan kemasan rusak atau terkontaminasi dan dibuang Jumlah produk yang dikembalikan dan disimpan ulang Tanda tangan pengambil produk (karyawan distribusi) Lain-lain Keterangan lain-lain Strowberi Moka Melon Durian

134

Lampiran 4. Manajeman Pengendalian Hama Manajemen Pengendalian Hama A. Pencegahan 1. Harus dilakukan penghilangan tempat bersembunyi (sarang) dan bahan-bahan yang dapat menarik datangnya hama di dalam dan di lingkungan ruang produksi: genangan air; semak-semak dan rumput liar; limbah atau sampah; barang-barang bekas (tidak terpakai); peralatan dan wadah yang kotor; produk/bahan yang tercecer; area yang kotor; dan langit-langit yang kotor. 2. Harus dilaksanakan program sanitasi yang baik agar area dalam dan luar ruang produksi tetap terjaga kebersihannya yang diatur dalam SSOP. 3. Bangunan koperasi dan ruang produksi harus selalu terawat dan dalam kondisi baik. 4. Harus dilakukan pengawasan terhadap bahan yang masuk ke ruang produksi dan koperasi agar tidak mengandung hama. 5. Harus dilakukan pencegahan masuknya hama ke area produksi dengan : memasang insect killer pada gudang bahan pemanis, ruang pendinginan susu, ruang inkubasi, ruang pengemasan dan ruang penyimpanan serta selalu memeriksa kebersihan dan keefektifan lampu dan tegangan kawat dari insect killer; menutup lubang atau celah yang memungkinkan masuknya hama seperti saluran pembuangan air, celah pada pintu dan jendela; memasang kasa pada setiap jendela yang dapat dibuka dan ventilasi; menutup selalu pintu area produksi; menutup selalu produk atau bahan yang ada di ruang produksi dan gudang; dan menutup selalu tempat sampah yang ada di luar dan di dalam ruang produksi. 6. Harus dilakukan pemusnahan hewan yang masuk dengan hati-hati dan selalu diperhatikan agar tidak mengkontaminasi ruangan, peralatan, bahan dan produk: memasang perangkap yang dapat memancing hama dan membunuhnya, seperti perangkap tikus, lem tikus, lem untuk lalat/lebah, raket nyamuk dan lain-lain; dan menangkap dan memusnahkan hama seperti lalat, cicak, semut atau kecoak yang ada di dalam maupun di luar ruang produksi. 135

7. Harus selalu menjaga agar tidak ada hewan seperti anjing atau kucing di dalam linkungan koperasi. 8. Harus dilakukan pemantauan dan pemeriksaan kemungkinan timbulnya sarang hama. B. Pembasmian 1. Harus dilakukan pembasmian hama dan sarangnya secara berkala oleh pihak koperasi. 2. Melibatkan jasa pengendali hama sebagai pihak eksternal yang memiliki: sertifikat kompetensi bahwa perusahaan pengendali hama tersebut merupakan perusahan yang ahli dibidangnya dan legal (memiliki izin usaha dari pemerintah); dan lembar data tentang keamanan bahan yang digunakan untuk membasmi hama yang meliputi nama produk, kandungan bahan, komposisi, sifat fisik bahan, bahaya kesehatan, prosedur penanganan bahan, tata cara pembuangan limbah bahan dan pertolongan pertama kereaktifan bahan. 3. Melakukan pembasmian hama secara mandiri atau internal sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan dan dijelaskan oleh pihak jasa pengendali hama. 4. Pelaksanaan pembasmian hama baik oleh pihak eksternal maupun internal harus selalu diawasi oleh bagian Quality Control agar tidak melewati batas keamanan penggunaan pembasmi hama yang dapat membahayakan kesehatan dan keamanan bahan, proses produksi dan produk akhir. C. Frekuensi 1. Pengendalian hama yang dilakukan pihak internal dilakukan setiap hari. 2. Pengendalian hama yang dilakukan pihak eksternal dilakukan setiap dua minggu sekali dan secara berkala menurun menjadi satu bulan sekali setelah dijamin di lingkungan koperasi dan di dalam ruang produksi telah bebas hama dan telah terkendali yang ditetapkan oleh pihak Quality Control. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup pelaksanaan pengendalian hama: 1. Pencegahan Pencegahan terhadap masuknya hama wajib dilakukan oleh pihak koperasi yang harus selalu dipantau pelaksanaannya dan keefektifannya. Pencegahan dilakukan oleh pihak internal koperasi yaitu karyawan produksi, kepala unit produksi, karyawan yang berhubungan dengan produk dan petugas khusus kebersihan. Pengawasan terhadap pelaksanaan pencegahan masuknya hama merupakan tanggung jawab pihak Quality Control/Quality Assurance.

136

2. Pembasmian Pembasmian terhadap hama merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan apabila pencegahan hama tidak mampu mengendalikan keberadaan hama. Pembasmian hama dilakukan oleh pihak eksternal yaitu jasa pengendali hama dan pihak internal yaitu petugas kebersihan yang pelaksanaannya selalu diawasi oleh pihak Quality Control/Quality Assurance agar tidak mencemari bahan, proses produksi dan produk akhir.

137

Lampiran 5. Check List GMP, GTP dan SSOP Form Monitoring GMP
No. 1. Parameter Lokasi dan Lingkungan Lokasi 1. Jalanan dalam dan luar koperasi dalam kondisi baik 2. Saluran pembuangan air sekitar pabrik berfungsi dengan baik 3. Bebas genangan air maupun banjir 4. Bebas tumpukan sampah 5. Bebas rumput liar dan semaksemak Sub Total Lingkungan 6. Bebas dari daerah persawahan, daerah pembuangan sampah, daerah kotor, daerah kering dan berdebu, daerah berpenduduk padat dan daerah penumpukan barang bekas 7. Bebas polusi dari perusahaan luar yang dapat mencemari Sub Total Total Bangunan Desain dan Tata Letak Ruangan 1. Ruang Pokok sesuai dengan kondisi peralatan, kapasitas produksi dan jumlah karyawan 2. Tata letak ruangan sesuai urutan proses 3. Ruang pelengkap sesuaidengan jumlah karyawan 4. Ruang pelengkap sesuai urutan kegiatan Sub Total Lantai 5. Rapat/kedap air 6. Tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya 7. Halus, tidak licin dan mudah dibersihkan 8. Keramik tidak pecah dan retak 9. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak boleh memebentuk siku-siku namun melengkung serta rapat air Sub Total 0 1 Penilaian 2 3 Keterangan 4

2.

138

Penilaian 10. 11. 12. Dinding Tidak terkelupas Bersih dari debu dan kotoran lain Dinding berlapis keramik yang rapat/kedap air minimal 2 m dari permukaan lantai Pertemuan antara dinding dengan dinding tidak boleh memebentuk siku-siku namun melengkung serta rapat air Sub Total Atap Dari bahan yang tahan lama, tahan air, tidak bocor, tidak larut air dan tidak mudah pecah Sub Total Langit-langit Tidak terkelupas, tidak berlubang, tidak retak Tahan lama, mudah dibersihkan Permukaan halus, warna terang Sub Total Pintu Dari bahan yang tahan lama, kuat, dan tidak mudah pecah Pintu tidak rusak dan dapat ditutup dengan baik Membuka keluar Sub Total Jendela Tidak pecah Dapat ditutup dengan baik Sub Total Penerangan Lampu tidak pecah Lampu berpenutup Berfungsi dengan baik Cukup terang (tidak remangremang) Pada daerah kerja minimal sebesar 220 lux = 20 fc (Foot candle) Pada tempat pemeriksaan produk sebesar 540 lux = 50 fc Ditempat lain dapat 110 lux = 10 fc Sub Total

13.

14.

15. 16. 17.

18. 19. 20.

21. 22.

23. 24. 25. 26.

139

Penilaian 27. 28. 29. 30. Ventilasi dan Pengatur Suhu Mampu menjamin peredaran udara dengan baik Mampu menghilangkan gas, uap, bau, asap, debu dan panas Dalam keadaan bersih Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan Sub Total Keadaan Area Produksi Ruang Pasteurisasi, Pendinginan dan Inokulasi Ruangan dalam keadaan bersih Ruangan dalam keadaan rapi Tidak terdapat hama Memiliki cahaya yang cukup Sirkulasi udara dalam ruangan baik, tidak panas, bau, berasap yang dapat merugikan kesehatan Tersedia fasilitas sterilisasi alat (air panas,deterjen) Tersedia air mengalir, sabun cair dan alkohol serta wastafel dan tissue Saluran pembuangan air berpenutup dan tidak tersumbat Terdapat tempat sampah tertutup dengan pijakan sebagai pembukanya Terdapat ruang steril yang tertutup untuk proses inokulasi kultur starter yogurt Tersedia sinar UV dalam ruang proses inoklasi kultur starter yogurt Sub Total Ruang Inkubasi Ruangan dalam keadaan bersih Ruangan dalam keadaan rapi Tidak terdapat hama Memiliki cahaya yang cukup Sirkulasi udara dalam ruangan baik, tidak panas, bau, berasap yang dapat merugikan kesehatan Sub Total Ruang Pengemasan Ruangan dalam keadaan bersih Ruangan dalam keadaan rapi

31. 32. 33. 34. 35.

36. 37.

38. 39.

40.

41.

42. 43. 44. 45. 46.

47. 48.

140

Penilaian 49. Tidak terdapat hama 50. Memiliki cahaya yang cukup 51. Memiliki pengatur suhu (AC) yang berfungsi dengan baik 52. Memiliki Sinar UV 53. Memiliki tempat sampah berpenutup dengan pijakan sebagai pembukanya 54. Tersedia alkohol serta Tisuue Sub Total Total Fasilitas Sanitasi Sarana Penyediaan Air 1. Sumber air, pipa pengaliran dalam kondisi baik 2. Air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih Sub Total Sarana pembuangan air dan limbah 3. Saluran dan tempat pembuangan dalam kondisi baik (tidak tersumbat) 4. Saluran pembuangan air memiliki katup/penutup 5. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang buangan padat, cair, gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan Sub Total Toilet 6. Ruangan dalam keadaan bersih 7. Tidak terdapat hama 8. Memiliki cahaya yang cukup 9. Memiliki tempat sampah berpenutup dengan pijakan sebagai pembukanya 10. Lantai tidak tergenang air 11. Tersedia alas kaki khusus toilet 12. Tersedia fasilitas cuci tangan (wastafel, air, sabun, tissue,dan bak larutan khlorin 200 ppm) 13. Tesedia peringatan mencuci tangan setelah menggunakan toilet 14. Pintu toilet selalu tertutup 15. Sumber air mengalir dan saluran pembuangan dalam kondisi baik 16. Letak tidak terbuka langsung dengan ruang pengolahan

3.

141

Penilaian 17. Jumlahnya cukup dengan karyawan yang bekerja o Untuk jamban 1 10 orang = 1 buah, 11 25 orang = 2 buah, 26 50 orang = 3 buah, Penambahan 25 orang tambah 1 buah o Untuk peturasan 1-30 orang = 1 buah 31-60 orang = 2 buah Penambahan 30 orang tambah 1 buah o Untuk kamar mandi 1-10 orang = 1 buah o Penambahan 25 orang tambah 1 buah Sub Total Sarana Higiene Karyawan 18. Terdapat bak pencuci tangan (wastafel) untuk karyawan yang melakukan pengolahan lengkap dengan sabun cair dan alat penegering(tissue) 19. Fasilitas ganti pakaian disesuaikan dengan jumlah karyawan 20. Tempat penyimpanan pakaian lab dan pakaian luar terpisah 21. Tempat penyimpanan sepatu lab dan sepatu luar terpisah 22. Pembersihan sepatu dan pakaian lab terjadwal 23. Sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan Sub Total Total Peralatan Produksi 1. Permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan bekarat 2. Tidak mengkontaminasi

4.

142

Penilaian (mikroorganisme, logam dan bahan-bahan lain yang membahayakan) 3. Jadwal pembersihan dilaksanakan dengan baik Total Bahan 1. Semua bahan yang digunakan mendapat izin dari Depkes 2. Semua bahan yang akan digunakan telah memiliki jaminan keamanan berdasarkan pengujian secara laboratorium (kimia,fisik,mikrobiologis) Total Produk Akhir 1. Produk Akhir memenuhi standar mutu (SNI/persyaratan pelanggan) 2. Produk akhir aman dikonsumsi (berdasarkan hasil pengujian organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi pada produk akhir) sebelum diedarkan Total Laboratorium 1. Memiliki laboratorium untuk pemeriksaan terhadap bahan baku dan produk akhir Sub Total Penyimpanan Area Penyimpanan Bahan Baku 1. Ruangan dalam keadaan bersih 2. Ruangan dalam keadaan rapi 3. Tidak terdapat hama 4. Memiliki cahaya yang cukup 5. Sirkulasi udara dalam ruangan baik, tidak panas, bau, berasap yang dapat merugikan kesehatan 6. Bahan-bahan disimpan sesuai label 7. Bahan baku disimpan dengan ketentuan sebagai berikut : o Jarak makanan ke lantai minimal 15 cm o Jaraj makanan ke dinding minimal 5 cm o Jarak makanan ke langitlangit minimal 60 cm 8. Stok bahan diatur dengan FIFO 9. Terdapat data penyimpanan bahan baku (menggunakan sistem kartu)

5.

6.

7.

8.

143

Penilaian Sub Total Area Penyimpanan Produk Akhir 10. Ruangan dalam keadaan bersih 11. Ruangan dalam keadaan rapi 12. Tidak terdapat hama 13. Memiliki cahaya yang cukup 14. Freezer berfungsi dengan baik 15. Stok bahan diatur dengan FIFO 16. Terdapat data penyimpanan produk Sub Total Penyimpana Bahan Toksin 17. Bahan toksin pada ruang pengolahan disimpan jauh dari produk dan diberi label dengan jelas pada wadahnya 18. Bahan toksin di gudang dikelompokkan dalam box tertutup dan diberi label 19. Wadah asli bahan toksin jelas pelabelannya 20. Stok bahan diatur dengan FIFO 21. Terdapat data penyimpanan bahan (menggunakan sistem kartu) Sub Total Total Pelabelan 1. Label produk akhir minimal sesuai dengan PP nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yaitu tercantum merk dagang dan jenis rasa, setiap jenis produk diberi warna yang berbeda, komposisi yang sesuai dengan isi, tanggal kadaluarsa, nama produsen, serta logo sertifikasi halal dari MUI. Total Karyawan Kesehatan karyawan 1. Karyawan dalam keadaan sehat 2. Karyawan yang sakit atau menunjukkan gejala sakit tidak boleh melakukan pengolahan 3. Diperiksa dan diawasi secara berkala Sub Total Kebersihan karyawan 4. Selalu menjaga kebersihan badan

9.

10.

144

Penilaian 5. Mengenakan pakaian lab dan perlengkapannya (penutup kepala, sarung tangan, sepatu lab dan jas lab) 6. Pakaian dan perlengkapan pekerja tidak boleh dibawa keluar ruangan pengolahan 7. Luka kecil ditutup plester, luka besar diistirahatkan 8. Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun pada saat sebelum memulai melakukan pengolahan 9. Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun pada saat sesudah melakukan pengolahan 10. Setiap 10 menit karyawan melakukan sterilisasi tangan dengan menggunakan alkohol 70% 11. Karyawan meninggalkan kebiasaan yang dapat mencemari bahan dan produk selama proses produksi berlangsung seperti: makan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk, memakai perhiasan dan mengobrol serta memiliki kuku yang panjang Sub Total Total Kemasan 1. Tidak beracun, tidak menimbulkan racun/penyimpangan yang berbahaya 2. Menjamin keutuhan dan keaslian produk 3. Melindungi dan mempertahankan mutu produk 4. Tidak berpengaruh dan bereaksi dengn makanan yang dikemas 5. Tahan perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran 6. Sebelum digunakan disterilisasi dengan sinar UV selama 15 menit Total Pemeliharaan 1. Setiap ruang produksi harus dipelihara dan dilakukan sanitasi secara berkala hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik

11.

12.

145

Penilaian 2. Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat dan binatang lainnya ke dalam area-area produksi 3. Alat dan perlengkapan setelah selesai digunakan selalu dibersihkan dan diletakkan ditempat semula Total Total Kumulatif perhitungan Skor Petunjuk pengisian 1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda pada kolom penilaian untuk: Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi) Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% 25% (Cukup memenuhi) Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% 50% (Kurang memenuhi) Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% 75% (Sangat kurang memenuhi) Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi) 2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
i=1 n

(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP)

3. Tingkat keparahan penerapan GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan
0 126 251 376 Dibuat Oleh, Auditor: ( ( 125 : ringan 250 : sedang 375 : berat 500 : kritis Diketahui oleh, Auditee: Produksi Sanitasi Maintenance

) )

146

Form Monitoring GTP No. 1. Parameter Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan) 1. Alat transportasi dan wadah produk harus didesain mampu menjaga kehigienisan produk. 2. Alat transportasi dan wadah produk dapat berfungsi dengan baik 3. Mudah dalam perawatan dan pembersihan 4. Mampu mengurangi / mengatur faktor bahaya dan resiko 5. Permukaan dalam alat transportasi dan wadah produk harus kuat, bebas lubang dan retak 6. Bagian dalam wadah produk tidak diperbolehkan menggunakan bahan yang menyulitkan kegiatan sanitasi 7. Alat pendingin didesain mampu menyediakan temperatur yang diinginkan dan dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu serta kelembaban 8. Disediakan cheklist Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) 9. Alat transportasi harus didesain mampu menjaga kehigienisan bahan baku dan produk. 10. Alat transportasi dapat berfungsi dengan baik 11. Mudah dalam perawatan dan pembersihan 12. mampu mengurangi / mengatur faktor bahaya dan resiko 13. Permukaan dalam alat transportasi harus kuat, bebas lubang dan retak 14. Kendaraan pengangkut harus dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat mempertahankan suhu susu tetap 3 - 4 C, sedangkan bilamana kendaraan pengangkut tidak dilengkapi dengan alat pendingin, maka susu harus 0 1 Penilaian 2 3 Keterangan 4

147

Penilaian diangkut dalam perjalanan tidak lebih dari 2 jam 15. Alat yang digunakan untuk mewadahi, menampung dan mengangkut susu segar atau susu murni dari peternak ke Koperasi atau Industri Pengolahan Susu harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 69/Kpts/TN.120/1/1995, antara lain sebagai berikut : a. kedap air; b. tidak terbuat dari bahanbahan yang dapat berkarat atau merupakan campuran logam yang mengandung lebih dari 1 % timah; c. dinding bagian dalam tidak mengelupas, tidak bereaksi dengan susu dan tidak merubah warna, bau, dan rasa susu; d. mudah dibersihkan dan dihapus hamakan, dan bahan yang dianjurkan adalah stainless steel atau alumunium 16. Disediakan cheklist Sub Total Total Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan) 17. Pembersihan kendaraan transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam kendaraan dengan selalu menjaga kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain. 18. Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab 19. Pembersihan wadah produk harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang

2.

148

Penilaian digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab 20. Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut secara rutin dilakukan. 21. Disediakan cheklist record Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) 22. Pembersihan kendaraan transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian yang berhubungan langsung dengan susu segar dengan selalu menjaga kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain. 23. Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab yang telah ditentukan 24. Pembersihan wadah pengangkut harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab yang telah ditentukan 25. Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut secara rutin dilakukan. 26. Disediakan cheklist record Sub Total Total Higienitas dan Kesehatan Karyawan Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan) 27. Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka harus dihentikan dari penanganan produk. 28. Manajer produksi mengadakan

3.

149

Penilaian pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS). 29. Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk. 30. Pelatihan tentang kehigienisan kerja karyawan diberikan kepada karyawan yang menangani produk. 31. Pencatatan terhadap higienitas karyawan berisikan tentang catatan medis karyawan, riwayat kesehatan karyawan dan pelatihan higien karyawan Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) 32. Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka harus dihentikan dari penanganan produk. 33. Manajer produksi mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS). 34. Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk. 35. Pelatihan tentang kehigienisan kerja karyawan diberikan kepada karyawan yang menangani produk. 36. Pencatatan terhadap higienitas karyawan berisikan tentang catatan medis karyawan, riwayat kesehatan karyawan dan pelatihan higien karyawan Sub Total Total Prosedur Operasional Transportasi yogurt (koperasi ke agen

4.

150

Penilaian penjualan) 37. Selalu memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala 38. Mempercepat waktu pemuatan, transportasi dan penurunan produk untuk segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu 4-7oC 39. Memeriksa suhu produk 40. Pengemudi memastikan bahwa pengiriman selalu dengan dokumentasi yang tepat 41. Penanganan produk, pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut secara benar 42. Produk yang kemasannya telah rusak ditangani dengan baik guna meminimalisir kontaminasi pada produk lain 43. Pengecekan temperatur harus selalu dilakukan dan dicatat pada awal pendistribusian dan akhir distribusi, serta pada kondisi kondisi yang diperkirakan terjadinya kenaikan suhu didalam wadah pendingin juga harus dicatat 44. Pengemudi mengetahui pihak (yang dapat dihubungi segera guna mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi 45. Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) 46. Selalu memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala 47. Mempercepat waktu pemuatan, transportasi dan penurunan produk untuk segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu 4-7oC tidak lebih dari 2 jam 48. Memeriksa suhu produk

151

Penilaian 49. Penanganan produk, pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut secara benar 50. Pada saat mengangkut susu, kendaraan pengangkut susu tidak membawa barang dan atau jenis bahan makanan lain selain susu segar yang dapat mengkontaminasi atau mencemari susu. 51. Pengemudi mengetahui pihak (yang dapat dihubungi segera guna mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi 52. Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan Sub Total Total Dokumen kontrol dan record keeping Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan) 53. Setiap kegiatan selama proses distribusi selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) 54. Setiap kegiatan selama proses pengangkutan selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Sub Total Total Verifikasi Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan) 55. Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian lebih baik serta memeiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan kegiatan transportasi Sub Total

5.

6.

152

Penilaian Transportasi susu segar (peternak ke koperasi) 56. Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian lebih baik serta memeiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan kegiatan transportasi Sub Total Total Total Kumulatif Perhitungan Skor Petunjuk pengisian 1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda pada kolom penilaian untuk: Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi) Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% 25% (Cukup memenuhi) Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% 50% (Kurang memenuhi) Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% 75% (Sangat kurang memenuhi) Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi) 2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
i=1 n

(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP) 3. Tingkat keparahan penerapan GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan 0 - 56 : ringan 57 - 112 : sedang 113 - 169 : berat 170 - 225 : kritis Dibuat Oleh, Diketahui oleh, Auditor: Auditee: ( ) Produksi ( ) Sanitasi Maintenance

153

Form Monitoring SSOP No. 1. Parameter Keamanan Air 1. Penggunaan air dibedakan antara air yang kontak langsung dengan bahan-bahan dan air yang digunakan untuk pencucian alat. 2. Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum. 3. Pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan telah dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh. 4. Bagian QC mengambil sampel air pada output air di dalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya (bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH) setiap hari. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali. 5. Disediakan pencatatan hasil pemeriksaan Sub Total Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan 6. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat, jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya sisa proses sebelumnya. 7. Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi adalah setiap selesai melaksanakan kegiatan proses produksi dan sebelum melaksanakan kegiatan proses produksi 8. QC melakukan pengujian 0 1 Penilaian 2 3 Keterangan 4

2.

154

Penilaian mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap bulan 9. Disediakan cheklist record Sub Total Pencegahan Kontaminasi Silang 10. Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi. 11. Melaksanakan higien personal (tidak merokok, mengobrol, menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap melakukan proses produksi 12. Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan 13. Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi 14. Disiplin arus pergerakan pekerja, tidak ada pekerja yang menangani proses diarea lain setelah menangani proses di area yang telah ditentukan Sub Total Fasilitas Sanitasi 15. Sarana pencuci tangan diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air mengalir, sanitaiser, alat pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup. 16. Fasilitas ganti pakaian yang sesuai dengan jumlah karyawan dan dilengkapi dengan lemari penyimpanan pakaian yang tidak mengkontaminasi antara pakaian luar dengan pakaian dalam ruangan proses 17. Tersedia fasilitas foot bath di pintu masuk area produksi Sub Total

3.

4.

155

Penilaian 5. Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulteran) 18. Selama proses produksi karyawan menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) tidak diperbolehkan berada di dalam ruang produksi seperti bahan-bahan sanitasi 19. Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi 20. Tempat sampah bebas tumpukan sampah yang berlebihan, dapat tertutup rapat dan diletakkan tidak berdekatan dengan area aktivitas proses serta penyimpanan bahan dan produk akhir Sub Total Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat 21. Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan di dalam boks tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas 22. Bahan toksin memiliki label dan keterangan yang jelas mengenai keamanan bahan serta anjuran pemakaian yang aman Sub Total Kontrol Kesehatan Pegawai 23. Kesehatan karyawan dicek secara rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan 24. Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan Sub Total Pencegahan Hama 25. Menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa. 26. Menggunakan filter udara. 27. Menyediakan fasilitas pest control

6.

7.

8.

156

Penilaian 28. Dilakukan pembersihan ruang produksi secara berkala. Sub Total Total Perhitungan Skor

Petunjuk pengisian 1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda pada kolom penilaian untuk: Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi) Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% 25% (Cukup memenuhi) Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% 50% (Kurang memenuhi) Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% 75% (Sangat kurang memenuhi) Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi) 2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
i=1 n

(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP)

3. Tingkat keparahan penerapan GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan
0 29 57 85 Dibuat Oleh, Auditor: ( ( 28 : ringan 56 : sedang 84 : berat 112 : kritis Diketahui oleh, Auditee: Produksi Sanitasi Maintenance

) )

157

Lampiran 6. SOP Good Transporting Practices

SOP Good Transporting Practices A. SOP Good Transporting Practices pada Susu Segar 1. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspekaspek Good Transporting Practices pada susu segar di KPSBU agar dapat menjamin kemanan proses transportasi susu segar sesuai HACCP plan. 2. Ruang Lingkup Prosedur ini mencakup 6 aspek Good Transportation Practices yang Wajib diterapkan secara menyeluruh di KPSBU. 3. Tanggung Jawab Seluruh karyawan bagian trasnportasi susu segar bertanggung jawab

melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan Quality Control. 4. Prosedur 4.1 Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya 4.1.1 Kendaraan transportasi mobil tangki diperiksa terlebih dahulu. Adapun yang diperiksa meliputi kondisi mesin yang baik agar tidak mogok, kondisi ban yang aman untuk selama transportasi, kondisi tangki susu serta kebersihan tangki baik bagian luar maupun dalam. 4.1.2 Kendaraan transportasi mobil bak pengangkut susu diperiksa terlebih dahulu. Adapun yang diperiksa meliputi kondisi mesin yang baik agar tidak mogok, kondisi ban yang aman untuk selama transportasi, dan kondisi penutup bak kendaraan harus berfungsi dengan baik. 4.1.3 Milk can yang digunakan harus dalam keadaan baik yaitu dapat tertutup dengan rapat, tidak berbau, bebas karat, bersih, mudah dalam pengangkutan dan mampu menjaga susu dari kontaminasi hingga sampai ke tujuan. 4.1.4 Alat-alat yang dipergunakan untuk mewadahi, menampung dan mengangkut susu segar atau susu murni dari peternak ke Koperasi atau Industri Pengolahan Susu harus memenuhi persyaratan yang 158

diatur

dalam

surat

Keputusan

Menteri

Pertanian

Nomor

69/Kpts/TN.120/1/1995, antara lain sebagai berikut : a) kedap air; b) tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat berkarat atau merupakan campuran logam yang mengandung lebih dari 1 % timah; c) dinding bagian dalam tidak mengelupas, tidak bereaksi dengan susu dan tidak merubah warna, bau, dan rasa susu; d) mudah dibersihkan dan dihapus hamakan, dan bahan yang dianjurkan adalah stainless steel atau alumunium 4.1.5 Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor pengiriman susu atau pihak QA. 4.2 Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi 4.2.1 Pembersihan kendaraan tangki transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam tangki kendaraan. Kegiatan pembersihan yang dilakukan : 4.2.1.1 bilas dengan air sampai tidak ada sisa susu yang terlihat pada air bilasan 4.2.1.2 gosok bagian dalam tangki penampung dengan sabun/deterjen 4.2.1.3 bilas dengan air panas sampai bersih dari sisa larutan sabun 4.2.1.4 buka dan kendorkan saluran pembuangan air sehingga tidak ada air yang tergenang di dalam tangki penampung 4.2.2 Pembersihan kendaraan bak transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam bak kendaraan. Kegiatan pembersihan yang dilakukan: 4.2.2.1 bilas dengan air sampai tidak ada kotoran yang terlihat pada bak kendaraan 4.2.2.2 gosok bagian dalam bak dengan sabun/deterjen 4.2.2.3 bilas dengan air sampai bersih dari sisa larutan sabun 4.2.2.4 biarkan kering udara sehingga tidak ada air yang tergenang di dalam bak kendaraan 4.2.3 Frekuensi pembersihan kendaraan transportasi dilakukan setiap hari saat kendaraan akan digunakan dalam kegiatan distribusi.

Pembersihan dilakukan oleh petugas kebersihan dan karyawan 159

distribusi. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor pengiriman susu atau QC. 4.2.4 Pembersihan milk can sebagai wadah transportasi harus di lakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam milk can yang harus bebas dari debu, kotoran, mikroorganisme dan bau. Kegiatan pembersihan yang dilakukan : 4.2.4.1 bilas dengan air sampai tidak ada sisa susu yang terlihat pada air bilasan 4.2.4.2 gosok bagian dalam milk can dengan sabun/deterjen 4.2.4.3 rendam dalam larutan sabun yang telah dipanaskan selama 30 menit 4.2.4.4 bilas dengan air panas sampai bersih dari sisa larutan sabun 4.2.4.5 simpan/keringkan milk can secara terbalik ditempat/rak yang bersih, kering, dan tidak dihinggapi serangga atau hewan pengerat 4.2.5 Frekuensi pembersihan milk can dilakukan setiap hari setelah milk can digunakan. Pembersihan dilakukan oleh karyawan pengiriman susu dan karyawan produksi yang diawasi oleh supervisor pengiriman susu. QC melakukan pemeriksaan/pemantauan terhadap bahan sanitasi yang digunakan. 4.2.6 Perawatan kendaraan tansportasi dilakukan oleh karyawan distribusi dan perbaikannya dilakukan oleh bagian perbengkelan. Perawatan yang dilakukan meliputi perawatan mesin, perawatan tangki agar tidak terdapat lubang. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau QA. 4.2.7 Perawatan milk can dilakukan oleh karyawan distribusi dan perbaikannya dilakukan oleh bagian logistik atau purchasing. Perawatan yang dilakukan meliputi tutup milk can agar dapat selalu terkunci dan tertutup rapat, bagian dalam milk can agar tidak terdapat lubang atau karat. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau QA. 4.3 Higien dan kesehatan karyawan 4.3.1 Karyawan yang bekerja menangani produk bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan pribadi setiap hari. 160

4.3.2

Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk.

4.3.3

Melapor kepada supervisor jika karyawan sakit, dan meminta surat keterangan dokter untuk mengetahui pengaruh sakit yang diderita terhadap keamanan pangan.

4.3.4

Manajer produksi mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS).

4.3.5

Manajer produksi membuat catatan dan dokumentasi kesehatan karyawan serta membuat riwayat kesehatan karyawan.

4.3.6

Membuat pelatihan tentang higien karyawan.

4.4 Prosedur operasional 4.4.1 Kondisi kendaraan telah diperiksa oleh supervisor distribusi atau QA dan mendapat surat layak jalan. Adapun yang diperiksa seperti yang tertera pada poin 4.1. 4.4.2 Pengangkutan susu harus dilakukan dalam kendaraan pengangkut susu berinsulasi untuk mempertahankan agar suhu susu sampai di tempat tujuan tetap 3-4 C, sedangkan susu dalam milk can harus diangkut dalam keadaan tertutup dalam waktu yang tidak lebih dari 2 jam dan harus segera didinginkan, dan bila pengangkutan susu dalam milk can melebihi 2 jam, maka suhu harus dijaga agar tetap 3- 4C. 4.4.3 Kondisi milk can yang digunakan telah diperiksa oleh supervisor distribusi dan diputuskan layak untuk digunakan. Adapun yang diperiksa seperti yang tertera pada poin 4.1. 4.4.4 4.4.5 Karyawan dalam keadaan sehat Dilakukan pengujian alkohol dan berat jenis pada susu yang berasal dari peternak kemudian dicatat. Susu harus disaring terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam milk can atau tangki kendaraan pengangkut. Susu yang tidak sesuai dengan persyaratan tidak diangkut dan dipisahkan. 4.4.6 Dilakukan pencatatan waktu pemerahan susu oleh peternak.

161

4.4.7

Mempercepat waktu pemuatan susu ke dalam milk can atau tangki susu serta segera menutup milk can atau tangki susu dengan rapat.

4.4.8

Milk can diisi sesuai dengan kapasitasnya sehingga milk can tertutup rapat.

4.4.9

Milk can diletakkan dalam kendaraan bak dengan hati-hati.

4.4.10 Selama milk can berada dalam kendaraan bak maka harus dijaga oleh karyawan agar milk can tidak tumpah. 4.4.11 Karyawan membawa dan mengisi dokumen yang terdiri atas identitas bahan baku atau produk, jumlah, sumber atau asal dari bahan dan produk tersebut, waktu yang diperlukan untuk memuat barang, tujuan pengiriman, dan waktu ketika bahan atau produk tersebut telah sampai ke tempat tujuan, produk dilindungi dari kontaminasi selama pemuatan dan penurunan produk. 4.4.12 Susu segar harus segera diantarkan ke tempat tujuan segera dan tidak diperbolehkan adanya penundaan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh karyawan. 4.4.13 Jika terdapat halangan selama perjalanan maka karyawan harus segera melapor kepada manajer produksi sehingga dapat diambil tindakan koreksi segera. Seperti segera mengirimkan kendaraan transportasi yang lain. 4.4.14 Pengawasan dilakukan oleh supervisor distribusi atau QA 4.5 Dokument control dan record keeping o Setiap kegiatan selama proses distribusi harus selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan disimpan.

162

o Form pemeriksaan desain, konstruksi dan kebersihan alat transportasi serta alat pendingin. Tanggal Pemeriksaan : Nama Pemeriksa Jabatan Pemeriksa 1. Keadaan Kendaraan
Pemeriksaan Truk Tangki Susu Kondisi Mesin Kondisi Tangki Susu kebersihan Kendaraan dan tangki susu Mobil Bak Kondisi Mesin Kondisi Pintu Bak Kendaraan Kebersihan Kendaraan dan Bak Keterangan : Kendaraan layak jalan Kendaraan tidak layak jalan

: :
Hasil Pemeriksaan

(ttd pemeriksa)

Tindakan Koreksi :

2. Kondisi Wadah Pengangkut


Pemeriksaan Kondisi bagian dalam Milk can Kondisi penutup Milk can Kondisi pegangan Milk can Kebersihan Milk can Keterangan : Milk can layak digunakan Milk can tidak layak digunakan Hasil Pemeriksaan

Tindakan Koreksi :

163

o Form pemeriksaan kesehatan karyawan didapatkan melalui kerjasama dengan klinik atau rumah sakit tertentu saat diadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin minimal 1 tahun sekali dengan meminta surat keterangan dokter terhadap kondisi kesehatan karyawan Tanggal Pemeriksaan Nama Dokter/Pemeriksa : Nama Karyawan Jabatan Karyawan Hasil Pemeriksaan Kesehatan : (ttd pemeriksa)

Anjuran Dokter

164

o Form prosedur operasional pengiriman susu. Tanggal : Karyawan pengiriman : Identitas bahan baku atau produk Asal TPK/TPS Tujuan Pengiriman Hasil Pemeriksaan (ttd karyawan)

Uji Alkohol
Nama peternak Hasil uji

Uji Berat Jenis

A B C D F G H I

Nama peternak

Hasil uji

A B C D F G H I

Waktu Pemerahan

Keterangan : hasil pemeriksaan setiap susu yang dihasilkan setiap peternak A B C D F G H I Keterangan : Waktu ketika setiap peternak telah selesai melakukan pemerahan Awal : Akhir :

Waktu Pemuatan Susu Waktu Keberangkatan Waktu Bahan atau Produk Telah Sampai ke Tempat Tujuan Kondisi yang Terjadi Selama Pengiriman Tindakan Koreksi

165

4.6 Verifikasi o Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki tanggung jawab penuh serta mampu menguasai pelaksanakan GTP dengan baik yaitu manajer produksi susu segar. Tindakan verifikasi yang dilakukan adalah mengkoreksi dokumentasi yang ada, disesuaikan dengan keadaan yang terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan memecahkan masalah yang terjadi. 5. Pelatihan Pelatihan terhadap cara transportasi yang baik perlu diadakan oleh koperasi terhadap karyawan pengiriman susu segar dan peternak. Pelatihan ini penting untuk meningkatkan kesadaran karyawan untuk mematuhi dan menerapkan SOP yang berlaku sehingga produk memiliki jaminan keamanan hingga sampai ke tangan konsumen. Peternak sangat penting untuk mengetahui pentingnya cara pengiriman susu yang baik dari kandang hingga ke TPK agar susu yang dihasilkan tetap berkualitas dan aman. B. SOP Good Transporting Practices pada Distribusi Yogurt 1. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspekaspek Good Transporting Practices pada distribusi yoghurt di KPSBU agar dapat menjamin kemanan proses transportasi yoghurt sesuai HACCP plan. 2. Ruang Lingkup Prosedur ini mencakup 6 aspek Good Transportation Practices yang Wajib diterapkan secara menyeluruh di KPSBU. 3. Tanggung Jawab Seluruh karyawan bagian trasnportasi dan atau distribusi yoghurt bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan Quality Control atau Quality Assurance. 4. Prosedur 4.1 Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya o Kendaraan transportasi diperiksa terlebih dahulu. Adapun yang diperiksa meliputi kondisi mesin yang baik agar tidak mogok, kondisi ban yang aman untuk selama transportasi, kondisi AC dan kondisi pintu kendaraan 166

harus berfungsi dengan baik serta kebersihan kendaraan baik bagian luar maupun dalam. o Permukaan dalam alat transportasi harus dipastikan kuat serta bebas dari lubang dan retak yang dapat menimbulkan peluang adanya kontaminasi. o Bagian dalam kendaraan tidak diperbolehkan menggunakan karpet atau alas kendaraan lain yang menyulitkan kegiatan sanitasi. o Bagian dalam kendaraan dipersiapkan untuk memuat cool box berisi yoghurt agar tetap aman tidak pecah dan tumpah selama perjalanan dengan mempersempit ruang yang ada agar cool box tidak tergoncang. o Cool box yang digunakan harus dalam keadaan baik yaitu dapat tertutup dengan rapat, tidak berbau, bersih, mudah dalam pengangkutan dan mampu mempertahankan suhu yang diinginkan hingga produk sampai ke tujuan. o Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor distribusi atau pihak QA. 4.2 Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi o Pembersihan kendaraan transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam kendaraan dengan selalu menjaga kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain. Kegiatan pembersihan yang dilakukan : pencucian bagian dalam kendaraan dengan deterjen meliputi bagian alas, dinding dan kaca kendaraan; bagian dalam kendaraan harus dipastikan kering tidak ada genangan air dan tidak berbau setelah pencucian; o Frekuensi pembersihan kendaraan transportasi dilakukan setiap hari saat kendaraan akan digunakan dalam kegiatan distribusi. Pembersihan dilakukan oleh petugas kebersihan dan karyawan distribusi. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor distribusi atau QC. o Pembersihan cool box sebagai wadah transportasi harus di lakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam cool box yang harus bebas dari debu, kotoran, mikroorganisme dan bau. Kegiatan pembersihan yang dilakukan :

167

pencucian bagian dalam dan luar cool box dengan busa/spons dan sabun/deterjen kotoran dan bagian yang sulit dibersihkan dicuci menggunakan air panas dan sikat pembilasan dengan menggunakan air hingga alat bersih dan tidak berbau simpan/keringkan alat ditempat/rak yang bersih, kering, dan tidak dihinggapi serangga atau hewan pengerat

o Frekuensi pembersihan cool box dilakukan setiap hari setelah cool box digunakan. Pembersihan dilakukan oleh karyawan distribusi dan karyawan produksi yang diawasi oleh supervisor distribusi. QC melakukan pemeriksaan/pemantauan terhadap bahan sanitasi yang digunakan. o Perawatan kendaraan tansportasi dilakukan oleh karyawan distribusi dan perbaikannya dilakukan oleh bagian perbengkelan. Perawatan yang dilakukan meliputi perawatan mesin, perawatan AC, perawatan bagian kendaraan seperti pintu, kaca jendela dan alas kendaraan agar tidak terdapat lubang. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau QA. o Perawatan cool box dilakukan oleh karyawan distribusi dan perbaikannya dilakukan oleh bagian logistik atau purchasing. Perawatan yang dilakukan meliputi tutup cool box agar dapat selalu terkunci dan tertutup rapat, bagian dalam cool box agar tidak terdapat lubang dan saluran pembuangan air cool box agar dapat berfungsi dengan baik. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau QA. 4.3 Higien dan kesehatan karyawan o Karyawan yang bekerja menangani produk bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan pribadi (kuku, rambut, kulit, dll) setiap hari. o Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk. o Melapor kepada supervisor jika karyawan sakit, dan meminta surat keterangan dokter untuk mengetahui pengaruh sakit yang diderita terhadap keamanan pangan. 168

o Manajer produksi mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS). o Manajer produksi membuat catatan dan dokumentasi kesehatan karyawan serta membuat riwayat kesehatan karyawan. o Membuat pelatihan tentang higien karayawan. 4.4 Prosedur operasional o Kondisi kendaraan telah diperiksa oleh supervisor distribusi atau QA dan mendapat surat layak jalan. Adapun yang diperiksa seperti yang tertera pada poin 4.1. o Kondisi cool box yang digunakan telah diperiksa oleh supervisor distribusi dan diputuskan layak untuk digunakan. Adapun yang diperiksa seperti yang tertera pada poin 4.1. o Karyawan dalam keadaan sehat o Kondisi di dalam kendaraan telah didesain agar dapat memuat cool box dan aman dari guncangan saat perjalanan. o Yogurt yang dimuat adalah yang telah memiliki suhu kurang atau sama dengan 3 - 4oC atau sebaiknya yang beku. Suhu awal yoghurt dicatat. o Mempercepat waktu pemuatan yoghurt ke dalam cool box serta segera menutup cool box dengan rapat. o Cool box diisi sesuai dengan kapasitasnya sehingga cool box tertutup rapat. o Cool box diletakkan dalam kendaraan dengan hati-hati dan sesuai urutan tempat tujuan. Tempat tujuan yang paling jauh diletakkan di bagian terdalam kendaraan sedangkan tempat yang terjauh diletakkan dibagian terdekat dengan pintu kendaraan. o Selama yoghurt berada dalam kendaraan maka AC/penyedia suhu dingin kendaraan harus dinyalakan. o Karyawan membawa dan mengisi dokumen yang terdiri atas identitas bahan baku atau produk, jumlah, sumber atau asal dari bahan dan produk tersebut, waktu yang diperlukan untuk memuat barang, tujuan pengiriman, dan waktu ketika bahan atau produk tersebut telah sampai ke 169

tempat tujuan, produk dilindungi dari kontaminasi selama pemuatan dan penurunan produk. o Karyawan membawa termometer sebagai pengukur suhu di dalam cool box. o Karyawan membawa sejumlah lap bersih dan cairan semprot pembersih untuk membersihkan tumpahan yoghurt yang tumpah baik di dalam cool box maupun refrigerator pada agen penjualan. o Tidak diperbolehkan mencampur yoghurt dengan bahan-bahan lain di dalam cool box o Pengukuran dan pengecekan suhu di dalam setiap cool box dilakukan setiap 2 jam sekali. Jika suhu mendekati 10oC maka di dalam cool box harus diberi penambahan es batu agar menurunkan suhu cool box menjadi berada pada kisaran 3-4oC kembali. Suhu selalu dicatat. o Es batu yang ditambahkan harus berada pada kantong es, sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi baru pada produk. o Kondisi kemasan yoghurt juga harus diperhatikan, jika ada kemasan yang rusak/pecah maka harus segera dipisahkan dan dibersihkan. o Yogurt harus segera diantarkan ke tempat tujuan dan tidak diperbolehkan adanya penundaan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh karyawan. o Jika terdapat halangan selama perjalanan maka karyawan harus segera melapor kepada manajer produksi sehingga dapat diambil tindakan koreksi segera. Seperti mengirimkan kendaraan transportasi yang lain dan segera memberikan penambahan es batu di dalam cool box dan selalu memantau suhu di dalam cool box hingga kendaraan transportasi pengganti tiba. o Cool box kosong yang telah diantar ketempat tujuan disimpan di bagian terdalam kendaraan sedangkan yang belum terkirim diletakkan dekat pintu kendaraan. o Pengawasan dilakukan oleh supervisor distribusi atau QA 4.5 Dokumen kontrol dan record keeping

170

o Setiap kegiatan selama proses distribusi harus selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan disimpan. o Form pemeriksaan desain, konstruksi dan kebersihan alat transportasi serta alat pendingin. Tanggal pemeriksaan : Nama Pemeriksa Jabatan pemeriksa 1. Keadaan Kendaraan
Pemeriksaan Kondisi Mesin Kondisi AC Kondisi Pintu Kendaraan Kondisi Ban kebersihan Kendaraan Desain Bagian Dalam Kendaraan Keterangan : Kendaraan layak jalan Tindakan Koreksi : Kendaraan tidak layak jalan

: :
Hasil Pemeriksaan

(ttd pemeriksa)

171

2. Kondisi Peralatan Pendingin


Pemeriksaan Kondisi bagian dalam Cool box Kondisi penutup Cool box Kondisi pegangan Cool box Kondisi penutup saluran pembuangan air Cool box Kebersihan Cool box Keterangan : Cool box layak digunakan Tindakan Koreksi : Cool box tidak layak digunakan Hasil Pemeriksaan

o Form pemeriksaan kesehatan karyawan didapatkan melalui kerjasama dengan klinik atau rumah sakit tertentu saat diadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Tanggal pemeriksaan : Nama dokter/pemeriksa : (ttd pemeriksa) Nama Karyawan Jabatan Karyawan Hasil Pemeriksaan Kesehatan

Anjuran Dokter

172

o Form prosedur operasional distribusi yoghurt. Tanggal : Karyawan distribusi : Identitas bahan baku atau produk Tujuan Pengiriman Suhu Awal Produk Waktu Pemuatan Barang Waktu Keberangkatan waktu Bahan atau Produk Telah Sampai ke Tempat Tujuan Suhu Selama dalam Perjalanan (setiap 2 jam) (ttd karyawan)

Awal : Akhir :

Keterangan : Pemeriksaan suhu dilakukan pada setiap cool box setiap dua jam sekali Kondisi yang Terjadi Selama Distribusi Tindakan Koreksi 4.6 Verifikasi o Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki tanggung jawab penuh serta mampu menguasai pelaksanakan GTP dengan baik yaitu manajer produksi yoghurt. Tindakan verifikasi yang dilakukan adalah mengkoreksi dokumentasi yang ada, disesuaikan dengan keadaan yang terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan memecahkan masalah yang terjadi. 5. Pelatihan Pelatihan terhadap cara transportasi yang baik perlu diadakan oleh koperasi terhadap karyawan pendistribusian yoghurt. Pelatihan ini penting untuk meningkatkan kesadaran karyawan untuk mematuhi dan menerapkan SOP yang berlaku sehingga produk memiliki jaminan keamanan hingga sampai ke tangan konsumen.

173

Lampiran 7. SOP Good Retailing Practices

SOP Good Retailing Practices pada Produk Yogurt 1. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspekaspek Good Retailing Practices pada produk yoghurt di KPSBU agar dapat menjamin kemanan proses pemasaran yoghurt sesuai HACCP plan. 2. Ruang Lingkup Prosedur ini mencakup 4 aspek Good Retailing Practices yang Wajib diterapkan secara menyeluruh di KPSBU. 3. Tanggung Jawab Seluruh agen bagian penjualan dan atau distribusi yoghurt bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan Quality Control atau Quality Assurance. 4. Prosedur 4.1 Cara Penempatan Pangan Refrigerator dipastikan dalam keadaan bersih dan bebas bau Refrigerator telah dinyalakan 20 menit sebelum produk dipanaskan agar suhu dalam refrigerator telah mencapai kisaran 2-4oC Refrigerator sebaiknya khusus digunakan bagi produk yoghurt KPSBU Tidak diperbolehkan adanya penyimpanan sayuran, buah-buahan, atau produk lain yang menimbulkan bau didalam refrigerator Produk ditempatkan berkelompok sesuai dengan jenis dan kemasannya agar kemasan produk yang satu tidak merusak produk yang lain 4.2 Pengendalian Stok Penerimaan dan Penjualan Stok penerimaan produk yoghurt harus sesuai dengan kapasitas tampung refrigerator 200 cup yoghurt agar pendinginan terjadi secara merata. Permintaan disesuaikan dengan penjualan Stok penerimaan dan penjualan yoghurt disesuaikan dengan permintaan pasar 4.3 Mengatur Rotasi Stok Pangan sesuai dengan Masa Kadaluwarsanya

174

Yogurt yang telah mendekati tanggal kadaluarsa minimal 1 minggu sebelum kadaluarsa harus segara ditarik Penyimpanan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) Yogurt yang baru diterima diletakkan di bagian bawah refrigerator sedangkan sisa yoghurt yang belum terjual dan belum mendekati tanggal kadaluarsa diletakkan pada bagian atas rak refrigerator. Yogurt diletakkan secara berurutan berdasarkan tanggal kadaluarsa mulai dari rak bagian atas refrigerator menuju rak bagian bawah refrigerator. 4.4 Mengendalikan Kondisi Lingkungan Penyimpanan Refrigerator didalamnya Refrigerator diletakkan pada tempat atau area yang teduh atau tidak terkena panas matahari secara langsung karena akan mempengaruhi peningkatan suhu didalam refrigerator Suhu refrigerator selalu dijaga agar tetap berada pada kisaran 2-4oC Kebersihan refrigerator selalu dijaga dengan frekuensi pembersihan setiap hari Apabila terjadi kerusakan atau keadaan tidak terduga yang selalu dinyalakan selama terdapat produk yoghurt

mengakibatkan refrigerator tidak berfungsi secara sempurna segera hubungi pihak KPSBU KPSBU sebaiknya menyediakan cool box sebagai fasilitas tindakan koreksi saat terjadi kerusakan atau pemadaman listrik yang

mengakibatkan refrigerator tidak dapat mempertahankan suhu yang diinginkan Apabila terjadi pemadaman listrik maka yoghurt disimpan sementara di dalam cool box dengan menambahakan es batu yang masih dikemas dalam kantong es. Disediakan form bagi agen penjualan yang berisikan informasi pemasaran yoghurt.

175

Nama penjual Tanggal penerimaan yoghurt Jumlah yoghurt yang diterima Jumlah yoghurt yang telah terjual Jumlah kemasan yoghurt yang rusak Kondisi tidak terduga Tindakan koreksi Keadaan Refrigerator Refrigerator selalu menyala

Refrigerator pernah padam Frekuensi refrigerator padam :

Keterangan

agen

penjualan

member check list kondisi yang terjadi selama penjualan berapa dan kali

menjelaskan

refrigerator pernah padam

Frekuensi refrigerator

pembersihan

Tanggal pemeriksaan :

Agen Pemasaran

Karyawan distribusi

Karyawan memeriksa kesesuaian dokumen yang diisi oleh agen penjual dengan kondisi yang terjadi.

176

5. Pelatihan Pelatihan terhadap cara retail yang baik perlu diadakan oleh koperasi terhadap agen penjualan dan karyawan pendistribusian yoghurt. Pelatihan ini penting untuk meningkatkan kesadaran agen penjualan dan karyawan untuk mematuhi dan menerapkan SOP yang berlaku sehingga produk memiliki jaminan keamanan hingga sampai ke tangan konsumen.

177

Lampiran 8. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 No. Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan Keterangan

A. FISIKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bau Jumlah zat padat terlarut (TDS) Kekeruhan Rasa Suhu Warna B. KIMIA a. Kimia Anorganik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Air raksa Aluminium Arsen Barium Besi Flourida Kadmium Kesadahan (CaCO3) Klorida Kromium valensi 6 Mangan Natrium Perak mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 0,01 0,2 0,05 1 0,3 1,5 0,005 500 250 0,05 0,1 200 0,05
o

mg/L Skala NTU C

1000 5 Suhu udara 3oC 15

Tidak berbau

Tidak berasa

Skala TCU

178

No.

Parameter

Satuan

Kadar maksimum yang diperbolehkan 6,5-8,5

Keterangan

14.

Pil

Merupakan batas minimum dan maksimum

15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

Selenium Seng Sianida Sulfat Sulfida (sebagai H2S) Tembaga Timbal b. Kimia organik

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

0,01 5 0,1 400 0,05 1 0,05

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Aldrin dan diektrin Benzene Benzo (a) pyrene Chlordane (total isomer) Chlorofora 2-4-D DDT Detergen 1.2-Dichloroethane 1.1-Dichloroethane Heptachlor dan heptachlor epoxide Hexachlorophenol

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

0,0007 0,01 0,00001 0,0003 0,03 0,1 0,03 0,05 0,01 0,0003 0,003 0,00001

179

No.

Parameter

Satuan

Kadar maksimum yang diperbolehkan 0,004 0,03 0,01 0,1 0,01 10

Keterangan

13. 14. 15. 16. 17. 18.

Gamma-HCH (Lindana) Methoxychlor Penthaclorophenol Pestisida total 2.4.6trichlorophenol Zat organik (KMnO4) C. Mikrobiologis

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

1. 2.

Koliform tinja Total koliform

Jumlah per 100 ml Jumlah 100 ml

0 0 95% dari sampel yang diperiksa selama setahun kadang-kadang boleh ada 3 per 100 ml sampel air, tetapi tidak berturut-turut.

D. Radioaktifitas 1. 2. Aktifitas alpha cross (Alpha activity) Aktifitas beta cross (Beta activity) Bq/L Bq/L 0,1 1

Keterangan : mg : milligram Ml : milliliter L : liter Bq : Bequerel NTU : Nephelpmetrik Turbidity Units TCU : True Colour Units Logam berat merupakan logam terlarut

180

Lampiran 9. SSOP pada Produksi Yoghurt

SSOP pada Produksi Yoghurt 1. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspekaspek sanitasi pada produksi yoghurt di KPSBU agar dapat menjamin kemanan proses produksi yoghurt sesuai HACCP plan. 2. Ruang Lingkup Prosedur ini mencakup 8 kunci persyaratan sanitasi yang wajib diterapkan secara menyeluruh di KPSBU. 3. Tanggung Jawab Seluruh karyawan bagian produksi, sanitasi, gudang dan distribusi yoghurt bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi, Supervisor Produksi dan Quality Control atau Quality Assurance. 4. Prosedur 4.1 Keamanan air 4.1.1 Pastikan antara saluran air untuk kegiatan produksi dan non produksi terpisah 4.1.2 Air untuk kegiatan produksi adalah air yang berhubungan langsung dengan proses produksi dan kontak dengan produk seperti air yang digunakan untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta air untuk kegiatan sanitasi pencucian tangan 4.1.3 Air non produksi adalah air yang digunakan untuk air pembersihan dan sanitasi ruangan. 4.1.4 Standar kualitas air yang digunakan harus sesuai dengan standar air minum yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 4.1.5 Pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan harus dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air

181

bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh. 4.1.6 Bagian QC mengambil sampel air pada output air di dalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya (bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH) setiap hari. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali. 4.1.7 Jika kualitas air minum belum sesuai dan belum memiliki instalasi water treatment maka sebaiknya menggunakan jasa pemasok air bersih dengan standar kualitas air minum. QC berkoordinasi dengan bagian pembelian untuk meminta hasil analisis air dari pemasok dan memeriksa kesesuaian hasil analisis air tersebut dengan standar kualitas air minum setiap kali pasokan air datang serta mangambil sampel air yang datang tersebut untuk diperiksa kualitas pH, warna, rasa, bau dan kekeruhan 4.1.8 Setiap dua kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim hujan pemasok harus menyerahkan hasil analisis air untuk mengontrol kualitas air yang diterima. 4.1.9 Melakukan pencatatan mengenai hasil pemeriksaan kualitas air yang dilakukan oleh QC dan dilaporkan setiap bulan kepada menajer produksi. 4.2 Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan produk 4.2.1 Karyawan produksi harus melakukan tindak sanitasi terhadap permukaan yang kontak dengan bahan makanan sebagai berikut Buang kotoran padat dari permukaan peralatan yang kontak dengan bahan makanan Basuh peralatan dengan air bersih, agar lemak yang ada jumlahnya berkurang (jika perlu gunakan air hangat) Gunakan spon/sabut dan sabun cuci cair Cuci alat hingga seluruh permukaan alat bersih dan berbusa, terutama kotoran pada sudut-sudut alat Untuk kotoran padat/kerak yang membandel, gunakan sikat agar bersih sempurna 182

Bilas alat dengan air bersih hingga alat menjadi bersih, tidak licin dan tidak berbau Simpan/keringkan alat ditempat/rak yang bersih, kering, tidak menyentuh lantai dan dinding dan tidak dihinggapi serangga atau hewan pengerat

Simpan seluruh peralatan yang telah tersanitasi dengan baik dalam wadah tertutup pada kondisi terbalik

4.2.2

Tindak sanitasi yang harus dilakukan oleh karyawan produksi terhadap milk can dan wadah penyimpanan atau penampungan yoghurt sebagai berikut

Bilas menggunakan air bersih hingga tidak ada sisa susu atau yoghurt yang terlihat pada air bilasan (jika perlu gunakan air hangat agar lemak mudah larut)

Gosok bagian peralatan yang kontak langsung dengan produk dengan sabun/deterjen Rendam dalam larutan sabun yang telah dipanaskan selama 30 menit Bilas dengan air panas sampai bersih dari larutan sabun Simpan/keringkan alat ditempat/rak yang bersih, kering, tidak menyentuh lantai dan dinding dan tidak dihinggapi serangga atau hewan pengerat dengan kondisi terbalik

4.2.3

Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi adalah setiap selesai melaksanakan kegiatan proses produksi dan sebelum melaksanakan kegiatan proses produksi

4.2.4

Supervisor

produksi

melakukan

pemeriksaan/pengawasan

terhadap tindakan sanitasi yang telah dilakukan oleh karyawan distribusi dan produksi dengan frekuensi sesuai dengan jadwal sanitasi. 4.2.5 QC melakukan pengujian mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap bulan dengan kegiatan sebagai berikut Menyiapkan bahan dan alat uji sanitasi dengan metode swab atau rinse 183

Melakukan uji sanitasi dengan benar (uji TPC, koliform, E. Coli, kapang dan khamir) Melakukan pengamatan hasil uji dan mencatat serta menyimpan Melaporkan hasil uji kepada manajer produksi

4.3 Pencegahan kontaminasi silang 4.3.1 Seluruh karyawan produksi harus melakukan tindakan pencegahan kontaminasi silang sebagai berikut Mengenakan hairnet, masker, sarung tangan sekali pakai dan sepatu kerja setiap memasuki ruangan produksi Mengenakan seragam kerja khusus sesuai dengan bagian kerja masing-masing Melakukan tindakan sanitasi terhadap tangan diarea cuci tangan sebelum menagani bahan baku atau proses yaitu mencuci tangan dengan sabun tipol hingga siku, membilas denganair bersih, mengeringkan tangan dengan tissue sekali pakai, menutup kran air dengan menggunakan tissue dan menyemprot tangan dengan alkohol 70% Melepaskan seragam, hairnet, masker dan sepatu kerja jika keluar dari area produksi Karyawan tidak diperkenankan keluar masuk area proses yang lain, ataupun membantu pekerjaan karyawan lai di bagian yang berbeda Karyawan tidak diperkenankan menggunakan perhiasan dan jam tangan selama menangani bahan baku dan proses dan tidak diperbolehkan berkuku panjang Karyawan tidak diperkenankan makan, merokok, meludah, mengobrol dan bercanda serta melakukan aktivitas lain yang dapat mencemari baha baku dan proses Karyawan berkewajiban masuk kedalam ruang produksi melalui pintu yang sudah ditetapkan Karyawan harus melepaskan perlengkapan kerjanya (masker, hairnet, sepatu kerja, seragam kerja khusus, dan 184

sarung tangan) setiap memasuki toilet dan mengganti alas kaki dengan sandal khusus memasuki toilet Karyawan selalu melakukan sanitasi terhadap sepatu kerja yang digunakan sebelum memasuki area produksi dengan merendam ke dalam foot bath yang berisikan larutan khlorin 200 ppm atau memisahkan sepatu yang digunakan saat di dalam ruang produksi dengan yang digunakan saat di luar ruang produksi. Sepatu khusus sebaiknya disediakan 2 pasang sehingga pencucian atau tindakan sanitasi terhadap sepatu dapat dilakukan setiap hari. Karyawan berkewajiban mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan dengan alkohol 70% hingga siku setiap keluar dari toilet Karyawan harus menjaga agar bahan baku dan produk akhir didalam area produksi terpisahkan dengan baik agar tidak terjadi pencemaran bahan baku terhadap produk akhir atau sebaliknya Karyawan gudang bahan baku harus menyimpan bahan baku di atas rak bersih, member jarak antara bahan dengan lantai minimal 15 cm, dengan dinding minimal 5 cm, dengan langit-langit minimal 60 cm dan menutup pintu gudang dengan rapat. Karyawan berkewajiban melakukan tindakan sanitasi setiap hari terhadap ruang produksi Petugas khusus kebersihan berkewajiban memelihara kebersihan dan kerapian lingkungan dengan memotong rumput lingkungan area produksi dan koperasi, membuang sampah dan barang bekas setiap hari 4.3.2 QC dan supervisor produksi melakukan pemantauan terhadap arus pergerakan karyawan dan higien personal serta memantau penjagaan kontaminasi silang selama proses produksi setiap hari

185

4.3.3

QC melakukan pengujian mikrodiologis terhadap personel yang ada di area produksi setiap bulan dengan kegiatan sebagai berikut Menyiapkan bahan dan alat uji sanitasi dengan metode swab Melakukan uji sanitasi dengan benar (uji TPC, koliform, E. Coli, kapang dan khamir) Melakukan pengamatan hasil uji dan mencatat serta menyimpan Melaporkan hasil uji kepada manajer produksi

4.4 Fasilitas sanitasi 4.4.1 Setiap hari petugas khusus kebersihan berkewajiban memelihara dan mengontrol kelengkapan fasilitas sanitasi, mencakup: Mengecek ketersediaan air bersih dan membersihkan wastafel, toilet dan area produksi Mengecek ketersediaan tissue di wastafel dan mengecek ketersediaan sabun cair Mengisi alkohol 70% di setiap tempat yang menyediakan alkohol dan diluar toilet Menyediakan fasilitas sanitasi terhadap sepatu kerja berupa foot bath yang berisikan larutan khlorin 200 ppm Mengecek ketersediaan bahan dan alat sanitasi di area pencucian alat Mengecek ketersediaan tempat sampah 4.4.2 Supervisor produksi melakukan pemantauan terhadap kegiatan karyawan sanitasi/petugas khusus kebersihan melaporkan dalam checklist sanitasi setiap hari dan

186

Form ketersediaan fasilitas sanitasi Tanggal pemeriksaan: Nama pemeriksa : Item Air bersih toilet Air bersih wastafel Air bersih area produksi Tissue Sabun Cair Alkohol 70% di wastafel dan area produksi Larutan khlorin 200 ppm Tipol di area produksi Busa dan sikat di area produksi Tempat sampah berpenutup dan trace bag 4.5 Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulteran) 4.5.1 Selama proses produksi karayawan menjaga dan mengontrol bahanbahan non pangan yang dapat berpotensi menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) tidak diperbolehkan berada di dalam ruang produksi maupun gudang seperti bahan-bahan sanitasi 4.5.2 Alkohol 70% yang ditempatkan di beberapa ruang produksi harus ditempatkan dalam botol spray yang tidak bocor, diberi label yang jelas dan tidak boleh ditempatkan di atas meja tempat menangani produk atau dekat dengan produk (sehingga memungkinkan tumpah atau tercecernya bahan ke produk). Setelah menggunakan alkohol disimpan di tempat yang aman 4.5.3 Setiap menggunakan alkohol 70% untuk menyemprot meja atau media lain dan tangan, karyawan harus memastikan hasil semprotan 187 Tersedia Tidak tersedia

(ttd pemeriksa) Keterangan

alkohol tersebut telah menguap seluruhnya sebelum meja/media atau tangan dipergunakan kembali untuk menangani produk dengan indikasi bau alkohol telah hilang 4.5.4 Jika ada produk yang terkena tumpahan alkohol 70% atau terkena alat sanitasi lain maka pisahkan produk tersebut dan laporkan pada supervisor produksi 4.5.5 Peralatan sanitasi (sapu, ember, pel, dan sikat) harus ditempatkan dengan rapi dan jauh dari produk untuk menghindari kontaminasi ke produk 4.5.6 Karyawan harus segera membuang produk atau bahan yang sudah tidak terpakai ke tempat sampah bertutup. Petugas kebersihan memeriksa keadaan tempat sampah, jika sudah penuh maka sampah segera dibuang ke tempat pembuangan sampah/limbah 4.5.7 Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi 4.5.8 Petugas kebersihan membersihkan area produksi secara menyeluruh setiap hari setelah proses produksi selesai pada bagian lantai, dinding, langit-langit, ventilasi, jendela dan lampu. 4.5.9 Sebelum proses pembersihan area produksi harus dipastikan setiap bahan, peralatan dan produk tersimpan dalam tempat tertutup dan aman dari rekontaminasi. 4.5.10 Supervisor produksi melakukan pengawasan selama proses

pembersihan dan memastikan seluruh area telah terkena tindak sanitasi dan tidak ada yang terlewatkan. 4.5.11 Supervisor produksi mencatat kegiatan sanitasi dengan mengisi check list sebagai tindakan kontrol.

188

Contoh check list pembersihan ruangan Area pembersihan Tanggal pembersihan


Kontrol Seluruh alat, bahan dan produk tersimpan di tempat tertutup dan aman dari kontaminasi sebelum pembersihan Langit-langit dalam keadaan bersih Ventilasi dalam keadaan bersih Lampu dalam keadaan bersih Dinding dalam keadaan bersih Lantai dalam keadaan bersih Tempat sampah dalam keadaan bersih Ya

: :
Tidak Keterangan Penanggung jawab Petugas kebersihan

4.6 Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat 4.6.1 Menyiapkan stok bahan toksin seperti bahan-bahan sanitasi digudang sesuai kebutuhan proses produksi 4.6.2 Pada saat penerimaan bahan toksin maka kejelasan label dan keterangan keamanan bahan harus diperiksa jika tidak jelas maka bahan tersebut tidak digunakan atau dikembalikan kepada bagaian purchasing 4.6.3 Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan di dalam boks tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas 4.6.4 Setiap pengeluaran dan pemasukan bahan toksin harus selalu dicatat dalam kartu penyimpanan bahan dan harus sesuai izin dari QC 4.6.5 QC memberikan label identitas yang jelas yang berisikan anjuran pemakaian yang aman

189

4.6.6

QC melakukan pemeriksaan terhadap pelabelan dan penyimpanan bahan toksin setiap satu minggu sekali

4.6.7

Supervisor

produksi

melakukan

pemantauan

harian

terhadap

penggunaan bahan-bahan toksin oleh karyawan, termasuk konsentrasi dan penyimpanannya 4.6.8 QC bertanggung jawab dalam melabeli wadah-wadah aplikasi akohol di area produksi dan untuk keperluan sanitasi saat keluar toilet 4.6.9 Segera membuang wadah-wadah bahan toksin yang sudah rusak atau tidak dipakai lagi 4.7 Pengendalian kesehatan personil 4.7.1 Karyawan yang bekerja menangani produk bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan pribadi setiap hari, menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk, dan melapor kepada supervisor produksi jika sakit atau terluka 4.7.2 Unit produksi yoghurt KPSBU menetapkan kebijakan bahwa karyawan yang sedang sakit dan mengalami luka besar harus mengistirahatkan diri di rumah 4.7.3 Supervisor melakukan pemantauan terhadap kesehatan personil setiap hari 4.8 Pengendalian hama Prosedur pengendalian hama telah diatur lebih rinci pada SOP pengendalian hama 5. Pelatihan Pelatihan karyawan mengenai SSOP dilakukan bersamaan dengan pelatihan GMP

190

Lampiran 10. Contoh Penyusunan Tim HACCP KPSBU Jabatan Ketua Posisi Manager Operasional Tugas
Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang berlangsung pada perusahaan dan langsung

bertanggung jawab pada Ketua pengurus KPSBU

Anggota

Ka. Unit Penanganan Susu Ka. Unit Produksi yogurt QC (Quality Control)

Bertanggung jawab terhadap penyediaan susu segar dari peternak hingga siap dipasarkan Bertanggung jawab selama proses produksi mulai dari peerimaan bahan baku hingga produk jadi Bertanggung jawab terhadap pengecekan, pengawasan semua proses pelaksanaan produksi dan pengecekan terhadap pelaksanaan GMP dan SSOP, serta

pengujian produk

QA(Quality Assurance)

Bertanggung

jawab

menangani

masalah

yang

berhubungan dengan hukum dan legalitas untuk memberikan jaminan kepuasan konsumen

Sekretariat Unit Penyuluhan Anggota

Bertanggung jawab dalam penyediaan dokumen dan penyimpanan dokumen produksi yogurt Bertanggung jawab dalam menyelenggarakan

penyuluhan kepada peternak terhadap penerapan Good Milking Practices serta Good Farming

Practices

Mikrobiologi

Bertanggung jawab terhadap kualitas mikrobiologi bahan baku dan produk jadi serta memberikan masukan bahaya mikrobiologi dan penanganannya

Gudang

Bertanggung jawab terhadap pengaturan penyimpanan produk dalam gudang dan alur keluar masuk produk dalam gudang

Purchasing Distribusi

Bertanggung

jawab

dalam

pemenuhan

sarana

produksi dan prasarana Bertanggung jawab terhadap pemasaran produk, mencari peluang pasar dan mengatur proses

pengeluaran produk

191

Sie. Kendaraan

Bertanggung jawab dalam perawatan dan penyediaan kendaraan yang diperuntukkan bagi proses

transportasi produksi yogurt

Pengawas

Pengawas Eksternal

Bertanggung jawab terhadap pengawasan

seluruh

kegiatan di MT KPSBU dan melakukan recording pada setiap kegiatan yang belangsung serta

memverifikasinya

192

Lampiran 11. SOP Produksi Yoghurt

SOP pada Produksi Yoghurt 1. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam kegiatan proses produksi yoghurt yang melaksanakan aspek-aspek GMP dan sanitasi pada produksi yoghurt di KPSBU agar dapat menjamin kemanan proses produksi yoghurt sesuai HACCP plan. 2. Ruang Lingkup Prosedur ini berlaku pada area-area produksi tertentu sesuai dengan proses produksi yang dilakukan dan wajib diterapkan secara menyeluruh oleh karyawan produksi yoghurt di KPSBU. 3. Tanggung Jawab Seluruh karyawan bagian produksi, sanitasi, gudang dan distribusi yoghurt bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan Quality Control atau Quality Assurance. 4. Prosedur 4.1 Penerimaan bahan baku, penyimpanan dan pengambilan 4.1.1 Pisahkan ruang penyimpanan bahan baku untuk produksi dengan bahan-bahan kimia untuk pengujian atau bahan-bahan kimia untuk sanitasi 4.1.2 Saat penerimaan bahan baku maka pencatatan terhadap bahan baku dilakukan sesuai dengan kartu penyimpanan bahan baku dan dilakukan oleh QC. Keterangan mengenai kartu penyimanan bahan baku dan pelabelan dapat dilihat secara jelas pada lampiran. Selain itu pencatatan juga dilakukan pada buku log penerimaan dan

pengambilan bahan baku. 4.1.3 Simpan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk akhir secara terpisah dan pastikan label telah tertempel pada kemasan 4.1.4 Bahan- bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam,

193

4.1.5

Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan suhu penyimpanannya

4.1.6

Atur

agar

penyimpanan

bahan

baku

memudahkan

untuk

pengambilannya, sehingga bahan baku yang disimpan terlebih dahulu dapat digunakan lebih dahulu. 4.1.7 Bersihkan ruangan penyimpanan segera setiap kali setelah penerimaan bahan baku 4.1.8 Saat pengambilan bahan baku yang disimpan terlebih dahulu harus digunakan lebih dahulu 4.1.9 Pengambilan bahan baku harus dilakukan dengan baik dan aseptis.

4.1.10 Gunakan peralatan yang bersih dan wadah yang bersih untuk pengambilan bahan baku. 4.1.11 Bersihkan dan sanitasi segera peralatan yang digunakan untuk mengambil bahan baku setelah pengambilan bahan baku. 4.1.12 Peralatan untuk mengambil bahan baku harus selalu dalam keadaan bersih dan kering. Simpan peralatan untuk pengambilan bahan baku dalam wadah tertutup yang higienis dan tersanitasi dengan baik 4.1.13 Bersihkan segera ruangan penyimpanan setiap kali setelah

pengambilan bahan baku 4.1.14 Lakukan pengecekan ketersediaan jumlah bahan baku untuk produksi berikutnya. Segera adakan pemesanan bahan baku sesuai dengan

prosedur yang berlaku 4.1.15 Siapkan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi berikutnya sesuai rencana kerja yang telah ditetapkan manager 4.1.16 QC memonitor ruang penyimpanan setiap kali penerimaan dan pengambilan bahan baku untuk memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku. 4.1.17 Supervisor produksi akan memonitor ketersediaan jumlah bahan baku yang ada, dan akan melakukan pemesanan bahan baku sesuai dengan prosedur yang berlaku. 4.1.18 Manager merancang rencana produksi selama satu minggu kedepan 4.1.19 Tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah

194

4.1.19.1

Menegur karyawan dan melakukan pelatihan dalam menerapkan SOP yang berlaku

4.1.19.2

Jika terjadi tumpahan bahan baku maka segera lakukan pembersihan dan buang bahan baku yang tercemar dan dicatat pada label, kartu dan buku log

4.1.20 Buku log, label dan kartu harus disimpan minimal 1 tahun 4.2 Penerimaan susu 4.2.1 Sebelum penerimaan susu maka panaskan air sekitar 1 jam sebelum digunakan sehingga pada saat tahap sanitasi peralatan telah tersedia air panas dengan suhu minimal 90oC. 4.2.2 QC telah menyiapkan semua peralatan pengujian susu

(lactodensimeter, gelas ukur, thermometer,tabung reaksi, pipet) telah tersedia dalam kondisi baik, bersih dan tersanitasi dengan baik dan telah ditera atau tersetting dengan benar sehingga dapat segera digunakan 4.2.3 QC mengambil sampel susu sebanyak 250 cc dari setiap can yang dikirim dan lakukan pengujian kualitas susu sesuai prosedur yang berlaku dan menerima form dari karyawan pengiriman susu serta memeriksa hasil uji alkohol dan uji berat jenis yang telah dilakukan di TPK serta ketentuan-ketentuan lain dan memutuskan susu diterima atau ditolak 4.2.4 Saat pengambilan sampel Milk can jangan terlalu lama terbuka, lakukan pengambilan sampel dengan cepat 4.2.5 Semua hasil pengujian dicatat dalam sebuah buku log penerimaan susu 4.2.6 Seluruh dokumen pengujian harus tersimpan rapi dan terpelihara dengan baik agar dapat dilakukan penelusuran jika terjadi kerusakan pada produk 4.2.7 4.2.8 4.2.9 Susu dengan kualitas baik langsung diolah menjadi yoghurt Susu dengan kualitas rendah ditolak Proses standardisasi bahan baku susu segar dilakukan untuk memenuhi stndar mutu SNI yoghurt terhadap kadar protein serta

195

komposisi yang lainnya dengan menambahkan susu skim sejumlah tertentu berdasarkan hasil uji kualitas susu segar yang digunakan. 4.2.10 Buku log penerimaan dan hasil pengujian susu harus disimpan minimal 1 tahun. 4.3 Pasteurisasi Susu 4.3.1 Sebelum proses produksi, bersihkan semua debu dari dinding dan lantai 4.3.2 Pastikan seluruh peralatan yang digunakan selama proses produksi dalam keadaan bersih, tersanitasi dengan baik sesuai dengan SSOP peralatan 4.3.3 4.3.4 Pastikan termometer berfungsi dengan baik Siapkan alat pasteurisasi susu seperti air dalam penangas dan ketersediaan gas 4.3.5 Pasteurisasi dilakukan dengan metode High Pasteurisation pada suhu 85 90oC hingga volume susu menjadi 2/3 bagian susu awal 4.3.6 Lakukan pengecekan suhu susu selama proses pasteurisasi berlangsung, jaga suhu susu tidak melebihi 90 oC dan lakukan pengaturan api penangas jika diperlukan 4.3.7 Lakukan pencatatan suhu selama proses pasteurisasi pada buku log pasteurisasi. 4.3.8 Pastikan seluruh proses produksi dalam keadaan higienis, ruangan tertutup dan karyawan harus menerapkan higien personel selama proses dan memerapkan SSOP dengan baik dan benar 4.3.9 Gunakan peralatan yang telah tersanitasi baik dan tersimpan aseptis

4.3.10 Saat pemeriksaan suhu jangan membuka tutup milk can terlalu lama dan terlalu lebar. 4.3.11 Alat pengaduk yang digunakan saat melakukan pemeriksaan suhu harus dilakukan tindak sanitasi terlebih dahulu setiap akan digunakan 4.3.12 Supervisor produksi memonitor kesiapan alat pasteurisasi sesuai standar yang berlaku. 4.3.13 Supervisor produksi harus memonitor apakah prosedur pateurisasi sudah dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku

196

4.3.14 Jika

terdapat

tumpahan

susu

maka

segera

lakukan

pengepelan/pengelapan/ pembersihan setiap kali terjadi tumpahan susu dengan air dan desinfektan lalu keringkan segera 4.3.15 Jika suhu pasteurisasi dibawah standar maka lakukan pemanasan ulang. Jika suhu diatas standar maka lakukan penyesuaian dengan lama waktu pemanasan sesuai dengan standar yang berlaku. Jika melampaui batas standar pasteurisasi, buang produk yang rusak. Catat pada buku log pasteurisasi susu. 4.3.16 Buku Log pasteurisasi susu harus disimpan minimal 1 tahun. 4.4 Penambahan Gula 4.4.1 Buat larutan gula terlebih dahulu dengan memasak gula dalam air minum 4.4.2 Masukkan larutan gula sesuai dengan kebutuhan ke dalam susu yang telah dipasteurisasi dan diaduk hingga homogen 4.4.3 Proses penambahan larutan gula harus dilakukan secara higien, setiap peralatan harus disanitasi terlebih dahulu sebelum digunakan 4.4.4 Karyawan harus menerapkan higien personal dengan menggunakan hairnet dan masker serta tindak sanitasi pada tangan sesuai dengan SSOP 4.4.5 Proses penambahan gula dan pengadukan harus dilakukan dengan cepat dan jangan biarkan milk can terbuka terlalu lama 4.4.6 Milk can yang telah maupun yang belum ditambahakan gula tetap dijaga selalu tertutup 4.4.7 4.4.8 Ruang produksi selalu dalam keadaan tertutup Supervisor memastikan dan memantau proses dilakukan secara higien dan benar 4.5 Pendinginan Susu 4.5.1 4.5.2 Sediakan air dingin pada bak pendingin Susu yang telah dipasteurisasi segera dimasukkan kedalam bak pendingin dalam milk can yang tertutup. Susu didinginkan dengan cara merendam milk can didalam bak pendingin hingga suhu susu mencapai 40 oC - 45 oC

197

4.5.3

Atur sirkulasi air di dalam bak agar pendinginan terjadi secara merata dan cepat bila perlu tambahkan es batu kemudian lakukan pengecekan suhu susu setelah pendinginan dan dicatat pada buku log

4.5.4

Selama pendinginan maka ruang produksi dijaga agar selalu tersanitasi dengan baik dan tertutup

4.5.5

Supervisor produksi memonitor ruangan pendinginan sebelum dan selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku

4.5.6

Supervisor produksi memonitor air dan bak yang digunakan untuk tempat pendinginan dalam keadaan bersih

4.5.7

Supervisor produksi harus memonitor suhu susu sudah sesuai dengan standar

4.5.8

Buku log harus disimpan minimal 1 tahun.

4.6 Inokulasi starter yoghurt 4.6.1 Seluruh peralatan yang digunakan untuk persiapan dan inokulasi starter harus dalam keadaan steril. Peralatan yang diggunakan : 4.6.1.1 Pembakar spiritus/bunsen dan korek api 4.6.1.2 Gelas ukur steril 4.6.1.3 Tissue 4.6.1.4 Meja yang digunakan harus didesinfeksi terlebih dahulu dengan larutan desinfeksi (tepol, alkohol 70% dll) 4.6.1.5 Karyawan yang melaksanakan inokulasi harus harus melakukan sterilisasi tangan dengan alkohol 70% sebelum melakukan inokulasi 4.6.1.6 Inokulasi dilakukan didalam ruang steril yang telah di UV selam 15-20 menit. KPSBU sebaiknya perlu menyediakan ruang steril. 4.6.2 Starter kerja digunakan untuk pembuatan yoghurt adalah

Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang berumur 16-24 jam (inkubasi pada suhu ruang) 4.6.3 Sterter kerja Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasi pada susu yang telah disiapkan sebanyak 5% dengan

198

perbandingan bulgaricus 1:1 4.6.4

Streptococcus

thermophilus

dan

Lactobacillus

Supervisor produksi memonitor ruang inokulasi sebelum dan selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku.

4.6.5

Supervisor produksi harus memonitor apakah starter kerja yang digunakan sesuai standar

4.6.6

Supervisor produksi harus memonitor apakah proses inokulasi sudah sesuai dengan standar yang berlaku

4.6.7

dilakukan pengujian starter (viabilitas, kemurnian starter, kemampuan fermentasi) sebulan sekali

4.6.8

Karyawan mendata jumlah starter kerja yang digunakan, yang dibuang, jumlah starter kerja yang rusak, kualitas starter yang digunankan pada buku log. tahun. Buku log harus disimpan minimal 1

4.7 Inkubasi 4.7.1 Sebelum inkubasi maka inkubator yang digunakan harus dalam keadaan bersih 4.7.2 Inkubator dibersihkan dengan cara membilas seluruh permukaan dalam inkubator dengan alkohol 70% dan langsung dikeringkan 4.7.3 4.7.4 Inkubator disetting pada suhu 40-45 oC Cek suhu pada inkubator sebelum digunakan apakah sudah sesuai dengan standar 4.7.5 Inkubasi dilakukan selama 3-4 jam pada suhu 40-45 oC. Catat suhu dan waktu inkubasi yang digunakan pada buku log. 4.7.6 4.7.7 Setelah digunakan inkubator harus segera dibersihkan dan disterilisasi Periksa kualitas yoghurt yang dihasilkan (kekentalan dan tingkat keasaman) 4.7.8 Buang yoghurt yang rusak dan catat pada buku log jumlah produk yang rusak dan produk yoghurt yang baik 4.7.9 Supervisor produksi harus memonitor apakah suhu dan waktu inkubasi sesuai dengan standar yang berlaku

199

4.7.10 Supervisor produksi harus memonitor kualitas yoghurt yang telah dihasilkan, produk yang bagus dan yang cacat 4.7.11 Karyawan akan mendata jumlah yoghurt dihasilkan, yoghurt yang cacat, kualitas yoghurt yang dihasilkan pada buku log yoghurt. Buku log inkubasi harus disimpan minimal 1 tahun. 4.8 Penambahan Flavor 4.8.1 Penambahan flavor dilakukan sebelum proses pengemasan. Sirup yang ditambahkan sesuai dengan standar pada pembuatan sirop. 4.8.2 4.8.3 Jumlah flavor yang ditambahkan adalah 10-15% dari volume yoghurt Seluruh peralatan yang digunakan untuk penambahan flavor harus dalam keadaan steril. 4.8.4 Supervisor produksi memonitor ruang penambahan flavor sebelum dan selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku. 4.8.5 Supervisor produksi harus memonitor flavor yang digunakan sesuai standar 4.8.6 Supervisor produksi harus memeriksa kualitas yoghurt yang dihasilkan 4.8.7 Karyawan mendata jumlah flavor yang digunakan, ,jenis flavor, tanggal pembuatan, jumlah pengambilan, tanggal pengambilan pada Buku Log Penyimpanan bahan flavor. minimal 1 tahun. 4.9 Pengemasan 4.9.1 Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran. 4.9.2 Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang kering dan jauh dari lokasi pengolahan 4.9.3 4.9.4 Gunakan kemasan yang bersih, steril dan tidak toksik Label harus disimpan secara rapi dan teratur supaya tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya. 4.9.5 Sebelum digunakan, pastikan jumlah kemasan mencukupi untuk semua produk yang akan dikemas. Buku log harus disimpan

200

4.9.6

Kemasan dan plastik penutup harus selalu dalam keadaan bersih dan disterilisasi dalam ruang ultraviolet minimal 15 menit.

4.9.7

Pastikan alat pengemas (sealer) dalam kondisi baik dan bersih. Periksa sealer head dan bersihkan dari plastik yang masih tersisa. Setting sealer pada suhu 150 180oC; 2 4 detik. Seluruh ruang pengemasan baik dinding, langit-langit maupun lantai harus selalu dalam keadaan bersih dan kering

4.9.8 4.9.9

4.9.10 Sebelum digunakan ruang pengemasan harus disterilisasi terlebih dahulu dengan cara membersihkan ruangan dari debu, kemudian menyalakan lampu ultraviolet selama 30 menit. 4.9.11 lakukan pengemasan secara aseptis dan berikan label sesuai dengan jenis produk. 4.9.12 Setelah pengemasan maka lakukan pemeriksaan terhadap cup dan hasil sealer 4.9.13 Suhu produk harus tetap di jaga < 4 oC dan kondisi dijaga kering bersih 4.9.14 hitung dan catat jumlah dan jenis produk yang telah dikemas ke dalam buku log pengemasan. 4.9.15 Buat catatan untuk bagian penyimpanan dingin produk akhir untuk dicocokkan. 4.9.16 Bersihkan dan rapikan semua peralatan yang digunakan. 4.9.17 Bersihkan sealer head dari segala sisa plastik 4.9.18 Bersihkan peralatan yang kontak langsung dengan produk dengan menggunakan air dingin hingga tidak ada sisa susu yang terlihat pada air bilasan 4.9.19 Tutup ruangan dan nyalakan lampu ultra violet untuk mensterilkan ruangan. 4.9.20 Supervisor produksi memonitor ruang pengemasan sebelum dan selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku.

201

4.9.21 Karyawan akan mendata jumlah produk yang dikemas, yang dibuang, jumlah kemasan yang rusak pada Buku Log Pengemasan Buku log pengemasan harus disimpan minimal 1 tahun. 4.10 Penyimpanan dingin produk akhir

4.10.1 Ruang penyimpanan produki akhir harus selalu dalam kondisi bersih, kering dan pada suhu yang sesuai. 4.10.2 Refrigerator/freezer (pendingin) dalam kondisi baik (tidak rusak) dan bersih. 4.10.3 Pendingin sudah harus dinyalakan minimal 12 jam sebelum digunakan dan di set pada suhu yang sesuai yaitu suhu refrigerator < 4oC dan suhu freezer < - 15oC 4.10.4 Suhu produk susu yang ada di dalam pendingin harus sekitar 4oC 4.10.5 Suhu Refrigerator/freezer harus selalu dikontrol untuk mencegah fluktuasi suhu. Fluktuasi suhu yang lebih dari 2oC harus dihindari. Buat catatan suhu ruang pendingin secara reguler untuk memudahkan penelusuran bila terjadi kerusakan produk. 4.10.6 Pemasukan udara luar ke dalam refrigerator/freezer harus dibatasi sekecil mungkin. Suhu refrigerator/freezer biasanya lebih rendah dari 4oC untuk mengantisipasi udara panas yang masuk saat membuka atau menutup ruangan pendingin atau saat ada produk yang baru

dimasukkan. 4.10.7 Produk susu yang akan disimpan sudah dalam kondisi dingin, dikemas, tidak bocor dan kering bersih, agar tidak menimbulkan bau yang tak sedap dan genangan kotoran pada refrigerator/freezer 4.10.8 Pada saat pemasukan produk susu ke dalam ruang pendingin, periksa kembali apakah ada kemasan yang bocor, bila ada pisahkan untuk dilakukan reproses pada hari berikutnya 4.10.9 Penyimpanan awal dilakukan menyebar pada bagian bawah rak refrigerator/freezer (tidak ditumpuk), namun masih pada 1 (satu) jenis produk yang sama 4.10.10 Di dalam satu ruang pendingin sebaiknya hanya diisi dengan satu jenis produk. Bila tidak memungkinkan maka produk-produk

202

tersebut harus dipisah-pisah dengan batas yang jelas atau dengan jenis kemasan yang sama sekali berbeda untuk menghindari kesalahan pada saat pengambilan produk. 4.10.11 Produk harus disusun dengan baik, sehingga selalu ada ruangan untuk aliran udara dingin yang beredar di sepanjang dinding dan lantai serta diantara sela-sela kemasan produk. 4.10.12 Atur posisi produk sehingga produk yang diproduksi lebih dahulu dapat didistribusikan lebih dulu. Produk baru diletakkan pada bagian bawah dan produk lama diletakkan diatasnya, agar produk lama dapat dengan mudah diambil terlebih dahulu oleh bagian pemasaran. 4.10.13 Harus ada data yang menunjukkan kapan produk tersebut mulai disimpan. Beri tanda pada produk tanggal dan jam penyimpanan untuk memudahkan penentuan produk yang harus

dikeluarkan/didistribusi terlebih dahulu. first out). 4.10.14

Prinsip FIFO (first in

Buatlah catatan pada ruang penyimpanan keterangan pada kartu yang tertera pada Lampiran

sesuai dengan

4.10.15

Produk susu yang disimpan, langsung dicatat pada Buku Log penyimpanan dan pengambilan produk akhir dan dihitung untuk dilaporkan kepada pimpinan.

4.10.16

Segera lakukan pembersihan setiap kali sehabis penyimpanan atau pengambilan produk ke dalam atau dari ruang penyimpanan dengan cara membersihkan/mengelap seluruh permukaan dalam ruang penyimpanan dengan larutan desinfektan dan segera dikeringkan

4.10.17

Pendingin dalam kondisi tertutup rapat dan mesin berfungsi dengan baik ketika selesai menyimpan produk.

4.10.18 4.10.19

Ruang penyimpanan kembali bersih dan kering Supervisor produksi memonitor ruang penyimpanan produk akhir setiap kali penyimpanan dan pengambilan produk akhir untuk

203

memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku. 4.10.20 Supervisor produksi harus memonitor apakah jumlah produk akhir mencukupi untuk pemasaran berikutnya serta kesesuaian antara penyimpanan dan pengambilan. 4.10.21 Supervisor produksi harus memonitor kerusakan pada ruang penyimpanan dingin produk akhir 4.10.22 Karyawan akan mendata jumlah produk yang diterima, yang diambil untuk pemasaran dan yang dibuang pada Buku Log Penyimpanan dan Pengambilan produk akhir. Buku log

Penyimpanan dan Pengambilan Produk Akhir harus disimpan minimal 1 tahun. 4.11 Distribusi dan Pemasaran Produk Akhir Prosedur proses distribusi dan pemasaran yoghurt dapat dilihat secara jelas pada SOP Good Transportation Practices dan Good Retailing Practices

204

Lampiran 12. CCP Decision Tree untuk Bahan Mentah

P2

Adakah bahaya yang terkait dengan bahan mentah ini?

Ya

Tidak

Lanjutkan *

P2

Apakah anda atau konsumen akan mengilangkan bahaya dari produk

Ya

Tidak

CCP **

P3

Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas atau produk lain yang tidak dapat dikendalikan

Ya

Tidak

Lanjutkan

CCP **

Lanjutkan pada bahan mentah selanjutnya

** Bahan mentah harus ditetapakan sebagai CCP (bahan mentah peka diperlukan pengendalian ketat)

205

Lampiran 13. CCP Decision Tree untuk Proses Pengolahan

P1

Adakah tindakan pencegahan Lakukan modifikasi dalam proses atau produk


Ya

Tidak

Adakah pengendalian pada tahap ini perlu pengamanan?

Ya

Tidak

Bukan TKK

Berhenti

P2

Apakah ada tahapan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkatan yang dapat diterima Tidak Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapat melebihi sampai tingkatan yang dapat diterima Ya Tidak Bukan TKK Berhenti

Ya

P3

P4

Akankah ada tahapan berikutnya yang dapat menghilangkan bahaya atau mengurangi tingkat kemungkinn terjadinya sampai pada tingkatan yang dapat diterima Ya TITIK KENDALI KRITIS (CCP) Berhenti

Tidak

Bukan TKK

206

You might also like