You are on page 1of 26

KUALITAS MADRASAH SE-DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA:

(Studi Korelatif Antara Kualifikasi Akademik Guru dan Anggaran Penerimaan


Madrasah dengan Nilai Ujian Akhir)

Oleh:

Dr. Abdul Munip, M.Ag*)

Abstrak

One of quality indicators of madrasah is shown by average of grades of final exam that
get by students. Theoretically, there are many factors related to these grades, like the
academic qualification of teachers, the educational costs received by madrasahs and so
on. This research tries to explain the degree of relationships between the academic
qualification of madrasah’s teachers and the educational costs, as independents
variable, and average of grades of final exam as dependent variable. This research is
aimed also to know about the degree of comparisons among these variables between
state madrasahs and private madrasahs in DIY.
By statistical analysis like t. test and multiple regression, this research finds that (a)
there is no significant difference of academic qualification of teachers between state
madrasahs and private madrasahs; (b) there is significant difference of educational
costs between state madrasahs and private madrasahs ; (c) there is no significant
difference of average of grades of final exam between state madrasahs and private
madrasahs; and (d) there are no significant relation between between the academic
qualification of madrasah’s teachers and the educational costs, as idependents variable,
and average of grades of final exam.
Key words: Kualitas madrasasah, kualifikasi akademik guru, anggaran penerimaan

I. Pendahuluan

Selama ini, ada kesan di kalangan masyarakat bahwa lembaga pendidikan madrasah
(di bawah naungan Departemen Agama) dianggap sebagai lembaga pendidikan kelas
dua setelah sekolah (di bawah naungan Depdiknas). Kesan semacam itu pada gilirannya
bukan saja menyebabkan menurunnya minat orang tua atau calon siswa untuk memilih
madrasah tetapi juga berdampak pada penilaian terhadap para alumninya. Sebenarnya,
kesan semacam itu terlalu berlebihan, karena keberadaan madrasah telah diakui dan
dianggap sama dengan sekolah pada jenjang pendidikan yang sama. Ciri khas keilsaman
itulah yang sebenarnya membedakan antara madrasah dan sekolah.

*)
Dr. Abdul Munip, M.Ag adalah dosen tetap Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pertanyaannya adalah, mengapa kualitas madrasah sering dianggap lebih rendah
dari sekolah? Menilai kualitas suatu lembaga pendidikan tentu tidak hanya berdasarkan
kesan umum semata. Harus ada indikator yang jelas yang menjadi acuannya. Salah satu
indikator kualitas lembaga pendidikan dapat dilihat dari indeks rata-rata ujian akhir,
baik yang bersifat nasional (UAN) atau yang bersifat lokal (UAS) yang berhasil
diperoleh oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Tinggi rendahnya angka rata-
rata ujian akhir bisa dipakai sebagai salah satu kriteria untuk menilai kualitas madrasah.
Dengan membandingkan nilai rata-rata ujian akhir antara madasah dengan sekolah,
barulah bisa diketahui manakah di antara kedua lembaga pendidikan tersebut yang
paling berkualitas.

Seandainya kesan umum bahwa madrasah lebih rendah kualitasnya dibandingkan


dengan sekolah itu benar dengan bukti-bukti yang valid, tentu perlu dicari akar
penyebabnya. Dilihat dari kurikulum, nampaknya standar kurikulum tidak lagi menjadi
penyebab utama terjadinya perbedaan kualitas pendidikan antara madrasah dan sekolah,
karena kedua lembaga pendidikan tersebut menggunakan kurikulum yang sama.
Kemungkinan terjadinya perbedaan justeru terletak pada tataran proses
implementasinya. Di sinilah variasi antar sekolah dan atau madrasah dapat ditemukan.

Perbedaan pada tataran implementasi kurikulum disebabkan oleh banyak faktor,


antara lain: kualifikasi akademik guru, kualitas in put siswa, anggaran
sekolah/madrasah, manajemen pendidikannya dan lain-lain. Secara teoritis, semakin
tinggi kualifikasi akademik yang dimiliki oleh guru-guru di sebuah lembaga pendidikan
akan berdampak pada kualitas out put para siswanya yang antara lain ditunjukan dengan
nilai rata-rata hasil ujian akhir mereka. Begitu juga dengan anggaran pendidikan,
semakin tinggi penerimaan keujian akhirgan yang didapatkan oleh sekolah atau
madrasah maka semakin leluasa bagi sekolah/madrasah untuk melengkapi sarana
pembelajaran yang diperlukan. Kelengkapan sarana ini pada gilirannya akan
mempengaruhi kualitas pembelajaran yang selanjutnya berdampak pada nilai ujian
akhir yang didapatkan oleh para siswanya. Pada sisi yang lain, antara madrasah yang
berstatus negeri dan swasta juga sangat mungkin ditemukan sejumlah perbedaan dalam
beberapa hal (variabel).

2
Berdasarkan pernyataan di atas, maka sesungguhnya variabel kualifikasi akademik
guru dan penerimaan keuangan madrasah dapat dijadikan sebagai variabel prediktor
(independen) terhadap kualitas sebuah madrasah yang diindikasikan dengan nilai ujian
akhir (variabel dependen) para siswanya. Meskipun demikian, sesungguhnya hubungan
antara kedua variabel independen dengan variabel dependen bersifat tidak langsung.
Artinya ada beberapa variabel moderator (intervening) yang juga perlu
dipertimbangkan. Namun, mengingat kompleksitas variabel yang ada dan rumitnya
analisis statistik yang harus dipakai (yakni menggunakan path analysis), maka
nampaknya sudah memenuhi syarat jika kedua variabel di atas dihubungkan secara
langsung dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi ganda.

Penelitian mengenai kualifikasi akademik guru madrasah menjadi semakin penting


seiring dengan telah ditetapkannya RUU Tentang Guru dan Dosen, menjadi UU No. 14
Tahun 2005. Mengingat di antara persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang guru
sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2005 adalah memiliki kualifikasi akademik yang
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (Bab
IV, Pasal 8 dan 9) dan memiliki sertifikat pendidik (Bab IV, Pasal 8 dan 11). Namun
demikian, khusus terkait dengan persyaratan kualifikasi akademik, pada tataran
empirisnya belum sepenuhnya dimiliki oleh guru-guru di lembaga pendidikan madrasah
(MI, MTs dan MA), baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Pemetaan ini sangat mutlak dilakukan sebagai dasar pijakan dalam
pengambilan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah

Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa rumusan
masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana peta atau sebaran kualifikasi
akademik guru-guru madrasah negeri dan swasta se DIY serta perbedaan di antara
kedua status madrasah tersebut, baik pada jenjang pendidikan MI, MTs maupun MA?,
(2) Berapa besar anggaran penerimaan keuangan madrasah negeri maupun swasta se-
DIY serta perbedaan di antara kedua status madrasah tersebut, baik pada jenjang
pendidikan MI, MTs maupun MA?, (3) Berapakah nilai rata-rata ujian akhir yang
dicapai oleh para siswa madrasah negeri dan swasta se DIY serta perbedaan di antara
kedua status madrasah tersebut, baik pada jenjang pendidikan MI, MTs maupun MA?,
(4) Bagaimana pengaruh kualifikasi akademik guru dan besarnya penerimaan keuangan
terhadap nilai rata-rata ujian akhir yang dicapai oleh madrasah negeri dan swasta se

3
DIY, baik pada jenjang pendidikan MI, MTs maupun MA, secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama?

Diharapkan, penelitian ini bisa berguna sebagai dasar pengambilan keputusan


(kebijakan) yang akan diambil oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kualifikasi
akademik guru-guru madrasah se-DIY sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 14
Tahun 2005.

II. Landasan Teori

Penelitian di bidang pendidikan adalah penelitian sistemik, artinya kegiatan


pendidikan merupakan serangkaian proses yang melibatkan berbagai komponen sebagai
faktor-faktor penentu keberhasilannya. Itulah mengapa dalam keilmuan pendidikan
dikenal adanya ilmu pendidikan sistematis (Sutari Imam Barnadib, 1993), yakni ilmu
pendidikan yang mencoba membahas secara mendalam beberapa komponen atau faktor
yang mempengaruhi tercapai tidaknya tujuan pendidikan. Menurut Sutari (1993; 35)
setidaknya ada 5 komponen atau faktor yang terlibat dalam proses pendidikan, yaitu (1)
faktor tujuan, (2) faktor pendidik, (3) faktor anak atau peserta didik, (4) faktor alat-alat
atau sarana, dan (5) faktor alam sekitar atau millieu.

Kelima faktor tersebut berhubungan satu sama lain dan saling melengkapi dalam
rangka tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Dengan demikian, dalam
bahasa penelitian, sebenarnya faktor atau komponen tujuanlah yang menjadi variabel
dependen, sedangkan faktor-faktor lainnya berperan sebagai variabel independen atau
prediktor. Untuk kepentingan penelitian ini, peneliti hanya membatasai 3 faktor atau
komponen pendidikan sebagai variabel yang akan diteliti, yaitu faktor tujuan, pendidik
dan sarana. Ketiga komponen tersebut akan dilihat baik secara deskriptif maupun tata
hubungan di antara ketiganya.

Tujuan pendidikan adalah sasaran yang ingin dicapai melalui proses atau kegiatan
pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan amat tergantung kepada filosofi pendidikan
yang dianut oleh suatu negara atau bahkan agama tertentu. Secara hirarkis, tujuan
penidikan bisa digolongkan menjadi tujuan umum, khusus, seketika, sementara, tidak
lengkap dan perantara (MJ Langeveld, dikutip Sutari, 1993; 49-50). Sementara, Crow &
Crow (1988; 11-30) membagi tujuan pendidikan menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus.

4
Tujuan umum pendidikan adalah melaksanakan, mewujudkan dan memelihara
perkembangan cita-cita kehidupan suatu bangsa dengan cara mengarahkan pengalaman
peserta didik untuk mencapai cita-cita tersebut. Dalam konteks ke-Indonesiaan, tujuan
ini disebut dengan tujuan pendidikan nasioanl. Upaya untuk mencapai tujuan umum
tersebut tidak bisa dilaksanakan secara sekaligus tetapi melalui tahapan-tahapan tertentu
sesuai dengan perkembangan peserta didik. Inilah yang disebut dengan tujuan khusus
atau tujuan institusional, yang pada dasarnya dibagi sesuai dengan jenjang pendidikan
sejak TK, SD, SLTP, SLTA, PT dan pendidikan berkelanjutan.

Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan (khusus) pendidikan di masing-masing


jenjang pendidikan tersebut maka perlu dilakukan pengukuran. Itulah mengapa di setiap
jenjang pendidikan dilaksanakan apa yang disebut dengan evaluasi akhir untuk
mengetahui apakah peserta didik telah lulus tau gagal dari lembaga pendidikan tersebut.
Evaluasi akhir ini dahulu dikenal dengan EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasioanal) yang diselenggarakan secara serentak dan seragam di seluruh Indonesia.
Sekarang ini, istilah Ebtanas dirubah menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Nilai yang
diperoleh peserta didik setelah mengikuti Ebtanas maupun ujian akhir pada gilirannya
menentukan apakah dia lulus atau tidak. Kriteria kelulusan ditentukan secara nasional
dengan apa yang disebut dengan standar kelulusan.

Lepas dari pro kontra mengenai ekses negatif dari ujian akhir, yang jelas nilai rata-
rata ujian akhir yang diperoleh oleh para peserta didik di sebuah sekolah atau madrasah
bisa menjadi salah satu indikator dari kualitas lembaga pendidikan tersebut secara
nasional. Di sinilah letak hubungan antara kualitas lembaga pendidikan dan nilai ujian
akhir. Memang benar, bahwa kualitas madrasah tidak hanya ditentukan oleh nilai ujian
akhir para peserta didiknya, masih banyak indikator yang lebih penting, yakni
sejauhmana para alumninya (out come) terserap dalam sektor lapangan kerja, berkiprah
di masyarakat atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun
demikian, untuk melihat semua itu diperlukan penelitian evaluasi yang mendalam yang
tidak mungkin dikerjakan dalam waktu singkat.

Selanjutnya, faktor pendidikan yang cukup dominan dan berperan dalam


mempengaruhi ketercapaian tujuan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan adalah
tenaga pendidik atau guru. Itulah mengapa guru diharuskan memiliki seperangkat

5
kompetensi sebagai prasyarat yang tidak bisa ditawar-tawar. Dalam Undang-Undang No
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa “Guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional” (Pasal 8).
“Kualifikaksi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat” (pasal 9). Sementara dalam
pasal 10, disebutkan bahwa “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
meliputi kompetensi pedagosik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competency” yang berarti “kecakapan atau
kemampuan” dan juga bisa berarti “legal authority” atau kewenangan resmi. Menurut
Laurence J Peter (1975), “competency is usually understood to mean possesing the
required knowledge, skill and ability to perform a task adequately” (kompetensi
biasanya difahami sebagai dimilikinya pengetahuan, keterampilan dan kecakapan yang
dipersyaratkan untuk melakukan suatu tugas secara memadai). Dengan demikian,
kompetensi guru berarti sikap, pengetahuan, keterampilan dan kecakapan yang harus
dimiliki oleh seorang guru untuk melakukan tugas-tugas profesinya dengan baik.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai kriteria perumusan dan indikator-
indikator kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Perbedaan tersebut
disebabkan adanya perbedaan penekanan dalam melihat hakikat guru, tanggung jawab
dan peran guru. Berdasarkan sudut pandang tersebut, T Raka Joni (1992) menyatakan
bahwa hakikat guru mencakup 8 hal yang meliputi peran, tugas dan kewajiban guru,
yaitu: (a) Guru merupakan agen perubahan. (b) Guru berperan sebagai pemimpin dan
pendukung nilai-nilai masyarakat. (c) Guru memahami karakteristik unik dan berupaya
memenuhi kebutuhan pendidikan apa yang bersifat khusus dari masing-masing peserta
didik yang memiliki minat dan potensi yang perlu diwujudkan secara optimal. (d)
Sebagai fasilitator pembelajaran, guru menciptakan kondisi yang merangsang dan
menyediakan kemudahan bagi subjek didik untuk belajar. (e) Guru bertanggung jawab
atas tercapainya hasil belajar subjek didik. (f) Pendidik tenaga kependidikan dituntut
menjadi contoh dalam proses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek
didik. (g) Guru bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus
meningkatkan kemampuannya, dan (h) Guru menjunjung tinggi kode etik profesi.

6
Kriteria lain untuk merumuskan kompetensi guru adalah berdasarkan pendekatan
ciri atau karakteristik “guru yang baik atau efektif” atau good or effective teacher.
Pendekatan ini dikemukakan oleh Combs seperti dikutip oleh Laurence (1975: 3).
Assumsi teoritis yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa pengajaran yang baik
(good teaching) ditentukan oleh sejauhmana guru memiliki kriteria atau karakteristik
guru yang baik (good teacher). Dengan kata lain, pengajaran yang baik ditentukan oleh
guru yang baik. Berdasarkan pendekatan ini, Combs merumuskan kriteria guru yang
baik, yaitu:

a. Know his/her subject (mengetahui mata pelajaran yang menjadi bidangnya).


b. Know much about related subjects (banyak mengetahui mata pelajaran-mata
pelajaran lain yang terkait).
c. Be adaptable to new knowledge (bisa menyesuaikan dengan pengetahuan
baru).
d. Understand the process of becoming (memahami proses untuk “menjadi”).
e. Recognize individual differences (mengenal perbedaan-perbedaan individual
peserta didiknya).
f. Be a good communicator (mampu menjadi seorang komunikator yang baik).
g. Develop on an inquiring mind (mengembangkan pikiran untuk selalu ingin
tahu).
h. Be available (bersedia melaksanakan tugasnya).
i. Be commited (memiliki komitmen untuk menjalankan tugasnya).
j. Be enthusiatic (bersikap antusias).
k. Have a sense of humor (memiliki rasa humor).
l. Have humility (memiliki sikap rendah hati).
m. Cherish his own individuality (menghargai kepribadiannya sendiri).
n. Have conviction (memiliki keyakinan dan pendirian).

Sementara itu, Stern -sebagaimana diungkapkan oleh Laurence (1975)- telah


mengadakan review terhadap 34 hasil penelitian yang berkaitan dengan teacher
effectiveness. Kesimpulan Stern adalah bahwa pola-pola pembelajaran yang baik dan
efektif ditandai dengan adanya guru yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Willingness to be flexible (berkeinginan untuk bersikap lentur, tidak kaku).


b. Ability to perceive from the student’s point of view (mampu menerima
pandangan/pendapat siswa).
c. Ability to personalize teaching (mampu mempersonalisasikan pengajaran).
d. Willingness to experiment (berkemauan untuk mengadakan eksperimen).
e. Skill in questioning (terampil dalam bertanya atau membuat pertanyaan).
f. Knowlegde of subject matter (mengetahui bidang studinya).
g. Provision of well-established examination procedures (menggunakan
prosedur pengujian yang mapan dan baik).
h. Provision of definite study aids (memberikan bantuan belajar yang tepat).

7
i. Reflection of a supportive and appreciative attitude (merefleksikan sikap
yang suportif dan menghargai).
j. Use of conversational manner in teaching (menggunakan sarana percakapan
dalam mengajar).

Penelitian ini tidak akan mengukur kompetensi guru, tetapi hanya ingin melihat
gambaran umum tentang kualifikasi akademik guru-guru madrasah se DIY dan
pengaruhnya terhadap pencapaian nilai ujian akhir yang diperoleh para peserta
didiknya.

Secara teoritis, faktor sarana pendidikan juga sangat menunjang dan berpengaruh
terhadap kualitas pendidikan. Ketersediaan sarana yang ada di sebuah madrasah tentu
amat tergantung dengan sumber pendapatan/penerimaan keuangannya. Secara hipotesis
akan nampak perbedaan mencolok dalam hal anggaran pendidikan antara madrasah
negeri dan swasta. Hal ini karena madrasah negeri mendapat sokongan dana dan
fasisiltas secara penuh dari pemerintah, sementara madrasah swasta lebih banyak
membiayai sendiri seluruh kegiatan dan proses pendidikannya daripada mengandalkan
bantuan pemerintah. Namun demikian, apakah perbedaan tersebut juga mempengaruhi
perbedaan nilai ujian akhir antara madrasah negeri dan swasta? Itulah yang akan dikaji
melalui penelitian ini.

Secara paradigmatik, tata hubungan antara beberapa variabel yang menjadi kajian
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

X1
X1 = Kualifikasi Akademik Guru
Y X2 = Besarnya Anggaran Penerimaan
Madrasah
X2 Y = Nilai ujian akhir

Dari paradigma seperti di atas, selanjutnya bisa dirumuskan beberapa hipotesis


penelitian, yaitu: (a) ada perbedaan kualifikasi akademik guru madrasah antara
madrasah yang bersatus negeri dan swasta, baik pada jenjang MI, MTs maupun MA di
Daerah Istimewa Yogyakarta, (b) ada perbedaan besarnya anggaran penerimaan
madrasah antara yang bersatus negeri dan swasta, baik pada jenjang MI, MTs maupun
MA di Daerah Istimewa Yogyakarta, (c) ada perbedaan nilai rata-rata ujian akhir yang
diperoleh para siswa madrasah antara yang bersatus negeri dan swasta, baik pada
jenjang MI, MTs maupun MA di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan (d) kualifikasi

8
akademik guru dan besarnya anggaran penerimaan madrasah berhubungan secara
signifikan terhadap nilai rata-rata ujian akhir yang diperoleh para siswa madrasah di
Daerah Istimewa Yogyakarta, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

III. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam peneitian ini adalah penedekatan
kuantitatif. Sedangkan jenis penelitiannya adalah penelitian komparatif dan korelatif.
Penelitian komparatif dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan beberapa variabel
penelitian antara madrasah negeri dan swasta. Sementara penelitian korelatif berusaha
untuk melihat hubungan (pengaruh) antara beberapa variabel independen dengan satu
variabel dependen. Dalam hal ini yang menjadi variabel independennya adalah (a)
kuaifikasi akademik guru, dan (b) besarnya anggaran penerimaan madrasah. Sedangkan
variabel dependennya adalah nilai-nilai rata-rata ujian akhir yang diperoleh oleh para
siswa madrasah yang pada hakikatnya merupakan salah satu indikator dari kualitas atau
mutu madrasah.

2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian populatif karena semua madrasah yang terdapat
di DIY akan dijadikan sebagai objek penelitian. Mengingat banyaknya madrasah yang
ada di DIY, maka peneliti meminta bantuan kepada Kantor Wilayah Departemen Agama
Propinsi DIY agar diperkenankan untuk mengakses data yang dimilikinya. Oleh karena
itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengandalkan
dokumentasi. Adapun sumber data penelitian ini berupa data statistik yang dikeluarkan
oleh Kantor Wilayah Depatemen Agama Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Pemaparan dan Analisis Data

Semua data dalam penelitian ini akan dipaparkan baik dalam bentuk tabel maupun
ukuran pemusatan data (statitik deskriptif), yang meliputi rata-rata, standar deviasi, dan
range. Sementara analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik, dengan ketentuan sebagai berikut; (a) untuk uji hipotesis yang bersifat
komparatif, digunakan uji staitistik dengan menggunakan “rumus t”, dan anova atau

9
analysis of variance (b) sedangkan uji hipotesis yang bersifat korelatif, digunakan uji
statistik dengan menggunakan rumus “regresi ganda”.

Namun demikian, sebelum dilakukan uji statistik, tentunya perlu dilakukan uji
prasyarat analisis terlebih dahulu, seperti uji normalitas sebaran data, uji nir-korelasi
antar variabel independen dan uji linearitas garis regresi. Sedangkan untuk memaparkan
data maupun menganailis data penelitian ini, peneliti akan menggunakan bantuan
perangkat lunak (program komputer) SPSS versi 11.

IV. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Madrasah di DIY

Di propinsi DIY terdapat 266 madrasah yang secara rinci dapat dilihat dalam tabel
berikut:

Tabel 1: Gambaran Umum Madrasah Di DIY


MI MTs MA
Kabupaten/Kota
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
Kota Yogyakarta 1 1 1 6 2 5
Sleman 2 15 10 7 5 5
Bantul 3 23 8 13 3 4
Kulon Progo 2 24 6 6 3 2
Gunung Kidul 11 64 9 19 1 4
Sub Jumlah 19 127 34 51 14 21
% 13% 87% 40% 60% 40% 60%
Sub Jumlah 146 85 34
Jumlah
266
Keseluruhan
Sumber; Diolah dari data Kanwil Departemen Agama DIY tahun 2004

Dari tabel tersebut nampak bahwa jumlah madrasah swasta lebih banyak daripada
jumlah madrasah negeri dengan perbandingan 199: 67 atau 75% : 25 %. Fenomena ini
ternyata ditemukan hampir di setiap kota dan kabupaten di wilayah DIY. Perbandingan
menyolok terjadi pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah. Jumlah MI yang berstatus negeri
adalah 19 MI atau 13 %, sedangkan jumlah MI yang berstatus swasta adalah 127 MI
atau 87 %. Sementara, pada jenjang MTs dan MA, proporsi antara madrasah yang
berstatus negeri dengan swasta adalah 40 %: 60 %. Fenomana banyaknya madrasah
yang berstatus swasta di DIY ini sekaigus menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat
Islam DIY dalam pendirian lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah cukup tinggi.
Hal ini karena masyarakatlah yang menyelenggarakan pendidikan, sementara pihak

10
pemerintah yang dalam hal ini diwakili Departemen Agama hanya berperan sebagai
pembina secara administratif.

Grafik 1: Perbandingan Status Madrasah

140
127

120

100

80
Negeri
Swasta

60 51

34
40

19 21
14
20

0
MI MTs MA

2. Peta Kualifikasi Akademik Guru Madrasah di DIY

Jumlah seluruh guru Madrasah di DIY pada tahun 2004 adalah 4.194 orang guru,
yang rinciannya bisa dilihat dalam tabel berikut;

Tabel 2: Gambaran Umum Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Di DIY


MI MTs MA
Kabupaten/Kota Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
<S1 >S1 <S1 >S1 <S1 >S1 <S1 >S1 <S1 >S1 <S1 >S1
Kota Yogyakarta 13 3 12 9 16 18 62 70 81 5 31 126
Sleman 16 13 134 43 83 219 37 64 15 166 75 90
Bantul 25 15 149 55 100 150 74 139 41 106 20 97
Kulon Progo 24 4 152 37 43 81 24 28 12 94 14 22
Gunung Kidul 160 37 467 71 79 149 110 105 11 24 21 53
Sub Jumlah 238 72 914 215 321 617 307 406 160 395 161 388
% 77% 23% 81% 19% 34% 66% 43% 57% 29% 71% 29% 71%
Sub Jumlah 310 1129 938 713 555 549
Jumlah Keseluruhan 4194
Sumber; Diolah dari data Kanwil Departemen Agama DIY tahun 2004

Kemudian, jika dilihat dari tingkat pendidikan para guru madrasah, maka nampak
bahwa 2.336 orang guru (56 %) masih berpendidikan di bawah S1. Mereka pada
umumnya masih berpendidikan SLTA, Diploma 1 sampai dengan Diploma 3.
Sementara, para guru yang berpendidikan S1 atau lebih berjumlah 1.854 orang guru (44
%). Fenomana ini tentu mengindikasikan bahwa guru madrasah masih banyak yang

11
belum memenuhi syarat sebagai pendidik sebagaimana diatur dalam UU Guru dan
Dosen.

Grafik 1: Kualifikasi Akademik Guru Madrasah di DIY

1000
914
900

800

700

617
600

500 Pendidikan kurang dari S1


Pendidikan S1 atau lebih

406

395

388
400
321

307

300
238

215

161
160
200
72

100

0
MI Negeri MI Swasta MTs Negeri MTs Swasta MA Negeri MA Swasta

Sementara, jika kualifikasi akademik guru diperbandingkan antara madrasah negeri


dan madrasah swasta, maka akan nampak dalam tabel berikut ini;

Tabel 3: Perbandingan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Negeri dan Swasta Di DIY
Kualifikasi Akademik
Status Madrasah Jumlah
Kurang S1 S1 lebih
Madrasah Negeri 968 835 1803

Madrasah Swasta 1382 1009 2391

Jumlah 2350 1844 4194

Data tentang kualifikasi akademik guru madrasah tersebut di atas sebenarnya


berasal dari data ordinal, (yakni dari SLTA sampai dengan S1) yang kemudian diubah
menjadi data nominal (kurang dari S1 dan S1). Sedangkan untuk kepentingan analisis
regresi, maka data tentang kualifikasi akademik guru madrasah di DIY yang tadinya
bersifat ordinal (bertingkat) diubah lagi menjadi data interval atau rasio dalam bentuk
proporsi jumlah guru yang berpendidikan S1 dengan jumlah keseluruhan guru dalam
suatu madrasah, atau dengan rumus:

12
n≡
∑S1 n
∑ S1
= Proporsi kualitas akademik di suatu madrasah
= Jumlah guru yang berpendidikan S1

N N = Jumlah keseluruhan guru di suatu madrasah

Perubahan sifat data ini secara statitistik tidak mengubah substansi data itu sendiri.
Hal ini dilakukan karena, variabel independen dalam analisis regresi sebaiknya berupa
data interval atau rasio. Mengenai data lengkap tentang kualifikasi akademik guru
madrasah ini dapat dilihat dalam tabel induk yang dilampirkan dalam tulisan ini.

Langkah selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis pertama yaitu ada perbedaan
kualifikasi akademik guru madrasah antara madrasah yang bersatus negeri dan swasta.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan rumus t. diketahui hasilnya sebagai
berikut:

Tabel 4: Out Put SPSS Uji Tentang Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Negeri dan Swasta Di DIY
Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
95% Confidence
Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the
F Sig. T df Difference
tailed) Difference Difference
Lower Upper
Equal
0
variances 1,19 0,28 58 0,376 16,8667 18,92004 21,0059 54,7392
,89
assumed
Jumlah
Guru Equal
variances 0 47,5
0,377 16,8667 18,92004 21,1846 54,918
not ,89 2
assumed

Dari ouput SPSS tersebut di atas, nampak bahwa dengan asumsi varian sama maka
hasil perhitungan t. adalah 0,89 dengan nilai probablitias 0,376. Karena probablitias
jauh di atas 0,05 maka hipotesis di atas ditolak. Artinya, tidak ada perbedaan
kualifikasi akademik yang signifikan antara guru madsarah negeri dan swasta.

13
3. Anggaran Penerimaan Madrasah

Berdasarkan data yang ada, dapat diketahui bahwa pada tahun 2004 yang lalu,
semua madrasah di wilayah propinsi DIY telah memperoleh pemasukan dari berbagai
sumber anggaran, baik dari pemerintah maupun dari usaha madrasah itu sendiri. Terkait
dengan sumber dana ini, nampaknya madrasah yang berstatus negeri lebih mudah
mendapatkan pemasukan daripada madrasah yang berstatus sswasta. Pada sisi yang lain,
sejumlah madrasah swasta juga ada yang nampaknya mempunyai anggaran penerimaan
yang besar, tetapi ternyata sebagian besar merupakan gaji bagi guru yang berstatus PNS
yang diperbantukan di madrasah yang bersangkutan. Secara total, jumlah anggaran yang
diterima oleh 266 madrasah di DIY pada tahun 2004-2005 adalah sebesar Rp
48.593.560.823,- (empat puluh delapan milyar lima ratus sembilan puluh tiga juta lima
ratus enam pulun ribu delapan ratus dua puluh tiga rupiah) yang berarti rata-rata setiap
madrasah memperoleh anggaran penerimaan sebesar Rp 182.682.559,- (seratus delapan
puluh dua juta enam ratus delapan puluh dua ribu lima ratus lima puluh sembilan
rupiah)

Angka rata-rata tersebut tentu bisa menyesatkan mengingat range, atau jarak antara
anggaran terbesar dengan yang paling rendah sangat jauh kesenjangannya. Anggaran
penerimaan terbesar sebanyak Rp 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta
rupiah) yang diterima oleh MAN Yogyakarta III, sementara anggaran penerimaan
terendah adalah Rp. 1.161.000, (satu juta seratus enam puluh satu ribu rupiah) yang
diterima oleh MIS Ma’arif Gerjen di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, untuk
mengetahui deskripsi anggaran penerimaan madrasah sebaiknya digunakan ukuran
pemusatan data yang lain, yaitu median (nilai tengah) dan modus (yang terbanyak
frekuensinya). Median data tersebut adalah Rp. 34.838.750,- sedangkan modusnya
adalah sebesar Rp 194.000.000,- Berikut ini tabel tentang anggaran penerimaan
madrasah di DIY.

Tabel 5: Rata-Rata Anggaran Penerimaan Madrasah Negeri dan Swasta Di DIY Tahun 2004-2005
Rincian Rata-Rata Setiap Jenjang
Status Besar Rata-Rata
Madrasah
Madrasah Anggaran Total
MI MTs MA
6.191.000.000 540.164.179 413.000.000 494.029.41
Negeri 824.785.714
2
Swasta 12.402.560.823 62.324.426 43.730.675 75.546.511 142.661.574

14
Grafik 3: Perbandingan Anggaran Penerimaan Madrasah

824.785.714
900.000.000

800.000.000

700.000.000

494.029.412
600.000.000
413.000.000

500.000.000 Negeri
Swasta
400.000.000

300.000.000

142.661.574
200.000.000 75.546.511
43.730.675

100.000.000

0
MI MTs MA

Dari tabel dan grafik di atas, sebenarnya sudah dapat diketahui adanya perbedaan
anggaran yang diterima oleh madrasah negeri dan swasta. Namun, secara statistik hal
tersebut belum cukup sehingga perlu dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji
“t”. Untuk itulah, pada bagian ini, peneliti akan menguji hipotesis yang kedua, yaitu
ada perbedaan besarnya anggaran penerimaan madrasah antara yang bersatus negeri
dan swasta. Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS dapat dilihat dalam tabel
berikut:

Group Statistics
Satus N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Anggaran Negeri 67 540.164.179 247421934,777 30227400,293
Tahunan

Swasta 199 62.324.426 114916184,735 8146192,351

Independent Samples Test

15
Levene's Test for
Equality of
t-test for Equality of Means
Variances

Sig. (2- Mean Std. Error 95% Confidence Interval of


F Sig. t df the Difference
tailed) Difference Difference
Lower Upper
Equal
variances 31,963 ,000 21,30 264 ,000 477838705,73 22426015,024 433682095,26 521995316,19
Anggaran assumed
Tahunan Equal
variances not 15,2675,80 ,000 477838705,73 31305848,947 415485067,76 540192343,70
assumed

Dari ouput SPSS tersebut di atas, nampak bahwa dengan asumsi varian sama maka
hasil perhitungan t. adalah 21,30 dengan nilai probablitias 0,00. Karena probabilitias
jauh bawah 0,05 maka hipotesis di atas diterima. Artinya, ada perbedaan besarnya
anggaran penerimaan madrasah yang signifikan antara madrasah yang bersatus
negeri dan swasta.

4. Nilai Ujian Akhir

Nilai ujian akhir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai yang
diperoleh siswa madrasah dalam mengikuti ujian akhir sebagai syarat kelulusan. Dari
data yang ada, ternyata untuk jenjang Madrasah Ibtidaiyah, nilai ujian akhir diperoleh
dari rata-rata nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) tahun 2004 yang merupakan rata-rata
kumulatif dari 13 mata pelajaran yang diujikan dalam UAS. Ketiga belas mata pelajaran
tersebut adalah al-Qur'an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqih, Bahasa Arab, SKI, PPKn,
Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Keterampilan, Olah Raga/Kesehatan, dan
Muatan Lokal.

Sementara untuk jenjang Madrasah Tsanawiyah, nilai ujian akhir diperoleh dari
rata-rata nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) MTs tahun 2004 yang merupakan rata-rata
kumulatif dari 6 (enam) mata pelajaran yang diujikan dalam UAN. Keenam mata
pelajaran tersebut adalah PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS.
Sebenarnya, disamping data dari UAN, tersedia pula data rata-rata UAS MTs, yang
berarti para siswa MTs juga diharuskan mengikuti Ujian Akhir Sekolah disamping harus
mengikuti UAN. Berdasarkan pengamatan sepintas yang belum diuji secara statistik,
nampaknya nilai rata-rata UAS lebih besar daripada nilai UAN. Untuk kepentingan
penelitian ini, peneliti mengambil data dari UAN karena dipandang lebih “murni”.

16
Sedangkan untuk jenjang Madrasah Aliyah, data nilai ujian akhir berasal dari nilai
rata-rata Ebtanas MA tahun 204 yang merupakan rata-rata kumulatif dari beberapa mata
pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas. Jumlah dan jenis mata pelajaran yang diujikan
berbeda antara satu jurusan dengan jurusan yang lain. Untuk jurusan IPA, ada 13 mata
pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas, yaitu al-Qur'an-Hadits, Fiqih, Bahasa Arab,
SKI, PPKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Mateatika, Fisika, Biologi, Kimia,
Sejarah dan Penjaskes. Sedangkan untuk jurusan IPS, mata pelajaran yang diujikan
dalam Ebtanas adalah al-Qur'an-Hadits, Fiqih, Bahasa Arab, SKI, PPKn, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Sejarah, Antropologi, Sosiologi, Tata Negara dan
Penjaskes. Adapun untuk jurusan Bahasa, mata pelajaran yang diujikan adalah al-
Qur'an-Hadits, Fiqih, Aqidah-Akhlak, SKI, PPKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab,
Bahasa Inggris, Sejarah, Sastra & Budaya, Sejarah Budaya, Bahasa Asing lainnya dan
Penjaskes. Untuk jurusan MAK, ada 12 mata pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas,
yaitu al-Qur'an-Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Tafsir, Hadits, Aqidah-Akhlak, Bahasa Arab,
SKI, PPKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Antropologi.

Tidak semua MA di DIY memiliki empat jurusan sekaligus, hanya MAN I


Yogyakarta yang memiliki lengkap empat jurusan. Sebagian MA memiliki lebih dari
satu jurusan dan kebanyakan MA hanya memiliki satu jurusan. Oleh karena itu, untuk
kepentingan penelitian ini, data nilai ujian akhir untuk MA yang memiliki lebih dari
satu jurusan diambil dari jumlah kumulatif nilai rata-rata Ebtanas dibagi dengan jumlah
jurusan yang ada. Sementara untuk MA yang hanya memiliki satu jurusan, maka nilai
Ebtanas yang ada langsung dipakai sebagai data penelitian.Berikut ini gambaran tentang
niai ujian akhir dari 35 MA yang ada di DIY.

Tabel 6: Rata-Rata Nilai Ujian Akhir Madrasah Aliyah Di DIY Tahun 2004
Jurusan Data
Nama MA
IPA IPS Bahasa MAK Dipakai
MAN 2 Wates Kulon Progo 5,58 5,02 5,3
MAN Wates I Kulon Progo 5,58 5,15 5,365
MAN I Kalibawang 5,34 5,57 5,455
MAN Gandekan Bantul 6,45 6,25 6,35
MAN Sabdodadi Bantul 5,74 7,01 6,38
MAN Wonokromo Bantul 5,75 5,83 5,37 5,65
MAN Wonosari GK 5,25 5,85 5,55
MAN Godean 6,22 6,14 6,18
MAN Yogyakarta III 6,4 6,48 6,44
MAN Maguwoharjo 6,25 6,65 6,45

17
Jurusan Data
Nama MA
IPA IPS Bahasa MAK Dipakai
MAN 2 Wates Kulon Progo 5,58 5,02 5,3
MAN Tempel 7,04 6,18 6,61
MAN Pakem Sleman 6,55 6,45 6,5
MAN I Yogyakarta 6,58 6,65 6,63 6,12 6,50
MAN 2 Yogyakarta 5,05 5,2 5,15 5,13
MA Darul Ulum Galur 5,15 5,15
MA Al-Islami Pandaan Kalibawang 5,19 5,19
MA As-Syifa Babanglipuro 4,9 4,9
MA Ummatan Wasathan Imogiri 5,9 5,9
MA Ma'had An-Nur Ngrukem 6,39 5,65 5,88 5,97
MA Ali Maksum Krapyak 6,29 6,28 6,6 6,39
MA AL-Hikmah Karangmojo 5,2 6,67 5,935
MA Al-I'tisham 7,15 7,15
MA YAPPI Gubuk Rubuh Playen 6,29 6,29
MA Al-I'anah Playen 7,17 7,17
MA Lab Fak Tarbiyah UIN 6,08 6,27 6,175
MA Wahid Hasyim Gaten CC 6,27 6,08 6,175
MA Ibnul Qayyim 6,08 6,15 6,115
MA Raden Fatah Prambanan 5,57 5,57
MA Sunan Pandanaran Ngaglik 6,35 6,15 6,25
MA Raudlatul Muttaqien
MA Nurul Ummah Kotagede 6,25 6,25
MA Yayasan Masyithah Ngampilan 5,25 5,12 5,185
MA Muallimat 5,35 5,34 5,345
MA Muallimin 6,86 6,78 6,46 6,7
MA Muhammadiyah Gedongtengen 0 4,82 4,82
Rata-Rata 5,7526 5,99 5,7 6,105 5,955

Sedangkan nilai rata-rata ujian akhir dari seluruh madrasah yang ada di DIY adalah
sebagai berikut:

Tabel 7: Rata-Rata Nilai Ujian Akhir Madrasah Di DIY Tahun 2004

MI MTs MA Rata-Rata Kumulatif

Negeri 6,879 6,286 5,99 6,385

Swasta 6,786 6,329 5,92 6,580

18
6,832 6,307 5,95
Rata-Rata Kumulatif 6,44
5 5 5

Dari tabel di atas, nampak bahwa rata-rata nilai ujian akhir dari seluruh madrasah
yang ada di DIY adalah 6,44 yang berarti masuk dalam kategori cukup apabila
digunakan penafsiran kualitatif terhadap nilai kuantitatif berskala 10. Bagaimanapun
juga, nilai rata-rata ujian akhir ini bisa dijadikan sebagai indikator kualitas madrasah di
DIY. Kemudian jika dilihat, nampak semakin tinggi jenjang madrasah,maka semakin
rendah nilai rata-rata ujian akhirnya. Pada sisi yang lain, berdasarkan data yang ada
semakin tinggi jenjang madrasah maka semakin besar anggaran rata-rata anggaran yang
diterimanya. Fenomena ini sangat ironis, mengingat secara teoritis semakin besar
anggaran pendidikan diharapkan semakin baik kualitas pendidikannya. Namun
demikian, apakah fenomena ini bisa dibuktikan secara statistik? Jawabannya bisa dilihat
dari hasil analisis regresi yang akan dibahas nanti.

Selanjutnya, peneliti akan melakukan uji hipotesis penelitian yang ketiga yaitu ada
perbedaan nilai rata-rata ujian akhir yang diperoleh para siswa madrasah antara yang
bersatus negeri dan swasta, baik pada jenjang MI, MTs maupun MA di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dari perhitungan statistik dengan menggunakan t. test, dapat dilihat
hasilnya sebagai berikut;

Group Statistics
Std.
Rata-Rata Nilai Ujian Satus N Mean Deviati Std. Error Mean
Akhir on
Negeri 65 6,3958 ,59060 ,07326
Swasta 192 6,5804 ,68182 ,04921

Independent Samples Test

19
Levene's Test
for Equality t-test for Equality of Means
of Variances
95% Confidence
Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the
F Sig. t df
tailed) Difference Difference Difference
Lower Upper
Equal
Rata- variances 1,936 ,165 -1,948 255 ,053 -,1845 ,09473 -,37107 ,00203
Rata assumed
Nilai Equal
Ujian variances
-2,091 126,17 ,039 -,1845 ,08825 -,35915 -,00988
Akhir not
assumed

Dari ouput SPSS tersebut di atas, nampak bahwa dengan asumsi varian sama maka
hasil perhitungan t. adalah -1,948 dengan nilai probablitias 0,53. Karena probabilitias
lebih besar dari 0,05 maka hipotesis di atas ditolak. Artinya, tidak ada perbedaan nilai
rata-rata ujian akhir yang diperoleh para siswa madrasah antara yang bersatus
negeri dan swasta.

5. Hubungan kualifikasi Akademik Guru dan Anggaran Penerimaan


Madrasah dengan Nilai Rata-Rata Ujian Akhir

Pada bagian ini akan dicoba dilakukan analisis multivariat hubungan antara variabel
kualifikasi akademik dan anggaran penerimaan madrasah dengan variabel rata-rata nilai
ujian akhir. Analisis ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis keempat penelitian ini
yaitu, kualifikasi akademik guru dan besarnya anggaran penerimaan madrasah
berhubungan secara signifikan dengan nilai rata-rata ujian akhir.. Untuk menguji
hipotesis ini, akan digunakan analisis regresi ganda.

Idealnya, sebelum dilakukan analisis regresi perlu dilakukan uji prasyarat analisis
terlebih dahulu, yaitu uji normalitas sebaran data, uji linieritas dan uji homokedastisitas.
Namun untuk kepentingan pragmatis, uji prasyarat tidak dilakukan tetapi langsung
dilakukan analisis anova atau uji F yang berfungsi untuk melihat kelayakan tidaknya
analisis regresi digunakan untuk memprediksi variabel terikat. Dengan demikian, pada
hakikatnya baik uji F maupun uji prasyarat lainnya berfungsi sama, yakni melihat
apakah analisis regresi tepat untuk digunakan sebagai alat analisis hubungan antar
variabel atau tidak.

Dari perhitungan statistik dengan bantuan program SPSS, diketahui hasilnya


sebagai berikut;

20
Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square
Square the Estimate
1 ,370 ,137 ,128 ,61659
a Predictors: (Constant), Anggaran Penerimaan, Kualifikasi Akademik Guru

ANOVA
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
1 Regression 12,395 2 6,197 16,301 ,000
Residual 78,319 206 ,380
Total 90,714 208
a Predictors: (Constant), Anggaran Penerimaan, Kualifikasi Akademik Guru
b Dependent Variable: Rata-Rata Nilai Ujian Akhir

Coefficients
Unstandardi Standardize
zed d t Sig.
Model Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 6,960 ,088 79,526 ,000
Kualifikasi
Akademik -,902 ,173 -,342 -5,205 ,000
1
Guru
Anggaran
-2,294E-10 ,000 -,094 -1,438 ,152
Penerimaan
a Dependent Variable: Rata-Rata Nilai Ujian Akhir

Dari perhitungan di atas dapat diberikan beberapa interpretasi sebagai berikut:

a. Model Summary

• Angka R sebesar 0,37 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel


nilai rata-rata ujian akhir dengan 2 variabel bebasnya (kualifikasi
akademik dan anggaran penerimaan madrasah) adalah kurang kuat atau
tidak signifikan. Hal ini karena 0,37 lebih kecil dari 0,5. (Singgih
Santoso; 2002, p. 167).

• Angka R squere atau koefisien dterminasinya adalah 0,137 yang berarti


13,7 % dari variabel rata-rata nilai ujian akhir bisa diprediksikan atau
dijelaskan oleh variabel kualifikasi akademik guru dan variabel besarnya
anggaran yang diterima. Sedangkan sisanya (86,3 %) diprediksikan atau
“disebabkan” oleh variabel-variabel lain.

• Dengan demikian, hipotesis penelitian di atas ditolak, artinya kualifikasi


akademik guru dan besarnya anggaran penerimaan madrasah tidak

21
berhubungan secara signifikan dengan nilai rata-rata ujian akhir.
Kalaupun ada hubungan antara variabel kualifikasi akademik guru dan
besarnya anggaran penerimaan madrasah dengan variabel rata-rata nilai
ujian akhir, tetapi hubungan tersebut tidak signifikan.

b. Anova

• Dari uji Anova atau F test, diketahui F hitung adalah 16,301 dengan
tingkat signifikansi 0,000 jauh lebih kecil daripada 0,05, maka model
analisis regresi bisa dipakai untuk memprediksi variabel rata-rata nilai
ujian akhir. Dengan kata lain, variabel kualifikasi akademik guru dan
besarnya anggaran penerimaan madrasah secara bersama-sama
“mempengaruhi” rata-rata nilai ujian akhir walaupun tidak secara
signifikan.

c. Koefisien Regresi

• Persamaan regresinya adalah

Rata-rata Nilai Ujian Akhir (Y) = 6, 96-0,92x1 - 2,93x2

• Dari kolom sig (significant), diketahui bahwa variabel kualifikasi


akademik mempunyai angka signifikansi 0,000 yang jauh dibawah angka
0,05 yang berarti variabel kualifikasi akademik memang berpengaruh
terhadap variabel rata-rata nilai ujian akhir. Sementara, variabel anggaran
penerimaan mempunyai angka signifikansi 0,152 jauh di atas 0,05 yang
berarti sebenarnya variabel ini tidak berpengaruh terhadap variabel
rata-rata nilai ujian akhir.

6. Pembahasan

Dari perhitungan analisis regresi di atas, nampak bahwa nilai rata-rata ujian akhir
yang diperoleh siswa madrasah di seluruh DIY – yang dalam beberapa hal merupakan
indikator kualitas madrasah itu sendiri – ternyata kurang dipengaruhi oleh faktor
kualitas akademik guru dan anggaran penerimaan yang diterima oleh madrasah, padahal
secara teoritis kedua variabel tersebut seharusnya berpengaruh secara signifikan.
Temuan penelitian ini memang menolak (walaupun) tidak secara tegas konstruk teoritis
di atas. Setidaknya ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan kenyataan di atas.

22
a. Kualitas akademik guru madrasah hanya mempunyai potensi pengaruh
terhadap prestasi peserta didiknya (yang salah satunya ditunjukkan dengan
nilai hasil belajar) tetapi tidak berpengaruh secara langsung. Artinya, potensi
pengaruh kualifikasi akademik itu akan menjadi berubah menjadi nyata jika
guru yang bersangkutan mampu membuktikan kemampuannya dalam
mengelola KBM, dan tugas-tugas kependidikan lainnya. Dengan kata lain,
masih banyak variabel intervening yang menjembatani hubungan antara
variabel kualifikasi akademik guru dengan variabel prestasi peserta didiknya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan path analysis terhadap hubungan antara
variabel kulaifikasi akademik guru dengan variabel prestasi peserta didiknya
dengan memperhatikan sejumlah variabel intervening yang menjebatani
hubungan tersebut.

Pada sisi yang lain, sangat mungkin ditemukan guru-guru madrasah yang
walaupun berpendidikan sarjana tetapi bukan berasal dari Lembaga
Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang berdampak pada kurangnya
penguasaan metodologi pembelajaran di kalangan mereka. Sangat mungkin
juga ditemukan guru-guru madrasah yang mengajarkan mata pelajaran tidak
sesuai dengan bidang keahliannya.

b. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa besarnya anggaran penerimaan


tidak berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Padahal asumsi teoritis
mengatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
pendidikan adalah besarnya anggaran. Sesungguhnya, temuan penelitian ini
tidak serta merta membantah asumsi teoritis tersebut, karena ternyata sebagian
besar anggaran yang diterima oleh madrasah habis untuk membayar gaji guru
terutama yang berstatus PNS. Kenyataan tersebut tejadi baik di kalangan
madrasah yang berstatus negeri maupun swasta. Memang benar, bahwa
sebagian madrasah swasta ada yang memperoleh anggaran penerimaan ratusan
juta rupiah, tetapi anggaran tersebut sebagian besar ternyata digunakan untuk
membayar gaji guru PNS yang diperbantukan di madrasah tersebut.
Sementara, besarnya anggaran untuk penyediaan sarana prasarana
pembelajaran jauh lebih kecil.

23
Temuan menarik justeru pada tidak adanya perbedaan nilai rata-rata ujian
akhir antara madrasah swasta dan negeri, walaupun di antara kedua status
madrasah tersebut terjadi kesenjangan yang cukup jauh dalam besarnya
anggaran yang diterima. Fenomena ini cukup menarik dan bisa dijadikan
indikator bahwa madrasah swasta –dengan keterbatasan dana yang ada-
ternyata mampu bersaing dengan madrasah negeri. Pada sisi yang lain,
madrasah negeri telah kehilangan daya saingnya.

c. Temuan penelitian di atas sekaligus juga menyadarkan kita bahwa sangat tidak
memadai untuk memprediksi rata-rata nilai ujian akhir (sebagai salah satu
indikator kualitas pendidikan) hanya berdasarkan dua variabel. Kedua variabel
tersebut hanya mampu memprediksikan 13,7 % dari rata-rata nilai ujian,
semantara sisanya (86,3 %) belum diketahui penyebabnya. Oleh karena itu,
masih banyak variabel atau faktor yang berpengaruh terhadap nilai ujian akhir,
dan itu tidak diteliti dalam penelitian ini. Secara teoritik, faktor-faktor tersebut
bisa berupa intelegensi siswa, kualitas pembelajaran, kualitas instrumen
evaluasi, iklim akademik dan lain-lain.

d. Mengingat database dalam penelitian ini adalah data than 2004 yang lalu,
maka sangat mungkin sudah terjadi perubahan-perubahan data di sana-sini,
baik yang berkaitan dengan kualifikasi akademik guru (karena sangat mungkin
petanya sudah berubah), maupun anggaran yang diterima madrasah setelah
pemerintah memberikan bantuan berupa dana BOS (Bantuan Operasional
Sekolah).

V. Kesimpulan

Beradasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut;

a. Tidak terdapat perbedaan kualifikasi akademik guru yang signifikan antara


madrasah yang berstatus negeri dengan madrasah yang berstatus swasta di
DIY. Hal ini ditunjukkan dengan hasil t. test sebesar 0,89 dengan nilai
probablitias 0,376. yang jauh di atas 0,05.

b. Ada perbedaan besarnya anggaran yang diterima antara madrasah yang


berstatus negeri dengan madrasah yang berstatus swasta di DIY. Hal ini

24
ditunjukkan dengan hasil t. test 21,30 dengan nilai probablitias 0,00 yang jauh
di bawah 0,05

c. Tidak ada perbedaan nilai rata-rata ujian akhir yang diperoleh para siswa
madrasah antara yang bersatus negeri dan swasta, yang ditunjukkan oleh hasil
perhitungan t. test sebsesar -1,948 dengan nilai probablitias 0,53 yang jauh di
atas 0,05.

d. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kualifikasi akademik guru dan
besarnya anggaran penerimaan madrasah dengan nilai rata-rata ujian akhir..
Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi (R) sebesar 0,37 yang lebih kecil
dari 0,5.

Dari berbagai temuan penelitian di atas, peneliti mengajukan beberapa rekomendasi


sebagai berikut;

a. Dalam rangka mengantisipasi diterapkannya UU No 15 Tahun 2005 Tentang


Guru dan Dosen yang mensyaratkan seorang guru harus memiliki kualifikasi
akademik D4 atau S1 dan memiliki sertifikasi pendidik, maka perlu dirancang
secara seksama program penyeteraan dan sertifikasi yang benar-benar
membekali para guru dengan pengetahuan yang aplikatif dan berdaya guna bagi
peningkatan kualitasnya yang pada gilirannya bisa meningkatkan kualitas
peserta didik di lingkungan madrasah di propinsi DIY. Hal ini perlu dilakukan,
mengingat pertama, masih banyak guru madrasah di DIY yang belum
berpendidikan D4 atau sarjana, kedua, mereka belum berperan sebagai variabel
prediktor terhadap kualitas hasil belajar siswa.

b. Perlu dilakukan penelitian yang mendalam untuk mengetahui lebih jauh tentang
variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar siswa
madrasah di DIY

c. Di samping untuk kepentingan gaji guru, anggaran penerimaan madrasah perlu


ditingkatkan lagi untuk kepentingan sarana dan prasarana yang berorientasi pada
kualitas pembelajaran dan daya saing lulusan.

Daftar Pustaka

25
Allen, Marry J. & Yen Wendy M (1979). Introduction To Measurement Theory.
California: Wadsworth,Inc.

Amien, Moh (1995). Standar Kualifikasi Profesional Guru SD. Laporan Penelitian
Depdikbud Jakarta

Arikunto, Suharsimi (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

Buchori, Muchtar (1994). Penelitian Pendidikan Dan Pendidikan Islam. Jakarta: IKIP
Muhammadiyah Press.

Crow & Crow, (1988) Pengantar Ilmu Pendidikan, Edisi III. Yogyakarta; Rake Sarasin.

Dahlan, Jawad (1996). Upaya Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Melakukan


Evaluasi Hasil belajar Siswa pada Pendidikan Agama Islam Jurnal Penelitian
Pendidikan Dasar (Edisi Khusus Penelitian Tindakan). No.2 tahun I.

Hamalik, Oemar (1991). Pendidikan Guru; Konsep dan Strategi. Bandung: Bandar
Maju.

Imam Barnadib, Sutari, (1993) Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta,


Andi Offset.

Kaufman, Roger & Susan, Thomas (1980). Evaluation Without Fear. New York; New
Viewpoints.

Kerlinger Fred. N. (1996). Asas-Asas penelitian Behavioral (ed.3) (Terjemahan oleh


Landung R Simatupang). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Peter, J. Laurence (1975).Competencies For Teaching Teacher Education. Belmont


California: Wadsworth Publishing Company.

Sasmana, A. (1994). Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.

Santoso, Singgih, (2001) SPSS Versi 10, Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta; PT Elex Media Komputindo.

Singarimbun, Masri & Efendi, Sofian (eds) (1996). Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES

Undang-Undang RI No.20 Tahun 1993, tentang Sistim Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.

Yahya (1999). Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Hasil Belajar Mata Pelajaran
PAI Kelas V dengan Sistim STAD (Student Team Achievement Division) di SD
Negeri se-Kecamatan Kertak Hanyar Banjarmasin. Tesis. Universitas Negeri
Yogyakarta.

26

You might also like