You are on page 1of 24

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT DESEMBER 2012

BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY

DISUSUN OLEH :

NURNYITA NABIU C 111 08 231

PEMBIMBING : dr. ABDUL MUTI

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR 2012

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa : Nama Nim Fakultas Universitas Judul Refarat : NURNYITA NABIU : C 111 08 231 : Kedokteran : UNIV. HASANUDDIN : BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY Fakultas

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia. Makassar, Desember 2012

Pembimbing,

Dokter Muda

( dr. Abdul Muti )

( Nurnyita Nabiu )

Konsulen

( dr. Nurlaili Idris, SpR (K) )

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI I. II. III. IV. V. VI. PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI ANATOMI ETIOLOGI PATOFISIOLOGI DIAGNOSTIK VI.1. Gejala Klinis VI.2 Pemeriksaan Fisik VI.3 Pemeriksaan Laboratorium VI.3 Pemeriksaan Radiologi VII. VIII. IX. DIAGNOSIS BANDING PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI DAFTAR PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN Menurut UN Population Division, Department of Economic and Social Affairs (1999) jumlah populasi usia lanjut (Lansia) >60 tahun diperkirakan hampir mencapai mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050. Saat itu Lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun) (geriatri FK UI hal.35) Indonesia sekarang ada dalam transisi demografi, persentase Lansia diproyeksikan menajadi 11,34% pada tahun 2020 yang akan datang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari msyarakat/populasi muda (1971) menjadi populasi yang lebih tua pada tahun 2020. Pergeseran ini menuntu perubahan dalam strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain lebih minta perhatian dan prioritas untuk penyakit penyakit pada usia dewasa dan lansia (geriatric FK UI hal.40-41) Penyakit penyakit yang diderita golongan lansia ini kebanyakan bersifat endogenik, multiple, kronik, bersifat/bergejala atipik, menyebabkan imunitas malahan menjadi lebih rentan terhadap penyakit/komplikasi yang lain (Geriatri FK UI hal.53-54) Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia yang selanjutnya disingkat BPH merupakan penyakit tersering kedua penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia. Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Pada usia 60 tahun nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60 persen, tetapi gejala baru dikeluhkan pada sekitar 30-40 persen, sedangkan pada usia 80 tahun nodul terlihat pada 90 persen yang sekitar 50 persen di antaranya sudah mulai memberikan gejala-gejalanya. (http//jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

II.

EPIDEMIOLOGI Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas (http//jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010) Penelitian secara histopatologi di negara Barat menunjukkan sekitar 20% kasus PPJ pada umur 41-50 tahun, 50% pada umur 51-60 tahun dan lebih dari 90% pada umur lebih dari 80 tahun. Di Indonesia PPJ merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik Urologi dan diperkirakan 50% pada pria berusia diatas 50 tahun. Angka harapan hidup di Indonesia, rata-rata mencapai 65 tahun sehingga diperkirakan 2,5 juta laki-laki di Indonesia menderita PPJ (The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.5 July 2009 p.263) Di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Jakarta ditemukan rata-rata 150 sampai 200 penderita pembesaran prostat setiap tahun yang memerlukan tindakan operasi, dan kecenderungan angka tersebut terus meningkat. Di SMF Urologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dalam 5 tahun terakhir ini PPJ menduduki peringkat pertama menggeser batu saluran kemih (protap 10 penyakit SMF Urologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo) (The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.5 July 2009 p.263)

III. ANATOMI
a. Topografi, Inervasi dan Vaskularisasi Prostat Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk piramid, tersusun atas jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki ukuran dengan panjang 1,25 inchi atau kira kira 3 cm, mengelilingi uretra pria. Bentuknya sebesar buah kenari

dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram (dasar dasar urologi edisi kedua basuki purnomo sagung seto hal.69)
Dalam hubungannya dengan organ lain, batas atas prostat bersambung dengan leher bladder atau kandung kemih. Di dalam prostat didapati uretra. Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke eksternal spinkter bladder yang terbentang diantara lapisan peritoneal. Pada bagian depannya terdapat simfisis pubis yang dipisahkan oleh lapisan ekstraperitoneal.

Lapisan tersebut dinamakan cave of Retzius atau ruangan retropubik. Bagian belakangnya dekat dengan rectum, dipisahkan oleh fascia Denonvilliers Prostat memiliki lapisan pembungkus yang di sebut dengan kapsul. Kapsul ini terdiri dari 2 lapisan yaitu : 1. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat 2. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung, menyelimuti bladder atau kandung kemih. Sedangkan Fascia Denonvilliers berada pada bagian belakang. (repository USU.ac.id)

Sumber : K. OH, William (2000) dalam repository USU.ac.id

. Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinal S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli buli. Di tempat tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik . Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan otot polos tersebut. (dasar dasar urologi) Arteri prostat berasal dari arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna, arteri hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero lateral persis dibawah bladder neck. Darah vena prostat dialirkan kedalam pleksus vena periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke

vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Aliran limfe dari prostat dialirkan ke dalam limfe node iliaka interna (hipogastrika), sacral, vesikal dan iliaka eksterna (Tanango,1995 dalam Repository USU.ac.id bagian ilmu bedah fak.kedokteran USU)

Sumber : atlas anatomi Netter 3.2 Struktur histologik : Secara umumnya, kalenjar prostat terbentuk dari glandular fibromaskuler dan juga stroma, di mana, prostat berbentuk piramida, berada di dasar musculofascial pelvis dimana dan dikelilingi oleh selaput tipis dari jaringan ikat. Secara histologinya, prostat dapat dibagi menjadi 3 bagian atau zona yakni perifer, sentral dan transisi.

Zona perifer, memenuhi hampir 70% dari bagian kalenjar prostat di mana ia mempunyai duktus yang menyambung dengan urethra prostat bagian distal. Zona sentral atau bagian tengah pula mengambil 25% ruang prostat dan juga seperti zona perifer tadi, ia juga memiliki duktus akan tetapi menyambung dengan uretra prostat di bagian tengah, sesuai dengan bagiannya. Zona transisi, atau bagian yang terakhir dari kalnjar prostat terdiri dari dua lobus, dan juga seperti dua zona sebelumnya, juga memiliki duktus yang mana duktusnya menyambung hampir ke daerah sphincter pada urethra prostat dan menempati 5% ruangan prostat. Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel sekretori kolumnar dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang berasal dari membrana basal ( (McNeal 1988, Dixon et al, 1999 dalam repository USU.ac.id)

Kelenjar prostat Sumber : (Dikutip dari: Wheather's Functional Histology: A text and Colour Atlas 5th Edition)

3.3 Fisiologi prostat : Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. (dasar dasar urologi) Kelenjar prostat mensekresikan cairan encer, seperti susu yang mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim yang menggumpal dan

fibrinolisin. Selama emisi, kapsul dari kelenjar prostat berkontraksi secara serempak dengan kontraksi dari vas deferens sehingga cairan encer seperti susu dari kelenjar prostat menambah lebih jauh ke dalam curahan semen. Sedikit karakteristik alkaline dari cairan prostat mungkin penting untuk kesuksesan fertilitas dari ovum, karena cairan dari vas deferens relatif asam. (Physiology Guyton 2006 unit XIV Endocrinology and Reproduction page 999) IV. ETIOLOGI 1. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : a. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Laki laki yang memiliki umur >50 tahun memiliki resiko sebesar 6,24 kali dibanding dengan laki laki yang berumur <50 tahun. (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

b. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

c. Riwayat keluarga Resiko BPH pada laki laki dengan riwayat keluarga yang pernag mengidap BPH sebesar 5,28 kali lebih besar disbandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga pernah menderita BPH. Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen yang menyebabkan fungsi gen sebagai

gen penekan tumor mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi aspek biologic plausibility dari asosiasi kausal. (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010) d. Obesitas Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut bunci. selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. Salah satu cara pengukuran untuk memperkirakan lemak tubuh adalah teknik indirek, di antaranya yang banyak dipakai adalah Body Mass Indeks (BMI) dan waist to hip ratio (WHR). Interpretasinya (WHO) adalah overweight (BMI 25-29,9 kg/m2), obesitas (BMI > 30 kg/m2). Pada laki-laki dinyatakan obesitas jika lingkar pinggang > 102 cm atau WHR > 0,90.19 Pada penelitian terdahulu didapatkan Odds Rasio (OR) pada laki-laki yang kelebihan berat badan (BMI 25-29,9 kg/m2) adalah 1,41 pada laki-laki obesitas (BMI 30-34 kg/m2) adalah 1,27 sedangkan pada laki-laki dengan obesitas parah (BMI >35 kg/m2) adalah 3,52 (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

e. Pola Diet Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron. Laki laki dengan rekuensi yang rendah dalam mengkonsumsi makanan berserat memiliki resiko 5,35 kali lebih besar untuk terkena BPH dibandingkan dengan yang mengkonsumsi makanan berserat dengan frekuensi tinggi. Diet makanan berserat diharapkan mengurangi pengaruh bahan bahan dari luar dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan berkembangnya sel sel secara abnormal (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

f. Aktivitas Seksual Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.20 Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,40.20 (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

g. Kebiasaan merokok kebiasaan merokok mempunyai resiko 3,95 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

h. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.24,25 Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2.56 (95% CI : 1,37-4,75) (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

i. Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.

Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali dalam seminggu dalam waktu menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang berarti bila latihan dilakukan lebih dari 5 kali dalam seminggu.1 Olahraga akan mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga kadar kolesterol menurun. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,58. (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

j. Penyakit Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal. Penelitian terdahulu didapatkan Odds Ratio (OR) pada penderita Diabetes Mellitus adalah 2,25 (95%, CI : 1,23-4,11) (http ://jurnal.unimus.ac.id prosiding seminar nasional unimus 2010)

2 Penyebab langsung Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat. Beberapa hipotesa yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah : a. Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT ada;ah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal., hanya saja pada DHT aktivitas enzim 5reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel sel prostat pada BPH lebih sensitif DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan terbentuknya sel sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar c. Interaksi stroma epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel sel stroma melalui suatu faktor mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel sel epitel maupun sel stroma

d. Berkurangnya kematian sel prostat Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan hemeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel sel di sekitarnya kemudian di degradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehinga menyebabkan pertambahan massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.

e. Teori Sel Stem Untuk mengganti sel sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu stem sel, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel. (dasar dasar urologi)

V.

PATOFISIOLOGI Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah adenoma jinak tersering pada laki laki dan berkembang pada sebagian besar zona transisional dari kelenjar prostat. Proses perkembangan dan pertumbuhan prostat berada dibawah pengaruh hormone testosteron, lebih spesifiknya adalah dihidrotestosteron metabolik aktif (DHT). Setelah dikonversi oleh 5 reductase, DHT menstimulasi reseptor androgen pada prostat yang menghasilkan faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor (EGF). Faktor-faktor ini seterusnya akan mempromosi hiperplasia yang terlihat pada BPH. Hal ini menyebabkan menurunnya apoptosis yang mempengaruhi BPH menyebabkan ketidakseimbangan dari rasio proliferasi dan apoptosis yang menyebabkan glandular hiperplasia. Proses ini juga

memperngaruhi bertambahnya jumlah stromal dan jaringan otot polos pada zona transisi. Secara histologi, nodul-nodul stromal kecil dapat dilihat pada zona transisi di sekeliling uretra, diikuti oleh hyperplasia pada struktur glandular.

(Hohenfellner M, Santucci RA, editor. Benign Prostatic Hyperplasia. Dalam emergencies in


Urology. Germany:Springer ;2007. hal. 118- 121)

Bila mengalami pembesaran, organ ini menghalangi uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Pembesaran prostat tersebut menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin.Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikel.Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut.Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomik buli-buli, seperti hipertrofi otot detrusor. Hal tersebut dapat menyebabkan obstruksi leher buli-buli atau bladder outlet obstruction (BOO).Perubahan disekitar buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptoms (LUTS). Tekanan

intravesikel yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli termasuk pada kedua muara ureter.Tekanan pada kedua muara ureter dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal. (Purnomo BB. Hiperplasia Prostat in Dasardasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta. CV Sagung Seto. 2009. hal. 69

GAMBAR PATOLOGI ANATOMI DAN HISTOLOGI DALAM FOLDER FOTO REFARAT VI. DIAGNOSIS a. Gejala Klinis Gejala hiperplasia prostat dapat dibagi menjadi gejala akibat iritasi yang ditimbulkan oleh aliran urin dan gejala akibat obstruksi oleh pembesaran prostat. Secara umum gejala yang gejala ini sering disebut sebagai prostatisme atau sindrom saluran kemih bagian bawah (SSKB) atau Lower Urinary Tract Syndrome (LUTS). Berikut tabelnya : Gejala obstruktif Gejala Iritatif Hesitancy (keluar kemih terputus Urgency (perasaan ingin berkemih) putus) Aliran urin lemah Mengejan untuk keluarkan urin Frequency (sering berkemih) Nocturia

Lama berkemih berkepanjangan Perasaan tak tuntas saat berkemih Retensi urin

Inkontinensia urge

Sumber : Letran JL and Brower MK, 1999 dalam Geriatri UI

Oleh America Urology Association (AUA) dan International Prostate Scoring System (IPSS) telah dibuat cara penilaian berat ringannya gejala prostatisme berdasarkan gejala yang di dapat. Berikut tabelnya : No . Tak pernah Kurang dari sekali dalam 5x 1 Pengosongan tak tuntas : Sepanjang bulan lalu, 0 1 2 3 Kurang Kira Lebih dari separu h waktu 4 5 Setiap saat

dari kira waktu separuh waktu

berapa banyak Anda tidak saat merasa tuntas selesai

berkemih? 2 Frekuensi : Sepanjang bulan berapa Anda lalu, sering merasa 0 1 2 3 4 5

harus berkemih lagi dari setelah berkemih sebelumnya? 2 kurang jam

Intermitensi : Sepanjang bulan berapa Anda lalu, sering merasa

saat berkemih, Anda ingin

berhenti tetapi kemudian berkemih lagi? 4 Urgensi : Sepanjang bulan berapa Anda tidak menunda keinginan Anda untuk lalu, sering merasa dapat 0 1 2 3 4 5

berkemih? 5 Aliran lemah : Sepanjang bulan berapa Anda bahwa urin lemah? 6 Mengejan : Sepanjang bulan berapa lalu, sering 0 1 2 3 4 5 lalu, sering merasa aliran Anda urin 0 1 2 3 4 5

Anda mengejan untuk

harus

mulai

berkemih? 7 Nokturia : Sepanjang bulan berapa Anda lalu, sering harus 0 1 2 3 4 5

khusus bangun dari tidur untuk berkemih setelah mulai sampai Anda tidur saat

bangun pagi? Skor total Catatan : 0-7 gejala ringan, 8-19 gejala sedang, >/20 gejala berat Dari : Letran JL dan Brower MK, 1999 dalam Geriatri FK UI

b. PEMERIKSAAN FISIS Pemeriksaan fisis seharusnya meliputi digital rectal examination (DRE) / rectal touche.Rectal touch dilakukan untuk mengukur ukuran dan konsistensi dari prostat.Hiperplasia prostat jinak menyebabkan pembesaran yang simetris, batas tegas, dan konsistensinya seperti cuping hidung.Nodul yang tidak simetris menunjukkan kangker prostat. Walaupun seperti itu, kangker prostat dapat ditemukan pada prostat yang teraba normal. (Barry MJ, Collins MM. Benign Prostate
Disease and Prostatitis. Dalam Goldman L, Ausiello D. Goldman: Cecil Medicine. Edisi 23. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2008. ch 130)

c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM c.1 (Prostate specific antigen)

Pemeriksaan laboratorium pada hiperplasia prostat jinak dapat dilakukan dengan mengukur freePSA (Prostate specific antigen)Pengukuran free-to-total (F:T) PSA ratio meningkatkan spesifikasi total PSA karena rasionya lebih rendah pada pria dengan kangker prostat dibanding pria yang mengidap hiperplasia prostat jinak. (Reynard J, Brewster S, Biers S. Urological Neoplasia. Dalam Oxford Handbook
of Urology. Oxford University Press; 2006. hal. 202)

Hubungan umur dengan nilai normal PSA Umur (tahun) Semua usia 40-49 tahun 50-59 tahun 60 69 tahun >70 tahun PSA (ng/mL) <4,0 <2.5 <3.5 <4,5 <6,5

Sumber : (Reynard J, Brewster S, Biers S. Urological Neoplasia. Dalam Oxford Handbook of


Urology. Oxford University Press; 2006. hal. 44)

Waktu paruh dari serum PSA adalah 2,2 hari. Normal rentang untuk serum PSA adalah <4,0 ng/ml bervariasi sesuai usia. Untuk kanker prostat, konsentrasi serum PSA juga bervariasi secara fisiologi menurut kecepatan dan volume prostat. Indikasi untuk periksa serum adalah : Permintaan pasien LUTS Nyeri tulang progresif khususnya back pain Unexplained anaemia, anorexia atau kehilangan BB Spontaneous thrombo-embolism or unilateral leg swelling Monitoring pasien kanker prostat
(Reynard J, Brewster S, Biers S. Urological Neoplasia. Dalam Oxford Handbook of Urology. Oxford University Press; 2006. hal. 44)

c.2 Darah Pemeriksaan darah digunakan sebagai pemeriksaan tambahan berarti untuk menentukan komplikasi BPH. (Essential of Pathophysiology 2003 page 595)

c.3 Urin Pemeriksaan urin atau urinalisis untuk mendeteksi bakter, sel darah putih atau hematuria mikroskopis yang muncul pada infeksi dan inflamasi. Tes kreatinin serum digunakan untuk memperkirakan kecepatan filtrasi glomerulus dan ginjal (Essential of
Pathophysiology 2003 page 595)

d. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Pada hiperplasia prostat jinak, digunakan renal dan bladder ultrasound untuk mengukur volume residu setelah berkemih dan urine flow rate. (Eastman JW, Wald C,
Crossin J. Genitourinary Tract. Dalam Getting Started in Clinical Radiology from Image to Diagnosis. New York: Thieme; 2006. hal. 219 220)

Intravenous Urography (IVU) / Intravenous Pyelography (IVP) IVU dapat menunjukkan defek pengisian yang berukuran besar pada dasar kandung kemih, urin residu, perubahan obstruktif dsn penebalan dinding kandung kemih. (Lecture Notes Radiologi hal.189 ) Pada IVU didapatkan beberapa tanda yang dapat diduga sebagai pembesaran prostat: Prostat yang membesar akan menekan bagian dasar buli-buli sehingga terlihat gambaran indentasi caudal. Pembesaran prostat dapat menyebabkan pembesaran di saluran interuterik yang menyebabkan J-shaped appearance pada distal ureter. (radiopaedia.org) GAMBAR ADA DI FOLDER FOTO REFARAT

USG (Ultrasonography) USG pada hyperplasia prostat jinak digunakan untuk menilai saluran kemih bagian atas, dapat menilai urin residu. (Patel PR. Saluran Kemih. Dalam Lecture Notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta:
Erlangga ; 2007.hal. 189)

Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara transrektal maupun secara transabdominal. Pemeriksaan USG secara transrektal, dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urine, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada didalam buli-buli. Pemeriksaan USG transabdominal mampu mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi yang lama.
(Purnomo BB. Hiperplasia Prostat in Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta. CV Sagung Seto. 2009. hal. 69)

GAMBAR ADA DI FOLDER FOTO REFARAT

CT Scan Mengevaluasi penyebaran tumor melewati kapsul prostat dan invasi tumor ke dalam kandung kemih atau rectum. (Patel PR. Saluran Kemih. Dalam Lecture Notes Radiologi. Edisi 2.
Jakarta: Erlangga ; 2007.hal. 189)

GAMBAR ADA DI FOLDER FOTO REFARAT MRI (Magnetic resonance imaging MRI prostat masih dalam fase pelacakan dan belum didukung sebagai tahapan prosedur rutin. Indikasi klinis utama untuk MRI adalah mendeteksi Extra Capsular Extension (ECE), Seminal Vesicle Infiltration (SVI), nodul dan metastase tulang belakang yang merupakan kontraindikasi untuk prostatektomi radikal. (diagnostic imaging
and interventional techniques abdomen and pelvis, 2006 p. 154)

GAMBAR ADA DI FOLDER FOTO REFARAT

VII.

DIAGNOSIS BANDING a. Kanker Prostat Kanker prostat adalah keganasan yang paling umum terdiagnosa pada laki laki dan selalu menjadi penyebab umum dari kanker yang berkaitan dengan kematian laki laki di than 2010. Insiden dari kanker prostat meningkat diperkirakan 24.000 kasus baru di USA pada tahun 2004. (Contrast Enhanced
Ultrasound in Clinical Practice p.54)

GAMBAR ADA DI FOLDER FOTO REFARAT

b. Prostatitis Istilah prostatitis biasanya meliputi 3 kelainan yang menyangkut kelenjar prostat, yaitu prostatitis bakterialis, prostatitis non-baterialis dan prostate-dinia (gejala gejala prostatitis tanpa adanya peradangan atau infeksi bakterialis.

GAMBAR ADA DI FOLDER FOTO REFARAT


A

VIII. PENATALAKSANAAN 1. Non Invasif a. Watchfull and Waiting. Secara umum penderita yang hanya memberikan skor AUA ringan hanya perlu di tunggu serta diawasi dengan melakukan pemeriksaan setahun sekali. Sekitar 80% penderita dengan skor ringan dan 60% penderita dengan skor sedang yang menjalani pengawasan seperti ini tetap dapat bertahan selama bertahun tahun tanpa terapi apapun. Yang perlu dilakukan dalam episode ini adalah modifikasi gaya hidup, antara lain pembatasan asupan cairan, terutama menjelang tidur, dan mencegah obat obatan terutama yang dapat memperberat gejala. (Geriatri FK UI) b. Pengobatan b.1 Medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan hyperplasia prostat jinak, menggunakan -adrenergic blocker, 5 reductase inhibitors

b.2 Fitoterapi Saw Palmetto, Cernilton, Traditional Chinese Medicine (TCM) The ZiShen Pill, Babassu, Phellodendron, Ekstrak Ganoderma lucidum Fr.Krast
(The Journal of The American Medical Association September 28, 2011) (Saudia Journal for Health Science Vol.1, Issue 2 May-August 2012 p.57)

2. Invasif a. Photoselective Vaporization Prostatectomy


Photoselective Vaporization Prostatectomy atau PVP menggunakan 532 nm panjang gelombang laser untuk menguapkan jaringan prostat secara cepat absorpsi selektif hemoglobin. Sebuah keuntungan besar dari PVP adalah

b. Transurethral Needle Ablation c. Transurethral Microwave Therapy


d.

Holmium Laser Enucleation of the Prostate (jurnal urology 2011 page 172-174)

IX.

KOMPLIKASI Komplikasi pada hyperplasia prostat jinak dapat menyebabkan obstruksi traktus urinarius yang menyebabkan urin tidak dapat melalui prostat. Hal tersebut dapat menyebabkan infeksi pada traktus urinarius yang jika terjadi terus menerus dan menyebabkan gagal ginjal. (Eastman JW, Wald C, Crossin J.
Genitourinary Tract. Dalam Getting Started in Clinical Radiology from Image to Diagnosis. New York: Thieme; 2006. hal. 219 220) (Corwin EJ. The Reproductive System. Dalam Handbook of Patophysiology. Edisi 3. Lippincott Williams & Wilkins; 2008 hal. 702)

You might also like