You are on page 1of 39

BAB I PENDAHULUAN Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia.

Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.1 Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadangkadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.2 Walaupun skizofrenia tergolong sebagai suatu penyakit yang banyak menyerang anggota masyarakat, cukup mengherankan bahwa tidak banyak diketahui mengenai epidemiologi penyakit ini, khususnya di Indonesia.3 Di Amerika Serikat, prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%; konsisten dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3%. Kira-kira 0,025 sampai 0,05% populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua
1

Anonymous. 2004. Konsep Psikoterapi Islam dalam Penyembujan Penderita Skizofrenia Aksis IV (Telaah Teoritik).

Diunduh pada tanggal 24 Januari 2011. http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4005.1.pdf.


2

Anonymous.

2007.

Skizofrenia

dapatkah

disembuhkan.

Diunduh

pada

tanggal

24

Januari

2011.

http://drliza.wordpress.com/2007/12/01/skizofrenia-dapatkah-disembuhkan/.
3

Bahar Ernaldi. Materi Pengajaran Pemeriksaan Psikiatrik, Klasifikasi Diagnostik, dan Gangguan Psikiatrik Utama.

Palembang: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unsri. 1985.

pasien skizofrenik mendapat pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit. Jumlah biaya yang dikeluarkan, secara langsung maupun tak langsung untuk perawatan penderita skizofrenia di Amerika Serikat pada tahun 1971 adalah sebesar US$ 14 billion. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 2 juta kasus skizofrenia baru tiap tahun dan seluruh penderita skizofrenia diperkirakan berjumlah 10 juta, hampir sama dengan jumlah penduduk kota New York.3 Lima tahun terakhir telah membawa kemajuan besar dalam mengerti skizofrenia di dalam tiga bidang. Pertama, kemajuan teknik pencitraan otak, khusunya pencitraan resonansi magnetik (MRI: Magnetic Resonance Imaging), daerah otak tertentu yang diperhatikan adalah amigdala, hipokampus, dan girus parahipokampus. Kedua, setelah perkenalan clozapine (clozaril), risperidone dan juga remoxipride, suatu antipsikotik atipikal dengan efek samping neurologis yang minimal. Obat tersebut dan obat atipikal lainnya akan lebih efektif dalam menurunkan gejala negatif skizofrenia dan dapat dihubungkan dengan rendahnya insidensi efek samping neurologis. Ketiga, saat terapi obat mengalami kemajuan dan saat dasar biologis yang kuat untuk skizofrenia semakin dikenal luas, terdapat peningkatan minat pada faktor psikososial yang mempengaruhi skizofrenia, termasuk yang mempengaruhi onset, relaps, dan hasil terapi.4

BAB II SKIZOFRENIA
4

Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia In:Kaplan & Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical

Psychiatry. 10th ed. New York: Lippicontt Williams & Wilkins. 2007.

II.1

Definisi Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah

atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.5 Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan di kelima panca indera, tapi biasanya berupa halusinasi auditorik, paranoid, waham bizarre, dan dapat juga berupa disorganisasi berbicara dan gangguan komunikasi sosial yang nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.6 Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umunya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.6 Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah

5 6

Maramis, W.E. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press. Surabaya 2005. Paul, Jhon. Skizofrenia. Diunduh tanggal 26 Januari 2011. http://www. Medical news.com/

belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan.4 II.2 Epidemiologi Sekitar 1% penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan 1-2% penduduk atau sekitar 2-4 juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari 1-2 juta jiwa yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr. LS Chandra, Sp.KJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga perempat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada jenis kelamin laki-laki. Pada perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.6 Walaupun skizofrenia tergolong sebagai suatu penyakit yang banyak menyerang anggota masyarakat, cukup mengherankan bahwa tidak banyak diketahui mengenai epidemiologi penyakit ini, khususnya di Indonesia. Di Amerika Serikat, prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%; konsisten dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3%. Kira-kira 0,025 sampai 0,05% populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien skizofrenik mendapat pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit.4 Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 2 juta kasus skizofrenia baru tiap tahun dan seluruh penderita skizofrenia diperkirakan berjumlah 10 juta orang, hampir sama dengan jumlah penduduk kota New York.4

II.3

Etiologi 5

Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain: 1) Genetik Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri penderita skizofrenia ialah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; dan bagi kembar satu telur (homozigot) 61-86%. Tetapi pengaruh genetik tidak sesederhana seperti hukum-hukum Mendel. Diduga bahwa potensi untuk mendapatkan skizofrenia diturunkan (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik pada diabetes melitus). 2) Endokrin Dahulu diduga bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan. 3) Metabolisme Beberapa peneliti menduga bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Namun, hipotesis ini tidak

dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian lagi berhubung dengan penelitian dengan memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi sifatnya reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
4) Susunan Saraf Pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak. Tetapi kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh perubahanperubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan. Teori-teori tersebut di atas dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan yang dilihat dari faktor fisik seseorang. Kelompok teori lain ialah teori psikogenik, yaitu skizofrenia dianggap sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama ialah konflik, stres psikologik dan konflik hubungan antarmanusia. Dalam kelompok ini termasuk: 5) Teori Adolf Meyer Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kelainan anatomi ataupun fisiologis dalam tubuh (faktor fisik), menurut Meyer (1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa suatu kelainan pada fisik (anatomi atau fisiologi) dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer, skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah atau merupakan suatu maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (otisme). Hipotesis Meyer ini kemudian

memperoleh banyak penganut di Amerika Serikat dan mereka memakai istilah reaksi skizofrenik. 6) Teori Sigmund Freud Dalam formula Freud, pada skizofrenia terdapat: - Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik. - Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme. - Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (tranference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin. 7) Eugen Bleuler (1857-1938) Pada tahun 1911, Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah skizofrenia, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan (schizos = pecah-belah atau bercabang, phren = jiwa). Bleuler membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi dua kelompok: 1) Gejala-gejala primer:
-

Gangguan asosiasi Gangguan afek autisme ambivalens 2) Gejala-gejala sekunder: Waham Halusinasi Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain. Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan

manifestasi penyakit yang disebabkan faktor fisik (yang belum diketahui apa sebenarnya, yang masih merupakan hipotesis), sedangkan gejalagejala sekunder ialah manifestasi dari usaha penderita untuk menyesuaikan

diri terhadap gangguan primer tadi. Jadi gejala-gejala sekunder ini secara psikologis dapat dimengerti.
8) Kemudian muncul teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu

sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, antara lain genetika, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit organik seperti arteriosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
9) Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu adalah suatu gangguan

psikosomatik, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatik dari gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia justru yang menjadi masalah ialah menentukan mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibatnya saja. II.4 Gambaran Klinis Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala-gejala non-spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, terkadang juga timbul

gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).7 II.5 Kriteria Diagnosis Bleuler menggunakan konstelasi gejala kompleks primer dan gejala kompleks sekunder untuk menegakkan diagnosis skizofrenia. 1. Gejala primer : - Gangguan asosiasi - Gangguan afek - Autisme - Ambivalensi 2. Gejala sekunder : - Waham - Halusinasi - Ilusi
-

A. Kriteria Bleuler untuk Skizofrenia3

Katatonia

B.

Kriteria Schneider untuk Skizofrenia4

Kriteria Schneider adalah berdasarkan adanya gejala-gejala yang disebutnya sebagai gejala urutan pertama (first rank symptoms) dan gejala urutan kedua (second rank symptoms). 1.
-

Gejala urutan pertama: - Audible thoughts Voices arguing atau voices discussing atau keduanya - Voices commenting - Somatic passivity experiences
-

Thought

withdrawal

dan

pengalaman

lainnya

yang

dipengaruhi oleh pikiran - Thought broadcasting - Delusional perceptions


7

Luana. Skizofrenia. EGC. Jakarta.2007.

Semua pengalaman lain yang melibatkan kemauan, afek, Gejala urutan kedua:

dan pengendalian impuls 2.


-

Gangguan persepsi lainnya

- Gagasan bersifat waham yang tiba-tiba - Kebingungan - Perubahan mood disforik dan euforik - Perasaan kemiskinan emosional
-

...dan beberapa lainnya juga

C.

Kriteria DSM-IV untuk Skizofrenia4

DSM-IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric Association untuk skizofrenia. Kriteria diagnosis DSM-IV sebagian besar tidak berubah dari DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), walaupun DSM-IV menawarkan lebih banyak pilihan bagi klinisi dan lebih deskriptif terhadap situasi klinis yang aktual. a) Gejala karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil): 1. 2. 3. 4. 5. Waham Halusinasi Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas Gejala negatif, yaitu, pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition) Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

b) Disfungsi sosial atau pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anakanak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan). c) Durasi: tanda gangguan menetap terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodormal atau residual. Selama periode prodormal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim). d) Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: 1. 2. Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat dibanhdingkan durasi periode aktif dan residual. e) Penyingkiran zat/kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang salah digunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
f) Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat

riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya 1 bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).

Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah sekurangnya 1 tahun lewat sejak onset awal gejala fase aktif): Episodik dengan gejala residual interepisode (episode didefinisikan oleh timbulnya kembali gejala psikotik yang menonjol); juga disebutkan jika dengan gejala negatif yang menonjol -

Episodik tanpa gejala residual interepisodik Kontinu (gejala psikotik yang menonjol ditemukan di seluruh periode obsernasi); juga disebutkan jika dengan gejala negatif yang menonjol Episode tunggal dalam remisi parsial; juga disebutkan jika dengan gejala negatif yang menonjol Episode tunggal dalam remisi penuh Pola lain atau tidak ditemukan

D. Kriteria Gabriel Langfeldt untuk Skizofrenia4

1) Kriteria gejala Petujuk penting ke arah diagnosis skizofrenia adalah (jika tidak ada gangguan kognitif, infeksi, atau intoksikasi yang dapat ditunjukkan)
a. Perubahan kepribadian, yang bermanifestasi sebagai penumpulan

emosional dengan jenis khusus diikuti oleh hilangnya inisiatif, dan perilaku yang berubah dan seringkali aneh. (Khususnya pada hebefrenik, perubahan kepribadian yang terjadi adalah karakteristik dan petunjuk utama ke arah diagnosis) b. Pada tipe katatonik, riwayat penyakit dan tanda tipikal dalam periode kegelisahan dan stupor (dengan negativisme, wajah berminyak, katalepsi, gejala vegetatif khusus, dan lain-lain) c. Pada psikosis paranoid, gejala penting pembelahan kepribadian (atau gejala depersonalisasi) dan hilangnya perasaan realitas (gejala derealisasi) atau waham primer d. Halusinasi kronis 2) Kriteria perjalanan penyakit

Keputusan akhir tentang diagnosis tidak dapat dibuat sebelum periode follow up selama sekurangnya lima tahun telah menunjukkan perjalanan penyakit yang jangka panjang.
E. Kriteria Fleksibel4

Jumlah gejala minimal yang diperlukan dapat empat sampai delapan, tergantung pada pilihan peneliti: 1) Afek terbatas 2) Tilikan buruk 3) Pikiran bersuara keras (thoughts aloud) 4) Rapport buruk 5) Waham yang luas 6) Bicara inkoheren 7) Informasi yang tidak dapat dipercaya 8) Waham aneh 9) Waham nihilistik 10) Tidak adanya wajah terdepresi 11) Tidak adanya elasi
F.

Kriteria Diagnostik Riset4

Kriteria 1 sampai 3 adalah diperlukan untuk diagnosis: 1) Sekurangnya dua dari berikut ini untuk penyakit definitif dan satu untuk kemungkinan (tidak memperhitungkan yang terjadi selama periode penyalahgunaan atau putus obat atau alkohol):
a.

Thought echo, thought insertion, atau thought broadcasting Waham sedang dikendalikan atau dipengaruhi, waham aneh lain, atau waham multipel Waham selain dari kejar atau cemburu yang berlangsung sekurangnya satu bulan Waham dengan jenis apapun jika disertai dengan halusinasi jenis apapun selama sekurangnya satu minggu

b. c. d.

e.

Halusinasi dimana suara terus-menerus mengkomentari perilaku subjek atau pikiran seakan-akan mereka terjadi atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lain

f. g. h.

Halusinasi verbal nonafektif yang berbicara dengan subjek Halusinasi dengan jenis apapun di sepanjang hari selama beberapa hari atau secara intermiten untuk selama sekurangnya satu bulan Keadaan definitif adanya gangguan pikiran formal yang nyata yang disertai oleh afek yang tumpul atau tidak sesuai, waham atau halusinasi jenis apapun atau perilaku yang jelas terdisorganisasi

2) Satu dari dua berikut ini: a. Periode penyakit sekarang berlangsung sekurangnya dua minggu sejak onset perubahan kondisi subjek yang biasanya dapat dilihat
b. Subjek pernah mengalami periode penyakit sebelumnya yang

berlangsung sekurangnya 2 minggu, selama ia memenuhi kriteria dan tanda-tanda residual penyakit tetap ada (misalnya: penarikan sosial yang parah, afek yang tumpul atau tidak sesuai, gangguan pikiran formal, atau pikiran/pengalaman persepsi yang tidak lazim)
3) Pada periode aktif dari penyakit tidak boleh ditemukan kriteria untuk

sindroma manik atau depresif yang kemungkinan atau definitif sampai derajat dimana merupakan bagian penyakit yang menonjol.
G.

Kriteria St. Louis4 a. Penyakit kronis dengan gejala sekurangnya selama enam bulan sebelum saat pemeriksaan tanpa kembali ke tingkat penyesuaian psikososial premorbid b. Tidak ada periode gejala depresif atau manik yang cukup untuk memenuhi persyaratan gangguan mood atau kemungkinan gangguan mood

1) Keduanya diperlukan:

2) Sekurangnya satu yang berikut:

a. Waham atau halusinasi tanpa kebingungan atau disorientasi yang bermakna


b. Produksi verbal yang menyebabkan komunikasi sulit karena tidak

adanya organisasi yang logis atau dapat dimengerti (jika ada autisme, keputusan diagnostik harus ditunda) 3) Sekurangnya tiga untuk penyakit definitif, dua untuk kemungkinan penyakit: a. b. buruk c. d. e. Riwayat keluarga skizofrenia Tidak adanya penyalahgunaan alkohol atau zat lain dalam Usia sebelum 40 tahun Tidak pernah menikah Penyesuaian sosial atau riwayat kerja premorbid yang

satu tahun onset

H. Kriteria Taylor dan Abrams untuk Skizofrenia4

Semua kriteria harus dipenuhi untuk diagnosis: 1) Lama episode lebih dari enam bulan 2) Kesadaran yang jernih 3) Adanya waham, halusinasi, atau gangguan pikiran formal (verbigerasi, non sequiturs, pendekatan kata, neologisme, penghambatan, dan keluar daru jalur) 4) Tidak ada afek yang luas 5) Tidak ada tanda dan gejala yang cukup untuk membuat diagnosis gangguan mood 6) Tidak ada penyalahgunaan alkohol atau zat lain dalam satu tahun episode indeks 7) Tidak ada tanda dan gejala fokal penyakit otak yang jelas atau penyakit medis utama yang diketahui menyebabkan perubahan perilaku yang bermakna

I.

Present State Examination4

Dua belas butir berikut ini dari Present State Examination bersesuaian dengan sistem diagnostik skizofrenia 12-poin, dengan berbagai tingkat kepastian diagnostik yang didasarkan pada skor yang ditentukan oleh pemeriksa. Sembilan gejala masing-masing memiliki skor 1 jika ada (+), dan tiga poin memiliki skor 1 jika tidak ada (-). 1) Afek terbatas (+) 2) Tilikan buruk (+) 3) Pikiran bersuara keras (+) 4) Terbangun pagi hari (-) 5) Rapport buruk (+) 6) Wajah terdepresi (-) 7) Elasi (-) 8) Waham yang luas (+) 9) Bicara inkoheren (+) 10) Informasi yang tidak dapat dipercaya (+) 11) Waham aneh (+) 12) Waham nihilistik (+)
J.

Kriteria Tsuang dan Winokur4 A. Usia onset dan data sosiofamilial (satu dari berikut): 1. Usia onset sebelum 25 tahun 2. Tidak menikah dan tidak bekerja 3. Riwayat skizofrenia dalam keluarga B. Pikiran terdisorganisasi C. Perubahan afek (1 atau 2): 1. Perilaku aneh 2. Gejala motorik (a atau b): a. Sifat hebefrenik

a) Hebefrenik (A sampai D harus ditemukan):

b. Sifat katatonik (jika ada, dapat dimodifikasi menjadi hebefrenik dengan sifat katatonik) b) Paranoid (A sampai C harus ada): A. Usia onset dan data sosiofamilial (satu dari berikut): 1. Usia onset setalah 25 tahun 2. Menikah atau bekerja 3. Tidak ada riwayat skizofrenia dalam keluarga B. Kriteria pengecualian: 1. Pikiran terdisorganisasi harus tidak ditemukan atau dalam derajat ringan, seperti bicara tidak dapat dimengerti 2. Gejala afektif atau perilaku seperti yang dijelaskan dalam hebefrenia, harus tidak ada atau dalam derajat ringan C. Preokupasi dengan waham atau halusinasi yang luas dan tersusun baik
K. Kriteria PPDGJ III untuk Skizofrenia8

Dalam PPDGJ III Dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jalas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala=gejala itu kurang tajam atau jelas). 1. Salah satu dari: - thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau - thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; 2. Salah satu dari:

Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. FK Unika Atmajaya.Jakarta.2007

- delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; atau (tentang dirinya : secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus; delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat; 3. 4. Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau Jenis suara halusinasi lain yang berasala dari salah satu bagian tubuh Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala ini yang harus selalu ada secara jelas: 5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus; 6. sisipan 7. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami (interpolation), Perilaku yang berakibat inkoherensi atau

pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; 8. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal); Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatau, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. II.6 Jenis Skizofrenia8 1. Jenis paranoid (F 20.0) - Gejala utama : waham primer + sekunder & halusinasi - Sering mulai sesudah 30 tahun, permulaan subakut
- Kepribadian sebelum sakit : skizoid suka menyendiri; pendiam; cenderung

menghindar terhadap aktivitas-aktivitas sosial yang melibatkan kontak atau interaksi dengan orang-orang; tidak memiliki ketertarikan untuk menjalin hubungan dekat dengan orang sekitar, bahkan dengan keluarganya sendiri; tidak menunjukkan ekspresi emosi yang biasanya

seperti orang nornal pada umumnya (cenderung bersikap dingin). (Medline, mayoclinic) Gejala utamanya adalah adanya delusi persecusion dan grandeur, dimana individu merasa dikejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi secara sensitif dan egosentris seolah-olah orang lain akan berbuat buruk kepadanya. Oleh karena itu, sikapnya terhadap orang lain agresif. Delusi tersebut diperkuat oleh halusinasi penglihatan dan pendengaran, misalnya terlihat wajah-wajah yang menakutkan, terdengar suara mengancam, dan sebagainya sehingga timbul reaksi menyerang atau agresi karena terganggu. Hal-hal tersebut juga bisa mendorong penderita untuk membunuh orang lain atau sebaliknya bunuh diri, sebagai usahanya untuk menghindari delusi persecusion Terdapat kecenderungan homoseksualitas, dimana penderita laki-laki akan mengancam laki-laki dan penderita perempuan akan mengancam perempuan. Adanya delusion of grendeur dapat menimbulkan delusion of persecusion, dimana individu menganggap orang lain cemburu kepada kepintarannya, kekayaannya, kepopulerannya, kecantikannya, kedudukan sosialnya, dan sebagainya. Pada penderita timbul "Ideas of Reference", yaitu terjadi percampuran antara waham dan halusinasi dengan kecenderungan untuk memberikan impresi/nuansa pribadi terhadap segala kejadian yang dialaminya. Misalnya, suara klakson mobil di jalan depan rumah, dianggapnya sebagai terompet tanda penyerbuan terhadap dirinya segera akan dimulai.8 Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan :

Halusinasi dan/ atau waham yang harus menonjol; Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau tawa

Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi, keyakinan bahwa dia sedang dikejar-kejar Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan,

serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol 2. Skizofrenia hebefrenik / hebefrenia (F 20.1) - Perlahan- lahan, timbul pada masa remaja (15-25 tahun) - Gejala utama : gangguan proses berpikir, gangguan kemauan, depersonalisasi / double personality (identifikasikan dirinya sebagai meja, dan anggap dirinya sudah tidak ada lagi) - Tambahan : mannerism, neologisme, perilaku kekanaka-kanakan, waham dan halusinasi banyak Pada tipe ini terjadi disintegrasi emosi, dimana emosinya bersifat kekanakkanakan, ketolol-tololan, seringkali tertawa sendiri kemudian secara tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Terjadi regresi total, dimana individu menjadi kekanak-kanakan. Individu mudah tersinggung atau sangat irritable. Seringkali dihinggapi sarkasme (sindiran tajam) dan menjadi marah meledakledak atau explosive tanpa sebab. Pembicaraannya kacau, suka berbicara berjam-jam. Pada awal gangguan seringkali komunikatif, tetapi lama-kelamaan komunikasinya menjadi tidak karuan (inkoheren), yang bahkan sampai akhirnya individu tidak komunikatif. Terjadi halusinasi dan delusi yang biasanya sifatnya fantastis, misalnya : ada vampire yang menyedot darahnya, dan sebagainya. Cara berpikirnya kacau. Hal tersebut terlihat dari cara berbicaranya yang tidak karuan. Tulisan/Graphis yang dibuatnya bersifat kacau, dimana terjadi regresi, yaitu bersifat kekanak-kanakan.

Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Diagnosis heberfrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan sering

usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun). menyendiri Diagnosis hebefrenia perlu pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran berikut memang benar bertahan: Perilaku yang tidak bertanggung jawab, kecenderungan selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal dan tidak wajar/disertai cekikikan/perasaan puas diri/ senyum sendiri/sikap tinggi hati/tertawa menyeringai/keluhan hipokondrikal, ungkapan diulang-ulang Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses menentu serta inkoheren. pikir umumnya menonojol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). 3. Skizofrenia katatonik (F 20.2) - Timbul pertama (15-30 tahun), akut, didahului stress emosional - Terjadi : Stupor katatonik : mutisme, muka tanpa mimic, negativism, makanan ditolak, tidak bergerak sama sekali dalam waktu yang lama

Gaduh gelisah katatonik : hiperaktivitas motorik tapi tidak diserta emosi yang semestinya, stereotipi, mennerisme, grimace, dan neologisme

Dibandingkan dengan tipe jenis schizophrenia lainnya, tipe katatonik ini serangannya berlangsung jauh lebih cepat. Aktivitasnya jauh berkurang dibandingkan waktu normal. Pada individu terjadi stupor, dimana individu diam, tidak mau berkomunikasi, kalau berbicara suaranya monoton, ekspresi mukanya datar, makan dan berpakaian harus dibantu dan sikap badannya aneh yaitu biasanya tegang/kaku seperti serdadu dan biasanya dipertahankan untuk waktu yang lama. Catatonic stufor ini terdapat dua bentuk, yaitu (1) rigid, dimana badan menjadi sangat kaku, bisa seperti bentangan di antara dua benda, (2) chorea-fleksibility, dimana badannya menjadi lentur seperti lilin dan posisinya dapat dibentuk. Penderita schizophrenia katatonik yang parah biasanya di tempat tidur, tidak mau berbicara, jorok, makan-minum dipaksa, dan apabila mata terbuka biasanya akan terpaku pada satu titik, tidak berkedip, dan ekspresi kosong. Perkembangan selanjutnya yaitu setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, terjadi catatonic excitement dimana penderita menunjukkan suatu gerakan tertentu dalam waktu yang lama dan kemudian secara ekstrem berubah sebaliknya. Misalnya, berbaring menghadap tembok kiri dalam waktu yang lama dan kemudian menghadap tembok kanan. Penderita bersikap negatif (negatifistic), dimana penderita tidak ada interest sama sekali terhadap sekelilingnya, tanpa kontak sosial, dan membisu dalam waktu yang lama. Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi Stupor atau mutisme

gambaran klinisnya :

Gaduh-gelisah Menampilkan posisi tubuh tertentu Negativisme Rigiditas Fleksibilitas cerea (posisi yang dapat dibentuk) Gejala-gejala lain seperti command autism
-

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku

dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. 4. Skizofrenia tak terinci (F 20.3) Pedoman Diagnostik -

Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi

heberfrenik, atau katatonik: pasca-skizofrenia. 5. Depresi pasca-skizofrenia (F 20.4) Pedoman Diagnostik Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tidak lagi skizofrenia) selama 12 bulant terakhir ini mendominasi gambaran klinisnya) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif, bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap antara (F20.0 F 20. 6. Skizofrenia residual (F 20.5) Pedoman Diagnostik Untuk diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua : Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, pasif dan ketiadaan inisiatif, miskin dalam kuantitas dan isi pembicaraan, afek menumpul, komunikasi non-verbal yang buruk, perawatan diri dan kinerja yang buruk -

Setidaknya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana

lampau untuk menegakkan diagnosis skizofrenia intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia 7. Tidak terdapat dementia atau penyakit/ gangguan otak organik lain.

Skizofrenia simplex (F 20.6) - Timbul pertama pada masa pubertas 8-14 tahun, terjadi perlahan- lahan - Gejala utama : kedangkalan emosi, kemunduran kemauan - Mulanya (kurang memperhatikan keluarga, menarik diri dari pergaulan) makin lama makin mundur dalam pekerjaan & pelajaran pengangguran pengemis, penjahat Simptom utamanya adalah apati, yaitu seolah tidak memiliki kepentingan untuk diri sendiri. Bahkan, sering harus diberikan pengertian tentang hal-hal yang menjadi kebutuhannya. Penderita biasanya berkeinginan untuk berbaring, malas-malasan, jorok, tidur-tiduran, jarang mandi, motorik

lamban, dan jarang berbicara. Sering berperilaku yang amoral, misalnya memaki-maki orang yang sedang lewat, memainkan alat kelaminnya. Individu pada waktu normal adalah anak yang baik, dimana prestasinya cukup baik, perilakunya menyenangkan. Hal tersebut terjadi karena individu tidak mempunyai cukup energi untuk menentang orang lain atau orang tua sehingga hanya bisa menurut. Energi lemahnya tersebut ditampilkan dalam bentuk apatis (kelesuan). Individu tidak memiliki ambisi untuk mendapatkan pemuasan (tidak mau apa-apa), yang apabila dipaksakan untuk melakukan sesuatu seringkali muncul reaksi agresi (marah), dan apabila hal tersebut semakin dipaksakan maka biasanya individu akan jatuh sakit. Pedoman Diagnostik Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dari : Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotik Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial
-

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan dengan

sub tipe skizofrenia lainnya. II.7 Diagnosis Banding Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis nonpsikiatrik dan dapar diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik

akibat kondisi medis umum, gangguan katatonia akibat kondisi medis umum, atau gangguan psikotik akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkalli sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian, klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik di dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologis mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok pasien tersebut. Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lengkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologis, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien nonskizofrenik. Berpura-pura dan Gangguan Buatan Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita gejala skizofrenik dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memiliki alasan finansial dan hukum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali

secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit. Gangguan Psikotik Lain Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi premorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersamasama dengan gejala utama skizofrenia. Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood. Gangguan Mood Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relatif singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya suatu gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur. Gangguan Kepribadian Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yangn paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat

ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.

Tabel 1. Diagnosis Banding Gejala Mirip Skizofrenia Medis dan Neurologi - Akibat zat: amfetamin, halusinogen, alkaloid beladona, halusinosis alkohol, putus barbiturat, kokain, phencyclidine (PCP) - Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis - Neoplasma, penyakit serebrovaskuar, atau trauma terutama frontalis atau limbik - Kondisi lain: Sindroma imunodefisiensi didapat (AIDS) Porfiria intermiten akut Defisiensi B12 Keracunan karbonmonoksida Lipoidosis serebral Penyakit Creutzfeldt-Jakob Penyakit Fabry Penyakit Fahr Penyakit Hallervorden-Spatz Keracunan logam berat Ensefalitis herpes Homosistinuria Penyakit Huntington Lekodistrofi metakromatik Neurosifilis Hidrosefalus tekanan normal Pelagra Lupus eritematosus sistemik Sindroma Wernicke-Korsakoii Penyakit Wilson Psikiatrik - Psikosis atipikal - Gangguan autistik - Gangguan psikotik singkat - Gangguan delusional - Gangguan buatan dengan tanda dan gejala psikologis yang menonjol - Berpura-pura - Gangguan mood - Masa remaja normal - Gangguan obsesif-kompulsif - Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, ambang, paranoid - Gangguan skizoafektif - Skizofrenia - Gangguan skizofreniform

II.8 Penatalaksanaan 5,7 Psikofarmaka Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekuivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat anti psikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekuivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat anti psikosis atipikal. Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar di pasaran dapat di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu anti psikotik generasi pertama (APG I) dan anti psikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoin fundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping anti kolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguan miksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg di antaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan

untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg di antaranya adalah chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau anti psikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. Juga tersedia obat aripiprazol untuk golongan APG III atau sering disebut Dopamin System Stabilizers (DSS). Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: 1. 2. 3. 4. Onset efek primer (efek klinis): 2-4 minggu. Onset efek sekunder (efek samping): 2-6 jam. Waktu paruh: 12-24 jam (pemberian 1-2x per hari) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita. Obat anti psikosis long acting: fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulit minum obat, dan untuk terapi pemeliharaan. Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi). Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holidaytapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) lalu dihentikan. Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multi episode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat anti psikosis sebaiknya dipertahankan selama minimal 2 tahun untuk pasien skizofrenia akut setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Sedangkan pasien skizofrenia berulang, lama

pemberian obat minimal 5 tahun. Pasien skizofrenia dengan perilaku menyimpang yag berbahaya seperti piromania diperlukan pemberian obat seumur hidup. Pada penghentian pemberian obat mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian antikolinergikt seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg (secara intra muskular), tablet trihexyphenidyl 3x2 mg/hari. Terapi elektro-konvulsi (TEK) Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulangan. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah, dan tidak memerlukan tenaga yang khusus seperti pada terapi koma insulin. TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap skizofrenia simplex efeknya mengecewakan; bila gejala hanya ringan kemudian diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat. Terapi koma insulin Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu enam bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia paranoid. Psikoterapi dan rehabilitasi Psikoterapi suportif dapat membantu individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat. Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin diatur sedemikian rupa sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan tergantung pada

kesembuhannnya apakah tanggung jawabnya dalam pekerjaan itu akan penuh atau tidak. Lobotomi profrontal Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat mengganggu lingkungannya.

II.8 Kekambuhan Skizofrenia7 Kekambuhan gangguan jiwa pisikotik adalah munculnya kembali gejalagejala pisikotik yang nyata. Angka kekambuhan secara positif berhubungan dengan beberapa kali masuk Rumah Sakit (RS), lamanya dan perjalanan penyakit. Penderita-penderita yang kambuh biasanya sebelum keluar dari RS mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan memiliki sedikit keterampilan sosial. Pada penelitian Porkony dkk (1993), dilaporkan bahwa 49% penderita Skizofrenia mengalami rawat ulang setelah follow up selama 1 tahun, sedangkan penderita-penderita non Skizofrenia hanya 28% . Pada penelitian Solomon dkk (1994), melaporkan bahwa dalam waktu 6 bulan pasca rawat didapatkan 30%40% penderita mengalami kekambuhan, sedangkan setelah 1 tahun pasca rawat 40%-50% penderita mengalami kekambuhan, dari setelah 3-5 tahun pasca rawat didapatkan 65%-75% penderita mengalami kekambuhan. Penderita dengan skizofrenia dapat mengalami remisi dan kekambuhan, mereka dapat dalam waktu yang lama tidak muncul gejala, maka skizofrenia sering disebut dengan penyakit kronik, karena itu perlu mendapatkan perhatian medis yang sama, seperti juga individu-individu yang menderita penyakit kronik lainnya seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress.

Empat faktor penyebab penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger : Penderita Sudah umum diketahui bahwa penderita yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur. Dokter Makan obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Penanggung jawab penderita Setelah penderita pulang ke rumah maka pihak rumah sakit tetap bertanggung jawab atas program adaptasi penderita di rumah. Keluarga Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu penderita juga mudah dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga penderita dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stres. Cara terapi bisanya: mengumpulkan semua anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepada penderita ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru bagi penderita. Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan keluarganya yaitu: menjadi ragu-ragu dan serba takut, tidak nafsu makan, sukar konsentrasi, sulit tidur, depresi, tidak ada minat serta menarik diri.

Untuk dapat hidup dalam masyarakat, maka penderita skizofrenia perlu mempelajari kembali keterampilan sosial. Penderita-penderita yang baru keluar dari RS memerlukan pelayanan dari masyarakat agar mereka dapat menyesuaikan diri dan menyatu dalam masyarakat. Tingginya angka rehospitalisasi merupakan tanda kegagalan dalam sistem masyarakat. Penderita kronis di dalam masyarakat membutuhkan dukungan hidup yang dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Beberapa penderita tetap dapat mengalami kekambuhan meskipun mereka mendapatkan pelayanan pasca rawat (after care services) pada instansi-instansi. II.9 Prognosis 4,5 Pada umumnya prognosis untuk gangguan jiwa adalah dubia dikarenakan banyaknya faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyembuhan pasien. Untuk menetapkan prognosisnya, kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini: 1. Kepribadian prepsikotik: Bila skizoid dan hubungan antar-manusia memang kurang memuaskan, maka prognosa lebih jelek. 2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa akan lebih baik daripada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan. 3. Jenis: Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita-penderita dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat. Hebefrenia dan skizofrenia simplex mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental. 4. Umur: Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosanya. 5. Pengobatan: Makin cepat diberi pengobatan, makin baik prognosanya. 6. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka prognosa lebih baik. 7. Faktor keturunan: Prognosa lebih berat bila di dalam keluarga terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia.

Menurut Robin & Guze : Baik Personalitas premorbid baik Faktor pencetus jelas Tidak ada riwayat keluarga Kesaradan berawan Terjadi akut Affect atau mood tidak datar Gejala-gejala paranoid

Menurut Kaplan & Sadocks: Mengevaluasi prognosis dengan melihat riwayat longitudinal dari penyakit, dimulai dengan riwayat keluarga sampai pada sistem penanganan Menentukan baik atau buruknya prognosis pada skizofrenia : Prognosis baik :

Riwayat keluarga ttg gangguan mood / affect Perilaku dan personalitas premorbid yang baik Sudah menikah Onset akut Gejala kelainan mood terutama kelainan depresif Gejala positif (Positive symptoms) Sistem pembantu (support systems) yang baik Riwayat keluarga skizofrenia Riwayat trauma perinatal Onset pada usia muda Perilaku dan personalitas premorbid yang buruk Lajang, bercerai, atau menjanda Insidious onset Tanpa sebab yang jelas

Prognosis buruk :

Tanda dan gejala gangguan neurologis Cenderung menarik diri autistic behavior Gejala negatif (Negative symptoms) Tidak ada remisi dalam 3 tahun Sering kambuh Riwayat kekerasan

BAB III KESIMPULAN Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umunya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).6 Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.7 Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. .

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual di mana gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang.7 Menurut PPDGJ III Skizofrenia terdiri dari skizofrenia paranoid, skrizofrenia herbefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pascaskizofrenia, skizofrenia simplek, skizofrenia residual. Skizofrenia paranoid ditandai dengan gejala utama waham primer dan sekunder serta halusinasi, kepribadian sebelum sakit : schizoid (mudah tersinggung, suka menyendiri, congkak, dan kurang percaya kepada orang lain). Simptom utamanya adalah adanya delusi persecusion dan grandeur, dimana individu merasa dikejar-kejar. Delusi tersebut diperkuat oleh halusinasi penglihatan dan pendengaran. Skizofrenia hebefrenik timbul perlahan- lahan, pada masa remaja (15-25 tahun) dengan gejala utama gangguan proses berpikir, gangguan kemauan, depersonalisasi/ double personality serta gejala tambahan : mannerism, neologisme, perilaku kekanaka-kanakan, waham dan halusinasi. Skizofrenia katatonik timbul pertama (15-30 tahun), akut, didahului stress emosional. Dapat terjadi stupor katatonik : mutisme, muka tanpa mimic, negativism, makanan ditolak, tidak bergerak sama sekali dalam waktu yang lama dan gaduh gelisah katatonik: hiperaktivitas motorik tapi tidak diserta emosi yang semestinya, stereotipi, mennerisme, grimace, dan neologisme. Skizofrenia tak terinci apabila tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, herbfrenik, atau katatonik.8 Penatalaksanaan skizofrenia dengan penggunaan obat antipsikotik golongan tipikal (dopamin reseptor antagonis) ataupun atipikal (serotonin dopamin antagonis). Untuk skizofrenia dengan gejala negatif yang lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat anti psikosis atipikal. Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Pilihan terapi lain dengan dengan terapi elektro konvulsi, psikoterapi dan rehabilitasi.8 Pada umumnya prognosis untuk gangguan jiwa adalah dubia dikarenakan banyaknya faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyembuhan pasien.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. 2004. Konsep Psikoterapi Islam dalam Penyembujan Penderita

Skizofrenia Aksis IV (Telaah Teoritik). Diunduh pada tanggal 24 Januari 2011. http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4005.1.pdf.
2. Anonymous. 2007. Skizofrenia dapatkah disembuhkan. Diunduh pada tanggal

24 3.

Januari

2011.

http://drliza.wordpress.com/2007/12/01/skizofrenia-

dapatkah-disembuhkan/. Bahar Ernaldi. Materi Pengajaran Pemeriksaan Psikiatrik, Klasifikasi Diagnostik, dan Gangguan Psikiatrik Utama. Palembang: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unsri. 1985. 4. Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia In:Kaplan & Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippicontt Williams & Wilkins. 2007. 5. Maramis, W.E. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press. Surabaya 2005.
6. Paul, Jhon. Skizofrenia. Diunduh tanggal 26 Januari 2011. http://www.

Medical news.com/ 7. Luana. Skizofrenia. EGC. Jakarta.2007. Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. FK Unika Atmajaya.Jakarta.2007
8. Maslim,

You might also like