You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan status sosial ekonomi yang semakin meningkat, masalah kesehatan juga semakin meningkat di masyarakat yang disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan terutama tentang pola hidup yang sehat sehingga berbagai macam masalah mulai timbul dari saluran pernapasan, system sirkulasi dan system pencernaan. Penyakit dari saluran pencernaan yang salah satunya adalah appendiksitis. Appendiksitis atau inflamasi pada usus buntu adalah merupakan suatu peradangan pada daerah umbai cacing di saluran pencernaan. Dampak yang terjadi akibat dari appendiksitis adalah muncul berbagai macam gejala yang dapat membuat penderita tidak merasa nyaman, yaitu: gejala-gejala yang mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari seperti nyeri dengan tiba-tiba didaerah abdomen dan ulu hati, bila dibiarkan terus menerus appendiksitis dapat terjadi obstruksi lumen usus. Jika Appendiksitis tidak dilakukan penanganan segera akan terjadinya infeksi berat, bisa menyebabkan pecahnya lumen usus sehingga memerlukan penanganan yang khusus yaitu Laparatomi. Appendiksitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Kejadian paling tinggi ditemukan pada usia dekade kedua dan ketiga, appendiksitis didapatkan 1,3-1,6 kali lebih sering pada laki-laki dari pada wanita. Penyebab appendiksitis yaitu berupa fekalit, cacing ascariasis, dan hyperplasia jaringan limfe. Prevalensi di Inggris, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Douglas et al terdapat 302 pasien yang terkena suspek appendiksitis setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dan untuk mengatasi appendiksitis tersebut telah dilakukan apendiktomi dengan angka kegagalan sekitar 9 11%, dan 89% berhasil untuk mengatasi apendiksitis. Dan penelitian lain yang dilakukan oleh Zielke et al, sekitar 2000 pasien mengatakan bahwa sekitar 6% ultrasonografi mendeteksi appendiksitis (Sari Wirya Netty, 2009).

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Membantu mahasiswa dalam memahami materi dari pengertian sampai pada asuhan keperawatan 2. Tujuan Khusus Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang: Pengertian appediksitis Etiologi appediksitis Anatomi dan fisiologinya Patofisiologi Pathway Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan Asuhan keperawatan

BAB II ISI A. Pengertian Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif, dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (appendiksitis) (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan (Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D, 2005). B. Etiologi Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid (Mansjoer Arif et all, 2000) . C. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Appendiks adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.Secara anatomi appendiks sering disebut juga dengan appendiks vermiformis atau umbai cacing. Appendiks terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendiks berada di sebelah postero-medial secum. Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada

titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendiks juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendiks pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendiks dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendiks dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendiks yang panjang menyebabkan appendiks bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendiks bergerak ke belakang colon yang disebut appendiks retrocolic. Appendiks dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior. 2. Fisiologi Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendiks menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendiks dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patogenesis appendicitis. Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu IgA. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (http://medlinux.blogspot.com ) D. Patofisisologi Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendiks. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendiks oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendiks yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith. Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendiks. Obstruksi lumen appendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya

invasi kuman ke dinding appendiks sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendiks, appendiks dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendiks yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut (Price, SA, Wilson,LM. 2005). E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
4. Barium Enema

fecalith

sebagai penyebab

appendicitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. 5. Laporoscopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks. 6. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. (Mansjoer Arif et all, 2000) G. Diagnosa Banding 1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendicitis.

2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah. 3. Peradangan pelvis Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. 4. Kehamilan Ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. 5. Diverticulitis Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendicitis. 6. Batu Ureter atau Batu Ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. (Price, SA, Wilson,LM. 2005) I. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis Appendektomi dilakukan jika diagnose appendicitis sudah ditegakkan. Laparatomi yaitu dengan melakukan insisi di abdomen dan mencari appediks yang meradang, dan dilalukan pengangkatan appendiks kemudian abdomen ditutup

kembali. Laparatomi dilakukan dengan menggunakan alat lapariscop. 2. Penatalaksanaan farmakologi Antibiotic 1) Sefalosporin generasi III: sefotaksim dan sefriakson 2) Sefalosporin generasi IV: sefpirom 3) Metronidazol 4) Aminoglikosida (gentamisin) 5) Penisilin (ampisilin) 6) Karbapenem (meropenem) Analgetik (ketorolak trometamin, metamizol Na, dan tramadol HCl) Terapi cairan infuse sesuai advis dokter Antiulser antiemetika (Price, SA, Wilson,LM. 2005) J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Identitas klien (Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register). Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang. Keluhan utama: Klien mengatakan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. Sirkulasi : Klien mungkin takikardia

Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal Aktivitas/istirahat : Malaise Eliminasi: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan: nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

Keamanan: Demam, biasanya rendah Data psikologis: Klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

2. Diagnosa Keperawatan Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Konstipasi berhubungan dengan peningkatan flora usus

3. Intervensi Keperawatan Diagnosa keperawatan: Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi. Tujuan: tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil: 1) Penyembuhan luka berjalan baik 2) Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen 3) Tekanan darah >90/60 mmHg 4) Nadi lebih 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal 5) Abdomen lunak, tidak ada distensi 6) Bising usus 5-34 x/menit Intervensi Intervensi Rasional Kaji dan catat kualitas, lokasi dan Untuk mengetahui sejauh mana

durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat.

tingkat

nyeri

dan

merupakan

indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

Awasi dan catat tanda vital terhadap Dugaan adanya infeksi/terjadinya peningkatan suhu, nadi, adanya sepsis, abses, peritonitis. pernapasan cepat dan dangkal. Lakukan perawatan luka dengan Menurunkan resiko penyebaran tehnik aseptic. karakteristik eriitema. drainase luka/drain, bakteri. deteksi dini terjadinya proses infeksi dan/atau pengawasan peritonitis sebelumnya. Kolaborasi: antibiotik Untuk menurunkan jumlah mikroorganisme penyebab infeksi. yang penyembuhan telah ada Lihat insisi dan balutan. Catat Memberikan

Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal Tujuan: nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x24 jam. Kriteria hasil: 1) Persepsi subyektif tentang nyeri menurun 2) Tampak rileks 3) Pasien dapat istirahat dengan cukup Intervensi: Intervensi Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri. Ajarkan destraksi. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien. teknik relaksasi dan Rasional Penjelasan yang membuat sama. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat mengurangi rasa nyeri. klien benar mengerti

sehingga dapat diajak bekerja

Penderita

sendiri

yamg untuk

Rawat aseptic.

luka

secara

teratur

daan

merasakan posisi yang lebih menyenangkan mengurangi rasa nyeri. Perawatan luka yang teratur

Kolaborasi

dengan

dokter

utuk

dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri

pemberian obat analgesik

Diagnosa keperawatan: Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Tujuan: tidak terjadi infeksi dan hipertermia Kriteria hasil: 1) Suhu kembali normal 35.5-37,5oC 2) Mengidentifiksi faktor-faktor resiko hipertermia 3) Menurunkan faktor-faktor risiko hipertermia Intervensi Intervensi Pantau masukan dan haluaran dan berikan minuman kesukaan untuk mempertahankan masukan dan haluaran Pantau infeksi Monitor TTV Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti panas tanda-tanda terjadinya Panas/ kolor merupakan salah satu tanda dari infeksi Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis Menurunkan panas yang di derita oleh klien. keseimbangan Rasional Mencegah terjadinya dehidrasi

Diagnosa keperawatan: Konstipasi berhubungan dengan peningkatan flora usus Tujuan: BAB lancar dan tidak terjadi konstipasi Kriteria hasil: mendapatkan kembali pola fungsi usus yang normal. Intervensi: Intervensi Auskultasi bising usus Rasional Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek inflamasi intraperitoneal Selidiki keluhan nyeri abdomen Mungkin berhubungan dengan distensi abdomen atau terjadinya komplikasi. Observasi gerakan usus, perhatikan Indikator kembalinya fungsi GI, warna, konsistensi dan jumlah. Anjurkan makanan/cairan mengidentifikasi intervensi yang Menurunkan resiko iritasi mukosa ketepatan

tidak mengiritasi bila masukan oral Kolaborasi dengan dokter untuk Mungkin perlu untuk merangsang pemberian pelunak feses, peristaltik dengan perlahan/ supositorial gliserin sesuai indikasi evakuasi feses.

REFERENSI Apendiksiti. 2008. In: http://medlinux.blogspot.com/2008/12/apendisitis.html Doenges, Marylinn E. 1997. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Media Aesculapius. Price, SA, Wilson,LM. 2005. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Vol 1. Jakarta. EGC Sari Wirya Netty. 2009. Appendiksitis. In: http://sariwiryanetty.blogspot.com/2009/10/appendik.html Smeltzer, Bare (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC.

You might also like