Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
DADANG ARIEF HIDAYAT
F14053086
Oleh:
DADANG ARIEF HIDAYAT
F14053086
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek
Lapangan yang berjudul “Mempelajari Aspek Ergonomika Dan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Pada Proses Produksi Gula di PT PG
Rajawali Ii, Unit PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat”. Laporan ini
merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Praktek Lapangan yang
diselenggarakan Fakultas Teknologi Pertanian.
Laporan ini tersusun atas bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak
selama penulisan usulan penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M. Agr. selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Pimpinan dan segenap karyawan di PG Jatitujuh yang memberikan izin dan
arahan kepada mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan praktek lapangan serta
memberikan penilaian terhadap pelaksanaan dan hasil praktek lapangan.
3. Keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya.
4. Teman-teman satu lokasi praktek lapang: Insan Pramana, Hadi Sucipto, Mila
Siti Amalia, Siti Khoirunnisa, dan Wina Faradina atas semangat dan
bantuannya selama bersama-sama melaksanakan praktek lapang.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih kurang dari sempurna. Namun
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
i
DAFTAR ISI
ii
B. Konstruksi Pabrik.................................................................................... 38
C. Sistem Kontrol dan Display .................................................................... 39
D. Posisi Kerja ............................................................................................. 44
E. Pemindahan Material .............................................................................. 47
F. Shift Kerja ............................................................................................... 48
G. Bahan Beracun dan Berbahaya ............................................................... 48
H. Alat Pelindung Diri ................................................................................. 49
I. Himbauan dan Jaminan K3 ..................................................................... 50
VI. PENUTUP ...................................................................................................... 53
A. Kesimpulan ............................................................................................. 53
B. Saran ....................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54
LAMPIRAN .......................................................................................................... 55
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 30. Penerangan Tambahan ...................................................................... 38
Gambar 31. Berbagai Macam Desain Tangga ...................................................... 39
Gambar 32. Meja Kontrol Penekan Hidrolik Top Roll Gilingan .......................... 40
Gambar 33. Tuas Genggam dan Handel Putar ...................................................... 40
Gambar 34. Panel Kontrol Motor Hidrolik Hägglunds ........................................ 41
Gambar 35. Kontrol Kecepatan Belt Conveyor Tebu Halus ................................. 42
Gambar 36. Meja Kontrol Cane Table.................................................................. 42
Gambar 37. Roda Keran (bawah: dibantu dengan rantai dan motor listrik) ......... 43
Gambar 38. Posisi Kerja Pengontrolan Meja Tebu ............................................... 45
Gambar 39. Posisi Kerja Pengontrolan Rubber Band Conveyor ........................... 45
Gambar 40. Posisi Kerja Pengontrolan Sentral Listrik ......................................... 46
Gambar 41. Posisi Kerja Pengemasan Gula Dalam Karung ................................. 46
Gambar 42. Posisi Kerja Pengontrolan pada Stasiun Boiler ................................. 46
Gambar 43. Movable Conveyor ............................................................................ 47
Gambar 44. Derek Alat Berat................................................................................ 47
Gambar 45. Berbagai Macam Alat Pelindung Diri ............................................... 50
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
kejayaan gula pada tahun 1930-an, kini merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan
gula nasional. Semakin mundurnya target tahun swasembada gula menunjukan
hasil produksi gula di Indonesia tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan
gula nasional. Sebenarnya selama beberapa tahun terakhir, jumlah produksi gula
per tahun di Indonesia terus meningkat. Namun peningkatan kebutuhan gula di
Indonesia per tahun ternyata melebihi jumlah gula yang diproduksi.
Pengembangan perkebunan tebu baik secara ekstensif maupun intensif serta
peningkatan kinerja produksi yaitu meningkatkan kapasitas terpasang di pabrik
gula guna meningkatkan rendemen merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan
gula nasional.
Kegiatan praktek lapangan ini difokuskan pada proses produksi gula yang
ditinjau dari segi aspek ergonomika dan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja)
yang merupakan aspek penting dalam memperhitungkan faktor manusia dalam
lingkungan kerja. Dalam proses produksi gula, pekerja tidak lepas dari melakukan
interaksi dengan berbagai fasilitas produksi juga lingkungan kerja. Kajian aspek
ergonomika dan K3 dapat bermanfaat untuk mengevaluasi kenyamanan dan
tingkat bahaya kerja dari fasilitas produksi dan membuat lingkungan kerja agar
lebih efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien. Keluaran dari kegiatan praktek
lapang ini juga diharapkan dapat menghasilkan usulan yang dapat diterapkan pada
perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja.
B. Tujuan
2
2. Institusional:
Memperkenalkan dan mendekatkan Institut Pertanian Bogor, khususnya
Fakultas Teknologi Pertanian dengan masyarakat dan memperoleh masukan atau
pertimbangan bagi penyusunan kurikulum sebagai upaya peningkatan kualitas
pendidikan yang sesuai dengan kemajuan iptek dan kebutuhan masyarakat sebagai
pengguna.
D. Aspek Kajian
Aspek yang dikaji dalam kegiatan praktek lapangan ini antara lain:
1. Aspek Kajian Umum
Pengkajian aspek umum mencakup sejarah dan perkembangan perusahaan,
areal dan sarana perusahaan, keadaan iklim dan tanah, struktur organisasi
perusahaan, ketenagakerjaan, dan kegiatan perusahaan.
2. Aspek Kajian Khusus
Aspek yang dikaji secara khusus adalah aspek ergonomika dan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pada proses produksi gula.
E. Metodologi
3
2. Pengamatan secara langsung.
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan secara langsung
sehingga dapat diketahui keadaan fisik dari objek yang akan diamati.
3. Wawancara dengan pihak terkait.
Wawancara dilakukan untuk melakukan klarifikasi terhadap berbagai
permasalahan yang dihadapi di lapangan. Wawancara dilakukan dengan pihak-
pihak yang terkait langsung dan berdasarkan bimbingan dari pembimbing
lapangan.
4. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk keperluan akademik mahasiswa
pelaksana praktek lapangan. Data yang diperoleh digunakan sebagai pembanding
dengan teori yang didapat selama kuliah.
5. Peran serta aktif dalam program perusahaan.
Peran serta aktif dalam program yang disusun oleh perusahaan akan
memberikan pengalaman akan dunia kerja yang ada di perusahaan. Peran serta
aktif ini akan dikonsultasikan dan di bawah izin dari pembimbing lapangan.
6. Studi pustaka.
Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh pembuktian dan alasan-alasan
ilmiah dalam melakukan analisis terhadap berbagai macam permasalahan yang
dihadapi di lapangan.
4
II. TINJAUAN PERUSAHAAN
5
berada di bawah PT PG Rajawali II adalah PG Subang, PG Tersana Baru, PG
Karangsuwung, PG Sindanglaut, dan PSA (Pabrik Spirtus dan Alkohol)
Palimanan. Sedangkan 3 pabrik gula lain yang sebelumnya dikelola juga oleh PTP
XIV yaitu Gempol, Jatiwangi, dan Kadipaten terpaksa ditutup akibat
permasalahan sulitnya pemasukan areal. Saat ini di antara PG lainnya yang berada
di bawah PT PG Rajawali II, PG Jatitujuh merupakan pabrik gula yang memiliki
kapasitas giling dan produksi gula terbesar.
6
adalah perkantoran, gudang, workshop mekanisasi, dan bangunan pengolahan
limbah. Bangunan lainnya yang merupakan sarana penunjang adalah perumahan
karyawan, penginapan tamu, koperasi, gedung pertemuan, rumah ibadah,
poliklinik, sekolah taman kanak-kanak, dan sarana olahraga.
7
seperti boiler, power house, peralatan giling, dan instrumentasi pabrik. Sementara
proses pengolahan mulai dari pemurnian nira hingga pengkristalan merupakan
tanggung jawab Bagian Pabrikasi. Sementara Bagian Tanaman mempunyai
tanggung jawab mengurus kegiatan budidaya tebu di lahan dan melakukan
penelitian untuk mengembangkan tanaman tebu yang lebih baik.
Kepala Bagian Tanaman sendiri membawahi Kepala Tanaman Divisi Barat,
Kepala Tanaman Divisi Timur, Kepala Mekanisasi, Kepala Riset dan
Pengembangan, Kepala Tebang/Angkut, dan seorang kepala sinder yang bertugas
di lahan tebu kemitraan (SKK TRI/Sinder Kebun Kepala Tebu Rakyat Indonesia).
Sedangkan SKK yang bertugas di lahan tebu perusahaan memiliki jabatan di
bawah kepala tanaman divisi wilayah masing-masing. Adapun setiap SKK
membawahi beberapa SKW (Sinder Kebun Wilayah). SKW memiliki tanggung
jawab secara langsung mengatur kegiatan budidaya tebu di wilayahnya. Setiap
SKW dibantu oleh beberapa mandor. Mandor tersebut bertugas mengatur dan
mengawasi langsung tenaga kerja harian/borongan di setiap petak lahan.
E. Ketenagakerjaan
Jumlah total tenaga kerja PG Jatitujuh yang tercatat pada tahun 2007 adalah
sebanyak 21964 orang. Jumlah tersebut terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga
kerja tidak tetap. Data jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut.
8
Pengemudi Angkutan BBM 92
Pengemudi Angkutan Ampas 4710
Rekanan/Kontraktor 282
Angkutan Pakan Ternak 120
Pedagang 35
TOTAL 21964
(Sumber: PG Jatitujuh, 2007)
F. Kegiatan Perusahaan
9
blotong digunakan untuk bahan baku kompos; tetes tebu digunakan untuk bahan
baku alkohol dan MSG; pucuk dan daun tebu digunakan untuk makanan ternak.
Sementara itu, limbah cair yang tidak bisa dimanfaatkan akan diolah terlebih
dahulu di Instalasi Penanganan Limbah Cair (IPLC) sebelum dibuang ke saluran
pembuangan air di lahan. Sehingga air buangan hasil pengolahan limbah sudah
termasuk kategori aman.
3. Diversifikasi Usaha
Selain melakukan budidaya tebu dan produksi gula, PG Jatitujuh juga
mengembangkan usaha tanaman hortikulura dan agromed. Usaha tersebut
dilakukan sebagai pemanfaatan lahan marjinal yang tidak dapat ditanami tebu
serta konservasi lahan dan lingkungan. Komoditas yang dikembangkan berupa
buah-buahan seperti mangga, jeruk, matoa, dan buah naga. Komoditas lainnya
adalah tanaman obat antara lain cabe jamu, kunyit putih, mahkota dewa, pace, dan
kumis kucing. Sedangkan usaha tanaman yang juga dikembangkan untuk
penghijauan adalah jati dan mahoni.
Usaha lain yang juga dikembangkan adalah Unit Pengolahan Minyak Jarak
yang bertujuan menghasilkan alternatif bahan bakar. Penanaman jarak pagar juga
sekaligus berguna untuk penguat daerah pinggiran dari erosi tanah. Selain itu ada
juga usaha Mitra Cane Top yang memproduksi pakan ternak dengan bahan baku
pucuk dan daun tebu yang masih hijau.
4. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
Selain melakukan kegiatan internal, PG Jatitujuh juga melakukan kegiatan
eksternal dengan masyarakat di sekitar PG melalui PKBL (Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan). Hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan tanggung
jawab sosial untuk ikut serta bertanggung jawab dalam pemberdayaan
masyarakat, khususnya di bidang perekonomian, dengan meningkatkan lapangan
pekerjaan, kesempatan usaha dan menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan
pendanaan usaha mikro, kecil dan koperasi yang sumber dananya berasal dari
penyisihan laba BUMN setelah pajak sebesar 1-3% setiap tahun. Kegiatan PKBL
PG Jatitujuh antara lain:
a. pemberian pinjaman lunak kepada masyarakat sekitar pabrik
b. pengaspalan jalan desa
10
c. pengaspalan dan pengecoran jembatan desa
d. pemberian buku wajib untuk Sekolah Dasar
e. perbaikan bangunan sekolah
f. pemberian bantuan perlengkapan sekolah
g. pemberian beasiswa pendidikan
11
III. BUDIDAYA TEBU
12
dilengkapi dengan fertilizer aplicator yang berfungsi untuk pemberian pupuk
awal. Tenggang waktu pengkairan adalah 1-2 hari setelah penggaruan. Kair yang
dibuat memiliki kedalaman 20-25 cm dengan jarak dari pusat ke pusat sebesar 135
cm. Satu hari sebelum tanam, dilakukan pembuatan got menggunakan kair mata
satu/ditcher. Got yang dibuat adalah got malang dan got mujur. Got mujur
memiliki arah yang sejajar dengan alur tanam/kair yaitu arah melintang dari
kemiringan lahan, sedangkan got malang memiliki arah yang tegak lurus arah kair
atau sejajar arah kemiringan lahan. Got mujur memiliki kedalaman 30-35 cm,
sedangkan kedalaman got malang adalah 20-30 cm. Sementara untuk got di
sekeliling petak lahan dibuat dengan kedalaman 30-40 cm, alat yang digunakan
adalah motor grader.
Bibit tebu yang akan ditanam terlebih dahulu di-klentek (dibuang
daun/pelepahnya) lalu dipotong menjadi 3-4 ruas. Selanjutnya bibit diletakan pada
alur tanam secara overlap/saling ditempah ganda dengan bibit lainnya. Bibit yang
telah diletakkan kemudian ditimbun tanah setebal 5-10 cm. Kegiatan penanaman
bibit dilakukan dengan memperhatikan kondisi penyediaan air sehingga dapat
langsung diikuti dengan penyiraman. Agar hasil siraman merata, cara peyiraman
dilakukan dengan sistem suling. Kebutuhan air untuk penyiraman pada tanaman
plant cane adalah sekitar 2700 m3/ha. Kegiatan penyiraman dapat dilakukan dua
tahap sesuai kondisi kelembaban tanah.
Proses pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pengendalian hama
dan penyakit, pembuatan guludan (turun tanah), pengurasan got, dan pemupukan
kedua. Proses pemupukan kedua dilakukan setelah tanaman berumur dua bulan.
Jenis dan dosis pupuk juga herbisida ditentukan sesuai rekomendasi Risbang
(Riset dan Pengembangan). Sampai tanaman siap untuk ditebang perlu dilakukan
klentekan minimal 10 ruas dari bawah. Proses tersebut dilakukan untuk
meningkatkan mutu tebangan.
Setelah plant cane ditebang dan sisa tebangan pada lahan dibersihkan
(keprasan), pengolahan tanah untuk pertumbuhan ratoon dimulai dengan
pembalikan tanah di antara barisan tempat tebu tumbuh. Alat yang digunakan
untuk membalik tanah adalah chisel. Fungsi dari pembalikan tanah ini adalah
untuk mengembalikan kadar udara (aerasi) di dalam tanah. Hasil dari pembalikan
13
tanah kemudian dirapikan dengan kair mata satu agar juring dapat terbentuk
kembali. Disamping itu, kair mata satu juga dilengkapi aplikator pupuk.
Selanjutnya, kegiatan pemeliharaan pada tanaman ratoon hampir sama dengan
pemeliharaan plant cane. Hanya saja kebutuhan air penyiraman untuk ratoon
lebih sedikit yaitu sekitar 1300 m3/ha.
Setelah tanaman tebu mencapai umur masak yaitu sekitar 11-13 bulan,
maka dilakukan penebangan. Jadwal tebang untuk tiap petak lahan disusun
berdasarkan analisa kemasakan yang disebut T-Score. Pengadaan tenaga penebang
dan mandor tebang dilakukan dengan sistem kontrak dengan upah berdasarkan
tonase tebu. Sistem tebang dapat dilakukan secara manual yaitu tebu ditebang dan
diikat lalu dimuat dengan menggunakan tenaga manusia, ataupun dilakukan
secara mekanis dengan menggunakan cane harvester. Selain itu dapat juga
dilakukan secara semi-mekanis yaitu tebu yang ditebang dengan menggunakan
tenaga manusia, dibiarkan terhampar (tidak diikat), kemudian dimuat oleh alat
mekanis/loader. Sejak terganjal kenaikan harga bahan bakar, sistem tebang yang
dilakukan PG Jatitujuh sebagian besar adalah secara manual, sistem tebang semi-
mekanis hanya dilakukan dibeberapa petak lahan saja. Sementara itu alat angkut
yang digunakan untuk membawa tebu dari lahan ke cane yard adalah truk. Tiap
truk dapat mengangkut 6-7 ton tebu. Upah pengangkutan dibayar berdasarkan
pengelompokan jarak angkut dari lahan ke pabrik.
14
IV. PROSES PRODUKSI GULA
15
Draft Fan (IDF) untuk menarik udara panas secara paksa dari cerobong ke ruang
bakar. Sementara boiler ketiga baru dipasang pada tahun 1985, boiler ini dibuat
oleh perusahaan Hitachi Babcock. Berbeda dengan boiler lama yang
menggunakan IDF, boiler ketiga ini menggunakan Over Fired Air Fan (OFAF)
yang memanfaatkan udara panas yang keluar dari ruang bakar untuk dimasukan
kembali.
Boiler-boiler tersebut dapat menghasilkan uap dengan temperatur 350 °C.
Tekanan operasi normal yang dihasilkan masing-masing boiler adalah 26 bar. Uap
yang dihasilkan masing-masing boiler selama tiap jam adalah sekitar 55 ton. Uap
yang dihasilkan dari seluruh boiler digunakan untuk menggerakan turbin gilingan,
turbin unigrator, dan turbin alternator. Pada turbin gilingan dan turbin unigrator,
tenaga uap dimanfaatkan untuk menghasilkan putaran pada alat. Uap bekas dari
turbin gilingan juga dimanfaatkan untuk proses evaporasi, pemasakan nira dan
kondensasi.
16
perawatan di pabrik adalah generator diesel. PG Jatitujuh memiliki empat
generator diesel dengan daya 1000 hp satu unit, 500 hp satu unit, dan 250 hp dua
unit. Setelah periode giling tahun ini selesai, PG Jatitujuh berencana hanya
menggunakan pasokan listrik dari PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik ketika
perawatan pabrik. Generator diesel hanya akan digunakan dalam keadaan darurat.
Hal tersebut disebabkan oleh kendala dari kenaikan harga bahan bakar untuk
diesel.
Gambar 2. Alternator
B. Persiapan Tebu
17
Gambar 3. Penimbangan Bruto dan Tarra
18
laboratorium analisa juga menunjukan pengurangan rendemen sebesar 0.4-0.5%
untuk setiap penundaan giling selama sehari. Sedangkan untuk tebu bakar,
penundaan satu hari giling akan menurunkan rendemen 0.6-0.7%.
Setelah melewati Tim MSB, tebu akan dibongkar dari truk menuju cane
yard dengan menggunakan cane lifter. Cane lifter yang digunakan dapat berupa
menara, truk, ataupun rel. Truk yang telah kosong kemudian menuju jembatan
penimbangan tarra di sebelah selatan untuk ditimbang berat truk saja sehingga
berat bersih tebu dapat diketahui dari selisih hasil penimbangan bruto dengan
penimbangan tarra. PG Jatitujuh memiliki dua cane yard yaitu di sebelah utara
dan selatan yang dipisahkan oleh cane carrier. Kapasitas maksimal kedua cane
yard dapat menampung setengah dari kapasitas giling per hari. Untuk musim
giling tahun ini, PG Jatitujuh meningkatkan kapasitas giling menjadi 5000 TCD
(ton cane per day).
Pada tiap cane yard ditempatkan satu cane loader/stacker yang digunakan
untuk menggiring tebu menuju meja tebu utama di masing-masing cane yard.
Meja tebu utama memiliki panjang 12 meter dan lebar 8 meter. Tebu yang sudah
diletakkan pada meja tebu utama akan digerakkan oleh 10 jalur roda rantai yang
terpasang pada meja tebu menuju cane carrier. Tiap roda memiliki 16 gerigi
dengan ketebalan gigi 97 mm. Di masing-masing meja tebu utama terdapat cane
19
kicker/perata tebu yang berfungsi untuk mencegah tumpukan tebu terlalu tinggi.
Perata tebu tersebut memiliki 15 pasang bilah lengkung dan porosnya digerakkan
oleh motor listrik. Selain dua meja tebu utama, terdapat juga satu meja tebu
pembantu/side carrier yang ukurannya lebih kecil. Berbeda dengan meja tebu
utama, tebu yang diletakkan pada side carrier akan digerakkan oleh sistem roda
crawler. Selain oleh loader, tebu dapat diletakkan pada side carrier dengan
menggunakan truck tipper sehingga tebu tidak perlu dibongkar dari truk
menggunakan cane lifter.
20
yang berfungsi untuk menghancurkan tebu menjadi halus dengan menggunakan
mata palu berjumlah 70 buah dan sebuah plat penyerut (anvil plate). Tebu yang
telah halus kemudian diarahkan menuju gilingan dengan menggunakan belt
(rubber band) conveyor. Belt conveyor yang digunakan memiliki panjang jalur
19.25 m, lebar 2.2 m, dan sudut kemiringan terhadap garis horisontal sebesar 10°.
Pada jalur belt conveyor terdapat perata untuk tebu halus yang berfungsi
mencegah terlalu tingginya tumpukan tebu halus.
Tujuan utama dari proses penggilingan tebu adalah untuk menghasilkan nira
sebanyak mungkin dengan menggunakan sedikit mungkin tenaga dari peralatan
giling. Dengan pertimbangan tersebut, PG Jatitujuh menggunakan empat unit
gilingan. Tiap unit gilingan memiliki 3 buah roll. Roll atas dan depan memiliki
diameter 98 cm, sedangkan roll belakang berdiameter 102 cm. Panjang roll
adalah sebesar 2.14 meter. Bahan yang digunakan sebagai selimut roll adalah besi
tuang, sementara porosnya terbuat dari baja.
Putaran gilingan berasal dari turbin uap berkecepatan putar 6000 rpm yang
terlebih dahulu melewati reducer dan gear box untuk mengurangi kecepatan
hingga menjadi 5 rpm. Pemerasan nira oleh roll gilingan dibantu dengan sistem
tekanan hidrolik. Tekanan yang diberikan pada roll atas dapat mencapai 200 bar.
Untuk membantu pemberian tekanan, sejak tahun 2006 PG Jatitujuh memasang
motor hidrolik bermerk Hägglunds pada masing-masing roll depan di unit
gilingan I dan IV. Alat tersebut dapat meningkatkan tekanan hingga mencapai 350
bar. Oleh karena kinerjanya yang baik, maka pada tahun 2007 kembali dipasang
motor hidrolik tersebut untuk gilingan II dan III.
21
Gambar 11. Stasiun Gilingan
Ampas tebu yang keluar dari gilingan pertama akan diteruskan oleh
intermediate conveyor menuju gilingan kedua. Begitu pula selanjutnya sampai
gilingan keempat. Nira yang telah diperas akan keluar melalui samping gilingan.
Nira tersebut masih mengandung sedikit ampas, sehingga sebelum masuk tangki
penampungan perlu disaring terlebih dahulu dan ampas hasil saringan dibawa oleh
cush-cush elevator menuju gilingan II. Nira yang akan digunakan untuk diolah di
stasiun pemurnian adalah nira yang dihasilkan dari gilingan I dan II. Sedangkan
nira yang diperoleh dari gilingan III akan digunakan sebagai imbibisi/pengencer
ampas yang keluar dari gilingan I untuk digiling di gilingan II. Begitupula nira
yang dihasilkan gilingan IV akan digunakan sebagai imbibisi ampas yang akan
digiling pada gilingan III. Sedangkan ampas yang akan digiling pada gilingan IV
akan diberi imbibisi berupa air dengan temperatur 50-70°C. Pemberian imbibisi
bertujuan untuk memaksimalkan pemerasan sehingga ampas yang dihasilkan dari
gilingan IV memiliki kandungan gula yang rendah dan dapat mempermudah
pembakaran ketika digunakan sebagai bahan bakar pada boiler.
22
D. Pemurnian Nira
23
Nira kemudian dialirkan menuju prefloc tower untuk dicampur dengan
flokulan yang berfungsi untuk mengikat kotoran. Nira kotor akan membentuk
gumpalan yang kemudian akan mengendap ketika nira dialirkan menuju dua unit
tangki clarifier yang memiliki kapasitas masing-masing 250 m3. Di dalam
clarifier terdapat beberapa kompartemen berputar sebagai lantai pengendap yang
tersusun bertingkat. Endapan akan terdorong hingga jatuh oleh scrapper yang
terpasang di tiap kompartemen. Endapan nira kotor yang jatuh kemudian akan
dipompa menggunakan pompa membran menuju mixer feeder untuk dicampur
dengan ampas halus yang berfungsi membantu penyerapan kembali nira tipis yang
masih terdapat dalam nira kotor. Penyerapan kembali tersebut dilakukan dengan
menggunakan dua unit Rotary Vacuum Filter (RVF). RVF berbentuk silinder
horisontal yang dindingnya dilapisi saringan dari stainless steel. Prinsip kerja dari
RVF adalah dengan menggunakan vakum tekanan rendah dan tekanan tinggi.
Vakum tekanan rendah (10-15 cmHg) digunakan untuk membuat kotoran yang
terikat ampas halus menjadi terpisah dan menempel pada dinding silinder.
Sementara vakum tekanan tinggi (40-45 cmHg) digunakan untuk menyerap nira
yang masih tersisa. Nira tipis hasil penyerapan dialirkan menuju tampungan nira
mentah di bawah timbangan nira otomatis. Sedangkan kotoran (blotong) yang
menempel pada dinding RVF akan dilepaskan oleh scrapper dan kemudian
dibawa oleh belt conveyor menuju truk untuk diangkut ke pengolahan kompos.
Sementara itu, nira jernih yang keluar dari clarifier kemudian disaring
kembali lalu dialirkan menuju heater III untuk dipanaskan hingga mencapai
temperatur 110-115°C. Berbeda dengan heater I dan II, heater III menggunakan
sirip-sirip pemanas untuk memanaskan nira. Setelah dipanaskan, nira kemudian
dipompa menuju stasiun penguapan.
24
Gambar 16. Pengecekan pH
Keterangan:
1. Flocution Chamber
2. Central Tube
3. Nira Sulfitasi Masuk
4. Kaca Penglihat
5. Nira Kotor Keluar
6. Pompa Nira Kotor
7. Scrapper
8. Overflow Box
9. Nira Jernih Keluar
10. Saluran Pipa Keluar
11. Saluran Pipa Nira Jernih
12. Kran Pengosongan Nira
Kotor
25
E. Penguapan Nira
26
sebagai suplesi pada evaporator I dan II. Uap yang dihasilkan dari evaporator I
dan II juga digunakan untuk membantu proses pemanasan pada heater juga untuk
proses pemasakan.
Nira murni yang akan diuapkan di evaporator I akan dipompa masuk ke
dalam tangki melalui pipa input bagian bawah untuk disaring kemudian dialirkan
menuju bagian atas tangki lalu dijatuhkan ke kisi-kisi pemanas. Sementara uap
pemanas masuk melalui pipa input bagian samping atas dan melewati rongga
antar kisi-kisi. Pada evaporator II sampai VI, nira yang masuk melewati pipa
bagian bawah tangki akan mengisi pipa-pipa pemanas sampai tingginya mencapai
1/3 tinggi pipa. Tekanan vakum yang diberikan di dalam tangki akan membuat
nira menyembur ke atas pipa pemanas sehingga penguapan dapat terjadi. Nira
yang telah diuapkan kemudian dialirkan melalui pipa bagian samping bawah
tangki menuju evaporator berikutnya. Uap yang berlebih akan terdorong oleh uap
baru yang masuk sehingga keluar menuju kondensor untuk diembunkan kembali
menjadi air.
Hasil akhir dari keseluruhan proses penguapan adalah nira kental yang
memiliki warna coklat gelap. Nira tersebut kemudian dipompakan menuju sulfur
tower nira kental di stasiun pemurnian untuk menghilangkan warna gelap.
Kemudian nira dipompa menuju tangki Juice Syroop Purification (JSP) untuk
menghilangkan kotoran akibat sulfitasi. Prinsip kerja dari JSP adalah dengan cara
menambahkan udara agar kotoran mengapung bersama buih sehingga dapat
disapu keluar oleh scrapper. Hasil nira dari JSP kemudian ditampung dalam
bejana nira kental untuk kemudian diproses di stasiun masakan.
27
F. Pemasakan dan Sentrifugasi
Bahan dasar dari masakan A adalah nira kental, klare SHS, dan leburan gula
krikilan. Bahan-bahan tersebut ditarik masuk ke dalam tangki vakum bertekanan
60 cmHg dan kemudian diberikan uap dengan suhu 60-70ºC. Ketika masakan
telah mencapai brik 70-80, maka magma C hasil puteran C dimasukan sebagai
bibit untuk memperbesar ukuran kristal menjadi 0.8-1.1 mm. Ketika telah masak,
katup input uap ditutup sementara katup output masakan dibuka untuk
mengalirkan hasil masakan A menuju palung pendingin yang memiliki pengaduk
tipe ulir. Ketika masakan dikeluarkan, kristal gula yang tertinggal pada dinding
tangki dibersihkan dengan air panas. Setelah didinginkan, masakan A kemudian
dialrkan menuju puteran (sentrifuse) A untuk memisahkan antara gula A dan
stroop A. Selanjutnya gula A kembali mengalami proses sentrifugasi di puteran
SHS untuk memisahkan klare SHS dan gula SHS basah. Klare SHS inilah yang
digunakan sebagai bahan dasar masakan A, sedangkan gula SHS basah akan
28
dikeringkan di stasiun selanjutnya dan diayak untuk mendapatkan ukuran kristal
gula yang sesuai standar pengemasan.
Stroop A yang dihasilkan puteran A digunakan sebagai bahan dasar
masakan C. Proses pemasakan di dalam tangki untuk tiap masakan adalah sama,
hanya saja bibit yang digunakan untuk memperbesar ukuran kristal masakan C
adalah gula D2. Hasil masakan C kemudian dialirkan menuju puteran C untuk
memisahkan stroop C dan gula C. Gula C kemudian ditambahkan air menjadi
magma C yang kemudian dijadikan bibit untuk masakan A. Stroop C yang
dihasilkan puteran C kemudian digunakan sebagai bahan dasar masakan D
ditambah dengan klare D. Hasil masakan D kemudian dialirkan menuju puteran
D1 untuk memisahkan limbah tetes dan gula D1. Gula D1 kemudian ditambahkan
air dan dialirkan menuju puteran D2 untuk memisahkan klare D dan Gula D2.
Klare D inilah yang digunakan sebagai salah satu bahan dasar masakan D.
Sedangkan gula D2 digunakan sebagai bibit untuk memperbesar ukuran kristal
masakan C.
Alat yang digunakan sebagai puteran A dan SHS adalah Discontinue High
Grade Centrifugal (DHGC). Disebut diskontinyu karena pengumpanan bahan
tidak berlangsung setiap saat, tetapi diselingi waktu penyiraman dan pengeluaran
hasil sentrifugasi. PG Jatitujuh memiliki 2 unit alat untuk puteran A. Sedangkan
jumlah puteran SHS adalah 4 unit. Sementara alat yang digunakan sebagai
puteran C, D1 dan D2 adalah Continue Low Grade Centrifugal (CLGC) yang
berjumlah 2 unit untuk C, 5 unit untuk D1, dan 2 unit untuk D2. Kapasitas tiap unit
DHGC adalah 22 ton/jam sedangkan tiap unit CLGC memiliki kapasitas 4-8
ton/jam, kecuali puteran C yang baru dipasang tahun ini memiliki kapasitas 22
ton/jam. Prinsip kerja dari puteran adalah dengan memanfaatkan gaya sentrifugal
sehingga bahan terlempar ke dinding saringan. Kristal dengan ukuran tertentu
sesuai mesh saringan akan tertahan sementara larutan akan menembus saringan.
Gula yang akan diproses di stasiun selanjutnya adalah SHS basah hasil
puteran SHS yang jatuh ke talang getar kemudian dibawa oleh belt conveyor.
Jalur belt conveyor tersebut menghubungkan antara bangunan pabrik dengan
stasiun pengeringan di bangunan pengepakan. Panjang jalur yang dilalui adalah 98
29
m dengan lebar 0.4 m. di atas belt conveyor terdapat kanopi dari seng untuk
melindungi gula.
SHS (Superior Head Sugar) basah yang dihasilkan oleh puteran SHS akan
tertampung pada talang goyang untuk digetarkan dan kemudian dibawa
menggunakan belt conveyor menuju stasiun pengeringan. SHS perlu dikeringkan
agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Proses pengeringan
dilakukan dengan menggunakan alat bernama Rotary Sugar Dryer and Cooler
(RSDC). Alat tersebut memiliki 6 silinder pengering yang dikelilingi 6 silinder
pendingin. Silinder-silinder tersebut tersusun secara horisontal. Kapasitas yang
dimiliki oleh RSDC adalah 20 ton/jam.
30
Ayakan ini berfungsi untuk memisahkan gula produk dari gula halus dan gula
kasar/krikilan dengan menggunakan dua tingkatan saringan.
Gula produk adalah gula yang lolos dari saringan pertama/saringan gula
kasar, namun tertahan pada saringan gula halus. Gula kasar akan tertahan pada
saringan pertama, sedangkan gula halus dapat melewati semua saringan. Gula
kasar dari ayakan getar akan dibawa menggunakan screw elevator menuju tangki
peleburan, sedangkan gula halus akan dihisap oleh blower menuju Cyclon
separator berbentuk U untuk disemprot dengan air agar kotoran terpisah.
Selanjutnya gula halus dialirkan menuju tangki peleburan. Gula kasar dan halus
yang telah dilebur kemudian dijadikan sebagai salah satu bahan masakan A pada
stasiun pemasakan.
Gula produk kemudian dibawa oleh belt conveyor menuju bucket elevator
setinggi 14 m yang kemudian membawa gula ke atas menuju hopper. Pada jalur
belt conveyor terdapat silinder magnet yang berfungsi untuk menarik logam yang
tidak sengaja terdapat pada gula. Gula yang tertampung di dalam hopper adalah
gula yang siap untuk dikemas. Hopper memiliki kapasitas total 180 ton. Di bawah
hopper terdapat 3 unit mesin pengemas semi-otomatis. Operator hanya perlu
menekan tombol untuk menjatuhkan gula sebanyak 50 kg ke dalam karung yang
telah disiapkan secara manual. Karung yang telah terisi gula kemudian dibawa
31
oleh conveyor berbahan kayu menuju operator berikutnya yang bertugas melipat
bagian atas karung dan menjahitnya menggunakan mesin. Karung yang telah
terjahit akan dijatuhkan alat pendorong pneumatik ke belt conveyor menuju
gudang. Karung-karung tersebut kemudian disusun di gudang menggunakan
movable conveyor.
Selain dalam kemasan karung 50 kg, gula juga dikemas dalam kemasan
plastik 1 kg. Berbeda dengan pengemasan karung, pengemasan plastik dilakukan
dengan menggunakan mesin otomatis. Hanya saja pengumpanan gula masih
secara manual yaitu dengan menumpahkan gula dari kemasan karung ke belt
conveyor yang akan membawa gula ke dalam hopper mesin pengemas.
Selanjutnya kemasan-kemasan plastik dimasukkan ke dalam kardus dan dibawa
menuju gudang. Tiap kardus diisi oleh 24 kemasan plastik. Untuk menghindari
terjadinya kerusakan gula akibat penumpukan di dalam gudang, maka sistem
penggudangan menggunakan manajemen FIFO (First In First Out). Gula yang
masuk lebih dulu akan dikeluarkan lebih dulu.
32
H. Water Treatment
Air yang digunakan untuk mensuplai kegiatan produksi berasal dari sungai
Cimanuk. Air dipompa untuk ditampung ke dalam water basin. Setelah
ditampung air akan disalurkan menuju bagian bawah kolam pengendapan
(clarifier). Kotoran yang terdapat pada air akan mengendap di dasar clarifier,
sementara air yang bersih akan naik ke atas permukaan. Proses pengendapan
kotoran dibantu dengan penambahan larutan tawas dan flokulan anion agar
kotoran dapat menggumpal. Di dalam clarifier terdapat sekat silinder yag dapat
berputar. Fungsi dari sekat tersebut adalah untuk memisahkan antara air yang
sudah jernih dengan air yang baru masuk. Gumpalan kotoran akan dibuang
melalui pipa kecil menuju saluran pembuangan.
Air jernih kemudian dipompa menuju tangki gravel untuk disaring.
Saringan yang digunakan adalah campuran pasir, batu, dan kerikil. Kotoran yang
tersangkut pada saringan dibersihkan setiap 8 jam sekali. Air hasil saringan
kemudian dipompa menuju tangki filter. Air tersebut siap igunakan untuk proses
produksi. Sedangkan air yang akan digunakan sebagai pengisi boiler perlu
ditambahkan resin. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kesadahan
sehingga tidak menyebabkan kerak. Sementara air yang berasal dari kondensasi
uap stasiun penguapan dan masakan didinginkan terlebih dahulu. Proses
pendinginan dilakukan dengan menggunakan cooling tower. Air dijatuhkan dari
atas kemudian diberi hembusan angin dari kipas berukuran besar. Kemudian air
yang telah didinginkan siap diolah kembali untuk menjadi air bersih.
33
V. ERGONOMIKA DAN K3
PADA PROSES PRODUKSI GULA
34
kontak dengan bahan kimia berbahaya. Selain itu perlu dilakukan juga inspeksi
rutin terhadap peralatan untuk menemukan problem dan bahaya potensial yang
dapat menyebabkan kecelakaan.
A. Lingkungan Kerja
1. Temperatur
Salah satu parameter lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi
kenyamanan kerja adalah temperatur ruang kerja. Ketidaknyamanan yang
ditimbulkan oleh terlalu tingginya temperatur ruang kerja dapat berupa efek
fisiologis seperti persiparasi (proses keluarnya keringat), dan juga efek psikologis
seperti berkurangnya konsentrasi sehingga terjadi kesalahan kerja. Temperatur
pada tiap lokasi kerja di pabrik berbeda-beda bergantung pada panas yang
dikeluarkan oleh peralatan/mesin di lokasi tersebut.
Temperatur ruang kerja di beberapa lokasi yang membutuhkan konsentrasi
kerja tinggi diatur dengan menggunakan air conditioner (AC). Hal tersebut
terdapat pada ruang panel kontrol di stasiun boiler juga stasiun gilingan.
Temperatur pada ruangan tersebut diatur agar menjadi 22-25°C. Pada ruang panel
kontrol stasiun boiler, operator tidak boleh lengah dalam mengatur pengumpanan
bahan bakar, level air, dan penyaluran uap yang dihasilkan. Terjadinya kesalahan
kerja pada proses di stasiun tersebut dapat menghentikan seluruh kegiatan
produksi karena tidak adanya uap sebagai sumber tenaga penggerak, atau bahkan
dapat menimbulkan kecelakaan kerja akibat gangguan kinerja ruang bakar dan
drum boiler. Proses pengumpanan tebu halus yang akan digiling juga perlu
perhatian lebih. Ketidaknyaman temperatur yang dialami operator proses tersebut
dapat menyebabkan kelebihan atau kekurangan beban giling. Selain pada ruang
panel kontrol stasiun boiler dan gilingan, pengaturan temperatur dengan
menggunakan AC juga terdapat pada seluruh stasiun sentral listrik. Disamping
untuk membuat nyaman operator, penggunaan AC juga bertujuan menjaga
kestabilan peralatan-peralatan listrik yang sangat rentan oleh temperatur tinggi.
Pada stasiun ini temperatur diatur sekitar 20°C. Pengaturan temperatur ruang kerja
dengan menggunakan AC tidak boleh terlalu rendah. Temperatur yang terlalu
rendah akan membuat operator menjadi kaku otot dan tubuh bergetar.
35
Temperatur yang tinggi dapat ditemui pada zona sekitar peralatan/mesin
yang menggunakan uap baik sebagai penggerak maupun pemanas. Zona tersebut
antara lain turbin gilingan, heater, saluran pipa uap stasiun penguapan, dan
saluran pipa uap stasiun masakan. Berbeda dengan turbin unigrator yang terletak
di luar bangunan pabrik dan hanya dilindungi atap sehingga zonanya memiliki
temperatur lingkungan, turbin gilingan terletak di dalam pabrik sehingga panas
yang dihasilkan akan terkumpul dan menaikan temperatur di zona tersebut.
Begitupula dengan zona lain yang disebut di atas, temperatur dapat mencapai
hingga 36°C ketika peralatan/mesin beroperasi secara maksimal. Zona tersebut
masih tergolong aman karena hanya dikunjungi operator sewaktu-waktu ketika
melakukan pengecekan. Temperatur yang tinggi juga terdapat pada zona di sekitar
peralatan/mesin yang berputar sangat cepat dan dikelilingi oleh tangki
penampungan nira panas seperti pada stasiun puteran. Operator yang bekerja pada
zona tersebut memakai pakaian yang dapat menahan panas dan pekerjaannya
diusahakan seringan mungkin. Adanya ventilasi pada dinding bangunan pabrik
juga membantu sirkulasi udara sehingga udara panas di dalam pabrik dapat keluar.
2. Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu bentuk polusi yang berkaitan dengan
bunyi yang tidak dikehendaki karena dalam jangka waktu yang panjang akan
dapat mengganggu konsentrasi kerja, merusak pendengaran, dan menambah
beban kerja. Tiga hal yang menentukan kualitas bunyi adalah frekuensi, intensitas,
dan lama bunyi tersebut. Frekuensi bunyi dinyatakan sebagai jumlah dari
gelombang-gelombang yang sampai di telinga dalam setiap detiknya. Intensitas
atau arus energi per satuan luas bunyi dinyatakan dalam suatu besaran yang
disebut desibel (dB). Besarnya tingkat kebisingan dapat mempengaruhi indera
pendengaran. Batas lama mendengar pada tingkat kebisingan tertentu tercantum
pada tabel berikut.
36
95 4.00
97 3.00
100 2.00
102 1.50
105 1.00
110 0.50
115 0.25
3. Pencahayaan
Sumber penerangan yang paling utama berasal dari matahari dan sangat
dibutuhkan sekali dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, apabila suatu
kegiatan dilakukan pada malam hari atau di dalam ruangan tertutup maka
penerangan dengan alat bantu sangatlah diperlukan. Sumber penerangan yang
baik akan meningkatkan ketelitian, ketepatan dan kecepatan kerja tanpa
37
membuang waktu dalam melakukan pekerjaan yang tidak perlu. Penerangan yang
kurang baik dan kurang tepat akan mengakibatkan kesalahan kerja karena
kurangnya ketelitian, kelelahan dan kelambatan. Dengan demikian, setiap pekerja
harus berusaha keras untuk dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Akibat dari
kurangnya sumber penerangan adalah terjadi kelelahan pada mata dan akan
menimbulkan gejala seperti sakit kepala, menurunkan daya konsentrasi,
menurunkan kecepatan dan kecermatan serta menimbulkan kecelakaan kerja.
Pada siang hari, pabrik mendapatkan cukup cahaya dari sinar matahari yang
masuk melalui sisi barat bangunan yang tidak berdinding. Pada zona-zona tertentu
sinar matahari tidak dapat masuk karena terhalang peralatan/mesin, sehingga
dipasang penerangan tambahan berupa lampu neon/TL. Untuk penerangan ketika
malam hari, digunakan lampu neon/TL ukuran besar dengan daya 500 watt
sebanyak 16 unit yang terpasang pada langit-langit pabrik.
B. Konstruksi Pabrik
38
peralatan/mesin, gudang peralatan/mesin, stasiun boiler, dan tangki-tangki
penampung nira. Sedangkan bahan konstruksi pada platform tingkat 2 dan 3
adalah plat besi dengan permukaan yang memiliki pola timbul kasar untuk
mencegah terjadinya pekerja yang slip/tergelincir. Platform tersebut ditopang
oleh rangka baja untuk memastikan kokohnya konstruksi sehingga meminimalkan
resiko kecelakaan kerja. Sebagian besar stasiun kerja berada pada kedua platform
tersebut. Namun pada stasiun sentral listrik yang juga terdapat pada tingkat dua,
konstruksi lantai terbuat dari beton berlapis ubin. Hal tersebut bertujuan
mengokohkan pondasi pemasangan alternator dan mencegah perambatan panas
agar tidak merusak peralatan listrik.
Desain tangga juga dapat menentukan tingkat kelelahan pekerja. Jarak antar
anak tangga dan kemiringan tangga harus dibuat agar pekerja tidak terlalu lelah
menaiki/menuruninya. Pada PG Jatitujuh, sebagian besar tangga memiliki
kemiringan 45°. Adapun tangga dengan kemiringan 60° dipergunakan untuk
mencapai daerah yang tinggi, seperti untuk mencapai bagian atas tangki
evaporator. Jarak antar anak tangga adalah 30 cm secara vertikal. Untuk mencapai
daerah yang terlalu tinggi, tangga dirancang secara zig-zag pada tiap ketinggian
tertentu. Atau tangga juga dirancang secara vertikal namun harus memiliki
pengaman untuk mencegah fatalnya resiko akibat terjatuh.
Sistem kontrol adalah suatu sistem yang membahas tindakan manusia untuk
merubah keadaan mesin (Nurmianto, 2004). Mesin dengan teknologi canggih
39
memerlukan perancangan sistem kontrol untuk memudahkan penggunaan oleh
operator. Jenis sistem kontrol dapat berupa hidrolik, pnematik, atau elektrik.
Dapat juga berupa gabungan dari kedua jenis sistem tersebut, misalnya electric to
pneumatic atau electric to hidraulic. Hal yang perlu diperhatikan dalam
perancangan sistem kontrol adalah ketelitian pengoperasian, kesesuaian desain
kontrol dengan tubuh manusia, dan peletakan kontrol yang tepat. Sistem kontrol
perlu terlindung dari bahaya kecelakaan di sekelilingnya.
Jenis kontrol hidrolik yang digunakan PG Jatitujuh adalah dengan
memanfaatkan aliran minyak bertekanan. Jenis kontrol tersebut terdapat pada
penekan hidrolik untuk top roll gilingan. Kontrol dilakukan di dalam ruangan
panel kontrol gilingan. Kontrol terletak di atas sebuah meja. Bentuk kontrol yang
digunakan berupa tuas tangan (genggam) dan handel putar. Tuas tangan
digunakan untuk mengatur kondisi penekan hidrolik dalam keadaan mengangkat,
normal, atau menekan. Sementara handel putar digunakan untuk mengatur
besarnya pemberian tekanan. Jenis display yang digunakan untuk menampilkan
besarnya tekanan adalah display visual kuantitatif. Display tersebut berupa
lingkaran penuh yang memiliki jarum untuk menunjuk angka yang sesuai dengan
besarnya tekanan.
40
Jenis sistem kontrol electric to hidraulic terdapat pada kontrol motor
hidrolik Hägglunds. Kontrol juga dilakukan di ruangan yang sama seperti
penekan hidrolik top roll. Kontrol dilakukan secara digital pada meja panel
khusus. Sinyal-sinyal elektrik yang dihasilkan kemudian digunakan untuk
menggerakkan motor hidrolik yang memompa aliran minyak agar memberi
tekanan pada roll depan gilingan. Display pada meja kontrol Hägglunds berupa
monitor visual yang dapat menampilkan berbagai informasi mengenai kondisi
sistem motor hidrolik Hägglunds. Informasi yang ditampilkan antara lain
besarnya tekanan hidrolik, kecepatan putar motor hidrolik, temperatur sistem, dan
alarm ketika terjadi gangguan pada salah satu bagian motor hidrolik.
Pada ruangan yang sama juga terdapat meja kontrol kecepatan belt
conveyor tebu halus. Pengumpanan tebu halus pada gilingan perlu diatur agar
tidak terlalu membebani gilingan atau mencegah kurangnya tebu halus yang akan
digiling. Jenis sistem kontrol tersebut adalah elektrik. Sinyal-sinyal elektrik
berupa arus dan tegangan digunakan untuk mengendalikan kecepatan putar motor
penggerak belt conveyor. Bentuk kontrol berupa potensiometer untuk
memperbesar atau memperkecil arus listrik yang dapat mempercepat atau
memperlambat putaran motor penggerak belt (rubber band) conveyor tebu halus.
Display yang ditampilkan berupa angka-angka pada busur lingkar yang ditunjuk
oleh jarum sesuai besarnya rpm pada motor listrik.
41
Gambar 35. Kontrol Kecepatan Belt Conveyor Tebu Halus
Jenis sistem kontrol pnematik digunakan pada pengatur gerak meja tebu.
Kontrol yang digunakan berfungsi untuk mengatur aliran udara bertekanan yang
menggerakan motor. Gerakan roda rantai pada meja tebu diatur dari ruang kontrol
yang terletak di atas kedua meja tebu agar pengumpanan tebu dapat terus
terpantau. Kontrol terletak pada sebuah meja berpermukaan miring. Bentuk
kontrol berupa push button/tombol tekan dan hand lever/tuas tangan. Tombol
tekan berfungsi sebagai kontrol on-off motor penggerak, sedangkan tuas tangan
mengatur bergerak atau berhentinya roda rantai meja tebu. Tuas tangan dirancang
sedemikian rupa agar mudah dijangkau dari samping meja kontrol yang
merupakan tempat operator memantau pengumpanan tebu.
Jenis sistem kontrol pnematik lainnya terdapat pada pengaturan level air
pada drum boiler, level nira, temperatur heater, dan suplesi uap. Bentuk
kontrolnya berupa penala yang dihubungkan dengan sistem kompresi udara untuk
mengatur pembukaan katup-katup penyaluran. Di samping penala tersebut
terdapat display berupa garis skala berbentuk vertikal yang ditunjuk oleh jarum.
Kontrol pada stasiun kerja lainnya sebagian besar merupakan sistem kontrol
elektrik. Bentuk kontrol yang digunakan adalah tombol tekan, saklar putar, dan
42
potensiometer. Display yang digunakan bermacam-macam, mulai dari display
kualitatif sampai display digital.
Selain jenis sistem kontrol diatas, masih terdapat juga kontrol yang
dilakukan secara langsung. Misalnya seperti roda keran yang mengatur langsung
pembukaan/penutupan katup pada pipa saluran uap, air, atau nira. Roda keran
dirancang sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya agar pekerja tidak terlalu
mengeluarkan tenaga banyak dalam mengoperasikannya. Katup yang lebih berat
dikendalikan oleh roda keran dengan diameter yang lebih besar. Grip pada keran
dibuat bergerigi agar tidak licin ketika dioperasikan. Untuk katup-katup yang
berada pada ketinggian di luar jangkauan tangan, roda keran dibuat menyerupai
katrol dengan di-kerek oleh rantai dari bawah. Roda keran tersebut dapat juga
dipasang belt untuk dihubungkan dengan putaran motor listrik.
Gambar 37. Roda Keran (bawah: dibantu dengan rantai dan motor listrik)
43
D. Posisi Kerja
44
Gambar 38. Posisi Kerja Pengontrolan Gambar 39. Posisi Kerja Pengontrolan
Meja Tebu Rubber Band Conveyor
Posisi kerja duduk juga dilakukan oleh operator panel kontrol stasiun
sentral listrik. Panel kontrol terpasang pada dinding sampai setinggi 2 meter.
Seharusnya pengontrolan dilakukan dengan posisi berdiri. Hal tersebut terlihat
dari adanya batang besi yang melintang di depan panel. Batang besi tersebut
berfungsi sebagai tumpuan tangan ketika operator berdiri. Agar pengoperasian
tidak dilakukan dalam posisi berdiri maka digunakan sebuah kursi tinggi dari
kayu yang memiliki pijakan kaki. Namun kursi kayu tersebut kurang nyaman
untuk diduduki terlalu lama karena bahannya yang keras.
Posisi kerja duduk lainnya adalah pada stasiun pengemasan. Posisi kerja
duduk dilakukan oleh operator yang bertugas melipat karung yang telah terisi gula
dan operator yang bertugas menjahit karung gula. Tempat duduk yang digunakan
terkesan seadanya yaitu terbuat dari kayu dan tidak memiliki sandaran punggung.
Bahkan ada yang hanya menggunakan tumpukan kotak kayu sebagai tempat
duduk. Sedangkan operator yang bertugas menyiapkan karung dan
mengoperasikan mesin pengemas, bekerja dalam posisi berdiri. Hal tersebut
bertujuan agar tidak mengurangi kesigapan operator dalam mengambil karung,
memasangkannya pada mesin pengemas, dan menekan tombol pengisi pada mesin
pengemas.
45
Gambar 40. Posisi Kerja Pengontrolan Gambar 41. Posisi Kerja Pengemasan
Sentral Listrik Gula Dalam Karung
46
E. Pemindahan Material
47
F. Shift Kerja
48
berhubungan dengan kesehatan pekerja atau kerusakan pada peralatan. Pada
proses produksi gula, potensi bahan beracun dan berbahaya dapat disebabkan oleh
kebocoran uap panas atau nira, penggunaan gas asetilen dan oksigen untuk
pekerjaan pengelasan, proses defekasi yang menggunakan kapur (CaO), proses
sulfitasi yang menggunakan sulfur (SO2), dan pembersihan tangki evaporator
dengan menggunakan soda.
Batu kapur yang digunakan untuk proses defekasi disimpan dalam gudang
yang terpisah dari bangunan pabrik. Proses pelarutan kapur dengan menggunakan
air panas dilakukan secara hati-hati oleh operator yang telah menggunakan masker
sebagai alat pelindung diri. Larutan kapur yang telah siap akan dialirkan dengan
pompa menuju tangki defekasi. Serbuk kapur atau uap dari larutan kapur jika
terhirup akan menimbulkan pusing bahkan keracunan pada pekerja. Begitu pula
dengan proses sulfitasi. Pembakaran sulfur untuk menghasilkan gas SO2
dilakukan di tempat yang terpisah dari bangunan pabrik. Pembakaran juga
dikakukan dengan hati-hati oleh pekerja yang menggunakan pakaian pelindung
dan masker agar sulfur tidak mengenai kulit dan terhirup. Gas SO2 yang
dihasilkan akan dihisap oleh blower menuju sulfur tower. Jika terjadi kebocoran
pada tangki ataupun saluran pipa, perbaikan dilakukan dengan cepat dan cermat.
Tangki atau mesin yang terhubung pada pipa tersebut terlebih dahulu dibuat tidak
beroperasi untuk menjamin keselamatan pekerja selama perbaikan.
49
Sepatu safety merupakan alat pelindung diri yang digunakan di semua
stasiun kerja. Sepatu ini dapat mencegah pekerja tergelincir, terkena tumpahan
bahan berbahaya, atau mengalami cedera kaki akibat kejatuhan benda berat.
Sedangkan ear plug hanya dipakai pada zona yang kebisingannya terlalu tinggi
seperti pada boiler, turbin uap, dan alternator. Penggunaan ear plug pada zona
yang tidak terlalu bising justru akan mengganggu kenyamanan komunikasi antar
pekerja. Masker dan google digunakan pada daerah-daerah yang berdebu atau
terdapat bahan kimia, seperti pada stasiun boiler (banyak terdapat debu ampas),
gudang kapur, dan dapur pembakaran sulfur. Penggunaan sarung tangan adalah
pada pekerjaan membuka/menutup keran katup-katup penyaluran uap atau nira.
Sarung tangan juga digunakan pada dapur pembakaran ampas pada stasiun boiler.
Pekerja selain dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti yang telah
dibahas pada sub-bab sebelumnya, juga mendapatkan premi untuk kerja
berat/berbahaya. Besarnya premi tersebut adalah 10% dari gaji. Selain itu,
perusahaan juga memberikan minuman susu sebagai penawar racun kepada
pekerja yang melaksanakan tugas berhubungan dengan bahan beracun dan
berbahaya. Pemberian dilakukan dalam bentuk susu siap minum sebanyak 0.25
liter tiap orang dalam sehari. Namun biasanya pemberian dilakukan langsung
sebanyak satu kaleng susu untuk satu minggu. Untuk mengingatkan pekerja agar
50
memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan memasang
himbauan di berbagai tempat di dalam pabrik. Peralatan/mesin dan bahan kimia
yang memiliki potensi bahaya juga diberi label peringatan sebagai himbauan
terhadap pekerja.
Pekerja tetap dan keluarga tertanggung yang mengalami sakit mendapatkan
pengobatan di poliklinik perusahaan dengan biaya yang ditanggung penuh oleh
perusahaan. Dokter perusahaan dapat juga memberikan surat pengantar kepada
pekerja atau keluarga tertanggung yang menderita sakit untuk dapat dirawat di
rumah sakit yang ditunjuk oleh perusahaan, biaya perawatan akan ditanggung oleh
perusahaan sesuai tingkatan golongan pekerja. Biaya obat atas resep dokter akan
ditanggung penuh oleh perusahaan kecuali obat kosmetika dan obat yang bersifat
mewah seperti melbrosia, florapol, dan kapsul vitamin. Selain itu, jika dokter
perusahaan menyarankan untuk pemeriksaan laboratorium, maka biaya
laboratorium juga ditanggung penuh oleh perusahaan. Untuk sakit akibat patah
tulang, perusahaan mengijinkan pekerja untuk berobat secara alternatif dengan
ketentuan pengobatan penyakitnya telah diusahakan secara medis terlebih dahulu.
Pengobatan alternatif dilakukan oleh ahli yang telah mendapatkan izin praktek
secara sah. Biaya pengobatan alternatif dapat diganti dengan cara pekerja
mengajukannya kepada perusahaan. Maksimal biaya penggantian untuk
pengobatan alternatif adalah Rp 500 000,-. Untuk penyakit kelamin atau
narkotika, perusahaan sama sekali tidak menanggung biaya perawatan dan
pengobatannya.
Berikut ini merupakan data penyakit yang dialami pekerja selama 3 bulan
sejak periode giling 2008 dimulai.
51
Kulit 123 181 162
Telinga 17 19 90
Gigi 81 92 58
Lain-lain 167 62 31
Kecelakaan 18 31 27
TOTAL 1430 1685 1843
(Sumber: Poliklinik PG Jatitujuh, 2008)
52
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
Baikow, V.E. 1982. Manufacturing and Refining of Raw Cane Sugar. Elsevier:
New York
Hugot, E. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering. Elsevier: New York
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua.
Guna Widya: Surabaya
Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Prestasi
Pustaka: Jakarta
54
Lampiran 1. Peta Areal PG Jatitujuh
55
Lampiran 2. Denah Pabrik Gula Jatitujuh
56
Lampiran 3. Diagram Proses Pembuatan Gula
57
Lampiran 4. Denah Stasiun Boiler
58
Lampiran 5. Denah Stasiun Gilingan
59
Lampiran 6. Jurnal Kegiatan Praktek Lapangan
60
61
62
63
64
65
66
67