You are on page 1of 14

Refleksi Kasus ABORTUS Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Obsgin RSUD Kota Yogyakarta

Disusun oleh : ANIESA MUARANDARI S.F. 2008.0310.073

Dosen Penguji: dr. TRI BUDIANTO SP.OG

SMF ILMU OBSGIN RSUD KOTA YOGYAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat Tanggal masuk B. Anamnesis (Subyektif) Keluhan Utama Perdarahan dari jalan lahir. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan vaginal berwarna coklat kehitaman dan keluar seperti prongkolprongkol. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit perut dan mules saat perdarahan. Pasien mengaku tidak berhubungan suami istri sebelum terjadinya perdarahan. Riwayat trauma sebelum perdarahan disangkal. Pasien merasa hamil 2 bulan. Haid terakhir bulan juli. Tes kehamilan sendiri (+). Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit hepatitis (+) sedangkan Riwayat sakit asma, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, TBC tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat diabetes mellitus, riwayat hipertensi, riwayat asma, psikosa, riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada. . Riwayat Menstruasi

: Ny. Sarmini : 36 tahun : Tamat SLTA : Ibu rumah tangga : Islam : Bantul, Yogyakarta : 17 september 2012 pukul 11.00 WIB

Menarke umur 18 tahun, lama 7 hari, siklus teratur, kuantitas normal, , HPMT sekitar awal bulan juli 2012. Riwayat Obstetri G3P2A0 , dengan umur kehamilan 9 minggu.

C. Pemeriksaan (Obyektif) KU kesadaran Vital Sign Berat Badan Tinggi Badan Status Generalis Kepala Mata Hidung Telinga Leher : Mesochepal : Conjungtiva Anemis (-) / (-), Sklera Ikterik (-) / (-) : Tidak ada deformitas, tidak ada sekret : Tidak ada sekret, tidak keluar darah : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe leher, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada deformitas : Bentuk simetris, tidak ada deformitas, tidak ada ketertinggalan gerak, vokal fremitus paru-paru kanan = paru-paru kiri, sonor pada paru-paru kanan dan kiri, suara dasar vesikuler, suara tambahan (-), tidak ada retraksi dinding dada, bising jantung (-) : status ginekologis : Edema (-), Varises (-) : Baik : Compos Mentis. : TD :140/100 mmHg, N : 76 x/mnt, Rr : 20 x/mnt, t : 360 C : 67 kg : 156 cm

Dada

Abdomen Anggota Gerak Status Ginekologis Abdomen Inspeksi

: Datar, striae (-), sikatrik (-)

Auskultasi : Peristaltik (+), Bising usus (+) Palpasi Perkusi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 2 jari diatas simpisis pubis : Tympani

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah: Hb AL AT HbsAg : 11,9 g / dl : 10.400 / ul : 359.000 / ul :+

USG: Massa amorf dalam kavitas uteri. Kesan abortus inkomplet. V. DIAGNOSIS G3P2A0 umur 36 tahun Abortus Inkompletus VI. TERAPI kuretase

VII. PROGNOSIS Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA I. ABORTUS Definisi Abortus didefinisikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu Etiologi Penyebab abortus adalah : 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan adalah : a. Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. b. Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. c. Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obatan dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. 2. Kelainan pada plasenta Endarteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi karena hipertensi menahun. 3. Penyakit ibu Pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin sehingga menyebabkan kematian janin kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparatomi, peritonitis, bruselosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis juga dapat menyebabkan walaupun lebih jarang. 4. Kelainan traktus genitalis. Retroversio uteri gravidi inkarserata, mioma submukosa, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus, seperti serviks inkompeten yang sering menyebabkan abortus berulang. Kelainan uterus lain yang dapat menyebabkan abortus adalah leiomioma, perlekatan intrauteri, defek perkembangan uterus.

Leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila pemeriksaan klinis lainnya negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. - Perlekatan intrauteri paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortion atau akibat komplikasi postpartum. Abortus pada keadaan ini terjadi karena endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implantasi hasil pembuahan. - Defek perkembangan uterus seperti uterus unikornis, uterus septus atau uterus bikornis dapat menyebabkan abortus. 5. Nutrisi Hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinannya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Namun tidak didapatkan bukti yang menyatakan bahwa defisiensi salah satu nutrien dalam makanan atau defisiensi semua nutrien merupakan penyebab abortus yang penting. 6. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan a. Tembakau, diidentifikasi sebagai zat yang berkaitan dengan kejadian abortus. b. Alkohol juga terlibat dalam peningkatan kejadian abortus sekalipun jumlah yang dikonsumsi tidak banyak. Hal ini menunjukkan bahwa tembakau dan alkohol merupakan embriotoksin. c. Radiasi dalam dosis yang cukup telah diketahui dapat menyebabkan abortus. Dosis yang tepat untuk manusia tidak diketahui tetapi dosis letal minimum diyakini sekitar 5 rads. d. Kontrasepsi. Alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan kenaikan kejadian abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi. e. Beberapa toksin lingkungan, seperti arsen, timah hitam, beberapa jenis senyawa aldehid, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus. 7. Laparatomi Trauma akibat laparatomi dapat mencetuskan terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. 8. Pengaruh endokrin Abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes mellitus dan defisiensi progesteron. Diabetes mellitus tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, dapat menyebabkan abortus. Sebab progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi sehingga berperan terhadap kematian janin. 9. Gamet yang menua

Umur sperma dan umur ovum dapat mempengaruhi kejadian abortus spontan. Abortus dapat terjadi bila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari sesudah waktu peralihan temperatur basal tubuh. Sehingga gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi berpengaruh terhadap kejadian abortus. 10. Trauma fisik dan trauma emosional Bila abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan trauma tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi namun lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus.

Patofisiologi Abortus terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Jika terjadi sebelum minggu ke 8, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vilii koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu vili koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, yakni : 1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan plasenta. 2. Kantong amnion dan isinya (janin) keluar, meninggalkan korion dan desidua. 3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan). 4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Yaitu berupa : Kantong amnion yang berisi air ketuban tanpa janin (blighted ovum).

Mola kruenta. Yaitu bila hasil konsepsi yang telah mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka dapat dilapisi oleh bekuan darah.

Mola karnosa bila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga nampak seperti daging.

Mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak bebenjol-benjol karena terjadi hematoma antara korion dan amnion.

Nasib janin yang mati bermacam-macam, jika masih sangat kecil dapat diabsorbsi dan hilang. Jika sudah agak besar, cairan amnion diabsorbsi sehingga janin tertekan (fetus compressus), dalam tingkat lanjut dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).

Klasifikasi Abortus dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Abortus Spontan Yaitu abortus yang terjadi tanpa disengaja, tidak memakai obat-obatan maupun alat-alat, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus Spontan terdiri dari : a. Abortus Imminens Abortus yang membakat atau mengancam akan terjadi. Hasil konsepsi seutuhnya masih di cavum uteri. b. Abortus Insipien Abortus yang sedang berlangsung, tanpa pengeluaran hasil konsepsi atau hasil konsepsi masih di dalam cavum uteri. c. Abortus Inkompletus Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir, namun sebagian masih tertinggal intrauterine. d. Abortus Kompletus Apabila keseluruhan jaringan hasil konsepsi telah keluar secara lengkap.

e. Abortus Habitualis Adalah dimana penderita mengalami abortus berturut-turut 3 kali atau lebih. f. Missed Abortion Adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 6-7 minggu. 2. Abortus Provokatus (induced abortion) Yaitu abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi : a. Abortus Medisinalis (therapeutica abortion) Adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin menjadi viabel dengan tujuan untuk melindungi kesehatan ibu. b. Abortus Kriminalis Adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis yakni tidak berdasarkan gangguan kesehatan ibu ataupun penyakit pada janin. 3. Abortus Infeksiosa atau septik Adalah abortus yang disertai infeksi genital. Abortus septik adalah abortus disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Manajemen dan Diagnosis Seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginal setelah mengalami haid terlambat, mual dan muntah, sering terdapat rasa mules, harus dicurigai abortus. Kecurigaan dapat diperkuat dengan ditentukannya kehamilan dengan pemeriksaan tanda-tanda kehamilan, tes kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus dipertimbangkan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam cavum uteri atau vagina. Sebab kemungkinan diagnosis lain harus dipikirkan kehamilan ektopik yang ternganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan pada serviks.

Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang-kadang agak sulit dibedakan dari abortus dengan posisi retroversi. Dalam kedua keadaan tersebut ditemukan amenore, perdarahan per vaginam, rasa nyeri di perut bagian bawah, dan tumor di belakang uterus. Namun, keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik. Bila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik terganggu dapat dilakukan kuldosintesis dan darah dapat dikeluarkan dengan tindakan ini, diagnosis dapat ditegakkan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Bila ada kecurigaan mola hidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Karsinoma serviks uteri, polip serviks dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan inspekulo, sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis. Secara klinis dapat dibedakan antara abortus iminens, insipiens, inkompletus, kompletus, missed abortion, habitualis, infeksiosa dan septik. Secara lebih lanjut akan dibahas mengenai abortus inkompletus. Komplikasi abortus 1. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. 2. Perforasi Perforasi uterus yang terjadi pada kuret dapat terjadi terutama pada uterus dengan posisi hiperrtofleksi. Jika ada bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan dikerjakan penjahitan luka perforasi atau bila perlu histerektomi. 3. Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, namun biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Bila infeksi menyebar dapat terjadi peritonitis umum atau sepsis dan kemudian berlanjut menjadi syok.

4.

Syok Syok dapat terjadi akibat perdarahan dan akibat infeksi berat.

II.

ABORTUS INKOMPLETUS Abortus Inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum

20 minggu dengan masih ada tertinggal sisa dalam uterus. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke 10, tetapi setelah itu, pengeluaran janin akan terpisah. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka perdarahan cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus. Sedangkan pada abortus dengan usia kehamilan yang lebih lanjut, sering perdarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi hipovolemia berat. Diagnosis Abortus Inkompletus 1. Adanya terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu. 2. Perdarahan pervaginam disertai jaringan. 3. Dapat disertai nyeri perut ataupun tidak. 4. Tanda dan gejala kehamilan yang sesuai dengan umur kehamilan. 5. Sebagian hasil konsepsi telah keluar, namun sebagian masih tertinggal di intrauterine. 6. Ostium uteri eksternum pada abortus yang baru terjadi dijumpai terbuka. 7. Serviks teraba lunak. 8. Teraba adanya jaringan, atau jaringan menonjol di ostium uteri eksternum.

Penanganan Abortus Inkompletus 1. Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti bila hasil konsepsi belum dikeluarkan. Bila terjadi hal tersebut berikan segera cairan infus kristaloid sepert NaCl atau Ringer Laktat yang disusul dengan transfusi.

2. Setelah syok teratasi, dapat dilakukan kuretase. 3. Tentukan besar uterus untuk menaksir usia gestasi, atasi setiap komplikasi yang dapat terjadi. 4. Hasil konsepsi yang tertinggal pada serviks yang disertai perdarahan dapat dikeluarkan secara digital atau kuretase dengan sendok kuret. Harus diusahakan agar seluruh kavum uteri dikerok, agar tidak ada jaringan yang terlewat, kerokan dilakukan secara sistematis menurut putaran jarum jam. Setelah hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus maka hasil tersebut dapat dikeluarkan atau diambil dengan cunam abortus. Selain dengan menggunakan sendok kuret, dapat pula menggunakan aspirasi vakum. Keuntungan penggunaan aspirasi vakum adalah pelaksanaannya lebih cepat, mempunyai angka perforasi yang rendah, tidak banyak menimbulkan perdarahan dan rasa nyeri saat dilakukan tindakan dan lebih jarang menimbulkan infeksi yang terjadi sesudah tindakan. Namun bila dengan aspirasi vakum masih ada jaringan yang tertinggal, maka pengeluaran dilakukan dengan cara kuretase biasa. 5. Setelah tindakan berikan suntikkan ergometrin intramuskular atau metilergometrin per oral untuk mempertahankan kontraksi otot uterus. 6. Untuk antibiotika profilaksis dapat diberikan amoxicilin 3 x 500 mg. 7. Bila terjadi infeksi, beri ampicilin injeksi 1 g dan metronidazole 500 mg oral masingmasing tiap 8 jam. 8. Bila pasien nampak anemis atau Hb dibawah normal, berikan sulfas ferosus pemberian transfusi darah. Prognosis Dengan penanganan yang tepat dan selama tidak terjadi komplikasi, prognosis dari abortus inkompletus baik. atau

PEMBAHASAN

Diagnosis abortus inkompletus pada pasien ini ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis yaitu pasien merasa terlambat haid sejak bulan juli (2 bulan yang lalu), mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pada awalnya perdarahan yang keluar banyak, berwarna coklat kehitaman, perut mules disertai keluar prongkol-prongkol, yang menandakan sebagian hasil konsepsi sudah ada yang keluar. Perdarahan hingga saat ini belum berhenti, ini menunjukkan bahwa ada sebagian hasil konsepsi yang masih tertinggal di uterus. 2. Palpasi abdomen : Dinding abdomen supel, tidak ada nyeri tekan, TFU sulit dinilai. 3. Pemeriksaan dalam : v/u tenang, dinding vagina licin, servix lunak, OUE terbuka 1 jari, corpus uteri setelur bebek, parametrium kanan-kiri lemas.

Riwayat keluarnya jaringan, dimana perdarahan hingga saat ini belum berhenti. Lalu dari pemeriksan didapatkan tanda-tanda diagnosis dari abortus inkompletus. Pada pasien ini penegakkan diagnosis dapat didukung dari pemeriksaan USG yang menampilkan massa amorf dalam kavitas uteri dengan kesan telah terjadi abortus inkompletus. Untuk menyingkirkan diagnosis banding, dapat terlihat jelas bahwa abortus insipien perdarahan yang keluar banyak namun tidak disertai keluarnya jaringan atau hasil konsepsi dan bila abortus kompletus perdarahan telah berhenti dengan riwayat pengeluaran jaringan yang lengkap. Dari pemeriksaan pada abortus insipien juga terdapat dilatasi serviks seperti pada abortus inkomplet namun tidak disertai pengeluaran jaringan seperti pada abortus inkomplet. Sedangkan pada abortus komplet tidak terdapat pembukaan serviks.

Terapi pada pasien ini telah benar yaitu dilakukan kuretase, dan diberikan antibiotika sebagai pencegahan infeksi. Dari hasil follow up pasien, keluhan perdarahan sudah berkurang banyak dan keadaan umum pasien ketika pulang baik. Artinya penanganan pada pasien ini sudah tepat.

I.

DAFTAR PUSTAKA 1. Norwitz, E.R., Schorge, J.O. (2007). Obstetric and gynaecology at a Glance 2nd Ed. Erlangga: Jakarta. 2. Graziosi, G.C.M., et al. (2004). Misoprostol versus curettage in women with early pregnancy failure after initial expectant management: a randomized trial. Human Reproduction Vol.19, No.8 pp. 18941899, 2004. 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Syah Kuala, Abortus, Hemorrhagi Utama Obstetri dan Ginecology, Widya medika, 1998. 4. Cunningham. F. et. All. Abortus, Obstetri William, ed. 18. EGC, Jakarta, 1995. 5. Wiknjosastro, H, 1997, Kelainan dalam Lamanya Kehamilan, edisi ke-3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

You might also like