Professional Documents
Culture Documents
ISSN : 2087-5045
Scie ntia, V ol. 1, N o. 1, 2011 ; halaman 1 58 ISSN : 2087-5045 Se kolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang
DAFTAR ISI
ANALISA KANDUNGAN FLAVONOID DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI REMPAH TUMBUHAN OBAT SUMATERA BARAT Deddi Prima Putra dan Verawati ISOLATION OF Vibrio parahaemolyticus FROM BEEF MARKETED IN PADANG, IDENTIFICATION TARGETED ON toxR GENE AND AMPLI FICATION OF tdh AND trh GENES ON ISOLATES USING POLIMERASE CHAIN REACTION Eka Fitrianda, Marlina dan M. Husni Mukhtar EFEKT IFITAS BROMELAIN KASAR DARI BATANG NENAS (Ananas comosus L.Merr) SEBAGAI ANTIP LAK DALAM PASTA GIGI Fif i Harmely, Henny Lucida dan M. Husni Mukhtar FOR MULASI KRIM E KSTRAK ETANOL DAUN UBI JALAR ( Ipomea batatas.L.)UNTUK PENGOBATAN LUKA BAKAR Farida Rahim, Mimi Aria dan Nurwani P.A PENGARUH PE MBERIAN KALSIUM, VITAMIN D DAN ZAT BESI TERHADAP KADAR KALSIUM SERUM TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR WISTAR Erina Masri AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa Linn.) TERHADAP TITER ANTIBODI DAN JUMLAH SEL LEUKOSIT PADA MENCIT PUTIH JANTAN Yufri Aldi dan Suhatri PENETAPAN POLA RESISTENSI ANTIBIOTIKA Vibrio parahaemolyticus HASI L ISOLASI DARI CUMI-CUMI (Loligo vulgaris) DAN KEPITING BAKAU (Scylla serratta) Ria Afrianti, Marlina dan M. Husni Mukhtar AKTIVITAS ANTI INFLAMASI DAR I EKSTRAK ETANOL DAUN BUNGA KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia A. Gray) TERHADAP MENCIT PUTI H BETINA Verawati, Mimi Aria dan Novicaresa M PENGARUH LAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR DAN LEMARI PENDINGIN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN PADA DADIH KERBAU DENGAN METODA KJELDAHL Regina Andayani, Revi Yenti dan Wiwit Gustiva PENGARUH PERBANDINGAN ETANOL AIR SEBAGAI PE LARUT EKSTRAKSI TERHADAP PEROLEHAN KADAR FENOLAT DAN DAYA ANTIOKSIDAN HERBA MENIRAN (Phylantus niruri.L.) B.A. Martinus dan Harrizul Rivai
1 -7
8 -1 3
14-20
21-26
27-34
35-41
42-46
47-52
53-58
59-64
Scientia , Vol. 1, No. 1, Februari 2011 ; halaman 1 64, ISSN : 2087-5045 Sekola h Tinggi Farma si Indonesia (STIFI) Perintis Padang
SC IENT IA
JURNAL FARMASI DAN KESEHATAN
TERBIT DUA KALI SE TAHUN SETIAP BULAN FEBRUARI DAN AGUSTUS
D E W AN RE D A KSI
Penanggung Jawab : Prof. H. Syahriar Harun, Apt Dewan Penyunting : Prof.H. Syahriar Harun,Apt Prof.DR.H. Amri Bakhtiar,MS,DESS,Apt Pemimpin Umum : Prof.DR.H. Almahdy, MS, Apt DR.H.M. Husni Mukhtar,MS, DEA, Apt DR.H.M. Husni Mukhtar, MS, DEA, Apt DR.Hj. Marlina, MS, Apt Redaktur Pelaksana : Verawati, M.Farm, Apt Drs. Yufri Aldi, MSi, Apt Eka Fitrianda, M.Farm, Apt Drs. B.A. Martinus , MSi Hj. Fifi Harmely, M.Farm ,Apt Sekretariat : Farida Rahim, M.Farm, Apt Afdhil Arel, S.Farm, Apt Revi Yenti, M.Si, Apt Khairul Verawati, M.Farm, Apt Ria Afrianti, M.Farm ,Apt Eka Fitrianda, M.Farm, Apt
Penerbit : Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang ISSN : 2087-5045 Alamat Redaksi/Tata Usaha STIFI Perintis Jl. Adinegoro Km. 17 Simp. Kalumpang Lubuk Buaya Padang Telp. (0751)482171, Fax. (0751)484522
e-mail : stifi_perintis@yahoo.co.id website : www.stifi-padang.ac.id
Deddi Prima Putra1, Verawati2 Fak. Farmasi Universitas Andalas, 2STIFI Perintis Padang ABSTRACT
Antioxidant activity and total flavonoid content of five medicinal plant specieses of West Sumatera have been measured. The spesieses are Jahe (Zingiber officinale Rosc), Kunyit (Curcuma domestica Val), Kencur (Kaemferia galanga Linn), Lengkuas (Alpinia Galanga Linn), and Pala (Myristica fragrans Houtt). The total flavonoid content and antioxidant activity were measured on total ethanolic extract, liphofilic fraction and hydrophilic fraction of each species. The total flavonoid content was measured using colorimetric with alumunium chloride used as complexing agent and quercetin used as standard compound.The examination of antioxidant activity was carried out by spectrophotometry UV-Visible using DPPH reagent. The total flavonoid content of Jahe (Zingiber officinale Rosc), Pala (Myristica fragrans Houut), Kunyit (Curcuma domestica Val) were 0.85; 0.54; 19.77 g/g respectively (quercetin equivalent).The result showed that these three plants have highest antioxidant activity. IC50 of jahe against 20 g/ml DPPH were 80.62, 69.35, 109.98 g/ml for total ethanolic extract, liphofilic fraction and hydrophilic fraction respectively. IC50 of ethanolic extract and hydrophilic fraction of kunyit were 68.21 and 47.09 g/ml, while IC50 of ethanolic extract and hydrophilic fraction of pala were 50.08 and 71.67 g/ml. Keywords : Antioxidant, Flavonoid, medicinal plants PENDAHULUAN Obat asli Indonesia merupakan obat yang berasal dari tumbuhan, hewan, atau bahan mineral. Pada umumnya obat asli Indonesia belum mempunyai data klinik dan penggunaannya hanya berdasarkan pengalaman. Pengolahan obat asli Indonesia masih sederhana dengan menyeduh bahan tumbuhan kering atau segar dengan air panas, kemudian air seduhan ini diminum. Oleh karena itu bahan obat asli Indonesia perlu distandarisasi, sehingga manfaat dan keamanannya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian tumbuhan obat asli Indonesia dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka (Depkes, 1981). Rempah-rempah sudah lama dikenal di Indonesia. Makanan seharihari kita mengandung paling tidak satu jenis rempah. Rempah punya arti lebih dari sekedar penambah rasa hidangan. Rempah tumbuhan obat juga berpotensi besar memerangi sederet panjang penyakit dan masalah kesehatan seperti kanker, jantung, diabetes melitus, dan arterosklerosis. Pemicu timbulnya penyakit-penyakit tersebut salah satunya adalah akibat radikal bebas (Rungkat, 1994). Radikal bebas adalah senyawa kimia yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Senyawa ini bersifat tidak stabil dan sangat reaktif. Untuk mencapai kestabilan, molekul harus mencari elektron lain sebagai pasangan. Reaksi berantai ini dapat menimbulkan kerusakan sel yang berujung pada mutasi sel dan apabila
c.
d.
Kandungan flavonoid total ditentukan dengan metode kolorimetri menggunakan Aluminium klorida. Sebanyak 2 ml dari larutan ekstrak (1mg/ml) serta larutan standar kuersetin (100; 80; 60; 40; 20; 10; 5 g/ml) ditambah 0,1 ml AlCl3 10 %; 0,1 ml Na asetat 1M dan 2,8 ml air suling. Campuran dikocok homogen lalu biarkan selama 30 menit. Serapan diukur pada panjang gelombang 415 nm. Total kandungan flavonoid sampel dinyatakan sebagai kesetaraan gram kuersetin/100 gram sampel kering. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Sampel
Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode DPPH (Molyneux, 2004). 0,2 ml larutan sampel (1 mg/ml, 100, 50 dan 25 g/ml) serta larutan stndar kuersetin (0,1; 0,2; 0,4; 0,6 g/ml) di dalam vial, ditambah 3,8 ml larutan DPPH (20 g/ml). Campuran larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum DPPH yaitu 517 nm. Absorban kontrol yaitu DPPH (20 g/ml) dalam metanol juga diukur. Aktivitas antioksidan sampel dinyatakan sebagai persentase inhibisi dihitung dengan rumus: Abs. kontrol Abs. Sampel x 100 % Abs. kontrol Dengan menggunakan persamaan linear dari data stndar maka dapat dihitung IC50 stndar kuersetin
Jahe.BS.Lipofil
57.67
Jahe.Bkt.Total
60.68
Jahe.Bkt.Lipofil
68.98
Jahe.Bkt.Hidrofil
79.3
Jahe.Ap.Total
90.62
Jahe.Ap.Lipofil
81.4
Jahe.Ap.Hidrofil
140.66
Kunyit.BS.Total
97.92
Kunyit.BS.Hidrofil
46.81
Kunyit.Bkt.Total
32.44
Kunyit.Bkt.Hidrofil
46.51
Kunyit.Ap.Total
74.27
Kunyit.Ap.Hidrofil
47.97
Pala.BS.total
54.44
Pala.BS.Hidrofil
61.55
Pala.Bkt.Total
45.69
Pala.Bkt.Hidrofil
81.8
Dari data IC50 sampel dan IC50 stndar kuersetin, maka diperoleh suatu nilai jumlah sampel yang akan memberikan aktivitas antioksidan yang setara dengan 1 mg kuersetin (IC50 kuersetin = 0,442 g/ml).
Jahe. total 1 Jahe. lipofil Jahe. hidrofil Kunyit. total 2 Kunyit. lipofil Kunyit hidrofil Pala. total 3 Pala. lipofil Pala. hidrofil
Pada pengukuran absorban flavonoid total untuk penentuan kurva kalibrasi kuersetin pada panjang gelombang 415 nm didapat persamaan regresi y = - 0,016 + 0,017x dengan koefisien korelasi 0,999, simpangan baku 0,0106371, batas deteksi 0,114942 g/ml, batas kuantisasi 4,216 g/ml.
Pada pengukuran flavonoid total tiap gram sampel kering setara kuersetin diperoleh kadar flavonoid total dari masing-masing sampel dimana kadar paling tinggi adalah pada ekstrak etanol kunyit 19.70 g/g diikuti kencur 0.92 g/g, jahe 0.84 g/g, pala 0.54 g/g, lengkuas 0.52 g/g.
Jahe.BS.Total Jahe.Bkt.Total Jahe.AP.Total Rata-rata SD Kunyit.BS.Total Kunyit.Bkt.Total Kunyit.AP.Total Rata-rata SD Kencur.BS.Total Kencur.Bkt.Total Kencur.AP.Total Rata-rata SD Lengkuas.BS.Total Lengkuas.Bkt.Total Lengkuas.AP.Total Rata-rata SD Pala.BS.Total Pala.Bkt.Total Rata-rata SD
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa dari 5 tanaman yang berasal dari 3 daerah, kadar flavonoid yang tinggi terdapat pada kunyit, jahe dan pala setara kuersetin berturut-turut : 19.77; 0.85; 0.54 g/g terhadap sampel kering. Ekstrak hidrofilik memberikan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan ekstrak lipofilik.
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI, 1981, Modifikasi Peraturan Perundang undangan Obat Tradisiona, Jakarta. Karyadi, E., Antioksidan, Resep Sehat dan Umur Panjang, http//www.indomedia.com/intisari /1997/juni/antioksidan.htm Molyneux, P., 2004, The Use of Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, J. Sci. Tecnol, 26(2), 211-219. Raharjo, M., 1992, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar Swadaya, Jakarta. Rukmana, R., 1995, Temulawak Tanaman Rempah Obat, Kanisius, Yogyakarta.
Eka Fitrianda1, Marlina2, M. Husni Mukhtar2 STIFI Perintis Padang, 2Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang ABSTRAK
Sebanyak 40 isolat V. parahaemolitycus telah berhasil diisolasi dari sejumlah sampel daging sapi mentah yang dikoleksi di Pasar Raya Padang. Isolasi dilakukan dengan menggunakan media CHROMagarTM Vibrio. Terhadap 40 isolat tersebut dilakukan identifikasi menggunakan metoda Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengamplifikasi gen toxR. Gen toxR merupakan gen yang sangat spesifik pada spesies V. parahemolyticus. Selanjutnya, dengan metoda yang sama juga dilakukan amplifikasi terhadap gen pengkode produksi toksin hemolisin (tdh dan trh) yang merupakan faktor virulen utama pada bakteri tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh V. parahaemolyticus hasil isolasi memiliki gen tox-R, namun tidak ada satu isolatpun yang memiliki gen pengkode produksi toksin hemolisin baik tdh maupun trh. Key words: Vibrio parahaemolyticus, toxR, tdh, trh INTRODUCTION V. parahaemolyticus is one of bacteria actively studied in various parts of the world because of its ability in causing diarrhea. V. parahaemolyticus was first isolated in food poisoning outbreak in Japan in early 1950s. Currently, V. parahaemolyticus has become one of food contaminant pathogens with the highest prevalence in Asian countries (Pan et al, 1997). The main clinical manifestation of infection due to V. parahaemolyticus is gastroenteritis, in which the main symptoms include abdominal cramps, nausea and vomiting. Most strains of clinical V. parahaemolyticus produce major virulence factor namely thermostable direct hemolysin (TDH) and showed hemolysis activity on Wagatsuma agar (KP positive strains). Another virulence factor, TDH-related hemolysin (TRH), usually associated with KP negative strains or with urease positive strains (Kelly and Stroh, 1989). Based on the Shirai et al (1990) report, molecular epidemiological studies show a close relationship between the hemolysin coding genes in these bacteria (tdh, trh, or both) with their ability in causing disease. Thermostable direct hemolysin (TDH) and the TDHrelated hemolysin (TRH), whose production is encoded by the tdh and trh are the important virulence factors for the development of gastroenteritis. Therefore, the genes are referred to as the important virulence coding genes in V. parahaemolyticus. Although V. parahaemolyticus is a marine bacterium that has long been associated with diarrhea after eating raw or not cooked perfectly seafood, some recent researches showed that V. parahaemolyticus has also found
Amount(l) 5,0c 2,5d 2,0 1,0 1,0 15,0c 17,4d 0,1 1,0
5x Colorless GoTaq Reaction Buffer for the amplification of tdh and trh genes, 10x Ex Taq buffer solution for the amplification of toxR gene, b Primer pairs are suitable for c each gene, For the detection of tdh and trh genes, d For the detection of toxR gene
Eppendorf tube is then inserted into the PCR machine and amplification was performed using program which is suitable for detection of each gene as shown in table below: Table II.
Stage Predenaturation Denaturation Annealing Extention Elongation
Table III. Stage for tdh and trh genes amplification (33 cycles)
Stage Predenaturation Denaturation Annealing Extention Elongation Temperatur e ( oC ) 96 94 55 72 72 Time (minute) 5 1 1 2 7
After all of the stages in the PCR process were completed, the results
10
CHROMagar Vibrio is a selective media for identification of V. parahaemolyticus with a higher level of differentiation compared to TCBS medium (Kudo etal, 2001). From 3 of 15 samples which were examined, we successfully isolated 40 suspected V. parahaemolyticus. Identification targeted on toxR gene was performed to all of these isolates using PCR method. toxR gene is a gene that is very specific on the V. parahemolyticus species. The PCR method to detect this gene has been reported (Lee et al, 1995) as a very useful method to confirm the presence of this species in samples. Dileep et al (2003) also states that the detection of toxR gene by PCR method to detect V. parahaemolyticus is more sensitive than biochemical identification. toxR positive isolates showed 368 bp band in electrophoresis gel. In this study, out of total of 40 tested isolates, all (100%) showed toxR positive results.
Figure 2. Electrophoresis gel of toxR positive V. parahaemolyticus isolates: lane 1-11 were positive toxR isolates, lane 12 was positive control, lane 13 was 100 bp ladder. The same result have been reported by Zulqifli et al (2009), where all of CHROMagar Vibrio isolates from cockles gave positive results on testing of toxR using PCR method.
11
12
13
Keyword: crude bromelain, toothpaste, proteolytic activity, antiplaque effectivity PENDAHULUAN Di Indonesia, penderita gigi berlubang jumlahnya tidak sedikit. Hasil Survei Kesehatan Nasional 2002 menunjukkan prevalensi gigi berlubang di Indonesia berkisar 60%, yang berarti dari sepuluh orang enam diantaranya menderita gigi berlubang (Nugraha, 2008). Plak gigi adalah lapisan lunak yang terbentuk dari campuran sisa-sisa makanan serta bakteri yang diperantarai oleh saliva yang melekat pada permukaan gigi. Plak tersusun oleh 80% air dan 20% sisanya terdiri dari beberapa komponen seperti protein 4050%, karbohidrat 1317% , lipid 1014% dan abu 10% serta komponen mineral seperti kalsium dan posfor, yang dihitung dari berat kering plak (Wilkinson, 1982). Lapisan lembut ini akan membentuk suatu matriks pada gigi dimana bakteri dapat melekat. Jika plak tidak dibersihkan, maka lama-kelamaan mikroorganisme yang berkontak pada permukaan gigi akan menyebabkan karang gigi (kalkulus) dan menimbulkan karies pada gigi (Cracken,1982). Untuk mencegah kerusakan gigi dibutuhkan suatu zat antiplak dalam pasta gigi yang saat ini erat kaitannya dengan kandungan fluorida. Munurut Pakaj (2004), pasta gigi yang mengandung fluorida tidak cocok untuk anak-anak berusia di bawah 4 tahun. Hal ini juga dipertegas dengan adanya intruksi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk menarik seluruh produk pasta gigi untuk anak-anak yang masih mengandung fluorida di atas 500 ppm. Karena pemakaian pasta gigi yang mengandung fluorida mempunyai efek samping tertentu, maka perlu dicari alternatif formula pasta gigi dari bahan alam, salah satunya adalah bromelain dari nenas (Ananas comosus L. Merr var. Queen). Proses ekstraksi bromelain dilakukan secara maserasi dalam larutan buffer posfat pH 7,0 (Darwis dan Sakara, 1990; Ramli et al, 1990).
14
Sukarelawan Sukarelawan dalam penelitian ini sebanyak 15 orang berumur antara 1824 tahun dan diminta kesediaannya untuk menggunakan sediaan pasta gigi selama penelitian dengan mengisi blanko dan menandatangani surat pernyataan sebagai sukarelawan. Sebelum perlakuan kepada sukarelawan terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan informasi lain yang terkait dengan pemakaian pasta gigi. Untuk menilai keadaan plak gigi, pemeriksaan gigi sebelum dan setelah pemakaian pasta gigi dilakukan oleh dokter gigi.
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Formula Pasta Gigi Bromelain (Lieberman 1989; Wilkinson 1982) Pasta gigi bromelain dibuat dengan konsentrasi bromelain 5% dan abrasive kalsium karbonat 40% seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
15
Pasta
Gigi
Na CMC ditabur diatas air panas (15x jumlah Na CMC), didiamkan selama 15 menit dan diaduk homogen (massa 1). Kalsium karbonat digerus, ditambah bromelain, digerus dan ditambah gliserol diaduk homogen, selanjutnya ditambahkan larutan sorbitol 70 % dan diaduk homogen (massa 2). Massa 1 ditambahkan ke massa 2 dan diaduk sampai homogen (massa 3). Sakarin dan natrium benzoat dilarutkan dalam sisa air, diaduk homogen dan dimasukkan ke dalam massa 3, digerus homogen. Natrium lauryl sulfat ditambahkan ke dalam massa 3, diaduk homogen sampai terbentuk massa pasta. Oleum menthae piperitae dimasukkan terakhir, diaduk sampai homogen dan kemudian dimasukkan ke dalam tube.
Uji Efektifitas Anti Plak Pasta Gigi Bromelain dengan Metode Rekam Kontrol Plak (RKP) (Delimunthe 2008) Pengujian ini dilakukan untuk menilai efek pemakaian pasta gigi sebagai anti plak dengan cara menggunakan pasta gigi 3 kali sehari pada pagi, sore dan pada malam hari. Pengujian ini dilakukan terhadap 5 orang panelis untuk setiap formula pasta gigi bromelain dengan syarat panelis tidak menggunakan pasta gigi lain, tidak menggunakan larutan penyegar mulut atau larutan pencuci mulut lainnya. Parameter yang diamati kemampuan menghilangkan plak setelah menggunakan pasta gigi. Untuk pelaksanaan pengujian ini digunakan gel pink tua dental plague disclosing gel yang dipakai sebelum menggunakan pasta gigi dan setelah menggunakan pasta gigi selama 1 minggu. Selama pengamatan akan dipantau oleh dokter gigi sampai selesai perlakuan.
16
x 100 %
tinggi (8,72%) dan mendekati pasta gigi pembanding (8,90%). Daya anti plak disebabkan adanya kemampuan bromelain untuk mengurangi dan menghilangkan plak yang terbentuk. Proses pengurangan plak dari pasta gigi bromelain kasar diduga karena kemampuannya untuk memecah atau menguraikan protein saliva disamping juga terjadi secara fisik dengan adanya abrasif dalam pasta. Menurut Hidayah (2000) bromelain dapat memecah ikatan glutamin-alanin dan arginin- alanin yang merupakan asam -asam amino penyusun protein. Penelitian dilakukan pada gigi tiruan resin akrilik. Dugaan lain adalah bromelain dapat memutuskan ikatan protein dari sisa makanan yang menempel pada gigi. Makanan sangat berpengaruh sekali terhadap jumlah plak yang terbentuk. (Tarigan, 1990).
Setelah skor plak didapat, kemudian dihitung nilai selisih skor plak sebelum dan sesudah pemakaian pasta gigi bromelain dengan menggunakan rumus :
Nilai selisih = Skor Plak sebelum Skor Plak sesudah
Analisis Data Untuk menilai efektifitas antiplak bromelain dalam pasta dianalisis menggunakan statistik analisis varian satu arah yaitu antara basis pasta, pasta gigi bromelain kasar dan sediaan pembanding enzim. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji antiplak pasta gigi bromelain kasar dilakukan selama 7 hari. Parameternya adalah % RKP sebelum dan setelah perlakukan. Dari hasil perhitungan rata-rata persentase Rekam Kontrol Plak (RKP) adalah 3,04%, 8,72% dan 8,90% untuk formula basis (F0), pasta gigi bromelain (F3) dan pasta gigi pembanding (P) secara berturut-turut. Hasil ini memperlihatkan bahwa plak dapat berkurang dengan menggunakan basis pasta yang mengandung abrasif kalsium karbonat dan surfaktan natrium lauril sulfat yang ada dalam formula. Proses pengurangan plak ini terjadi secara fisika dengan persentase penurunan plak yang rendah. Proses pengurangan plak juga dipengaruhi oleh frekuensi, lama dan cara menggosok gigi (Ariningrum, 2000). Pada sediaan uji pasta gigi bromelain diperoleh persentase penurunan (RKP) yang lebih
17
F3
Keterangan : F0 F3 P X X KV
: : : : :
Basis pasta gigi formula C konsentrasi abrasif 40% Formula pasta gigi bromelain konsentrasi 5% Pasta gigi pembanding (Enzim) Nilai selisih Rekam Kontrol Plak (RKP) Rata rata nilai selisih Rekam Kontrol Plak (RKP) : Koefisien variansi terdapat perbedaan yang bermakna antara pasta gigi bromelain (F3) dengan pasta gigi pembanding (P) pada p<0,05. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Hasil uji statistik dengan analisis varian satu arah memperlihatkan terdapat perbedaan yang bermakna antara formula basis (F0) dengan pasta gigi bromelain (F3C) dan pasta gigi pembanding (P) pada p>0,05, dan tidak
persentase plak Duncan
a
N 5 5 5
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
18
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa bromelain kasar 5% dalam pasta gigi mempunyai efektifitas antiplak yang tidak berbeda nyata dengan sediaan pembanding (p<0,05) dan berbeda nyata dengan formula basis pada p > 0,05. SASARAN Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk mengembangkan formula pasta gigi dan menguji stabilitas pasta gigi bromelain kasar.
DAFTAR PUSTAKA Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Balsam, S. M and Sagarin E., 1985, Cosmetics, Vol 1, 2nd ed, Science and Technology, New York. Butler, H., 1992, Pochers Perfumes Cosmetics and Soap, Vol III, Charpman and Hall, London, Cracken, A. W, and R. A., Cowson, 1982, Clinical and Oral Microbiology, Hemisphere Publishing Corp, New York. Daliemunthe, S.H., 2008, Periodonsia, FKG Universitas Sumatera Utara, Medan. Glider W.V. and M.S. Hargrove, 2002, Using Bromelain in Pineapple Juice to Investigte Enzym Function., Lincoln. Herdyastuti, N., 2006, Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Enzim Bromelain Dari Batang Nenas (Ananas comosus L. Merr), J Penel. Hayati, 75 77.
19
20
ABSTRACT Formulation of cream for treatment of burns has been studied. Cream formula consisting of 3% ethanolic extract of sweet potato leaves as an active ingredient. Cream bases used in this study were variated with and without Virgin Coconut Oil (VCO). The formulas were evaluated for their organoleptic, homogeneity, pH, cream type, particle size distribution, skin irritation test and effects on burns. The evaluation results showed that ethanolic extract of sweet potato leaves can be formulated in creams which are physicaly stable and provide a healing effect on burns, tested on animals. The results showed that the F1B formula has the fastest healing effect on burns (7 days). From the statistical calculation using one-way analysis of variant (ANOVA) we found that sweet potato leaf ethanolic extract-containing cream provide healing on burns, where the value of F count treatment is smaller than the F table at 0.05. Keywords: Ipomoeae batatas, cream, VCO, burns
PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan buahbuahan tropis, tanaman holtikultural, sayur-sayuran dan tanaman pangan. Banyak sekali tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersil, salah satunya digunakan sebagai bahan obat (Rukman, 1997; Argomedia, 2008). Salah satu jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L) dari famili Convolvulaceae. Bagian tumbuhan ubi jalar yang digunakan adalah daun yang mengandung beberapa senyawa seperti saponin, flavonoid, polifenol dan umbinya mengandung beberapa senyawa seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C (Rukmana,1997).
Virgin coconut oil merupakan minyak yang berasal dari buah kelapa (Cocos nucifera) tua segar yang diperoleh pada suhu rendah (<600C) yang terbentuk setelah santan didiamkan dalam beberapa hari (Setiaji, 2006) tanpa proses pemutihan sehingga menghasilkan minyak murni. VCO memiliki sederet manfaat dan khasiat baik untuk medis maupun kosmetika. Kandungan dari VCO salah satunya adalah asam lemak rantai tak jenuh yang dapat menghalangi radikal bebas dan mempertahankan sistem kekebalan. Hal ini membuat VCO bermanfaat untuk mencegah dan mengobati berbagai gangguan kesehatan. VCO juga memiliki tekstur krim alami, bebas dari pestisida, dan kontaminan lainnya, susunan molekular kecilnya memudahkan penyerapan serta memberi tekstur yang lembut dan halus pada kulit (Hadibroto, 2006).
21
Keterangan : F0A = Krim tanpa Virgin Coconut Oil (VCO) F0B = Krim dengan Virgin Coconut Oil Basis krim dibuat dengan cara: Semua bahan yang diperlukan ditimbang, kemudian fase minyak dipindahkan dalam cawan penguap, dipanaskan diatas waterbath dengan suhu 70oC sampai lebur. Fase air di panaskan di atas waterbath pada suhu 70oC sampai lebur. Fase minyak dipindahkan kedalam lumpang dan ditambahkan fase air (pencampuran dilakukan pada suhu 60oC70oC), digerus sampai dingin dan terbentuk masa krim yang homogen. Tabel II. Formula Krim Ekstrak Etanol daun ubi jalar
Nama Bahan Ekstrak etanol daun ubi jalar Basis Krim ad F1A 3% 100 F1B 3% 100
METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan adalah daun ubi jalar putih, Virgin Coconut Oil (VCO), etanol 96%, asam stearat, trietanolamin, adeps lanae, paraffin liquid, nipagin, nipasol, aquadest. Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas standar laboratorium, kaca arloji, cawan penguap, botol semprot, corong, kertas perkamen, pH meter Inolab, timbangan digital, mortir, stamper, waterbath, oven vakum, lemari pendingin, desikator, buret, botol marserasi, rotary evaporator, pipet tetes, krus porselin, oven, batang pengaduk, plat tetes, pinset. Ekstrak daun ubi jalar dibuat dengan cara maserasi selama lima hari menggunakan etanol 96%. Ekstrak kental yang diperoleh dievaluasi organoleptis, kelarutan, penetapan kandungan air, kadar abu, pemeriksaan pH, kandungan kimia.
Keterangan : F1A = Krim dengan konsentrasi Ekstrak Etanol daun ubi jalar 3% tanpa VCO F1B = Krim dengan konsentrasi Ekstrak Etanol daun ubi jalar 3% dengan VCO Krim dibuat dengan cara: ekstrak etanol daun ubi jalar 3% dan ditimbang dan digerus dalam lumpang serta ditambahkan sedikit demi sedikit
22
menjadi pucat hilang. Pada pengujian efek ini digunakan Lanakeloid-E sebagai pembanding. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak etanol daun ubi jalar dan VCO diformula dalam bentuk krim, dengan konsentrasi ekstrak 3%. Basis krim dan krim yang dibuat dievaluasi meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pemeriksan tipe krim, pH krim, yang dilakukan setiap minggu selama 8 minggu. Pemeriksaan organoleptis terhadap formula basis krim dan krim ekstrak etanol daun ubi jalar tidak menunjukkan adanya perubahan bentuk, warna dan bau. Pada pemeriksaan homogenitas basis krim dan krim ekstrak etanol daun ubi jalar menunjukkan bahwa semua sediaan telah homogen dan terdispersi merata, pemeriksaan ini dilakukan setiap minggu selama 8 minggu pengamatan.
Krim Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar
Formula F0A
2.
F0B
3.
F1A
4.
F1B
III SP P BK SP Hi BK SP P BK SP Hi BK
Minggu ke IV V SP SP P P BK BK SP SP Hi Hi BK BK SP SP P P BK BK SP SP Hi Hi BK BK
VI SP P BK SP Hi BK SP P BK SP Hi BK
VII SP P BK SP Hi BK SP P BK SP Hi BK
VIII SP P BK SP Hi BK SP P BK SP Hi BK
Keterangan :
F0A : Basis krim tanpa Virgin Coconut Oil (VCO) F0B : Basis krim dengan Virgin Coconut Oil (VCO) FIA : Krim Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar 3 % tanpa VCO FIB : Krim Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar 3 % dengan VCO Hi : Hijau P : Putih SP : Setengah Padat BK : Bau khas
23
Tabel IV. Hasil Pemeriksaan pH Krim Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar ( Ipomoea batatas L.) Minggu ke IV V 8,17 7,98 7,84 7,57 8,02 7,48 7,73 7,26 Ratarata 8,15 7,70 7,78 7,69
No 1. 2. 3. 4.
Pada pemeriksaan distribusi ukuran partikel diperoleh rata-rata ukuran panjang FOA = 4,8095 m, FOB = 4,837 m, F1A = 6,783 m, F1B = 4,991 m. Hasil pengamatan distribusi ukuran partikel basis krim dan krim ekstrak etanol daun ubi jalar menunjukan rata-rata ukuran panjang kecil dari 10 m, hasil yang didapat masih memenuhi syarat karena dalam literatur dinyatakan ukuran partikel yang stabil secara fisik antara 1- 50 m. Hasil pemeriksaan uji iritasi dilakukan langsung pada manusia dengan cara uji tempel tertutup dimana 0,1 gr sediaan uji dioleskan pada lengan atas bagian dalam dengan luas 4 cm2 , kemudian ditutup dengan kain kasa. Setelah 24 jam diamati gejala yang timbul. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap 5 orang sukarelawan pada masing-masing formula. Hasil pemeriksaan uji iritasi pada 5 orang sukarelawan menunjukkan tidak ada satupun formula basis krim dan krim ekstrak etanol daun ubi jalar yang mengakibatkan iritasi pada kulit panelis. Pada uji efek basis krim dan krim ekstrak etanol daun ubi jalar dan basis krim yang mengandung VCO dan yang tidak mengandung VCO terhadap pengobatan luka bakar, ternyata
memberikan variasi waktu penyembuhan. Formula yang memberikan waktu penyembuhan paling cepat adalah formula F1B dimana waktu yang diperlukan untuk penyembuhan selama 7 hari, Sedangkan FOA memberikan waktu penyembuhan selama 11 hari, FOB memberikan waktu penyembuhan selama 9 hari, F1A dan Lanakloid-E memberikan waktu penyembuhan 8 hari. Hal ini menunjukkan bahwa basis krim dan krim ekstrak etanol daun ubi jalar dapat digunakan untuk penyembuhan luka bakar. Krim ekstrak etanol daun ubi jalar dengan menggunakan basis krim yang mengandung Virgin Coconut Oil (VCO) mampu memberikan efektifitas lebih cepat dibandingkan dengan formula lainnya. Daun ubi jalar yang digunakan mengandung flavonoid, saponin dan polifenol, dimana saponin ini mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga dapat membantu mempercepat penyembuhan luka terbuka. Flavonoid yang terkandung didalam daun ubi jalar dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik (Harborne, 1987), sedangkan polifenol
24
DAFTAR PUSTAKA Ancel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ed. 4, alih bahasa oleh Farida Ibrahim, Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Anief, M., 1990, Ilmu Meracik Obat, Gaja Mada University Press, Yogyakarta. Anief, M., 1994, Farmasetika, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Argomedia redaksi, 2008, Buku Pintar Tanaman Obat, Argomedia Pustaka, Jakarta. Asrahyuni, H., 2006, Formulasi Gel Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar. (Ipomoea batatas L.), Skripsi, Fakultas Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis, Padang. Effendi, C., 1998, Parameter Pasien Luka Bakar, Penerbit Buku Kedoteran, Yogyakarta. Gani, Z., Herlinawati, Y., Dede, 2005, Bebas Segala Penyakit dengan VCO, Puspa Swara, Jakarta. Goodman, L.S., and Gilman, 1991, Pharmacologycal Basis of Terapheutic, 8th Edition, Pergamos Press, New York. Hadibroto, C., Waluyo, Srikandi, 2006, Diet VCO, PT. Gramedia, Jakarta. Harahap, M., 1990, Penyakit Kulit, PT. Gramedia, Jakarta. Harbone, J.B., 1987, Metoda Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, alih bahasa oleh Kosasih
25
26
Erina Masri STIKES Perintis Padang ABSTRACT Osteoporosis is a bone systemic disease marked with the lessen of bone mass density and then bone will become fragile and breakable. The calcium imbalance disorder can cause osteoporosis. Vitamin D has strong effect on calcium absorbtion and keeping calcium plasma, but vitamin D must be change become active form 1,25 dihydroxyvitamin D through hydroxylation reaction in liver and kidney. The hydroxylation process requires enzyme of ferrum; iron protein sulphur and cytocrom P450. This research was aimed to know the influent of combining calcium, vitamin D and iron to blood calcium rate compared with the control group. Research type was experimental static group comparison with pretest and posttest design. Samples were divided in to 5 group iron deficient. Two group for control group and 3 group for treatment that giving combining calcium- vitamin D, calcium-iron and calsium-vitamin D-iron for 14 days. The result showed the significant different (p>0,05) of calcium blood rate before an after the treatment in calcium-vitamin D group and calcium-vitamin D-iron group, but calcium blood rate is higher in calcium-vitamin D-iron group. The giving of calciumvitamin D-iron combination can increase blood calcium rate significantly. Key words: blood calcium, calcium, vitamin D, iron PENDAHULUAN Osteoporosis merupakan suatu penyakit sistemik tulang yang salah satunya disebabkan oleh gangguan ketidakseimbangan kalsium. Penyakit ini ditandai dengan berkurangnya densitas massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan mudah patah. Massa tulang yang berkurang akan menyebabkan tulang semakin tipis dan rapuh sehingga mudah patah pada trauma (Suheimi, HK, 2003). yang ringan
Kalsium merupakan komponen mineral utama tulang yang diendapkan pada matriks tulang dalam bentuk kristal hidroksipatit. Tulang terdiri dari matriks organik keras dan diperkuat oleh endapan garam kalsium yang penting untuk proses osteogenesis (Robbins dan Stanley, 1995). Lebih kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh berada di dalam tulang dan gigi. Asupan kalsium berperan penting untuk mempertahankan keseimbangan
27
28
METODE PENELITIAN Alat Dan Bahan Alat yang digunakan beruapa tempat pemeliharaan tikus, timbangan tikus, jarum oral, spet, timbangan digital, sentrifuge, tabung reaksi pyrex 10 ml, spectrophotometer, mikropipet. Bahan yang digunakan adalah tikus putih galur wistar betina 40 ekor, makanan tikus berupa pelet dan jagung, kandang tikus, reagensia Ca CPC, Ca Liquicolor, Iron Liquicolor Wiesbaden Germany, kalsium laktat, Vitamin D merk IPI, tablet besi (Fe2SO4), Aquadest. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pemilihan dan adaptasi hewan percobaan selama 1 minggu dengan pemberian makanan dan minuman secukupnya. Hewan dinyatakan sehat jika selama pemeliharaan tidak mengalami perubahan berat badan >10% dan secara visual tidak terdapat gejala penyakit. Pada tahap pelaksanaan, sebelum perlakuan dilakukan penimbangan berat badan hewan percobaan. Sampel yang berjumlah 40 ekor tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (P1), kontrol positif (P2) dan 3 kelompok perlakuan (P3, P4 dan P5).
29
Tabel I. Rata-rata kadar kalsium serum sebelum dan setelah intervensi kelompok intervensi Kadar Kalsium (mg/dl) (mean SD) Sebelum Sesudah 8,34 0,39 8,49 0,16 8,37 0,37 8,60 0,05 8,44 0,18 8,70 0,16 8,37 0,23 8,61 0,11 8,40 0,20 9,68 0,18
pada semua
Kelompok P1 (kontrol negatif) P2 (kontrol positif ) P3 (kalsium + vit. D) P4 (kalsium + zat besi) P5 (kalsium + vit. D + zat besi)
n 6 6 6 6 6
Dari tabel 1 diketahui pada kelompok P1 (kontrol negatif) tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar kalsium serum pada pemeriksaan pertama dan kedua (nilai p = 0,193 p > 0,05). Pada kelompok P2 (kontrol positif) juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar kalsium sebelum dan sesudah intervensi (nilai p = 0,208 p > 0,05) meskipun terjadi peningkatan rata-rata kadar kalsium serum 0,22 mg/dl setelah intervensi. Pada kelompok P3 (kalsium + vitamin D) dari hasil uji statistik diketahui
terdapat perbedaan yang bermakna ratarata kadar kalsium serum sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kalsium dan vitamin D (P3) (nilai p= 0,008 p < 0,05) dengan peningkatan yaitu 0,26 mg/dl. Pada kelompok P4 (kalsium + zat besi) tidak terdapat perbedaan yang signifikan (nilai p= 0,07 p < 0,05) terjadi peningkatan rata-rata kalsium darah 0,25 mg/dl. Pada kelompok P5 (kalsium + vitamin D + zat besi) terdapat perbedaan signifikan (nilai p = 0,000 p<0,05) rata-rata kadar kalsium sebelum dan sesudah intervensi
30
mg/dl. Perubahan rata-rata kadar kalsium serum setelah intervensi dapat dilihat pada gambar berikut :
K a d a r K a ls iu m
P2 (Kontrol +) sesudah intervensi Series12 P3 (Ca+ Vitamin D) sebelum intervensi P3 (Ca+Vitamin D) sesudah intervensi Series13 P4 (Ca + Fe) sebelum intervensi P4 (Ca+ Fe) sesudah intervensi
8.5
7.5
Series14 P5 (Ca+ Vitamin D+ Fe) sebelum perlakuan P5 (Ca+ Vitamin D+ Fe) sesudah intervensi
7 Kelompok1Intervensi
Gambar 1. Perubahan rata-rata kadar kalsium serum setelah intervensi Dari gambar 1 di atas dapat dilihat perubahan rata-rata kadar kalsium serum setelah intervensi pada semua kelompok. Perubahan kadar kalsium serum paling besar terjadi pada kelompok P5 (Ca + Vitamin D + Fe) yaitu dari 8,40 mg/dl menjadi 9,68 mg/dl setelah intervensi.
Tabel II. Perbedaan selisih rata-rata kadar kalsium semua kelompok intervensi dengan kelompok P5 (Kalsium+ vitamin D + Zat Besi) Kelompok Intervensi P1 dan P5 P2 dan P5 P3 dan P5 P4 dan P5 Selisih Rata-Rata (mg/dl) 1,18 1,08 0,98 1,05 Nilai- p 0,000 0,000 0,000 0,000
Dari analisis uji anova diketahui nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar kalsium serum antar semua kelompok perlakuan. Analisis lebih lanjut Post Hoc Test pada tabel 2 diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna (nilai p<0,05) selisih rata-rata kadar kalsium pada kelompok P5 (kalsium, vitamin D, zat besi) dengan semua kelompok, yaitu
kelompok P1 (kontrol negatif), P2 (kontrol positif), P3 (kalsium + vitamin D), P4 (kalsium + zat besi). Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok P5 (kalsium vitamin D dan zat besi) terdapat perbedaan ratarata kadar kalsium serum sebelum dan sesudah intervensi, dimana terjadi
31
32
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA Arsana, P.M., 2002, Kursus dasar Metabolisme kalsium dan Penyakit Tulang, PB PERKENI Universitas Brawijaya, Malang. Cumming, R.G. and M.C. Nevitt, 1997, Calcium Intake and Fractur Risk: Result from the Study of Osteoporotic Fraktures, Am J Epidemiol. 7:14. Deluca, 1998, Metabolism of Vitamin D: Current Status, Am J Clin Nutr, 16:4. Guyton, A.C. and J.E. Hall, 2000, Textbook of Medical Fisiology. WB Sunders Company, Philadelphia. Harvey, J.A. and M.M. Zobitz, 1998, Dose Dependency of Calcium Absorption: A Comparison of Calcium Carbonate and Calcium Citrate, J Bone Miner Res,25: 125-133. Hastono, P.S., 2001, Modul Analisis Data, FKM UI, Jakarta. Heldenberg, D. and Tanenbaum, 2002, Effect of Iron on Serum 25hydroxyvitamin D and 24,25 hydroxyvitamin D Concentration, Am J Clin Nutr. 15:5.
33
34
ABSTRACT The research about activity of ethanolic extract of jintan hitam (Nigella sativa Linn.) seed on antibody titers and amount of leucosit cell of mice have been done. The mice which has inducted with anti-gen (Goat Eritrosit 5%) in the 1th, 7th, and 14th day were given the extract on 15th day up to 20th day. The result of the research show that extract at dose 50 mg/kg BW, 100 mg/kg BW, 200 mg/kg BW can improve the antibody titers and the amount of neutrofil cells, monosit, and limfosit cells (P<0,01).
Keywords: Nigella sativa, antibody titer, leucosit cell PENDAHULUAN Pemakaian obat tradisional masih banyak digunakan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia. Meski sekarang sudah banyak orang menggunakan obat obatan modern sebagai pelengkap tetapi obat tradisional masih mempunyai kedudukan khusus dalam masyarakat. Pengobatan secara tradisional berdasarkan pada upaya untuk mengembalikan dan memperkuat penyembuhan secara alami (Donatus, 1983). Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.) merupakan tanaman rempah yang telah digunakan sebagai obat tradisional. Rempah berbentuk biji hitam ini telah dikenal ribuan tahun yang lalu dan digunakan secara luas oleh masyarakat India, Pakistan, dan Timur Tengah untuk mengobati berbagai macam penyakit. Jenis tanaman ini telah disebutsebut sebagai tanaman obat dalam perkembangan awal agama Islam (Hendrik, 2009). Penggunaan jintan hitam sebagai obat atau yang berkhasiat obat adalah pada bagian bijinya. Khasiat dari biji jintan hitam adalah untuk mengobati aneka penyakit seperti menguatkan sistem kekebalan tubuh, asma, bronkhitis, diabetes, meningkatkan produksi air susu ibu, anti histamin atau anti alergi, menjaga elastisitas kulit, anti oksidan, anti tumor, kanker, memperbaiki saluran pencernaan, anti bakteri, menurunkan kolesterol dan meningkatkan kinerja jantung. Kandungan kimia dari jintan hitam (Nigella sativa Linn.) ini mengandung nigellienine, nigellamine-n-oxide, minyak atsiri, minyak lemak, senyawa golongan alkaloid, saponin, steroid, alkaloid isokuinolin, oleat, dan linolenat (Hendrik, 2009). Jintan hitam (Nigella sativa Linn.) merupakan tanaman yang dapat merangsang dan memperkuat sistem
35
METODE PENELITIAN Alat Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat destilasi vakum, rotary evaporator, botol maserasi, jarum suntik, gunting, timbangan, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, kaca objek, plat tetes, lumpang dan alu, vial, spatel, dan mikroskop. Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah biji jintan hitam, etanol 96%, air suling, NaCl fisiologis, eritrosit kambing, minyak emersi, metanol
36
37
38
Tabel I. Titer Antibodi dari Serum Mencit Putih Jantan setelah Diinduksi Antigen dan diberi Ekstrak Etanol Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa Linn.)
1 Kelompok I II III IV V log Pengenceran 2 log 4 2 log 8 2 log 16 2 log 64 2 log 256
2
Angka Titer 2 3 4 6 8
Ang ka Titer 2 4 5 8 7
Ang ka Titer 2 4 5 7 8
x
2 3,67 4,67 7 7,67
x
6 11 14 21 23
Dari hasil uji statistik analisa varian satu arah dan dilanjutkan ke uji berjarak Duncan, didapatkan pengaruh dosis sangat signifikan terhadap jumlah sel netrofil segmen, limfosit, monosit dan tidak signifikan terhadap sel
eusinofil dan netrofil batang. Maka pemberian ekstrak etanol biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) dapat meningkatkan jumlah sel leukosit darah yang merupakan sistem imun alamiah (non spesifik)
Tabel II. Hasil Perhitungan Sel Leukosit Pada Darah Mencit Putih Jantan setelah Diinduksi Antigen dan diberi Ekstrak Etanol Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa Linn.)
Jumlah Sel Leukosit ( x + SD, n = 3 ) Eusinofil I II III IV V 2.67 0.58 1.33 0.82 2.33 0.69 2.33 1.25 1.67 1.00 Netrofil Batang 4.67 0.58 5.67 1.34 7.00 1.76 8.33 1.41 9.33 1.34 Netrofil Segmen 55.67 2.52 45.33 6.02 38.67 3.74 34.33 2.75 30.67 2.22 Limfosit 31.00 2.65 37.33 3.40 42.00 2.47 46.33 2.87 50.67 2.75 Monosit 6.00 1.00 10.33 2.50 11.00 0.88 7.33 2.22 7.00 1.64
Kelompok
39
Bobot Relatif Limfa Mencit Putih Jantan setelah Diinduksi Antigen dan diberi Ekstrak Etanol Biji Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.)
Bobot (g) x SD, n = 3 Mencit Limfa 0.160.01 0.100.02 0.110.02 0.120.02 0.140.01 Bobot Limfa Relatif (%)
Kelompok I II III IV V
x SD, n = 3
0.540.03 0.380.05 0.400.06 0.480.07 0.530.03
Tabel IV.
Jumlah Sel Limfosit dan Persentase Kenaikan Sel Limfosit pada Limfa Mencit Putih Jantan setelah Diinduksi Antigen dan diberi Ekstrak Etanol Biji Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.)
Jumlah Sel Limfosit ( x SD, n = 3 ) % kenaikan sel limfosit terhadap kontrol (-) 0,00 103,59 110,17 125,74 129,93 % kenaikan sel limfosit terhadap kontrol (+) -103,47 0,00 16,35 121,38 125,42
Kelompok
I II III IV V
Dari empat parameter yang diamati, pemberian ekstrak etanol biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.), dapat meningkatkan antibodi yang merupakan sistem imun dapatan (non spesifik) dan jumlah sel leukosit yang merupakan sistem imun alamiah (spesifik). Kedua sistem imun diatas berperan penting dalam melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Maka penggunaan ekstrak etanol biji jintan hitam sangat efektif untuk meningkatkan sistem imun.
KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa pemberian ekstrak etanol biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) dapat meningkatkan titer antibodi pada dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 200 mg/kg BB dan dapat meningkatkan jumlah limfosit, dan monosit sangat signifikan (P<0,01), menurunkan jumlah neutrofil segmen sangat signifikan (P<0,01), sedangkan sel eusinofil dan neutrofil batang tidak signifikan.
40
41
ABSTRACT The characteristics of Vibrio parahaemolyticus resistances were observed from Squid (Loligo vulgaris) and mangrove crab (Scylla serratta) in Padang using differential medium CHROMAgar the Vibrio. Antibiotic resistances were tested on fourty two cultures of Vibrio parahaemolyticus by Krumperman diffusion method toward six kinds of antibiotic. The percentage of Vibrio parahaemolyticus resistances toward ampicillin, chloramphenicol, erythromycin, gentamicin, sulfametoxazol, and tetracycline were 76,19 %, 19,05 %, 52,38 %, 26,19 %, 92,86 %, 26,19 % respectively. Value of Multiple Antibiotics Resistances (MAR) was 0,46.
Keywords : Vibrio parahaemolyticus, Antibiotics resistances, Loligo vulgaris, Scylla serratta PENDAHULUAN Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri gram negatif, berbentuk koma, mempunyai flagela polar, fakultatif anaerob, tumbuh baik pada medium dengan kadar NaCl 1-8 % sehingga termasuk bakteri halofilik. Penyakit yang ditimbulkannya adalah gastroenteritis dengan gejala-gejala diare, keram perut, mual, muntah, demam (Gerard, 1982; Barrow 1993; Mier 1996). Masa inkubasinya 4-96 jam dengan rata-rata 15 jam. Untuk dapat menimbulkan infeksi, bakteri harus melalui tahap kontak dengan permukaan mukosa usus, penetrasi ke dalam mukosa usus, menetap di dalam sel epitel usus dan memperbanyak diri (Postnova, 1996). Pengobatan dilakukan dengan mengganti cairan elektrolit tubuh yang hilang akibat diare, seperti pemberian larutan 0,5% NaCl, 0,5% NaHCO3 dan 0,1% KCl ke dalam pembuluh darah (Boyd, 1980). Pada serangan akut, diberikan antibiotika seperti tetrasiklin, ampisilin, dan siprofloksazin (Doyle, 1989). Tetapi, penggunaan antibiotika yang tidak diawasi mengakibatkan suatu sifat tidak terganggunya aktivitas sel bakteri pada pemberian antibiotika. Sifat ini dikenal dengan istilah resistensi sel bakteri (Ganiswarna, 1995). Perkembangan resistensi merupakan proses alamiah yang dilakukan bakteri guna mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru (Pelczar et al, 1988). Bakteri yang telah resisten memiliki gen untuk melindungi dirinya dari efek bakterisida suatu antibiotika. Gen resistensi dari bakteri yang telah resisten terhadap suatu antibiotika dapat dipindahkan ke bakteri lain melalui mekanisme transformasi, transduksi ataupun konjugasi selama berlangsungnya pengobatan menggunakan antibiotika (Pelczar et al, 1988; Waturangi, 2000).
42
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Jarum ose, spatel, batang pengaduk, beaker glass, cawan petri, erlenmeyer, hot plate, jangka sorong, kapas lidi, effendorf, lemari pendingin, lampu spiritus, lampu UV, pot salep, pinset, pipet mikro, sentrifugator, timbangan digital (Mettler PM 200), water bath, vortex, autoklaf, incubator, Rotary shaker inkubator, laminar air flow. Media Sampel CHROMagar Vibrio (CHROMagarTM), media Luria Burtani (LB) broth, media Mueller Hinton (Merck), aquadest steril, etanol 70%, disk antibiotika (BBL). Pengambilan sampel Sampel dibeli dari penjual cumicumi dan kepiting di pinggir pantai Purus, kota Padang, kemudian diidentifikasi di Laboratorium Ekologi Hewan Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Andalas Padang.
Ditimbang 10 g sampel yang telah dihaluskan kemudian dimasukan dalam erlemeyer dan ditambahkan Salt Poymixin Broth (SPB) hingga 100 ml dan diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Setelah diinkubasi kemudian dilakukan pengenceran mulai dari 101 sampai 105 dengan cara memipet 0,1 ml sampel induk dimasukan ke dalam 0,9 ml media SPB dalam tabung ependorf untuk pengenceran 101 , selanjutnya 0,1 ml dari pengenceran 101 dimasukan kedalam 0,9 ml media SPB dalam tabung ependorf untuk pengenceran 102 demikian seterusnya sampai pengenceran 105. Setelah masing-masing pengencean ditanam pada media CHROMAgar Vibrio dalam cawan Petri. Lalu diinkubasi lagi pada suhu 37C selama 24 jam. Biakan dalam cawan Petri akan memberikan koloni ungu yang menandakan adanya bakteri V.parahaemolyticus. Uji resistensi bakteri Vibrio parahaemolyticus terhadap antibiotika Cakram antibiotika yang digunakan dengan konsentrasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Golongan Penisilin Kloramfenikol Eritromisin Antibiotik Ampisilin Kloramfenikol Eritromisin Konsentrasi (g ) 10 30 10 15 5 30
Uji resistensi antibiotik dilakukan terhadap beberapa kultur V.parahaemolticus yang diisolasi dari
43
Daerah hambatan yang terlihat sebagai wilayah bening disekitar disk antibiotik diukur diameternya dan karakter resistensi dari bakteri tersebut terhadap antibiotik dibandingkan terhadap tabel standard. Analisa Data Persentase resistensi bakteri terhadap antibiotika dihitung untuk setiap jenis antibiotika dengan menggunakan persamaan:
x y
Keterangan : MAR = Multiple Antibiotics Resistance x = Jumlah bagian yang resisten terhadap antibiotika dari satu kultur yang digunakan y = Jumlah antibiotika yang digunakan Resistensi suatu koloni bakteri terhadap antibiotika dikatakan tinggi jika memiliki nilai Multiple Antibiotics Resistance (MAR) 0.2. HASIL DAN PEMBAHASAN Media yang digunakan untuk isolasi bakteri Vibrio parahaemolyticus yaitu media pengaya SPB yang mengandung antibiotik Polymixin B, dimana bakteri V.parahaemlyticus resisten terhadap antibiotik ini, dan masih memiliki aktivitas terhadap spesies vibrio, sehingga pertumbuhan V. parahaemolyticus akan tetap berlangsung, sedangkan pertumbuhan spesies vibrio lainya dihambat. Pada media SPB harus ditambahkan 3% NaCl yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah V.parahaemoyticus sebagai spesies vibrio halofilik dan menekan keberadaan spesies lain, penambahan ini sesuai dengan kadar optimal untuk pertumbuhan V.parahaemolyticus. Kultur pada media SPB ditanam pada medium spesifik CHROMAgar vibrio, kemudian di inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Terbentuknya warna ungu menandakan pada kedua sampel yaitu cumi-cumi (L.vulgaris) dan kepiting bakau (S.serratta) ada V.parahaemolyticus. Terapi utama untuk mengatasi dehidrasi pada penyakit gastroenteritis adalah penggantian cairan dan elektrolit baik secara oral maupun secara intravena. Walaupun demikian, terapi
44
45
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Hasil uji resistensi dari 42 kultur murni V.parahaemolyticus menunjukkan bahwa 76,19 % kultur resisten terhadap ampisilin, 19,05 % kultur resisten terhadap kloramfenikol, 52,38 % resisten terhadap eritromisin, 26,19 % resisten terhadap gentamisin, 92,86 % resisten terhadap sulfametoksazol, 26,19 % resisten terhadap tetrasiklin. Nilai Multiple Antibiotics Resistence (MAR) yang diperoleh berkisar antara 0,3 0,8 dengan nilai MAR rata-rata adalah 0,46. Hal ini menunjukan bahwa bakteri V.parahaemolyticus mempunyai tingkat resistensi terhadap antibiotik yang cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Gerard, 1982, Mikrobiologi Kedokteran, PT. Gramedia, Jakarta Barrow, G.I, 1993, Cowan and Steels Manual for the Identification of Medical Bacteria, 3rd Ed, Cambridge Univercity Press. Postnova, T., O.G. Gomez-duarte and K. Richardson, 1996, Motility Mutants of Vibrio cholerae 01 have Reduced Adherence in vitro to Human Small Intestinal Epithelial Cells as Demonstrated
46
ABSTRACT The anti inflammatory effect of ethanolic extract of the kembang bulan (Tithonia diversifolia A.Gray) leaves on female white mice has been done topically using modification methode between making edema and granuloma pouch. Induction was done by injectioning carragenin 2 %b/v in NaCl fisiologis subcutaneously. The extract was given topically as ointment for 4 days in various concentration: 1%, 2.5% and 5%. The parameter were observed include edema volume, totally of leucocytes cell on edema and blood. The result of research showed that ethanolic extract of the kembang bulan (Tithonia diversifolia A.Gray) leaves gives topically anti inflammatory effect. It can reduced the edema volume and gives effect on decreasing leucocytes cell on edema and can increased neutrofil cells and limpocyt cells on blood significantly (P<0,05). The maximal effect of anti inflammatory was seeen at concentration 5% with the lowest edema volume 0,03 ml, higher than anti inflammatory effect of hidrocortison acetat 2,5% with edema volume 0,08 ml. Keywords : Tithonia diversifolia, anti-inflammatory, edema PENDAHULUAN Tumbuhan adalah gudang bahan kimia yang memiliki berbagai manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit. Oleh karena itu saat ini banyak para peneliti berusaha untuk mengisolasi senyawa kimia dari tumbuh-tumbuhan tersebut guna dimanfaatkan dalam bidang pengobatan. Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional mempunyai keunggulan antara lain dalam hal khasiat yang lebih baik serta efek samping yang lebih kecil dari pada obat berbahan kimia murni. Saat ini tanaman obat tradisional masih berperan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk di bidang kesehatan (Wijaya et al, 1995; Donatus, 1983). Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional tersebut tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik itu tumbuhan asli Indonesia, maupun tumbuhan dari luar negeri yang tumbuh dan dikembangkan di Indonesia. Salah satu tumbuhan tersebut adalah bunga kembang bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) atau secara tradisional dikenal sebagai Bunga Busuk, Bunga Kipait, dari Family Asteraceae (Hanum, 2002). Selain itu dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa tumbuhan T. diversifolia aktif sebagai anti bakteri (Dewi,2010), seperti kita ketahui salah satu sebab inflamasi bisa disebabkan oleh bakteri. Bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan T. diversifolia sebagai sumber zat kimia, yang digunakan untuk pengobatan tradisional biasanya adalah bagian daun, tapi dapat juga menggunakan kulit akar dan batang. Daun dari tumbuhan T. diversifolia ini mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, tanin, serta polifenol. Manfaat dari daun.
47
METODE PENELITIAN Alat Alat- alat yang digunakan yaitu rotary evaporator, botol maserasi, jarum suntik 5 ml, jarum suntik 1 ml, gunting bedah, timbangan hewan, lumpang dan stamfer, gelas ukur, alat cukur, spidol, kandang hewan, dan lain- lain. Bahan Bahan yang digunakan yaitu daun kembang bulan, etanol 70%, air suling, vaselin flava, NaCl fisiologis, karagen, krim perontok bulu dan hidrokortison asetat (serbuk). Hewan yang digunakan adalah mencit putih betina dengan berat 20-30 g sebanyak 25 ekor, dimana masingmasingnya dibagi menjadi 5 kelompok Pembuatan Larutan Penginduksi Timbang karagen dihitung sebanyak 1 gram, lalu gerus halus dalam lumpang kemudian sedikit demi sedikit ditambah NaCl fisiologis 50 ml sambil digerus homogen, maka konsentrasi karagen yang diperoleh adalah 2% . Penginduksian Udem a. Mencit dicukur bulu bagian punggungnya dengan diameter 3cm. Mulanya dipotong dengan gunting, selanjutnya untuk menghilangkan bulu yang masih tersisa dioleskan krim perontok bulu, sehingga bulunya betul-betul hilang dibiarkan selama 24 jam.
48
a. Pengukuran volume radang pada hari ke lima eksudat diambil dengan jarum suntik lalu diukur volumenya. b. Penghitungan jumlah sel leukosit dalam hapusan darah dan cairan eksudat. Darah atau cairan eksudat segar ditetesi pada gelas objek satu tetes dan ratakan dengan gelas objek yang lain sehingga diperoleh lapisan darah yang homogen (hapusan darah), lalu dikeringkan. Setelah kering ditetesi dengan metanol, sehingga melapisi seluruh lapisan darah, dibiarkan 5 menit. Ditambahkan satu tetes larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan air suling (1 : 20) dan dibiarkan selama 20 menit. Dicuci dengan air suling, dikeringkan dan dilihat dibawah mikroskop. Dihitung jumlah sel neutrofil, eusinofil, limfosit, dan sel monosit. Analisa Data Untuk menganalisa data hasil penelitian yang diperoleh dari semua parameter akan digunakan analisa variansi (ANOVA) satu arah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel I. Hasil pengukuran volume eksudat dari radang punggung mencit putih betina setelah pemberian ekstrak daun Tithonia diversifolia A.Gray secara topikal
Volume eksudat (ml) Konsentrasi (%) 0 0,51 0,39 0,36 0,50 0,40 0,43200 0,068337 1 0,08 0,08 0,1 0,085 0,11 0,09100 0,013416 2,5 0,15 0,06 0,05 0,11 0,05 0,07320 0,056667 5 0,01 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03000 0,012247 Hidrokortison asetat 2,5 0,09 0,09 0,1 0,08 0,07 0,08600 0,011402
Perlakuan 1 2 3 4 5 Rata-rata SD
49
Neutrofil segmen 34.60 + 3.209 47.40 + 4.278 53.80 + 1.924 60.60 + 1.517 59.40 + 5.771
Eosinofil 1.20 + 0,447 1.40 + 0,548 1.00 + 0,000 1.40 + 0,548 1.00 + 0,000
Tabel III. Hasil perhitungan sel leukosit dari darah mencit putih betina setelah pemberian ekstrak daun Tithonia diversifolia A.Gray secara topikal
Jumlah Sel Leukosit ( x SD, n = 5 ) Neutrofil Monosit Limposit batang 1.20 + 0.837 17.00 + 0.707 29.80 + 1.924 1.80 + 1.924 6.80 + 3.114 25.60 + 0.894 1.40 + 0.894 4.20 + 2.387 22.40 + 3.362 1.60 + 0.894 1.80 + 0.837 19.00 + 4.301 2.20 + 1.643 4.00 + 2.550 27.80 + 4.868
Neutrofil segmen 50.80 + 1.643 64.80 + 3.271 70.80 + 3.564 76.40 + 5.128 64.80 + 6.535
Eosinofil 1.20 + 0.837 1.00 + 0.000 1.20 + 0.447 1.20 + 0.447 1.20 + 0.447
Pembahasan Pemberian sediaan uji dengan dosis konsentrasi 1% ternyata telah memberikan efek anti-inflamasi. Dari tiga dosis yang digunakan efek maksimum diberikan oleh dosis konsentrasi 5% yang ditandai dengan kecilnya volume eksudat yang didapatkan. Setelah pemberian ekstrak etanol daun T. diversifolia secara topikal sesuai dosis, diperoleh suatu korelasi yang menunjukkan hubungan antara volume eksudat (ml) terhadap konsentrasi ekstrak (%). Dimana volume eksudat rata-rata mengalami penurunan sesuai dengan peningkatan dosis yang diberikan dibandingkan dengan kontrol positif yang hanya menggunakan vaselin flava saja. Dari hasil uji analisa varian dapat dilihat bahwa pada konsentrasi zat uji 1%, 2,5% dan 5%
terhadap kontrol memberikan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01). Hasil perhitungan jumlah sel leukosit dari uji statistik dengan analisa varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun T. diversifolia mempengaruhi persentase jumlah sel leukosit, baik itu dalam eksudat maupun dalam darah. Dimana terjadi peningkatan jumlah sel neutrofil segmen dibandingkan dengan kontrol negatif. Ini berarti, bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak semakin efektif mengurangi volume edema. Sedangkan pada jumlah sel eosinofil, monosit dan limposit mengalami penurunan yang disebabkan karena pembuluh darah di daerah radang memperoleh permeabelitasnya kembali, sehingga aliran cairan terhenti, dan terjadi pula penghentian migrasi leukosit. Cairan
50
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ekstrak etanol daun kembang bulan (T. diversifolia) memiliki aktivitas anti inflamasi. Hal ini dilihat dari penurunan volume eksudat pada radang punggung mencit putih betina yang di berikan secara topikal. 2. Pemberian ekstrak etanol daun kembang bulan (T. diversifolia) secara topikal ternyata dapat meningkatkan jumlah sel leukosit baik dalam cairan eksudat maupun dalam darah. DAFTAR PUSTAKA Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Trubus Agriwidya, Jakarta. Dewi, R., 2010, Aktivitas Anti mikroba dari Elephantropus scober L, Tithonia diversifolia A.Gray, Tagetes erecta L, Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Indonesia, Padang, 258. Donatus. I. A., 1983, Pengembangan Farmakologi Dalam
51
52
53
Disiapkan masing-masing larutan sampel 2 % dalam air. Diambil 1 ml sampel ditambahkan 1 ml NaOH 10%, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan CuSO4 0,1% dikocok. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna ungu (Robinson, T., 1995). 2. Metoda Ninhidrin Disiapkan masing-masing larutan sampel 2 % dalam air. diambil 1 ml sampel tambahkan 1 ml pereaksi Ninhidrin kemudian dipanaskan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru ( Grinda, A., 1986). 3. Metoda xanthoprotein Disiapkan masing-masing larutan sampel 2 % dalam air. Ambil 1 ml asam nitrat pekat kemudian dipanaskan. Reaksi positif ditunjukan dengan terbentuknya endapan putih yang segera menjadi kuning (Grinda, A., 1986; De Man, J.M., 1999). Uji kuantitatif dengan menggunakan metoda Kjeldahl Cara kerja untuk masing-masing sampel sebagai berikut (SNI 01-2891-1992) : a. Tahap Destruksi Ditimbang sebanyak 0,51 gram sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml, ditambahkan 1 gram campuran selenium dan 12,5 ml H2SO4 pekat. Labu Kjedhal dipanaskan diatas pemanas listrik
mula-mula pada suhu 40oC kemudian suhu dinaikkan secara perlahan-lahan sampai 280oC. Setelah destruksi berlangsung selama 30 menit belum didapatkan cairan hijau jernih, maka ditambahkan H2O2 30% sebanyak 2 tetes destruksi dilanjutkan sampai didapat cairan jernih kehijauhijauan. Destruksi disini berlangsung selama 2 jam. Hasil akhir destruksi didinginkan kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan sampai tanda batas. b. Tahap Destilasi Larutan hasil destruksi dipipet 50 ml dimasukkan kedalam labu destilasi, kemudian ditambahkan 30 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Kemudian sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 25 ml asam borat 2% yang telah ditetesi indikator campuran. Labu destilasi dipasang dan dihubungkan dengan kondensor dan ujung kondensor harus terbenam dalam cairan
penampung. Di dalam kondensor uap akan mengalir menuju penampung. Penyulingan diakhiri jika hasil destilasi sudah tak bersifat basa lagi. Diperiksa dengan kertas lakmus, Ujung kondensor dibilas dengan aquadest. Destilasi ini dilakukan sebanyak 3 x pengulangan. c. Tahap Titrasi Hasil destilasi dipindahkan dalam erlemeyer. Kemudian lakukan titrasi dengan HCl 0,1 N menggunakan mikroburet. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna hijau menjadi merah muda. Untuk blangko dilakukan dengan cara yang sama, dimana sampel diganti dengan aquadest. Pengolahan Data Penentuan kadar protein dapat dihitung setelah diketahui persentase kadar nitrogen yang terdapat dalam sampel dan dikalikan dengan faktor konversi: (SNI 01-2891-1992).
%N % protein Keterangan : V1 V2 N W Fp = = = = =
Volume HCL 0,1 N untuk titrasi larutan sampel (ml) Volume HCL 0,1 N untuk titrasi larutan Blangko (ml) Normalitas HCL Bobot sampel ( gram ) Faktor pengenceran ( 5 kali )
55
Dadih
Penelitian ini menggunakan metoda Kjeldahl karena umumnya metoda ini digunakan untuk penentuan analisis protein pada makanan. Metoda ini mempunyai kelemahan dimana unsur N yang terdapat pada protein juga ikut teranalisis sehingga kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar (Crud protein) dan bukan protein murni (Grinda, A., 1986; Anggorodi, 1994). Setelah diketahui persentase nitrogen yang terdapat pada sampel, untuk menentukan kadar protein dikalikan dengan faktor konversi, untuk susu yaitu 6,38 (SNI 01-2891-1992; Sidarmadji, 1984; Anggorodi, 1994). Kadar protein yang diperoleh pada susu segar adalah 4,5079%. Sedangkan kadar protein dadih yang disimpan hari ke 2, 4, 6 pada lemari pendingin dan suhu kamar mengalami penurunan. Hasil persentase kadar protein pada susu segar, dadih yang disimpan pada suhu kamar dan dadih yang disimpan pada lemari pendingin dapat dilihat pada tabel 2, gambar 1 dan gambar 2. Data yang diperoleh juga dilakukan uji statistik dengan anova satu arah dan uji T student. Hasil uji anova satu arah diperoleh nilai P yaitu 0,000 (P<0,05) dengan nilai tersebut terdapat perbedaan yang bermakna kadar protein dadih pada penyimpanan suhu kamar
setelah 2, 4 dan 6 hari demikian juga dengan penyimpanan pada lemari pendingin juga diperoleh nilai P yaitu 0,000 (P<0,05) yang berarti kadar protein dadih yang disimpan selama 2, 4 dan 6 hari berbeda secara bermakna. Pada uji T terdapat perbedaan yang bermakna, kadar protein dadih yang disimpan pada suhu kamar dan lemari pendingin pada penyimpanan setelah 2 hari diperoleh nilai P yaitu 0,048 (P<0,05), penyimpanan setelah 4 hari diperoleh nilai P yaitu 0,007 (P<0,05) dan penyimpanan setelah 6 hari diperoleh nilai P yaitu 0,002 (P <0,05).
56
Gambar 1. Grafik kadar protein pada dadih yang simpan pada suhu kamar
Gambar 2. Grafik kadar protein pada dadih yang disimpan dalam lemari pendingin
57
Dari data dan grafik yang didapat terlihat jelas bahwa semakin lama penyimpanan maka kadar protein semakin menurun. Penurunan kadar protein ini terjadi karena selama proses fermentasi, bakteri asam laktat, lactobacillus, streptococcus dan lactococus aktif melakukan proses proteolitik dan lepolitik menjadi substansi yang bisa dimanfaatkan oleh bakteri misalnya energi, pada mekanisme perubahan tersebut biasanya akan menghasilkan air dan secara otomatis konsentrasi protein dalam produk fermentasi akan menurun (Bucle etal, 1987). Pada data yang didapat terlihat bahwa susu segar kerbau mempunyai kadar proteinnya lebih tinggi dari pada dadih. Tetapi pada kenyataannya orang lebih banyak mengkonsumsi dadih dari pada susu segarnya disebabkan karena aroma susu yang khas dapat menimbulkan rasa mual maka perlu dibuat susu fermentasi sehingga terjadi perubahan fisik dan kimiawi susu. Tidak semuanya orang dapat mencerna susu dengan baik karena gangguan pencernaan yang timbul setelah mengkonsumsi susu karena tidak terpecahnya laktosa (gula susu) menjadi komponen-komponen sederhana yang dapat diserap oleh tubuh yaitu monosakarida, glukosa dan galaktosa (Sisriyenni, dan Zurriyati., 2004). KESIMPULAN DAN SARAN Kadar protein dadih sangat dipengaruhi oleh lama dan tempat penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan maka kadar protein pun semakin menurun. Dadih yang disimpan pada lemari pendingin lebih tinggi kadar proteinnya dari pada dadih yang disimpan pada suhu kamar, hal ini disebabkan karena dadih pada suhu kamar mudah terkontaminasi dengan mikroorganisme lain selain bakteri penghasil asam laktat sehingga dapat mempengaruhi kadar protein. 58
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anggorodi, 1994, Ilmu Makanan Ternak Umum, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarata. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M Wooton, 1987, Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. De Man, J. M., 1999, Kimia Makanan, Ed. II, Penerbit ITB, Bandung. Detama, A. D., 2004, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Grindra, A., 1986, Biokimia I , Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Ed.VI, Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sisriyenni, D, Zurriyati, Y., 2004, Kajian kualitas dadih susu kerbau didalam tabung bambu dan tabung plastik, Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol 2, No 2. SNI 01-2891-1992, Cara Uji Makanan dan Minuman, Pusat Standarisasi Industri, Departemen Perindustrian. Sudarmadji, 1984, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Sugianto, 2006, Susu Kerbau Fermentasi Mampu Menurunkan Kolesterol, Artikel, litbang deptan. Susilorini, T. E., M. E. Sawitri, Muharlien, 2008., Budi Daya 22 Ternak Potensial, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Usman, 2007, Pengolahan Dadih Sebagai Makanan Probiotik Spesifik Sumatera Barat, Jurnal Natur, Vol 5, No 2.
B.A. Martinus1 , Harrizul RivaI2 STIFI Perintis Padang, 2 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
ABSTRAK Effect of ethanol:water ratio as extraction solvent on obtaining of extractive material, phenolic content and antioxidant activity in Phyllanthus niruri L. herbs have been investigated. The ethanol:water ratio tested were 100:0, 80:20, 70:30, 60:40 and 50:50. Results revealed that ethanol:water ratio gave significant effect on extracted material, phenolic content and antioxidant activity (p<0,05). Among the ethanol:water ratio tested, the best result was obtained by ethanol:water ratio 60:40 as extraction solvent for Pyhllanthus niruri L. herbs to obtain phenolic compound which has antioxidant activity. Keywords : Phyllanthus niruri L., antioxidant, extraction, phenolic PENDAHULUAN Pengembangan bahan obat alam meliputi pengembangan budidayanya sehingga menghasilkan simplisia dengan kualitas yang unggul serta pengembangan cara produksi dan bentuk-bentuk sediaan dari obat-obat tradisional. Obat-obatan yang terbuat dari bahan alam dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu adalah ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, sedangkan obat herbal yang terstandar adalah yang sudah lulus uji pra klinis. Sementara fitofarmaka adalah suatu sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu bahan baku simplisia yang akan dipakai untuk membuat fitofarmaka ini adalah herba meniran (Phyllanthus niruri L.) (Nurkhasana, 2006). Herba meniran mengandung senyawa flavonoid (quarcetin, quercitrin, isoquercitin, astragalin, rutine, physetinglucosid), lignan (phyllanthine, hypophyllanthine, phyltetralin, lintretalin, nirathin, nitretalin, nirphylline, niruri, niruriside), alkaloid (norsecurinine, etnosecurinina, 4-metoxy-norsecurinine, hyllochrysine), terpen (cymene, limonene, lupeol), damar, tanin, dan mineral terutama kalium (Joshi, 1986; Satyanarayana, 1988; Than, 2005). Herba meniran berkhasiat membersihkan hati, anti radang, pereda demam, peluruh kencing, peluruh dahak, peluruh haid, menerangkan penglihatan dan penambah nafsu makan (Heyne, 1987).
59
sekali diaduk, maserat dipisahkan dan sisanya dimaserasi lagi beberapa kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama, sampai cairan terakhir tidak berwarna. Semua maserat dikumpulkan, diamkan selama dua hari, diendaptuangkan, cairan atas diambil kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 0C dan ditimbang, sebelum dianalisa ekstrak dilarutkan dengan campuran etanol dan air suling sama banyak (1:1) dalam labu ukur 50 mL (Harbone, 1978, Badan Pengawasan Obat, 2004). Penentuan Kadar Ekstraktif Larutan Sampel Dari larutan sampel dipipet sebanyak 10 mL, masukkan dalam cawan penguap yang sudah ditara. Uapkan larutan sampel di water bath, kemudian keringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam kemudian setelah dingin ditimbang. Hitung kadar ekstraktif sampel. Berat Sampel Pembuatan Reagen a. Larutan Natrium Karbonat 1 M (Mosquera, 2007) Ditimbang 5,3 g Na2CO3 dilarutkan dalam aquadest sampai 50 mL, aduk hingga homogen. b. Larutan DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl) 35 g/mL (Keinanen, 1996) Ditimbang 10 mg DPPH masukkan dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan metanol sampai tanda batas kemudian dipipet 17,5 mL larutan DPPH dimasukkan dalam labu ukur 50 mL, lalu tambahkan metanol sampai
Sampel diambil di sepanjang jalan Bypass Padang, sampel yang akan dianalisa adalah bagian tumbuhan meniran yang berada di atas tanah (Pyhlanthus niruri L.), dibersihkan kemudian dikeringanginkan sampai kering kemudian diserbuk. Identifikasi Sampel Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Universitas Andalas (ANDA) dengan nomor koleksi FT-001. Pembuatan Ekstrak Sampel herba meniran (5 g) yang telah diserbuk direndam dengan 50 mL etanol-air dengan perbandingan 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, biarkan selama 24 jam, dalam botol meserasi yang berwarna gelap, sambil sekali-
60
Dari larutan induk asam galat dipipet 0,25; 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 mL, diencerkan dengan campuran metanol:aquadest (1:1) dalam labu ukur 50 mL sampai tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 25, 50, 75, 100 dan 125 g/mL asam galat. Masingmasing konsentrasi larutan dipipet 0,5 mL kemudian dicampur dengan 5 mL pereaksi Folin-Ciocalteu yang sudah diencerkan 1:10 dengan aquadest, ditambahkan 4 mL larutan natrium karbonat 1 M biarkan selama 15 menit,
Sebanyak 4 mL larutan DPPH 35 g/mL dipipet, masukkan dalam vial dan ditambahkan 2 mL campuran air suling dan metanol (1:1), biarkan selama 30 menit ditempat yang gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 400-800 nm. b. Pemeriksaan IC50 Larutan Sampel Dibuat konsentrasi 40; Masing-masing ke dalam vial larutan DPPH larutan sampel dengan 50; 60; 70; 80 mg/mL. dipipet sebanyak 2 mL lalu tambahkan 4 mL 35 g/mL. Campuran
61
% inhibisi
Keterangan : Abs Kontrol : Serapan larutan radikal DPPH dengan metanol-air (tanpa ekstrak) pada panjang gelombang maksimum. Abs Sampel : Serapan sampel ditambah DPPH dikurangi dengan serapan sampel blanko (sampel+metanol-air) tanpa DPPH pada panjang gelombang maksimum. Lalu dibuat kurva antara konsentrasi larutan sampel dan % inhibisi, sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. IC50 larutan sampel adalah konsentrasi larutan sampel yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat dihitung menggunakan persamaan regresi linier yang telah diperoleh. a. Penentuan IC50 Larutan Pembanding Asam Galat Dibuat larutan pembanding asam galat dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 g/mL dengan cara memipet 0,01; 0,02; 0,03; 0,04 dan 0,05 mL larutan induk asam galat (5 mg/mL) yang kemudian dilarutkan dengan campuran metanol dan air (1:1) dalam labu ukur 50 mL sampai tanda batas. Sebanyak 2 mL masing-masing dipipet dan dimasukkan ke dalam vial lalu tambahkan 4 ml larutan DPPH 35 g/mL. Campuran dihomogenkan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV Visible pada panjang gelombang maksimun. Persentase inhibisi masingmasing dihitiung lalu buat kurva antara konsentrasi larutan pembanding asam galat dan % inhibisi sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. IC50 asam galat adalah kosentrasi larutan pembanding asam galat yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat dihitung menggunakan persamaan regresi linier yang telah diperoleh. Pengolahan Data Secara Anova satu arah Data hasil penelitian akan diuji secara statistik menggunakan Analisa Variansi (Anova) satu arah. Kadar fenolat total yang diperoleh dari beberapa konsentrasi pelarut ekstraksi etanol diuji dengan Analisa Variasi (Anova) satu arah.
62
Untuk menentukan kadar fenolat total, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari sederet konsentrasi standar asam galat, dimana persamaan regeresi linear yang didapat adalah y = 0,0158 + 0,006384x dengan koefisien korelasi 0,997. Total fenolat dari sampel dinyatakan sebagai kesetaraan dengan mg asam galat per gram sampel kering. Jumlah total fenolat dari tiap sampel bervariasi dengan kadar tertinggi diperolah pada perbandingan pelarut etanol:air (60:40), dapat dilihat pada tabel I. Data ini menunjukkan bahwa pelarut pengekstraksi dengan sistem perbandingan tersebut kemungkinan paling tepat untuk herba meniran.. Tabel I. Persentatse Kadar Ekstraktif dan Fenolat Total Herba Meniran
Perbandingan pelarut 100:0 80:28 70:30 60:40 50:50 % Kadar ekstraktif ( x SD, n = 3) 8,200,213 12,010,122 15,040,161 16,540,205 9,40,170 Kadar fenolat total ( x SD, n = 3) 38,6540,666 51,7330,588 53,5610,120 55,2580,090 37,1400,477
Metoda yang digunakan untuk penentuan aktifitas antioksidan adalah dengfan penagkapan radikal DPPH. Daya antioksidan dapat ditentukan dari nilai IC50 yaitu konsentrasi senyawa antioksidan yang memberikan inhibisi terhadap radikal DPPH sebesar 50%. Nilai IC50 yang semakin rendah menunjukkan daya antioksidan yang semakin kuat. Nilai IC50 terendah didapatkan dari perbandingan pelarut (60:40) sepeti terlihat pada tabel II. Sampel dengan pelarut pengekstraksi ini memperlihatkan suatu korelasi dimana kadar fenolat total tertinggi memberikan daya antioksidan yang paling kuat. Tabel II. Hasil Penentuan IC50 sampel herba meniran
No 1 2 3 4 5 Perbandingan pelarut 100:0 80:28 70:30 60:40 50:50 IC50 (mg/ml) 50,17 46,44 43,82 42,65 51,21
No 1 2 3 4 5
KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa pemakaian pelarut dengan berbagai perbandingan dapat mempengaruhi perolehan kadar ekstraktif, kadar fenolat total dan aktifitas antioksidan dari herba meniran. Perbandingan pelarut etanol:air sebagai pengekstraksi yang paling baik untuk sampel herba meniran adalah 60:40.
Aktifitas antioksidan yang berasal dari tanaman seringkali dihubungkan dengan kandungan fenolat totalnya. Senyawa-senyawa fenolat telah dilaporkan memiliki aktifitas antioksidan karena sifat redoksnya. Tipe senyawa fenolat yang memiliki aktifitas
63
64