You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe I (DMT I) dan diabetes tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia. Resiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, dimana kadar insulin diantara dua makan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. 1 Faktor yang paling utama menyebabkan hipoglikemi sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang paling utama untuk otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi system saraf pusat, gangguan kognisi dan koma.1 Seperti telah ditekankan, sistem saraf pusat normalnya memperoleh seluruh energi terutama dari metabolisme karbohidrat, dan pemakaian glukosa ini tidak memerlukan insulin. Akan tetapi, bila insulin menyebabkan kadar glukosa darah turun sampai rendah sekali, maka proses metabolisme dalam sistem saraf pusat akan menjadi sangat tertekan. Akibatnya, pada penderita hiperinsulinemia atau penderita yang menggunakan terlalu banyak insulin, akhirnya menderita suatu sindrom yang disebut renjatan insulin2. Sewaktu kadar glukosa darah turun sampai diantara 50 70 mg/dl, sistem saraf biasanya menjadi mudah dirangsang, karena tingkat hipoglikemia ini mensensitisasi timbulnya aktifitas saraf. Kadangkala dapat terjadi berbagai macam halusinasi, tetapi lebih sering penderita hanya mengalami kecemasan yang berlebihan, gemetar diseluruh tubuh, dan banyak berkeringat. Bila kadar glukosa tetap rendah, maka kejang berhenti, dan yang tinggal hanya keadaan koma. Tentu saja, pada saat itu sangat sukar untuk membedakan koma diabetikum akibat kekurangan insulin dengan koma hipoglikemia karena kelebihan insulin. Namun, napas berbau aseton dan

pernapasan yang cepat dan dalam pada koma diabetikum tidak ditemukan pada koma hipoglikemik.2 Pengobtan yang tepat pada penderita koma hipoglikemik adalah segera memberikan pengobatan glukosa secara intravena dalam jumlah yang besar.2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <108 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relative lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena, sedang kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena.1 Pada indivudu normal, sesudah puasa semalam kadar glukosa darah jarang lebih rendah dari 4 mmol/L, tetapi kadar kurang dari 50 mg% (2,8 mmol/L) pernah dilaporkan dijumpai sesudah puasa yang berlangsung lebih lama. Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi pada tumor yang mensekresikan insulin atau insulin-like growth factor ( IGF ). Respon regulasi non-pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar gulkosa darah 63-65 mg/dl. Oleh sebab itu, dalam konteks diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma kurang atau sama dari 63 mg/dl (3,5 mmol/L).1

2.2 Epidemiologi Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekeraban kejadian hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati dalam the Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian

hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien / tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan criteria yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1

2.3 Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino. Dihasilkan oleh sel beta pangkreas. Dalam keadaan normal. Bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin ) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpin dalam gelembunggelumbung (secretory vesicles) dala sel tersebut. Disini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjasi insulin dan peptida C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk mensekresikan secra bersamaan melalui membran sel.1 Kadar gula darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta untuk memproduksi insulin. Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase sehingga sekresinya berbentuk biphasic.1 Sekresi insulin normal yang biphasic ini akan muncul setelah adanya rangsangan glukosa dari makanan atau minuman. Sekresi fase 1 ( acute insulin secretion respone = AIR ) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada angsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 2 ( sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali mengingkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif lebih lama. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat maka akan terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningktan sekresi insulin pada fase 2.1 Salah satu efek penting insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Selanjutnya, diantara waktu makan bila tidak tersedia makanan dan konsentrasi glukosa dalam darah mulai berkurang, sekresi insulin menurun dengan cepat dan glikogen dalam hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang akan dilepaskan kembali kedalam darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah tidak berkurang sampai terlalu rendah.3

2.4. Etiologi Hipoglikemia Pada pasien diabetes hipoglikemi timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi nsulin seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu dijumpai saat-saat dan keadaan tertentu di mana pasien
4

diabetes mungkin akan mengalami kejadian hipoglikemia. Makan akan meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak pada sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat (insulin analog rapid acting) bila diberikan sub kutan belum mampu menirukan kecepatan peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Oleh sebab itu waktu di mana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan malam hari. Berbagai factor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah : 1. Kadar insulin berlebihan a. Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien, ketidaksesuaian dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup, deliberate overdose (factitious hipoglikemia) b. Peningkatan bioavaibilitas insulin : absorbsi yang lebih cepat (aktifitas jasmani. Suntik diperut, perubahan ke human insulin antibody insulin, gagal ginjal (clearance insulin berkurang). 2. Peningkatan sensivitas insulin a. Defisiensi hormon counter-regulatory : penyakit Addison, hipopituirisme b. Penurunan berat badan c. Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi 3. Asupan karbohidrat kurang a. Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang b. Diit slimming, anorexia nervosa c. Muntah, gastroparesis d. Menyusui 4. Lain-lain a. Absorbsi yag cepat, pemulihan glikogen otot b. Alcohol, obat (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja sulfonilurea; penyakit non-selektif, pentamidin)

2.5. Mekanisme kontra regulator glukosa1 Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya bekerja di hati. Glucagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku (precursor) glukoneogenesis hati. Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukkan kemampuan autoregulasi. Kortisol dan growth hormon berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisisensi growth hormon (panhipopituitarisme) dan kortisol (penyakit Addison) pada individu menimbulkan hipoglikemia yang umumnya ringan. Bila sekresi glucagon di hambat secara farmakologis, pemulihan kadar glukosa setelah hipoglikemia yang diinduksi insulin (insulin induced hipoglikemia) berkurang sekitar 40%. Bila sekresi glukagon dan epinefrin dihambat sekaligus pemulihan glukosa tidak terjadi. Sel b pancreas terhadap hipoglikemia adalah menghambat sekresi insulin dan turunnya kadar insulin di dalam sel b berperan dalam sekresi glucagon oleh sel a. 2.6. Manifestasi Klinis1 Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sitem saraf pusat (SSP), dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif yauti keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang disebabkan insulin konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencap jumlah yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai energi alternatif. Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada penderita diabetes :

Otonomik Berkeringat Jantung berdebar

Neuroglikopenik Bingung Mengantuk Mual

Malaise

Sakit kepala
6

Tremor Lapar

Sulit berbicara Inkoordinasi Perilaku yang berbeda Gangguan visual Parestesi

Tabel 1. Keluhan dan gejala hipoglikemia Pada pasien diabetes yang masih relatif baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan gangguan sistem saraf autonomik seperti palpitasi, tremor atau berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi dan koma. Sakit kepala dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lamaintensitas keluhan otonomik cendrung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif aktivasi sistem saraf autonomik.

2.7 Klasifikasi Hipoglikemia Pada diabetes, hipoglikemi juga sering didefinisikan sesuai dengan gambaran klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukan gejala dan triad whipple merupakan panduan klisifikasi klinis hipoglikemia yang bermanfaat. Triad tersebut meliputi : a. keluhan yang menunjukan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah, b. Kadar glukosa darah yang rendah ( < 3 mmol/L hipoglikemia pada diabetes), dan c. Hilangnya secra cepat keluhan keluhan sesudah kelaian biokimiawi di koreksi. Hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat. Tabel 2. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut Ringan Simtomatik, dapat Sedang diatasi Simtomatik, dapat Berat diatasi Sering (tidak selalu) tidak

sendiri, tidak ada gangguan sendiri, aktivitas nyata sehari-hari

menimbulkan simtimatik, karena gangguan

yang gangguan aktivitas sehari-hari kognitif pasien tidak mampu yang nyata. mengatasi sendiri 1. Membutuhkan ketiga memerlukan pihak

tetapitidak terapi
7

parenteral 2. Membutuhkan parenteral terapi

(glukagon atau

intramuskular glukosa intravena)

3. Disertai dengan koma dan kejang.

2.8 Terapi Hipoglikemia Glukosa oral Sesudah diagonsa hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10 20g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya, dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorbsi glukosa. Glukagon intramuskular Glikagon 1 mg intramuskular dapat diberikan dan hasilnya dapat dilihat dalam 10 menit. Bila pasien sudah sadar pemberian glikagon harus diiringi dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam tepung

You might also like