Professional Documents
Culture Documents
atau =
(3.1)
Dimana:
0
=
0
(3.2)
Dimana:
0
=
75
50
= 1,5 (3.3)
3.5.1 Koefisien Pantulan Tegangan pada Beban
Koefisien Pantulan Tegangan pada Beban dapat didefinisikan sebagai
Perbandingan Tegangan Pantulan terhadap Tegangan Datang yang terjadi pada
Beban atau Perbandingan Arus Pantulan terhadap Arus yang Datang pada Beban.
+
0
+
0
>
0
;
=
0
+
0
0
>
(3.4)
Dengan mengetahui nilai VSWR, dapat juga diketahui koefisien pantulan
tegangan pada beban:
Bab III Dasar Teori
Joko Pratomo Adi, 091344013 26
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
=
1
+1
(3.5)
Dimana:
(3.6)
Pada saluran transmisi, gelombang arus datang akan selalu sefasa dengan
gelombang tegangan datang. Sedangkan gelombang arus pantulan akan selalu
berlawanan fasa dengan gelombang tegangan pantulan. Hal ini terjadi karena
salah satu dari medan listrik atau medan magnet dari gelombang harus berbalik
arah. Dengan demikian maka maksimal arus selalu berpasangan dengan minimal
tegangan dan maksimal tegangan selalu berpasangan dengan minimal arus. Berikut
ini kondisi RF pada saluran transmisi untuk berbagai kondisi Impedansi Beban
terhadap Impedansi Saluran Transmisi :
Gambar 3.6 Kondisi Impedansi Beban terhadap Impedansi Saluran Transmisi
Dari persamaan-persamaan di atas, ini berarti bahwa VSWR dapat
mempunyai nilai 1 sampai tak berhingga ;
1 (3.7)
Bab III Dasar Teori
Joko Pratomo Adi, 091344013 27
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Yang perlu diperhatikan bahwa VSWR adalah selalu suatu bilangan nyata,
yaitu bilangan yang tidak mempunyai bagian khayal. Nilai VSWR yang ideal
seharusnya adalah 1, karena ini merepresentasikan suatu keadaan yang
disesuaikan (matched), dan pengaturan-pengaturan praktis pada saluran transmisi
RF yang sering ditujukan untuk membuat VSWR yang minimum. Apabila
Nilai VSWR sama dengan 1 atau sangat mendekati satu dapat terpenuhi, maka
suatu sistem transmisi daya RF dapat dianggap telah memenuhi persyaratan
Optimalisasi dan Efisiensi Transmisi Daya RF [16].
3.5.2 Return Loss
Return loss adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang yang
direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan. Return loss dapat
terjadi karena adanya diskontinuitas di antara saluran transmisi dengan impedansi
masukan beban (antena). Pada rangkaian gelombang mikro yang memiliki
diskontinuitas (mismatched), besarnya return loss bervariasi tergantung pada
frekuensi seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 3.8:
() = 20log (3.8)
Nilai dari return loss yang baik adalah di bawah -9,54 dB, nilai ini diperoleh
untuk nilai VSWR 2 sehingga dapat dikatakan nilai gelombang yang direfleksikan
tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang yang dikirimkan atau dengan
kata lain, saluran transmisi sudah matching. Nilai parameter ini menjadi salah satu
acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat bekerja pada frekuensi yang
diharapkan atau tidak.
3.5.3 Reflected Power (Daya Pantul)
Daya pantul (reflected power) merupakan presentase energi yang
dipantulkan kembali kesumber akibat ketidaksesuaian (unmacthed) antara
impedansi saluran transmisi dengan impedansi beban, sehingga daya yang dikiri
dari sumber tidak sepenuhnya diteruskan ke pemancar. Daya pantul dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 3.9 di bawah ini:
(%) = 100
(3.9)
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 28
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
BAB IV
PROSEDUR PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN 3G AXIS
MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LMT
Prosedur penanganan interferensi pada jaringan 3G AXIS dapat dipaparkan
seperti pada diagram alir (lihat Gambar 4.1) di bawah ini:
Gambar 4.1 Diagram Alir Prosedur Penanganan Interferensi Uplink
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 29
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
4.1 Alarm RTWP pada iManager M2000
Pengawasan terhadap BTS-BTS di Jawa Barat dimonitoring melalui BSC
(Base Station Controller) oleh TOC (Trunk Operation Center) dengan
memperhatikan alarm-alarm yang muncul secara real-time dari perangkat lunak
iManager M2000. Personal komputer pada bagian TOC langsung terhubung dengan
BSC Induk di Bandung menggunakan kabel ethernet RJ45 (LAN), sehingga
memungkinkan petugas TOC mengakses kondisi alarm terkini maupun alarm-alarm
terdahulu yang telah clear. Kondisi alarm terkini yang muncul dapat dipantau
dengan menampilkan tab Browse Alarm List by Status seperti ditunjukkan oleh
Gambar 4.2, sedangkan untuk memeriksa alarm yang pernah muncul pada suatu
site dapat dilihat dengan cara membuka tab Topology. Lalu klik kanan pada site
yang ingin diperiksa dan pilih Log Alarms.
Gambar 4.2 Real-Time Alarm yang Ditunjukkan oleh iManager M2000
Tugas TOC sama dengan tugas NOC (Network Operation Center) atau
sekarang ini lebih dikenal dengan SOC (Service Operation Center), yakni bertugas
menginformasikan alarm prioritas yang muncul dari iManager M2000 untuk
diteruskan ke PIC MS. Alarm yang diteruskan oleh TOC ke MS merupakan semua
alarm prioritas, baik yang sudah maupun yang belum dikeluarkan TT (Trouble
Ticket). Hal yang membedakan TOC dengan NOC adalah cara interaksinya dengan
MS. TOC secara langsung berinteraksi dengan PIC MS di lapangan melalui telepon
dan terus memantau kondisi terkini di lapangan yang mengacu pada laporan MS
serta kondisi alarm pada iManager M2000, sedangkan NOC hanya mengeluarkan TT
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 30
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
(create TT) melalui SMS yang di-broadcast ke pihak terkait termasuk PIC MS dan
menunggu konfirmasi dari MS atau TOC bahwa alarm telah clear sehingga TT dapat
ditutup (closing TT). Cakupan area pengawasannya pun berbeda, TOC biasanya
mengawasi area pada satu provinsi misalnya saja area Jawa Barat bertempat di
BSC Induk di Bandung, sedangkan NOC dapat mengawasi kondisi alarm untuk
hampir semua BTS di seluruh Indonesia (cakupan wilayah pengawasan TOC
termasuk ke dalam cakupan pengasan NOC) dengan akses langsung dari MSC di
Jakarta.
Dengan pengawasan yang dilakukan oleh TOC maka seluruh alarm dapat
terdeteksi termasuk juga alarm RTWP. Jadi, dapat langsung diketahui bahwa
interferensi uplink sedang terjadi pada suatu site. Seperti Alarm RTWP yang
muncul di Site ID JBKB516 (Istana BEC) pada Gambar 4.3 di bawah ini:
Gambar 4.3 Alarm RTWP pada Site ID JBKB516 (Istana BEC)
Ada tiga jenis alarm RTWP yang biasa muncul, yaitu:
- RF Unit RX Channel RTWP/RSSI Unbalanced, merupakan alarm RTWP pada
iManager M2000 yang berarti nilai RTWP atau RSSI (Received Signal Strength
Indicator) yang diterima tidak seimbang antara port antena main dan port
antena diversity.
- RF Unit RX Channel RTWP/RSSI Too Low, merupakan alarm RTWP yang juga
muncul pada iManager M2000 yang berarti nilai RTWP atau RSSI yang diterima
sudah terlalu jauh dari nilai batas normal RTWP.
RF Unit RX Channel RTWP/RSSI Unbalanced
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 31
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Alarm-alarm RTWP tersebut biasa muncul pada site IBC. Selanjutnya
setelah muncul alarm RTWP pada iManager M2000, sesegera mungkin PIC TOC
menginformasikan PIC MS, baik sudah ataupun belum dikeluarkannya TT. Dengan
begitu, PIC MS dapat langsung memeriksa serta mengumpulkan data berkaitan
dengan alarm RTWP pada site bersangkutan.
4.2 Mengumpulkan Data dan Mengkonfirmasi Interferensi Uplink
Langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasi interferensi uplink pada site.
Untuk mengkonfirmasi diperlukan data-data yang valid berdasarkan keadaan
terkini yang muncul pada iManager M2000 dan di lapangan. Perlu adanya
pengecekan frekuensi munculnya alarm serta perubahan nilai rata-rata RTWP, baik
alarm yang muncul pada iManager M2000 maupun pada saat dilakukan pengecekan
dengan LMT di lapangan. Pengecekan berkaitan frekuensi munculnya alarm RTWP
pada iManager M2000 dapat diperiksa dengan cara mengamati Log Alarms,
diperiksa apakah alarm RTWP masih aktif atau sudah clear serta berapa lama
alarm tersebut muncul sebelum ditangani MS.
MS pun harus mengumpulkan data di lapangan sesegera mungkin setelah
alarm RTWP muncul. Pengumpulan data di lapangan dapat dilakukan dengan
mengakses Board RTWP dan mendokumentasikan (capture) nilai rata-rata RTWP.
Dari data nilai rata-rata RTWP tersebut dapat diputuskan apakah interferensi
uplink masih dalam batas toleransi atau tidak. Untuk mengakses Board RTPW
pastikan laptop sudah dihubungkan ke perangkat BTS dengan kabel ethernet RJ45
seperti pada Gambar 4.4 di bawah ini:
Gambar 4.4 Kabel Ethernet RJ45 yang Menghubungkan Laptop dengan BTS
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 32
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Serta sebelumnya perangkat lunak LMT telah terpasang (installed) pada
laptop. Kotak dialog User Login (Lihat Gambar 4.5) muncul saat pertama kali
membuka perangkat lunak LMT. Terdapat empat kolom yang harus diisi, yaitu User
ID, Password, Office, serta Proxy Server (jika diperlukan) untuk dapat masuk ke
jendela utama perangkat lunak LMT. Secara default, User ID dan Password dapat
diisi admin. Namun untuk menjaga kerasahasiaan serta keamanan konfigurasi BTS
maka User ID dan Password dapat diganti.
Gambar 4.5 User Login pada Perangkat Lunak LMT
Kemudian pada jendela utama LMT, pilih tab Maintenance (1) - Realtime
Specific Monitoring (2) Board RTWP (3) seperti pada Gambar 4.6 berikut:
Gambar 4.6 Tampilan Board RTWP pada LMT
1
2
3
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 33
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Tab Board RTWP pada LMT ini dapat mengakses nilai variasi sampling RTWP
secara real-time baik dalam bentuk list (urutan nilai) maupun chart (diagram). MS
perlu mengumpulkan data frekuensi munculnya alarm RTWP (nilai rata-rata RTWP
buruk) di lapangan setidaknya selama 1 hari dan terus berkoordinasi dengan TOC.
Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah perubahan nilai rata-rata RTWP di
lapangan terjadi pada waktu-waktu tertentu atau tidak. Apabila nilai rata-rata
RTWP yang buruk terjadi pada waktu-waktu tertentu, maka kemungkinan
interferensi yang terjadi akibat interferensi eksternal (kepadatan trafik saat busy
hours, banyaknya jumlah subscriber, pengaruh dari operator lain). Namun, apabila
nilai rata-rata RTWP tidak dipengaruhi oleh waktu, artinya nilai RTWP buruk yang
muncul stabil, maka kemungkinan interferensi yang terjadi akibat interferensi
internal (hardwared issue, kesalahan instalasi).
Gambar 4.7 Ilustrasi Interferensi yang Muncul pada Waktu Tertentu
Gambar 4.7 merupakan ilustrasi yang menunjukkan frekuensi munculnya
alarm RTWP pada suatu site yang terjadi pada waktu tertentu dalam satu hari
selama 1 minggu. Mengacu pada ilustrasi tersebut kemungkinan terbesar penyebab
munculnya alarm RTWP adalah akibat jam kantor (busy hours), dimana kepadatan
trafik sedang tinggi dengan banyaknya subscriber (pelanggan) yang sedang aktif.
Nilai rata-rata RTWP bernilai normal (interferensi kecil) adalah saat
nilainya berada pada range -104,5 dBm sampai -105,5 dBm dengan toleransi 2
dB. Apabila nilai RTWP sudah berada di atas atau di bawah nilai normal dengan
selisih 2 dB, dipastikan interferensi uplink mempengaruhi kinerja NodeB.
Interferensi uplink yang sudah tidak dapat ditoleransi adalah saat nilai rata-rata
RTWP naik hingga -85 dBm atau bahkan lebih. Pada kondisi ini, interferensi uplink
sudah mempengaruhi kinerja jaringan dan mengakibatkan QoS serta kecepatan
transfer data menjadi buruk. Seperti level nilai RTWP yang ditunjukkan oleh
Gambar 4.8 berikut:
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 34
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Gambar 4.8 Level Nilai Rata-Rata RTWP Berkaitan Interferensi Uplink [12]
Nilai rata-rata RTWP ketika berada pada level -105 dBm artinya kinerja
jaringan masih bagus. Namun, jika sudah naik hingga -90 dBm akan berpengaruh
kepada penurunan kecepatan transfer data (layanan data), seperti downlink rate
turun serta layanan video call terjadi lag (suara lebih dulu muncul dibanding gerak
gambar). Tetapi level RTWP (saat -90 dBm) tersebut belum mempengaruhi layanan
suara. Layanan suara akan ikut terpengaruh (mengalami degradasi kualitas) ketika
nilai rata-rata RTWP naik hingga -65 dBm. Begitu pula pada layanan data bahkan
saat dilakukan ping, respon yang sering diterima adalah request timed out (RTO),
sehingga sulit untuk melakukan kegiatan browsing, apalagi download.
Pada kasus nyata dilapangan, sebagaimana mengacu kepada data-data yang
telah didapat, seperti Gambar 4.9 yang menunjukkan hasil dokumentasi (capture)
data nilai RTWP di site JBKB505 saat alarm RF Unit RX Channel RTWP/RSSI Too
Low tertangkap oleh iManagaer M2000 di TOC:
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 35
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Gambar 4.9 Tampilan Real-Time Nilai Rata-Rata RWTP dalam Bentuk Diagram
Telihat pada Gambar 4.9 Diagram Nilai RTWP, nilai rata-rata real-time
yang ditunjukkan mencapai -650 (0.1dBm) atau dibaca -65 dBm. Dimana nilai -65
dBm jauh dari nilai normal RTWP yaitu -105.5 dBm. Jadi, dengan data yang telah
didapatkan ini dapat dikonfirmasi bahwa interferensi uplink yang terjadi pada site
JBKB505 sudah sampai pada taraf mempengaruhi layanan suara. Oleh karena itu,
perlu dilakukan corrective maintenance untuk penanganan interferensi uplink di
site JBKB505.
4.3 Analisis Sumber dan Lokasi Interferensi
Setelah terkonfirmasi interferensi uplink pada suatu site (site JBKB505
misalnya) maka selanjutnya adalah menganalisis secara mendalam untuk
menemukan suatu titik pemecahan, hal-hal yang perlu dilakukan MS antara lain:
- Memeriksa konfigurasi pada RNC atau NodeB, berkaitan dengan kesalahan
konfigurasi (configuration issue)
- Setelah parameter setting pada konfigurasi terverifikasi, langkah selanjutnya
adalah melakukan pengecekan secara fisik (hardwared issue), khususnya
jumper (konektor+feeder) dan kabel, yang biasanya terpasang pada kondisi
terbalik. Perlu juga dilakukan pemeriksaan berkaitan kesalahan pada proses
pengiriman (faulty transmitter) atau masalah lain yang berhubungan dengan
munculnya intermodulasi antara NodeB dan antena.
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 36
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
- Apabila tidak ada masalah pada konfigurasi dan perangkat, kemungkinan
terbesar yang dihadapi adalah interferensi eksternal, seperti kepadatan trafik
atau pun pengaruh operator lain.
4.3.1 Memeriksa Konfigurasi pada RNC atau NodeB (Configuration Issue)
MS punya batasan dalam mengakses LMT, yaitu tidak diperkenankan untuk
melakukan atau pun memeriksa konfigurasi pada RNC maupun NodeB. Pihak yang
memiliki hak untuk melakukan konfigurasi adalah pihak vendor atau pihak
subkontraktor bidang instalasi dan konfigurasi (vendor merupakan pihak penyedia
perangkat BTS dan NodeB). Dalam hal ini adalah dari pihak Huawei, khususnya
bagian BO (Back Office) atau orang lapangannya, sehingga pada poin ini MS tidak
dapat melakukan analisis berkaitan pengecekan konfigurasi pada RNC dan NodeB.
4.3.2 Hardwared Issue (Kesalahan Instalasi atau Perangkat)
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh MS adalah melakukan
pengecekan fisik terhadap perangkat NodeB, diantaranya jumper (konektor),
perkabelan, splitter, serta combiner. Sebelum melakukan pengecekan fisik,
sebaiknya perlu dilakukan pengecekan nilai VSWR pada LMT. Karena nilai VSWR
dapat menjadi salah satu indikator untuk mengetahui bahwa ada konektor serta
feeder yang tidak terpasang dengan kencang atau bahkan terlepas. Gambar 4.10
menunjukkan nilai VSWR pada site JBKB505 yang bisa diakses melalui LMT:
Gambar 4.10 Tampilan Nilai VSWR pada LMT di Site JBKB505
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 37
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3 mengenai VSWR, bahwa nilai
VSWR ideal adalah 1 (biasa dibaca 1:1). Nilai VSWR yang ditunjukkan Gambar 4.10
adalah 11(0,1) atau dibaca 1,1:1. Artinya nilai VSWR pada site JBKB505 baik,
mendekati nilai ideal, dimana hanya sekitar 0,228% energi yang hilang (reflected
power). Disamping itu standar yang dikeluarkan AXIS (pihak opeartor) berkaitan
nilai VSWR adalah nilai VSWR tidak boleh lebih dari 1,3 (lihat Gambar 4.11)
dengan hanya kehilangan energi sebesar 1,71% dari total energi yang
ditransmisikan. Konversi nilai VSWR terhadap return loss serta presentase
reflected wave dapat dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini:
Max Value :
VSWR Max < 1.3
DTF (M1) < 1.05
DTF (M2) < 1.05
DTF (M3) < 1.05
DTF Antenna (M4) < 1.2
Return Loss (dB) < 17.69
Ripple On Feeder < 1.01
Gambar 4.11 Standar AXIS untuk Nilai VSWR
Gambar 4.12 Konversi Nilai VSWR terhadap Return Loss dan Reflected Power
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 38
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Dengan mengamati nilai VSWR tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak
ada masalah pada konektor atau feeder. Namun, pengecekkan fisik belum selesai
sampai di sini. MS harus memeriksa device lain, yaitu splitter dan combiner. Site
JBKB505 merupakan site IBC (In-Building Coverage) yang terdiri dari 3 lantai
dengan MDF (Main Distribution Frame) pada masing-masing lantainya. Splitter
terletak di MDF, dimana MDF merupakan pusat perkabelan yang mengoneksikan
feeder dari NodeB ke splitter untuk koneksi pribadi atau umum pada antena
omnidirectional yang tersebar pada masing-masing lantai [17]. Gambar 4.13
menunjukkan kondisi MDF yang terletak di lantai satu site JBKB505 (Istana Plaza).
Gambar 4.13 MDF di Lantai Satu pada site JBKB505
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 39
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Di dalam MDF dilakukan pemeriksaan kondisi splitter. Splitter adalah
perangkat pasif yang berfungsi untuk membagi sinyal [18]. Penggunaan splitter
disebabkan karena terbatasnya jumlah keluaran, sehingga dengan pengunaan
splitter arah penggelaran feeder ke antena-antena omniderecitonal pada masing-
masing lantai dapat diperbanyak. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara plug-
unplug konektor yang terhubung ke splitter induk (lihat Gambar 4.14), kemudian
amati perubahan nilai RTWP serta dokumentasikan hasil yang ditunjukkan.
Gambar 4.14 Connector yang Menghubungkan Feeder dengan Splitter
Ternyata setelah dilakukan pemeriksaan splitter induk pada masing-
masing MDF, nilai rata-rata RTWP masih belum berubah, masih dengan nilai yang
buruk. Beralih ke pemeriksaan device selanjutnya, yaitu combiner yang terletak di
ruang BTS. Combiner adalah sebuah alat pada BTS, yang melewatkan hubungan
dari beberapa pemancar ke antena (pemancar 2G dan 3G) [19]. Combiner
melewatkan tiap energi dari masing-masing pemancar RF ke antenna, sementara
ia juga menahan energi dari pemancar lain yang menggunakan antena yang yang
sama. Ada dua jenis Combiner, yaitu Hybrid Combiner dan Filter Combiner.
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 40
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Gambar 4.15 Combiner yang digunakan di Site JBKB505
Combiner di JBKB505 yang ditunjukkan oleh Gambar 4.15 adalah tipe
Filter Combiner keluaran Kathrein-793423 Dual Band Combiner. Filter combiner
adalah sebuah perangkat narrow band yang hanya melewatkan frekuensi yang
terpilih pada band pemancar. Pengecekan combiner dilakukan dengan cara plug-
unplug konektor feeder baik yang terhubung dengan port 2G maupun port 3G
padea combiner, kemudian periksa kembali nilai RTWP.
Pada saat feeder 2G dilepaskan terjadi perubahan nilai RTWP, yaitu
berubah menjadi -81 dBm. Namun ketika feeder kembali dipasang dan konektor
dikencangkan nilai RTWP kembali ke -68 dBm. Untuk memastikan sumber
interferensi berasal dari pemancar 2G atau combiner, maka dilakukan pengujian
combiner. Karena muncul dugaan kalau interferensi uplink terjadi akibat
ketidaklinieran combiner pada proses pemfilteran antara pemancar 2G dan 3G,
sehingga 2G menginterferensi 3G. Pengujian combiner dilakukan dengan cara
menghubungkan feeder pemancar 3G ke combiner lain. Pada satu ruangan BTS site
IBC, biasanya digunakan lebih dari satu operator. Pada site JBKB505 misalnya,
selain operator AXIS ada operator lain yang bersama-sama menggunakan ruang
BTS, yaitu operator Three (HCPT). Letak combiner AXIS dan Three saling
bersebelahan seperti pada Gambar 4.16 berikut:
Port 2 (3G/UMTS)
1920-2170 MHz
Port 1 (2G/GSM)
1710-1880 MHz
Port 3 (COMMON)
1710-1880/1920-2170 MHz
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 41
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Gambar 4.16 Combiner Three dan Combiner AXIS
Pengujian dilakukan dengan meminjam port 3G combiner HCPT/Three.
Hasilnya setelah dilakukan cross-connect feeder 3G AXIS ke port 3G combiner
HCPT dan feeder 3G HCPT ke port 3G combiner AXIS, didapatkan nilai variasi
RTWP yang lebih baik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa sumber interferensi
uplink adalah combiner, sehingga dengan ini solusinya adalah memperbaiki
combiner tersebut atau menggantinya dengan combiner yang baru yang telah diuji
sebelumnya. Penggantian combiner dapat dilakukan dengan pembuatan laporan
prihal kaitannya dengan interferensi uplink yang terjadi dan diajukan ke pihak
vendor (Huawei) untuk pengadaan combiner pengganti. Gambar 4.17 menunjukkan
perbandingan nilai RTWP sebelum dan sesudah penggantian combiner:
Gambar 4.17 Perbandingan Nilai Rata-Rata RTWP
Sebelum (kiri) dan Sesudah (kanan) Penggantian Combiner
Combiner Operator Three
Combiner Operator AXIS
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 42
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
Pada akhirnya terbukti bahwa apabila nilai rata-rata RTWP buruk yang
muncul tidak dipengaruhi waktu tertentu, maka kemungkinan terbesarnya
interferensi uplink terjadi akibat kesalahan perangkat atau instalasi (hardwared
issue). Hal ini sesuai dengan yang diterlihat pada grafik yang ditunjukkan oleh
Gambar 4.18 di bawah ini:
Gambar 4.18 Grafik Nilai Rata-Rata RTWP Buruk
yang Terjadi Terus-Menerus di site JBKB505
4.3.3 Interferensi Eksternal
Namun, apabila pada kasus site IBC (In-Building Coverage) yang lain, nilai
RTWP yang muncul masih buruk walau telah mencapai tahap pengujian combiner,
maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut berkaitan interferensi eksternal.
Interferensi eksternal yang terjadi biasanya akibat kepadatan trafik pada waktu
tertentu karena banyaknya subscriber yang sedang aktif (busy hours). Kadang
interferensi eksternal juga muncul karena pengaruh operator lain pada site
tersebut.
Kepadatan trafik dapat menimbulkan interferensi karena semakin banyak
subscriber yang aktif, maka semakin kecil kapasitas suatu kanal radio. Ini
merupakan konsekuensi dari W-CDMA, secara teoritis kapasitas W-CDMA
tergantung pada banyaknya kode spreading yang bisa dibangkitkan dari
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 43
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
pembangkit kode, tetapi secara praktis dibatasi oleh interferensi. Pada sistem
digital termasuk W-CDMA,
I
C
sangat terkait erat dengan
o
b
I
E
, ditunjukkan oleh
persamaan 4.1 di bawah ini:
(
|
|
.
|
\
|
=
c
b
o
b
B
R
I
E
I
C
b
c
o
b
R
B
I
E
= (4.1)
Dimana: =
b
E energi per bit
=
0
I interferensi per hertz
=
b
R kecepatan data bit per detik
=
c
B bandwith kanal radio dalam hertz.
Bila jumlah kode dalam sebuah sel adalah N buah, maka setiap kode
dalam satu kanal radio akan diinterferensi oleh N-1 buah kode dari sel yang sama
ditambah interferensi dari kode-kode lain pada sel yang bebeda. Akibatnya level
interferensi selalu lebih tinggi dari level signal dan
I
C
lebih kecil dari 1.
I
C
yang diperlukan dapat dihitung menggunakan persamaan 4.1 dengan mengetahui
terlebih dahulu kecepatan bit, bandwith kanal dan perbandingan energi per bit
terhadap interferensi per hertz.
Sebagai contoh, jumlah kanal yang dihitung pada sel tunggal W-CDMA
menggunakan persamaan 4.1, sehingga untuk bit rate 1 = 9600 bps dengan nilai
o
b
I
E
= 5 dB, maka didapat jumlah kanal yang ditawarkan pada sel tunggal W-CDMA
sebesar 42 kanal. Dengan nilai
o
b
I
E
= 6 dB, maka didapat jumlah kanal yang
ditawarkan adalah 34 kanal. Sedangkan bila nilai
o
b
I
E
= 7 dB, maka jumlah kanal
yang ditawarkan menjadi lebih kecil nilainya yaitu hanya sebesar 27 kanal.
Namun, jika bit rate yang digunakan sebesar 14400 bps, terdapat
perubahan jumlah kanal ditawarkan pada sel tunggal tersebut. Untuk nilai
o
b
I
E
= 5
dB, maka jumlah kanal yang didapat adalah sebesar 28 kanal. Nilai
o
b
I
E
= 6 dB,
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 44
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
jumlah kanal yang ditawarkan sebesar 22 kanal. Sedangkan pada saat nilai
o
b
I
E
= 7
dB, jumlah kanal yang ditawarkan hanya 18 kanal.
Semakin besar nilai
o
b
I
E
maka jumlah kanal yang ditawarkan pada sel
tunggal W-CDMA akan semakin kecil atau dengan kata lain, semakin besar nilai
o
b
I
E
maka semakin sedikit pula subscriber yang dapat ditampung pada sel
tersebut. Jika dilihat pada bit rateyang ditawarkan, semakin besar bit rate yang
digunakan maka jumlah kanal yang ditawarkan juga akan semakin kecil.
Nilai
o
b
I
E
dan bit rate yang digunakan semakin besar, maka
mengakibatkan jumlah kanal yang ditawarkan akan semakin kecil, artinya beban
trafik yang ditawarkan juga akan semakin kecil yang mengakibatkan kualitas
sistem menjadi lebih baik. Semakin besar nilai Eb/No dan bit rate yang digunakan
juga akan mempengaruhi nilai sensitivitas BS menjadi semakin rendah, artinya
daya pancar MS juga rendah untuk mempertahankan nilai Eb/No agar tidak terjadi
drop call,sehingga nilai MAPL dan PL juga akan semakin kecil yang dapat
menyebabkan cakupan sel WCDMA semakin kecil. Untuk menanggulangi ini maka
perlu digunakan pengendalian daya setiap down link di setiap sel.
Faktor lainnya adalah pengaruh dari operator lain. Kemungkinan yang
terjadi adalah interferensi yang muncul akibat penggunaan bersama multi-sharing
ceiling mount omnidirectional antennas.
Gambar 4.19 Ceiling Mount Omnidirectional Antennas
Ceiling Mount Omnidirectional Antennas atau lebih dikenal antena
direksional seperti ditujunjukkan Gambar 4.19 adalah antena dengan disain
tertentu yang dipasang menempel pada langit-langit ruangan yang terlihat seperti
Bab IV Prosedur Penanganan Interferensi pada Jaringan 3G AXIS Menggunakan Perangkat
Lunak LMT
Joko Pratomo Adi, 091344013 45
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
lampu [20]. Antena direksional memiliki pola radiasi yang rendah pada vertikal
beamwidth, namun menyediakan 3,5 dB pada penguatan horizontal. Ini artinya
antena dapat menjangkau cakupan ruangan yang lebih baik pada suatu lantai.
Solusi untuk menangani masalah dengan operator lain adalah dengan berkoordinasi
dengan operator terkait mengenai pemecahan masalah serta langkah bersama
yang harus diambil.
Bab V Penutup
Joko Pratom Adi, 091344013 46
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Trimba
Engineering, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa sumber dan lokasi
interferensi uplink pada site JBKB505 (Istana Plaza) terjadi akibat interferensi
internal yang berasal dari filter combiner yang mengakibatkan pemancar 2G
menginterferensi pemancar 3G. Solusi yang diterapkan adalah mengganti combiner
dengan yang baru yang telah diuji sebelumnya. Sedangkan untuk site JBKB516
(Istana BEC) berkaitan dengan interferensi eksternal karena kepadatan trafik,
maka solusi yang ditawarkan adalah dengan menggunakan pengendalian daya
setiap down link di setiap sel.
5.2 Saran
Penulis juga ingin menyampaikan beberapa saran yang diharapkan dapat
berguna di kedepannya, yaitu:
1. Untuk tim instalasi sebaiknya perlu menguji komponen, apakah dalam
keadaan baik atau tidak sebelum dilakukan pemasangan perangkat pada BTS.
2. Untuk operator sebaiknya mengurangi multi-sharing omnidirectional antenna
dengan operator lain untuk menghindari terjadinya interferensi uplink, karena
penggunaan frekuensi ataupun hal lainnya yang berasal dari operator lain.
3. Untuk site owner, perlu diatur lebih baik lagi penataan MDF pada masing-
masing lantai agar jalur perkabelan dan transmisi sinyal tidak mempengaruhi
kinerja jaringan.
Joko Pratomo Adi, 091344013 47
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
[1] Josiah, Andy. (2008), The Difference Between UMTS & HSDPA. Available:
http://www.ehow.com/facts_7715915_difference-between-umts-hsdpa.html
[16 Desember 2012].
[2] Pinola, Melanie. (2009), What is Mobile Broadband?. Available:
http://mobileoffice.about.com/od/glossary/g/mobile-broadband.htm [13
Januari 2013].
[3] Pardosi, Wasit. Bahan Ajar Kuliah Jaringan Telepon Selular Bergerak, BAB IV,
Politeknik Negeri Bandung, 2007, pp. 29 32.
[4] Wikipedia. (2012), 3G. Available: http://en.wikipedia.org/wiki/3G [14
Desember 2012].
[5] Phifer, Lisa. (2009), 3G (third generation of mobile telephony). Available:
http://searchtelecom.techtarget.com/definition/3G [9 Januari 2013].
[6] Bandhu13. (2010), Wcdma. Available:
http://www.scribd.com/doc/45802071/wcdma [9 Januari 2013].
[7] JoBa2282. (2006), UMTS Network Architecture. Available:
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:UMTS_Network_Architecture.png
[20 Desember 2012].
[8] Jaringantelekomunikasi. (2009), Arsitektur 3g. Available:
http://jaringantelekominikasi.wordpress.com/2009/03/24/arsitektur-3g/
[13 Januari 2013].
[9] Mobley, Keith R. & Higgins, Lindley R. & Wikoff, Darrin J. Maintenance
Engineering Handbook, 7
th
, McGraw-Hill Inc, 2008, pp. 1-36.
[10] PT. Huawei Tech. Investment. Managed Service Project Field Maintenance
Technical Requirement, Huwei, 2010, pp 3-6.
[11] Junwei, Lin dan Jiang Lihong. W-Interference Processing Guide, 3
rd
,
Hongkong Huawei, 2006, pp. 38-50.
[12] Admin. (2010), What is RTWP?. Available:
http://www.telecomhall.com/what-is-rtwp.aspx [17 Januari 2013].
[13] Wikipedia. (2012), Tower Mounted Amplifier. Available:
http://en.wikipedia.org/wiki/Tower_Mounted_Amplifier [9 Januari 2013].
[14] Chatfield, Les. (2005), PhoneMast Elsie. Available:
http://en.wikipedia.org/wiki/File:PhoneMast_Elsie.jpg [9 Januari 2013].
Joko Pratomo Adi, 091344013 48
Laporan Praktek Kerja Lapangan Tahun 2012
[15] Sirait, Dony Canisius. (2012), Parameter Antena. Available:
http://mhs.blog.ui.ac.id/dony/2012/02/24/parameter-antena/ [27 Januari
2013]
[16] Oprekzone. (2009), VSWR (Volt Standing Wave Radio) pada Transmisis Daya.
Available: http://oprekzone.com/vswr-volt-standing-wave-ratio-swr-meter-
saluran-transmisi-daya-rf/ [27 Januari 2013]
[17] Janssen, Cory. (2008), Main Distribution Frame (MDF). Available:
http://www.techopedia.com/definition/2233/main-distribution-frame-mdf
[10 Januari 2013].
[18] Informatika. (2010), Kabel Coaxial. Available:
http://aipmuhaipinformatika.blogspot.com/2010/02/kabel-coaxcial.html
[17 Desember 2012].
[19] Crofirli. (2009), GSM System. Available:
http://www.scribd.com/doc/22006729/70/COMBINER-DAN-UNIT-UNIT-YANG-
TERHUBUNG [17 Desember 2012].
[20] Bolton, Naomi. (2011), Omnidirectionals Antenna Types. Available:
http://www.ehow.co.uk/list_7461143_omnidirectional-antenna-types.html
[17 Desember 2012].