You are on page 1of 3

http://www.bisnis.

com/articles/industri-garam-infrastruktur-minim-usaha-rakyat-sulit-berkembang INDUSTRI GARAM : infrastruktur minim, usaha rakyat sulit berkembang Dwi Wahyuni Senin, 10 September 2012 SURABAYA: Industri garam rakyat di Jawa Timur sulit berkembang optimal karena masih terbentur masalah ketersediaan infrastruktur. Yulian Lintang Dirut PT Garam (Persero) mengatakan banyak lahan yang belum bisa tergarap secara insentif untuk dapat memacu pertumbuhan produksi garam di Jawa Timur. Kondisi infrastruktur yang tidak memadai menjadi penghambat utama pertumbuhan industri di sektor tersebut. "Banyak muara laut yang tak bisa optimal mengalirkan volume air laut kelahan garam. Pasalnya tingkat sidementasinya sudah sangat tinggi," ujarnya, Senin (10/9/2012). Menurutnya sidementasi sungai itu terjadi sejak zaman Belanda dan hingga sekarang belum pernah ada pengerukan. Kondisi tersebut berdampak pada volume air yang masuk ke waduk. Bahkan kondisi tersebut juga diperparah dengan keterbatasan infrastruktur jalan. Sebagian besar akses ke lahan garam rakyat ini merupakan jalan sekunder yang kondisi fisiknya sudah rusak berat. "Kalau mau meningkatkan produksi garam agar tidak banyak melakukan impor pembenahan infrastruktur pendukung tersebut sangat penting, bukan hanya sekadar memacu petani garam dengan iming-iming harga sesuai patokan pemerintah," papar Yulian. Akibat keterbatasan infrastruktur ini produksi garam rakyat di Jatim relatif rendah. Di Madura misalnya ratarata produksinya baru mencapai 700.000 ton per tahun. Jumlah tersebut berasal dari tambak seluas 12.202 hektar, termasuk tambak milik PT Garam). "Jadi produksi garam di Madura ini baru 50% dari total produksi garam nasional." Produksi garam nasional rata-rata sebesar 1,4 juta ton dalam kondisi cuaca normal. Dari total tersebut sekitar 400.000 ton merupakan hasil produksi PT Garam. Selebihnya 1 juta ton dari produksi garam rakyat. (ra) http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/industri-garam-jabar-butuh-peranan-koperasi Industri Garam Jabar Butuh Peranan Koperasi CIREBON (bisnis-jabar.com) Industri garam di Jawa Barat membutuhkan peranan koperasi sebagi stabilitator harga garam, berdasarkan hasil evaluasi tim monitoring yang dibentuk Kementerian Perekonomian dan Kementerian Perindustrian. Ketua Kordinator Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Produksi Garam di Jawa Barat, Handoko mengatakan sebagian besar petambak garam di Jabar, menjual hasil garam kepada pemberi modal (tengkulak) dengan harga yang murah berkisar antara Rp250-Rp300 per kg di tambak garam. Kalau ada koperasi yang berfungsi sebagai penyangga hasil produksi garam petambak, tambah Handoko, harga garam pun bisa lebih stabil dan layak. Kendalanya adalah koperasi yang ada di tiap daerah [Kabupaten Cirebon dan Indramayu] tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli garam petambak, katanya, kemarin malam usai proses evaluasi tim monitoring produksi garam Jabar di Cirebon, Rabu (13/9). Handoko menuturkan penerapan teknologi seperti geomembran dan ulir, masih perlu ditingkatkan di daerah tambak garam di Jabar agar bisa bersaing dengan produk garam di daerah lain. Untuk hasil produksi garam di Jabar mulai Juli hingga 10 September 2012, rata-rata sudah mencapai 60-80 ton per hektare, tuturnya. (ajz) http://www.tempo.co/read/news/2012/08/29/090426222/Aceh-Miliki-Industri-Garam-Beryodium Aceh Miliki Industri Garam Beryodium TEMPO.CO, Bireuen - Provinsi Aceh telah memiliki dua pabrik garam beryodium di Kabupaten Bireuen dan Pidie Jaya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan garam untuk daerah ujung barat Indonesia itu. Industri ini masing-masing mampu memproduksi tiga ton garam beryodium sehari.

Industri garam beryodium yang dibangun di Gampong Alue Bie, Kecamatan Jangka, ini diresmikan pengoperasiannya oleh Bupati Bireuen, Ruslan H.M. Daud, Rabu, 29 Agustus 2012. Pabrik serupa yang dibangun di Gampong Lancang, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya, juga siap memproduksi garam beryodium. Kedua pabrik garam beryodium itu dibangun Aceh Development Fund (ADF) bersama mitranya, yakni Fakultas Teknik Unsyiah, An-Nisaa Centre, dan Perkumpulan BIMA melalui Program Teknologi Ramah Lingkungan untuk Industri Proses Perikanan (Terapan). Dananya berasal dari hibah Multi Donor Fund (MDF) melalui Proyek Fasilitas Pembiayaan Pembangunan Ekonomi (EDFF) Aceh. Faisal Hadi, Manager Program Terapan, menyatakan industri yang dibangun itu akan mengolah kembali garam tradisional yang diproduksi petani di Jangka dan Pidie Jaya menjadi garam beryodium sehingga diharapkan bisa menembus pasar modern. Garam yang dihasilkan petani dibeli pabrik untuk diolah kembali menjadi garam beryodium dengan kualitas sesuai SNI. "Dulu ada pabrik garam beryodium di Langsa, tapi sudah tutup. Jadi industri yang dibangun ini merupakan satu-satunya pabrik garam beryodium di Aceh. Selama ini memang ada home industry garam beryodium di Aceh, tapi bukan dalam skala besar seperti yang dibangun melalui Program Terapan," katanya. Selain membangun konstruksi fisik industri, pelaksana Program Terapan juga memberikan berbagai fasilitas penunjang administrasi kantor, mobil untuk operasional pengangkutan garam dan sejumlah pelatihan kepada para pengurus koperasi yang menjadi pengelola industri. Dengan begitu, pengurus koperasi mampu mengelola industri sampai terus berkembang. Pelaksana Terapan juga sudah membentuk satu koperasi yang anggotanya terdiri petani garam di Jangka. Jumlah anggota Koperasi Rahmat Kamoe Meusira hingga kini sudah mencapai 125 orang. Koperasi petani garam juga dibentuk untuk mengelola pabrik di Pidie Jaya. "Tantangan ke depan ialah menjalankan bisnis industri yang kita bangun sehingga bisa berkembang dan maju. Ini harus menjadi perhatian bersama agar industri ini tidak mubazir," kata Faisal. Dari Program Terapan, kata dia, juga siap melakukan pendampingan berkelanjutan hingga industri garam beryodium benar-benar mandiri. Ketua Koperasi Rahmat Kamoe Meusira, Islamiyah, mengharapkan Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk terus memberikan pendampingan bagi mereka karena koperasi itu masih baru dan kurang pengalaman. Koperasi ini baru dibentuk beberapa bulan lalu atas fasilitasi pelaksana Program Terapan dan dinas terkait dari Pemerintah Kabupaten Bireuen. http://jpmi.or.id/2012/09/15/infrastruktur-minim-industri-garam-usaha-rakyat-sulitberkembang/?wpmp_switcher=mobile Infrastruktur Minim Industri Garam Usaha Rakyat Sulit Berkembang September 15th, 2012 by redaktur II Industri garam rakyat di Jawa Timur sulit berkembang optimal karena masih terbentur masalah ketersediaan infrastruktur. Yulian Lintang Dirut PT Garam (Persero) mengatakan banyak lahan yang belum bisa tergarap secara insentif untuk dapat memacu pertumbuhan produksi garam di Jawa Timur. Kondisi infrastruktur yang tidak memadai menjadi penghambat utama pertumbuhan industri di sektor tersebut. Banyak muara laut yang tak bisa optimal mengalirkan volume air laut kelahan garam. Pasalnya tingkat sidementasinya sudah sangat tinggi, ujarnya, Senin (10/9/2012). Menurutnya sidementasi sungai itu terjadi sejak zaman Belanda dan hingga sekarang belum pernah ada pengerukan. Kondisi tersebut berdampak pada volume air yang masuk ke waduk. Bahkan kondisi tersebut juga diperparah dengan keterbatasan infrastruktur jalan. Sebagian besar akses ke lahan garam rakyat ini merupakan jalan sekunder yang kondisi fisiknya sudah rusak berat. Kalau mau meningkatkan produksi garam agar tidak banyak melakukan impor pembenahan infrastruktur pendukung tersebut sangat penting, bukan hanya sekadar memacu petani garam dengan iming-iming harga sesuai patokan pemerintah, papar Yulian.

Akibat keterbatasan infrastruktur ini produksi garam rakyat di Jatim relatif rendah. Di Madura misalnya ratarata produksinya baru mencapai 700.000 ton per tahun. Jumlah tersebut berasal dari tambak seluas 12.202 hektar, termasuk tambak milik PT Garam). Jadi produksi garam di Madura ini baru 50% dari total produksi garam nasional. Produksi garam nasional rata-rata sebesar 1,4 juta ton dalam kondisi cuaca normal. Dari total tersebut sekitar 400.000 ton merupakan hasil produksi PT Garam. Selebihnya 1 juta ton dari produksi garam rakyat. Sumber : bisnis.com, Sumber gambar : nttproc.go.id http://kabarbisnis.com/read/2825597 Pugar bangun industri garam skala kecil Online: Selasa, 10 Januari 2012 | 04:18 wib ET JAKARTA, kabarbisnis.com: Program pemberdayaan usaha garam (Pugar) tahun ini tidak hanya difokuskan untuk menunjang produksi, namun juga pembenahan skala industri pengolahan skala kecil. Plafon yang disediakan mencapai mencapai Rp 107 miliar. Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP3K KKP) Sudirman Saad menuturkan, program itu untuk menunjang target swasembada garam konsumsi tahun 2012, dan pencapaian target swasembada industri pada 2014. "Diperkirakan, dukungan yang diberikan APBN mencapai Rp 107 miliar yang diperuntukkan bagi 40 kabupaten di seluruh Tanah Air," ujar Sudirman di Jakarta, Senin (9/1/2012). Menurut Sudirman, perbedaan di tahun lalu, ada sumberdaya manusia dan potensinya yang tidak memadai sehingga di tahun ini diganti oleh kabupaten yang lain. Anggaran sebesar itu ditujukan untuk peningkatan produktivitas garam dengan luas 16.000 hektar (Ha) yang menjangkau 28.000 petani garam. Target 80 ton per ha. Kalau tahun kemarin hanya memberdayakan di hulu. Tahun ini, juga masuk ke sektor pengolahannya, ada bantuan koperasi yang digunakan untuk membangun gudang penyimpanan dan penampungan garam petani. Harapannya bargaining petani meningkat," kata Sudirman. Di samping itu, Pugar tahun ini akan menyasar pada industri pengolahan garam skala rakyat. "Ada unit-unit pengolahan ikan yang mengolah ikan untuk kepentingan konsumsi rakyat," kata dia. Diceritakan, dirinya diminta menteri KKP melakukan survei di sejumlah ritel modern, menemukan rerata harga jual garam mencapai Rp 3.000 per 500 gram. "Artinya konsumen membayar Rp 6.000 kg. Dengan patokan harga beli garam petani Rp 750 per kg, masih affordable dibayar pebisnis. Bila supermarket mengambil untung 50%, toh masih ada disparitas Rp 3.000 per kg," urainya. Atas hal itu, pihaknya akan menghitung berapa besarnya biaya konversi produksi garam rakyat menjadi garam konsumsi. Menurutnya, kebutuhan garam konsumsi terbesar berada di sejumlah pasar tradisional, bukan ritel modern. Bentuknya garam berbentuk kotak. "Itu yang akan kita bina lima unit di kabupaten, berarti ada 200300 unit pengolahan garam skala rakyat," kata dia, Menurutnya, produksi garam rakyat tahun ini mencapai 1,5 juta ton. Data tersebut diambil dari 40 kabupaten. Angka itu diakui berbeda dengan data Kementerian Perindustrian, produksi garam sebesar 1,1 juta ton. Namun, data produksi tersebut diambil di 15 propinsi. "Target Pugar tahun ini akan menghasilkan garam konsumsi sebesar 1,3 juta ton," pungkasnya.

You might also like