Professional Documents
Culture Documents
39
Tabel 3.1. Luas Wilayah Administrasi Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
Luas Luas
NO DESA KECAMATAN KABUPATEN PROVINSI
(Ha) (km2)
1 Kebon Agung IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 190,78 1,91
2 Karang Tengah IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 302,36 3,02
3 Girirejo IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 304,14 3,04
4 Karang Talun IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 116,40 1,16
5 Imogiri IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 97,21 9,72
6 Wukirsari IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 1.481,11 14,81
7 Sriharjo IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 570,32 5,70
8 Selopamioro IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 2.030,45 20,30
Total Luas 5.092,77 50,93
Sumber: Potensi Desa (PODES), 2003
40
430000 mT 435000 mT
IN S E T KABU PATEN
91390 86 m U
9139086
SLEMAN
KECAMATAN
KOTA MADYA
D.I. YOGYAKARTA
PLERET
KECAMATAN
9129087 mU
912 9087
JETIS
KABUPATEN
BANTU L
KABUPATEN
KULONPROGO
91190 88 m U
9119088
SD
#
KABUPATE N
GU NUNGKID UL
SAM
UDR
A HI
NDI A
Daera h Penelit ia n
9125000 mU
9125000
IMOGIRI
#D
S
#D
S YC
#
KARANGTALUN
D#
S #D
S
KEBON AGUNG
GIRIREJO KECAMATAN
#D
S DLINGO
KABUPATEN KECAMATAN
BANTUL IMOGIRI
KARANG TENGAH
D SRIHARJO
S
#
o
Oy
Sung a i O pak
i
ga
n
Su D
S
#
9120000 mU
9120000
SELOPAMIORO
KECAMATAN
PUNDONG KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
430000 435000
LEGENDA
C Transportasi
#
Y Camat
Jalan Kolektor
D
S
# Desa Jalan Lokal
Kontur Topografi Jalan Setapak
Pemukiman
Sungai
Batas Administrasi
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Sumber :
1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999
2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999
Dibuat Oleh :
Pandji Riesdiyanto
03/ 167954/ GE/ 05450
41
3.2. Iklim
Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam periode yang panjang,
menekankan pada keadaan atmosfer yang menyelubungi permukaan bumi
(Bayong, 1995). Unsur-unsur iklim adalah kecepatan angin, curah hujan, dan
temperatur. Penentuan tipe iklim ditentukan dengan klasifikasi menurut Mohr
(1933), berdasarkan data curah hujan dan temperatur, sedangkan untuk penentuan
tipe curah hujan digunakan klasifikasi tipe curah hujan menurut Schmidt &
Fergusson (1951), berdasarkan jumlah rerata bulan basah dan jumlah rerata bulan
kering. Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang sangat menentukan
masukan (input) sistem airtanah dalam suatu siklus hidrologi.
Keadaan alam disuatu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda, faktor
yang mempengaruhi besarnya curah hujan juga berbeda. Hal ini berarti dalam
konsep keruangan akan timbul agihan kawasan curah hujan yang dapat dihitung
dengan metode seperti metode Isohyet, Poligon Theissen, dan Aritmatik. Metode
isohyet digunakan dalam penentuan agihan kawasan curah hujan di daerah
penelitian. Metode ini digunakan karena daerah penelitian memiliki kondisi
topografi dataran hingga perbukitan.
Menurut Bayong (1995); Faktor iklim yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk membedakan iklim di suatu tempat adalah radiasi matahari yang
disebut sebagai kendali iklim. Matahari sebagai kendali iklim sangat penting
dan sumber energi di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut.
Kendali iklim yang lain, misalnya distribusi radiasi matahari darat dan air,
tekanan tinggi dan tekanan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut, dan
badai.
42
sebelumnya dicari besar nilai curah hujan bulanan masing-masing tahun untuk
menentukan banyak bulan kering dan bulan basah.
43
430000 mT 435000 mT
IN S E T KABUPATEN
91390 86 m U
9139086
SLEMAN
14 50
KECAMATAN
KOTA MADYA
D.I. YOGYAKARTA
PLERET
1500
KECAMATAN
14 0
9129087 mU
912 9087
JETIS
0
KABU PATEN
BANTU L
KABUPA TEN
KULONPROGO
1550
91190 88 m U
9119088
#D
S
KABUPATE N
GU NUNGKID UL
SAM
UDR
A HI
NDI A
Daera h Pen elit ia n
9125000 mU
9125000
IMOGIRI
1600
#D
S
#D
S YC
#
1750
KARANGTALUN
D#
S D
S
#
KABUPATEN
BANTUL 1650
KARANG TENGAH
D SRIHARJO
S
#
155
0
o
Oy
Sung a i O pak
i
ga
n
Su D
S
#
9120000 mU
0
9120000
1 60
SELOPAMIORO
KECAMATAN
PUNDONG KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
16 00
430000 435000
PET A I SOHY ET
KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
U Proyeksi : Transverse Mercator
Sistem Grid : Unit Transverse Mercator
Datum Horizontal : WGS 84
Zone : 49 M
0 1 2 3 KM
LEGENDA
C
#
Y Camat Transportasi
D Jalan Kolektor
S
# Desa
Jalan Lokal
Isohyet Jalan Setapak
Kontur Topografi
Sungai
Batas Administrasi
Desa
Kecamatan Sumber :
1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999
Kabupaten 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999
3. Data Curah Hujan Dinas Pengairan Umum, Tahun 1986 - 2006
Dibuat Oleh :
Pandji Riesdiyanto
03/ 167954/ GE/ 05450
44
3.2.2. Temperatur
Kondisi temperatur di daerah penelitian berdasarkan data Stasiun
Klimatologi Terong, Dogongan dan Barongan. Data tersebut merupakan data
sekunder dari Dinas Pengairan Umum Yogyakarta antara tahun 1986-2006.
Masing-masing stasiun tersebut memiliki elevasi yang berbeda, dimana Stasiun
Klimatologi terong memiliki elavasi 200 mdpal, Stasiun Klimatologi Dogongan
memiliki elevasi 286 mdpal, dan Stasiun klimatologi Barongan memiliki elevasi
60 mdpal.
Menurut Mock (1973) dalam Bayong (1995), menyatakan bahwa
perbedaan elevasi akan mempengaruhi suhu di suatu wilayah, dimana setiap
kenaikan elevasi sebesar 100 mdpal akan menurunkan temperatur sebesar 0,6 0C.
Asumsi tersebut mendukung untuk mengetahui perhitungan suhu udara di suatu
wilayah yang tidak memiliki data suhu udara. Metode Mock (1973) dalam
Bayong (1995), sebagai berikut:
keterangan,
45
Lanjutan Tabel 3.3.
Nama Stasiun Hujan
Terong Dogongan Barongan
Waktu
No 200 mdpal 286 mdpal 60 mdpal
(Bulan)
49 M 0439557 49 M 0432062 49 M 0431017
9127700 9120536 9125323
4 April 27,29 26,78 28,13
5 Mei 26,37 25,85 27,21
6 Juni 26,15 25,63 26,99
7 Juli 25,63 25,12 26,47
8 Agustus 26,06 25,54 26,90
9 September 26,21 25,69 27,05
10 Oktober 26,47 25,95 27,31
11 November 26,13 25,62 26,97
12 Desember 26,27 25,76 27,11
Suhu Rerata Tahunan (mm/thn) 26,30 25,79 27,14
Sumber: Hasil Perhitungan & Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008
46
430000 mT 435000 mT
IN S E T KABU PATEN
91390 86 m U
9139086
SLEMAN
KECAMATAN
KOTA MADYA
D.I. YOGYAKARTA
PLERET
KECAMATAN
26.60
9129087 mU
912 9087
JETIS
26.40
KABU PA TEN
BANTU L
KABUPATEN
KULONPROGO
91190 88m U
9119088
#D
S
KABUPATE N
GUNUNGKID UL
SAM
UDR
A HI Daera h Penelit ia n
NDI A
WUKIRSARI
4199 58 429957 4399 56
9125000 mU
9125000
IMOGIRI
#D
S
SD
# YC
#
27.0
0
KARANGTALUN
D#
S 26.80 #D
S
GIRIREJO
KEBON AGUNG
26.40 KECAMATAN
#D
S DLINGO
KECAMATAN
KABUPATEN IMOGIRI
BANTUL
KARANG TENGAH
0
26 .2
D SRIHARJO
S
#
00
26.
o
Oy
Sung a i Opak
i
ga
n
Su D
S
#
9120000 mU
9120000
SELOPAMIORO
KECAMATAN
PUNDONG KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
430000 435000
LEGENDA
C
#
Y Camat Transportasi
D Jalan Kolektor
S
# Desa
Jalan Lokal
Isoterm Jalan Setapak
Kontur Topografi
Sungai
Batas Administrasi
Desa
Kecamatan Sumber :
1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999
Kabupaten 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999
3. Data Suhu Dinas Pengairan Umum, Tahun 1986 - 2006
Dibuat Oleh :
Pandji Riesdiyanto
03/ 167954/ GE/ 05450
47
3.2.3. Tipe Iklim
Tipe iklim di daerah penelitian ditentukan berdasarkan pada klasifikasi
iklim menurut Schmidt & Fergusson (1951). Penentuan tipe iklim dilakukan
dengan menghitung besarnya nilai Q, nilai tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah rerata bulan kering dengan jumlah rerata bulan basah. Bulan basah
merupakan bulan yang memiliki jumlah hujan bulanan lebih besar dari 100 mm,
sedangkan bulan kering merupakan bulan yang memiliki jumlah hujan lebih kecil
dari 60 mm.
Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt dan Fergusson (1951),
didasarkan pada nilai Q yang dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
rerata bulan kering dengan jumlah rerata bulan basah dalam setahun dikalikan
100%.
Tabel 3.4. Kriteria Penentuan Tipe Iklim Bedasarkan Klasifikasi Schmidt & Fergusson
Tipe Iklim Nilai Q (%) Kondisi Iklim
A Q ≤ 14,3 Sangat Basah
B 14,3 ≤ Q < 33,3 Basah
C 33,3 ≤ Q < 60 Agak Basah
D 60 ≤ Q < 100 Sedang
E 100 ≤ Q < 167 Agak Kering
F 167 ≤ Q < 300 Kering
G 300 ≤ Q < 700 Sangat Kering
H Q ≥ 700 Luar Biasa Kering
Sumber:Schmidt dan Fergusson, 1951 dalam Bayong
48
2. Bulan lembab adalah suatu bulan yang curah hujannya lebih besar 60 mm
tetapi lebih kecil 100 mm, dimana curah hujan sama dengan penguapan.
3. Bulan kering adalah suatu bulan yang curah hujannya lebih kecil 60 mm,
dan curah hujan lebih kecil dari pengupan.
KENDALI IKLIM
1. Distribusi radiasi matahari UNSUR IKLIM
darat dan air 1. Suhu
2. Sel tekanan tingi dan 2. Endapan Jenis Cuaca
rendah 3. Kelembaban Udara
3. Massa Udara dan Iklim
4. Tekanan Udara
4. Pegunungan 5. Angin
5. Arus laut; dan
6. Badai
Gambar 3.4. Hubungan antara Kendali Iklim dengan Unsur Iklim (Bayong, 1995)
49
430000 mT 435000 mT
INSET KABUPATEN
913908 6 m U
SLEMAN
9139086
KECAMATAN
KOT AMADYA
D.I. YOGYAKARTA
PLERET
1
KECAMATAN
91 29087 mU
9 129087
JETIS 3
KABUPATEN
BAN TUL
KABU PATEN
KU LONPROGO
1
9119088 m U
9119088
SD
#
KABUPA TEN
GUNUN GKI DUL
SAM
U DR
AHI
ND
Da er ah Penelit ian
IA
9125000 mU
9125000
3 IMOGIRI 1
#D
S
#D
S YC
#
KARANGTALUN
3
D#
S 3D
S
#
KEBON AGUNG
GIRIREJO KECAMATAN
#D
S DLINGO
KABUPATEN KECAMATAN
BANTUL IMOGIRI
KARANG TENGAH
D SRIHARJO 3
S
#
3
o
Su n g ai Opak
Oy
2
ai
ng
Su 3
#D
S
9120000 mU
9120000
2
SELOPAMIORO
KECAMATAN
PUNDONG KABUPATEN
2 GUNUNGKIDUL
430000 435000
LEGENDA
C Klasifikasi Tipe Iklim Schmidt - Fergusson
#
Y Camat
D 1 Tipe Iklim F / Kering
S
# Desa
2 Tipe Iklim D / Sedang
Kontur Topografi
50
3.3. Geologi dan Geomorfologi
3.3.1. Geologi
Kondisi geologi daerah penelitian dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas
vulkanik dan perbukitan. Aktivitas vulkanik terbentuk dari letusan Gunungapi
Merapi pada wilayah utara dan sebelah timur aktivitas Perbukitan Baturagung.
Menurut Sudarmadji (1991), litologi daerah ini dipengaruhi oleh aktivitas
Gunungapi tersebut. Erupsi Gunungapi Merapi bersifat efusif yang menghasilkan
aliran lava dan bahan-bahan piroklastis, sedang yang bersifat eksplosif
menghasilkan eflata (bahan lepas) dan awan panas. Adanya erupsi yang bersifat
efusif dan eflata yang terjadi secara berulang-ulang dan terputus-putus
(interrupted) mengakibatkan gunungapi ini mempunyai struktur berlapis (strato
vulcano).
Menurut Bemmelen (1980), daerah penelitian merupakan Zone Selatan
Jawa Tengah yang mengalami penenggelaman di bawah permukaan laut yang
disebabkan adanya proses tektonik yang cukup kuat pada masa Pratersier dan
tergenang oleh perairan laut dangkal. Penenggelaman yang semula merupakan
plateau tersebut diawali dari Pantai Parangtritis hingga Pantai Cilacap, tetapi tidak
terjadi pada Pegunungan Karangbolong dan Bukit Selok. Pegunungan
Karangbolong dan Bukit Selok merupakan sisa-sisa pegunungan selatan Jawa
Tengah dan sebagai tanda bahwa pantai Selatan Jawa Tengah merupakan bagian
dari rangkaian pegunungan selatan Jawa. Akibat pengangkatan tersebut, maka
terbentuk sebuah graben yang merupakan semula plateau yang terangkat, hal ini
ditandai adanya suatu bidang patahan (horst).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar D. I. Yogyakarta, skala 1:100.000,
Tahun 1995 dan laporan penelitian penyelidikan potensi airtanah, Kabupaten
Bantul, Tahun 2006. Daerah penelitian Memiliki variasi dari berbagai formasi
geologi dengan material penyusun yang berbeda-beda. Kondisi stratigrafi dan
formasi geologi yang terdapat pada daerah penelitian antara lain:
51
Keterangan Formasi Batuan di Daerah Penelitian:
1. Nama Formasi : Qa (Aluvium)
Material penyusun : Kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar
Umur Relatif : Kuarter
2. Nama Formasi : Qmi (Endapan Gunungapi Merapi Muda)
Material penyusun : Tuff, abu, breksi, aglomerat, dan leleran lava tak terpisahkan
Umur Relatif : Kuarter
3. Nama Formasi : Tms (Formasi Sambipitu)
Material penyusun : Tuff, serpih, batulanau, batupasir, dan konglomerat
Umur Relatif : Miosen tengah
4. Nama Formasi : Tmse (Formasi Semilir)
Material penyusun : Perselingan antara breksi-tuff, breksi, batuapung, tuff dasit, tuff andesit, serta
batulempung tufan
Umur Relatif : Miosen akhir-Oligosen awal
5. Nama Formasi : Tmwl (Formasi Wonosari)
Material penyusun : Batugamping terumbu, kalkarenit, dan kalkarenit tufan
Umur Relatif : Miosen atas-Pliosen Awal
6. Nama Formasi : Tmn (Formasi Nglanggeran)
Material penyusun : Breksi gunungapi, breksi aliran, aglomerat, lava, dan tuff
Umur Relatif : Miosen tengah
52
1. Endapan Aluvium (Qa)
Endapan aluvium merupakan endapan permukaan bagian atas berdasarkan
Peta Geologi lembar Yogyakarta, Tahun 1995. Satuan endapan aluvium ini
tersusun atas material kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang
besar. Endapan aluvium ini terjadi pada zaman kuarter. Kondisi dan komposisi
material penyusunnya membentuk akuifer yang baik, sehingga pada lembah-
lembah endapan aluvium di sekitar aliran sungai memungkinkan untuk
terdapatnya airtanah dengan cadangan yang cukup potensial.
53
4. Formasi Semilir (Tmse)
Formasi Semilir merupakan batuan endapan permukaan pada bagian atas,
karena pada daerah penelittian ini terjadi pengangkatan akibat tenaga subduksi di
bagian selatan Pulau Jawa. Aktivitas tektonik bergerak dari arah selatan menuju
utara dengan menimbulkan geoantiklinal (Bemmelen, 1980). Terbentuk pada
zaman Miosen Akhir-Oligosen Awal. Material penyusun satuan ini tersusun atas
perselingan antara breksi tuff, breksi batuapung, tuff dasit, tuff andesit serta
batulempung tuffan. Keterdapatan satuan ini dominan pada bagian Utara daerah
penelitian.
54
6. Formasi Ngglanggeran (Tmn)
Formasi Ngglanggeran terbentuk pada zaman Miosen Tengah yang
terdapat pada lereng atas Perbukitan Baturagung dan tersusun atas breksi
gunungapi, breksi aliran, aglomerat, lava, dan tuff. Formasi Nglanggeran
diendapkan selaras di bawah Formasi Sambipitu dan di atas Formasi Semilir pada
zaman Miosen. Berdasarkan material penyusun, maka formasi ini dipengaruhi
oleh aktifitas gunungapi selama pengendapannya. Pada formasi ini gerakan massa
banyak dijumpai dengan ukuran yang bervariasi dari kecil hingga besar, dengan
jenis gerakan massa yang beraneka, yaitu: tipe longsoran, aliran, dan jatuhan.
Tingkat pelapukan batuan sedang, dan di beberapa tempat banyak dijumpai batuan
yang masih segar membentuk igir perbukitan yang kokoh.
Gambar 3.8. Kejadian Longsor di Desa Sriharjo (Kiri Atas), Singkapan Batuan
Formasi Ngglanggeran di Desa Selopamioro (Kanan Atas), Sawah Irigasi di
Dataran Aluvial di Desa Sriharjo (Kiri Bawah), dan Batuan Tuff Formasi
Semilir Desa Wukirsari (Kanan Bawah)
(Sumber: Foto Lapangan, 2008)
55
430000 mT 435000 mT
INSET KA BUPATEN
913908 6m U
SLEMAN
9139086
KECAMATAN
KOT AMADY A PLERET Tmse
D
D.I. YOGYA KAR TA
D
U
Tmse
91 29087 mU
KECAMATAN
9 129087
KABU PATEN
JETIS Tmse
BANTUL
KABU PATEN
Qmi Tmse
KULONPROGO
Tmn
Tmse
Qmi
9119088 m U
9119088
#D
S
KABUPA TEN
GUNUN GKI DUL Qa Tmse Tmse
SAM
U DR
AHI
ND
Da er ah Penelit ian
IA
WUKIRSARI
Qa
419958 429957 4 39956
9125000 mU
Qa
9125000
U
IMOGIRI
D Tmn
Qmi Tmse Qa
#D
S Tmn
#D
S YC
#
Qmi Tmse
KARANGTALUN
Tmn
D#
S Tmn
Qmi SD
#
Tmwl
KEBON AGUNG
GIRIREJO KECAMATAN
D #D
S Tmn
DLINGO
U Qmi
Tmwl
Qmi
Tmn
KABUPATEN KARANG TENGAH
BANTUL Tmn
D SRIHARJO Tmn
S
# Tmn Qa
Qmi o Tmn
Oy
Sung a i O pak
Tms
i
ga
Qa Qa un Tmwl
S D Tmn
S
#
Tmn
Qmi Qa
Tmn
9120000 mU
9120000
Tmn
Tmwl Tmn
Tms
Tmn
Tmn
KECAMATAN Tmn
PUNDONG KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
Tmwl
430000 435000
PETA GEOLOGI
KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
U Proyeksi : Transverse Mercator
Sistem Grid : Unit Transverse Mercator
Datum Horizontal : WGS 84
Zone : 49 M
0 1 2 3 KM
LEGENDA
C Transportasi Tmse Formasi Semilir : Perselingan antara breksi - tuff, breksi
#
Y Camat Jalan Kolektor batuapung, tuff dasit, tuff andesit serta batulempung tuffan.
D Jalan Lokal Tmwl Formasi Wonosari : Batugamping terumbu, kalkarenit dan
S
# Desa kalkarenit tuffan.
Jalan Setapak
U Tmn Formasi Ngglanggeran : Breksi gunungapi, breksi aliran,
Sesar (U, bagian yang naik; D, bagian yang turun) agolmerat, lava dan tuff.
D
Sesar yang Direka, berdasarkan data gaya berat
56
3.3.2. Geomorfologi
Daerah penelitian merupakan lingkungan yang terbentuk dari proses
pengangkatan yang mengakibatkan adanya jalur patahan pada sebelah barat
Sungai Opak-Oyo. Satuan bentuklahan yang didominasi oleh perbukitan
struktural pada sebelah timur yang disebut Perbukitan Baturagung. Perbukitan
Baturagung secara umum merupakan bentuklahan asal proses strukturisasi, yang
secara genesis merupakan dataran tinggi (plato) selatan Pulau Jawa yang telah
mengalami pengangkatan dan patahan (Santosa dan Adji, 2006).
Proses terbentuknya satuan-satuan bentuklahan di daerah penelitian,
didominasi oleh proses fluvial dan proses struktural. Proses fluvial terjadi akibat
adanya tenaga pembentuk satuan bentuklahan dari tenaga air, sedangkan proses
struktural terjadi karena adanya tenaga endogen yang bergerak dari selatan
menuju utara yang mengakibatkan patahan dan pengangkatan. Akibat adanya
tenaga tersebut, maka terbentuk satuan bentanglahan yang sering disebut sebagai
Graben Bantul.
Proses tenaga yang mempengaruhi terbentuknya lingkungan pengendapan
fluvial, terjadi karena adanya proses aliran air sungai yaitu Sungai Opak dan
Sungai Oyo. Materi penyusun tersebut bersatu dengan endapan merapi muda yang
berada di lapisan bawah dan endapan aluvial diatasnya. Satuan bentuklahan ini
disebut dataran aluvial, memiliki morfologi yang datar hingga landai. Proses erosi
dan sedimentasi dari Perbukitan Baturagung yang mengisi cekungan menempati
lembah-lembah antar perbukitan.
57
Lembah antar perbukitan, dataran koluvial, serta kipas koluvial dan
dataran aluvial pada daerah penelitian memiliki kemiringan lereng 0-3 % dan 3-8
% dan 8-15 %, sehingga satuan ini lebih banyak didominasi oleh adanya
pemukiman. Hasil interpretasi satuan bentukalahan di daerah penelitian, memiliki
dua lembah antar perbukitan dengan materi penyusun yang berbeda. Lembah antar
perbukitan di sebelah utara atau Cekungan Wukirsari memiliki material penyusun
dari Formasi Semilir, sedangkan di Selatan terisi oleh Formasi Ngglanggeran.
Menurut Santosa dan Adji (2006); Morfologi Perbukitan Baturagung
terbagi atas 3 bagian, yaitu lereng kaki, lereng tengah, dan lereng atas. Topografi
perbukitan ini mempunyai lereng yang miring di bagian bawah, yaitu 15-30 %
hingga terjal di bagian atas 30-45 %, terdapat igir memanjang dari barat ke timur
di bagian utara dengan lereng sangat curam, yaitu > 45 % mengarah ke utara yang
merupakan bidang patahan. Bidang patahan (horst) ini menjadi batas sisi timur
dari Graben Bantul di daerah penelitian.
58
430000 mT 435000 mT
ù ù (ù (
(ù ù ù ù ù(ù ù ù ù( ù ù(ù
INSET
419958 m T 4299 57m T 439956 mT
ù ù( ù(
ù(ù ù(ù (
KABUPATE N
9 139086 mU
913 9086
SLEMAN
KECAMATAN
KOTAMAD YA
PLERET S3b
D
ùùù
D.I. YOGYAKA RTA
(ù ù ù (ù ù ù( ù ù ù(ù ù ù (ù ù ù ù (ù ù ù ù ù ù (ù ù ù ù(ù ù(
D
U S20
KA BUPATEN
KECAMATAN
KABUPATEN
BA NTUL
JETIS
ù ù(ù
KULON PROGO
S17 ù ù ù(ù ù ù (ù ù ù(ù
F1 S3b
91 19088 mU
91 19088
S17 #D
S
KABU PATEN
GUNU NGKIDUL
SAMU
DR
AHIN
DIA
Da erah Penelitian S17
WUKIRSARI
ù ù( ù ù(ù ù ù
419958 4299 57 439956
S15
(ù ù (ù ù (ù ù ù ù
S3b
9125000 mU
9125000
U
IMOGIRI
D
ù(ù ù
S3b
#D
S
SD
# YC
#
S3b
ù(ù ù ù(ù ù
KARANGTALUN
F1
D
S
# #D
S
S15
KEBON AGUNG
GIRIREJO KECAMATAN
D
SD
# DLINGO
U
S3a
KABUPATEN S3b
KECAMATAN
ù ù (ù ù ù ù (ù ù
(ù ù ù ù(ù ù ù (ù ù (ù ù ù(
BANTUL IMOGIRI
ù ù (ù ù ù ù (ù ù(
ù ù ù (ù ù ù ù (ù ù ù ù (ù ù ù ù(ù (ù ù ù (ù ù ù
ù ù (ù
ù ù(ù ù ù (ù ù ù (ù ù ù ù (ù ù ù ù(ù
F1 KARANG TENGAH
ù ù(
S15
S3a
ù ù(
D SRIHARJO F1
S
# S3a
ù ù(ù ù (ù ù ù ù (ù ù
n
Su D ù ù(
S
#
ù (ù
ù ù ù (ù ù
ù(ù ù ù ù(ù ù ù ù(ù ù ù (ù ù ù ù(ù ù(ù ù ù (ù ù (
S3b
ù ù ù ( ù (ù ù ù ù
ù( ù ù ù(ù ù ù ù( ù(
F1
ù ù (ù
9120000 mU
9120000
ù
S3b
S3b
ù (ù
ù ù(
S3b
S17 SELOPAMIORO
S3b
KECAMATAN
PUNDONG S17 KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
430000 435000
59
3.4. Hidrologi
Menurut Chow (1994) dalam Harto (1993); Definisi yang dianggap paling
lengkap adalah yang disajikan oleh Federal Council Science and Technology USA
(1991), yang menjelaskan tentang pengertian hidrologi. Pengertian hidrologi
merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk air, kejadian dan distribusinya,
sifat alami dan sifat kimianya, serta reaksinya terhadap kebutuhan manusia.
Perkembangan ilmu hidrologi yang mencakup semua air di alam, maka terbagilah
menjadi berbagai ilmu keairan yang bersifat lebih khusus.
Kebutuhan data dan informasi hidrologi sangat penting dalam suatu proses
hidrologi. Proses hidrologi merupakan suatu rangkaian skema dalam suatu sistem
yang mengalir atau sering disebut siklus hidrologi. Kondisi hidrologi
menggambarkan tentang karakteristik dan penelitian secara umum. Pembagian
kondisi hidrologi di daerah penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu:distribusi hujan
wilayah, kondisi airtanah, dan kondisi air permukaan.
60
bulan Mei-September jarang hingga hampir tidak ada kejadian hujan pada daerah
luasan tangkapan hujan di daerah tersebut.
Kejadian-kejadian hujan seperti ini juga dialami pada Stasiun Klimatologi
Barongan dan Stasiun hujan Dogongan pada Gambar 3.13. dan Gambar 3.14.
Kejadian hujan tersebut mulai pada Oktober yang terjadi puncak kejadian hujan
maksimum pada bulan Desember hingga Januari dan minimum pada bulan Mei
hingga September.
3500 Jum lah Curah Hujan Bulanan (m m /bln) St. Terong 3500
3000 3000
2500 2500
Curah HUjan (mm)
2000 2000
1500 1500
1000 1000
500 500
0 0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
W aktu (Bulan)
Gambar 3.12. Hasil Perhitungan Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) Stasiun Terong, 2008
600 600
Curah Hujan (mm)
450 450
300 300
150 150
0 0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
W aktu (bulan)
Gambar 3.13. Hasil Perhitungan Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) Stasiun Dogongan, 2008
61
Jum lah Curah Hujan Bulanan (m m ) St. Barongan
1000 1000
800 800
Curah Hujan (mm)
600 600
400 400
200 200
0 0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Waktu (bulan)
Gambar 3.14. Hasil Perhitungan Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) Stasiun
Klimatologi Barongan, 2008
62
dibandingkan dengan waktu umur manusia airtanah bisa digolongkan kepada
sumber daya alam yang tidak terbaharukan. Airtanah adalah air yang terdapat di
bawah permukaan tanah yang jenuh air (saturation zone), dengan tekanan
hidrostatik sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Todd, 1980).
Gambar 3.15. Proses Infiltrasi dan Perkolasi Airtanah (www. walhi.com, 2005)
Telah diketahui bahwa sumber airtanah berasal dari air hujan yang
meresap masuk kedalam lapisan tanah melalui proses infiltrasi dan proses
perkolasi. Air hujan yang masuk ke akuifer menjadi airtanah tergantung pada
suatu kondisi yang menyebabkan air hujan mempunyai kesempatan untuk tertahan
lama pada permukaan tanah, sehingga air hujan tersebut dapat meresap dengan
baik. Selain itu, material penyusun yang terdapat pada daerah tertentu juga sangat
berpengaruh terhadap proses infiltrasi dan perkolasi tersebut.
Material utama pembentuk perlapisan akuifer di daerah penelitian di
dominasi oleh pasir volkanik dari Endapan Merapi Muda, proses perlapukan pada
Perbukitan Baturagung, dan proses fluvial dari aktivitas sungai di daerah
penelitian. Pori-pori makro yang terdapat pada material pasir menyebabkan
63
lapisan tanah yang tersusun oleh material ini dapat menyimpan air dalam jumlah
yang besar dan mampu meloloskan air dalam jumlah yang sama pula. Berbeda
halnya dengan material yang berasal dari Perbukitan Baturagung lebih didominasi
oleh material yang agak sulit meloloskan air. Daerah penelitian dikontrol oleh dua
sistem akuifer, yaitu Sistem Akuifer Merapi dan Sistem Akuifer Perbukitan
Baturagung. Sistem Akuifer Merapi mempunyai arah aliran menuju ke selatan,
sehingga arah aliran airtanah tersebut mengikuti kontur topografi di daerah
penelitian.
64
sehingga pemanfaatan aliran sungai dimanfaatkan penduduk untuk irigasi
terutama di Desa Selopamioro dan Desa Kebon Agung. Material pasir, kerikil dan
kerakal sering dimanfaatkan penduduk untuk bahan bangunan yang terbawa oleh
sungai-sungai di daerah penelitian.
Gambar 3.16. Kenampakan Sungai Opak (Kiri Atas), Sungai Oyo (Kanan Atas), dan
Pertemuan Sungai Opak-Oyo di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri (Bawah Tengah)
(Sumber:Foto Lapangan, 2008)
3.5. Penggunaan Lahan
Kondisi penggunaan lahan daerah penelitian terdiri atas daerah
perbukitan dan dataran, penggunaan lahannya + 45 % lebih digunakan untuk
sawah irigasi, pemukiman, tegalan, hutan rakyat, semak belukar, dan sawah
tadah hujan. Berikut luas penggunaan lahan daerah penelitian yang disajikan
dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Luas Penggunaan Lahan Daerah Penelitian
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (km2) Luas (Ha) Luas (%)
1 Hutan rakyat 1,58 158,48 8,2
2 Permukiman 6,51 651,75 33,6
3 Sawah irigasi 8,52 852,81 44,1
4 Sawah tadah hujan 0,33 33,44 1,7
5 Tegalan 1,95 195,70 10,1
6 Semak belukar 0,43 43,60 2,3
Jumlah 19,36 1935,79 100
Sumber: Interpretasi Peta Penggunaan Lahan, Tahun 1999
65
Permukiman banyak tersebar pada daerah yang datar-landai, namun ada
juga yang berada pada lereng-lereng kaki perbukitan. Pada umumnya
permukiman berasosiasi dengan sumber air, dan tersebar di sepanjang sumber
air. Permukiman yang ada kebanyakan mengelompok dan perkembangan
komunitas penduduk tidak terlepas dari sumber air sebagai kebutuhan pokok
penduduk. Di daerah yang landai umumnya digunakan untuk persawahan.
Penggunaan lahan persawahan di daerah penelitian kebanyakan merupakan
sawah irigasi, karena saluran irigasi dari air permukaan cukup memenuhi
kebutuhan penduduk untuk bertani. Masyarakat rata-rata memanen padi 2-3
kali dalam setahun.
Periode penanaman padi dan palawija tergantung ketersediaan air yang ada
di daerah tersebut. Biasanya 2 kali tanam padi dan 1 kali tanam palawija dalam
periode 1 tahun. Pemukiman penduduk kebanyakan berada dekat dengan jalan.
Selain sebagai tempat bermukim, di sekitarnya diusahakan juga sebagai tempat
berkebun, seperti mangga, rambutan, kelapa, pisang dan lain-lain. Penggunaan
lahan tegalan berada di lereng kaki yang daerahnya merupakan daerah yang
potensi airnya rendah. Tegalan ini didominasi oleh tanaman palawija seperti
jagung, kedelai, kacang tanah, dan ketela pohon.
Perbukitan yang memiliki lereng curam-terjal menjadi hutan rakyat,
sehingga sering dijumpai kebun campuran yang diolah oleh masyarakat
sekitar. Tanaman tersebar baik di kawasan ini, tanaman kayu putih dan akasia
masih sering dijumpai. Proses intervensi (campur tangan) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya disebut penggunaan lahan.
Dominasi penggunaan lahan sawah menjadi unggulan di daerah penelitian,
selain kegiatan bertani masyarakat di daerah penelitian juga bekerja sebagai
buruh di kota.
66
430000 mT 435000 mT
IN S E T KABUPATEN
91390 86m U
9139086
SLEMAN
KECAMATAN
KOTA MADYA
D.I. YOGYAKARTA
PLERET
KECAMATAN
9129087 mU
912 9087
JETIS
KABUPATEN
BANTU L
KABUPA TEN
KULONPROGO
91190 88m U
9119088
#D
S
KABUPATE N
GUNUNGKID UL
SAM
UDR
A HI
NDI A
Daera h Penelit ia n
9125000 mU
9125000
IMOGIRI
#D
S
SD
# YC
#
KARANGTALUN
D#
S #D
S
KEBON AGUNG
GIRIREJO KECAMATAN
#D
S DLINGO
KABUPATEN KECAMATAN
BANTUL IMOGIRI
KARANG TENGAH
D SRIHARJO
S
#
o
Oy
Sung a i O pak
i
ga
n
Su D
S
#
9120000 mU
9120000
SELOPAMIORO
KECAMATAN
PUNDONG KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
430000 435000
LEGENDA
C
#
Y Camat Hutan Rakyat
D Kebun Campuran
S
# Desa
Pemukiman
Kontur Topografi
Sawah Irigasi
Sungai Sawah Tadah Hujan
Semak
Batas Administrasi
Desa Tegalan/ladang
Kecamatan
Kabupaten
Transportasi
Jalan Kolektor
Jalan Lokal Sumber :
1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999
Jalan Setapak 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999
Dibuat Oleh :
Pandji Riesdiyanto
03/ 167954/ GE/ 05450