You are on page 1of 12

TUGAS 4

JUDUL DOSEN : EKOLABEL DIBIDANG PERTAMBANGAN :Ir. YANTO INDONESIANTO, M.Sc

MATA KULIAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI

DISUSUN OLEH: GALANG PRAYEDHA W. (212.11.0018)

MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN PROGRAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

YOGYAKARTA 2012

EKOLABEL DIBIDANG PERTAMBANGAN


Latar Belakang
Ekolabel Indonesia merupakan salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat proaktif sukarela dan diharapkan sebagai perangkat yang efektif untuk melindungi fungsi lingkungan hidup, kepentingan masyarakat dan peningkatan efisiensi produksi serta daya saing. Selain itu ekolabel juga dimaksudkan untuk mewujudkan sinergi pengendalian dampak negatif ke lingkungan sepanjang daur hidupnya serta mendorong supply and demand produk. (Kementrian LH RI) Ekolabel adalah Label, tanda atau sertifikasi pada suatu produk yang memberikan keterangan kepada konsumen bahwa produk tersebut dalam daur hidupnya menimbulkan dampak lingkungan negatif yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan produk lainnya yang sejenis dengan tanpa bertanda ekolabel. Daur hidup produk mencakup perolehan bahan baku, proses pembuatan, perindustrian, pemanfaatan, pembuangan serta pendaur ulangan. (Suminto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Standarisasi-BSN) Ekolabel Indonesia Lahir dengan latar belakang bahwa tuntutan konsumen pada perdagangan internasional semakin meningkat, pola konsumsi dunia juga cenderung mengarah pada Green Consumeriam misalnya di Jepang dikenal dengan sistem Green Purchase Low (Green Keo Nyu Ha) yang diberlakukan mulai april 2006, dimana setiap produk yang berbasis pada kayu, baik domestic maupun impor harus dilengkapi dokumen asal usul kayu dan untuk saat ini pengecekan dilakukan pada 5 jenis barang yang bahan dasarnya menggunakan kayu yaitu kertas, alat tulis, bahan interior dan furniture. Masalah lingkungan timbul karena ada perubahan di dalam lingkungan itu sendiri, sehingga lingkungan tersebut tidak sesuai lagi dan tidak mendukung kehidupan manusia serta mengganggu kesejahteraan hidupnya (Soemarwoto, 1992). Lingkungan yang dimaksudkan adalahlingkungan hidup, yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pembangunan pada hakekatnya menimbulkan keragaman dan diversifikasi dalam kegiatan ekonomi (Salim, 1981). Semakin beragam kegiatan ekonomi semakin besar kemampuan ekonomi negara itu untuk tumbuh cepat dan stabil. Namun demikian, keragaman dalam kegiatan ekonomi harus sejalan dengan usaha meragamkan sistem lingkungan. Hal ini hanya mungkin apabila dalam proses pembangunan sudah diperhitungkan segi lingkungan hidup dan diusahakan keselarasan antara pengembangan keragaman kegiatan ekonomi dengan pengembangan keragaman sistem lingkungan. Industri pertambangan adalah salah satu industri yang sangat tergantung pada sumber daya alam yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan sosial ekonomi budaya maupun lingkungan geo-biofisikkimia. Namun, sesungguhnya bila kegiatan tersebut didasari dengan perencanaan melalui kaidah-

kaidah teknik yang baik dan benar, maka tingkat pencemaran lingkungan dapat ditekan tanpa mengakibatkan terjadinya degradasi kesehatan manusia dan lingkungan. Sehingga kehadiran industri pertambangan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertimbangan produk yang ramah lingkungan telah mengglobal dan sekarang produk tidak hanya harus bermutu dan ramah lingkungan tetapi juga ramah terhadap manusia. Lebih-lebih dengan semakin baiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat, konsumen dimana saja mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi pola produksi suatu barang dan jasa. Dengan kata lain produsen harus meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan memiliki kriteria-kriteria yang diharapkan konsumen salah satunya adalah ramah lingkungan. Pada awalnya, pengembangan standar mutu internasional mengenai produk barang dan jasa yang dihasilkan disebabkan perkembangan pendapatan konsumen yang mulai memperhatikan mengenai produk yang dikonsumsinya memiliki mutu yang tinggi sehingga akan memberikan kesejahteraan pada konsumen produk yang bersangkutan. Oleh karena itu di Inggris memulai merespon hal ini dengan adanya British Standard Institute (BSI) yang mengeluarkan BS 570 yang pada perkembangannya diganti menjadi ISO 9000. ISO 9000 memuat kriteria mengenai total quality management yang sejak 1993 terbentuk spesial Advisory Group for Environment untuk menyusun audit lingkungan melalui Technical Committee (TC) 207. Tehnical Committee 207 memiliki 6 subkomisi : 1. Subkomisi 1 : Sistem Pengelolaan Lingkungan 2. Subkomisi 2 : Audit Lingkungan 3. Subkomisi 3 : Label ramah lingkungan (Ecolabel) 4. Subkomisi 4 : Evaluasi kinerja lingkungan 5. Subkomisi 5 : Analisis daur hidup 6. Subkomisi 6 : Istilah dan definisi Dalam perkembangannya, sebagian besar perusahaan yang menjual produk ke negara maju dihadapkan pada suatu ketentuan bahwa mereka sekarang harus membuktikan melalui sertifikat bahwa sistem manajemen mutu mereka telah sesuai dengan ISO 9000. Perusahaan yang diharapkan memenuhi ISO 9000 adalah mereka yang bergerak di bidang : Pemasok komponen atau material untuk industri : khususnya elektronik, listrik, farmasi dan obat-obatan. Produk makanan dan minuman Bahan bangunan Penerbitan dan pengemasan Transportasi Dengan memperhatikan latar belakang ini, maka perlu melakukan studi mengenai penerapan ekolabel terhadap produk-produk pertambangan. Mengingat banyak bahan tambang dari Indonesia yang diekspor keluar negeri. 2

Pendekatan Masalah
Meskipun pasar dianggap sebagai kekuatan yang akan mengalokasikan faktor produksi dalam kegiatan produksi sehingga dapat efisien, dalam kenyataanya pasar akan gagal melakukan fungsinya bila dalam perekonomian tersebut terdapat apa yang disebut eksternalitas sehingga tidak dapat mencapai kesejahteraan sosial yang maksimal. (Suparmoko, 2000) Pasar, pada beberapa teori adalah media untuk mengkomunikasikan keinginan konsumen dan produsen. Jadi, pasar misalnya, bisa gagal beroperasi jika pasar tersebut tidak bisa

mengkomunikasikan keinginan masyarakat secara tepat. Pada dasarnya produsen membuat barang adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Terlebih lagi pada masyarakat dimana konsumen bertindak sebagai raja dalam perdagangan, kepuasan konsumen atau pelanggan harus menjadi tujuan utama. Tanpa ada konsumen yang mau membeli produk suatu industri maka cepat atau lambat kegiatan industri itu pasti akan berakhir. Oleh karena itu peranan konsumen sangat besar dalam usaha untuk melindungi lingkungan. Dengan mempengaruhi kesediaan membeli di pihak konsumen, akan terpangruh pula kegiatan produksi dari industri atau perusahaan yang bersangkutan. Dengan semakin tinggi kesadaran konsumen mengenai konservasi sumberdaya alam dan lingkungan, maka semakin hati-hati mereka membeli produk yang digunakan. Ada dua cara utama yang dapat ditempuh agar jasa komponen lingkungan dapat diperhitungkan dalam mekanisme pasar secara lebih efektif. Yang pertama adalah dengan membentuk pasar untuk jasa-jasa atau produk yang semula merupakan barang bebas. Barang bebas dalam hal ini seperti sungai, air tanah, udara (atmosfer) dan laut. Untuk itu diperlukan kebijakan yang membatasi penggunaan barang dan jasa bebas tersebut dengan memberlakukan pajak atau bea perawatan dan perbaikan. Yang kedua adalah dengan pengaturan langsung (command and control regulatory approach) yang melibatkan sistem penentuan baku mutu lingkungan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kegagalan pasar timbul sebagai akibat dari pihak pemerkasa atau perusahaan atau produsen yang dalam memproduksi barang dan jasanya menimbulkan eksternalitas atau dampak negatif terhadap barang bebas atau lingkungan hidup sehingga pihak ketiga atau masyarakat pada umumnya mengalami kerugian karenanya.Sebagai salah satu usaha pemerintah dan lembaga masyarakat secara langsung atau dengan pengaturan langsung adalah dengan penerapan ekolabel. Yaitu suatu label atau tanda pada suatu barang dan jasa yang menerangkan bahwa produksi barang dan jasa tersebut telah memenuhi persyaratan untuk tidak merusak lingkungan. Industri pertambangan adalah salah satu industri yang sangat tergantung pada sumber daya alam yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan sosial ekonomi budaya maupun lingkungan geo-biofisikkimia. Produk-produk pertambangan juga digunakan untuk berbagai keperluan dalam negeri maupun luar negeri. Melihat bahwa salah satu bentuk kegagalan pasar adalah adanya eksternalitas negatif akibat suatu kegiatan produksi, juga sebagai upaya pemerintahan untuk meningkatkan kelestarian lingkungan, ditambah pula mekanisme pasar luar negeri (ekspor) yang menerapkan standar-standar 3

produk yang diperdagangkan, maka perlu ditinjau sejauh mana industri pertambangan di Indonesia dapat memenuhi standar-standar upaya pelestarian lingkungan. Salah satunya adalah penerapan ekolabel dibidang pertambangan.

Analisis
Pertimbangan produk yang ramah lingkungan telah mengglobal dan sekarang produk tidak hanya harus bermutu dan ramah lingkungan, tetapai juga ramah terhadap manusia. Dengan kata lain produsen harus meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan betul-betul baik dalam arti kualitas (mutu) dan ramah lingkungan serta ramah manusia. Sehingga, terkait hal ini muncullah ISO 9000 dan ISO 140000. ISO adalah singkatan dari The International Organization fo Standardisation. ISO merupakan lembaga federasi internasional dari badan-badan standardisasi yang ada di seluruh dunia (90 negara). Produk utama dari lembaga ini adalah munculnya persetujuan bersama terhadap standar internasional untuk berbagai produk yang dihasilkan oleh berbagai industri dan standar itu telah diterbitkan sebagai standar internasional. ISO 9000 adalah jaminan bahwa proses produksi telah mengikuti standar yang ditentukan sehingga hasil yang diinginkan sesuai dengan mutu dan proses yang telah ditentukan. Jadi ISO 9000 merupakan pedoman standar untuk desain, pembuatan barang, penjualan dan pelayanan untuk suatu produk, baik berupa barang maupun jasa. Jasa ISO 9000 series merupakan kumpulan standar yang membimbing dan mengarahkan perusahaan untuk menuju jaminan mutu tingkat tinggi dalam kegiatan bisnis internasional. Sedangkan ISO 14000 membicarakan tentang prosedur dan sistem, dan bukan penentuan baku mutu ataupun ketentuan-ketentuan yang membatasi kegiatan perusahaan. Jadi ISO 14000 merupakan prosedur atau komponen sistem pengelolaan lingkungan yang diusahakan untuk dipatuhi. Ekolabel erat kaitannya dengan ISO 14000 (sistem manajemen mutu lingkungan) dan sukarela sifatnya. Penerapan ISO 14000 pada suatu kegiatan industri pada tahap awal akan memberikan citra yang baik, yang akan memberikan manfaat pada segi pemasaran (market place). Sertifikat ekolabel dapat membantu konsumen memilih produk-produk yang ramah lingkungan. Untuk produk yang bahan bakunya berasal dari Sumber Daya Alam (SDA), sertifikat ekolabel menunjukkan produk tersebut benar-benar berasal dari SDA yang dikelola secara lestari. Kelestarian SDA di dalam sertifikasi ekolabel mengandung tiga kriteria utama, yaitu: a. Kelestarian produksi;

b. Ekologi; dan c. Sosial budaya. Sertifikat ekolabel biasanya berlaku selama tiga tahun, dan apabila telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang kembali. Selama masa berlakunya sertifikat tersebut, Lembaga

Sertifikasi Ekolabel (LSE) akan melakukan survailen kepada produsen/pelaku usaha pemegang sertifikat atau penerima sertifikat ekolabel sekurang-kurangnya satu tahun sekali. Tujuannya adalah untuk melihat konsistensi produsen dalam menerapkan kriteria ekolabel yang ditetapkan. Proses sertifikasi ekolabel secara singkat dapat dilihat pada skema berikut : 4

Kegiatan pertambangan menciptakan sebagian besar energi dan sumber daya yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut mengakibatkan timbulnya biaya sosial dan lingkungan yang harus ditanggung saat ini dan di masa mendatang, baik langsung maupun tidak langsung, yang harus diimbangi dengan manfaat yang dapat diperoleh. Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan dan paradigma baru dalam dunia pertambangan, yaitu munculnya aspek lingkungan dan kemasyarakatan sebagai salah satu faktor kunci yang ikut diperhitungkan dalam menentukan keberhasilan pengelolaan lingkungan di sekitar lokasi kegiatan berlangsung (termasuk di dalamnya lingkungan sosial ekonomi dan budaya) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan kegiatan usaha pertambangan secara keseluruhan. Konsep yang diusulkan oleh konseptor WWF untuk penerapan pengambilan keputusan didasarkan pada tiga kriteria yang berbasis pada permasalahan lahan tempat pertambangan akan dilakukan, yaitu: a. Status perlindungan;

b. Potensi ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup, termasuk dampak lanjutan; dan c. Potensi ancaman terhadap kesejahteraan hidup manusia.

Dari tiga kriteria pertimbangan tersebut akan diterapkan tiga macam keputusan, yaitu: a. Menolak secara keseluruhan kegiatan pertambangan; b. Menolak kegiatan penambangan kecuali jika pemeliharaan nilai-nilai sosial dan ekologi terjamin; dan c. Menyetujui kegiatan pertambangan, pengolahan dan penunjang lainnya dengan pengelolaan yang bertanggungjawab. Pendekatan penilaian dilihat melalui dua tahap penilaian, yaitu: a. Penilaian strategis, menggunakan segala informasi yang ada, guna memastikan kelayakan kegiatan penambangan di suatu lokasi dari sudut pandang keanekaragaman hayati; dan

b. Penilaian dampak sosial dan lingkungan, guna memastikan kegiatan penambangan tidak mengganggu kesejahteraan hidup manusia dan perlindungan lingkungan hidup. Hubungan kedua penilaian tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut: Penilaian strategis terhadap kemungkinan dampak keanekaragaman hayati (Konsep Kriteria dan Indikator WWF) Daerah-daerah yang memiliki nilai konservasi dan perlindungan yang tinggi atau daerahdaerah yang kemungkinan terkena dampak lanjutan terhadap daerahdaerah yang dilindungi. Daerah-daerah yang memiliki nilai konservasi dan perlindungan yang signifikan atau daerahdaerah yang kemungkinan terkena dampak lanjutan terhadap daerahdaerah yang dilindungi. Daerah-daerah yang memiliki nilai konservasi dan perlindungan yang medium sampai rendah atau daerah-daerah yang kemungkinan terkena dampak lanjutan terhadap daerah-daerah yang dilindungi.

Keanekaragaman hayati Tidak ada daerah yang diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan

Dan keanekaragaman hayati

hayati

Penilaian dampak sosial dan lingkungan, termasuk dampak lanjutan

Keputusan untuk menyetujui atau tidak

Tidak

Ya

Tindakan penghindaran, mitigasi dan ganti rugi, termasuk penciptaan habitat untuk memelihara sumber daya hayati. Diagram pengambilan keputusan ini akan menyajikan tiga opsi, dengan masing-masing implikasinya sebagaimana diringkas di tabel berikut: Keputusan Tidak ada kegiatan penambangan Implikasi Tidak ada kegiatan eksplorasi. Tidak ada kegiatan pengeboran. Tidak ada kegiatan pengangkutan (jalur pipa, tangker, dll).

Tidak ada kegiatan penambangan kecuali jika pemeliharaan nilai-nilai

Kemungkinan merupakan pilihan yang mahal, yang melibatkan/memerlukan, sebagai contoh: Survei keanekaragaman hayati awal.

ekologi kritis dapat dijamin. Penialaian dampak sosial dan lingkungan secara rinci. Konsultasi dengan masyarakat. Biaya pengelolaan dan pemulihan khusus. Berlanjut ke pengelolaan yang bertanggungjawab. Berlanjut sesuai dengan standar penilaian, konsultasi dan pengelolaan yang telah disepakati.

Sejauh ini, mineral yang banyak dikenal adalah kelompok besi ( Fe ) seperti mangan, krom, nikel, molibdenum, tungsten, vanadium, dll. Mineral logam langka diperlukan untuk meningkatkan kualitas baja. Ada sembilan belas macam mineral utama di dunia yaitu : 1. Fosfat 2. Kalium 3. Besi 4. Kromit 5. Minyak Bumi 6. Bauskit 7. Tembaga 8. Timbal 9. Seng 10. Mangan 11. Timah 12. Wolfram 13. Batubara 14. Nikel 15. Aluminium 16. Magnesium 17. Sulfur 18. Molibdenum 19. Air Raksa

Indonesia telah dikenal banyak mengandung sumberdaya mineral maupun batubara. Sumberdaya mineral yang potensial diambil untuk dimanfaatkan logamnya seperti halnya : nikel, timah, emas, tembaga, perak, mangaan, bauksit timbale dll. Sedangkan sumberdaya mineral yang diambil untuk industri (mineral industri), juga sangat banyak seperti halnya : bentonit, batugamping, pasir kuarsa, belerang, dolomite, batu-apung, andesit, aspal, asbes, tanah liat, zeolit dll. Diperkirakan hanya 30% atau 30 macam mineral utama yang terdapat di Indonesia seperti emas, perak, tembaga, nikel, timah putih, timah hitam, aluminium, besi, mangan, chromit, minyak bumi, gas bumi, batubara, yodium, berbagai garam, berbagai mineral industri, batu mulia termasuk intan.

Dengan mengetahui potensi industri pertambangan di Indonesia, serta munculnya pendekatan ekolabeling dalam perdagangan luar negeri maupun dalam negeri, berikut analisis SWOT akan penerapan ekolabeling dalam industri pertambangan di Indonesia. Komponen Strengths (S) atau keunggulan : 1. 2. Indonesia memiliki letak geografis yang strategis dalam perdagangan internasional Keanekaragaman sumberdaya mineral di Indonesia yang cukup tinggi, dimana terdapat 30 macam mineral utama di Indonesia 3. Kondisi geologi yang menarik sehingga memiliki potensi keberadaan sumberdaya mineral dan batubara. 4. Dengan meningkatnya minat dalam pengembangan sektor industri pertambangan, maka upaya untuk melakukan eksplorasi bisa jadi semakin meningkat, sehingga menjadi modal dalam ketersediaan data eksplorasi sumberdaya dan mineral 5. Cukup banyak wilayah di luar Jawa yang berpotensi untuk pengembangan sektor pertambangan.

Komponen Weaknesses (W) atau kelemahan : 1. Kestabilan politik. Pada beberapa keadaan, kondisi multipartai di Indonesia dapat mempengaruhi akses terhadap prosedur pelabelan ramah lingkungan karena unsur-unsur politik yang masuk kedalam ranah perizinan. 2. Kesiapan aparatur pemerintahaan daerah. Sejak desentralisasi digulirkan, pemerintah daerah memiliki kesibukan dalam mengatur urusan-urusan pada wilayahnya. Dalam kepengurusan ini salah satu aspek terkait pertambangan terkadang belum siap untuk menerima minat investor untuk pengembangan industri pertambangan. 3. Serapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada beberapa negara eropa, aspek daur ulang produkproduk sudah terlebih dahulu dilaksanakan, sehingga keterkaitan dalam penggunaan daur produk tersebut lebih memudahkan dalam perolehan label ramah lingkungan. Sedangkan di Indonesia, hal ini masih dalam taraf perkembangan (proses).

Komponen Opportunities (O) atau peluang : 1. 2. Sudah terbentuknya perangkat untuk pengesahaan produk ekolabel. Pada proses perizinan baik IUP eksplorasi maupun IUP eksploitasi telah ada komponenkomponen jaminan mutu dan lingkungan, sehingga hal ini menjadi modal untuk penyesuaian perolehan standar label ramah lingkungan. 3. Peluang peningkatan citra suatu perusahaan bahkan negara akan meningkat seiring kepedulian terhadap lingkungan melalui ekolabeling ini. 4. Sebagai pengusaha dalam negeri, keberadaan sumberdaya dan cadangan di dalam negeri pada dasarnya menjadi peluang tersendiri untuk meningkatkan aspek pengelolaan lingkungan (tidak terburu-buru karena sumberdaya dan cadangan tersebut berada di negara sendiri). Komponen Threats (T) atau tantangan : 1. Keterbatasan modal dalam negeri untuk mengelola industri pertambangan menjadi kendala untuk pengembangan produk yang ramah lingkungan. Dengan adanya persaingan mendapatkan modal luar, maka hal ini menjadi tantangan dalam pengembangan produk yang ramah lingkungan. 2. Sebagian besar (51%) negara-negara pengimpor komoditi non-migas Indonesia akan menerapkan ecolabelling 3. Undang-udang serta peraturan-peraturan yang sifatnya mengharuskan untuk adanya unsur pengelolaan lingkungan pada tingkat tertentu, menjadi tantangan pihak perusahaan untuk mengikutinya. 4. Persaingan industri terkadang mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk mempercepat kegiatan usaha produksinya. Hal ini menyebabkan iklim persaingan yang menekan perusahaan untuk terburu-buru dalam mengelola produksinya. Sehingga, aspek lingkungan terkadang tidak diperhatikan.

Hasil dan Kesimpulan


Matrik SWOT :

Strengths (S)
Opportunities (O) Strategi S-O

Weaknesses (W)
Strategi W-O

Kondisi Indonesia yang strategis Apartur pemerintah daerah yang belum ditambah dengan keberadaan siap dalam pengelolaan sumberdaya diatasi dengan tugas

sumberdaya mineral yang beraneka mineral, ragam. Strategi yang

ditetapkan pembantuan oleh pemerintah daerah atasnya (propinsi maupun pusat)

adalah peningkatan

sehingga seiring dengan proses waktu, diharapkan pemerintah daerah dapat secara mandiri semakin siap. Threats (T) Strategi S-T Pada dasarnya, Strategi W-T keberadaan Pada pasar komoditi pertambangan, pasar internasional

sumberdaya dan cadangan mineral walaupun

tidak akan kemana-mana, sehingga menghendaki adanya produk yang baik hal ini menjadi kekuatan dasar, mutu maupun manajemennya, maka sedangkan permintaan pasar luar ada baiknya hal ini tidak usaha

negeri maupun keberadaan modal mempengaruhi

kinerja

yang menjadi ancaman eksternal pertambangan di Indonesia. Strategi dapat diatasi dengan strategi tetap yang ditetapkan adalah tetap focus focus pada peningkatan produk pada peningkatan mutu serta

pertambangan dengan pengelolaan manajemen industry pertambangan. dan pemurnian di dalam negeri serta peningkatan manajemen industry

pertambangan yang ramah terhadap manusia.

10

Daftar Pustaka 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Adisendjaja, Yusuf H. 2003. Analisis Dampak Pembangunan Terhadap Lingkungan. BIO-UPI 3. Suparmoko, M dan Suparmoko, Maria R. 2000. Ekonomika Lingkungan. BPFE : Yogyakarta 4. 5. Sudradjat, Adjat. 1999. Teknologi dan Manajemen Sumberdaya Mineral. ITB Bandung Suminto. 2011. Kajian Penerapan Ekolabel Produk di Indonesia. Jurnal Standarisasi vol. 13 No. 3 Tahun 2011

11

You might also like