You are on page 1of 22

Laporan Kasus Mata

Posted on January 22, 2012 by shigenoiharuki under Mata KASUS PANJANG TRAUMA OKULI KHEMIS DAN TERMIS ET CAUSA ALUMINIUM CAIR dr. T. Budi Sulistya, Sp.M LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di keluarkan.1 Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya. Secara garis besar trauma ocular dibagi dalam 3 kategori : trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia.2 Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.1 Terdapat sekitar 2,4 juta trauma okuler dan orbita di Amerika serikat setiap tahunnya, dimana 20.000 sampai 68.000 dengan trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000 orang menderita kehilangan penglihatan yang signitifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak sebagai penyebab kerusakan penglihatan Di AS dan trauma merupakan penyebab paling banyak dari kebutaan unilateral.3

Trauma okuli khemis meliputi 26,5% dari seluruh trauma okuli. Lebih dari 23% pasien mengalami kecacatan penglihatan bilateral permanen. Kelompok yang beresiko tertinggi adalah laki-laki usia muda. Sebagian besar kecelakaan ini terjadi di tempat kerja atau rumah tangga. Trauma okuli akibat basa lebih sering terjadi daripada asam dan memerlukan terapi jangka panjang. Walaupun telah dilakukan penanganan medis yang maksimal sulit untuk mencapai rehabilitasi.4 Trauma okuli khemis dan thermis merupakan kedaruratan yang memerlukan pengenalan dan penanganan segera. Pengenceran agen kimia secara cepat merupakan penanganan yang diperlukan untuk mengurangi kerusakan jaringan dan mempertahankan penglihatan. Luasnya kerusakan mata sebanding dengan perbedaan pH bahan kimia dengan pH netral 7,4, lama waktu kontak, dan jumlah bahan kimia.5 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan trauma okuli khemis dan termis ? 2. Bagaimana mendiagnosa trauma okuli khemis dan termis ? 3. Bagaimana penatalaksanaan trauma okuli khemis dan termis ? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi trauma okuli t khemis dan termis. 2. Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa trauma okuli khemis dan termis. 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma okuli khemis dan termis. 1.4. Manfaat Menambah wacana keilmuan tentang trauma okuli khemis dan termis sehingga dokter umum dapat melakukan pengenalan dini trauma okuli khemis dan termis sehingga bisa segera merujuk kepada dokter spesialis untuk mendapatkan penanganan selanjutnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma Okuli Trauma okuli adalahtindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.6 Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan berikut :6 Gambar 1. Klasifikasi Trauma Okuli Menurut BETT6

Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan open globe. Closed globe adalah trauma yang hanya menembus sebagian kornea, sedangkan open globe adalah trauma yang menembus seluruh kornea hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury dibedakan menjadi contusio dan lamellar laceration. Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi menjadi penetrating, IOFB, dan perforating.6 Sumber lain menyatakan klasifikasi trauma okuli sebagai berikut: Gambar 2. Skema diagram alur mengenai trauma okuli Menurut skema diatas, secara garis besar trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli non perforans dan perforans, yang keduanya memiliki potensi menimbulkan ruptur pada perlukaan kornea, iris dan pupil. Trauma tumpul mampu menimbulkan trauma okuli non perforans yang dapat menimbulkan komplikasi sepanjang bagian mata yang terkena (bisa meliputi mulai dari bagian kornea hingga retina). Selain berdasarkan efek perforasi yang ditimbulkan trauma okuli juga bisa diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu : 1. Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans) 2. Trauma tajam (perforans) 3. Trauma Radiasi a. Trauma radiasi sinar infra merah b. Trauma radiasi sinar ultraviolet c. Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi 4. Trauma Kimia a. Trauma asam b. Trauma basa7 2.2 Trauma Kimia Mata terbakar (ocular burns) mewakili hingga 18% trauma okuli yang ada di departemen emergensi. Dari 18% mata terbakar, 84% adalah trauma kimia.8 Trauma kimia paling sering terjadi di lingkungan kerja perindustrian.9 Sekitar 7% kasus trauma okuli yang ada di departemen emergensi Amerika Serikat adalah paparan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan. Kecelakaan kerja berkontribusi 63% pada trauma kimia okuli, sedangkan 33% disebabkan oleh kecelakaan dalam rumah. Sepuluh persen kasus merupakan kasus penyalahgunaan, yang sering terjadi pada sosioekonomi rendah.9,10 Pria tiga kali lebih besar predileksi terhadap trauma kimia okuli daripada wanita. Walaupun trauma kimia okuli terjadi di berbagai distribusi usia, akan tetapi yang lebih sering pada

rentang usia 16-45 tahun. Tidak ada ras spesifik yang berkecenderungan untuk mengalami trauma kimia. Agen penyebab yang lebih sering dijumpai pada kasus-kasus yang ada ialah kimia basa.9,11 Walaupun kalsium hidroksida merupakan penyebab yang paling sering dijumpai pada trauma kimia basa, amonia menyebabkan kondisi terbakar yang lebih serius. Pada kimia asam, asam hidrifluorat menyebabkan trauma paling membahayakan, sedangkan asam sulfat merupakan agen kimia asam yang sering dijumpai.12 Komplikasi trauma kimia antara lain adalah kehilangan penglihatan, glaukoma, katarak, ulkus/perforasi kornea, sikatrik kornea, retinal detachment, serta konjungtiva dan palpebra defek.13 Gambar 3. Beberapa agen kimia penyebab dan sumbernya yang sering dijumpai pada trauma kimia okuli10 2.3 Klasifikasi Trauma Kimia Okuli Ada beberapa skema klasifikasi untuk mengevaluasi derajat kerusakan pada trauma kimia okuli, akan tetapi system klasifikasi Hughes, yang kemudian dimodifikasi oleh Ballen dan Roper Hall, merupakan klasifikasi yang sering digunakan pada stadium akut, karena kemudahan yang dimilikinya.6,9 Sistem klasifikasi ini didasarkan pada korelasi antara hilangnya kejernihan kornea dan derajat iskemia limbus dengan prognosisnya. Gambar 4. Grading Hughes yang dimodifikasi untuk derajat trauma kimia okuli11,14 2.4 Patofisiologi Trauma Kimia Okuli Trauma kimia okuli pada umumnya menyebabkan kerusakan pada palpebra, konjungtiva kornea, dan segmen anterior mata. Pada lokasi ini lah, kerusakan yang ditimbulkan mempunyai potensi untuk menyebabkan gangguan penglihatan, tergantung dari volume, pH, durasi terpapar, dan derajat penetrasi dari bahan kimia tersebut. Mekanisme trauma kimia berbeda antara yang asam dan yang basa, oleh karena itu penting untuk mengetahui tipe agen kimia penyebab trauma.11 Kimia asam merupakan zat dengan pH rendah dan sangat mudah diurai menjadi ion hidrogen dan anion dalam permukaan depan mata. Ion hidrogen yang dihasilkan dari penguraian senyawa kimia asam, menyebabkan perubahan pH dalam mata. Sedangkan anion yang dihasilkan menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi (nekrosis koagulasi) protein, sehingga permukaan kornea tampak berkabut. Koagulasi protein ini lah yang menjadikan trauma kimia asam lebih tidak membahayakan daripada trauma kimia basa, karena lebih banyak terbatas pada bagian anterior mata saja. Proses koagulasi ini memang menyebabkan kerusakan pada mata, akan tetapi merupakan suatu mekanisme perlindungan dari penetrasi yang lebih dalam.10,15 Kimia basa merupakan zat dengan pH tinggi dan sangat mudah diurai menjadi ion hidroksil dan kation dalam permukaan depan mata. Kimia basa dapat menyebabkan kerusakan mata yang serius. Ion hidroksil yang dihasilkan mengakibatkan terjadinya proses saponifikasi, ion ini berikatan dengan asam lemak dan protein, menyebabkan nekrosis likuefaktif yang berlawanan dengan nekrosis koagulatif pada kimia asam. Kation yang terurai juga dengan

aktif berinteraksi dengan kolagen dan glikosaminoglikan dari stroma menjadikan fogging pada stroma. Kerusakan jaringan yang luas di dalam kornea sangat berbahaya, karena akan hal ini memudahkan penetrasi yang lebih dalam dari senyawa kimia tersebut dan infiltrasi segmen anterior. Penetrasi senyawa kimia ke bagian segmen anterior, bersama dengan hidrasi kolagen, perubahan fibril malignan, dan perubahan trabekular dapat menyebabkan perubahan tekanan intraokular secara cepat (dalam beberapa detik hingga beberapa menit) dan signifikan. Hal tersebut dapat menimbulkan iritis, glaukoma, dan penurunan ketajaman penglihatan.11,16 2.4 Manifestasi klinis Trauma Kimia Okuli Tanda dan gejala awal dari trauma kimia mata dapat berupa: a. Nyeri b. Mata merah c. Tanda-tanda iritasi d. Keluarnya air mata yang berlebihan e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata f. Merasa ada sesuatu pada mata g. Pembengkakan kelopak mata h. Penglihatan kabur.17 2.5 Diagnosis Trauma Kimia Okuli Diagnosis trauma kimia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata. Pada anamnesa perlu diketahui: a. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab berkontak dengan mata. b. Jenis zat kimia penyebab, nama dagang atau tipe produknya. c. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan. d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian. e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata).18

Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang terkena bahan kimia di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi dilakukan pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkan pada kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemia limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya pasien lebih nyaman dan lebih kooperatif sewaktu pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal terlebih dahulu.17 Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah: a. Defek epitel kornea Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit. b. Stroma yang kabur Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga tidak bisa melihat KOA c. Perforasi kornea Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari minggu setelah trauma kimia yang berat d. Reaksi Inflamasi KOA Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada trauma alkali e. Peningkatan TIO Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior, dan tingkat deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO. f. Kerusakan kelopak mata Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah iritasi g. Inflamasi konjungtiva Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis i. Iskemia peri limbal Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea j. Penurunan ketajaman penglihatan

Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau ketidaknyamanan pasien. Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu:11 1. Fase Immediate Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu : a) Tingkat keparahan trauma b) Prognosis c) Terapi yang diberikan Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah: Klasifikasi Hughes a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera. b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera. c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan. Klasifikasi Thoft a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus 2. Fase Akut Selama minggu pertama setelah trauma, hal hal yang harus diperhatikan adalah : a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi b) Kejernihan kornea dan lensa c) Tekanan intra okuler d) Inflamasi di bilik mata depan

Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi, dan migrasi keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus di kontrol. 3. Fase Pemulihan dini Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah dengan perubahan dalam kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini epitel dan keratosit di kornea dan konjungtiva terus berproliferasi untuk memperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan fungsinya kembali normal. Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-epitelisasi telah selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada kasus yang lebih parah, pada fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda, sehingga proses perbaikan epitel terganggu akibatnya terjadi : a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi 4. Fase Pemulihan Akhir Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di kelompokkan menjadi : a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu : 1. Anestesi kornea 2. Abnormalitas musin dan sel goblet 3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat 4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada kornea Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus di periksa dengan cermat untuk menilai : 1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh 2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial 3. Perlengketan epitel yang abnormal 4. Vaskularisasi stroma b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel konjungtiva.

Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi setelah beberapa minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau sudah timbul sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan mata akan sembuh dengan adanya : 1. Jaringan parut dan vaskularisasi 2. Defisiensi musin dan sel goblet 3. Erosi epitel persisten atau rekuren 4. Fibrovaskular pannus Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan pH permukaan mata Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan sampai pH kembali netral b) Tes Flouresein Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea.19 2.6 Penatalaksanaan Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu:19 1. Fase kejadian (immediate) Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian. Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL. Teknik irigasi : 1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan. 2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan 3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata 4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata 5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps

6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata. 2. Fase akut (sampai hari ke 7) Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut : a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi. b. Mengontrol tingkat peradangan 1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang 2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini. c. Mencegah infeksi sekuder Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal. d. Mencegah peningkatan TIO e. Suplemen/antioksidan f. Tindakan pembedahan 3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21) Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah : a. Hambatan reepitelisasi kornea b. Gangguan fungsi kelopak mata c. Hilangnya sel goblet d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea 4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21) Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:

a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan. b. Pembedahan Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi. 2.7 Komplikasi (7,20) 1. Jaringan parut pada kornea 2. Ulkus kornea 3. Jaringan parut pada konjungtiva 4. Dry eyes 5. Simblefaron 6. Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion 7. Trikiasis 8. Stenosis/oklusi punctum 9. Pembentukanpannus 10. Katarak 11. Glaucoma 2.8 Prognosis Prognosis trauma kimia tergantug pada keparahan bagian yang terkena, khususnya terkait defek epitel kornea dan derajat iskemik limbus. Kebanyakan kasus bisa sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaucoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.20 Berdasarkan klasifikasi Hughes dan Thoft yang telah diuraikan pada gejala klinis maka prognosisnya adalah sebagai berikut: 1. Hughes a. derajat ringan : prognosis baik b. derajat sedang : prognosis sedang c. derajat berat : prognosis buruk 2. Thoft

a. Grade 1 dan 2 : prognosis baik b. Grade 3 : prognosis dubia c. Grade 4 : prognosis buruk BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas pasien Nama : Tn. W Umur : 42 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Pegawai bengkel Alamat : Kedungkandang, Malang. MRS : 26 November 2011 3.2 Anamnesis Keluhan utama : Mata kanan panas dan nyeri Riwayat penyakit : Pasien mengeluh mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logam alumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nrocoh (+), darah (-), silau (+), mata merah (+), pandangan kabur (+), kelopak mata bengkak (+). Pasien tidak memakai kacamata sebelumnya. Riwayat terapi: Pasien dibawa ke RS Panti Nirmala dan diberi obat tetes mata (pasien tidak tahu nama obatnya), kemudian dirujuk ke IRD RSSA. 3.3 Pemeriksaan Fisik Status Oftalmologi Tanggal Pemeriksaan : 26 November 2011 Oculi Dextra (Orthophoria) Oculi Sinistra (Orthophoria) Posisi Bola Mata

Gerak Bola Mata 1/60 spasme (+), edema (+), entropion (+) CI (-), PCI (-), SCH (-), burn wound (+), iskemik limbus 360o Erosi epitel seluruh kornea Dalam, flare sde, sel sde rad. line (+) Not round, RP (-), midmidriasis Kesan jernih n+1/p Diagnosis

5/5 spasme (-), edema (+), corpus alienum margo palpebra superior dan inferior Conjungtiva CI (-), PCI (+),SCH (-) Visus Palpebra Cornea COA Iris Pupil Lensa TIO Erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel Dalam, flare (-), sel (-) rad. line (+) round, RP (+), 3mm Jernih n/p

- OD trauma oculi termis dan khemis grade IV dengan komplikasi keratopathy - OS trauma oculi termis dan khemis grade I dengan komplikasi edema palpebra Planning diagnosis - Slit lamp, visus, TIO Rencana Terapi - Pro ekstraksi corpus alienum + eksplorasi LA - Irigasi RL 2L ODS - Tobro ed 61 ODS - SA 1% 31 ODS - Timolol 0,5% 21 ODS - Doksisiklin 2100 mg - Vit C 2000 mg - Oculotect eg 41 ODS - Repithel eo 41 ODS Rencana Monitoring - Visus - Slit lamp

- TIO KIE - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien beserta pengobatan, komplikasi dan prognosis - Menjelaskan pada pasien agar menjaga higienitas mata untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder - Menjelaskan pasien agar melakukan pengobatan dengan rutin, karena penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang cukup lama - Menjelaskan kepada pasien untuk berhati-hati agar tidak terjadi trauma berulang Prognosis - Visam : dubia et malam - Sanam : dubia et malam - Vitam : bonam - Kosmetik : dubia et malam 3.4. Hasil Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap Leukosit : 9.300 /mm3 Hemoglobin : 14,0 gr/dL PCV : 41,3 % Trombosit : 354.000 /mm3 Faal Hemostasis PPT : 11,8 (K: 12,0) APTT : 30,1 (K: 26,3) Liver function test SGOT : 26 U/L SGPT : 37 U/L Renal function test

Ureum : 35,8 mg/dl Kreatinin : 1,16 mg/dl Serum elektrolit Natrium : 141 mmol/ L Kalium : 3,38 mmol/ L Klorida : 106 mmol/ L Gula Darah : Acak : 131 mg/dL Follow up 27 November 2011 Oculi Dextra Oculi Sinistra (Orthophoria) Posisi Bola Mata (Orthophoria) Gerak Bola Mata 1/300 5/5 Visus spasme (+), edema (+) spasme (-), edema (+) Palpebra Iskemik limbal 360o, iskemik konjungtiva Conjungtiva CI (-), PCI (+), SCH (-) Hazy Erosi jam 7 paracentral Cornea Sde Dalam, flare (-), sel (-) COA Sde rad. line (+) Iris Sde round, RP (+), 3mm Pupil Sde Jernih Lensa n+1/p n/p TIO Terapi: - Irigasi RL 2L ODS - Tobro ed 61 ODS - SA 1% 31 ODS - Timolol 0,5% 21 ODS - Doksisiklin 2100 mg - Vit C 2000 mg - Oculotect eg 41 ODS - Repithel eo 41 ODS - EDTA ed 31 OD

Follow-Up 28 November 2011 Oculi Dextra (Orthophoria) Gerak Bola Mata 1/60 spasme (+), edema (+), krustae (+), ekskoriasi (+), entropion (+) CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal Iskemik limbus (+), hazy (+) Sde Sde Sde Sde n+1/p Terapi: - Irigasi RL 2L ODS - Tobro ed 61 ODS - SA 1% 31 ODS - Timolol 0,5% 21 ODS - Doksisiklin 2100 mg - Vit C 2000 mg - Oculotect eg 41 ODS - Repithel eo 41 ODS - EDTA ed 31 OD - Glaukon 2250 mg Follow-Up 29 November 2011 Oculi Dextra (Orthophoria) Gerak Bola Mata 1/60 spasme (+), edema (+), krustae (+), ekskoriasi Oculi Sinistra (Orthophoria) Posisi Bola Mata Visus Palpebra 5/5 spasme (-), edema (+), Oculi Sinistra (Orthophoria) Posisi Bola Mata Visus Palpebra Conjungtiva Cornea COA Iris Pupil Lensa TIO 5/5 spasme (-), edema (+), krustae (+) CI (-), PCI (-), SCH (-) Iskemik limbus (-), sikatrik (+) Dalam rad. line (+) round, RP (+), 3mm Jernih n/p

(+), entropion (+) CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal Iskemik limbus (+), hazy (+) Sde Sde Sde Sde n+1/p Terapi: - Irigasi RL 2L ODS - Tobro ed 61 ODS - SA 1% 31 ODS - Timolol 0,5% 21 ODS - Doksisiklin 2100 mg - Vit C 2000 mg - Oculotect eg 41 ODS - Repithel eo 41 ODS - EDTA ed 31 OD - Glaukon 2250 mg - KSR 11 - Epilasi Follow-Up 30 November 2011 Oculi Dextra (Orthophoria) Gerak Bola Mata 1/60 spasme (+), edema (+), krustae (+), ekskoriasi (+), entropion (+) CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal Iskemik limbus (+), hazy (+)

Conjungtiva Cornea COA Iris Pupil Lensa TIO

krustae (+) CI (-), PCI (-), SCH (-) Iskemik limbus (-), sikatrik (+) Dalam rad. line (+) round, RP (+), 3mm Jernih n/p

Oculi Sinistra (Orthophoria) Posisi Bola Mata Visus Palpebra Conjungtiva Cornea 5/5 spasme (-), edema (+), krustae (+) CI (-), PCI (-), SCH (-) Iskemik limbus (-), sikatrik (+)

Sde Sde Sde Sde n+1/p Terapi: - Tobro ed 61 ODS - SA 1% 31 ODS - Timolol 0,5% 21 ODS - Doksisiklin 2100 mg - Vit C 2000 mg - Oculotect eg 41 ODS - Repithel eo 41 ODS - EDTA ed 31 OD - Glaukon 2250 mg - KRS BAB IV PEMBAHASAN

COA Iris Pupil Lensa TIO

Dalam rad. line (+) round, RP (+), 3mm Jernih n/p

Pasien laki-laki 42 tahun datang dengan keluhan mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logam alumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata pasien merah, nrocoh, silau, dan pandangannya kabur. Kelopak mata pasien bengkak. Tidak ada riwayat keluarnya darah dari mata pasien. Dari literatur didapatkan manifestasi yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain: a. Nyeri b. Mata merah c. Tanda-tanda iritasi d. Keluarnya air mata yang berlebihan e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata

f. Merasa ada sesuatu pada mata g. Pembengkakan kelopak mata h. Penglihatan kabur Dari status oftalmologi mata kanan pasien: posisi bola mata ortophoria gerakan bola mata orthoforia penurunan visus: 1/60 palpebra spasme, edema, dan entropion konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+), iskemik limbus, luka bakar kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea COA dalam Pupil not round, RP (-), midmidriasis Lensa kesan tampak jernih TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan tekanan intraokuler pada mata kanan Sedangkan status oftalmologi mata kiri pasien: posisi bola mata ortophoria gerakan bola mata orthoforia visus: 5/5 palpebra edema dan didapatkan corpus alienum margo palpebra superior dan inferior konjungtiva didapatkan PCI (+) kornea, didapatkan erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel COA dalam Pupil round, RP (+), 3mm Lensa jernih TIO dengan pemeriksaan digital: normal

Penurunan visus pada pasien disebabkan adanya kerusakan pada kornea yang merupakan media refraksi. Kerusakan kornea dapat disebabkan karena panas maupun derajat keasaman logam aluminium. Panas dan nyeri pada mata pasien disebabkan oleh rangsangan logam alumunium panas pada ujung-ujung saraf kornea dan konjungtiva. Rangsangan ini juga meningkatkan sekresi kelenjar lakrimal sehingga terjadi epifora. Jaringan orbita yang terkena rangsangan mengalami inflamasi. Inflamasi pada palpebra menyebabkan edema palbebra serta entropion dan blefarospasme akibat nyeri. Inflamasi pada konjungtiva menyebabkan pelebaran pembuluh darah konjungtiva yang tampak sebagai conjunctival injection dan pericorneal injection. Akibat rangsangan panas juga terjadi iskemik pada limbus 360 dan luka bakar pada konjungtiva. Kornea mata pasien mengalami kerusakan jaringan berupa erosi pada seluruh permukaannya. Inflamasi pada iris dan rangsangan ujung saraf kornea menyebabkan dilatasi pembuluh darah iris dan kontraksi iris sehingga pupil pasien tampak midmidriasis, reflek pupil negatif, dan pasien mengalami fotofobia. Peningkatan TIO pada mata kanan pasien dapat disebabkan inflamasi iris yang menyebabkan iris menempel pada lensa sehingga terjadi blok pupil, dapat juga disebabkan adanya sel-sel inflamasi yang menyumbat trabekula meshwork sehingga mengganggu aliran humor aqueous. Terapi yang diberikan pada pasien ini sebagai berikut.

Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan mencegah perlukaan mata lebih lanjut akibat corpus alienum. Irigasi RL 2L ODS untuk menetralisir efek bahan kimia dan panas pada mata. Tobro ed 61 ODS merupakan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder. SA 1% 31 ODS sebagai sikloplegik untuk merelaksasikan iris sehingga mengurangi nyeri dan mencegah sinekia posterior. Timolol 0,5% 21 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang mengurangi efek saraf simpatis dalam mendilatasi pupil. Doksisiklin 2100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek antibiotik topikal. Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat penyembuhan. Oculotect eg 41 ODS untuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat reepitelialisasi kornea. Repithel eo 41 ODS merupakan air mata buatan dengan kandungan vitamin A untuk mempercepat reepitelialisasi kornea. EDTA ed 31 OD sebagai buffer untuk mengikat ion-ion logam berat yang masih tertinggal di mata. Glaukon 2250 mg merupakan agen antiglaukoma yang bekerja sebagai inhibitor karbonik anhidrase sehingga dapat mengurangi produksi humor aqueous.

Walaupun trauma mata ini tidak mengancam nyawa, prognosis pada pasien ini dubia et malam karena adanya kerusakan kornea secara menyeluruh sehingga visus mata yang mengalami trauma sulit untuk dikembalikan. Di samping itu, adanya luka bakar dan iskemik limbus 360 pada konjungtiva menyebabkan proses penyembuhannya lebih sulit. Secara kosmetik, hasilnya juga kurang baik karena adanya luka bakar pada bagian wajah. BAB V KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Tn. W usia 42 tahun dengan OD trauma oculi termis dan khemis grade IV dengan komplikasi keratopathy + OS trauma oculi termis dan khemis grade I dengan komplikasi edema palpebra. Diagnosis ditegakkan dari anamnesa mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logam alumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata pasien merah, nrocoh, silau, dan pandangannya kabur. Kelopak mata pasien bengkak. Tidak ada riwayat keluarnya darah dari mata pasien. Pemeriksaan fisik didapatkan penurunan visus: 1/60; palpebra spasme, edema, dan entropion; konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+); iskemik limbus; luka bakar; kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea; pupil not round, RP (-), midmidriasis; lensa kesan tampak jernih; TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan tekanan intraokuler pada mata kanan. Sedangkan pada mata kiri didapatkan visus: 5/5; palpebra edema dan didapatkan corpus alienum margo palpebra superior dan inferior; konjungtiva didapatkan PCI (+); kornea serta didapatkan erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel. Pasien diterapi dengan Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan mencegah perlukaan mata lebih lanjut akibat corpus alienum, Irigasi RL 2L ODS untuk menetralisir efek bahan kimia dan panas pada mata, Tobro ed 61 ODS merupakan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder, SA 1% 31 ODS sebagai sikloplegik untuk merelaksasikan iris sehingga mengurangi nyeri dan mencegah sinekia posterior, Timolol 0,5% 21 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang mengurangi efek saraf simpatis dalam mendilatasi pupil, Doksisiklin 2100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek antibiotik topikal, Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat penyembuhan, Oculotect eg 41 ODS untuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat reepitelialisasi kornea, Repithel eo 41 ODS merupakan air mata buatan dengan kandungan vitamin A untuk mempercepat reepitelialisasi kornea, EDTA ed 31 OD sebagai buffer untuk mengikat ion-ion logam berat yang masih tertinggal di mata, serta Glaukon 2250 mg merupakan agen antiglaukoma yang bekerja sebagai inhibitor karbonik anhidrase sehingga dapat mengurangi produksi humor aqueous. Prognosis pada pasien ini dubia et malam karena adanya kerusakan kornea secara menyeluruh sehingga visus mata yang mengalami trauma sulit untuk dikembalikan. Di samping itu, adanya luka bakar dan iskemik limbus 360 pada konjungtiva menyebabkan proses penyembuhannya lebih sulit. Secara kosmetik, hasilnya juga kurang baik karena adanya luka bakar pada bagian wajah. DAFTAR PUSTAKA 1. James B, Chew C dan Bron A, 2010. Eye Injury. http://www.losangeleyeinjury.com. Diakses tanggal 2 Desember 2011 2. McGwin G, Xie A, Owsley C, 2005. Occular Trauma. http://www.emedicine.com. Diakses tanggal 2 Desember 2011 3. Rhobson, Joe. 2008. Occular Trauma Management. http://.opt.pacificu.edu. Diakses tanggal 2 Desember 2011 5. Rihawi, S., Frentz, M., Schrage, NF. 2006. Emergency Treatment of Eye Burns: which rinsing solution should we choose?. Graefes Arch Clin Exp Ophtalmology 244: 845-854. 6. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of Ocular Trauma

7. Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Keempat. Hal 259-276. Jakarta : Badan Penerbit FKUI 8. Melsaether, CN, Rosenm, CL. Burns, Ocular. EMedicine: The Continually Updated Clinical Reference. 1 Nov. 2007. 07 May 2009 http://emedicine.medscape.com/article/7986966. Diakses pada tanggal 4 Desember 2011. 9. Burns FR, Paterson CA. 1989. Prompt irrigation of chemical eye injuries may avert severe damage. Occup Health Safety.; 58: 3336 10. Socransky SJ. 2003. Ocular burn management and eye irrigation. In: Reichman, Eric, and Robert R. Simon. Emergency Medicine Procedures. New York : McGraw-Hill 11. Wagoner MD. 1997. Chemical injuries of the eye: current concepts in pathophysiology and therapy. Surv Ophthalmol.; 41(4):275313 12. Trudo, EW, Rimm, W. 2003. Chemical injuries of the eye. In: Ophthalmic care of the combat casualty. Falls Church, Va: Office of the Surgeon General, United States Army; Washington, D.C., Borden Institute, Walter Reed Army Medical Center, United States Army Medical Dept. Center and School, Uniformed Services University of the Health Sciences 13. Kuckelkorn R, Kottek A, Schrage N & Reim M. 1995. Poor prognosis of severe chemical and thermal burns. The need for adequate emergency care and primary prevention. Int Arch Occup Environ Health; 67:281284 14. Macdonald EC, Cauchi P, Azuara Blanco A, Foot BG. 2009. Surveillance of severe chemical corneal injuries in the UK. Br J Ophthalmol 15. Kimi, T, Khosla-Gupta, BA. 2002. Chemical and thermal injuries to the ocular surface. In: Holland, EJ, Mannis. Ocular Surface Disease Medical and Surgical Management. New York: Springer 16. Sharma, A, Smilkstein, MJ, Fraufelder, FW. 2006. Ophthalmic principles. In: Goldfranks toxicologic emergencies. New York : McGraw-Hill 17. Randleman, JB. 2010. Chemial eye burn overview. http://www.emedicine.com Dikses pada tanggal 4 Desember 2011. 18. Kenneth, C. 2002. Emergency Ophthalmology, a Rapid Treatment Guide. Boston Medical Publishing Division 19. Randleman, JB. 2006. Burnm chemical. Department of Ophthalmology. http://www/emedicine.com. Diakses pada tanggal 4 Desember 2011. 20. Vaughan, D.G., Asbury, A., Riordan-Eva, P. 2002. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.
About these ads

You might also like