You are on page 1of 24

PROPOSAL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI BUBUK TERASI UDANG DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA

ALAMI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN Diajukan Kepada : Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh : RIZKINA FITRIYANI H0908136

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

: Rohula Utami, S.TP, MP : Edhi Nurhartadi, S.TP, MP

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

BAB I

PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di Indonesia sektor perikanan mempunyai peluang yang cukup besar karena geografisnya yang berupa kepulauan. Peranan udang terhadap ekspor komoditi pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 21,56%. Indonesia merupakan industri udang nomor 3 terbesar di dunia pada tahun 2005 (FAO, 2005). Dari data Ditjen Perikanan Budidaya DKP (2009) diketahui jumlah hasil tangkap udang sebesar 540.000 ton dan tahun 2010 ada peningkatan menjadi 555.000 ton. Naamin dkk, (1981) menyatakan bahwa ditemukan 81 jenis udang Penaeid di seluruh perairan Indonesia, 46 diantaranya sering tertangkap oleh nelayan Indonesia. Ada sembilan jenis udang yang bernilai tinggi, yaitu Penaeus merguiensis, P.indicus, P.chinensis, P.monodon, P.semisulcatus, P.latisulcatus, Metapeneus monoceros, M. ensis dan M. elegans (Naamin dkk, 1981 dalam Sembiring, 2008). Ini info belum lengkap Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam seratus gram udang rebon segar mengandung protein sebesar 16,2 gram dan mengandung 757 mg kalsium. Akan tetapi udang rebon ini bersifat mudah rusak. Oleh karena itu rebon harus diolah terlebih dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh produk olahan yaitu terasi. Terasi merupakan bumbu tradisional yang banyak dikenal dan disukai oleh masyarakat Indonesia. Banyak orang menyukai terasi karena rasa dan aromanya yang khas, terutama untuk meningkatkan selera makan. Produk ini berbentuk seperti pasta dan blok dan berwarna hitam-coklat. Akan tetapi terasi yang disukai oleh konsumen adalah terasi yang berwarna merah yang terlihat menarik. Hal ini mendorong produsen menggunakan pewarna buatan dalam proses pembuatannya. Pewarna buatan yang terkadang digunakan yaitu Rhodamin B. Padahal Rhodamin B merupakan pewarna untuk kertas dan tekstil sehingga pewarna ini berbahaya bagi kesehatan (Salam, 2008). Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan, dan penyebabkan

kanker. Permasalahan ini mendorong untuk penggunaan pewarna alami pada pembuatan terasi. Salah satu pewarna alami yang berpigmen merah yaitu angkak. Angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh kapang Monascus pupureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak mengandung racun dan tidak karsinogen sehingga dapat digunakan sebagai pewarna alami untuk makanan. Komponen pigmen yang dihasilkan oleh angkak adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin (kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan monaskorubramin (ungu) dan lebih dominan warna merah. Pada angkak menghasilkan antioksidan monacolin K disebut juga lovastatin atau mevalonin) yang dapat menurunkan kadar lipid dengan cara menghambat aktivitas HMG-CoA reductase dalam intesis kolesterol pada hati (Fardiaz dkk, 1996). Dengan kandungan pewarna alami dan senyawa antioksidan dalam angkak diharapkan dapat menjadi pewarna alami dan sumber antioksidan pada terasi. Meskipun angka konsumsi terasi cukup tinggi, akan tetapi terasi masih dianggap sebagai bumbu tradisional yang tidak praktis karena harus dibakar terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Pada penelitian ini terasi akan dibentuk menjadi bubuk terasi udang yang telah diproses menjadi bumbu yang siap dikonsumsi sehingga lebih praktis tanpa kehilangan cita rasa khas terasi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia, dan sensori bubuk terasi udang dengan perlakuan perbedaan konsentrasi angkak yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu tidak larut asam, kadar protein, warna, dan aktivitas antioksidan bubuk terasi udang?

2.

Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi angkak

terhadap karakteristik sensori (parameter aroma, warna dan overall) pada bubuk terasi udang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, warna, dan aktivitas antioksidan bubuk terasi udang. 2. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik sensori (parameter warna, aroma dan overall) pada terasi udang yang paling disukai oleh panelis. D. Manfaat Penelitian Setelah dilakukan penelitian mengenai karakteristik bubuk terasi udang diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian dan pangan, khususnya mengenai alternatif perwarna alami pada terasi. 2. Memberikan informasi tentang pembuatan terasi yang berkualitas dan praktis pada bubuk terasi udang.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Udang rebon (Mysist relicta) Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Jenis yang sering dijumpai yaitu Mantis shrimp dan Mysid shrimp, keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae (Baclin, 1984). Udang rebon termasuk jenis Mysid shrimp dari ordo Mysidaceae dengan nama latin (Mysist relicta).

Gambar 2.1 Anatomi Udang Rebon (Mysist relicta) Anatomi dari udang rebon (Mysist relicta) pada Gambar 2.1 memiliki kaki renang (swimming legs), mata tangkai (eye stalk), karapas, abdomen, dan statocyst. Dada (torax) tertutup dalam karapas pada bagian belakang dan samping. Kaki renang memanjang dari bagian perut dari dada. Betina dewasa memiliki kulit (plate) didua segmen terakhir untuk melindungi telur dan larva sedangkan jantan tidak mempunyai plate. Abdomen (perut) terdiri dari enam segmen. Setiap segmen memiliki sepasang pleopoda. Pada jantan pleopoda keempat lebih panjang. Hal ini mungkin untuk membantu

menangkap betina saat kawin. Setiap rongga berisi cairan yaitu statocyst yang ditemukan di ekor mysist. Statocyst berisi partikel kecil dan padat (Anonim, 1998). Taksonomi dari udang rebon yaitu: Kingdom Phylum : Animalia : Arhtropoda

Subphylum : Crustacea Class : Malacostraca Order Family Genus Species : Mysidacea : Mysidae : Mysis : relicta

Udang rebon : Mysis relicta Udang rebon dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi karena rebon tersebut memiliki kulit dan cangkang yang lunak sehingga memungkinkan untuk dihancurkan secara sempurna. Udang rebon kaya akan protein dan mineral. Zat-zat yang dikandungnya bahkan mampu menangkal osteoporosis, meningkatkan HDL (High-density lipoprotein), sekaligus menurunkan kadar LDL (Low-density lipoprotein) dan lemak. Seperti hewan air lainnya, udang rebon merupakan sumber protein hewani yang sangat baik (Suprapti, 2002). Kandungan gizi udang rebon per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g Kandungan gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Air (g) Udang rebon kering 299 59,4 3,6 3,2 2.306 265 21,4 0 0,06 21,6 Udang rebon segar 81 16,2 1,2 0,7 757 292 2,2 60 0,04 79,0

Sumber: Direktorat Gizi Depkes, 1992

Warna awal udang rebon adalah putih keabuan dan berubah warnanya menjadi kemerahan. Udang memiliki pigmen astaksantin yang termasuk

golongan karotenoid. Krustasea (udang-udangan) mengandung karotenoid yang terikat pada protein dengan akibat warna menjadi biru atau abu-abu biru. Jika mengalami pemanasan, protein terdenaturasi dan mengakibatkan ikatan karotenoid-protein putus sehingga membebaskan warna karotenoid merah jingga (Anonim, 2009). Peranan udang terhadap ekspor komoditi pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 21,56%. Indonesia merupakan industri udang nomor 3 terbesar di dunia pada tahun 2005 (FAO, 2005). Dari data Ditjen Perikanan Budidaya DKP (2009) diketahui jumlah hasil tangkap udang sebesar 540.000 ton dan tahun 2010 ada peningkatan menjadi 555.000 ton (DKP, 2009). 2. Angkak Angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh kapang Monascus pupureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak mengandung racun dan tidak karsinogen (Su dan Wang, 1977). Angkak telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan di Negaranegara asia seperti China, Indonesia, Jepang, dan Flipina. Pada umumnya angkak digunakan untuk mewarnai berbagai produk makanan seperti produk keju, ikan, kedelai, pikel sayuran, daging asin, anggur dan minuman alkohol lainnya (Su dan Wang, 1977). Monascus purpureus adalah kapang utama pada angkak. Angkak adalah beras yang difermentasi oleh kapang sehingga penampakannya berwarna merah. Angkak sudah sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu, pewarna dan obat karena mengandung bahan bioaktif berkhasiat. Kapang menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan Zakaria, 1996). Monascus purpureus juga diketahui menghasilkan senyawa lovastatin (Palo, 1960: Hesseltine,1965; 1965; Ma et al., 2000). Lovastatin menghambat sintesis kolesterol karena menghambat aktifitas HMGCoA reduktase enzim penentu biosintesis kolestrol (Brown et al., 1991). Sifat ini dimanfaatkan sebagai obat untuk program diet, pencegah aterosklerosis, jantung koroner dan stroke (Kasim, 2006).

Mevinolin dan lovastatin adalah dua komponen bioaktif yang diketahui terdapat di dalam angkak sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Senyawa-senyawa ini diketahui sangat efektif dalam terapi hiperkolesterolemia, karena kemampuannya untuk menghambat kerja enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase (HMG-CoA reductase); enzim yang bertanggung jawab dalam proses sintesis (pembentukan) kolesterol. Dengan terhambatnya kerja enzim ini maka dapat dipastikan dapat mengontrol pembentukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Senyawa gamma-aminobutyric acid (GABA) dan acetylcholine chloride adalah dua komponen aktif yang terkandung di dalam angkak diketahui dapat sebagai hypotensive agent sehingga menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah (Ardiyansyah, 2007). Komponen pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin (kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan monaskorubramin (ungu). Untuk pengukuran intensitas pigmen dari angkak, diambil 0,05 serbuk inokulum, lalu diekstrak dengan 10 ml metanol. Ekstraksi dilakukan dengan pengocokan selama 24 jam, lalu disaring dan didapatkan filtrat. Dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 390 nm, intensitas pigmen kuning dapat diukur. Sedangkan intensitas pigmen merah diukur pada panjang gelombang 500 nm (Su and Wang, 1977). Monascus purpureus berperan sebagai antibakteri karena mengandung monascidin A yang menginhibisi aktivitas bacteria dari sebagian besar Bacillus, Streptococcus, dan Pseudomonas (Wong and Bau, 1977; Wong and Koehler, 1981; Bau 1977). Penelitian lain yang dilakukan Chen (1933) menunjukkan bahwa Monascus purpureus memiliki efek inhibisi secara khusus pada Staphylococcus aureus. Dua pigmen kuning pada Monascus purpureus memiliki sedikit fungsi bakteriostatik melawan Bacillus subtilis (Rindiastuti, 2008) Hasil uji terjadi penurunan intensitas pigmen merah dan kuning angkak. Pengaruh suhu menunjukkan bahwa pada suhu lebih dari 1500C selama 1 jam terjadi penurunan yang nyata pada pigmen merah tapi

stabilitasnya masih berkisar antara 87-95%. Berdasarkan hasil ini maka sebaiknya pemasakan menggunakan angkak tidak melebihi suhu 150 C selama 1 jam. Penurunan intensitas warna ini disebabkan karena terjadinya kerusakan kromofor pigmen yang menyebabkan pemucatan warna. Stabilitas zat warna angkak dipengaruhi oleh suhu, lama pemanasan, sinar matahari, oksidator serta pH asam. Stabilitas warna merah pekatan angkak terhadap pengaruh suhu adalah sebesar 91%, terhadap pengaruh sinar matahari sedangkan bubuk angkak 91,7%. Angkak dalam bentuk pekatan lebih stabil pada pH 7 sedangkan dalam bentuk bubuk lebih stabil pada pH 9,2. Kelebihan angkak dalam bentuk pekatan yaitu memeilki kelarutan yang lebih baik dibanding kelarutan bentuk bubuk dalam air. (Betty dkk, 1997) 3. Terasi Terasi merupakan produk setengah basah yang dibuat dari udang kecil (Stelophorus atau Engraulis sp.) atau rebon (Schizopodes dan Mytis sp.). yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran, sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982). Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi protein dihidrolisis menjadi turun-turunannya, seperti pepton, peptide, dan asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan ammonia yang menyebabkan terasi berbau merangsang. Didalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap dalam menimbulkan cita rasa (Flavoring Agent) (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982). Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut ini. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaaman, sedangkan amonia dan amin menyebabkan bau anyir beramonia. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Aroma terasi

tersebut dihasilkan dari 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 karbonil, 7 macam lemak, 34 senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa lain. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau asam, sedangkan senyawa amonia dan amin menyebabkan bau anyir beramonia (Rahayu, 1992). Pada pembuatan terasi menggunakan garam. Garam dalam pembuatan terasi mempunyai peranan utama sebagai pemberi rasa asin dan sebagai pengawet. Dalam pembuatan produk-produk fermentasi ikan/udang lainnya juga ditambahkan garam dalam jumlah yang optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Oleh karena itu fermentasi dalam ikan/udang seringkali merupakan gabungan antara fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat (Susanto, 1993). Penggaraman selama proses juga berpengaruh terhadap salah satu sifat terasi, yaitu tekstur. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan terjadinya salting out pada protein. Protein menjadi terdenaturasi karena adanya garam menyebabkan struktur tersier dan kuartener terbuka sehingga bagian hidrofilik terbuka. Akibatnya air tidak dapat berikatan dengan protein dan keluar sel. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan osmosis air dari dalam sel ke luar sel sehingga tekstur menjadi keras. Alur pembuatan terasi udang (Chaijan and Panpipat, 2002) dilihat di Gambar 2.2 Udang rebon Pencucian Pengeringan matahari 1-2 hari Penumbukan dan penambahan garam 15% Pencetakan Fermentasi 4 minggu Terasi Gambar 2.2 Alur Pembuatan Terasi Udang Rebon

Nilai pH awal dari campuran rebon, garam dan bahan lainnya adalah 6 dan kemudian meningkat menjadi 6,5 selama fermentasi. Nilai pH akhir pasta adalah 4,5. Fermentasi lebih lanjut akan meningkatkan nilai pH akibat pembentukan ammonia. Jika garam yang ditambahkan kurang dari 10 persen, proses fermentasi pasta tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga produk yang dihasilkan tidak aman untuk dikonsumsi akibat ammonia yang terbentuk terlalu banyak. Pada proses fermentasi terasi, protein dihidrolisis menjadi derivatnya, seperti asam-asam amino, pepida dan pepton. Fermentasi terjadi diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme dan enzim (Winarno, 1973). Terasi yang bermutu baik dipengaruhi oleh kesegaran bahan mentah yang digunakan, komposisi kimia dan nutrisi bahan mentah, metoda pengolahan, mutu garam, ketersediaan mikroorganisme pada bahan mentah, aktivitas enzim pada bahan mentah, penambahan karbohidrat, ketersediaan oksigen, suhu, pH, lama fermentasi dan penanganan produk akhir (Rahayu, 1992). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas terasi, antara lain adalah sebagai berikut a. Tingkat kesegaran bahan Meskipun terasi merupakan produk yang ber bau spesifik, namun bukan berarti busuk. Kualitas terasi sangat ditentukan oleh tingkat kesegaran bahan bakunya. Bahan baku dengan tingkat kesegaran yang baik, akan menghasilkan produk terasi yang berkualitas tinggi. b. Aroma dan cita rasa Lama waktu yang dipergunakan bagi pemeraman atau fermentasi, sangat menentukan aroma dan cita rasa terasi yang dihasilkan. Makin lama waktu yang dipergunakan, kualitas tearsi yang dihasilkan makin tinggi. Disamping itu, cita rasa terasi juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan. Cita rasa terasi udang berbeda dengan cita rasa terasi ikan. c. Kehalusan butiran Tingkat kehalusan atau kelembutan butir-butir terasi memang tidak dapat di ukur dengan skala mesh, namun justru langsung nampak pada

penampilannya. Butiran yang kasar pada terasi, disebabkan antara lain oleh lain proses penghancuran oleh bahan yang alat tidak sempurna. dalam Ketidaksempurnaan proses penghancuran bahan baku tersebut antara disebabkan kemampuan penghancur menghancurkan bahan serta urutan proses yang digunakan. Pada proses pembuatan terasi secara tradisonal, penghancuran dilakukan saat penjemuran. Sehingga dengan demikian bahan baku tersebut telah menjadi kering dan liat sehingga sulit dihancurkan hingga halus. d. Warna Penambahan warna buatan yang dimaksudkan agar penampilan produk terasi menjadi lebih baik. Namun, bila pencampuran bahan pewarna buatan tersebut dilakukan secara tidak merata, maka justru akan berakibat sebaliknya (Suprapti, 2002). Terasi memiliki kandungan gizi yang lebih lengkap daripada bahan awalnya. Kandungan unsur gizi dalam terasi dari 3 sumber dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Terasi Udang Rebon Komposisi Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) Kadar serat kasar (%) Kadar abu (%) Kadar Ca (mg/100 gr) Kadar P (mg/100 gr) Kadar Fe (mg/100 gr) Kadar garam (%)
**) Anonim (1979)

Terasi I * 40 30 3.5 3.5 100 250 3.1 -

Terasi II** 34.76 23.37 3.72 9.02 14.08 20.21

Terasi III*** 30-50 20-40 2-4 3.5-5 10-40 23

Sumber : *) Soedarmo dan Sediaoetama (1977)

Selama proses fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya, seperti protease, pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42% adalah terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi terlalu tinggi maka terasi akan menjadi terlalu lunak (Rosida dkk, 2007).

Adapun syarat mutu menurut SNI terasi udang dapat dilihat dalam Tabel 2.3 Tabel 2.3 Syarat Mutu Menurut SNI Jenis uji a. Organoleptik Nilai minimum Kapang b. Mikrobiologi Escherichia coli (cfu/gr) Salmonella Staphylococus aureus (cfu/gr) Vibrio cholera c. Kimia Protein % bobot/bobot min Air bobot/bobot Abu tidak larut dalam asam % bobot/bobot maksimum Karbohidrat, % bobot/bobot maksimum
Sumber : SNI 01 2716 1992 Terasi Udang ***) Moeljohardjo (1972)

Persyaratan mutu Mutu I Mutu II 8 Negatif 3 Negatif 1x 103 Negatif 20 30-50 1,5 2 8 Negatif 3 Negatif 1 x 10 3 Negatif 15 30-50 1,5 2

Di dalam terasi terkandung 1,2g/100g glutamat bebas sebesar 1199 mg per 100g. Glutamat merupakan asam amino terbesar di dalam tubuh manusia dan diperlukan dalam jumlah besar untuk berbagai proses metabolisme. Glutamat bekerja memberikan sinyal rasa enak dan gurih (Anonim, 2009). Asam amino non-esensial yang terdapat dalam jumlah yang tinggi pada terasi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin terlihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Profil Asam Amino Pada Terasi Asam amino Asam amino esensial Isoleusin Leusin Lisin Sustain Fenilalanin Tirosin Threonin Triptofan Valin Methionin Asam amino semiesensial Arginin Histidin Asam amino non esensial Alanin Asam aspartat Asam glutamate Prolin Serin Ornitin Taurin Lisin terlarut
Sumber : Moeljohardjo (1972)

Kandungan (mg/16gN) 4100 6700 6500 1050 3500 3600 3600 810 4500 2400 2600 1200 5700 8800 14400 3400 2600 1350 1500 2070

Bakteri halofilik anaerobik memiliki peranan yang penting selama fermentasi (Moeljohardjo, 1972). Mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan terasi yaitu bakteri Lactobacillus sp dan bakteri mesofil. Mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah Micrococcus, Neisseria, Aerococcus dan beberapa jenis kapang. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap terasi yang dibeli di Bogor, Susilowati (1989) dan Rahayu et al. (1989) mendapatkanbahwa bakteri yang diisolasi adalah Micrococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinobacter (Salam, 2008). Teknologi pembuatan terasi instan telah dikembangkan. Di dalam pembuatannya, tahap pengolahan yang dilakukan adalah pengecilan ukuran terasi, pra-pengeringan, pengeringan yang sekaligus sebagai pemasakan,

penepungan, pengayakan dan pengemasan. Pengecilan ukuran terasi dengan diiris tipis setebal kurang lebih 3 mm dimaksudkan untuk mempercepat pengeringan dan mendapatkan hasil pengeringan yang sempurna. Prapengeringan dilakukan dengan pengovenan pada suhu 40 50oC selama 12 jam atau dijemur selama sehari. Tahap pengeringan dan pemasakan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 150oC selama 30 menit. Produk hasil pengeringan dan pemasakan selanjutnya ditepungkan dan diayak dengan ukuran 60 mesh (Subagio, 2006). B. Kerangka Berpikir Udang rebon diolah menjadi terasi melalui proses penggaraman dan fermentasi Angkak sebagai pewarna alami pada terasi Pembuatan bubuk terasi udang sehingga lebih mudah ketika akan digunakan

Bubuk terasi udang dengan penambahan angkak sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan

Udang rebon merupakan hasil perikanan yang perishible mudah rusak

Terasi yang disukai konsumen berwarna merah. Produsen menggunakan pewarna buatan (Rhodamin B) yang berbahaya bagi kesehatan

Terasi merupakan bumbu tradisional yang harus dibakar terlebih dahulu agar aromanya mantap

C. Hipotesis Penggunaan angkak pada pembuatan bubuk terasi udang dengan perbedaan konsentrasi angkak yang digunakan akan menghasilkan karakteristik fisikokimia, maupun karakteristik sensori yang berbeda.

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Rekayasa Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada bulan April sampai September 2012 B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan utama dalam penelitian ini adalah udang rebon kering yang didapatkan dari UKM Terasi, Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Emas, Kota Semarang, bubuk angkak dan garam yang diperoleh dari Pasar Legi Surakarta. Bahan untuk anlisis fisikokimia dan mikrobiologi yaitu: a. Analisis kadar abu tidak larut asam: HCl 10% b. Analisis c. Analisis aktivitas kadar antioksidan : DPPH metode (2,2 dhiphenil-1K2SO4, picryldhydrazil radical) dan metanol protein dengan kjeldahl: HgO,H2SO4, batu didih, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator metil merah dan metilen biru dan HCl 0,22 N d. Analisis perhitungan jumlah mikrobia adalah media Plate Count Agar (PCA), dan garam fisiologis. 2. Alat Alat yang digunakan pada pembuatan terasi udang bubuk yaitu tampah, penggiling, timbangan, plastik bening, plastik hitam besar, ember kecil dan tutup, oven, penepung, dan ayakan. Untuk analisa fisikokimia dan sensori dari penelitian ini yaitu: a. Analisis kadar air: cawan porselen, desikator, oven (Memmert), botol timbang, dan neraca analitik (Ohaus Adventurer).

b. Analisis kadar abu tidak larut asam: oven, desikator, cawan porselin, timbangan analitik, tanur listrik, kertas saring tak berabu (whatman 41), kertas pH c. Anlisis protein kjeldahl: timbangan analitik, alat destruksi kjeldahl, destilasi uap, labu destruksi, d. Anlisis antioksidan DPPH: menggunakan spektrofotometer UV Vis 1240, tabung reaksi, sentrifuge, mesin vortex e. Anlisis warna: chromameter CR-200 Minolta f. Anlisis perhitungan mikroba : autoclave, Laminer Flow, inkubator, cawan petri, hotplate, vortex, sentrifuge, dan coloni counter g. Anlisis sensori : borang, piring kecil, dan nampan. C. Tahapan Penelitian 1. Pembuatan adonan Udang rebon kering dicampur dengan garam 15% ditambahkan angkak bubuk sesuai perlakuan (0%; 0,5 %; 1%; 1,5%; dan 2%) kemudian diperam selama 12 jam dari jam 07.00-19.00 pada wadah yang tertutup pada suhu kamar kemudian digiling. Setelah digiling kemudian diperam pada wadah yang tertutup selama satu malam dari jam 21.00-08.00. Setelah itu dijemur sun-dryed. selama 8 jam hari dari jam 08.00-16.00. 2. Fermentasi terasi Adonan terasi digiling dan dimasukkan dalam plastik selama 30 jam dari jam 17.00-06.00. Kemudian adonan dijemur sun-dryed selama 8 jam dari 07.00-15.00. Setelah diperam adonan digiling dan disiapkan pada ember. Pada ember adonan diperam selama 30 hari dengan kondisi tertutup. Selama fermentasi ember ditutup dengan tas plastik untuk mencegah kontaminasi dari material luar dan serangga. 3. Pengeringan dan pematangan terasi Adonan hasil fermentasi diiris dengan ukuran 3 mm. Terasi blok di oven 50 C untuk mengeringkan terasi selama 12 jam dan dioven 150 C selama 30 menit untuk mematangkan terasi

4. Penepungan Proses selanjutnya yaitu menggiling terasi kering sampai halus dengan menggunakan mesin penepung. Kemudian diayak dengan pengayak 60 mesh. Diagaram alir proses pembuatan bubuk terasi udang tersaji pada Gambar 3.1
Rebon kering

Garam 15 %

Penambahan dengan garam selama 12 jam pada wadah tertutup pada suhu kamar

Angkak dengan konsentrasi 0%; 0,5 % ; 1 % ; 1,5% dan 2%

Penggilingan bahan terasi

Pemeraman selama satu malam

Penjemuran 8 jam

Penggilingan adonan

Pemeraman (fermentasi) dalam wadah tertutup pada suhu kamar selama 30 jam

Penjemuran selama 8 jam

Penggilingan adonan Pemeraman (fermentasi) dalam kuali dan ditutupi dengan plastik pada suhu kamar selama 30 hari Pengirisan adonan terasi +

+
Pengovenan 50 C selama 12 jam Pengovenan 50 C selama 12 jam (untuk mengeringkan) (untuk mengeringkan) Pengovenan 150 C selama 30 menit Penepungan pengayakan dengan 60 mesh pengayakan dengan 60 mesh

Bubuk terasi Gambar 3.1 Pembuatan Bubuk terasi udang D. Rancangan Penelitian

Analisis air, abu, protein, antioksidan, warna, total mikroba, dan organoleptik (warna, aroma)

Perancangan penelitian menggunakan pola rancangan acak lengkap (RAL). Pola rancangan acak lengkap digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap sampel. Dalam penelitian ini menggunakan 1 perlakuan dan 2 ulangan sampel. Perlakuan yang digunakan yaitu konsentrasi angkak yang akan ditambahkan dalam pembuatan terasi. Konsentrasi angkak yang digunakan yaitu 0%; 0,5% ; 1%; 1,5% dan 2%. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Oneway analysis of variance (ANOVA). Bila ada perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut dengan Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikan 5 %. E. Pengamatan Parameter Bubuk terasi udang akan dianalisis karakteristik fisikokimia (abu tidak larut asam, kadar air, kadar protein, warna, aktivitas antioksidan),

mikrobiologi (total mikroba) dan karakteristik sensori (parameter warna, aroma dan overall). Metode analisis dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Metode Analisis No Macam 1. Abu tidak larut asam 2. Air 3. Protein 4. Aktivitas Antioksidan 5. Warna 6. Total Mikroba 7. Sensori

Metode Gravimetri (SNI 2354-1-2010) Termogravimetri (SNI-01-2354.2-2006) Kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006) DPPH(Rohman dkk, 2008). Hunter Chroma (Sudarmadji dkk, 2011) Total Plate Count (SNI 01-2332.3-2006) Hedonic dengan Parameter Warna, dan Aroma dan overall (Soekarto, 1985)

BAB IV JADWAL KEGIATAN Bulan ke3 4

No. Kegiatan 1 2 3 4 6 7 8 9 10

1 Penyusunan Proposal X Seminar Proposal X Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data Penyusunan Skripsi Seminar Hasil Revisi Skripsi Pendadaran Yudisium

2 X

X X

X X X X X

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1998. Zooplankton of the Great Lakes. http://www.cst.cmich.edu/ . (Diakses Tanggal 10 Oktober 2011) Ardiyansyah. 2007. Khasiat Angkak. Universitas Tohoku. Jepang. Balcer, B.D., N.L. Korda, S.I. Dodson. 1984. Zooplankton of the Great Lakes. The University of Wisconsin Press, Ltd. London, England. pp. 103106 Betty Sri, K. Dhanna dan Srikandi Fardiaz. 1997. Produksi Konsentrat dan Bubuk Pigmen Angkak dari Monascus Purpureus Serta Stabilitasnya Selama Penyimpanan. Bulletin teknologi dan industry pangan, vol VIII, no 2 th 1997. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Produk Fermentasi Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Ditjen Perikanan Budidaya DKP. 2009. Kebijakan dan Program Prioritas Tahun 2009. Makalah Disampaikan dalam Rakornas Departemen Kelautan Dan Perikanan Tahun 2009. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta Fardiaz, Srikandi, Dang Bunyan Fauzi dan Fransisca Zakaria. 1996. Toksisitasdan Imunitas Pigmen Angkak yang Diproduksi dari Kapang Monascus Pupureus Pada Subtrat Limbah Cair Tapioka. Buletin Teknologi Dan Industri Pangan Volume VII No 2 Th 1996. Fitriani. 2006. Hubungan Pemberian (Monascus Purpureus Pada Beras Angkak Merah Terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis. UNS Press. Surakarta Kasim, Ernawati dkk. 2006. Kandungan Pigmen dan Lovastatin pada Angkak Beras Merah Kultivar Bah Butong dan BP 1804 IF 9 yang Difermentasi dengan Monascus purpureus Jmba. Jurnal Biodiversitas. Bogor.

Naamin, 1981 dalam Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan Putriutami, Wahyu dan Andi Suhendi. 2009. Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi LAPIS TIPIS. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 155. Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, IPB, Bogor. Rindiastuti, Yuyun. 2008. Potensi Angkak Merah untuk Terapi Nutrisi Mengatasi Dislipidemia pada Diabetes Melitus Tipe 2. UNS Press. Surakarta Rosida dan Enny Karti Basuki Susiloningsih. 2007. Pengaruh Konsentrasi Starter Lactobacillus Plantarum dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas dan Kerusakan Produk Terasi. Jurnal Protein. Vol.15 N0.2 Tahun 2007 Subagio, 2006. Analisis Permintaan Udang Indonesia di Pasar Internasional. ISSN 0854-5804 Susanto. 1993. Kapang Monascus Purpureus Dalam Angkak Sebagai Penurun Kolesterol. Http://Bioindustri.Blogspot.Com. (Diakses Pada Tanggal 6 September 2011) Salam, Nirwana. 2008. Manfaat Mikroorganisme Pada Industri Pembuatan Terasi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Makassar Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman Dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan Standar Nasional Indonesia. 1992. Terasi Udang. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.2716.1992 Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 1:Spesifikasi .Badan Standardisasi Nasional. SNI 2716.1 : 2009 Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Mikrobiologi Bagian 3:Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Produk Perikanan .BadanStandardisasi Nasional. SNI 012332.3-2006. Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Kimia Bagian 4:Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Total Nitrogen Pada Produk Perikanan. BadanStandardisasi Nasional. SNI 012354.4-2006.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 3: Penanganan Dan Pengolahan .BadanStandardisasi Nasional. SNI 012716.3-2009. Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Kimia Bagian 2:Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01 2354.2-2006. Standar Nasional Indonesia. 2010. Cara Uji Kimia Bagian 1:Penentuan Kadar Abu dan Abu Tidak Larut dalam Asam Pada Produk Perikanan.BadanStandardisasi Nasional. SNI 012354.1-2010. Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 2: Persyaratan Bahan Baku.Badan Standardisasi Nasional. SNI 2716.2-2009. Su Y.C, and Wang, H.W. 1997. Chinese Red Rice Anka. Didalam Handbook of Indigenous Fermented Foods. K.H Stenkraus (ed). Marcel Dekker Inc, New York Suprapti, M. Lies. 2002. Membuat Terasi Teknologi Tepat Guna. Kanisius Yogyakarta

You might also like